BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Penerapan Sifat Kolegialitas Dewan Komisaris Perseroan Dalam Kepailitan Perseroan Terbatas Berdasarkan Undang-Undang NO. 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam rangka meningkatkan taraf kehidupan, masyarakat mempunyai

  kemampuan dan keahlian masing-masing serta cara yang berbeda-beda dalam mencapai tujuan kemakmuran dan kesejahteraan hidup, salah satunya adalah dengan menjalankan suatu bisnis tertentu. Adapun salah satu cara adalah dengan menjalankan bisnis yang serius dan benar yaitu dengan mendirikan suatu badan usaha.

  Menurut sistem hukum dagang Indonesia, ada 2 (dua) bentuk badan usaha, yaitu badan usaha bukan badan hukum dan badan usaha yang berbadan hukum. Dalam hal ini Perseroan Terbatas termasuk badan usaha yang berbadan hukum.

  Perseroan Terbatas (disingkat PT) merupakan bentuk usaha kegiatan ekonomi yang paling disukai saat ini, disamping karena pertanggung jawabannya yang bersifat terbatas, PT juga memberikan kemudahan bagi pemilik (pemegang saham) nya untuk mengalihkan perusahaannya (kepada setiap orang)

   dengan menjual seluruh saham yang dimilikinya pada perusahaan tersebut.

  Ketentuan perundang-undangan yang mengatur mengenai PT saat ini dapat ditemukan dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (selanjutnya disingkat UUPT) yang telah disahkan pada tanggal 16 Agustus 2007, dimana ketentuan tersebut menggantikan berlakunya Undang- Undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas, sebagaimana dalam konsiderans (menimbang) huruf "d" pada UUPT, yang berbunyi :"bahwa

  

UndangUndang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas dipandang

sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan hukum dan kebutuhan

1 Ahmad Yani, Gunawan Widjaja, Seri Hukum Bisnis : Perseroan Terbatas, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2000 hal 1

  masyarakat sehingga perlu diganti dengan Undang-Undang yang baru.

  Dalam perkembangannya ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas dipandang tidak lagi memenuhi perkembangan hukum dan kebutuhan masyarakat karena keadaan ekonomi serta kemajuan ilmu pengetahuan, teknologi dan informasi sudah berkembang begitu pesat khususnya pada era globalisasi. Disamping itu, meningkatnya tuntutan masyarakat akan layanan yang cepat, kepastian hukum, serta tuntutan masyarakat akan perkembangan dunia usaha yang sesuai dengan prinsip pengelolaan perusahaan yang baik (good corporate govemance) menuntut penyempurnaan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas.

  Oleh karena itu lahirlah UUPT.

  Perseroan Terbatas mempunyai kedudukan mandiri. Oleh Undang- Undang diberi `standi persona`. Oleh Undang-Undang, PT dijadikan subyek hukum mandiri disamping manusia orang perorangannya. Padahal apa yang dinamakan PT suatu badan belaka. Badan dengan karakteristik demikian

   inilah yang biasa dinamakan "badan hukum.

  Konsekuensi dari kemandirian perseroan terbatas yaitu segala resiko yang timbul dari perbuatan perseroan terbatas menjadi tanggung jawab perseroan terbatas itu sendiri. Selain itu, PT harus mempunyai harta kekayaan sendiri terlepas dari harta pribadi para pemegang saham dan atau orang-orang yang menjalankan PT itu. Sehingga apabila dalam melakukan kegiatannya terjadi kerugian atau mendapatkan keuntungan, maka perbuatan itu menjadi beban dan atau keuntungan PT itu sendiri.

  Pengurusan pada PT harus dilakukan oleh suatu "Organ". Organ perseroan dimaksud merupakan lembaga tersendiri yang terdiri dari orang-orang yang menjalankan PT dan terpisah kedudukannya sebagai pemegang saham. Menurut

  pasal 1 angka 2 UUPT bahwa "Organ Perseroan adalah Rapat Umum Pemegang Saham, Direksi dan Dewan Komisaris". 2 Rudhi Prasetya, Kedudukan Mandiri Perseroan Terbatas, Citra Aditya Bakti, Bandung,

  2001 hal 27

  Setiap organ perseroan diberi kebebasan bergerak asal semuanya dilakukan demi tujuan dan kepentingan perseroan. Untuk itu tiap-tiap organ perseroan harus diberi tanggung jawab untuk menyelesaikan tugas yang diberikan kepadanya. Tanggung jawab berarti kewajiban seorang individu untuk melaksanakan aktivitas-aktivitas yang ditugaskan kepadanya sebaik mungkin sesuai kemampuan yang dimilikinya. Idealnya, jika wewenang itu dilaksanakan sesuai dengan tanggung jawabnya dan sebaliknya tanggung jawab harus diberikan sesuai dengan wewenang yang dimilikinya.

  Direksi berkewajiban untuk mengelola jalannya perusahaan dengan sebaik mungkin. Dewan Komisaris bertugas untuk mengawasi jalannya pengelolaan perseroan oleh Direksi, serta pada kesempatan tertentu turut membantu Direksi dalam menjalankan tugasnya. Sedangkan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) perseroan berfungsi untuk melaksanakan kontrol secara menyeluruh atas setiap pemenuhan kewajiban dari Direksi dan Dewan

   Komisaris perseroan atas aturan main yang telah ditetapkan.

  Ada satu hal yang menarik dalam satu konsep kepengurusan perseroan ini. Yaitu pada lembaga Direksi maupun Dewan Komisaris, dalam sistemnya bersifat kolegial. Artinya, sesungguhnya yang benar dan seyogianya Direksi dan Dewan Komisaris itu selalu dalam bentuk ‘Dewan’. Artinya selalu lebih dari 1 ( s a t u ) orang. Namun dalam perkembangan praktek, karena PT itu dipergunakan sekadar untuk mengambil manfaat dari karakter PT dan bukannya untuk asosiasi modal, maka telah diterima baik, dibenarkan dan dimungkinkan

   hanya terdiri dari 1 (satu) orang.

  Kecuali pada perseroan yang kegiatan usahanya berkaitan dengan menghimpun dan/atau mengelola dana masyarakat, perseroan yang menerbitkan surat pengakuan hutang kepada masyarakat atau perseroan terbuka wajib mempunyai paling sedikit 2 (dua) orang anggota Direksi dan 2 (dua) orang 3 Ahmad Yani, Gunawan Widjaja, Gunawan Widjaja, Seri Hukum Bisnis : Perseroan

  Terbatas, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2000, hal 77 4 Rudhi Prasetya, Op. Cit, hal 24

  anggota Dewan Komisaris, seperti yang disebutkan pada pasal 92 ayat (4) dan pasal 108 ayat (5) dari UUPT.

  Mengenai istilah "Dewan", khususnya pada organ perseroan yaitu Komisaris, dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas masih nampak kabur dan kurang begitu tegas diterapkan, sehingga lahimya UUPT dirasa sangatlah tepat menggantikan berlakunya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas dengan Undang Undang Nomor

  40 Tahun 2007, yang mana penerapan istilah "Dewan" Komisaris pada UUPT begitu jelas dan tegas serta telah memakai istilah "Dewan Komisaris°. Meskipun kedua Undang-Undang tersebut sama-sama menganut sifat kolegialitas.

  Dalam UUPT, pada pasal 108 ayat (4) menyatakan bahwa :"Dewan

  

Komisaris yang terdiri atas lebih dari 1 (satu) orang anggota merupakan majelis

dan setiap anggota Dewan Komisaris tidak dapat bertindak sendiri-sendiri,

melainkan berdasarkan keputusan Dewan Komisaris".

B. Perumusan Masalah

  Penerapan Sifat Kolegalitas Dewan

  Berdasarkan judul skripsi ini mengenai “

  Komisaris Perseroan Dalam Kepailitan Perseroan Terbatas Berdasarkan Undang-Undang

No. 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas”, sehingga dengan demikian, maka

  timbullah pertanyaan mengenai sifat kolegialitas yang dianut Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas tersebut, yang mana diperlukan suatu penelitian lebih lanjut mengenai hal tersebut yang pada akhimya masalah tersebut dapat terpecahkan.

  Untuk lebih memperjelas uraian latar belakang masalah di atas, maka dirumuskan permasalahan sebagai berikut :

  1. Bagaimana penerapan sifat kolegialitas pada fungsi, wewenang dan tanggung jawab Dewan Komisaris menurut Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas ? 2. Bagaimanakah penerapan sifat kolegialitas Dewan Komisari Pada saat PT dalam keadaan Pailit ?

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan

  1. Tujuan Penulisan Adapun tujuannya dari penulisan skripsi ini adalah untuk lebih mengembangkan pengetahuan dan wawasan dalam bidang hukum khususnya mengenai Perseroan Terbatas mengenai sejauh mana penerapan sifat kolegialitas pada fungsi, wewenang dan tanggung jawab Dewan Komisaris dalam hal kepailitan menurut UndangUndang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.

2. Manfaat Penelitian

  Adapun manfaat penulisan skripsi ini secara teoritis adalah meningkatkan dan mengembangkan ilmu pengetahuan dalam ilmu hukum dagang khususnya hukum perusahaan tentang badan usaha yang berbadan hukum yaitu Perseroan Terbatas yang bermanfaat bagi pembangunan hukum nasional serta bagi perusahaan-- perusahaan yang ada di Indonesia agar dapat menerapkan pada perusahaannya tersebut, sekaligus dapat mengikuti perkembangan peraturan perundang-undangan mengenai perseroan terbatas.

D. Keaslian Penulisan

  Penulisan skripsi ini adalah merupakan syarat yang harus dipenuhi untuk memperoleh gelar kesarjanaan dari Fakultans Hukum Universitas Sumatera Utara. Selain itu melalui penulisan skripsi ini juga menambah pengetahuan dan wawasan kita akan penerapan sifat kolegialitas dewan komisaris dalam kepailitan perseroan terbatas.

  Skripsi yang berjudul Penerapan Sifat Kolegalitas Dewan Komisaris Perseroan Dalam Kepailitan Perseroan Terbatas Berdasarkan Undang-Undang No.

  40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas” ini belum pernah dibahas oleh mahasiswa lain di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara dan skripsi ini asli disusun oleh penulis sendiri, bukan jiplakan atau diambil dari skripsi milik orang lain.

E. Tinjauan Kepustakaan

  Untuk lebih memahami maksud dari judul skripsi ini maka akan diberikan pengertian kata demi kata dari judul skripsi ini secara umum agar tidak terdapat kesimpangsiuran tentang pengertian yang terdapa tdalam judul skripsi ini, yaitu :

  Kata “penerapan” yang berarti suatu proses atau cara untuk

  

  meletakkan dasar sesuatu hal “Sifat Kolegialitas” yang berasal dari kata kolega yang berarti sebagai teman sejawat, kawan sepekerjaan, sedangkan kata kolgial berarti bersifat seperti teman sejawat, dan pengertian “kolegialitas” adalah rasa solider terhadap

   sesama teman sekerja.

  Dalam penjelasan pasal 83 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas dikatakan bahwa : “Undang-Undang ini memilih

  sistem perwakilan kolegial , tetapi untuk kepentingan praktis masing-masing anggota Direksi berwenang mewakili perseroan yang mana kata "kolegial" yang

  dimaksud dapat diartikan "bersama-sama" dalam hal pengambilan keputusan, hanya saja tidak sepenuhnya diterapkan demi kebutuhan praktis.

  Didalam UUPT tidak terdapat istilah "kolega atau kolegialitas" tetapi terdapat istilah “kolegial" yaitu pada penjelasan pasal 98 UUPT bahwa: ,

  “Undang-Undang ini pada dasamya menganut sistem perwakilan kolegial yang

berarti tiap-tiap anggota Direksi berwenang mewakili Perseroan, Namun, untuk

kepentingan Perseroan, anggaran dasar dapat menentukan bahwa Perseroan

diwakili o/eh anggota Direksi tertentu”.

  Pengertian “dewan komisaris" dalam Kamus Bahasa Indonesia Kontemporer yang disusun oleh Peter Salim dan Yenny Salim diartikan sebagai badan/majelis yang beranggotakan beberapa orang yang kerjanya memberi nasihat, 5 6 Kamus Besar Bahasa Indonesia, Departemen Pendidikan, Jakarta, 2007

Peter Salim, Yenny Salim, Kamus Bahasa Indonesia Kontemporer, Edisi Pertama,

  Modern English Press, Jakarta 1991 menentukan suatu masalah dan lain-lain dengan jalan musyawarah atau dapat diartikan juga sebagai badan yang terdiri dari beberapa anggota yang pekerjaannya memutuskan sesuatu dengan jalan berunding. Keputusan yang telah

   ditetapkan oleh dewan tidak dapat diganggu gugat. Majelis juga berarti dewan.

  Dalam pasal 108 ayat (4) UUPT yang berbunyi : "Dewan Komisaris

  yang terdiri atas lebih dari 1(satu) orang anggota merupakan majelis dan

setiap anggota Dewan Komisaris tidak dapat bertindak sendiri-sendiri,

  yang menurut Kamus

  melainkan berdasarkan keputusan Dewan Komisaris" ;

  Bahasa Indonesia Kontemporer yang disusun oleh Doktorandus Peter Salim dan Yenny Salim "majelis" berarti dewan pengemban suatu tugas tertentu dan terbatas, sekumpulan orang banyak, rapat, sidang, atau dapat diartikan sebagai dewan atau badan.

  Adapun menurut penjelasan pasal 108 ayat (4) UUPT dikatakan bahwa :

  

berbeda dari Direksi yang memungkinkan setiap anggota Direksi bertindak

sendiri-sendiri dalam menjalankan tugas Direksi, setiap anggota Dewan

Komisaris tidak dapat bertindak sendiri-sendiri dalam menjalankan tugas

Dewan Komisaris, kecuali berdasarkan keputusan Dewan Komisaris:

  Kata “dalam” berarti jauh ke bawah, tetapi yang penulis maksudkan disini adalah yang berhubungan dengan.

  Secara tata bahasa “kepailitan” berarti segala hal yang berhubungan dengan pailit. Dalam Black’s Law Dictionary pengertian pailit dihubungkan dengan ketiadamampuan untuk membayar dari seorang debitur atas utang-utangnya yang telah

   jatuh tempo.

  Istilah “Perseroan Terbatas” dalam bahasa Inggris disebut dengan Limited

  

Company atau Limited Liability atau dalam Bahasa Belanda disebut dengan

7 8 Ibid.

  

Ahad Yani, Gunawan Widjaja, Seri Hukum Bisnis Kepailitan : Perseroan Terbatas,

Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2000 hal 11

  

Naamlooze Venootschap. Ada yang member batasan, bahwa perseroan terbatas

  adalah sebagai suatu asosiasi pemegang saham (atau bahkan seorang pemegang saham jika dimungkinkan untuk itu oleh hukum di negara tertentu) yang diciptakan oleh hokum dan diberlakukan sebagi manusia semu (artificial person) oleh pengadilan, yang merupakan badan hukum karenanya sama sekali terpisah dengan orang-orang yang mendirikannya, dengan mempunyai kapasitas untuk bereksistensi yang terus-menerus, dan sebagai suatu badan hukum, perseroan terbatas berwenang untuk menerima, memegang dan mengalihkan harta kekayaan, menggugat atau digugat, dan melaksanakan segala kewenangan lainnya yang diberikan oleh hukum

   yang berlaku.

F. Metode Penulisan

  1. Metode Pendekatan Dalam penulisan skripsi ini penulis mempergunakan metode penelitian hukum normatif, dimana bahan atau materi penulisan diperoleh dengan mengkaji peraturan perundang-undangan yaitu Undang-Undang Nomor 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas serta literatur-literatur. Penulisan skripsi ini dilakukan dengan menggunakan metode statute approach yaitu pendekatan dengan mengkaji isi peraturan perundang-undangan. Melalui pendekatan tersebut diharapkan dapat menemukan jawaban atas permasalahan tersebut diatas.

  2. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penulisan skripsi ini berupa bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier.

  a.

  Bahan Hukum Primer Dalam penulisan skripsi ini, penulis menggunakan bahan hukum berupa peraturan perundang-undangan yaitu Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 9

  40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, yang telah diumumkan dalam

  Ibid hal 2

  Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 106 dan Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4756.

  b. Bahan Hukum Sekunder Dalam penulisan skripsi ini, penulis menggunakan bahan hukum sekunder yang terdiri atas semua catatan, buku-buku teks, makalah- makalah, artikel tentang hukum, jurnal-jurnal hukum dan situs internet (website).

  c. Bahan Hukum Tersier Dalam penulisan skripsi ini, penulis juga menggunakan bahan hukum tersier sebagai pendukung terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Bahan hukum tersier diperoleh dari studi lapangan yang dilakukan bertujuan untuk mendapatkan data-data yang relevan dengan penulisan skripsi.

  3. Metode Pengumpulan Bahan Hukum Metode, pengumpulan bahan hukum yang digunakan dalam skripsi ini berupa literatur-literatur yang diperoleh melalui studi kepustakaan, baik bahan hukum primer, bahan hukum sekunder maupun bahan hukum tersier. Disini penulis mengumpulkan sebanyak mungkin bahan-bahan hukum yang berkaitan dengan permasalahan yang diteliti, selanjutnya menginventarisasi bahan-bahan hukum tersebut sehingga pada akhimya permasalahan semakin jelas dan dapat terpecahkan.

  4. Analisa Dala Pengolahan dan analisis data dilakukan dengan menggunakan metode kualitatif.

G. Sistematika

  Penulisan skripsi ini terdiri dari 5 (lima) bab, yang masing-masing bab terdiri dari beberapa sub bab yang saling berkaitan satu dengan yang lainnya. Uraian singkat atas bab-bab dan sub bab tersebut akan diuraikan sebagai berikut : 1.

  Bab Pertama merupakan Bab Pendahuluan, yang menguraikan tentang : A.

  Latar Belakang B. Perumusan Masalah C. Tujuan dan Manfaat Penulisan D.

  Keaslian Penulisan E. Tinjauan Kepustakaan F. Metode Penulisan G.

  Sistematika.

2. Bab Kedua merupakan bab yang berisi tentang gambaran umum dari

  Perseroan Terbatas dan Kepailitan. Bab ini terdiri dari : A.

  Pengertian Perseroan Terbatas 1.

  Pengertian Dan Ciri-Ciri Perseroan Terbatas 2. Pendirian Perseroan Terbatas 3. Modal Dan Saham Perseroan Terbatas 4. Organ Perseroan Terbatas B. Pengertian Kepailitan 1.

  Pengertian Kepailitan 2. Syarat-Syarat Pailit Perseroan Terbatas 3. Pihak-Pihak Yang Dapat Mengajukan Permohonan Pailit Dan Dinyatakan Pailit.

  3. Bab Ketiga yang merupakan bab yang menguraikan gambaran umum tentang sifat Kolegialitas Dewan Komisaris Perseroan Terbatas. Bab ini juga terdiri atas beberapa sub bab seperti : E.

  Tugas Dan Fungsi Serta Tanggung Jawab Dewan Komisaris F. Wewenang Dewan Komisaris G.

  Pengecualian Sifat “Kolegialitas” Pada Dewan Komisaris H. Penerapan Sifat “Kolegialitas” Pada Fungsi, Wewenang Dan Tanggung

  Jawab Dewan Komisaris Perseroan Terbatas 4. Bab keempat merupakan bab yang membahas tentang Penerapan Sifat

  Kolegialitas pada saat Perseroaan Terbatas dalam Keadaan Pailit Untuk mendukung Pembahasan atas bab ini maka bab ini dibagi atas beberapa sub bab yang meliputi : C.

  Akibat Hukum Pernyataan Pailit D.

  Penerapan Sifat “Kolegialitas” Pada Saat Perseroan Terbatas Dalam Keadaan Pailit.

  5. Bab kelima yang merupakan bagian penutup yang berisi : A.

  Kesimpulan, yaitu statement / pemyataan singkat yang merefleksikan hasil pembahasan, sekaligus menjadi jawaban atas permasalahan yang dirumuskan pada bab pertama.

  B.

  Saran, ajakan, himbauan penulis kepada para pihak terkait sehubungan dengan hasil penelitian yang memerlukan tindak lanjut demi perbaikan.

Dokumen yang terkait

Due Diligence dalam Akuisisi Perseroan Terbatas Berdasarkan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas.

5 99 110

Penerapan Sifat Kolegialitas Dewan Komisaris Perseroan Dalam Kepailitan Perseroan Terbatas Berdasarkan Undang-Undang NO. 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas

1 63 72

Penerapan Gugatan Class Action Dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas

0 67 124

Tanggung Jawab Dewan Komisaris Perseroan Terbatas Dalam Hal Terjadinya Kepailitan Berdasarkan Undang-Undang RI No. 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan

0 44 146

Tinjauan Duty Of Loalty Direksi Dan Dewan Komisaris Dalam UU NO. 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas

2 51 107

Tanggung Jawab Direksi Dan Dewan Komisaris Dalam Pembagian Dividen Interim Berdasarkan UU NO. 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas

0 37 97

Kajian Yuridis Terhadap Koperasi Apabila Berubah Menjadi Perseroan Terbatas Berdasarkan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 dan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas

0 0 20

BAB I PENDAHULUAN A. LatarBelakang - Kajian Yuridis Terhadap Koperasi Apabila Berubah Menjadi Perseroan Terbatas Berdasarkan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 dan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas

0 1 19

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Peranan, Kewenangan Dan Kedudukan Dewan Komisaris Dalam Perseroan Terbatas

0 3 26

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Tanggung Jawab Direksi Perseroan Terbatas (PT) Menurut UU No. 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas (Studi Pada PT. Indonesia Traning Company Medan)

0 0 11