BAB II HUBUNGAN HUKUM INDUK PERUSAHAAN DENGAN ANAK PERUSAHAAN A. Status Badan Induk perusahaan dan Anak Perusahaan - Analisis Tanggung Jawab Induk Perusahaan Sebagai Penjamin Dalam Kepailitan Anak Perusahaannya

  

BAB II

HUBUNGAN HUKUM INDUK PERUSAHAAN DENGAN ANAK

PERUSAHAAN

A. Status Badan Induk perusahaan dan Anak Perusahaan Pasal 1 angka 1 UUPT, elemen pokok yang melahirkan suatu Perseroan

  sebagai badan hukum, harus terpenuhi dengan syarat-syarat berikut: 1.

  Merupakan persekutuan modal.

  Perseroan sebagai badan hukum memiliki “modal dasar” yang disebut

  authorized capital , yakni jumlah modal yang disebutkan atau dinyatakan

  14

  dalam Akta Pendirian atau Anggaran Dasar Perseroan. Modal dasar tersebut terdiri dan terbagi dalam saham atau sero. Modal yang terdiri dan terbagi atas saham itu dimasukkan para pemegang saham dalam status mereka sebagai anggota perseroan dengan cara membayar saham tersebut kepada perseroan.

  Jadi, ada beberapa orang pemegang saham yang bersekutu mengumpulkan modal untuk melaksanakan kegiatan perusahaan yang dikelola perseroan.

  Besarnya modal dasar perseroan menurut Pasal 31 ayat (1) UUPT terdiri atas seluruh “nilai nominal” saham, selanjutnya menurut Pasal 32 ayat (1) tersebut, modal dasar perseroan paling sedikit Rp. 50.000.000,- (lima puluh

  15 juta rupiah).

14 Syahrul, Muhammad Afni Nazar, Ardiyas, Kamus Lengkap Ekonomi (Jakarta: Citra Harta Prima Jakarta, 2000), hlm. 98.

  2. Didirikan berdasarkan perjanjian Perseroan sebagai badan hukum, didirikan berdasarkan perjanjian. Demikian penegasan bunyi Pasal 1 angka 1 UUPT. Oleh karena itu, perseroan sebagai persekutuan modal antara pendiri dan/atau pemegang saham, harus memenuhi ketentuan hukum perjanjian yang diatur dalam Buku III KUHPerdata khususnya Bab Kedua. Jika ditinjau dari segi hukum perjanjian, pendirian perseroan sebagai badan hukum bersifat “kontraktual” yakni berdirinya perseroan merupakan akibat yang lahir dari perjanjian. Selaian bersifat kontraktual, juga bersifat konsensual berupa adanya kesepakatan untuk mengikat perjanjian mendirikan perseroan. Sesuai dengan ketentuan Pasal 27 ayat (1) UUPT, supaya perjanjian untuk mendirikan perseroan sah menurut Undang-Undang, pendirinya paling sedikit dua orang atau lebih. Hal ini ditegaskan dalam penjelasan Pasal 27 ayat (1) alinea kedua, bahwa prinsip yang berlaku berdasar Undang-Undang ini, perseroan sebagai badan hukum didirikan berdasarkan perjanjian. Oleh karena itu lebih dari satu orang

  16 pemegang saham.

  3. Melakukan kegiatan usaha Sesuai dengan Pasal 2 UUPT, suatu perseroan harus mempunyai maksud dan tujuan serta kegiatan usaha. Seterusnya dalam Pasal 18 UUPT ditegaskan, maksud dan tujuan serta kegiatan usaha itu harus dicantumkan dalam anggaran dasar perseroan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.

  Berdasarkan penjelasan Pasal 18, maksud dan tujuan merupakan “usaha pokok” perseroan sedangkan kegiatan usaha merupakan “kegiatan yang dijalankan” oleh perseroan dalam rangka mencapai maksud dan tujuan. Oleh karena itu, suatu perseroa yang tidak mempunyai kegiatan usaha, dianggap tidak eksis lagi. Meskipun dalam anggaran dasar ada dicantumkan secara rinci, namun apabila kegiatan tersebut dalam anggaran dasar tidak ada aktivitasnya, pada dasarnya Perseroan itu dianggap tidak eksis lagi sebagai

  17 badan hukum.

4. Lahirnya perseroan melalui proses hukum dalam bentuk pengesahan pemerintah.

  Kelahiran badan hukum karena dicipta dan diwujudkan melalui proses hukum sesuai dengan ketentuan perundang-undangan. Pengertian badan hukum berasal dari bahasa Latin yang disebut Corpus atau Body. Hal ini berbeda dengan manusia. Kelahiran manusia sebagai badan hukum, melalui proses alamiah. Sebaliknya perseroan lahir sebagai badan hukum tercipta melalui proses hukum. Itu sebabnya perseroan disebut makhluk badan hukum yang

  18

  berwujud artifisial yang dicipta negara melalui proses hukum: a.

  Untuk proses kelahirannya, harus memenuhi syarat-syarat yang ditentukan peraturan perundang-undangan, b.

  Apabila persyaratan tidak terpenuhi, kepada perseroan yang bersangkutan tidak diberikan keputusan pengesahan untuk berstatus sebagai badan hukum oleh pemerintah, dalamhal ini adalah Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia. Proses kelahiran Perusahaan sebagai badan hukum multak didasarkan pada Keputusan Pengesahan oleh Menteri. Hal itu ditegaskan pada Pasal 7 ayat (2) UUPT yang berbunyi: “Perseroan memperoleh status badan hukum pada tanggal diterbitkannya Keputusan Menteri mengenai pengesahan badan hukum Perseroan”.

  Keberadaan sebagai badan hukum dibuktikan berdasarkan Akta Pendirian yang di dalamnya tercantum anggaran dasar Perseroan. Apabila anggaran dasar telah mendapat “pengesahan” Menteri, Perseroan menjadi subjek hukum korporasi. Pada dasarnya sifat eksistensinya sebagai subjek hukum perseroan adalah terus menerus atau abadi, terutama apabila dalam anggaran dasar tidak ditentukan jangka waktunya, boleh dikatakan keberadaannya abadi. Kematian, pengalihan dan berhentinya pemegang saham dan diberhentikannya atau digantinya anggota direksi maupun karyawan perseroan, semua peristiwa itu tidak mempengaruhi dan tidak menimbulkan akibat terhadap kelanjutan hidup dan

  19 eksistensi perseroan.

  Perseroan sebagai makhluk atau subjek hukum secara artifisial disahkan oleh negara menjadi badan hukum memang tetap tidak bisa dilihat dan tidak dapat diraba. Akan tetapi, eksistensinya ada sebagai subjek hukum yang terpisah dan bebas dari pemiliknya atau pemegang sahamnya maupun pengurus dalam hal ini direksi perseroan. Secara terpisah dan independen perseroan melalui pengurus dapat melakukan perbuatan hukum seperti melakukan kegiatan untuk dan atas nama perseroan membuat perjanjian, transaksi , menjual aset dan menggugat atau digugat serta dapat hidup bernapas seperti layaknya manusia selama jangka waktu

  20 berdirinya seperti yang ditetapkan dalam anggaran dasar belum berakhir.

  Status badan Induk perusahaan dan anak perusahaan adalah memiliki status sendiri-sendiri sebagai badan hukum. Keduanya memiliki status hukum yang sah sebagai badan hukum dengan memenuhi syarat-syarat seperti yang dikemukan di atas dan melakukan kegiatan usaha. Induk perusahaan tetap eksis sebagai perusahaan yang didirikan berdasarkan hukum Indonesia dan Anak perusahaan juga memiliki status badan hukum yang sama dan mandiri.

  Terhadap induk perusahaan dan anka perusahaan yang berbadan hukum mandiri berlaku prinsip hukum yang menjadi pondasi dasar perseroan terbatas atau bedrock principle yang meliputi pengesahan badan hukum, status badan hukum perseroan sebagai subjek hukum mandiri atau separate legal entity dan

  

limited liability . pengesahan status badan hukum memberikan legitimasi kepada

  suatu badan usaha untuk menyandang status badan hukum perseroan, sebagaimana ketentuan Pasal 1 ayat (1) UUPT yang menyatakan bahwa perseroan

  21 terbatas adalah badan hukum.

  B.

  

Campur Tangan Induk perusahaan ke dalam Bisnis Anak Perusahaan

  Seperti juga induk perusahaan yang merupakan suatu badan hukum (legal yang mandiri dan terpisah dengan badan hukum lainnya, maka anak

  entity)

  perusahaan juga pada umumnya berbentuk Perseroan Terbatas, yang tentu juga mempunyai kedudukan yang mandiri. Sebagai badan hukum, maka anak perusahaan merupakan penyandang hak dan kewajiban sendiri. Dan juga mempunyai kekayaan sendiri, yang terpisah secara yuridis dengan harta kekayaan pemegang sahamnya. Tidak kecuali apakah pemegang sahamnya itu merupakan

  22 induk perusahaan ataupun tidak.

  Berdasarkan prinsip kemandirian badan hukum tersebut, maka pada prinsipnya secara hukum, induk perusahaan dalam kedudukannya sebagai induk perusahaan tidak punya kewenangan hukum untuk mencampuri manajemen dan

  

policy anak perusahaan. Menurut teori ilmu hukum maka keterlibatan induk

  perusahaan terhadap bisnisnya anak perusahaan hanya dimungkinkan dalam hal-

  23

  hal sebagai berikut: 1.

  Melalui direktur dan komisaris yang diangkat oleh induk perusahaan sebagai pemegang-pemegang saham,sejauh tidak bertentangan dengan anggaran dasar perusahaan.

2. Melalui hubungan yang kontraktual dan sejauh tidak bertentangan dengan anggaran dasar perusahaan.

  Berdasarkan perspektif hukum, pada perusahaan tunggal pemegang saham perseorangan berlaku limitid liability. direksi perseroan memiliki kemandirian untuk menjalankan operasional dan pengambilan keutusan perusahaan sehari-hari, sedangkan pemegang saham perseorangan tidak memiliki kepentingan dan kekuasaan atas jalannya perseroan sehingga terbebas dari tanggung jawab terhadap utang dan tindakan perseroan. sebaliknya, pada perusahaan grup 22 Budi Fitriadi,

  “Kuliah Online Hukum Bisnis”, permasalahan timbul dari tanggung jawab anak perusahaan yang dikontrol ketika modal ekuitas dimiliki oleh induk perusahaan dan bisnis dijalankan secara de jure

  24 dan de facto oleh induk perusahaan yang menjalankan pimpinan sentral.

  Berdasarkan perspektif ekonomi, pengakuan terhadap prinsip limited liability di seluruh dunia lebih diarahkan untuk mendukung aspek ekonomis dan efisiensi kegiatan bisnis. tidak ada keraguan bahwa prinsip limited liability memberikan keuntungan berupa efisiensi ketika diterapkan pada perseroan tunggal situasi yang berbeda ditunjukkan ketika limited liability diterapkan pada anak perusahaan karena situasi pada perusahaan grup lebih menyerupai perseroan tertutup, dibandingkan dengan perseroan terbuka yang dimiliki oleh pemegang saham perseorangan dengan jumlah yang tidak berhingga dan dikelola oleh direksi yang

  25 independen dengan keberadaan pemegang saham perseorangan.

  Merupakan fakta yang tidak terbantahkan bahwa melalui approach dari segi ekonomi, maka grup perusahaan secara keseluruhan, di mana di dalamnya terdapat induk dan anak perusahaan, dianggap merupakan suatu kesatuan. Hal yang demikian berlaku, baik terhadap grup investasi maupun terhadap grup manajemen. Karena merupakan suatu kesatuan ekonomi maka grup perusahaan mestinya dikomandokan pula oleh induk perusahaan. Hanya saja erat longgarnya sentralisasi manajemen oleh induk perusahaan pada kenyataannya bervariasi, mengikuti bentuk grup yang bagaimana yang dipilih oleh induk perusahaan.

  Manajemen sentralisasi grup perusahaan pengaturannya cukup ketat, sementara dalam grup investasi pengaturan oleh induk perusahaan cukup longgar. Demikian pula wewenang dan peran yang dimainkan oleh induk perusahaan dalam grup perusahaan yang tersentralisasi jauh lebih ketat dibandingkan dengan yang terdapat dalam grup perusahaan yang menganut prinsip desentralisasi. Jika melalui pendekatan ekonomi suatu kelompok perusahaan dianggap merupakan suatu kesatuan, maka lain halnya apabila dilakukan pendekatan dari segi hukum. Ilmu hukum mengajarkan bahwa sebagai badan hukum, maka masing-masing anak perusahaan maupun induk perusahaannya berkedudukan terpisah atau sama lain. Jika dicari benang merah yang menghubungkan satu anak perusahaan dengan anak perusahaannya lainnya, ataupun dengan induk perusahaan, paling-paling hanya lewat kedudukan dan peran yang dimainkan oleh para pemegang sahamnya. Yakni lewat mekanisme RUPS, yang secara yuridis memang mempunyai kedudukan tertinggi dan menentukan dalam suatu perusahaan. Atau dapat juga benang merah tersebut diciptakan lewat ikatan-ikatan kontraktual yang bersifat

  26 temporer, sejauh tidak bertentangan dengan anggaran dasar perusahaan.

  Pendekatan ekonomi terhadap hubungan antara perusahaan-perusahaan jelas dalam suatu grup perusahaan konglomerat ternyata berbeda dengan pendekatan dari segi hukum. Di satu pihak, pendekatan ekonomi lebih dilatarbelakangi dan didasari oleh kebutuhan kebutuhan dalam praktek bisnis, jadi lebih praktis dan pragmatis, sementara pendekatan yuridis lebih bersifat konvensional, sehingga lebih teoritis. Tentu saja perbedaan pandangan dari sektor ekonomi dan sektor hukum ini tidak reasonable untuk dipertahankan terus. Titik temu di antara keduanya tentu harus dicari, karena hal tersebut merupakan

  27 kebutuhan manusia dalam berbisnis.

  Fenomena dalam dunia bisnis bahwa grup usaha konglomerat cenderung dianggap sebagai suatu kesatuan ekonomi, maka implikasinya ke dalam sektor hukum antara lain berupa diterobosnya batas-batas kemandirian badan hukum dari anak perusahaan maupun induk perusahaan. Sebagai konsekwensi logis,

  28

  berkembanglah teori-teori hukum tentang: 1.

  Ikutnya ditarik induk perusahaan, maupun anak perusahaan lain dalam satu grup dalam hal-hal tertentu untuk mempertanggungjawabkan perusahaan hukum yang dilakukan oleh salah satu atau lebih anak perusahaan.

2. Berwenangnya pihak induk perusahaan dalam batas-batas tertentu untuk mencampuri urusan bisnis anak perusahaan.

  Ikut campur induk perusahaan ke dalam bisnis anak perusahaan lewat sarana-sarana yuridis, yaitu secara organik (penunjukan organ perusahaan), atau secara kontraktual, maka dalam batas-batas tertentu hukum harus pula mentolerir ikut campur induk perusahaan tersebut secara non konvensional. Misalnya dalam hal sentralisasi terhadap penentuan policy perusahaan, manajemen dan

  29 keuangan.

  Ikut campur induk perusahaan tersebut akan terkait dengan kepentingan berbagai pihak, maka berbagai benturan kepentingan sangat mungkin terjadi.

27 Ibid.

  Adapun di antara para pihak yang kemungkinan akan mengalami benturan

  30

  kepentingan tersebut dapat disebutkan sebagai berikut: 1.

  Pihak induk perusahaan (pemilik perusahaan).

  2. Pihak pengurus induk perusahaan.

  3. Pihak komisaris induk perusahaan.

  4. Pihak pemegang saham minoritas dalam induk perusahaan.

  5. Pihak anak perusahaan.

  6. Pihak pengurus dari anak perusahaan.

  7. Pihak komisaris dari anak perusahaan.

  8. Pihak pemegang saham minoritas dalam anak perusahaan.

  9. Pihak pekerja/karyawan pada induk perusahaan.

  10. Pihak pekerja/karyawan pada anak perusahaan.

  11. Pihak kreditur dari induk perusahaan, dan 12.

  Pihak kreditur dari anak perusahaan.

  Salah satu tapal batas bagi induk perusahaan dalam mencampuri urusan bisnis anak perusahaan adalah jika dengan perbuatannya itu tidak merugikan pihak-pihak tersebut di atas.

C. Tanggung Jawab Induk Perusahaan terhadap Perikatan yang Dibuat Anak Perusahaannya

  Sebuah perusahaan dalam menjalankan usahanya pasti berhubungan dengan pihak lain yaitu pihak ketiga. Perusahaan melakukan transaksi jual beli, kredit dari perbankan, sewa menyewa dan lain sebagainya. Biasanya, jika transaksi berjalan dengan lancar atau tidak ada masalah, kondisinya akan aman- aman saja, namun bila terjadi sebaliknya terjadi masalah seperti melakukan wanprestasi, maka yang dicari adalah mengenai tanggung jawab. Berhubung yang melakukan transaksi adalah perusahaan, maka masalah transaksi dipengaruhi oleh statusnya, apakah berstatus badan hukum atau tidak. Adanya perbedaan status

  31 tersebut berpengaruh pada siapa yang harus bertanggung jawab.

  Sebuah badan hukum memiliki kekayaan sendiri yang terpisah dari pengurus. Dalam perseroan terbatas modal yang terbagi dalam saham merupakan modal perusahaan, demikian pula badan hukum dapat melakukan perbuatan hukum yang diwakili oleh pengurusnya. Oleh karena kedudukannya sebagai subjek hukum segala perbuatan badan hukum menjadi tanggung jawab badan hukum itu sendiri bukan tanggung jawab pengurusnya, pemegang saham hanya menanggung sebesar nilai saham yang dimasukkan. Sehubungan itu, perseroan terbatas yang berstatus sebagai badan hukum, segala perbuatan pengurus atas nama perseran yang dilakukan dengan itikad baik yang bertanggung jawab adalah

  32 perusahaannya.

  Berdasarkan KUHD Pasal 40 ayat (2) dinyatakan bahwa pemegang saham tidak bertanggung jawab lebih dari jumlah saham yang ia miliki. Prinsip yang sama juga diberlakukan oleh UUPT yang menyatakan secara tegas: “Perseroan Terbatas merupakan badan hukum dan tanggung jawab hanya sebatas saham- saham yang diambil oleh pemegang saham. Hal ini diatur dalam UUPT Pasal 3. 31 Gatot Supramono, Kedudukan Perusahaan Sebagai Subjek dalam Gugatan Perdata Hanya saja UUPT menegaskan tentang adanya beberapa pengecualian atas prinsip keterbatasan tanggung jawab badan hukum yang bersangkutan, termasuk untuk menarik pihak induk perusahaan sebagai pemegang saham untuk ikut mempertanggungjawabkan perbuatan hukum yang dilakukan oleh anak perusahaannya.

  Namun, induk perusahaan dapat diminta pertanggungjawaban apabila

  33

  dapat dibuktikan, bahwa: 1.

  Ikutnya induk perusahaan dalam menentukan manajemen perusahaan, keuangan, keputusan bisnis yang menyebabkan kerugian perseroan, misalnya dalam mengambil kredit dari perbankan ikut menetukan jumlah, peruntukannya dan penggunaannya sehingga perseroan mengalami kerugian atau pailit.

  2. Perbuatan yang dilakukan oleh anak perusahaan utuk kepentingan induk perusahaan.

  3. Induk perusahaan secara tidak layak mengabaikan masalah kecukupan finansial dari anak perusahaan.

  Tidak hanya gugatan perdata yang dapat diajukan kepada induk perusahaan selaku pemegang saham apabila ternyata induk perusahaan ikut campur dalam manajemen keuangan anak perusahaan, maka induk perusahaan atau perusahaan Grup dapat dituntut secara pidana.

  Induk perusahaan dalam kegiatan operasional perusahaan dapat melakukan kontrak-kontrak yang bersifat kebendaan dan hubungan dengan kegiatan anak perusahaan, sehingga tangung jawab yuridis dari perbuatan yang dilakukan anak perusahaan sampai batas-batas tertentu dapat dibebankan kepada induk perusahaan. Hubungan hukum antara anak perusahaan dengan induk perusahaan hanya sebatas pada pemegang saham saja. jika anak perusahaan melakukan perikatan dengan induk perusahaan, hal ini tidak berbeda dengan anak perusahaan melakukan perikatan dengan pihak lainnya. Namun, jika induk perusahaan memiliki kedudukan sebagai penjamin dapat terjadi misalnya dalam hal asset- asset dari induk perusahaan ikut menjadi jaminan terhadap utang-utang yang

  34 dibuat oleh anak perusahaan.

  Dasar pertanggungjawaban induk perusahaan terhadap anak perusahaan dikarenakan induk perusahaan ikut mengikatkan diri sebagai penjamin dalam hubungan hukum berupa perikatan yang dilakukan anak perusahaannya. Atas dasar pengikatan diri tersebut, induk perusahaan ikut sebagai pihak yang bertanggung jawab atas perikatan tersebut.

Dokumen yang terkait

Analisis Yuridis Penanganan Dugaan Penyimpangan Kredit Perbankan Oleh Otoritas Jasa Keuangan

0 0 37

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Analisis Yuridis Penanganan Dugaan Penyimpangan Kredit Perbankan Oleh Otoritas Jasa Keuangan

0 0 18

BAB II MEKANISME PENYELESAIAN SENGKETA INTERNASIONAL TERHADAP KONFLIK WILAYAH PERAIRAN MENURUT HUKUM INTERNASIONAL A. Dasar Penetapan Perbatasan Negara - Resolution Of Bangladesh-India Maritime Boundary Dalam Model Penyelesaian Sengketa Terhadap Laut Cina

0 1 57

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang. - Resolution Of Bangladesh-India Maritime Boundary Dalam Model Penyelesaian Sengketa Terhadap Laut Cina Selatan

0 0 20

Resolution Of Bangladesh-India Maritime Boundary Dalam Model Penyelesaian Sengketa Terhadap Laut Cina Selatan

0 0 11

BAB II PERIZINAN DALAM PENDIRIAN PERUSAHAAN ASURANSI A. Perkembangan Usaha Perasuransian di Indonesia - Tinjauan Yuridis Kepemilikan Asing Terhadap Perusahaan Asuransi

0 0 32

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Tinjauan Yuridis Kepemilikan Asing Terhadap Perusahaan Asuransi

0 0 15

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KONTRAK A. Pengertian dan Asas Hukum Kontrak - Analisis Hukum Terhadap Kontrak Pengadaan Alat-alat Kesehatan Pada Dinas Kesehatan Kota Tanjungbalai

0 0 19

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Analisis Hukum Terhadap Kontrak Pengadaan Alat-alat Kesehatan Pada Dinas Kesehatan Kota Tanjungbalai

0 0 16

Analisis Hukum Terhadap Kontrak Pengadaan Alat-alat Kesehatan Pada Dinas Kesehatan Kota Tanjungbalai

0 0 8