PERSPEKTIF RENTENIR DITINJAU DARI HUKUM

MAKALAH

HUKUM
PERBANKAN
PERSPEKTIF RENTENIR
DITINJAU DARI
HUKUM PERBANKAN DAN
HUKUM SYARIAH

Oleh:
Muh. Aspar

:

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SEMBILAN BELAS
NOVEMBER KOLAKA
2014

PERSPEKTIF RENTENIR
DITINJAU DARI

HUKUM PERBANKAN
DAN
HUKUM SYARIAH

Makalah HUKUM PERBANKAN
1
UNIVERSITAS SEMBILAN BELAS NOVEMBER KOLAKA 2014

FAKULTAS HUKUM

Makalah HUKUM PERBANKAN
2
UNIVERSITAS SEMBILAN BELAS NOVEMBER KOLAKA 2014

FAKULTAS HUKUM

KATA PENGANTAR

Assalamu Alaikum Wr Wb
Puji syukur Alhamdulillah kita panjatkan Khadirat Allah SWT karena

rahmat dan hidayah-Nyalah sehingga kami bisa menyelesaikan makalah
“HUKUM
RENTENIR

PERBANKAN
DITIJAU

yang

DARI

membahas

HUKUM

tentang

PERBANKAN

PERSPEKTIF

DAN

HUKUM

SYARIAH“ tepat pada waktunya. Tidak lupa kami ucapkan terimah kasih
kepada Dosen pembimbing kami yang telah memberikan tugas ini
sehingga

kami

lebih

banyak

mengetahui

tentang

Hal


HUKUM

PERBANKAN DAN SYAR IAH
Kami berharap makalah ini dapat bermanfaat terutama pada kami sebagai
penyusun makalah dan pembaca. Namun dalam pembuatan makalah ini,
kami

menyadari

masih

banyak

kekurangan

didalamnya.

Kami

mengharapkan kritik dan saran yang bermanfaat. Terima kasih


Wassalam

Penulis

Makalah HUKUM PERBANKAN
2
UNIVERSITAS SEMBILAN BELAS NOVEMBER KOLAKA 2014

FAKULTAS HUKUM

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ...................................................................................... i
.......................................................................................................................
.......................................................................................................................
.......................................................................................................................
KATA PENGANTAR .................................................................................... ii
DAFTAR ISI ................................................................................................ ii
BAB I PENDAHULUAN .............................................................................. 1

A. LATAR BELAKANG ......................................................................... 1
B. TUJUAN ........................................................................................... 3
BAB II PEMBAHASAN ............................................................................... 4
A. Pengertian Rentenir ........................................................................ 4
a. Kelebihan Rentenir .................................................................... 4
b. Kekurangan Rentenir ................................................................. 5
B. Perspektif Rentenir Menurut Hukum Pebankan ...............................6
C. Perspektif Rentenir Menurut Hukum Syariah .................................14
a. Definisi Riba ..............................................................................15
b. Hukum Riba ..............................................................................15
BAB III KESIMPULAN .............................................................................. 18
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 19

Makalah HUKUM PERBANKAN
3
UNIVERSITAS SEMBILAN BELAS NOVEMBER KOLAKA 2014

FAKULTAS HUKUM

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Permasalahan

ekonomi

memang tidak ada habisnya.

yang

terjadi

dalam

masyarakat

Hal ini disebabkan terjadinya krisis

ekonomi berkepanjangan yang tentunya sangat merugikan dan

meresahkan masyarakat. Kesulitan ekonomi ini tak jarang membuat
masyarakat sulit untuk memenuhi kebutuhan sehari-harinya. Keadaan
ini akan membuat masyarakat yang notabene hanya pengusaha kecil
akan

menjadi

sulit

dalam

membangun

usaha

mereka

yang

disebabkan modal mereka hanya sedikit dan tidak mudah untuk

menemukan tempat untuk meminjam modal. Dan pada saat seperti
inilah peran bank di masyarakat akan sangat dibutuhkan.
Bank merupakan salah satu institusi yang sangat berperan
dalam bidang perekonomian suatu negara (khususnya dibidang
pembiayaan perekonomian). Hal ini, didasarkan atas fungsi utama
bank yang merupakan lembaga intermediasi antara pihak yang
kelebihan dana (surplus of fund) dengan pihak yang memerlukan
dana (lack of fund). Dengan adanya Bank di masyarakat, maka
diharapkan akan membantu masyarakat dalam meningkatkan usaha
Seiring dengan berjalannya waktu, masyarakat kecil mulai
meninggalkan bank dan beralih ke Rentenir atau bank ilegal, hal ini
disebabkan dalam proses peminjaman dalam bank sangat sulit dan
lama,

padahal

masyarakat

tidak


bisa

menunggu

lama

yang

disebabkan persaingan usaha semakin lama semakin ketat. Hal ini
diperkuat dengan pernyataan Siti (47 tahun) salah satu masyarakat

Makalah HUKUM PERBANKAN
1
UNIVERSITAS SEMBILAN BELAS NOVEMBER KOLAKA 2014

FAKULTAS HUKUM

ambulu yang menyatakan “saya dulu memang pinjam di bank, tapi
sekarang saya tidak meminjam lagi karena proses peminjamannya
sangat ruwet dan lama, padahal saya ingin cepat punya modal. Dan

sekarang saya lebih sering meminjam ke rentenir yang prosesnya
gampang dan cepat”.
Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti (penulis) tertarik
untuk membahas upaya-upaya pemerintah untuk mengatasi rentenir
(bank illegal) di masyarakat.

Makalah HUKUM PERBANKAN
2
UNIVERSITAS SEMBILAN BELAS NOVEMBER KOLAKA 2014

FAKULTAS HUKUM

B. TUJUAN
1. Mengetahui Pengertian Rentenir
2. Mengetahui Kelbihan dan Kekurangan Rentenir
3. Membahas Masalah Perspektif Rentenir yang ditinjau dari Hukum
Perbankan dan Hukum Syariah
4. Mencari solusi untuk mengatasi permasalahan yang sering
ditimbulakan

dengan

adanya

Rentenir

di

tengah-tengah

masyarakat
5. Mengetahui definisi dan hukum Riba dalam Islam

Makalah HUKUM PERBANKAN
3
UNIVERSITAS SEMBILAN BELAS NOVEMBER KOLAKA 2014

FAKULTAS HUKUM

BAB II
PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN RENTENIR
Rentenir adalah suatu jenis pekerjaan yang sesungguhnya tidak
jauh berbeda dengan bank dan lembaga keuangan non bank yang
bergerak dibidang jasa pelayanan simpan pinjam uang. Sebagai
contoh lembaga tersebut seperti Penggadaian, Koperasi Simpan
Pinjam (KSP), Bank Perkreditan Rakyat (BPR) dan Bank Umum.
Perbedaannya

terletak

di

statusnya

dimana

rentenir

adalah

wiraswasta yang tidak berbadan hukum, yang mengolah usahanya
sendiri,

dengan

kebijakan

dan

peraturan

sendiri.

Sementara

Pegadaian, KSP, BPR dan Bank Umum adalah suatu institusi
berbadan hukum dengan peraturan dan kebijakannya disesuaikan
pada ketentuan-ketentuan dan ketetapan-ketetapan pemerintah atau
lembaga ekonomi lainnya.
Adapun kelebihan dan kekurangan rentenir yaitu:
a. Kelebihan Rentenir
Keunggulan

rentenir

dapat

dilihat

dari

proses

peminjamannya. Pinjaman yang dikeluarkan oleh rentenir lebih
mudah, cepat dan tidak perlu agunan (didasarkan rasa saling
percaya). Peminjam yang baru biasanya diperlakukan dengan
sangat baik, selanjutnya disesuaikan dengan prilaku dari masingmasing peminjam. Jumlah besar dan kecilnya pinjaman tidak
dibatasi,

tergantung

kepada

kemampuan

pemberi

pinjaman

demikian juga kebutuhan peminjam. Peminjam tidak perlu repot
mendatangi pemberi pinjaman untuk membayar cicilan pinjaman

Makalah HUKUM PERBANKAN
4
UNIVERSITAS SEMBILAN BELAS NOVEMBER KOLAKA 2014

FAKULTAS HUKUM

atau

sekedar

bunga

pinjaman,

karena

biasanya

pemberi

pinjamanlah yang mendatangi para peminjam uang bahkan ke kios
atau ke rumah mereka.
b. Kekurangan Rentenir
Adapun rentenir memiliki kekurangan dimana hal ini yang
dapat membuat peminjam mengeluh, bahkan kabur dari tanggung
jawabnya. Bunganya terlalu besar, biasanya rentenir menetapkan
bunga dengan interval 10% sampai dengan 30 %. Sementara kalau
dibandingkan pinjaman dari Penggadaian, Koperasi Simpan
Pinjam, BPR dan Bank Umun, yang mana kisaran bunganya tidak
lebih dari 10% sampai dengan 15% (berptokan pada suku bunga
acuan Bank Indonesia) atau bahkan hanya 3% sampai dengan 4 %
dalam menetapkan bunga. Penagihan pinjaman dilakukan dengan
tindakan sewenang-wenang kepada nasabah yang mulai telat
dalam

membayar

cicilan.

Karena

tidak

ada

jaminan

atau

agunannya, banyak nasabah yang akhirnya melarikan diri, karena
tidak sanggub membayar. Biasanya rentenir memiliki tukang pukul
untuk mengejar nasabah yang melarikan diri dari tanggung
jawabnya.
Rentenir disamping memudahkan masyarakat, juga sangat
menyengsarakan masyarakat dalam segi pembayaran pinjaman dan
cara penagihan hutang. Hal ini tentunya mengundang tindakan dari
pemerintah untuk mengatasi perkembangan rentenir (bank illegal) di
masyarakat

B. PERSPEKTIF RENTENIR MENURUT HUKUM PEBANKAN
Rentenir disamping memudahkan masyarakat, juga sangat
menyengsarakan masyarakat dalam segi pembayaran pinjaman dan

Makalah HUKUM PERBANKAN
5
UNIVERSITAS SEMBILAN BELAS NOVEMBER KOLAKA 2014

FAKULTAS HUKUM

cara penagihan hutang. Hal ini tentunya mengundang tindakan dari
pemerintah untuk mengatasi perkembangan rentenir (bank illegal) di
masyarakat.
Sejak dahulu, perjanjian pinjam-meminjam uang disertai
dengan bunga adalah merupakan salah satu bentuk perjanjian yang
dikenal oleh masyarakat Indonesia, dan hal ini dapat dikatakan telah
membudaya. Namun, khusus bagi umat Islam perbuatan ini dikenal
sebagai riba yang diharamkan menurut ajaran Islam sebagaimana
ditegaskan dalam Alqur'an.
Dalam sistem hukum positif Indonesia, perjanjian pinjammeminjam yang disertai bunga merupakan suatu bentuk perjanjian
yang lahir berdasarkan atas kepakatan antara pemilik uang dan pihak
peminjam. Perjanjian semacam ini, di satu pihak dikenal atau
diperbolehkan baik dalam sistem Hukum Adat maupun dalam sistem
Hukum Perdata, dan di lain pihak tidak ada larangan dalam Hukum
Pidana (khususnya tindak pidana perbankan). Sehingga adalah
sangat keliru kalau seseorang yang meminjamkan uang dengan
bunga dikatakan menjalankan praktik "bank gelap" (istilah ini bukan
istilah hukum dan tidak dikenal dalam UU Perbankan),
Pada dasarnya, yang dimaknai dengan bank gelap adalah
orang atau pihak-pihak yang menjalankan kegiatan yang seolah-olah
bertindak sebagai bank, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 ayat
(1) jo. Pasal 16 ayat (1) UU No. 10 Tahun 1998 tentang Perubahan
Atas UU No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan (“UU 10/1998”).
Pasal 46 ayat (1) UU No. 10/1998, merumuskan sebagai
berikut, "Barang siapa menghimpun dana dari masyarakat dalam
bentuk

simpanan

tanpa

izin

dari

Pimpinan

Bank

Indonesia

sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 16, diancam dengan

Makalah HUKUM PERBANKAN
6
UNIVERSITAS SEMBILAN BELAS NOVEMBER KOLAKA 2014

FAKULTAS HUKUM

pidana penjara sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun dan paling lama 15
(lima belas) tahun serta denda sekurang-kurangnya Rp10 miliar dan
paling banyak Rp200 miliar”.
Dari rumusan Pasal 46 ayat (1) UU No. 10/1998 di atas, jelas
yang dilarang adalah perbuatan menghimpun dana dari masyarakat.
Sedangkan, perbuatan yang dilakukan pihak yang menyalurkan atau
meminjamkan uang dengan bunga (rentenir) tidak dilarang dalam UU
Perbankan, sehingga demikian rentenir tidak dapat dikualifisir sebagai
suatu tindak pidana perbankan, dengan kata lain tidak menjalankan
usaha bank gelap.
Dalam kasus yang diduga praktik "bank gelap", yang akhir-akhir
ini muncul dipermukaan, pihak tersangka tidak menghimpun dana dari
masyarakat, tetapi hanya menyalurkan dana kepada masyarakat yang
disertai bunga s/d 10%. Dengan demikian sangat keliru kalau
dikatakan telah terjadi praktik "bank gelap" yang merupakan suatu
kejahatan perbankan. Untuk jelasnya seseorang barulah dapat
dikatakan menjalankan praktik "bank gelap" bila ia menghimpun dana
masyarakat dan sekaligus menyalurkan dana kepada masyarakat
tanpa izin dari Pimpinan Bank Indonesia.
Jadi

menjawab

pertanyaan

di

atas,

perbuatan

pinjam

meminjam uang disertai bunga adalah suatu perbuatan yang legal
atau perbuatan tidak terlarang yang tidak dapat dipidana.
Argumentasi hukum dari pernyataan tersebut di atas didukung
oleh aturan undang-undang, dalam hal ini BW (Burgerlijk Wetboek)
atau yang populer dengan sebutan Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata (“KUH Perdata”) yang sampai saat ini masih berlaku. Dasar
hukum perjanjian pinjam-meminjam uang adalah Pasal 1754 KUH
Perdata, yang merumuskan sebagi berikut:

Makalah HUKUM PERBANKAN
7
UNIVERSITAS SEMBILAN BELAS NOVEMBER KOLAKA 2014

FAKULTAS HUKUM

"Pinjam-meminjam adalah suatu perjanjian dengan mana pihak yang
satu memberikan kepada pihak yang lain suatu jumlah tertentu
barang-barang yang habis karena pemakaian, dengan syarat bahwa
pihak yang terakhir ini akan mengembalikan sejumlah yang sama dari
jenis dan mutu yang sama pula."
Adapun

mengenai

pinjam-meminjam uang

yang

disertai

dengan bunga dibenarkan menurut hukum, hal ini berdasarkan
ketentuan Pasal 1765 KUH Perdata, yang merumuskan "bahwa
adalah diperbolehkan memperjanjikan bunga atas pinjaman uang atau
barang lain yang habis karena pemakaian".
Sampai berapa besar "bunga yang diperjanjikan" tidak
disebutkan, hanya dikatakan: asal tidak dilarang oleh undangundang. Pembatasan bunga yang terlampau tinggi hanya dikenal
dalam bentuk "Woeker-ordonantie 1938", yang dimuat dalam
Staatblaad

(Lembaran

Negara)

tahun

1938

No.

524,

yang

menetapkan, apabila antara kewajiban-kewajiban bertimbal-balik dari
kedua belah pihak dari semula terdapat suatu ketidak-seimbangan
yang luar biasa, maka si berutang dapat meminta kepada Hakim
untuk menurunkan bunga yang telah diperjanjikan ataupun untuk
membatalkan perjanjiannya (Prof. R. Subekti, S.H., Aneka Perjanjian,
hal. 1985: 130).
Bahkan dalam sistem Hukum Adat, penetapan besarnya bunga
lebih liberal, artinya besarnya suku bunga pinjaman adalah sesuai
dengan apa yang telah diperjanjikan (Yurisprudensi Mahkamah
Agung, tanggal 22 Juli 1972, No. 289 K/Sip/1972).
Dalam kasus pinjam-meminjam uang dengan bunga 10% yang
dewasa ini dilakukan oleh anggota masyarakat tertentu, yang terjadi
sebenarnya

bukan

suatu

tindak

Makalah HUKUM PERBANKAN
8
UNIVERSITAS SEMBILAN BELAS NOVEMBER KOLAKA 2014

pidana,

melainkan

suatu

FAKULTAS HUKUM

Penyalahgunaan Keadaan ("Undue Influence” atau “misbruik van
omstandigheden”)
Penyalahgunaan

yang

dikenal

keadaan

dapat

dalam
terjadi,

hukum

perdata.

bila

seseorang

menggerakaan hati orang lain melakukan suatu perbuatan hukum
dengan menyalahgunakan keadaan yang sedang dihadap orang
tersebut (Prof. DR. Gr. Van der Burght, Buku Tentang Perikatan,
1999: 68). Pihak kreditur dalam suatu perjanjian-peminjam uang
dengan bunga yang tinggi telah memanfaatkan keadaan debitur yang
berada posisi lemah di mana ia sangat membutuhkan uang untuk
suatu

keperluan

yang

sangat

mendesak,

sehingga

terpaksa

menyetujui bunga yang ditetapkan oleh kreditur
Dari uraian tersebut di atas jelas bahwa dalam perjanjian
pinjam-meminjam uang dengan disertai bunga adalah perbuatan yang
legal atau dibenarkan oleh hukum. Dan mengenai batasan besarnya
bunga sampai saat ini (menurut pengetahuan penulis) belum ada
aturan hukumnya. Dan perlu pula dipahami bahwa sejak berlakunya
UU No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia yang kemudian
diubah dengan UU No. 3 Tahun 2004 maka Bank Indonesia
merupakan satu-satunya lembaga yang bertugas mengatur dan
mengawasi bank. Sehingga tidak tepat kalau Pemerintah dikatakan
sebagai pihak yang menetapkan besarnya suku bunga bank.
Dalam

praktiknya,

bank-bank

illegal

(Rentenir)

selalu

merugikan masyarakat maupun Negara, merugikan masyarakat dalam
artian membuat masyarakat semakin ketergantungan kepada rentenir
dan tidak akan bisa lepas kemudian akan semakin jatuh miskin bila
tidak dapat membayar bunga yang relative tinggi. Bagi Negara, ini
merupakan salah satu penggerogotan perekonomian secara perlahanlahan, terutama pada masyarakat kalangan bawah. Oleh karena itu,
sebagai pemerintah yang mengayomi masyarakatnya wajib mengatasi
hal ini, antara lain dengan cara:

Makalah HUKUM PERBANKAN
9
UNIVERSITAS SEMBILAN BELAS NOVEMBER KOLAKA 2014

FAKULTAS HUKUM

1. Peraturan Daerah
Berbicara tentang praktek rentenir dari sisi hukum positif,
paling tidak ada 2 undang-undang yang secara secara prinsip
sebenarnya telah dilanggar walaupun implisit.
Pertama, berdasarkan Pasal 1 ayat (1) UU No. 10 Tahun
1998 tentang Perubahan UU No. 7 Tahun 1992 tentang
Perbankan

[UU

Perbankan],

bahwa

perbankan

memiliki

pengertian sebagai segala sesuatu yang menyangkut tentang
bank, mencakup kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan
proses

dalam

melaksanakan

kegiatan

usahanya.

Bank,

berdasarkan definisi Pasal 1 ayat (2) UU Perbankan, adalah
badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam
bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam
bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka
meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Artinya selain bank dan
lembaga

keuangan

perusahaan

non

sekuritas,

bank (seperti koperasi, asuransi,
dan

lembaga

pembiayaan

yang

diperbolehkan oleh peraturan perundangan), dilarang melakukan
pengumpulan dana dan miminjamkan dana kepada masyarakat
dengan tujuan memperoleh keuntungan.
Kedua, berdasarkan UU No. 3 Tahun 2004 tentang
Perubahan atas UU No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia
(UU Bank Indonesia) diterangkan bahwa salah satu tugas Bank
Indonesia (BI) adalah mengatur dan mengawasi Bank dalam
ruang lingkup Indonesia, dan dalam rangka tersebut Pasal 26 UU
BI menegaskan bahwa Bank Indonesia berwenang untuk:
a) Memberikan dan mencabut izin usaha Bank;
b) Memberikan izin pembukaan, penutupan, dan pemindahan
kantor Bank;
c) Memberikan persetujuan atas kepemilikan dan kepengurusan
Bank;
d) Memberikan izin kepada Bank untuk menjalankan kegiatankegiatan usaha tertentu.

Makalah HUKUM PERBANKAN
10
UNIVERSITAS SEMBILAN BELAS NOVEMBER KOLAKA 2014

FAKULTAS HUKUM

Implikasinya,

semua

kegiatan

masyarakat

yang

menghimpun dan/atau meminjamkan dana kepada masyarakat
dengan tujuan komersial harus mendapatkan izin dari Bank
Indonesia. Jika tidak mempunyai izin, berarti kegitan tersebut
sifatnya illegal atau melawan hukum.
Adapun alasan mengapa Peraturan

Daerah

dapat

mengatasi atau mengurangi praktek Bank ilegal (Rentenir) di
tengah-tengan masyarakat yaitu:
a. Perlunya disusun Peraturan Daerah (PERDA) untuk melarang
praktek rentenir adalah alasan filosofis dan berdasarkan
urgensinya melihat maraknya praktek rentenir yang sangat
merugikan masyarakat ini. Tugas penyelenggara Negara,
termasuk pemerintahan di daerah (cq. Pimpinan Daerah dan
Wakil-Wakil Rakyat di DPRD) adalah mengayomi kepentingan
masyarakat

banyak.

Bukankah

salah

satu

amanah

pembukaan UUD 45, “…untuk melindungi segenap bangsa
Indonesia dan tumpah darah Indonesia…,” dst.
b. Dalam tinjauan kacamata sosiologis, praktek

rentenir

merupakan pola hubungan ekonomi antar warga masyarakat
yang mengandung parasitisme (bahkan kejahatan) di mana
ada individu yang diuntungkan dengan sekian banyak warga
yang menderita terkena dampak dan karena itu bisa
dikategorikan “penyakit masyarakat” yang tidak berbeda
dengan praktek prostitusi, perjudian, perdagangan dan
penyalagunaan

narkoba,

dan

sejenisnya.

Semuanya

merupakan tindakan ilegal yang artinya melawan hukum. Dan
praktek rentenir mempunyai dampak yang sangat merusak
karena yang terkena umumnya kaum ibu-ibu yang menjadi
pengelola keuangan ekonomi keluarga.
c. Fungsi PERDA berdasarkan ketentuan perundang-undangan
merupakan instrument kebijakan untuk melaksanakan fungsi
pemerintahan di daerah dan sekaligus bisa juga bisa

Makalah HUKUM PERBANKAN
11
UNIVERSITAS SEMBILAN BELAS NOVEMBER KOLAKA 2014

FAKULTAS HUKUM

merupakan peraturan pelaksanaan dari peraturan perundangundangan yang lebih tinggi.
Dengan kata lain, untuk alasan kepraktisan, adanya
PERDA Anti Rentenir diharapkan akan memudahkan aparat
pemerintah di daerah dan penegak hukum di daerah menjalankan
tugas

dan

wewenangnya

sebagai

pelayan

masyarakat.

Dua UU yang disebut di atas, yakni UU Perbankan dan UU BI,
memang menjadi sumber hukum positif tidak dibenarkannya
praktek rentenir/lintah darat atau pun bank liar, tapi ketentuan ini
hampir bisa dipastikan hanya dimengerti oleh mereka yang paham
bahasa hukum. Di tingkat pelaksana di lapangan, perlu rujukan
aturan hukum yang lebih jelas dan tegas.
2. Melakukan Edukasi Kepada Masyarakat Berupa Penyuluhan
Bahwa Rentenir Itu Illegal
Banyak masyarakat yang masih kurang paham dan
tentunya tidak sadar bahwa bunga yang ditawarkan oleh bak
illegal cukup untuk mencekik leher. Hal ini terbukti dari minat
masyarakat

untuk

terus

menerus

memperpanjang

dan

memperbesar utangnya kepada rentenir, entah karena sudah
terlanjur basah atau karena memang karena keadaan yang benarbenar menghimpit. Padahal bunga yang ditawarkan oleh bank
legal adalah tidak sampai melangit seperti pada bank illegal. Oleh
karena itu, perlu adanya pemahaman masyarakat terhadap aksiaksi

rentenir

yang

terus

bergentayangan

di

masyarakat.

Pemerintah wajib melakukan edukasi kepada masyarakat bahwa
rentenir itu illegal, lintah darat, dan sangat merugikan masyarakat.

Makalah HUKUM PERBANKAN
12
UNIVERSITAS SEMBILAN BELAS NOVEMBER KOLAKA 2014

FAKULTAS HUKUM

C. PERSPEKTIF RENTENIR MENURUT HUKUM SYARIAH
Di Indonesia, masih banyak terjadi pertentangan pendapat
antar para ulama dalam menyikapi bunga (interest). Ada ulama yang
mengatakan bahwa bunga itu haram karena sama dengan riba. Ada
juga yang ulama yang menyatakan bahawa bunga bank itu halal
karena tidak ada syarat pada waktu akad, sedangkan adat yang
berlaku tidak dapat begitu saja dijadikan syarat. Ulama yang lain
menyatakan bahawa bunga adalah subhat (tidak tentu halalharamnya), sebab para ahli hukum berselisih pendapat tentangnya.
Dalam hukum Islam meminjam uang di rentenir hukumnya riba.
Riba merupakan perbuatan yang dibenci dan diharamkan Allah swt.
Dalam QS Al-Baqarah (2): 275, Allah swt berfirman, "dan Allah
menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba."
Sesungguhnya orang yang memperhatikan realita kondisi kaum
muslimin pada saat ini, maka dia akan mendapati bahwasanya masih
banyak di antara mereka yang meremehkan atau menggampangkan
masalah

riba,

entah

dengan

memakannya,

menjadi

praktisi,

menentukan hukum, mengambil pinjaman,menjadi saksi, penjamin,
penulis, penganjur, pendorong atau pun pambantu dalam proses riba.
Baik Riba yang dilakukan instansi resmi, Bank, BPR, Koperasi,
Leasing, Toko-toko yang melayani kredit berbunga, Rentenir dan
sebagainya, rasanya hampir semua kebutuhan manusia bisa kena
Riba, jika kita tidak hati-hati.
Seakan-akan urusan riba ini adalah merupakan satu kebolehan
atau paling-paling merupakan hal yang makruh, atau hanya sebuah
kemaksiatan kecil saja. Mereka tidak tahu bahwa itu termasuk
perbuatan dosa besar yang Allah telah megumandangkan perang
kepada para pelakunya di dunia dan akhirat, AIlah juga mengancam

Makalah HUKUM PERBANKAN
13
UNIVERSITAS SEMBILAN BELAS NOVEMBER KOLAKA 2014

FAKULTAS HUKUM

mereka dengan api neraka pada saat hari penghimpunan di hadapanNya.
Dan yang lebih disayangkan lagi adalah, anda melihat bahwa
banyak dari mereka, baik tua atau muda bahkan para wanita yang
penampilan mereka mencerminkan orang yang iltizam (konsisten)
dengan ajaran Islam, berjilbab rapi, atau baju koko plus kopiah,
namun tetap saja mereka terlibat dalam dosa besar ini, menganggap
remeh hal tersebut dan bahkan mungkin berlomba-lomba menuju
sana. Maka akhirnya mereka terbelenggu oleh RIBA yang tidak ada
yang tahu kecuali hanya Allah, sebagaimana mereka juga telah
terbelenggu dengan kemarahan Allah aljabbar, dengan laknatnya, dan
kelak terbelenggu dengan siksanya jika mereka tidak mau bertaubat
lalu taubatnya diterima oleh Allah.
a. Definisi Riba
Ditinjau dari ilmu bahasa Arab, riba mempunyai makna,
tmabhan, tumbuh dan menjadi tinggi (AlQamus Muhith)
Sedangkan arti secara syariat, banyak sekali didefinisikan
oleh para Ulama, tapi definisi yang lengkap adalah; suatu
akad/transaksi

atas

barang

tertentu

yang

ketika

akad

berlangsung, tidak diketahui kesamaanya menurut syariat atau
dengan menunda penyerahan kedua barang yang menjadi obyek
akad atau salah satunya.(Mughni Muhtaj oleh Asy-Syarbini 2/21)
b. Hukum Riba
Riba diharamkan dalam keadaan apapun dan dalam bentuk
apapun. Diharamkan atas pemberi piutang dan juga atas orang
yang berhutang darinya dengan memberikan bunga, baik yang
berhutang itu adalah orang miskin atau orang kaya. Masing-

Makalah HUKUM PERBANKAN
14
UNIVERSITAS SEMBILAN BELAS NOVEMBER KOLAKA 2014

FAKULTAS HUKUM

masing dari keduanya menanggung dosa, bahkan keduanya
dilaknati (dikutuk). Dan setiap orang yang ikut membantu
keduanya, dari penulisnya, saksinya juga dilaknati. Berdasarkan
keumuman

ayat-ayat

dan

hadits-hadits

shahih

yang-nyata

mengharamkan riba. Allah Ta’ala berfirman,
“Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri
melainkan seperti berdirinya omng yang kemasukan syaitan
lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian
itu,

adalah

disebabkan.

mereka

berkata

(berpendapat),

sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah
menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang-orang
yang telah sampai kepadanya larangan dari Rabbnya, lalu terus
berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang
telah diambilnya

dahulu

(sebelum

datang

larangan);

dan

urusannya (terserah) kepada Allah.Orang yang mengulangi
(mengambil

riba),

maka

orang

itu

adalah

penghuni

penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya.” (QS. A1-Baqarah:
275)
Dan telah tetap dari sahabat Jabir bin Abdillah radhiallahu
‘anhu bahwasannya ia menuturkan,
،‫لعن رسول الله صللى الله عليه وسللم آكل الربا وموكله وكاتبه وشاهديه‬
‫ رواه مسلم‬.(‫ )هم سواء‬:‫وقال‬
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah melaknati pemakan
riba (rentenir), orang yang memberikan / membayar riba
(nasabah), penulisnya (sekretarisnya), dan juga dua orang
saksinya. Dan beliau juga bersabda, ‘Mereka itu sama dalam hal
dosanya’.”(HR. Muslim).
Dampak Riba yang Begitu Mengerikan

Makalah HUKUM PERBANKAN
15
UNIVERSITAS SEMBILAN BELAS NOVEMBER KOLAKA 2014

FAKULTAS HUKUM

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
‫ن‬
‫ج م‬
‫م أي ي‬
‫ة‬
‫ن يزن ني ي ة‬
‫ن ث‬
‫شد د ث‬
‫ه التر م‬
‫ل ويهموي ي يعنل ي م‬
‫م رثةبا ي يأك مل م م‬
‫د ثنرهي م‬
‫ست تةث ويث يل يث ثي ن ي‬
‫م ن‬
“Satu dirham yang dimakan oleh seseorang dari transaksi riba
sedangkan dia mengetahui, lebih besar dosanya daripada
melakukan perbuatan zina sebanyak 36 kali.” (HR. Ahmad dan Al
Baihaqi dalam Syu’abul Iman. Syaikh Al Albani dalam Misykatul
Mashobihmengatakan bahwa hadits ini shahih)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
‫ل أ ين ينكح الرج م م‬
‫ن أ ينريبى الرريبا‬
‫سمر ي‬
‫الرثيبا ث يل يث ي ة‬
‫ها ث‬
‫ه ويإ ث ن‬
‫د م‬
‫مث ن م ن ي ن ث ي‬
‫سب نعمون ي‬
‫ن يباةبا أي ن ي‬
‫ة وي ي‬
‫م م‬
‫ل أ ت‬
‫ث‬
‫ض التر م‬
‫م ن‬
‫ل ال ن م‬
‫عنر م‬
‫ج ث‬
‫سل ثم ث‬
“Riba itu ada 73 pintu (dosa). Yang paling ringan adalah semisal
dosa

seseorang

yang

menzinai

ibu

kandungnya

sendiri.

Sedangkan riba yang paling besar adalah apabila seseorang
melanggar kehormatan saudaranya.” (HR. Al Hakim dan Al
Baihaqi dalam Syu’abul Iman. Syaikh Al Albani mengatakan
bahwa hadits ini shahih dilihat dari jalur lainnya)
Tersebarnya riba merupakan “pernyataan tidak langsung” dari
suatu kaum bahwa mereka berhak dan layak untuk mendapatkan
adzab dari Allah ta’ala. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda,
‫ذا ظ يهر الزنا ي والربا في قيرية في ي ي‬
‫م عي ي‬
‫إث ي‬
‫وا ب ثأ ين ن م‬
‫ب اللهث‬
‫ف ث‬
‫ن ي ة‬
‫ي ي ر ي ر ي ث‬
‫ذا ي‬
‫قد ن أ ي‬
‫سهث ن‬
‫حل د ن‬
“Apabila telah marak perzinaan dan praktek ribawi di suatu negeri,
maka sungguh penduduk negeri tersebut telah menghalalkan diri
mereka untuk diadzab oleh Allah.” (HR. Al Hakim. Beliau
mengatakan bahwa sanad hadits ini shahih. Syaikh Al Albani
mengatakan bahwa hadits ini hasan lighoirihi)

Makalah HUKUM PERBANKAN
16
UNIVERSITAS SEMBILAN BELAS NOVEMBER KOLAKA 2014

FAKULTAS HUKUM

BAB III
KESIMPULAN

Sebagaimana

materi

yang

telah

dipaparkan

diatas

dapat

disimpulkan bahwa:
1. Rentenir adalah suatu jenis pekerjaan yang sesungguhnya tidak
jauh berbeda dengan bank dan lembaga keuangan non bank
yang bergerak dibidang jasa pelayanan simpan pinjam uang.
2. Rentenir disamping memudahkan masyarakat, juga sangat
menyengsarakan masyarakat dalam segi pembayaran pinjaman
dan cara penagihan hutang. Hal ini tentunya mengundang
tindakan dari

pemerintah untuk mengatasi perkembangan

rentenir (bank illegal) di masyarakat.
3. Berbicara tentang praktek rentenir dari sisi hukum positif, paling
tidak ada 2 undang-undang yang secara secara prinsip
sebenarnya telah dilanggar walaupun implisit.
4. Dalam hukum Islam meminjam uang di rentenir hukumnya riba.
5. Riba adalah suatu akad/transaksi atas barang tertentu yang
ketika akad berlangsung, tidak diketahui kesamaanya menurut
syariat atau dengan menunda penyerahan kedua barang yang
menjadi obyek akad atau salah satunya.
6. Hukum Riba menurut Syariah, Riba diharamkan dalam keadaan
apapun dan dalam bentuk apapun. Diharamkan atas pemberi
piutang dan juga atas orang yang berhutang darinya dengan
memberikan bunga, baik yang berhutang itu adalah orang
miskin atau orang kaya.

Makalah HUKUM PERBANKAN
17
UNIVERSITAS SEMBILAN BELAS NOVEMBER KOLAKA 2014

FAKULTAS HUKUM