Analisis Performansi H.264 dan H.265 pada Video Streaming dari Segi Quality Of Service
Vol. 1, No. 10, Oktober 2017, hlm. 1172-1181 http://j-ptiik.ub.ac.id
Analisis Performansi H.264 dan H.265 pada Video Streaming dari Segi
1 Quality Of Service 2 3 Vico Andrea Budi Harto , Rakhmadhany Primananda , Aswin SuharsonoProgram Studi Teknik Informatika, Fakultas Ilmu Komputer, Universitas Brawijaya
Abstrak
Penduduk dunia sudah berkembang dengan internet menjadi salah satu penemuan manusia yang paling bermanfaat. Berbicara internet di Indonesia maka penyataan Telkom untuk membatasi pemakaian tersebut pada 1 Febuari 2016 menjadi salah satu kontraversi. Telkom membandingkan pemakaian wajar senilai 300 GB dengan 1200 streaming film berkualitas HD. Tentunya streaming video memiliki alur dan proses yang menarik untuk diikuti, tapi muncul pertanyaan tentang codec terbaru seperti H.265/HEVC yang dapat menekan 50% bandwidth daripada pendahulunya H.264/AVC. Pada penelitian ini, dilakukan pengujian terhadap streaming menggunakan metode kompresi H.264/AVC dan H.265/HEVC. Pengujian dilakukan untuk mengetahui efek dari penggunaan metode kompresi menurut perubahan bitrate, framerate, dan bandwidth yang digunakan. Dari hasil pengukuran menurut parameter tersebut didapatkan nilai durasi streaming live H.264 dan H.265 adalah 22.870 sec dan 34.039 sec, ketika
store adalah 10.927 sec dan 11.789 sec. Nilai throughput streaming live H.264 dan H.265 adalah 0.28
MBit/sec dan 0.18 MBit/sec, ketika store adalah 0.81 MBit/sec dan 0.79 MBit/sec. Nilai delay streaming
live H.264 dan H.265 adalah 18.04 ms dan 24.67 ms, ketika store adalah 8.47 ms dan 8.60 ms. Dapat
disimpulkan performa streaming H.264 lebih baik dari H.265 dikarenakan memiliki nilai durasi streaming yang lebih rendah, throughput yang lebih tinggi, dan delay yang lebih kecil.
Kata Kunci: streaming live, streaming store, quality of service, H.264, H.265
Abstract
Human knowledge has grown. Internet become one of the most useful human's invention. Speaking
internet in Indonesia, Telkom declarated FUP on Feb 1 2016. Telkom comparing 320 GB bandwidth
with 1,200 movie streaming HD-quality. Of course, streaming video is an interesting thing, but the
question arises about the latest codecs such as H.265 that can compresed 50% bandwidth better than
H.264. This research make experiment between H.264/AVC and H.265/HEVC compression method.
Purpose of this research is to get quantity value from each bitrate, framerate, and bandwidth are used.
This research uses streaming duration, throughput, and delay as parameter. The result from measure
streaming quality with parameter, streaming duration value at streaming live codec H.264 and H.265
are 22.870 sec, 34.039 sec, streaming store are 10.927 sec, 11.789 sec. Throughput value streaming
live codec H.264 dan H.265 are 0.28 Mbit/sec, 0.18 Mbit/sec, streaming store are 0.81 Mbit/sec, 0.79
Mbit/sec. Delay value streaming live codec H.264 and H.265 are 18.04 ms, 24.67 ms, streaming store
are 8.47 ms, 8.60 ms. The conclution is streaming H.264 performa is better than H.265, because lower
streaming duration, lower delay, and better throughput.Keywords: streaming live, streaming store, quality of service pada paket-paket intenet yang telah ditawarkan.
1. PENDAHULUAN Menurut Telkom, kebijakan FUP yang mereka
sediakan melalui IndiHome masih memadai
Internet merupakan kemajuan bagi
pemakaian rumah tangga. Sebagai contoh untuk peradaban manusia. Pada 1 Febuari 2016 PT. layanan 10 Mbps, IndiHome yang sebelumnya
Telkom yang merupakan provider internet
unlimited , saat ini memberikan FUP 300 GB
terbesar di Indonesia menerapkan FUP (Fair atau setara dengan menonton 1200 film pada
Usage Policy , Kebijakan Penggunaan Wajar) kualitas HD (Telkom, 2016).
Fakultas Ilmu Komputer Universitas Brawijaya
1172
Video streaming merupakan proses
menkonsumsi video tanpa mengunduhnya terlebih dahulu. Website yang menyediakan jasa
Streaming live
terdistribusi secara real-time, namun konten yang disugukan tidak dikonsumsi user secara penuh karena unreliable dari UDP tersebut.
Streaming live menggunakan protokol yang unreliable seperti UDP sehingga konten
internet.
yang berjalan ketika konten yang distreamingkan masih berlangsung (real-time), contohnya seperti pertandingan sepak bola atau menonton acara dari saluran televisi melalui
2.2 Live Streaming Live streaming merupakan proses streaming
Protokol ), dan sistem operasi yang digunakan adalah Windows NT.
Prinsip kerja jaringan dengan arsitektur ini sangat sederhana, di mana Server akan menunggu permintaan dari Client, memproses dan memberikan hasilnya kepada Client, sedangkan Client akan mengirimkan permintaan ke Server, menunggu proses dan melihat visualisasi hasil prosesnya. Sistem Client-Server ini menggunakan protokol tama TCP/IP (Transmission Control Protokol Internet
Gambar 1 Arsitektur Client-Server (Sumber: Sutanta, 2005)
client program pada client (Sutanta, 2005).
berkomunikasi menggunakan aplikasi jaringan yang disebut server program pada server dan
client menerima layanan. Server dan client dapat
Quality of Service , antara lain nilai delay, jitter, packet loss, dan throughput dari kegiatan streaming tersebut.
2. DASAR TEORI
2.3 Streaming Store Streaming store merupakan proses streaming yang berjalan ketika konten yang
besar, sedangkan codec H.265/HEVC menawarkan kualitas sama dengan penekanan 50% bandwidth daripada H.264/AVC. Untuk menganalisa performansi streaming antara kedua codec H.265/HEVC dan H.264/AVC, maka dibutuhkan tolak ukur berupa data yang dapat dianalisa secara kuantitas. Data untuk tolak ukur tersebut didapat dari parameter
Streaming membutuhkan bandwidth yang
bandwidth (Doria, 2013).
resolusi ultra dan mengharapkan penelitianya dapat berguna pada kegiatan coding dalam keadaan real-time video conversation, agar dapat mengatasi keterbatasan konsumsi
bandwidth dan mampu mengolah video dengan
Dari penelitian Thomas H. Doria di Cisco pada 2013 dari paper “Great Codec Debut” yang isinya adalah mendemonstarsi kalau kompleksitas coding HEVC dapat menekan 50%
video dua kali lebih kecil dalam pengolahanya.
merupakan codec yang diciptakan pada tahun 2013 dengan menawarkan penekanan bitrate
H.264/AVC merupakan codec yang diluncurkan pada tahun 2003, perusahaan besar seperti Facebook dan Youtube menggunakan codec H.264 dalam mengolah videonya untuk distreaming pengunjung situsnya (Wikipedia, 2017) (WISTIA, 2017). Sedangkan H.265
kemudian akan distreamingkan, maka dibutuhkan codec. Codec berfungsi sebagai alat untuk merekam, mengompres, dan mendistribusikan suatu video. Pada satu sisi video yang ingin didistribusikan memiliki ukuran file yang terlalu besar dan memiliki format video yang tidak sesuai untuk dikonsumsi, dan di situ peran codec seperti H.264 dan H.265 untuk mengompres video dengan algoritma yang dimilikinya (Wulaningsih, 2011).
streaming . Untuk mengolah video yang
seperti Facebook pun memiliki fitur video
streaming seperti Youtube bahkan media sosial
membutuhkan media menumpangkan konten yang distreamingkan secara live. Dalam penyebaran datanya konten video yang live akan diencode kemudian didecode kembali oleh end-user. Encode video biasanya menggunakan H.264/AVC untuk konten visual dan AAC untuk konten audio (Sinky, 2013).
2.1 Video Streaming
ingin distreaming benar-benar sudah berada
Live Model client server memisahkan secara
jelas antara server dan client. Pihak server memberikan layanan jaringan sedangkan pihak pada server secara sempurna. Pada streaming
store user dapat melakukan forward, pause, dan playback.
satuan dasar. Bitrate merupakan satuan bits yang terproses pada suatu unit dalam suatu waktu (Gupta, 2006). Seperti satuan panjang, satuan waktu, satuan kecepatan, bitrate juga memiliki satuan dan yang paling sering digunakan adalah bit/s (bit per detik). Sama seperti dari meter ke kilometer, atau gram ke kilogram, atau m/detik ke km/jam, bitrate juga memiliki tangga satuan kilobit/s merupakan 10 3 dari bit/s, megabit/s merupakan 10 6 dari bit/s, gigabit/s merupakan
Dari data terlihat konsumsi video resolusi 144p dalam satu menit memakan bandwidth sebesar 1.90 MB, yang berarti video tersebut memiliki bitrate 32 Kbps.
Gambar 3 Youtube Data Usage Per Menit (Sumber
streaming youtube sebagai berikut.
Dari percobaan yang dilakukan oleh Cliff pada 1 Feb 2016, didapatkan data usage dari
CBR memiliki hasil yang konsisten, yang artinya video dengan CBR memiliki trafik pemakaian bandwidth yang tidak berubah-ubah. CBR diterapkan pada website youtube dan facebook, karena penggunaan bandwidth yang konstan membuat kualitas pengalaman berstreaming menjadi lebih baik (Singh, et al., 2012).
Gambar 2 CBR vs VBR (Sumber: streaminglearningcenter.com)
yang relatif konstan atau tetap.
2.6.1 Constant Bit Rate Constant bitrate merupakan metode encoding /mengolah video dengan bit output
, dengan huruf “b” kecil, karena huruf “B” besar dimiliki oleh satuan ukuran besar pada suatu data, sehingga untuk penulisan satuan- satuan bitrate menjadi bps, Kbps, Mbps, dlsb (IEC, 2007).
bps
Penulisan kependekan dari bit per second adalah
10 9 dari bit/s, terabit/s merupakan 10 12 dari bit/s.
2.6 Bitrate Bitrate dalam bahasa Indonesia berarti
Streaming store menggunakan protokol
H.264. HTTP streaming mampu mengintegrasikan flash platform pada konten video dengan sangat efesien (Singh, et al., 2012).
streaming dengan kualitas tinggi menggunakan
media on-demand yang dapat menyediakan
Streaming memberikan layanan untuk konten
HTTP streaming berbasis TCP adalah protokol pada aplikasi website. HTTP Dynamic
2.5 HTTP Streaming
tinggi untuk mentansmisikan data video dan audio. Protokol ini mempunyai banyak versi seperti RTMPS, RTMPE, dan RTMPT. RTMPS merupakan RTMP melalui TSL /SSL koneksi, RTMPE RTMP yang dienkripsi dengan mekanisme keamanan, sementara RTMPT merupakan RTMP yang dibungkus dalam HTTP permintaan untuk melintasi firewall. RTMP merupakan protokol berbasis TCP (Guniganti, 2012).
flash player . RTMP dirancang dengan perfroma
yang dikembangkan oleh adobe system untuk keperluan streaming video dan audio melalui
proprietary
merupakan protokol
2.4 RTMP Streaming Real time messaging protokol (RTMP)
yang realiable end-to-end seperti TCP, yang artinya konten yang disugukan akan dikonsumsi secara penuh oleh end-user. Buffering merupakan mekanisme dalam streaming untuk menahan bagian konten agar dapat terstreaming secara maksimal (Yildirim, 2009) (Shen, 2009) Berbeda dengan live streaming, streaming store membutuhkan webcast untuk menyimpan konten yang akan distreamingkan (Shiao, 2012).
Dasar dalam pengembangan video codec CBR adalah kesederhanaan dalam disain sistem.
2.7 Video Coding
Gambar 4 Sistem Video Coding (Sumber: Wien, 2015)
H.264/AVC merupakan codec video yang memiliki keunggulan dibanding codec video lain dengan kamampuan untuk encoding video dengan menekan bitrate pada video agar video bisa dihasilkan lebih minim daripada video aslinya. H.264 ini merupakan codec dengan teknik kompresi dengan memprediksi inter- frame (Marpe, et al., 2006). Jadi dalam video yang memiliki ribuan frame di dalamnya, terdapat beberapa frame yang tidak jauh berbeda dari frame sebelumnya, terkecuali memiliki
2.7.1 H.264/AVC
Tahapan proses terjadi setelah menjalankan beberapa aplikasi. Pada kenyataannya, video mentah yang belum dikompresi mengalami proses re-encoding (Wien, 2015).
2.7.2 H.265/HEVC
CBR menunjukkan kompleksitas yang rendah karena tidak menggunakan statistical
—Sumber video bersekuensial dengan output dalam bentuk digital. Proses acquisition hanya berlangsung sementara dan tidak terikat dengan proses lain.
Acquisition
memapatkan, atau mengecilkan ukuran data video (Lubis, 2015). Sistem video coding antara lain:
kompresi H.264 mempertimbangkan tiap frame yang berlanjut tersebut untuk diencode. Video standar pada saat ini menggunakan H.264 yang bisa mengatur seperti apa setingan video yang ingin diterapkan dari ketajaman, kecerahan, dan lain sebagainya (Wiegand, et al., 2003).
Video coding berarti mengkompres,
didrop atau tidak untuk menjaga bit rate agar tetap konstan (Reflina, 2008).
encoder memutuskan apakah paket data harus
(http). Pada streaming server diperlukan kontrol bandwidth yang cukup kuat untuk digunakan pada waktu tertentu dan CBR mampu melakukan hal itu. Dengan CBR,
Download
CBR baik digunakan untuk streaming server yang tidak ingin terganggu oleh Progressive
sinkronisasi ulang frame video saat terjadi errors pada waktu pengiriman paket.
multiplexing . Dan juga, CBR menunjukkan latency /periode yang rendah untuk setiap frame video , sekitar 100 ms. Disain CBR mengijinkan
scane dengan latar yang berbeda. Teknik
- Video
- Pre-Processing—Kegiatan yang dilakukan pada video mentah yang belum dikompres. Seperti melakukan trimming, color format conversion, color correction , atau de-noising.
- Encoding—Mentransformasi video yang diinput menjadi coded bitstream. Tujuan
- Transmission—Membungkus bitstream kedalam format yang tepat dan ditransmisikan ke channel. Transmission juga meliputi mengirim dan mengantarkan video ke sisi penerima.
- Decoding—Transformasi bitstream yang diterima menjadi sebuah video.
- Post-Processing—Kegiatan yang terjadi pada data video untuk enhancement atau untuk adaptation dalam display.
- Display—Presentasi dari video untuk dikonsumsi. Video perlu ditransfer color format yang tepat untuk display.
compact representation dari iputan video yang lebih sesuai untuk metode transmisi pada aplikasi.
H.265/HEVC merupakan codec video yang dikembangkan setelah H.264. Tujuan dari H.265 adalah mengefisiensikan bitrate video dengan mengompres bitrate dua kali lebih baik agar menghasilkan ukuran video yang lebih minim dengan kualitas yang sama dengan aslinya (Sullivan, et al., 2012). H.265 ini memiliki keunggulan dari H.264 dari berbagai aspek. Dari segi subjektif dan objektif visualisasi H.265 memiliki kualitas yang lebih baik dibanding H.264. Dibanding H.264/AVC, HEVC menyimpan lebih dari 57% bit rate dari segi
perceptual quality (Ohm, et al., 2012).
2.8 FFmpeg
FFmpeg merupakan sebuah tool open source yang digunakan untuk encoder dan decoder. FFmpeg merupakan multimedia yang mampu memproses dengan sangat baik (Zhang, et al., 2011). FFmpeg menyediakan fungsi multimedia sesuai kebutuhan seperti mengecilan resolusi,
framerate , pemotongan, dan lain sebagainya
(Caron, et al., 2007). FFmpeg merupakan tool
encoding adalah untuk menggenerate
video converter praktis dan cepat yang dapat mengolah video live (FFmpeg, 2012).
2.9 Quality Of Service
Qos tolak ukur suatu jaringan dikatakan baik dari sisi trafik data yang berputar pada system tersebut. Qos memiliki beberapa parameter yang adalah durasi streaming, throughput, delay, dan
Pada windows memory usage bisa dilihat pada task manager. Perubahan kurva memory
Gambar 6 Task Manager
pada suatu device. Heavy memory usage berarti device kehabisan free RAM. CPU membuthkan RAM untuk menjalankan perintah secara singkat, ketika device menggunakan RAM melebihi kapasitas maka proses yang akan dieksekusi menjadi lambat (Ivan, 2016).
2.12 Memory Usage Memory Usage adalah penggunaan RAM
atau seconds. Ketika CPU Usage di atas 70%, pengguna akan merasakan lag (seperti tersendat- sendat). Semakin tinggi penggunaan CPU maka semakin tinggi power yang digunakan. CPU perlu diupgrade dari waktu ke waktu karena perkembangan teknologi membuat software membutuhkan resource yang semakin besar untuk user exprience, bila tidak maka pengguna harus melakukan pengurangan untuk menghindari lag, seperti mengurangi resolusi atau animations pada game.
Time ). CPU time menghitung jumlah clock ticks
adalah pemnggunaan kapasitas CPU oleh device dalam suatu waktu (CPU
2.11 CPU Usage CPU usage
ukuran I, sedangkan ukuran B adalah 20% dari I (Joshunwin, 2014).
frame selanjutnya. P memiliki ukuran 50% dari
IPBPB. Jumlah I pada video tersebut biasanya berdasarkan perubahan scene pada suatu film/video yang begitu drastis, contohnya ketika perubahan scene dari percakapan biasa-biasa yang mendadak menjadi film aksi penuh efek dan warna. Jumlah P yang banyak menunjukkan kalau codec berfungsi secara baik untuk mengambil informasi frame sebelumnya untuk diproses. Jumlah B tidak terlalu banyak dan selalu diapit dalam kedua P menunjukkan sifat B sebagai frame yang bisa menggunakan frame sebelumnya untuk diproses dan refrensi untuk
Struktur GOP suatu video pada Gambar 5 terdiri dari frame IPPBP-IPBPP-IPPBP-IPBPP-
Gambar 5 Struktur Group Of Pictures (Sumber
pertimbangan frame video sebelumnya atau sesudahnya, lalu P (Predictive coded frame) artinya frame yang diencde dengan pertimbangan frame sebelumnya, dan B (Bipredictive coded frame) artinya frame yang diencode dengan pertimbangan frame sebelumnya dan frame ini juga akan dijadikan rujukan untuk pertimbangan frame setelahnya (Huszak & Imre, 2010).
frame ) artinya frame yang diencode tanpa ada
Group of Pictures merupakan cara untuk melihat karakteristik suatu video. I (Intra coded
Dengan adanya Qos maka suatu jaringan dapat dikatakan baik berdasarkan data berupa angka kuantitas (Dawood, et al., 2014).
= − − = ( )
Delay merupakan jeda waktu paket pertama dan paket berikutnya pada suatu jaringan (Helton, 2013).
ℎ ℎ = ℎ ( ) ( ) / = ℎ ℎ 8/10 6 2.
jitter .
1. Throughput merupakan bandwidth aktual dalam satuan Mega bit per detik (Helton, 2013).
2.10 Struktur Group Of Pictures
usage bisa dilihat ketika device digunakan untuk
melakukan proses yang banyak dalam waktu cepat, seperti proses menginstal software atau bermain game, atau memproses beberapa tab pada browser secara sekaligus.
3. PERANCANGAN DAN
IMPLEMENTASI
3.1 Gambaran Umum Sistem
Sumber konten sudah berada pada server, yang kemudian diencode oleh server dan distreaming oleh client.
Gambar 8 Data Flow pada Streaming Live
Terlihat pada gambar, proses ini terbagi menjadi tiga bagian di mana ketiga bagian ini yakni server, access point, dan client memiliki peran sendiri-sendiri dalam kegiatan streaming
live
3.3 Perancangan Streaming Store
Penerapan video streaming dapat disiarkan setelah video diolah secara keseluruhan dalam beberapa spesifikasi kemudian disimpan dalam
Gambar 7 Alur Streaming Video
storage server, spesifikasi video tersebut sebagai Untuk melakukan streaming live, server berikut: hanya perlu memproses konten video menjadi
1. Perbedaan Bitrate (1000 Kbps dan 400 url yang diproses sampai habis, sedangkan untuk Kbps) melakukan streaming store, server harus
2. Perbedaan Codec (H264 dan H265) menyimpan video hasil olahan terlebih dahulu.
Kemudian client yang melakukan
streaming video tersebut dalam bandwidth yang
3.2 Perancangan Streaming Live
bervariasi: Penerapan video streaming yang disiarkan 2 Mbps, 1 Mbps, dan 512 Kbps. tanpa harus mengolah video secara keseluruhan sebelum bisa distreaming oleh client. Server mengolah suatu video ke dalam beberapa spesifikasi, yakni:
1. Perbedaan Bitrate (1000 Kbps dan 400 Kbps) 2.
Perbedaan Codec (H264 dan H265) Kemudian client yang melakukan
streaming video tersebut dalam bandwidth yang
bervariasi: 2 Mbps, 1 Mbps, dan 512 Kbps.
Gambar 9 Data Flow pada Streaming Store
Terlihat pada gambar, proses ini terbagi menjadi tiga bagian di mana ketiga bagian ini yakni server, access point, dan client memiliki peran sendiri-sendiri dalam kegiatan streaming
store.
3.4 Implementasi pada Server nilai yang lebih tinggi daripada H.265 (kanan).
apache2
Delay (2 Mbps, 1 Mbps, 512 Kbps) apache2 digunakan sebagai basis untuk
streaming store . Tidak ada konfigurasi khusus
setelah melakukan instalisasi karena saat streaming client menggunakan FFplay dari fungsi FFmpeg melalui perintah pada terminal.
rtmp-nginx rtmp-nginx sebagai basis streaming live.
rtmp-nginx memiliki konfigurasi dan aturan
Gambar 12 Delay Streaming Live
yang harus diperhatikan. Sama seperti streaming pada streaming store, client pada streaming live Pada gambar terlihat H.264 (kiri) memiliki juga menggunakan FFplay melalui perintah nilai yang lebih rendah daripada H.265 (kanan). terminal. Namun sebelumnya untuk pemasangan rtmp-nginx itu sendiri diperlukan beberapa
Retransmission (2 Mbps, 1 Mbps, 512 Kbps) penyesuaian untuk bisa digunakan. Instalasi Encoder dan Codec Video
sudo apt-get install ffmpeg sudo apt-get install libx264-dev sudo apt-get install libx265-dev 4.
PENGUJIAN DAN HASIL
4.1 Streaming Live H.264 vs. H.265
(30fps-400K, 30fps-1000K, 30fps-1500K)
Gambar 13 Retransmission Streaming Live
Durasi Streaming (2 Mbps, 1 Mbps, 512 Kbps) Pada gambar terlihat H.264 (kiri) memiliki nilai yang lebih tinggi daripada H.265 (kanan).
4.2 Streaming Store H.264 vs. H.265
(30fps-400K, 30fps-1000K, 30fps-1500K) Durasi Streaming (2 Mbps, 1 Mbps, 512 Kbps)
Gambar 10 Durasi Streaming Live
Pada gambar terlihat H.264 (kiri) memiliki nilai yang lebih rendah daripada H.265 (kanan). Throughput (2 Mbps, 1 Mbps, 512 Kbps)
Gambar 14 Durasi Streaming Store
Pada gambar terlihat H.264 (kiri) memiliki nilai yang lebih rendah daripada H.265 (kanan), meski nilainya hampir mendekati.
Gambar 11 Throughput Streaming Live
Pada gambar terlihat H.264 (kiri) memiliki Throughput (2 Mbps, 1 Mbps, 512 Kbps)
Gambar 18 Struktur GOP H.264, H.265, dan RAW
5. KESIMPULAN
Pada gambar terlihat H.264 (kiri) memiliki nilai yang lebih tinggi daripada H.265 (kanan) ketika streaming dilakukan pada bandwidth 2 Mbps.
Delay (2 Mbps, 1 Mbps, 512 Kbps)
Gambar 16 Delay Streaming Store
Pada gambar terlihat H.264 (kiri) memiliki nilai yang lebih rendah daripada H.265 (kanan ketika streaming dilakukan pada bandwidth 512 Kbps.
Retransmission (2 Mbps, 1 Mbps, 512 Kbps)
Gambar 17 Retransmisison Streaming Store
Ketika menggunakan tool FFmpeg untuk memberi bitrate yang sama pada encode video dengan codec yang berbeda yakni H.264 dan H.265, user dapat melakukan dengan cara memasukkan perintah
Dari pengujian dapat disimpulkan bahwa: 1.
Gambar 15 Throughput Streaming Store
4.4 CPU Usage dan Memory Usage Gambar 19 CPU Usage dan Memory Usage Streaming Live Gambar 20 CPU Usage dan Memory Usage Streaming Store
Pada gambar terlihat tren H.264 jauh lebih cepat turunnya daripada H.265 itu membuktikan
encoding dengan H.265 cukup membebani server
.
- –b:v “nominal” di teriminal sebelum mengeksekusi proses encoding.
Pada gambar 18 terlihat encoding dengan menggunakan codec H.265 memiliki mekanisme yang lebih baik terlihat dari nilai B yang lebih tinggi dari nilai B milik H.264. melakukan streaming live menggunakan
Pada gambar terlihat H.264 (kiri) memiliki nilai yang lebih tinggi daripada H.265 (kanan).
2. Codec H.265 dapat diterapkan ketika melakukan streaming store menggunakan http streaming, namun ketika ingin melakukan streaming live dengan rtmp, rtmp tidak support data dengan format .mpegts melainkan .flv sedangkan H.265 tidak mendukung format .flv namun mendukung format .mpegts sehingga untuk
4.3 Struktur GOP (H.264, H.265, RAW)
codec H.265 dibutuhkan cara proses
retransmission yang jauh lebih kecil daripada
streaming store H.265-30fps-400kbps 8.60
ms, 10.67 ms, dan 12.02 ms. Maka bisa dikatakan delay H.264 lebih kecil daripada
delay H.265.
d.
Nilai retransmission yang distreaming dengan bandiwidth 2 Mbps, 1 Mbps, dan 512 Kbps ketika live streaming H.264- 30fps-400kbps adalah 2.82%, 4.64%, dan
18.11%, sedangkan ketika live streaming H.265-30fps-400kbps adalah 0.09%, 0.81%, dan 17.98%, lalu ketika streaming
store H.264-30fps-400kbps adalah 19.41%,
27.43%, dan 29.03%, sedangkan ketika
streaming store H.265-30fps-400kbps
adalah 20.29%, 26.94%, dan 28.79%. Maka bisa dikatakan retransmission H.264 lebih besar daripada retransmission H.265. Pada streaming live, H.265 memiliki
H.264 sedangkan pada streaming store durasi
bandiwidth
streaming kedua metode encoding ini relatif mirip dengan H.264 yang jauh lebih kecil.
Sehingga dapat disimpulkan H.264 lebih baik dari H.265 dari segi quality of service, karena memiliki nilai durasi streaming yang lebih rendah, throughput yang lebih tinggi, dan delay yang lebih kecil. Dari sisi encoding, H.265 memiliki kompresi B (Bipredictive coded frame) sebanyak 375 sedangkan pada H.264 sebanyak 359. Dari sisi CPU dan Memory Usage terlihat penggunaan resource H.265 sedangkan H.264, yang artinya H.265 lebih menggunakan banyak CPU dan RAM.
Saran dari penulis untuk penelitian selanjutnya adalah pengujian codec H.264, H.265, dan atau yang terbaru menggunakan metode VBR (Variant Bitrate). Proses encoding dengan H.265 begitu membebani server sehingga dibutuhkan server yang lebih baik daripada server pada pengujian saat ini. Protokol yang digunakan pada penelitian menjadi berubah ketika H.265 tidak bisa melakukan streaming
live menggunakan protokol udp, itu membuat
penguji harus mengubah dari video dengan protokol udp ke video dengan protokol rtmp, sedangkan ketika H.265 tidak support format .flv untuk protokol H.265, maka dibutuhkan metode untuk melakukan pengujian yang lebih sederhana tanpa media pengubahan protokol terlebih dahulu.
Caron, F., Coulombe, S., & Wu, T. (2007). A
Transcoding Server for the Home Domain.
IEEE. Doria, T. H., 2013. The Great Codec Debate
The Myths, Realities, and Considerations You Need to Know Before Making Your Next Video Conferencing Purchase. s.l.:Cisco
SMO.
2 Mbps, 1 Mbps, dan 512 Kbps ketika live streaming H.264-30fps-400kbps adalah 18.04 ms, 18.28 ms, dan 19.38 ms, sedangkan ketika live streaming H.265- 30fps-400kbps adalah 24.67 ms, 24.12 ms, dan 26.11 ms, lalu ketika streaming store H.264-30fps-400kbps adalah 8.47 ms, 10.61 ms, dan 11.79 ms, sedangkan ketika
Nilai delay yang distreaming dengan
konversi dari output .mpegts dengan protokol udp dan direstransmisi dengan
2 Mbps, 1 Mbps, dan 512 Kbps ketika live streaming H.264-30fps-400kbps adalah 0.28 MBit/sec, 0.28 MBit/sec, dan
output .flv dengan protokol rtmp.
3. Dari segi parameter quality of service dapat ditarik kesimpulan bahwa: a.
Nilai durasi streaming yang distreaming dengan bandiwidth 2 Mbps, 1 Mbps, dan 512 Kbps ketika live streaming H.264- 30fps-400kbps adalah 22.870 sec, 23.612
sec , dan 24.127 sec, sedangkan ketika live streaming H.265-30fps-400kbps adalah
34.039 sec, 33.443 sec, dan 33.815 sec, lalu ketika streaming store H.264-30fps- 400kbps adalah 10.927 sec, 15.052 sec, 17.790 sec, sedangkan ketika streaming
store H.265-30fps-400kbps adalah 11.789 sec , 15.562 sec, 18.255 sec. Maka bisa
dikatakan durasi streaming menggunakan H.264 lebih kecil daripada saat menggunakan H.265.
b.
Nilai throughput yang distreaming dengan
bandiwidth
0.32 MBit/sec, sedangkan ketika live
c.
streaming H.265-30fps-400kbps adalah
0.18 MBit/sec, 0.19 MBit/sec, dan 0.24
MBit/sec , lalu ketika streaming store
H.264-30fps-400kbps adalah
0.81 MBit/sec ,
0.68 MBit/sec , dan
0.64 MBit/sec , sedangkan ketika streaming store H.265-30fps-400kbps adalah
0.79 MBit/sec ,
0.68 MBit/sec , dan
0.63 MBit/sec . Maka bisa dikatakan throughput H.264 lebih besar daripada throughput H.265.
DAFTAR PUSTAKA
Guniganti, R. G. (2012). A Comparision of Coding, Coding Tool, and RTMP and HTTP Protocols with Specification. Springer.
rescpect to Packet loss and Delay
https://en.wikipedia.org/wiki/YouTube
Variation based on Qoe. Master Thesis
Electrical Engineering. WikiRTMP. (2017). 2017. Retrieved 1 27, 2017, from
Huszak, A., & Imre, S. (2010). Analysing GOP https://en.wikipedia.org/wiki/Real-
Structure and Packet Loss Effects on
Time_Messaging_Protocol#HTTP_tun
Error Propagation in MPEG
- –4 Video
neling_.28RTMPT.29
Streams. International Syaposium on
Communication, Control, and Signal Wulaningsih, T. (2011). Analisa Kinerja Teknik Processing (ISCCSP). Kompresi Video Pada Internet Protocol Televisi (IPTV).
ITS. Lubis, N. S. (2015). Analisis Perbandingan
Zhang, B., Zeng, S., Xu, R., Guo, D., Yan, J., &
Kompresi File Video Dengan Motion Picture Expert Group-4 Dan Flash Wang, W. (2011). Design and implementation of a scalable system Video Dengan Menggunakan Algoritma
Sumatra Utara: Universitas architecture for embedded multimedia Huffman. Sumatra Utara. terminal.
IEEE. Marpe, D., Wiegand, T., & Sullivan, G. J.
(2006). The H.264/MPEG4 advanced
video coding standard and its applications.
IEEE Communications Magazine. Merritt, L. (2013). X264: A HIGH
PERFORMANCE H.264/AVC ENCODER. Seattle: University of
Washington. Ohm, J.-R., Sullivan, G., Schwarz, H., Tan, T.,
& Wiegand, T. (2012). Comparison of
the coding efficiency of video coding standards-including High Efficiency Video Coding (HEVC).
IEEE Trans. Circuits Syst. Video Technol.
Singh, K. D., Hadjadj-Aoul, Y., & Rubino, G.
(2012). Quality of experience estimation for adaptive HTTP/TCP video streaming using h.264/AVC.
IEEE. Sullivan, G. J., Ohm, J., Han, W., & Wiegand,
T. (2012). Overview of the High
Efficiency Video Coding (HEVC) Standard.
IEEE Trans. Circuits Syst. Video Technol.
Telkom. (2016, 01 31). Penjelasan Indihome Terkait Kebijakan FUP. Wiegand, T., Sullivan, G. J., Bjøntegaard, G., &
Luthra, A. (2003). Overview of the H.264 / AVC Video Coding Standard.
IEEE Transactions on Circuits And Systems for Video Technology. Wien, M. (2015). High Efficiency Video