BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Analisis Forecasting Ketersediaan Daging Sapi Di Sumatera Utara Tahun 2020

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Pustaka

  Sapi merupakan hewan ruminansia yang pada umumnya herbivora atau pemakan tanaman, sehingga sebagian besar makananya adalah selulose, hemiselulose, dan bahkan lignin yang semuanya dikategorikan sebagai serat kasar. Hewan ini disebut juga hewan berlambung jamak atau polygastic animal, karena lambungnya terdiri atas rumen, retikulum, omasum dan abomasum (Sembiring, 2010).

  Menurut Siregar (2013), ada dua golongan jenis sapi, yaitu: 1.

  Sapi Lokal Jenis-jenis sapi lokal di Indonesia cukup beragam. Namun, sapi-sapi tersebut memang sudah lama ada di Indonesia dan telah berkembang secara turun- temurun untuk digemukkan. Jenis-jenis sapi lokal yaitu : a.

  Sapi bali Sapi bali merupakan keturunan dari sapi liar atau disebut banteng (Bos

  sondaicus ) yang telah mengalami proses domestikasi selama ratusan tahun.

  b.

  Sapi madura Sapi madura diperkirakan merupakan hasil persilangan sapi Bali dengan sapi India (Bos Indicus). c.

  Sapi ongole (sumba ongole) Sapi ongole bukanlah sapi asli Indonesia, melainkan India. Sapi ini dimasukkan ke Indonesia pada awal abad ke-20 dan diternakkan secara murni di pulau Sumba sehingga lebih dikenal dengan nama sapi sumba ongole .

  d.

  Sapi peranakan ongole Program “ongolisasi” yang telah dilakukan di Pulau Jawa dan Sumatera telah berhasil meng-upgrade sapi-sapi setempat dengan sapi ongole. Dari hasil upgradetersebut, terciptalah sapi yang disebut “peranakan ongole” (PO).

  e.

  Sapi aceh Sapi aceh juga merupakan turunan dari grading-up sapi ongole dengan sapi setempat.

  f.

  Sapi perah jantan Selain dari jenis-jenis sapi lokal yang telah diuraikan, terdapat jenis sapi lokal lainnya yang dapat digunakan sebagai bakalan untuk penggemukan.

  Sapi tersebut adalah sapi perah jantan yang sudah tidak digunakan lagi sebagai pejantan kawin atau pemacek.

2. Sapi Impor

  Selain sapi-sapi lokal, sapi untuk bakalan dalam usaha penggemukan dapat pula dipilih dari sapi jenis impor. Banyak jenis sapi di luar negeri yang khusus dipelihara sebagai penghasil daging dan dapat dijadikan sebagai bakalan untuk penggemukan. Beberapa jenis sapi impor yang bisa dijadikan a.

  Sapi hereford b.

  Sapi shorthorn c. Sapi aberdeen angus d.

  Sapi charolais e. Sapi brahman

  Dari beberapa jenis sapi lokal Indonesia yang layak dijadikan sumber pedaging seperti sapi bali, sapi PO dan sapi madura kebutuhan akan daging sapi setiap tahun cenderung meningkat. Pada tahun 2011, jumlah kebutuhan daging sapi sebesar 449.000 ton. Sementara itu, pada tahun 2012 kebutuhan daging sapi diperkirakan meningkat hingga 484.00 ton. Peningkatan kebutuhan tersebut telah mempertimbangkan peningkatan pertumbuhan penduduk yang mencapai 1,49% dan pertumbuhan ekonomi sebesar 6,6% (Fikar dan Dadi, 2012). Seiring pertambahan jumlah penduduk dalam negeri dan peningkatan daya beli masyarakat, dipastikan penjualan daging sapi dalam negeri juga ikut meningkat.

  Sayangnya, tingginya permintaan daging sapi tersebut tidak diiringi dengan meningkatnya produktivitas sapi dalam negeri. Serapan pasar belum sepenuhnya dapat dipenuhi oleh peternak (Rahmat dan Bagus,2012). Menurut perhitungan Direktorat Jenderal Peternakan, Departemen Pertanian, Indonesia pada tahun 2011 masih mengalami dafisit daging sapi hingga 35% atau 135,1 ribu ton dari kebutuhan 385 ribu ton. Defisit populasi sapi diperkirakan 10,7% dari populasi ideal atau sekitar 1,18 juta ekor. Sementara itu, pada tahun

  200.000 ekor sapi. Rata-rata satu ekor sapi dewasa menghasilkan 163,7 kg daging sapi sehingga total produksi kebutuhan daging sapi 2012 sebanyak 448.800 ton, maka masih ada kekurangan 72.290 ton daging atar setara dengan 441.600 ekor sapi (Santosa et al, 2012).

2.2 Landasan Teori

2.2.1 Forecasting

  Menurut Santoso (2009) definisi forecasting sebenarnya beragam, yaitu:

  a. Perkiraan munculnya sebuah kejadian di masa depan, berdasarkan data yang ada di masa lampau.

  b. Proses menganalisis data historis dan data saat ini untuk menentukan trend di masa mendatang.

  c. Proses estimasi dalam situasi yang tidak diketahui.

  d. Pernyataan yang dibuat tentang masa depan.

  e. Penggunaan ilmu dan teknologi untuk memperkirakan situasi di masa depan.

  f. Upaya sistematis untuk mengantisipasi kejadian atau kondisi di masa depan.

  Jenis peramalan dapat dibedakan berdasarkan jangka waktu, ruang lingkup, dan metode yang digunakan. Berdasarkan jangka waktunya, peramalan dibedakan menjadi peramalan jangka panjang dan jangka pendek. Peramalan jangka panjang biasanya dilakukan oleh para pimpinan puncak suatu perusahaan dan bersifat peramalan jangka panjang berfungsi sebagai dasar untuk membuat peramalan jangka pendek. Perlu diketahui, bahwa tidak ada batasan yang baku mengenai panjang atau pendeknya waktu tersebut. Berdasarkan ruang lingkupnya, peramalan dibedakan menjadi peramalan mikro dan makro, contohnya adalah peramalan kondisi perekonomian dalam lima tahun yang akan datang (sebagai makro) dan peramalan kondisi perusahaan dalam lima tahun yang akan datang (sebagai mikro). Perlu diketahui juga bahwa batasan mengenai mikro dan makro itu adalah relatif.

  Kegiatan penerapan model yang telah dikembangkan pada waktu yang akan datang dinamakan peramalan. Sehubungan dengan itu, sebelum model yang dikembangkan digunakan untuk peramalan, model itu seyogyanya diuji terlebih dahulu pada kegiatan proyeksi untuk mengetahui apakah model itu cukup tepat untuk digunakan atau tidak. Hal itu berlaku untuk metode-metode peramalan kuantitatif, yaitu metode yang didasarkan pada data yang telah ada. Apabila data mengenai kondisi pada waktu yang lalu tidak tersedia, maka metode peramalan yang digunakan adalah metode kualitatif dan dalam metode ini tidak dilakukan pengujian model(Aritonang, 2009). Data kualitatif adalah data yang sifatnya hanya menggolongkan saja. Termasuk dalam klasifikasi data kualitatif adalah data yang berskala ukur nominal dan ordinal. Sebagai contoh data kualitatif adalah jenis pekerjaan seseorang, motivasi karyawan, dan jabatan di perusahaan. Data kuantitatif adalah data yang berbentuk rasio. Selain data kualitatif dan juga data kuantitatif terdapat data time series dan cross section.

2.2.2 Data Deret Waktu (Time Series)

  Seringkali seorang manajer ingin membuat keputusan berdasarkan data yang dihimpun menurut periode waktu. Sebagai contoh dari data yang terkait dengan periode waktu adalah tingkat persediaan dari waktu ke waktu, penjualan tahunan,

  

output mingguan, biaya bulanan dan sebagainya. Nilai-nilai yang disusun dari

  waktu ke waktu tersebut disebut dengan deret waktu (time series). Di dunia bisnis, data deret waktu diperlukan sebagai bahan acuan pembuatan keputusan sekarang, untuk proyeksi, perlu diketahui beberapa asumsi yang penting. Pertama adanya ketergantungan kejadian masa yang akan datang dengan masa sebelumnya. Kedua aktivitas di masa yang akan datang mengikuti pola yang terjadi di masa yang lalu, dan ketiga, hubungan atau keterkaitan masa lalu dapat ditentukan dengan observasi atau penelitian (Sugiarto dan Harijono, 2000). Data time series atau data deret waktu merupakan data yang dikumpulkan dari beberapa tahapan waktu secara kronologis. Pada umumnya data ini merupakan kumpulan dari fenomena tertentu yang didapat dalam interval waktu tertentu, misalnya dalam waktu mingguan, bulanan atau tahunan. Data cross section adalah data yang dikumpulkan pada waktu dan tempat tertentu saja. Data cross section pada umumnya mencerminkan sesuatu fenomena dalam satu kurun waktu tertentu, misalnya data hasil pengisian kuisioner tentang perilaku pembelian suatu

  Tujuan dari time series ini mencakup meneliti pola data yang digunakan untuk meramalkan dan melakukan ekstrapolasi ke masa mendatang. Tahapan yang penting dalam pemilihan metode time series yang tepat yaitu membuat asumsi terhadap jenis bentuk data dan metode yang paling tepat tersebut diuji terhadap bentuk data tersebut. Bentuk data dapoat diklasifikasikan kedalam empat jenis yaitu : horisontal atau stationer, musiman, skilis dan trend. Bentuk data horisontal terjadi bila nilai data berfluktuasi di sekitar nilai rata-ratanya. Bentuk data musiman terjadi bila seriesnya dipengaruhi oleh faktor musiman (contoh : bulanan, mingguan, dan tahunan). Bentuk data siklis terjadi bila data dipengaruhi oleh fluktuasi ekonomi yang panjang seperti dihubungkan dengan siklis bisnis (Bussiness Cycle). Bentuk data trend terjadi bila penurunan dan kenaikan data yang terjadi berkepanjangan (Manurung,1998).

2.2.3 Teori Produksi

  Menurut Boediono (2000) tidak semua kebutuhan akan terpenuhi. Kebutuhan seseorang dikatakan terpenuhi apabila ia mengkonsumsi barang/jasa yang ia butuhkan. Tetapi barang/jasa akan tersedia (untuk konsumsi) apabila diproduksikan.dan kemampuan setiap masyarakat untuk memenuhi barang dan jasa yang dibutuhkan oleh semua warganya selalu mempunyai batas. Sebab proses produksi memerlukan sumber-sumber ekonomi yang tersedia selalu terbatas jumlahnya. Sumber-sumber ekonomi ini bisa digolongkan menjadi : a.

  Sumber-sumber alam (tanah, minyak bumi, hasil tambang lain, air, udara dan sebagainya). b.

  Sumber ekonomi yang berupa manusia dan tenaga manusia (termasuk bukan hanya kemampuan fisik manusia, tetapi juga kemampuan mental, keterampilan dan keahlian).

  c.

  Sumber-sumber ekonomi buatan manusia (termasuk mesin-mesin, gedung- gedung, jalan-jalan dan sebagainya). Sering disebut dengan istilah barang- barang modal atau kapital. Tersedianya ketiga sumber ekonomi tersebut tidaklah menjamin timbulnya kegiatan produksi. Kegiatan produksi tidak akan terjadi dengan sendirinya, meskipun ketiga sumber ekonomi tersebut tersedia berlimpah. Harus ada pihak- pihak yang berinisiatif menggabungkan dan mengorganisir ketiga sumber ekonomi tersebut sedemikian rupa hingga menghasilkan barang/jasa yang dibutuhkan (Boediono, 2000).

  Produktivitas adalah jumlah barang dan jasa yang dapat dihasilkan oleh seorang pekerja dalam satu jam kerja. Di negara-negara di mana para pekerjanya dapat menghasilkan barang dan jasa lebih banyak persatuan waktu tertentu, maka dapat dipastikan bahwa sebagian besar penduduk negara-negara itu menikmati standar hidup yang lebih tinggi, semikian pula sebaliknya, di negara-negara yang produktivitasnya lebih rendah, maka dapat disimpulkan bahwa mayoritas penduduknya juga terpaksa hidup dengan standar yang relatif rendah pula. Tingkat pertumbuhan produktivitas di suatu negara akan menentukan cepat atau lambatnya laju pertumbuhan pendapatan rata-rata penduduknya secara

  Menurut Rosyidi (2005) produksi tentu saja tidak akan dapat dilakukan kalau tiada bahan-bahan yang memungkinkan dilakukannya proses produksi itu sendiri.

  Untuk bisa melakukan produksi, orang memerlukan tenaga manusia, sumber- sumber alam, modal dalam segala bentuknya, serta kecakapan. Semua unsur itu disebut faktor-faktor produksi (factors of production). Jadi semua unsur yang menopang usaha penciptaan nilai atau usaha memperbesar nilai barang disebut sebagai faktor-faktor produksi. Seperti yang baru saja disebutkan, faktor-faktor produksi itu terdiri atas :

  1. Tanah Hal yang dimaksud dengan istilah land atau tanah di sni bukanlah sekadar tanah untuk ditanami atau untuk ditinggali saja, tetapi termasuk pula di dalamnya segala sumber daya alam (natural resource). Itulah sebabnya faktor produksi yang pertama ini sering kali pula disebut dengan sebutan natural resources disamping juga sering disebut land. Dengan demikian, istilah tanah atau land ini maksudnya adalah segala sesuatu yang bisa menjadi faktor produksi dan berasal dan ataua tersedia di alam ini tanpa usaha manusia.

  2. Tenaga Kerja Dalam ilmu ekonomi, yang dimaksud dengan istilah tenaga kerja manusia (labour) bukanlah semata-mata kekuatan manusia untuk mencangkul, menggergaji, bertukang, dan segala kegiatan fisik lainnya. Hal yang dimaksudkan di sini memanglah bukan sekedar tenaga kerja saja.

  3. Modal Barang-barang modal riil (real capital goods) adalah sebutan bagi modal, yang meliputi semua jenis barang yang di buat untuk menunjang kegiatan produksi barang-barang lain serta jasa-jasa.

  4. Kecakapan Tata Laksana Ketiga faktor produksi yang telah disebutkan adalah faktor-faktor produksi yang dapat diraba (tangible), faktor produksi yang keempat ini merupakan faktor produksi yang sifatnya tidak dapat diraba (intangible). Lazimnya, kecakapan (skill) merupakan sesuatu yang peranannya tidak sah lagi, tetapi sangat menentukan.

2.2.4 Teori Konsumsi

  Teori konsumsi diturunkan kepada teori permintaan. Konsumen mau “meminta” (dalam pengertian ekononim” suatu barang pada harga tertentu karena barang tersebut dianggap berguna baginya. Makin rendah harga suatu barang maka konsumen cenderung untuk membelinya dalam jumlah yang lebih besar. Besarnya permintaan tergantung kepada manfaat yang akan diperoleh konsumen atau manfaat dalam menghasilkan barang-barang lain (Hanafie, 2010).

  Permintaan adalah keinginan yang disertai dengan kesediaan serta kemampuan untuk membeli barang yang bersangkutan. Setiap orang boleh saja ingin kepada apapun yang diinginkannya, tetapi jika keinginannya itu tidak ditunjang oleh kesediaan serta kemampuan untuk membeli, keinginannya itu pun hanya akan banyaknya satuan barang yang diminta pada berbagai tingkat harga (Rosyidi, 2005).

  Dalam mempelajari perilaku konsumen, kita mengenal adanya teori kardinal dan teori ordinal. Terori kardinal ini beranggapan bahwa kepuasan konsumen dalam mengkonsumsi sejumlah barang/jasa dapat diukur/dinyatakan dalam angka-angka kardinal. Sedangkan teori ordinal beranggapan bahwa kepuasan konsumen dalam mengkonsumsi sejumlah barang tidak dapat diukur dengan angka-angka numerik tetapi hanya dapat dibandingkan, mana yang lebih tinggio dan mana yang lebih rendah (Aziz, 2003). Menurut Rosyidi (2005) selain barang itu sendiri barang yang diminta akan berubah disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu : a.

  Tingkat pendapatan per kapita (per capita income) masyarakat; b. Cita rasa atau selera (taste) konsumen terhadap barang itu; c. Harga barang lain (prices of related goods), terutama barang pelengkap

  (complementary goods) dan barang pengganti (substitution goods); dan d. Harapan atau perkiraan konsumen (consumer expactation) terhadap harga barang yang bersangkutan.

  Hukum permintaan menyatakan bahwa apabila harga suatu barang naik, maka kuantitas/jumlah barang yang diminta/dibeli oleh konsumen akan menurun, dan sebaliknya jika hrag turun maka jumlah permintaan terhadap barang tersebut akan naik dengan asumsi faktor-faktor lain yang dianggap tetap (ceteris paribus) per

  Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, selain harga barang itu sendiri ada faktor lain yang dapat mempengaruhi jumlah permintaan atas suatu barang.

  Faktor-faktor lain tersebut dapat diukur secara kuantitatif besar pengaruhnya terhadap permintaab atas suatu barang. Dua faktor diantaranya adalah harga barang lain, dan pendapatan masyarakat. Untuk mengukur besarnya perubahan jumlah permintaan atas suatu barang yang diakibatkan oleh perubahan perubahan harga barang lain disebut elastisitas silang (cross elasticity). Sedangkan mengukur besarnya perubahan permintaan akibat berubahnya pendapatan masyarakat, disebut elastisitas pendapatan (income elasticity) (Bangun, 2007).

2.3 Penelitian Terdahulu

  Penelitian yang berjudul “Analisis Forecasting Ketersediaan Pangan 2015 Dalam Rangka Pemantapan Ketahanan Pangan Provinsi Sumatera Utara” oleh Selfia (2013) menganalisis bagaimana keadaan ketersediaan ketahanan pangan dan konsumsi pangan pada tahun 2015 di Provinsi Sumatera Utara dengan komoditi yang terdiri dari beras, jagung, ubi kayu, ubi jalar, daging sapi dan telur ayam. Metode analisis yang digunakan adalah analisis data kuantitatif untuk forecasting dengan menggunakan metode kuadrat terkecil. Adapun hasil dari analisis

  forecasting adalah sebagai berikut :

  1. Ketersediaan jagung, ubi kayu, ubi jalar, dan daging sapi pada tahun 2015 mengalami trend kenaikan sedangkan ketersediaan beras dan telur ayam mengalami trend penurunan.

  2. Konsumsi beras, jagung, ubi kayu, ubi jalar, daging sapi, dan telur ayam pada

2.4 Kerangka Pemikiran

  Komoditas daging sapi merupakan salah satu komoditas pangan yang memiliki peranan penting dalam menentukan ketersediaan pangan di dalam masyarakat dalam suatu daerah. Analisis forecasting ketersediaan daging sapi merupakan analisis untuk mengetahui berapakah ketersediaan daging sapi tahun tertentu, analisis meramalkan ketersediaan daging sapi dipengaruhi oleh produksi daging sapi dan impor daging sapi.

  Untuk mengetahui berapa ketersediaan dan berapa konsumsi daging sapi pada tahun 2020, maka dapat dianalisis melalui data ketersediaan daging sapi pada tahun 1999-2013. Dimana ketersediaan daging sapi dilihat dari dua faktor yaitu produksi daging sapi pada tahun 1999-2013 dan impor daging sapi dari tahun 1999-2013. Dengan data dan perhitungan forecasting pada tahun 1999-2013 tersebut maka akan diketahui konsumsi daging sapi pada tahun 2020 dan ketersediaan daing sapi tahun 2020.

  Kerangka pemikiran teoritis dalam penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut : KETERSEDIAAN DAGING

  SAPI TAHUN 1999-2013 : a. Produksi Daging Sapi b.

  Konsumsi Daging Sapi c Impor Daging Sapi

  ANALISIS FORECASTING KONSUMSI DAGING SAPI KETERSEDIAAN DAGING TAHUN 2020 SAPI TAHUN 2020

  

Gambar 1.Skema Kerangka Pemikiran

  Keterangan : : Menyatakan mempengaruhi : Menyatakan ada hubungan

2.5 Hipotesis Penelitian

  Berdasarkan uraian di atas, maka hipotesis dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Konsumsi daging sapi tahun 1999-2013 lebih tinggi dibandingkan produksi daging sapi tahun 1999-2013 di Provinsi Sumatera Utara.

  daging sapi serta ketersediaan daging sapi 2020 lebih tinggi dibandingkan konsumsi daging sapi 2020 di Provinsi Sumatera Utara.

Dokumen yang terkait

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Tinjauan Yuridis Kepemilikan Asing Terhadap Perusahaan Asuransi

0 0 15

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KONTRAK A. Pengertian dan Asas Hukum Kontrak - Analisis Hukum Terhadap Kontrak Pengadaan Alat-alat Kesehatan Pada Dinas Kesehatan Kota Tanjungbalai

0 0 19

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Analisis Hukum Terhadap Kontrak Pengadaan Alat-alat Kesehatan Pada Dinas Kesehatan Kota Tanjungbalai

0 0 16

Analisis Hukum Terhadap Kontrak Pengadaan Alat-alat Kesehatan Pada Dinas Kesehatan Kota Tanjungbalai

0 0 8

BAB II HUBUNGAN HUKUM INDUK PERUSAHAAN DENGAN ANAK PERUSAHAAN A. Status Badan Induk perusahaan dan Anak Perusahaan - Analisis Tanggung Jawab Induk Perusahaan Sebagai Penjamin Dalam Kepailitan Anak Perusahaannya

1 3 13

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Analisis Tanggung Jawab Induk Perusahaan Sebagai Penjamin Dalam Kepailitan Anak Perusahaannya

0 0 13

BAB II PENGATURAN MENGENAI KONSOLIDASI BUMN PERSERO DI INDONESIA A. Pengertian, Jenis, dan Bentuk BUMN - Akibat Hukum Atas Konsolidasi Bumn Persero Terhadap Pemegang Saham Minoritas

0 0 30

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Akibat Hukum Atas Konsolidasi Bumn Persero Terhadap Pemegang Saham Minoritas

0 0 17

BAB II PENGATURAN HUKUM INTERNASIONAL MENGENAI BATAS WILAYAH SUATU NEGARA A. Sejarah Perkembangan Hukum Laut Internasional - Penahanan Nelayan Yang Melanggar Wilayah Perairan Dan Wilayah Yurisdiksi Antara Indonesia – Malaysia Ditinjau Dari Hukum Internasi

0 0 17

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Penahanan Nelayan Yang Melanggar Wilayah Perairan Dan Wilayah Yurisdiksi Antara Indonesia – Malaysia Ditinjau Dari Hukum Internasional

0 0 27