BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Faktor-Faktor Risiko Penularan TB Paru pada Keluarga yang Tinggal Serumah di Kabupaten Aceh Timur

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

  Penanggulangan Tuberkulosis (TB) di Indonesia sudah berlangsung sejak zaman penjajahan Belanda namun terbatas pada kelompok tertentu. Setelah perang kemerdekaan, TB ditanggulangi melalui Balai Pengobatan Penyakit Paru Paru (BP-4). Sejak tahun 1969 penanggulangan dilakukan secara nasional melalui Puskesmas. Penatalaksanaan TB meliputi penemuan pasien dan pengobatan yang dikelola dengan menggunakan strategi DOTS (Directly Observed Treatment Shortcourse). Kegiatan penemuan pasien terdiri dari penjaringan suspek, diagnosis, penentuan klasifikasi penyakit dan tipe pasien. Penemuan pasien merupakan langkah pertama dalam kegiatan program penanggulangan TB. Penemuan pasien TB dilakukan secara pasif dengan promosi aktif. Penjaringan tersangka pasien dilakukan di unit pelayanan kesehatan. Penemuan dan penyembuhan pasien TB menular, secara bermakna akan dapat menurunkan kesakitan dan kematian akibat TB, penularan TB di masyarakat dan sekaligus merupakan kegiatan pencegahan penularan TB yang paling efektif di masyarakat (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2007).

  Keterlambatan diagnosa dan penatalaksanaan akan berpengaruh terhadap populasi penderita disekitarnya, dimana kemungkinan orang yang tertular akan semakin banyak hal ini sesuai dengan penularan TB yang umumnya melalui

  “droplet nucleus”. International Standard for TB Care (ISTC) menekankan kepada semua

  penyelenggara pelayanan kesehatan untuk pasien tuberkulosis seharusnya memastikan bahwa semua orang yang mempunyai kontak erat dengan pasien tuberkulosis menular seharusnya dievaluasi dan ditatalaksana sesuai rekomendasi internasional. Penentuan prioritas penyelidikan kontak didasarkan bahwa kontak : 1) menderita tuberkulosis yang tidak terdiagnosis; 2) berisiko tinggi menderita tuberkulosis jika terinfeksi; 3) berisiko menderita tuberkulosis berat jika penyakit berkembang; 4) berisiko tinggi terinfeksi oleh pasien. Prioritas tertinggi evaluasi kontak adalah :1) orang dengan gejala yang mendukung ke arah tuberkulosis; 2) anak berusia < 5 tahun; 3) kontak yang diduga atau diduga menderita imunokompromais, khususnya infeksi HIV

  

(Human Immunodeficiency Virus) ; 4) kontak dengan pasien MDR/XDR TB (Multy

  Drug Resistant/Extensively Drug Resistant Tuberculosis) . Ditambah lagi prevalensi

  infeksi tuberkulosis pada anak-anak di rumah yang kontak dengan penderita TB paru dewasa jauh lebih banyak dalam populasi, dan ini secara signifikan jauh lebih besar pada kontak dengan penderita TB paru BTA (Bakteri Tahan Asam) positif. Sementara kontak erat lainnya merupakan kelompok prioritas yang lebih rendah (Putra, 2010).

  Diperkirakan sekitar sepertiga penduduk dunia telah terinfeksi oleh

  Mycobacterium tuberculosis . Pada tahun 1995, diperkirakan ada 9 juta pasien TB baru

  dan 3 juta kematian akibat TB di seluruh dunia. Diperkirakan 95% kasus TB dan 98% kematian akibat TB di dunia, terjadi pada negara

  • – negara berkembang. Situasi TB di dunia semakin memburuk, jumlah kasus TB meningkat dan banyak yang tidak berhasil disembuhkan, terutama pada negara yang dikelompokkan dalam 22 negara dengan masalah TB besar (High Burden Countries). Menyingkapi hal tersebut, pada tahun 1993 WHO mencanangkan TB sebagai kedaruratan dunia (global emergency) (Depkes RI, 2008).

  TB masih merupakan masalah kesehatan masyarakat tantangan global. Indonesia merupakan negara pertama diantara negara-negara dengan beban TB yang tinggi di wilayah Asia Tenggara yang berhasil mencapai target global untuk TB pada tahun 2006 yaitu 70% penemuan kasus baru TB BTA positif dan 85% kesembuhan. Saat ini peringkat Indonesia telah turun dari urutan ketiga menjadi kelima diantara negara dengan beban TB tertinggi di dunia. Meskipun demikian, berbagai tantangan baru yang perlu menjadi perhatian yaitu TB/HIV, TB-MDR, TB pada anak dan masyarakat rentan lainnya (Kementerian Kesehatan RI Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan lingkungan, 2011).

  Indonesia sekarang berada pada ranking kelima negara dengan beban TB tertinggi di dunia. Estimasi prevalensi TB semua kasus adalah sebesar 660,000 (WHO, 2010) dan estimasi insidensi berjumlah 430,000 kasus baru per tahun. Jumlah kematian akibat TB diperkirakan 61,000 kematian per tahunnya. Meskipun memiliki beban penyakit TB yang tinggi, Indonesia merupakan negara pertama diantara High Burden Country (HBC) di wilayah WHO South East Asian yang mampu mencapai target global TB untuk deteksi kasus dan keberhasilan pengobatan pada tahun 2006. Pada tahun 2009, tercatat sejumlah 294.732 kasus TB telah ditemukan dan diobati (data awal Mei 2010) dan lebih dari 169.213 diantaranya terdeteksi BTA positif. Dengan demikian, Case Notification Rate untuk TB BTA positif adalah 73 per 100.000 (Case Detection Rate 73%). Rerata pencapaian angka keberhasilan pengobatan selama 4 tahun terakhir adalah sekitar 90% dan pada kohort tahun 2008 mencapai 91%. Pencapaian target global tersebut merupakan tonggak pencapaian program pengendalian TB nasional yang utama. Meskipun secara nasional menunjukkan perkembangan yang meningkat dalam penemuan kasus dan tingkat kesembuhan, pencapaian di tingkat provinsi masih menunjukkan disparitas antar wilayah , sebanyak 28 provinsi di Indonesia belum dapat mencapai angka penemuan kasus (CDR) 70% dan hanya 5 provinsi (Jawa Barat, Sulawesi Utara, Maluku, DKI Jakarta, dan Banten) menunjukkan pencapaian 70% CDR dan 85% kesembuhan (Kemenkes RI Ditjen PP& PL, 2011).

  Faktor risiko yang berperan terhadap timbulnya kejadian penyakit tuberkulosis paru dikelompokkan menjadi 2 kelompok faktor risiko yaitu faktor risiko kependudukan (jenis kelamin, umur, status gizi, kondisi sosial ekonomi) dan faktor risiko lingkungan (kepadatan, lantai rumah, ventilasi, pencahayaan, kelembaban dan ketinggian) (Fatimah, 2008).

  Soejadi,dkk (2006) melakukan penelitian di kabupaten Karo hasil penelitiannya menunjukkan ada pengaruh yang bermakna tingkat pengetahuan (0,003), kebiasaan merokok (0,023), sanitasi perumahan (0,000) dan status gizi (0,007) terhadap kasus tuberkulosis karena probabilitas penelitiannya <

  α=0.05, sedangkan sosial ekonomi (0,178) tidak ada pengaruh. Tobing (2008) dari hasil penelitiannya menunjukkan ada 8 (delapan) variabel yang memiliki hubungan secara signifikan dengan potensi penularan TB paru yaitu sikap (p=0,000), kepadatan hunian (p=0,000), ventilasi (p=0,000), pencahayaan (p=0,000), pendidikan (p=0,000), pengetahuan (p=0,000), pembinaan petugas (p=0,000), dukungan keluarga (p=0,000) dan variabel yang tidak memiliki hubungan signifikan adalah lantai rumah (p=0,128). Demikian juga dengan hasil penelitian Rusnoto,dkk (2006) kelembaban udara di kamar tidur (p=0,002), ventilasi kamar tidur (p=0,002), riwayat kontak penularan (p=0,001), status gizi (p=0,015), riwayat kebiasaan merokok (p=0,019) dan tingkat pengetahuan (p=0,001) merupakan variabel faktor

  • – faktor yang menunjukkan adanya hubungan yang bermakna dengan kejadian TB paru pada usia dewasa.

  Putra (2010) dalam penelitiannya berkesimpulan walaupun anggota keluarga tinggal serumah dengan penderita TB paru BTA positif, tetapi untuk menjadi sakit tidaklah mudah. Terutama pada orang dewasa sebanyak 78 orang yang diperiksa tidak dijumpai BTA positif, namun pada anak dibawah lima tahun menunjukkan hasil baca tes tuberkulin dengan diameter lebih dari 10 mm. Selaras dengan penelitian Gusti (2000), pada 86 pasangan suami istri yang salah satu pasangannya menderita tuberkulosis. Hasil keseluruhannya bahwa tidak ada hubungan antara kontak erat dengan terjadinya tuberkulosis paru pada orang dewasa.

  Di Provinsi Aceh TB paru masih perlu mendapat perhatian karena prevalensinya di Aceh 1,45% sementara prevalensi TB nasional 0,99%. Insiden turun dari 130/100.000 penduduk menjadi 104/100.000 penduduk pada tahun 2008. Case

  Detection Rate (CDR) baru mencapai 42,3% pada tahun 2009 dari target minimal

  (nasional) 70%. CDR lima tahun terakhir berada pada kisaran 35,5% tahun 2007 dan 51,9% tahun 2006. Pencapaian ini jauh dibawah target nasional sekurang-kurangnya 70% (Dinas Kesehatan Pemerintah Aceh, 2011).

  Kasus TB paru di Kabupaten Aceh Timur berdasarkan Profil Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Timur Tahun 2011 menunjukkan angka peningkatan dari jumlah kasus 210 (36,4%) kasus TB paru BTA (+) pada tahun 2010, terjadi peningkatan menjadi 236 (40,9%) kasus TB paru BTA (+) pada tahun 2011 dan data laporan triwulan penemuan kasus baru BTA (+) Dinkes Kabupaten Aceh Timur tahun 2012 pada triwulan I ditemukan 60 kasus TB paru BTA (+), triwulan II ditemukan 63 kasus TB paru BTA (+) dan triwulan III ditemukan 51 kasus TB paru BTA (+) dengan jumlah penduduk 360.465 jiwa. Peningkatan kasus TB paru tersebut dipengaruhi oleh berbagai macam faktor seperti perilaku masyarakat, keluarga, penderita, lingkungan dan kondisi rumah (Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Timur, (2012).

  Berdasarkan latar belakang tersebut diatas, mengingat jumlah kasus tuberkulosis paru yang semakin meningkat dan belum pernah dilakukan penelitian ini di Kabupaten Aceh Timur maka peneliti berkeinginan untuk meneliti faktor- faktor risiko penularan TB paru pada keluarga yang tinggal serumah di Kabupaten Aceh Timur.

  1.2 Permasalahan

  Berdasarkan uraian diatas maka peneliti ingin mengetahui apakah faktor- faktor risiko yang berhubungan dengan penularan TB paru pada keluarga yang tinggal serumah di Kabupaten Aceh Timur.

  1.3 Tujuan Penelitian

  1.3.1 Tujuan Umum

  Untuk mengetahui faktor-faktor risiko yang berhubungan dengan penularan TB paru pada keluarga yang tinggal serumah di Kabupaten Aceh Timur.

  1.3.2 Tujuan Khusus 1.

  Untuk mengetahui hubungan umur dengan penularan TB paru pada keluarga yang tinggal serumah

  2. Untuk mengetahui hubungan jenis kelamin dengan penularan TB paru pada keluarga yang tinggal serumah

  3. Untuk mengetahui hubungan pekerjaan dengan penularan TB paru pada keluarga yang tinggal serumah

  4. Untuk mengetahui hubungan pengetahuan dengan penularan TB paru pada keluarga yang tinggal serumah

  5. Untuk mengetahui hubungan kebiasaan merokok dengan penularan TB paru pada keluarga yang tinggal serumah

  6. Untuk mengetahui hubungan penyakit penyerta dengan penularan TB paru pada keluarga yang tinggal serumah

  7. Untuk mengetahui hubungan status gizi dengan penularan TB paru pada keluarga yang tinggal serumah

  8. Untuk mengetahui hubungan riwayat kontak penderita TB paru BTA (+) dengan penularan TB paru pada keluarga yang tinggal serumah

  1.4 Hipotesis 1.

  Ada hubungan umur dengan penularan TB paru pada keluarga yang tinggal serumah

  2. Ada hubungan jenis kelamin dengan penularan TB paru pada keluarga yang tinggal serumah

  3. Ada hubungan pekerjaan dengan penularan TB paru pada keluarga yang tinggal serumah

  4. Ada hubungan pengetahuan dengan penularan TB paru pada keluarga yang tinggal serumah

  5. Ada hubungan kebiasaan merokok dengan penularan TB paru pada keluarga yang tinggal serumah

  6. Ada hubungan penyakit penyerta dengan penularan TB paru pada keluarga yang tinggal serumah

  7. Ada hubungan status gizi dengan penularan TB paru pada keluarga yang tinggal serumah

  8. Ada hubungan riwayat kontak penderita TB paru BTA (+) dengan penularan TB paru pada keluarga yang tinggal serumah

  1.5 Manfaat Penelitian

  Adapun manfaat penelitian ini nantinya adalah : 1. Sebagai masukan bagi Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Timur dalam upaya penanggulangan Penyakit TB paru

  2. Memberikan informasi data ilmiah penelitian faktor- faktor risiko penularan TB paru pada keluarga yang tinggal serumah di Kabupaten Aceh Timur yang nantinya dapat disebarluaskan ke tiap puskesmas dalam wilayah kerja Kabupaten Aceh Timur 3. Bagi peneliti dapat menambah wawasan dan pengalaman dalam menganalisa permasalahan TB paru di wilayah kerjanya