BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Hubungan Dukungan Sosial Keluarga dan Status Kesehatan dengan Gejala Depresi pada Lansia yang Tinggal di UPT Pelayanan Sosial Wilayah Binjai Medan Tahun 2013

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

  Menua atau menjadi tua adalah suatu keadaan yang terjadi di dalam kehidupan manusia. Proses menua merupakan proses sepanjang hidup, tidak hanya dimulai dari suatu waktu tertentu, tetapi dimulai sejak permulaan kehidupan (Nugroho, 2008). WHO dan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 tahun 1998 tentang kesejahteraan lansia dalam Bab 1, pasal 1 ayat 2 bahwa lansia adalah seseorang yang telah mencapai umur 60 tahun ke atas dan karena proses menua akan mengalami banyak keterbatasan sehingga memerlukan bantuan dalam kesejahteraan kesehatan dan sosial. Dengan adanya keterbatasan akibat penuaan, maka lansia membutuhkan perhatian yang serius apalagi dengan peningkatan jumlah lansia yang semakin pesat.

  Pertumbuhan populasi lansia (usia > 60) di dunia meningkat sangat pesat dibandingkan dengan kelompok usia lain. Pada tahun 2000 jumlah lansia di dunia sekitar 600 juta (11 %), tahun 2025 diperkirakan meningkat menjadi 1,2 milyar (22%) dan tahun 2050 meningkat menjadi 2 milyar. Di negara berkembang juga memperlihatkan peningkatan jumlah lansia pada tahun 2025 diperkirakan mencapai 840 juta (70%) dan tahun 2050 jumlah lansia akan mencapai 1,6 milyar (80%) (UNDESA, 2006 dalam Komnas Lansia, 2011). Data ini menunjukkan bahwa populasi lansia di dunia mengalami peningkatan pesat seiring dengan bertambahnya tahun.

  Data United Nations Department of Economic and Social Affairs (UNDESA) bahwa hampir setengah jumlah penduduk lansia di dunia hidup di Asia yang proporsi populasi lansianya pada tahun 2006 sebesar (9%) dan tahun 2050 diperkirakan (24%). Indonesia adalah salah satu negara berkembang di Asia yang menempati posisi ke – 4 setelah Cina, India dan Jepang yang memiliki populasi lansia terbanyak (Komnas Lansia, 2011). Dari data USA Bureau of The Cencus, Indonesia diperkirakan akan mengalami pertambahan warga lansia terbesar seluruh dunia, antara tahun 1990 - 2025, yaitu sebesar 414 % (Kinsella & Tauber, 1993 dalam Martono, 2011).

  Indonesia termasuk negara yang memasuki era penduduk berstruktur lanjut usia (ageing structured population) karena proporsi penduduk lanjut usia sudah mencapai lebih dari 7 persen (Menkokesra, 2005). Data Sensus Penduduk menunjukkan bahwa proporsi penduduk lanjut usia semakin meningkat. Jumlah lanjut usia di Indonesia pada tahun 2000 sebesar 7,18%. Sepuluh tahun kemudian jumlahnya meningkat menjadi sekitar 9,77% (BPS, 2011).

  Data Badan Pusat Statistik menunjukkan jumlah penduduk lanjut usia di atas 60 tahun di Provinsi Sumatera Utara mengalami peningkatan dari sebesar 554.761 jiwa (4,6%) pada tahun 2005 meningkat menjadi sebesar 765.822 jiwa (5,9%) pada tahun 2010. Sementara menurut Badan Pusat Statistik Kota Medan berdasarkan Sensus Penduduk 2010 jumlah penduduk lanjut usia di Kota Medan mencapai 117.216 orang (5,59%) yang meningkat jumlahnya dari tahun 2005 sebesar 77.837 orang (3,85%). Fenomena peningkatan jumlah penduduk lanjut usia ini menimbulkan permasalahan global. Permasalahan ini disebabkan keterbatasan lanjut usia terutama karena faktor usia dan biologis.

  Proses menua mengakibatkan penurunan secara bertahap hampir seluruh organ dan sistem dalam tubuh, baik fisik, mental maupun psikologisnya. Kelemahan fisik merupakan faktor risiko yang mengakibatkan penurunan kemampuan lansia untuk bisa menikmati kehidupan. Penurunan fungsi tubuh akibat menua seperti munculnya presbiacusis pada mata, terjadinya gangguan fungsi pencernaan, terjadinya incontinensi urine, hipotensi dan hipertensi vaskuler, kelemahan otot dan tulang, penurunan fungsi mental dan ingatan serta keterbatasan kemampuan aktivitas sosial mengakibatkan terjadinya gangguan self esteem sehingga lansia sangat berisiko mengalami masalah psikologis. Gangguan self esteem dapat berakibat terjadinya depresi. Depresi merupakan salah satu masalah kesehatan umum dan terbesar ditemukan pada lansia (Miller, 1995).

  Depresi adalah suatu gangguan afektif, universal, dapat menyerang siapa saja baik muda maupu tua. Dengan meningkatnya usia harapan hidup, ternyata insidens depresi pada usia lanjut juga meningkat. Perubahan status sosial, bertambahnya penyakit, berkurangnya kemandirian usia serta perubahan – perubahan biologi akibat proses penuaan menjadi salah satu pemicu munculnya depresi pada usia lanjut. Saat ini gangguan depresi pada usia lanjut masih kurang dipahami sehingga banyak kasus depresi pada usia lanjut tidak dikenali (underdiagnosed) dan tidak diobati

  (undertreate). Gambaran klinis depresi pada usia lanjut umumnya tidak khas dan sering bertumpang tindih dengan penyakit lain.

  Depresi menyerang hampir 10 juta orang Amerika dari semua kelompok usia, kelas sosial ekonomi, ras dan budaya. Diantara lansia, depresi terus menjadi masalah kesehatan mental yang serius meskipun pemahaman tentang penyebab dan perkembangan farmakologis dan psikoterapeutik sudah sedemikian maju (Buckwalter, 2007).

  World Health Survey (2003) dalam WHO (2007) menyebutkan lebih jauh,

  bahwa depresi merupakan masalah kesehatan yang sangat mengancam dunia dan sebagai penyebab kecacatan (years lost due to disability), di negara maju dan berkembang. Depresi merupakan gangguan psikologis umum yang diderita oleh hampir 150 juta orang di dunia, dimana 60 % diantaranya dialami oleh lanjut usia (WHO, 2010). Prevalensi depresi berkisar antara 10 – 15 % pada lansia di komunitas, 11 – 45 % pada lansia yang membutuhkan rawat inap dan sampai 50% pada residen panti jompo (Flaherty et al.,2003 dalam Potter, 2009).

  Prevalensi depresi pada lansia berdasarkan penelitian kesehatan Universitas Indonesia dan Oxford Institute of aging menunjukkan bahwa 30 % dari jumlah lansia di Indonesia mengalami depresi (Komnas Lansia, 2011). Pada tahun 2020 depresi akan menduduki urutan teratas menggantikan penyakit – penyakit infeksi di negara berkembang terutama Indonesia. Terjadinya depresi pada usia lanjut selalu merupakan interaksi antara faktor biologik, fisik, psikologik dan sosial (Ibrahim, 2011).

  Perasaan kesepian, tidak berguna, putus asa dan tidak berdaya adalah gejala depresi. Kesepian merupakan alasan yang paling sering dinyatakan oleh para lanjut usia yang ingin bunuh diri. Depresi merupakan risiko yang tinggi untuk bunuh diri (Martono & Pranaka, 2011).

  Menurut Depkes RI (2003) tujuan pembangunan kesehatan adalah tercapainya kemampuan untuk hidup sehat bagi setiap penduduk agar dapat mewujudkan derajat kesehatan yang optimal. Pengertian sehat menurut UU No. 36 tahun 2009 meliputi kesehatan jasmani, rohani, serta sosial dan bukan hanya keadaan yang bebas dari penyakit, cacat dan kelemahan. Pembangunan kesehatan sendiri menyangkut bidang yang sangat luas, serta melibatkan hampir seluruh sektor yang ada. Tujuan utamanya adalah peningkatan derajat kesehatan masyarakat yang optimal untuk mencapai suatu kehidupan sosial dan ekonomi yang produktif.

  Dalam Depkes RI (2001) dampak dari meningkatnya derajat kesehatan masyarakat adalah peningkatan usia harapan hidup sehingga berpengaruh terhadap peningkatan populasi usia lanjut dari tahun ke tahun. Peningkatan jumlah lansia ini memunculkan kebijakan berupa upaya pembinaan kesehatan lansia yang dilaksanakan secara terpadu dengan meningkatkan peran lintas program dan lintas sektor agar lansia mampu untuk mandiri dan tetap produktif. Hal ini telah dilakukan oleh Departemen Sosial melalui pembinaan di Panti Werdha dan Program Pelayanan Lansia Berbasis Masyarakat.

  Pakar Psikologi Dr. Parwati Soepangat, M.A. menjelaskan bahwa para lansia yang dititipkan di panti pada dasarnya memiliki sisi negatif dan positif. Diamati dari sisi positif, lingkungan panti dapat memberikan kesenangan bagi lansia. Sosialisasi di lingkungan yang memiliki tingkat usia sebaya akan menjadi hiburan tersendiri, sehingga kebersamaan ini dapat mengubur kesepian yang biasanya mereka alami, akan tetapi jauh dilubuk hati mereka merasa jauh lebih nyaman berada di dekat keluarganya. Negara Indonesia yang masih menjunjung tinggi kekeluargaan, tinggal di panti merupakan sesuatu hal yang tidak natural lagi, apapun alasannya. Tinggal di rumah masih jauh lebih baik daripada di panti. Pada saat orang tua terpisah dari anak serta cucunya, maka muncul perasaan tidak berguna (useless) dan kesepian. Padahal mereka yang sudah tua masih mampu mengaktualisasikan potensinya secara optimal (Maryam, 2008).

  Miller (1995) menjelaskan bahwa dukungan keluarga merupakan salah satu sumber dukungan sosial yang sangat penting bagi lansia, karena keluarga merupakan sistem pendukung utama yang memberikan perawatan terbesar kepada lansia. Menurut Pender, Murdaugh dan Parson (2002), family support system (sistem dukungan keluarga) merupakan suatu sistem pendukung yang diberikan oleh keluarga kepada anggota keluarga untuk mempertahankan identitas sosial anggota keluarga dalam bentuk dukungan emosional, bantuan materi, memberikan informasi dan pelayanan, serta memfasilitasi anggota keluarga dalam membuat kontak sosial baru dengan masyarakat. Lueckenotte (2000) menyatakan bahwa keluarga merupakan pemberi perawatan utama dan sangat baik dalam memenuhi kebutuhan lansia yang mengalami penurunan kemampuan fungsional. Keluarga sangat berperan penting dalam meningkatkan kesehatan anggotanya.

  Kurangnya dukungan keluarga dapat menjadi pemicu depresi pada usia lanjut. Depresi pada lansia banyak ditemukan pada lansia dengan riwayat kekerasan baik berupa kekerasan fisik, emosi, sex maupun pengabaian oleh keluarga (Vilhjalmsson, 1993). Adanya gangguan dalam fungsi keluarga, konflik keluarga, perceraian dan kematian pasangan hidup merupakan faktor risiko terjadinya depresi (Raphael, 2000).

  Faktor lain yang mungkinkan tingginya kasus depresi pada lansia adalah kurangnya dukungan dari keluarga (Blazer,1993; Vilhjalmsson, 1993). Lansia yang tinggal sendiri atau tinggal pada keluarga yang terlalu ramai memiliki kecenderungan menderita depresi (Thompson and Shaked, 2009).

  Tingginya angka depresi, disebabkan karena makin renggangnya kekerabatan antara lansia dengan keluarga. Adanya lanjut usia dalam keluarga terkadang dianggap sebagai beban yang dapat menjadi pemicu adanya ketidakseimbangan kondisi emosi dan mental keluarga sehingga perhatian keluarga sering berkurang (Mauk,2010).

  Manifestasi dari menurunnya status kesehatan pada lanjut usia adalah adanya penyakit kronis yang diderita. Masalah kesehatan kronis dapat mempengaruhi kemampuan fungsional dari lansia. Hal ini dapat mengganggu kesehatan fisik, emosional, kemampuan merawat diri, dan kemandiriannya (Akkar et al., 1998 dalam Lueckenotte, 2000).

  Fase awal depresi pada lansia biasanya kurang disadari, akan tetapi pada kondisi lanjut depresi akan berdampak sangat buruk terhadap kesehatan secara umum (Dimond, Ceserta dan Lund, 1994 dalam Lee, 1999). Status kesehatan merupakan salah satu faktor yang berkontribusi terjadinya depresi. Menurut Caine et al. (1993 dalam Miller, 1995) faktor risiko yang berhubungan kuat dengan terjadinya depresi adalah penyakit kronis. Kerusakan fungsi kognitif, penurunan fungsi sensori dan kerusakan fungsi tubuh lainnya, dapat menjadi faktor risiko terjadinya depresi. Depresi pada lansia dapat terjadi karena adanya faktor penyakit fisik yang serius yaitu penyakit jantung, stroke, diabetes, kanker dan penyakit parkinson, selain itu juga faktor kesulitan sosial dan ekonomi (NIMH, 2010). Rahardjo (2011) menyatakan di Indonesia sekitar 74 % lansia usia 60 tahun ke atas menderita penyakit kronis yaitu hipertensi, diabetes, osteoporosis, rematik dan jantung yang harus makan obat terus selama hidupnya. Angka ini dapat mengindikasikan bahwa ada kemungkinan sebanyak 74 % lansia di Indonesia berpotensi untuk mengalami depresi. Tingginya angka kejadian depresi pada lansia ini menunjukkan bahwa depresi merupakan masalah psikososial yang perlu diupayakan untuk pemulihannya.

  Dalam penelitian yang dilakukan oleh Sabri (2002) tentang dukungan sosial pada psikososial lansia di daerah Cakung Jakarta, didapatkan hasil bahwa dukungan keluarga sangat mempengaruhi kondisi psikososial pada lansia, dukungan teman dalam kelompok lansia juga memberikan makna yang signifikan, dimana dukungan keluarga terhadap dukungan teman 2,51 lebih kuat.

  Saputri dan Indirawati (2011) melakukan penelitian di Panti Wreda Wening Wardoyo Jawa Tengah ditemukan bahwa depresi ditentukan oleh dukungan sosial dan hasil penelitian menunjukkan bahwa depresi pada lanjut usia yang tinggal di Panti Wreda Wening Wardoyo Jawa Tengah berada pada kategori tinggi, dan dukungan sosialnya berada pada kategori rendah. Berdasarkan penelitian I Wayan Suardana (2011) menemukan variabel yang sangat berhubungan dengan kejadian depresi pada lansia adalah riwayat depresi, penyakit kronis, dukungan sosial dan pendidikan lansia.

  Perubahan tanggung jawab keluarga mengurus lansia disebabkan keluarga yang sangat sibuk dengan pekerjaannya sehingga tidak mempunyai waktu mengurus lansia atau bahkan ditinggal sendiri oleh keluarga yang membuat hidup lansia tidak potensial dan menjadi terlantar. Kondisi ini yang menyebabkan keluarga memilih pelayanan institusi untuk mengurus lansia. Salah satu pelayanan institusi lansia adalah panti sosial. Berdasarkan hasil penelitian Subekti pada tahun 2007 menemukan ada dua alasan lansia tinggal di Panti Sosial Tresna Werdha (PSTW) yaitu alasan internal dan motivasi internal. Alasan internal karena keterbatasan keluarga merawat, anak yang sibuk bekerja, serta tidak adanya anak perempuan. Sedangkan motivasi internal karena atas keinginan sendiri, keterbatasan fisik, dan kelemahan

  Unit Pelaksana Teknis (UPT) Pelayanan Sosial Wilayah Binjai Medan memiliki 19 wisma dengan jumlah penghuni sebanyak 160 orang dan terdapat beragam latar belakang, sebanyak 144 lansia yang berasal dari keluarga tidak mampu dan 16 lansia berasal dari keluarga swadaya. Alasan lansia untuk tinggal di UPT Pelayanan Sosial ini juga beragam, ada karena keinginan sendiri dan ada yang dibawa oleh keluarga. Adapun Pelayanan sosial yang diterima lanjut usia meliputi: pelayanan makan tiga kali sehari, makanan selingan/snack satu kali, minum, pakaian, pelayanan kesehatan, rekreasi dan pembinan kerohanian sesuai dengan agamanya. Kegiatan warga binaan sosial di dalam panti sudah mempunyai jadwal tertentu sehingga petugas dan binaan sosial saling mengetahui secara terbuka sehingga kerja sama warga binaan dengan staf dapat saling mengingatkan. Kegiatan staf memberikan pelayanan harian, mengarahkan kegiatan olah raga yang tepat bagi orang tua, memfasilitasi keperluan lanjut usia untuk kegiatan ketrampilan dan mengawasi kebersihan wisma lanjut usia.

  Berdasarkan hasil survei pendahuluan sebanyak 5 orang ditemuka n 2 orang yang status kesehatannya baik dan 3 orang yang status kesehatannya buruk yaitu mengalami gejala depresi dengan keluhan merasa tidak berdaya, tidak berguna, kesepian, malas mengikuti aktivitas dan sosialisasi dengan lansia lainnya. Hasil observasi juga menunjukkan bahwa dari 5 orang lansia lebih memilih berdiam diri di wisma masing-masing tanpa melakukan aktivitas atau berkomunikasi dengan antar sesama. Permasalahan yang dihadapi oleh lansia kurang dalam mendapatkan perhatian dan dukungan dari keluarga. Hal ini disebabkan oleh kesibukan dari anak- anaknya, tempat tinggal yang jauh sehingga anak jarang untuk mengunjungi, anaknya telah lebih dulu meninggal, adanya permasalahan antara orangtua dengan anaknya serta orangtua sudah jarang dilibatkan dalam penyelesaian masalah yang ada dalam keluarga. Dari penyebab itu lansia merasa sudah tidak dibutuhkan lagi, tidak berguna, tidak dihargai di dalam keluarganya dan merasa menjadi beban bagi keluarganya.

  Lansia yang tinggal di UPT Pelayanan Sosial Wilayah Binjai Medan pada umumnya penyakit yang mereka derita yaitu hipertensi, rematik, diabetis, dentis/gigi,

  ISPA, hipotensi, batuk dan flu. Namun untuk pelaporan depresi tidak dilakukan oleh poli kesehatan yang ada di UPT Pelayanan Sosial Wilayah Binjai Medan. Menurut Hadi (2004) depresi terjadi 10 kali lebih banyak pada usia lanjut yang menderita sakit daripada usia lanjut pada umumnya. Pendekatan keluarga sangat penting dalam penatalaksanaan pada usia lanjut yang mengalami depresi. Dukungan keluarga sangat dibutuhkan karena usia lanjut tergantung pada keluarganya dan anggota keluarga diharapkan dapat memberikan dukungan psikologis dan dukungan dalam membantu usia lanjut menjalani kehidupannya sehari – hari.

  Berdasarkan hasil wawancara dengan salah satu petugas kesehatan yang merupakan petugas poli kesehatan di UPT Pelayanan Sosial Wilayah Binjai Medan terdapat lansia yang setelah bertemu dengan keluarganya lebih banyak berdiam di wisma dan mengeluhkan sakit seperti diare, hipertensi atau hipotensi kepada petugas kesehatan namun setelah dikaji oleh petugas, lansia mengeluh tentang anaknya yang terlalu berbicara keras terhadap dirinya seperti menghardik lansia dan lansia merasa seperti kehadirannya tidak berguna lagi bagi keluarganya dan petugas mengatakan bahwa lansia bukan hanya memerlukan obat untuk sakitnya namun perhatian dari keluarga.

1.2 Permasalahan

  Berdasarkan uraian pada latar belakang di atas maka rumusan masalah dan penelitian adalah apakah ada hubungan antara dukungan sosial keluarga, status kesehatan dengan gejala depresi di UPT Pelayanan Sosial Wilayah Binjai - Medan Tahun 2013.

  1.3 Tujuan Penelitian

  Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis hubungan dukungan sosial keluarga dan status kesehatan terhadap gejala depresi di UPT Pelayanan Sosial Wilayah Binjai – Medan tahun 2013.

  1.4 Hipotesis

  Ada hubungan dukungan sosial keluarga dan status kesehatan (ADL, status mental emosional dan masalah kesehatan kronik) terhadap gejala depresi di UPT Pelayanan Sosial Wilayah Binjai Medan tahun 2013.

  1.5 Manfaat Penelitian

  Manfaat yang diharapkan dalam penelitian ini adalah: 1. Memberikan masukan bagi Pelayanan Sosial Lansia Wilayah Binjai – Medan dalam meningkatkan pelayanan terhadap lansia yang berkaitan dengan dukungan

  .

  sosial terhadap depresi 2. Bagi petugas kesehatan maupun petugas panti untuk dapat meningkatkan pembinaan dan pelayanan kesehatan lansia di panti terhadap lansia di UPT

  Pelayanan Sosial Wilayah Binjai – Medan 3. Penelitian ini dapat bermanfaat dalam memperkaya khasanah keilmuan dan pengembangan pengetahuan tentang depresi pada lansia.

Dokumen yang terkait

Gambaran Spiritual Lansia Yang Menderita Penyakit Kronis di UPT Pelayanan Sosial Lansia dan Anak Balita Wilayah Binjai dan Medan

5 63 86

Hubungan Dukungan Sosial Keluarga dan Status Kesehatan dengan Gejala Depresi pada Lansia yang Tinggal di UPT Pelayanan Sosial Wilayah Binjai Medan Tahun 2013

11 181 138

Motivasi Lanjut Usia Dalam Melakukan Senam Lansia Di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia dan Anak Balita Wilayah Binjai dan Medan Tahun 2013

5 84 94

Hubungan Interaksi Sosial Lansia Dengan Kesepian Pada Lansia di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia dan Balita di Wilayah Binjai dan Medan

30 172 95

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Hubungan Dukungan Sosial Dengan Tingkat Depresi Pasien Gagal Ginjal Kronik yang Menjalani Hemodialisis di RSUD Dr.Pirngadi Kota Medan

0 0 8

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang - Hubungan Dukungan Keluarga dan Depresi dengan Kualitas Hidup Pasien HIV/AIDS di RSUP.H. Adam Malik Medan Tahun 2014

0 0 17

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Hubungan Kemampuan Fungsi Tubuh dan Dukungan Keluarga dengan Depresi pada Pasien Pasca Stroke

0 10 8

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Hubungan Karakteristik Ibu, Dukungan Keluarga dan Sumber Informasi dengan Pemberian Imunisasi Campak di Kecamatan Lhoksukon Kabupaten Aceh Utara Tahun 2013

0 0 7

Hubungan Dukungan Sosial Keluarga dan Status Kesehatan dengan Gejala Depresi pada Lansia yang Tinggal di UPT Pelayanan Sosial Wilayah Binjai Medan Tahun 2013

0 0 12

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Lanjut Usia 2.1.1 Pengertian Lanjut Usia - Hubungan Dukungan Sosial Keluarga dan Status Kesehatan dengan Gejala Depresi pada Lansia yang Tinggal di UPT Pelayanan Sosial Wilayah Binjai Medan Tahun 2013

0 0 34