ANALISIS YURIDIS PENEGAKAN HUKUM PIDANA TERHADAP TINDAK PIDANA PERZINAHAN DI BANDAR LAMPUNG

(1)

ABSTRAK

ANALISIS YURIDIS PENEGAKAN HUKUM PIDANA TERHADAP TINDAK PIDANA PERZINAHAN

DI BANDAR LAMPUNG

Oleh VIKA TRISANTI

Masalah delik perzinahan merupakan salah satu contoh aktual adanya benturan antara pengertian dan paham tentang zina dalam Pasal 284 KUHP dengan kepentingan/nilai sosial masyarakat. Benturan-benturan yang sering terjadi di masyarakat, acapkali menimbulkan kejahatan baru seperti pembunuhan, penganiayaan, atau main hakim sendiri. Perzinahan dipandang sebagai perbuatan dosa yang dapat dilakukan oleh pria maupun wanita, dan dipandang sebagai suatu penodaan terhadap ikatan suci dari perkawinan. Hal ini diperparah dengan lemahnya praktik penegakan hukum. Pelaku biasanya merupakan pelaku yang lebih kuat dibandingkan dengan korban, baik dari segi fisik maupun dari segi lainnya. Dari latar belakang di atas maka yang menjadi permasalah dalam penelitian ini bagaimanakah penegakan hukum pidana terhadap tindak pidana perzinahan di Bandar Lampung dan apakah yang menjadi faktor penghambat dalam penegakan hukum pidana terhadap tindak pidana perzinahan di Bandar Lampung.

Penulis menggunakan pendekatan yuridis normatif. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis data sekunder, dimana data sekunder terbagi atas beberapa bahan hukum yaitu bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier. Serta satu orang Anggota Polsek Tanjung Karang Timur dan satu orang dosen hukum pidana Fakultas Hukum Universitas Lampung sebagai Narasumber.

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka didapatkan hasil bahwa penegakan hukum pidana terhadap pelaku tindak pidana perzinahan di Bandar Lampung ini dilaksanakan secara preventif yaitu pencegahan sebelum terjadinya kejahatan. Penegakan hukum secarapreventifdengan cara mengadakan sosialisasi terhadap masyarakat karena penegakan hukum pidana secara preventif bukan


(2)

hanya dilakukan oleh pemerintah atau aparat penegak hukum saja tetapi masyarakat harus berperan aktif membantu dan mendukung upaya penegakan hukum terhadap pelaku tindak pidana perzinahan. Selain itu juga dengan cara

represif yaitu pemberantasan setelah terjadinya kejahatan yaitu dengan menyelidik dan memproses laporan yang masuk. Pelaku tindak pidana perzinahan dapat dikenakan sanksi Pasal 284 KUHP dan tindak pidana perzinahan juga diatur dalam Konsep KUHP 2012 terdapat dalam Pasal 483. Dalam tindak pidana perzinahan dapat diproses apabila adanya delik aduan dari suami atau isteri yang menjadi korban dan dirugikan apabila tidak adanya delik aduan maka kasus perzinahan tersebut tidak dapat diproses oleh penegak hukum. Hal ini belum maksimal karena adanya keterbatasan yang dialami oleh penegak hukum itu sendiri. Hal ini dibuktikan dengan maraknya kasus perzinahan tidak dapat dibuktikan, dikarenakan tidak adanya aduan dari pihak yang dirugikan.

Penulis menyarankan agar aparat pemerintah perlu bersosialisasi dengan masyarakat untuk memberikan penyuluhan kepada masyarakat agar korban perzinahan memberanikan diri untuk melapor ke aparat penegak hukum agar kasus-kasus perzinahan dapat diproses. Untuk mengurangi tindak pidana perzinahan, sebaiknya hotel-hotel di Bandar Lampung lebih memberikan peraturan yang lebih ketat kepada konsumen khususnya kepada pria dan wanita yang ingin menginap seperti memberikan identitas yang lengkap atau menunjukan buku nikah yang sah menurut negara.


(3)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yang menjunjung tinggi hak asasi manusia dan menjamin segala warga negara bersama kedudukannya dalam hukum dan pemerintahan serta wajib menjunjung hukum dan pemerintah tersebut tanpa ada terkecuali. Hal ini dipertegas dalam Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945 yaituKedaulatan berada ditangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar.Sebagai negara hukum orang tentu memiliki hak dan kewajiban yang sama di depan hukum, baik kaya, miskin, lelaki, wanita, orang biasa, bahkan orang yang memiliki kedudukan dan pangkat sekalipun (equality before the law).

Belakangan ini, kasus perzinahan sering kali terjadi, menurut Kepala Bidang Humas Polda Lampung AKBP Sulistyanigsih menyatakan, 126 pasangan tersebut dirazia dari sejumlah hotel melati. Ketika diminta identitas mereka tidak bisa menunjukan bukti kalau mereka adalah pasangan sah suami istri dengan KTP yang sama. Pasangan mesum ini digerebek dari sejumlah hotel Pondok Wisata, Lampung In, Hotel Gading, Hotel Rarem, Hotel Gemini, Hotel Sikampai 11, Hotel Jokyo dan Hotel Raflesia. Selanjutnya, mereka semua diamankan di Polda Lampung untuk dilakukan


(4)

pembinaan dan diminta untuk membuat pernyataan agar tidak mengulangi perbuatan mesum lagi. Sementara itu, terlihat seorang perempuan yang sudah cukup berumur menangis menyesali yang telah dilakukannya dengan meninggalkan suami dan anaknya dengan alasan mengurus pekerjaan kantor di luar kota ternyata digerebek bersama laki-laki di dalam kamar hotel. Seorang wanita juga menutupi wajahnya karena malu saat tahu baju yang dikenakan salah dan merupakan pakaian pasangannya.1

Ketentuan hukum pidana Indonesia (KUHP) mengenai delik perzinahan memiliki pengertian yang berbeda dengan konsepsi yang diberikan masyarakat. Menurut KUHP, zina diidentikkan dengan overspelyang pengertiannya lebih sempit dari pada zina itu sendiri.Overspelhanya dapat terjadi jika salah satu pelaku atau kedua pelaku terikat tali perkawinan.Hal ini berbeda dengan konsepsi masyarakat/bangsa Indonesia yang komunal dan religius.

Masalah delik perzinahan merupakan salah satu contoh aktual adanya benturan antara pengertian dan paham tentang zina dalam KUHP Pasal 284 dengan kepentingan/nilai sosial masyarakat. Benturan-benturan yang sering terjadi di masyarakat, acapkali menimbulkan kejahatan baru seperti pembunuhan, penganiayaan, atau main hakim sendiri.Perzinahan dipandang sebagai perbuatan dosa yang dapat dilakukan oleh pria maupun wanita, dan dipandang sebagai suatu penodaan terhadap ikatan suci dari

1

http://www.bandarlampungnews.com/m/index.php?ctn=1&k=hukum&i=10169 (di unduh pada tanggal 11 November 2012 pukul 12:46 WIB)


(5)

perkawinan. Hal ini diperparah dengan lemahnya praktik penegakan hukum.Dalam penegakan hukum pidana di Indonesia sangat berkaitan dengan kejahatan atau kriminalitas. Dalam tindakan kejahatan yang terjadi secara umum selalu melibatkan pelaku kejahatan atau pelaku tindak pidana dan korban tindak pidana.Pelaku biasanya merupakan pelaku yang lebih kuat dibandingkan dengan korban, baik dari segi fisik maupun dari segi lainnya.

Tindakan pidana perzinahan yang dimaksud dalam Pasal 284 ayat (1) KUHP itu merupakan suatu tindakan yang harus dilakukan dengan sengaja. Ini berarti kesengajaan itu harus terbukti pada si pelaku agar ia dapat terbukti sengaja dalam melakukan salah satu tindak pidana perzinahan dari tindak pidana perzinahan yang diatur dalam Pasal 284 ayat (1) KUHP. Adapun mengenai kesenjangan ini, KUHP tidak memberikan definisi secara jelas. Petunjuk untuk mengetahui arti kesengajaan dapat diambil dari Memorie van Toelchting (MvT) yang mengartikan kesengajaan

(opzet) sebagai menghendaki dan mengetahui (willens en wettens). Sehingga dapat dikatakan bahwa sengaja berarti menghendaki dan mengetahui apa yang ia lakukan.

Apabila unsur kesengajaan dari pelaku zina ini tidak dapat dibuktikan maka pelaku tidak terbukti menghendaki atau tidak terbukti mengetahui perzinahan yang dilakukan, sehingga hakim harus memutuskan bebas dari tuntutan hukum (onslag van rechtsvervolging) bagi pelaku. Menurut Simons, untuk adanya suatu perzinahan menurut Pasal 284 KUHP itu diperlukan adanya suatu vleeslijk gemeenschap atau diperlukan adanya suatu hubungan alat-alat kelamin yang selesai dilakukan antara seorang pria dengan seorang wanita. Sehingga apabila dilakukan oleh dua orang yang


(6)

berjenis kelamin sama bukan merupakan perzinahan yang dimaksud dalam Pasal 284 KUHP dan jika dilakukan oleh mereka yang belum dalam ikatan pernikahan dengan orang lain tidak termasuk pula. Syarat lain yang perlu diperhatikan agar perbuatan melakukan hubungan kelamin antara seorang pria dengan seorang wanita yang salah satu atau keduanya telah kawin dapat disebut sebagai delik perzinahan menurut KUHP adalah bahwa tidak adanya persetujuan di antara suami isteri itu. Artinya jika ada persetujuan di antara suami dan isteri, misal suami yang bekerja sebagai mucikari dan isterinya menjadi pelacur bawahannya maka perbuatan semacam itu bukanlah termasuk perbuatan zina.2

Pandangan masyarakat demikian ini tidak jauh berbeda dengan pandangan Sahetapy perbuatan bersetubuh yang tidak sah berarti persetubuhan yang bukan saja dilakukan oleh suami atau isteri di luar lembaga perkawinan, tetapi juga persetubuhan yang dilakukan oleh pria dan wanita di mana keduanya belum menikah, kendatipun sudah bertunangan.Sah disini harus ditafsirkan sah dalam ruang lingkup lembaga perkawinan.Sehingga zina meliputi pula fornication yaitu persetubuhan yang dilakukan secara suka rela antara seorang yang belum menikah dengan seseorang dari sex yang berlawanan (yang belum menikah juga).

Persetubuhan itu bersifat volunter, atas dasar suka sama suka, namun perbuatan bersetubuh itu tetap tidak sah. Menurut anggota masyarakat, persetubuhan yang

2

Lamintang, Delik-delik Khusus: Tindak Pidana-Tindak Pidana yang Melanggar Norma-norma Kesusilaan dan Norma.Jakarta: 1990. hlm. 89


(7)

sahanya dilakukan dalam lembaga perkawinan.Dengan demikian pengertian berzinah mencakup pengertianoverspel, fornicationdanprostitusi.3

Peranan aparat penegak hukum dalam mengungkap dan menyelesaikan kasus tindak pidana perzinahan dituntut untuk profesinal yang disertai kematangan intelektual dan integritas moral yang tinggi.4Hal tersebut diperlukan agar proses peradilan dalam menyelesaikan kasus tindak pidana perzinahan dapat berjalan dengan tuntas dan pelaku dikenai pidana yang seadil-adilnya.

Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka penulis tertarik unruk menyusun karya ilmiah dalam bentuk skripsi dengan judul: Analisis Yuridis Penegakan Hukum Pidana Terhadap Tindak Pidana Perzinahan di Bandar Lampung.

B. Permasalahan dan Ruang Lingkup 1. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas maka yang menjadi permasalahan dalam penelitiaan ini adalah:

a. Bagaimanakah penegakan hukum pidana terhadap tindak pidana perzinahan di Bandar Lampung?

b. Apakah yang menjadi faktor penghambat dalam penegakan hukum pidana terhadap tindak pidana perzinahan di Bandar Lampung?

3

Sahetapy dan B. Mardjno Reksodiputro,Parados dalam Kriminologi.Jakarta: Rajawali, 1989. hlm.62 4


(8)

2. Ruang Lingkup

Agar penelitian yang dibuat pada tahun 2012-2013 ini tidak menyimpang dari sasaran yang diinginkan, maka penelitian membatasi ruang lingkup dengan melihat permasalahn dilihat dari ilmu hukum khususnya hukum pidana yang memfokuskan kepada tindak pidana perzinahan serta untuk mendukung data dan informasi yang dibutuhkan dalam penyusunan karya tulis ini, peneliti mengambil dan mengolah data yang berasal dari artikel yang berasal dari internet serta pendapat-pendapat dari para ahli hukum.

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian 1. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan permasalahan yang dirumuskan di atas, maka tujuan penelitian ini dalah sebagai berikut:

a. Untuk mengetahui penegakan hukum pidana terhadap tindak pidana perzinahan di Bandar Lampung.

b. Untuk mengetahui kendala-kendala yang dihadapi dalam penegakan hukum pidana terhadap tindak pidana perzinahan di Bandar Lampung.

2. Kegunaan Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan mempunyai dua aspek kegunaan, yaitu kegunaan teoritis dan kegunaan praktis.

a. Kegunaan Teoritis

Sebagai sarana untuk pengembangan ilmu pengetahuan di bidang hukum dan untuk memperoleh data-data yang akurat, sehingga dapat sebagai bahan untuk


(9)

pengembangan ilmu pengetahuan khusunya dibidang hukum pidana yang mengatur tentang tindak pidana perzinahan serta sebagai acuan bagi penegak hukum dalam menangani tindak pidana perzinahan di Bandar Lampung.

b. Kegunaan Praktis

Tulisan ini diharapkan dapat menambahkan wawasan serta kesadaran dari aparat penegak hukum, masyarakat ilmiah hukum dan masyarakat luas untuk menjalankan cita-cita hukum.

D. Kerangka Teorotis dan Konseptual 1. Kerangka Teoritis

Kerangka teoritis adalah konsep-konsep yang sebenarnya merupakan abstraksi dari hasil pemikiran atau kerangka acuan yang pada dasarnya bertujuan untuk mengadakan kesimpulan terhadap dimensi-dimensi sosial yang dianggap relevan untuk.5

Menurut Soerjono Soekanto, penegakan hukum bukan semata-mata berarti pelaksanaan perundang-undangan, walaupun pada kenyataan di Indonesia kecendrungannya adalah demikian, sehingga pengertian law enforcement begitu popular. Bahkan ada kecendrungan untuk mengartikan penegakan hukum sebagai pelaksanaan keputusan-keputusan pengadilan. Pengertian yang sempit ini jelas ada

5


(10)

kelemahan, sebab pelaksanaan perundang-undangan, bisa terjadi malah mengganggu kedamaian dalam pergaulan hidup.6

Membicarakan masalah penegakan disini tidak membicarakan bagaimana hukumnya, melainkan apa yang dilakukan oleh aparatur penegak hukum dalam menghadapi masalah-masalah dalam penegakan hukum.

a. Masalah preventif

Preventif diartikan maka banyak badan yang terlibat di dalamnya ialah pembentuk undang-undang, polisi, kejaksaan, pengadilan, pamong praja, dan aparatur eksekusi pidana serta orang biasa yang masing-masing mempunyai peran untuk menjaga orang tidak melakukan tindak pidana

b. Masalah tindak represif

Tindakan represif adalah segala tindakan yang dilakukan aparatur penegak hukum sesudah terjadi kejahatan atau tindak pidana.

c. Tindakan kuaratif

Tindakan kuaratif pada hakekatnya juga usaha represif dalam usaha menanggulangi kejahatan ini lebih dititik beratkan kepada tindakan terhadap orang yang melakukan kejahatan.7

6

Ibid,hlm 5 7


(11)

Tujuan penegakan hukum di Indonesia disamping untuk mengurangi dan membatasi peningkatan kejahatan yang timbul dalam masyarakat juga memberikan kesempatan bagi pelanggar hukum untuk menjadi warga masyarakat yang berguna.8

Teori yang digunakan dalam membahas faktor-faktor penghambat penegakan hukum pidana adalah:

1. Faktor hukumnya itu sendiri, yang didalam tulisan ini akan dibatasi pada undang-undangnya saja.

2. Faktor penegak hukum, yakni pihak-pihak yang membentuk maupun menerapkan hukum.

3. Faktor sarana atau fasilitas yang mendukung penegakan hukum.

4. Faktor masyarakat, yakni lingkungan dimana hukum tersebut berlaku atau deterapkan.

5. Faktor kebudayaan, yakni sebagai hasil karya, cipta, dan rasa yang didasarkan pada karsa manusia di dalam pergaulan hidup

2. Konseptual

Kerangka konseptual adalah kerangka yang menggambarkan hubungan antara konsep-konsep khusus yang merupakan kumpulan arti-arti yang berkaitan dengan istilah-istilah yang ingin atau akan diteliti.9

8

R. Atmasasmita, 1982. Hlm 45

9


(12)

Penulis akan memberikan konsep yang bertujuan untuk menjelaskan berbagai istilah yang digunakan dalam penulisan ini agar tidak terjadi kesalahpahaman terhadap pokok-pokok pembahasan. Adapun istilah-istilah yang dipergunakan:

a. Analisis

Analisis adalah penyelidikan suatu peristiwa karangan, perbuatan dan sebagainya untuk mengetahui keadaan yang sebenarnya, sebab musabab, duduk perkaranya dan sebagainya.10

b. Yuridis

Yuridis merupakan suatu penerapan asas Lex Specialis Derogat Legi Generalis

(hukum) yang mendasari suatu permasalahan yang berhubungan dengan penyelesaian secara hukum.

c. Penegakan Hukum Pidana

Penegakan Hukum pidana adalah upaya hukum untuk menerjemahkan dan mewujudkan keinginan-keinginan hukum pidana menjadi kenyataan, yaitu hukum pidana menurut Van Hammel adalah keseluruhan dasan dan aturan yang dianut oleh Negara dalam kewajibannya untuk menegakan hukum, yakni dengan melarang apa yang bertentangan dengan hukum (On Recht) dan menegakan nestapa (penderitaan) kepada yang melanggar larangan tersebut.11

10

Tim penyusun kamus pesat bahasa,Kamus Besar Bahasa Indonesia.Jakarta: Balai Pustaka, 2005. hlm. 43

11


(13)

d. Tindak Pidana

Tindak pidana/perbuatan hukum adalah perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum, larangan mana disertai ancaman (sanksi) yang berupa pidana tertentu, bagi barang siapa melanggar larangan tersebut.12

e. Perzinahan

Perzinahan adalah Seorang pria atau wanita yang melakukan persetubuhan dengan orang lain yang bukan suaminya atau isterinya atau seseorang yang melakukan persetubuhan dengan orang yang sudah kawin dan harus dilakukan dengan sengaja, berarti bahwa unsur kesengajaan itu harus terbukti.13

E. Sistematika Penulisan

Sistematika disusun agar penulis dan pihak lain dapat dengan mudah memahami skripsi ini adalah sebagai berikut:

I. PENDAHULUAN

Merupakan bab yang menguraikan latar belakang, permasalahan dan ruang lingkup, tujuan dan kegunaan, kerangka teoritis dan konseptual serta sistematika penulisan. II. TINJAUAN PUSTAKA

Merupakan bab pengantar yang menguraikan pengertian-pengertian umum dari pokok bahasan yang memuat tinjauan mengenai penegakan hukum pidana terhadap tindak pidana perzinahan di Bandar lampung

12

Moeljatno,Azas-Azas Hukum Pidana.Jakarta: Bina Aksara, 1993 hlm. 54 13

Andi Hamzah,Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana. Jakarta: Rineka Cipta, 2007 hlm. 114


(14)

III. METODE PENELITIAN

Merupakan bab yang membahas tentang metodeyang digunakan, meliputi pendekatan masalah, sumber dan jenis data, populasi dan sampel, pengumpulan dan pengelolahan data serta analisis data.

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Merupakan penjelasan dan pembahasan yang mengemukakan hasil penelitian mengenai penegakan hukum pidana terhadap tindak pidana perzinahan di Bandar Lampung.

V. PENUTUP

Merupakan bab terakhir yang berisikan kesimpulan dan saran dari penelitian yang telah dilakukan yang dapat membantu para pihak yang memerlukan.


(15)

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Penegakan Hukum Pidana

Hukum pidana adalah hukum yang mengatur kepentingan dan hubungan perseorangan dengan Negara.Kata “pidana”berarti hal yang “dipidanakan”, yaitu hal yang dilimpahkan oleh instansi yang berkuasa kepada seorang oknum sebagai hal yang tidak enak dirasakn dan juga hal yang tidak dilimpahkan sehari-hari.Dengan kata lain hukum pidana ialah hukum yang mengatur hubungan antar warganegara dengan Negara. Hukum pidana di Indonesia dikodifikasikan dalam buku KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana). Adapun menurut para ahli tentang definisi hukum pidana antara lain:

1. Menurut Moeljatno menguraikan berdasarkan dari pengertian istilah hukum pidana bahwa hukum pidana adalah bagian dari keseluruhan hukum yang berlaku disuatu Negara, yang mengadakan dasar-dasar dan aturan-aturan untuk:

a. Menentukan perbuatan-perbuatan yang tidak boleh dilakukan, yang dilarang, dengan disertaiancaman atau sanksi berupapidana tertentu bagi barang siapa yang melanggar larangan tersebut;

b. Menentukan dan dalam hal apa kepada mereka yang melanggar larangan-larangan itu dapat dikenakan atau dijatuhi pidana sebagaimana yang telah diancamkan;


(16)

c. Menentukan dengan cara bagaimana pengenaan pidana itu dapat dilaksanakan apabila orang yang disangkakan telah melanggar larangan tersbut.

2. Menurut C.S.T. Kansil memberikan definisi sebagai berikut. Hukum pidana adalah hukum yang mengatur pelanggaran-pelanggaran dan kejahatan-kejahatan terhadap kepentingan umum, perbuatan yang diancam dengan hukuman yang merupakan suatu penderitaan atau siksaan, selanjutnya ia menyimpulkan bahwa hukum pidana itu bukanlah suatu hukum yang mengandung norma-norma baru, melainkan hanya pelanggaran dan kejahatan kepentingan umum yang ada dalam masyarakat. Dalam yang termasuk kepentingan umum menurut C.S.T. Kansil adalah

a. Badan peraturan perundangan Negara, seperti Negara, lembaga-lembaga Negara, pejabat Negara, pegawai negeri, undang-undang, peraturan pemerintah dan sebagainya.

b. Kepentingan umum tiap manusia yaitu, jiwa, raga, tubuh, kemerdekaan, kehormatan, dan hak milik/harta benda.

Pendapat para ahli tentang hukum pidana tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa yang membedakan hukum pidana dengan hukum lainnya adalah adanya sanksi pengekangan kemerdekaan atau kebebasan hidup terhadap seseorang yang melakukan pelanggaran terhadap norma hukumnya.

Asas penegakan hukum yang cepat, tepat, sederhana dan biaya ringan hingga saat ini belum sepenuhnya mencapai sasaran seperti yang duharapkan masyarakat.14Karena

14


(17)

masih banyaknya hambatan yang ditemui dalam rangka menegakan hukum, maka kewibawaan dari hukum dianggap rendah, dan masyarakat tidak lagi mempercayai hukum.Karena itu pemerintah mengambil langkah penegakan kembali supremasi hukum atau yang lebih dikenal dengan rule of law. Rule of law sendiri mempunyai dua arti yaitu dalam arti fomil dan materiil:

1. Formil: rule of law dimaksudkan sebagai kekuasaan public yang terorganisir, yang berarti bahwa setiap system kaidah-kaidah yang didasarkan pada hierarki pemerintah merupakanrule of law.

2. Materiil: rule of law bertujuan melindungi masyarakat terhadap tindakan yang sewenag-wenang dari penguasa, dan adanya jaminan terhadap masyarakat bahwa masyarakat dapat rasakan suatu keadaan yang dirasa sebagai keadilan sosial yaitu suatu keadaan di mana setiap golongan merasa dirinya mendapat penghargaan yang wajar dari golongan lainnya, sedangkan setiap golongan tidak merasa dirugikan oleh kegiatan-kegiatan golongan lainnya,rule of lawdalam arti materiil mempunyai aspek-aspek sebagai berikut:

a. Ketaatan dari setiap warga masyarakat terhadap kaidah-kaidahhukum yang dibuat serta diterapkan oleh badan-badan eksekutif, yudikatif, dan legislative. b. Kaidah-kaidah hukum harus selaras dengan hak-hak azasi manusia.

c. Negara mempunyai kewajiban untuk menciptakan kondisi-kondisi sosial yang memungkinkan terwujudnya aspirasi-aspirasi manusia (masyarakat) dan penghargaan yang wajar terhadap martabat manusia.


(18)

d. Terdapatnya tata cara yang jelas dalam proses mendapatkan keadilan terhadap perbuatan yang sewenag-wenang dari penguasa.

e. Adanya badan yudikatif yang bebas dan merdeka yang akan dapat memiksa serta memperbaiki setiap tindakan yang sewenang-wenang dari badan-badan eksekutif dan legislative.15

Uraian di atas tersebut dapat dengan jelas diketahui bahwa penegakan hukum bukan hanya merupakan tanggung jawab dari aparatur penegak hukum pemerintah, tetapi juga merupakan tanggung jawab dan tugar dari masyarakat. Masyarakat akan berperan aktif, dalam tugas penegakan hukum untuk memberantas berbagai bentuk pelanggaran dan kejahatan apabila masyarakat yang terlibat diperlakukan, dilayani dan diayomi serta dibantu secara baik oleh seluruh jajran aparatur penegak hukum, sehingga terwujud proses penegakan hukum cepat, murah, sederhana, adil seperti yang dimaksud dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana beserta asas-asasnya dan tujuannya.16

Hukum pidana olehsebagian besar civitis akademika di bidang huum sering disebut sebagai ilmu eksak dari ilmu hukum atau ilmu pasti dari hukum, karena hukum pidana mampu untuk diberlakukan di seluruh bagian hukum yang berlaku di suatu negara memberikan dasar-dasar dan aturan-aturan untuk:

1. Menentukan perbuatan-perbuatan mana yang tidak boleh dilakukan yang dilarang dengan disertai ancaman atau sanksi berupa pidana.

15

Soerjono Soekanto,op. cit,hal. 51 16


(19)

2. Menentukan kapan dan dalam hal apa kepada mereka yang telah melanggar larangan-larangan tersebut dapat dikenakan atau dijatuhi pidana sebagaimana yang telah direncanakan.

3. Menentukan dengan cara bagaimana pengenaan pidana itu dapat dilaksanakan apabila ada orang yang disangka telah melanggar larangan tersebut.17

1. Pembagian Hukum Pidana

Hukum pidana secara umum dapat dibagi sebagai berikut:

a. Hukum Pidana Objektif (Ius Poenale)adalah hukum pidana yang dilihat dari aspek larangan-larangan berbuat, dimana larangan tersebut desertai dengan ancaman pidana bagi siapa saja yang melanggar. Hukum Pidana Objektif sendiri ternbagi atas Hukum Pidana Materiil dan Hukum Pidana Formil. 1. Hukum pidana materiil yang berisi tentang peraturan yang menjelaskan

apa yang dapat dihukum, siapa yang dapat dihukum dan bagaimana orang dapat dihukum, yang terbagi lagi menjadi dua yatu:

a. Hukum Pidana Umum yaitu pidana yang berlaku terhadap setiap penduduk (berlaku untk setiap siapa pun juga di seluruh wilayah Indonesia) kecuali anggota tentara.

b. Hukum Pidana Khusus yaitu hukum pidana yang berlaku khusus untuk orang-orang dan perbuatan tertentu.

17


(20)

2. Hukum Pidana Formil ialah hukum yang mengatur cara-cara menghukum seseorang yang melanggar peraturan pidana, sehingga dapat dikatakan bahwa Hukum pidana Formil merupakan pelaksanaan Hukum Pidana Material karea memuat tentang peraturan-peraturan tata cara bagaimana memberlakukan Hukum Pidana Material, karena isi dari Hukum Pidana Formal ini yaitu berisi tentang cara-cara menghukum seseorang yang melanggar peraturan pidana, maka hukum ini dinamakan juga dan lebih sering disebut sebagai Hukum Acara Pidana.

b. Hukum Pidana Subjektif atau Ius Puniendi ialah hak negara atau alat negara untuk menghukum berdasarkan Hukum Pidana Objektif. Pada hakekatnya Hukum Pidana Objektif itu membatasi hak negara untuk menhukum. Pidana Subjektif baru ada setelah ada peraturan-peraturan dari hukum pidana objektif terlebih dahulu. Karena itu dari hubungan hukum tersebut dapat disimpulkan kekuasaan untuk dipergunakan oleh negara, yang berarti bahwa tiap orang dilarang untuk mengambil tindakan sendiri, main hakim sendiri atau eigenrechting dalam menyelesaikan tindak pidana.

2. Fungsi Hukum Pidana

Pada dasarnya setiap hukum berfungsi untuk mengatur dan melindungi, demikian juga hukum pidan secara umum berfungsi untuk mengatur dan menyelenggarakan kehidupan masyarakat agar dapat tercipta secara khusus hukum pidana sebagai hukum publik mempunyai tiga fungsi pokok yaitu:


(21)

a. Melindungi kepentingan hukum dari perbuatan-perbuatan yang menyerang atau merongrong kepentingan hukum tersebut. Kepentingan hukum yang harus dilindungi di dalam fungsi pertama hukum pidana ini adalah:

1. Kepentingan hukum perorangan (individuale belangen) yaitu kepentingan hukum seseorang sebagi subjek hukum secara pribadi misal kepentingan hukup terhadap hak hidup (nyawa), kepentingan hukum atas tubuh, kepentingan hukum atas hak milik benda, kepentingan hukum atas harga diri dan nama baik, kepentingan hukum terhadap rasa asusila, dan lain sebagainya. 2. Kepentingan hukum masyarakat (Sociale of maatschappelijke belangen)

contohnya yaitu kepentingan hukum terhadap keamanan dan ketertiban umum, ketertiban berlalu lintas dijalan raya dan lain sebagainya.

3. Kepentingan hukum negara (staats belangen) misal kepentingan hukum terhadap keamanan dan keselamatan negara, kepentingan hukum terhadap negara-negara sahabat, kepentingan hukum terhadap martabat kepala negara dan wakilnya dan lain sebagainya.

b. Memberi dasar ligitimasi bagi negara dalam rangka megara menjalankan fungsi mempertahankan hukum yang dilindungi, fungsi kedua dari hukum pidana sebagai hukum publik ini yaitu menegakan dan melindungi kepentingan hukum yang dilindungi oleh hukum pidana tadi dengan sebaik-baiknya, fungsi ini terutama terdapat dalam hukum acara pidana yang telah dikodifikasikan dengan apa yang disebut Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yakni UU No. 8 Tahun 1981 yang mengatur tentang apa yang dapat dilakukan negara


(22)

dan bagaimana cara negara mempertahankan kepentingan hukum yang dilindungi oleh hukum pidana.

c. Mengatur dan membatasi kekuasaan negara dalam rangka negara menjalankan fungsi memepertahankan kepentingan hukum yang dilindungi. Fungsi yang ketiga ini adalah fungsi dari hukum pidana yang membatasi negara dalam melaksanakan fungsi kedua dari hukum pidana tadi yaitu membatasi kekuasaan negara agar negara sendiri tidak sewenang-wenang dalam menjalankan kepentingan hukum. Melihat dari tiga fungsi pokok hukum pidana tersebut maka pantaslah apabila hukum pidana sering sebagai pedang bermata dua karena selain memberikan kekuasaan kepada negara, hukum pidana juga membatasi dan dapat menyerang balik terhadap negara apabila dalam pelaksanaanya dilakukan dengan sewenang-wenang.18

Selain itu hukum pidana juga mempunyai fungsi-fungsi lainnya, seperti fungsi subsidair dimana hukum pidana mampu menginfiltrasi sistem norma lainnya dan dapat dipakai sebagai upaya terakhir apabila sistem norma yang bersangkutan tidak dapat dipakai atau berfungsi sebagai ultimum remidium.19

B. Pengertian dan Unsur-Unsur Tindak Pidana 1. Pengertian Tindak Pidana

Menurut pendapat Wirjono Prodjodikoro dalam bukunya “Asas-asas Hukum Pidana Indonesia” menyebutkan hukum merupakan rangkaian peraturan-peraturan mengenai tingkah laku orang-orang sebagai anggota masyarakat, sedangkan satu-satunya tujuan 18

Adami Chazawi,Pelajaran Hukum Pidana Bagian I,(Jakarta: Raja Grafindo, 2002) hal.3 19


(23)

dari hukum ialah mengadakan keselamatan, kebahagiaan dan tata tertib dalam masyarakat. Wirjono Prodjodikoro dalam bukunya “Asas-asas Hukum Pidana Indonesia” mengemukakan definisi pendek tentang tindak pidana, yakni tindak pidana berarti suatu perbuatan yang pelakunya dapat dikenakan pidana.20

Selain pengertian yang dikemukakan Wirjono Prodjodikoro di atas, Usman Simanjuntak dalam bukunya yang berjudul “Teknik Penuntutan dan Upaya Hukum” mengatakan bahwa perbuatan pidana adalah suatu perbuatan pisik yang termasuk kedalam perbuatan pidana.21

Pendapat Usman Simanjuntak ini cenderung menggunakan istilah “Perbuatan Pidana” dalam mengartikan “Straff baar Feit”, karena istilah perbuatan pidana itu lebih kongkrit yang mengarah kedalam perbuatan pisik perbuatan pidana, karena tidak semua perbuatan pisik itu perbuatan pidana, dan begitu juga sebaliknya dengan suatu perbuatan pisik dapat menimbulkan beberapa perbuatan pidana.

Tindak pidana dapat dibeda-bedakan atas dasar-dasar tertentu, yaitu:

a. Menurut sistem KUHP, dibedakan antara kejahatan (misdrijven) dimuat dalam buku II dan pelanggaran (overtredingen) dimuat dalam buku III.

b. Menurut cara merumuskannya, dibedakan antara tindak pidana formil (formeel delicten) dan tindak pidana materiil (materieel delicten).

c. Berdasarkan bentuk kesalahannya, dibedakan antara tindak pidana sengaja (doleus delicten) dan tindak pidana dengan tidak disengaja (culpose delicten).

20

Wirjono Prodjo Dikoro,Asas Hukum Pidana di Indonesia.Bandung: Rafika Aditama, 2002 Hal.14 21


(24)

d. Berdasarkan macam perbuatannya, dapat dibedakan antara tindak pidana aktif/positif dapat juga disebut tindak pidana komisi (delicta commissionis) dan tindak pidana pasif/negatif, disebut juga tindak pidana omisi (delicta omissionis). e.Berdasarkan saat dan jangka waktu terjadinya, maka dapat dibedakan antara tindak

pidana terjadi seketika dan tindak pidana terjadi dalam waktu lama atau berlangsung lama/berlangsung terus.

f. Berdasarkan sumbernya, dapat dibedakan antara tindak pidana umum dan tindak pidna khusus.

g. Dilihat dari sudut subyek hukumnya, dapat dibedakan antara tindak pidana

communia (yang dapat dilakukan oleh siapa saja), dan tindak pidana propria

(dapat dilakukan hanya oleh orang memiliki kualitas pribadi tertentu).

h. Berdasarkan perlu tidaknya pengaduan dalam hal penuntutan maka dibedakan antara tindak pidana biasa (gewone delicten) dan tindak pidana aduan (klacht delicten).

i. Berdasarkan berat ringannya pidana yang diancamkan, maka dapat dibedakan antara tindak pidana bentuk pokok (eencoudige delicten), tindak pidana yang diperberat (gequalificeerde delicten) dan tindak pidana yang diperingan (gequalifeceerde delicten) dan tindak pidana yang diperingan (gepriviligieerde delicten).

j. Berdasarkan kepentingan hukum yang dilindungi, maka tindak pidana tidak terbatas macamnya bergantung dari kepentingan hukum yang dilindungi, seperti tindak pidana terhadap nyawa dan tubuh, terhadap harta benda, tindak pidana pemalsuan, tindak pidana terhadap nama baik, terhadap kesusilaan dan lain sebagainya.


(25)

k. Dari sudut berapa kali perbuatan untuk menjadi suatu larangan, dibedakan antara tindak pidana tunggal (ekelovoudige delicten) dan tindak pidana berangkai (samengestelde delicten).

Walaupun dasar pembedaan itu terdapat titik lemah, karena tidak menjamin bahwa seluruh kejahatan dalam buku II itu semuanya itu bersifat demikian, atau seluruh pelanggaran dalam buku III mengandung sifat terlarang kerana dimuatnya dalam undang-undang. Contohnya sebagaimana yang dikemukakan Hazewinkel Suringa, Pasal 489 KUHP, Pasal 490 KUHP atau Pasal 506 KUHP yang masuk pelanggaran pada dasarnya sudah merupakan sifat tercela dan patut dipidana sebelum dimuatnya dalam undang-undang. Sebaliknya ada kejahatan misalnya Pasal 198, Pasal 344 yang dinilai menjadi serius dan mempunyai sifat terlarang setelah dimuat dalam undang-undang.22

Apa pun alasan pembedaan antara kejahatan dan pelanggaran, yang pasti jenis pelanggaran itu adalah lebih ringan daripada kejahatan, hal ini dapat diketahui dari ancaman pidana pada pelanggaran tidak ada yang diancam dengan pidana penjara, tetapi berupa pidana kurungan dan denda, sedangkan kejahatan lebih didominir dengan ancaman pidana penjara.

Dengan dibedakannya tindak pidana antara kejahatan dan pelanggaran secara tajam dalam KUHP, mempunyai konsekuensi berikutnya dalam hukum pidana materiil, antara lain yaitu:

22


(26)

1. Dalam hal percobaan, yang dapat dipidana hanyalah terhadap percobaan melakukan kejahatan saja, dan tidak pada percobaan pelanggaran.

2. Mengenai pembantuan, yang dapat dipidana hanyalah pembantuan dalam hal kejahtan, dan tidak dalam hal pelanggaran.

3. Azas personaliteit hanya berlaku pada warga negara RI yang melakukan kejahatan (bukan pelanggaran) diwilayah hukum RI yang menurut hukum pidana Negara asing tersebut adalah berupa perbuatan yang diancam pidana.

4. Dalam hal melakukan pelanggaran, pengurus atau anggota pengurus atau para komisaris hanya dipidana apabila pelanggaran itu terjadi adalah atas sepengetahuan mereka, jika tidak, maka pengurus, anggota pengurus atau komisaris itu tidak dipidana. Hal ini tidak berlaku pada kejahatan.

5. Dalam ketentuan perihal syarat pengaduan bagi penuntutan pidana terhadap tindak pidana (aduan) hanya berlaku pada jenis kejahatan saja, dan tidak pada jenis pelanggaran.

6. Dalam hal tenggang waktu daluwarsa hak negara untuk menuntut pidana dan menjalankan pidana pada pelanggaran relatif lebih pendek daripada kejahatan. 7. Hapusnya hak negara untuk melakukan penuntutan pidana karena telah dibayarnya

secara sukarela denda maksimum sesuai yang diancamkan serta biaya-biaya yang telah dikeluarkan jika penuntutan telah dimulai, hanyalah berlaku pada pelanggaran saja.

8. Dalam hal menjatuhkan pidana perampasan barang tertentu dalam pelanggaran-pelanggaran hanya dapat dilakukan jika dalam undang-undang bagi pelanggaran-pelanggaran tersebut ditentukan dapat dirampas.


(27)

9. Dalam ketentuan mengenai penyertaan dalam hal tindak pidana yang dilakukan dengan alat percetakan hanya berlaku pada pelanggaran.

10. Dalam hal penadahan, benda obyek penadahan haruslah oleh dari kejahatan saja, dan bukan dari pelanggaran.

11. Ketentuan pidana dalam perundang-undangan Indonesia hanya diberlakukan bagi setiap pegawai negeri yang diluar wilayah hukum Indonesia melakukan kejahatan jabatan, dan bukan pelanggaran jabatan.

12. Dalam hal perbarengan perbuatan sistem penjatuhan pidana dibedakan antara perbarengan antara kejahatan dengan kejahatan yang menggunakan sisten hisapan yang diperberat dengan perbarengan perbuatan anatara kejahatan dengan pelanggaran atau pelanggaran dengan pelanggaran yang menggunakan sistem kumulasi murni.

Tindak pidana formil adalah tindak pidana yang dirumuskan sedemikian rupa, sehingga memberikan arti bahwa inti larangan yang dirumuskan itu adalah melakukan perbuatan tertentu.Perumusan tindak pidana formil tidak memperhatikan atau tidak memerlukan timbulnya suatu akibat tertentu dari perbuatan sebagai syarat penyelesaian tindak pidana, melainkan semata-mata pada perbuatannya.Misalnya pada pencurian untuk selesainya pencurian digantungkan pada selesainya perbuatan mengambil.

Sebaliknya dalam rumusan tindak pidana materiil, inti larangan adalah pada menimbulkan akibat yang dilarang, karena itu siapa yang menimbulkan akibat yang dilarang itulah yang dipertanggungjawabkan dan dipidana.Tentang bagaimana wujud


(28)

perbuatan yang menimbulkan akibat terlarang itu tidak penting.Misalnya pada pembunuhan inti larangan adalah pada menimbulkan kematian orang, dan bukan pada wujud menembak, membacok, atau memukul untuk selesainya tindak pidana digantungkan pada timbulnya akibat dan bukan pada selesainya wujud perbuatan.

Begitu juga untuk selesainya tindak pidana materiil tidak bergantung pada sejauh mana wujud perbuatan yang dilakukan, tetapi sepenuhnya digantungkan pada syarat timbulnya akibat terlarang tersebut.misalnya wujud membacok telah selesai dilakukan dalam hal pembunuhan, tetapi pembunuhan itu belum terjadi jika dari perbuatan itu belum atau tidak menimbulkan akibat hilangnya nyawa korban, yang terjadi hanyalah percobaan pembunuhan.

2. Unsur-Unsur Tindak Pidana

Menurut Simons,unsur-unsur tindak pidana seagai berikut:

a. Perbuatan manusia (positif atau negative; berbuat atau tidak berbuat atau memberikan);

b. Diancam dengan pidana; c. Melawan hukum;

d. Dilakukan dengan kesalahan;

e. Orang yang mampu bertanggung jawab.23

Menurut Moeljatno.merumuskan unsure-unsur perbuatan pidana/tindak pidana sebagai berikut:

a. Perbuatan (manusia); 23


(29)

b. Yang memenuhi rumusan dalam undang-undang (ini merupakan syarat formil); dan

c. Bersifat melawan hukum (ini merupakan syarat materiil).24

Orang yang melaukakan tindak pidana (yang memenuhi syarat-syarat tersebut di atas) harus dapat dipertanggungjawabkan dalam hkum pidana.Jadi unsur pertanggungjawaban pidana ini melekat pada orangnya/pelaku tindak pdana.

C. Pengertian dan Unsur-UnsurTindak Pidana Perzinahan 1. Pengertian Tindak Pidana Perzinahan

Delik perzinahan diatur dalam Pasal 284 KUHP yang dapat dikategorikan sebagai salah satu kejahatan terhadap kesusilaan. Delik-delik kesusilaan dalam KUHP terdapat dalam dua bab, yaitu Bab XIV Buku II yang merupakan kejahatan dan Bab VI Buku III yang termasuk jenis pelanggaran. Yang termasuk dalam kelompok kejahatan kesusilaan meliputi perbuatan-perbuatan:

a. Yang berhubungan dengan minuman, yang berhubungan dengan kesusilaan di muka umum dan yang berhubungan dengan benda- benda dan sebagainya yang melanggar kesusilaan atau bersifat porno (Pasal 281–283);

b. Zina dan sebagainya yang berhubungan dengan perbuatan cabul dan hubungan seksual (Pasal 284-296);

c. Perdagangan wanita dan anak laki-laki di bawah umur (Pasal 297);

d. Yang berhubungan dengan pengobatan untuk menggugurkan kandungan (Pasal 299);

24


(30)

e. Memabukkan (Pasal 300);

f. Menyerahkan anak untuk pengemisan dan sebagainya (Pasal 301); g. Penganiayaan hewan (Pasal 302);

h. Perjudian (Pasal 303 dan 303 bis).

Adapun yang termasuk pelanggaran kesusilaan dalam KUHP meliputi perbuatan-perbuatan sebagai berikut :

a. Mengungkapkan atau mempertunjukkan sesuatu yang bersifat porno (Pasal 532-535);

b. Yang berhubungan dengan mabuk dan minuman keras (Pasal 536-539);

c. Yang berhubungan dengan perbuatan tidak susila terhadap hewan (Pasal 540, 541 dan 544);

d. Meramal nasib atau mimpi (Pasal 545);

e. Menjual dan sebagainya jimat-jimat, benda berkekuatan gaib dan memberi ilmu kesaktian (Pasal 546);

f. Memakai jimat sebagai saksi dalam persidangan (Pasal547).

Ketentuan-ketentuan pidana yang diatur dalam Bab XIV mengenai kejahatan-kejahatan terhadap kesusilaan ini sengaja dibentuk oleh pembentuk undang-undang dengan maksud untuk melindungi orang-orang dari tindakan-tindakan asusila dan perilaku-perilaku baik dengan ucapan maupun dengan perbuatan yang menyinggung rasa susila karena bertentangan dengan pandangan orang tentang kepatutan-kepatutan di bidang seksual, baik ditinjau dari segi pandangan masyarakat setempat


(31)

maupun dari segi kebiasaan masyarakat dalam menjalankan kehidupan seksual mereka.

Sebagaimana yang telah diungkapkan oleh Wiryono Prodjodikoro bahwa kesusilaan itu mengenai juga tentang adat kebiasaan yang baik, tetapi khusus yang sedikit banyak mengenai kelamin (sex) seorang manusia.Dengan demikian, pidana mengenai delik kesusilaan semestinya hanya perbuatan-perbuatan yang melanggar norma-norma kesusilaan seksual yang tergolong dalam kejahatan terhadap kesusilaan.Akan tetapi menurut Roeslan Saleh, pengertian kesusilaan hendaknya tidak dibatasi pada pengertian kesusilaan dalam bidang seksual saja, tetapi juga meliputi hal-hal lain yang termasuk dalam penguasaan norma-norma bertingkah laku dalam pergaulan masyarakat. Sedangkan permasalahan-permasalahan dari persetubuhan yang tidak merupakan tindak pidana menurut KUHP, yaitu :

1. Dua orang yang belum kawin yang melakukan persetubuhan, walaupun

a. Perbupatan itu dipandang bertentangan dengan atau mengganggu perasaan moral masyarakat;

b. Wanita itu mau melakukan persetubuhan karena tipu muslihat atau janji akan menikahi, tetapi diingkari;

c.Berakibat hamilnya wanita itu dan lai-laki yang menghamilinya tidak bersedia menikahinya atau ada halangan untuk nikah menurut undang-undang;

2. Seorang laki-laki telah bersuami menghamili seorang gadis (berarti telah melakukan perzinahan) tetapi istrinya tidak membuat pengaduan untuk menuntut;


(32)

3. Seorang melakukan hidup bersama dengan orang lain sebagai suami isteri di luar perkawinan padahal perbuatan itu tercela dan bertentangan atau mengganggu perasaan kesusilaan/moral masyarakat setempat

2. Unsur-Unsur Tindak Pidana Perzinahan

Hukum Pidana Materil kita yang telah terkodifikasi (KUHP-Kitab Undang Undang Hukum Pidana), menempatkan Tindak Pidana Perzinahan sebagai sebuah Kejahatan sebagaimana diatur dalam Pasal 284 KUHP. Pasal 284 KUHP yang mengatur tentang Perzinahan terdiri dari lima (5) ayat, namun pada kesempatan ini, saya ingin mengajak kita semua untuk mencoba mencermati dan menganalisa Pasal 284 ayat 1 ke 1e KUHP, karena memang pasal ini yang kerap dilanggar (lazim terjadi) dan diterapkan kepada pelaku-pelaku dalam tindak pidana perzinahan, yang berbunyi ; Dihukum Penjara selama-lamanya sembilan bulan,(a). Laki-laki yang beristri berbuat zinah, sedang diketahui bahwa Pasal 27 KUH Perdata berlaku padanya, (b).Perempuan yang bersuami, berbuat zinah.

Zinahsebagaimana diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana mengandung pengertian bahwa Persetubuhan yang dilakukan oleh laki-laki atau perempuan yang telah kawin (nikah) dengan perempuan atau laki-lai bukan istri atau suaminya, persetubuhan dimaksud dilakukan atas dasar suka sama suka.

Mencermati akan bunyi pasal yang mengatur tentang perzinahan diatas, maka unsur-unsur terpenting dari tindak pidana perzinahan yang harus dipenuhi guna menghukum seseorang sebagai pelaku tindak pidana perzinahan adalah :


(33)

a. Salah satu pihak telah menikah sah

b. Adanya persetubuhan atas dasar suka sama suka

c. Harus ada Pengaduan dari suami/istri yang menjadi korban

Setelah kita mengetahui unsur-unsur terpenting dari tindak pidana perzinahan yang harus dipenuhi guna menghukum seseorang sebagai pelaku tindak pidana perzinahan, maka saya mengajak kita semua untuk mendalami satu persatu unsur pasal perzinahan sehingga kita bisa mengetahui, unsur-unsur yang membangun tindak pidana perzinahan itu sendiri dalam hukum pidana positif kita, yakni :

a. Salah satu pihak telah menikah sah (Sah-nya perkawinan berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan)

Seseorang dapat dikatakan sebagai pelaku dugaan tindak pidana perzinahan, maka salah satu pihak dari pasangan zinah tersebut telah menikah sah, tentang sah-nya perkawinan, maka kita bisa melihat Pasal 2 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, yang berbunyi : (1) Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu. (2) Tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. Jika demikian muncul persoalan, bagaimana jika sebuah pasangan (laki-laki/perempuan) telah melangsungkan proses peminangan menurut hukum adat dan atau perkawinan menurut hukum adat kemudian hidup bersama (layaknya suami istri, apalagi kalau sudah dikarunia anak) dan dalam perjalanan hidup bersama tersebut, ada salah satu pihak tertangkap tangan berzinah, tentu pihak yang tertangkap tangan berzinah itu tidak dapat dihukum dengan Pasal Perzinahan, oleh karena belum adanya


(34)

perkawinan yang sah sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.

Disatu sisi Mahkama Agung Republik Indonesia pernah menguatkan sebuah putusan yang telah menjadi yurisprodensi (kekuatan hukum tetap), Seorang laki-laki yang awalnya dituntut sebagai pelaku perzinahan dibebaskan dari tuntutan sebagai pelaku perzinahan, walaupun saat itu yang bersangkutan tertangkap tangan berzinah dengan perempuan yang bukan istrinya, dan bahkan dalam pemeriksaan yang bersangkutan bersama pasangannya mengakui dengan jujur perbuatan mereka, selain daripada itu pelaku perzinahan dimaksud, saat melakukan perbuatannya sadar bahwa mereka masih terikat perkawinan yang sah menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Pertimbangan hakim dalam membebaskan orang tersebut dari tuntutan perzinahan oleh karena, orang tersebut telah mengembalikan tanda adat kepada keluarga istrinya, dimana menurut hukum adat yang dianut saat itu oleh keduanya (laki-laki yang berzinah dan istri sah-nya tersebut tunduk pada satu hukum adat), pengembalian tanda adat itu menandakan bahwa mereka telah dianggap bercerai dalam hukum adat mereka, walaupun perceraian atas perkawinan mereka melalui Putusan Lembaga Peradilan belum ada. Terhadap yurisprudensi ini, maka saya berpendapat seharusnya aparat penegak hukum dibidang pidana juga dapat memeriksa dan menuntut salah satu pihak yang berzinah walaupun mereka baru melangsungkan proses peminangan menurut hukum adat dan atau perkawinan menurut hukum adat, dengan catatan mereka (kedua pasangan calon suami istri tadi) tunduk pada satu hukum adat. Saya katakan demikian, karena ada hukum adat yang


(35)

setelah melangsungkan proses peminangan menurut hukum adat dan atau perkawinan menurut hukum adat, kedua calon pasangan hidup tadi sudah dianggap dan atau dapat hidup bersama sebagai suami istri sah menurut adat, walaupun mereka belum melangsungkan perkawinan menurut amanat Pasal 2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 (ini banyak terjadi dalam kehidupan masyarakat indonesia). Dan ternyata dalam perjalanan hidup mereka, ada pasangan yang berzinah tentu pasangan yang satu akan mengalami kerugian kerugian Moril/penderitaan psikis yang tidak dapat diukur(terutama pihak perempuan).

b. Adanya persetubuhan atas dasar suka sama suka (menekankan bahwa persetubuhan sudah harus benar-benar terjadi).

Seseorang dapat dikatakan sebagai pelaku dugaan tindak pidana perzinahan, apabila pasangan yang diduga berzinah tersebut sudah melakukan “Persetubuhan” (Persetubuhan menurut penjelasan KUHP adalah Peraduan antara anggota kelamin laki-laki dan perempuan yang biasa dijalankan untuk mendapatkan anak, jadi anggota kelamin laki-laki harus masuk kedalam anggota kelamin perempuan sehingga mengeluarkan air mani). Mencermati akan pengertian persetubuhan dimaksud, maka kita akan mengalami kesulitan dalam pembuktiannya, mengapa demikian, karena tidak mungkin orang bersetubuh, dilakukan ditempat yang sekiranya dapat disaksikan dengan mata telanjang, sehingga pembuktian terhadap unsur persetubuhan ini, biasanya hanya bergantung pada Pengakuan pasangan zinah serta pembuktian secara medis.


(36)

Khusus untuk pengakuan pasangan zinah agak sulit kita dapati (hal ini sejalan denganungkapan klasik bahwa kalau pencuri mengaku maka penjara sudah pasti penuh. Syukur-syukur kalau ada yang jujur mengakui, tetapi biasanya pasangan zinah yang mengakui dengan jujur perbuatannya oleh karena sudah memantapkan pilihannya menjadikan zinah sebagai alasan untuk bercerai), sedangkan pembuktian secara medis akan sangat sulit apabila sebelumnya pasangan zinah tersebut sudah pernah (sering) melakukan persetubuhan, lain hal kalau ketika pasangan zinah tersebut ditangkap walaupun mereka tidak dalam keadaan sedang bersetubuh, tetapi pada mereka didapati sperma yang baru saja keluar, maka sudah tentu pemeriksaan medis dapat membuktikan hal tersebut.

Ada anggapan bahwa walaupun pasangan zinah tidak mengakui pernah melakukan persetubuhan, dan pada mereka tidak didapati tanda-tanda yang dapat dijelaskan secara medis bahwa mereka baru saja melakukan persetubuhan, namun sepasang pasangan zinah “sudah dapat dianggap” telah melakukan persetubuhan karena keadaan-keadaan sebagai berikut ; mereka berdua berlainan jenis kelamin, bukan suami istri sah, tidak ada hubungan keluarga, kedapatan berduaan didalam kamar hotel, kamar kost dan lain sebagainya, bahkan mereka berdua mengaku dengan jujur saling mencitai, akan tetapi saya tegaskan bahwa keadaan inipun tidak/belum menjelaskan definisi persetubuhan diatas guna memenuhi unsur pasal ini. Kecuali akibat dari perzinahan itu, istri yang berzinah atan perempuan pasangan zinah hamil atau mempunyai anak dan kemudian pemeriksaan medis (Test DNA) mampu


(37)

membuktikannya, maka walaupun tidak ada pengakuan akan perbuatan persetubuhan, tetapi keadaan diatas telah menjelaskannya.

Biasanya seorang suami/istri yang menjadi korban dari sebuah tindak pidana perzinahan, ketika menangkap “basah” suami/istrinya dengan pasangan zinahnya, berduaan didalam kamar hotel, kamar kost bahkan suami/istri pasangan zinah tadi ketika ditangkap mengakui dengan jujur bahwa ia mencintai pasangannya dan sudah menjalin hubungan cinta untuk waktu yang cukup lama, lalu melaporkan secara pidana kepada aparat negara penegak hukum dan melalui serangkaian proses hukum, kemudian suami/istri yang berzinah tadi tidak dapat diproses lebih lanjut oleh karena tidak dapat dibuktikan adanya unsur persetubuhan, kemudian menyalahkan aparat penegak hukum karena seolah-olah aparat penegak hukum tidak merespon laporannya, tetapi mau bagaimana lagi, hukum pidana kita memang mensyaratkan demikian.

c. Harus ada Pengaduan dari suami/istri yang menjadi korban/dirugikan.

Untuk dapat memproses (dilakukannya tindakan penyidikan) tindak pidana perzinahan, maka harus ada pengaduan dari suami/istri yang menjadi korban dari tindakan perzinahan.Tindak Pidana perzinahan merupakan delik aduan absolut karena tindak pidana perzinahan tidak dapat dituntut apabila tidak ada pengaduan dari suami/istri yang menjadi korban dari tindakan perzinahan.Atas pernyataan ini, beberapa kalangan sering mempertanyakan, jika tindak pidana perzinahan merupakan delik aduan absolut, maka mengapa polisi tanpa adanya pengaduan, juga melakukan pemeriksaan terhadap pasangan yang diduga berzinah.


(38)

Polisi tidak dilarang untuk mengadakan pemeriksaan bila mendapat laporan adanya dugaan terjadinya peristiwa perzinahan, bahkan pada saat-saat tertentu harus mengambil tindakan-tindakan kepolisian untuk mencegah hal-hal yang tidak diinginkan serta menjaga keamanan dan ketertiban umum.


(39)

III. METODE PENELITIAN

Metode adalah pedoman cara seorang ilmuwan mempelajari danmemahami lingkunganlingkungan yang dihadapi.25 Maka dalam penulisan skripsi ini bisa disebut sebagai suatupenelitian ilmiah dan dapat dipercaya kebenarannya dengan menggunakanmetode yang tepat. Adapun metode penelitian yang digunakan dalampenelitian ini dapat dijelaskan sebagai berikut:

A. Pendekatan Masalah

Pendekatan masalah yang akan digunakan dalam penulisan hukum iniadalah penelitian hukum normatif. Penelitian hukum normatif yaitupenelitian yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunderdan bahan hukum tersier. Bahan-bahan tersebut disusun secara sistematis, dikaji kemudian dibandingkan dan ditarik suatu kesimpulan dalam hubungannya dengan masalah yang akan diteliti.

B. Jenis Dan Sumber Data

Dalam buku Penelitian Hukum karangan Peter Mahmud Marzuki,mengatakan bahwa pada dasarnya penelitian hokum tidak mengenal adanya data, sehingga yang digunakan adalah bahan hokum dalam hal ini bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier.

25


(40)

a. Bahan Hukum Primer

Bahan hukum primer merupakan bahan hukum yang bersifat autoratif ,artinya mempunyai otoritas. Bahan hukum primer terdiri dari perundang-undangan, catatan-catatan resmi, atau risalah di dalam pembuatan peraturan perundang-undangan dan putusan-putusan hakim. Bahan hukum primer dalam penelitian ini adalah:

1. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana 2. Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana

b. Bahan Hukum sekunder

Bahan hukum sekunder berupa publikasi tentang hukum yang bukan merupakan dokumen-dokumen resmi.26 Bahan hukum sekunder sebagai pendukung dari data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu buku-buku teks yang ditulis para ahli hukum, jurnal hukum, artikel, internet, dan sumber lainnya yang memiliki korelasi untuk mendukung penelitian ini.

c. Bahan Hukum Tersier

Bahan- bahan hukum yang menunjang bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder yang berupa pengertian-pengertian yang diperoleh dari kamus hukum, ensiklopedia dan bahan dari internet.

C. Penentuan Narasumber

Narasumber adalah orang yg memberi (mengetahui secara jelas atau menjadi sumber) informasi.27Metode penentuan narasumber dan pengambilan narasumber

26

Peter Mahmud Marzuki, 2005, hlm. 141 27


(41)

disesuaikan dengan pertimbangan maksud dan tujuan penelitian. Penentuan narasumber guna memperoleh data yang lebih baik dan menunjang pembahasan permasalahan. Narasumber yang ditentukan dalam penelitian ini adalah dua orang yaitu, satu orang Anggota Kepolisian Polsek Tanjung Karang Timur dan satu orang dosen Fakultas Hukum Universitas Lampung, khususnya dosen Bagian Hukum Pidana.

D. Prosedur Pengumpulan dan Pengolahan Data 1. Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang akan digunakan dalam penelitian iniadalah studi kepustakaan yaitu pengumpulan data sekunder. Penulismengumpulkan data sekunder yang ada hubungannya dengan masalahyang akan diteliti yang digolongkan sesuai dengan katalogisasi.Selanjutnya data yang diperoleh kemudian dipelajari, diklasifikasikan, danselanjutnya dianalisis lebih lanjut sesuai dengan tujuan dan permasalahanpenelitian. Teknik pengumpulan data yang dipergunakan oleh penulisdalam penelitian ini adalah studi dokumen atau bahan pustaka yaitupengumpulan data sekunder.

Penulis mengumpulkan data sekunder dari peraturan perundangundangan,buku-buku, karangan ilmiah, dokumen resmi, sertapengumpulan data melalui media internet. Metode pengumpulan data iniberguna untuk mendapatkan landasan teori yang berupa pendapat para ahlimengenai hal yang menjadi obyek penelitian seperti peraturanperundangan yang berlaku dan berkaitan dengan hal-hal yang perluditeliti.


(42)

2. Pengolahan Data

Setelah data terkumpul, baik studi kepustakaan maupun studi lapangan, maka data diproses melalui pengolahan data dengan langkah-langkah sebagai berikut:

a. Editing, yaitu memeriksa kembali kelengkapan, kejelasan, dan relevansi dengan penelitian.

b. Klasifikasi data yaitu mengklasifikasi/mengelompokan data yang diperoleh menurut jenisnya untuk memudahkan dalam menganalisis data.

c. Sistematisasi data, yaitu malakukan penyusunan dan penempatan data pada setiap pokok secara sistematis sehingga mempermudah interpretasi data dan tercipta keteraturan dalam menjawab permasalahan.

E. Analisis Data

Analisis data merupakan tahap yang paling penting dalam suatu penelitian. Karena dalam penelitian ini data yang diperoleh akan diprosesdan dimanfaatkan sedemikian rupa sampai didapat suatu kesimpulan yangnantinya akan menjadi hasil akhir dari penelitian. Teknik analisis data yang dipergunakan oleh penulis dalam penelitian ini adalah analisis data yang bersifat kualitatif. Analisis data secara kualitatif adalah suatu tata cara penelitian yang menghasilkan data deskriptif-analisis yaitu apa yang dinyatakan oleh responden secara tertulis atau lisan, dan juga perilaku yang nyata, yangditeliti dan dipelajari sebagai sesuatu yang utuh.

Penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subyek penelitianmisalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, secara holistik dan dengancara deskripsi dalam


(43)

bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu kontekskhusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah.


(44)

V. PENUTUP

A. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang dilakukan penulis dapat ditarik simpulan bahwa:

1. Penegakan hukum pidana terhadap pelaku tindak pidana perzinahan di Bandar Lampung ini sendiri dilaksanakan secara preventif yaitu pencegahan sebelum terjadinya kejahatan dengan cara mengadakan penyuluhan seperti bersosialisasi kepada masyarakat khususnya kepada korban perzinahan agar memberanikan diri untuk melapor ke pihak berwenang, karena dalam perkara perzinahan harus adanya pengaduan dari korban atau pihak yang dirugikan, penegakan hukum pidana secara preventif bukan hanya dilakukan oleh pemerintah atau aparat penegak hukum saja tetapi masyarakat harus berperan aktif membantu dan mendukung upaya penegakan hukum terhadap pelaku tindak pidana perzinahan,. Masyarakat dapat membantu memberi informasi kepada aparat penagak hukum apabila disekitar tempat tinggal mereka terdapat tempat-tempat pelacuran, sehingga aparat hukum dapat memberantas tempat-tempat tersebut untuk dapat mengurangi angka kepelacuran yang ada di masyarakat. Selain itu juga dengan cara represif yaitu pemberantasan setelah terjadinya kejahatan yaitu dengan menyelidik dan memproses laporan yang masuk namun hal ini belum maksimal


(45)

karena adanya keterbatasan yang dialami oleh penegak hukum itu sendiri. Kepada pelaku tindak pidana perzinahan dapat dikenakan sanksi Pasal 284 KUHP, yang diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan. Lain halnya dalam Konsep KUHP 2012 terdapat dalam Pasal 483, dipidana karena permukahan, dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun. Dalam tindak pidana perzinahan penegak hukum memproses kasus perzinahan harus ada delik aduan dari suami atau isteri yang dirugikan atau korbannya. Kepolisian, kejaksaan, dan kehakiman tidak dapat menjalankan tugas dengan baik tanpa adanya pengaduan. Akhirnya para penegak hukum dalam melaksanakan tugasnya bersifat pasif, pihak kepolisian menunggu laporan dari masyarakat yang dirugikan secara langsung. 2. Faktor-faktor penghambat penegakan hukum pidana terhadap tindak pidana

perzinahan di Bandar Lampung terdapat 5 faktor. Faktor undang-undang, tindak pidana perzinahan secara yuridis formil sebagaimana yang disebutkan dalam Pasal 284 KUHP memiliki banyak kelemahan secara moril. Nilai dasar yang dipakai dalam membentuk Pasal 284 KUHP berbeda sama sekali dengan konsepsi masyarakat Indonesia mengenai zina itu sendiri. Jelas sekali, perbedaan pandangan demikian berimbas pada perbedaan pengaturan zina dalam hukum pidana. Faktor penegak hukum, bahwa penerapan hukum itu tergantung dari aparat dalam menjalankan kinerjanya artinya kembali kediri mereka masing-masing untuk bagaimana menjalankan tugas yang baik dan benar agar dapat menciptakan negara yang bebas dari perzinahan. Faktor Masyarakat, masyarakat yang ingin menciptakan ketentraman antara sesamanya, karenanya masyarakat itu sendiri dapat mempengaruhi penegakan hukum pidana.


(46)

B. Saran

Selain simpulan yang telah dirumuskan di atas, penulis akan memberikan beberapa saran yang berkaitan dengan penelitian ini, yaitu sebagai berikut:

1. Pemerintah atau lembaga-lembaga yang berwenang dan terkait harus lebih aktif melakukan razia-razia ke hotel-hotel Bandar Lampung agar dapat mengurangi tingkat perzinahan itu sendiri di Bandar Lampung.

2. Penulis menyarankan agar surat nikah dibuat seperti Kartu Tanda Pengenal (KTP), agar surat tersebut dapat dibawa kemana-mana. Apabila seperti itu maka Peraturan Daerah yang memuat untuk membawa surat nikah bila pasangan suami isteri menginap di hotel akan terlaksana dengan baik.


(47)

(Skripsi)

Oleh Vika Trisanti

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2012


(48)

Halaman I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang………... 1

B. Permasalahan dan Ruang Lingkup………. 5

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian……… 6

D. Kerangka Teoritis dan Konseptual………. 7

E. Sistematika Penulisan………. 11

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Penegakan Hukum Pidana………. 13

B. Pengertian dan Unsur-Unsur Tindak Pidana………... 20

C. Pengertian dan Unsur-Unsur Tindak Pidana Perzinahan……… 27

III. METODE PENELITIAN A. Pendekatan Masalah………... 37

B. Jenis dan Sumber Data……… 37

C. Penentuan Narasumber... 38

D. Prosedur Pengumpulan dan Pengolahan Data... 39

E. Analisis Data... ... 40

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Identitas Responden……… 42 B. Penegakan Hukum Pidana Terhadap Tindak Pidana Perzinahan di


(49)

Tindak Pidana Perzinahan di Bandar Lampung……… 52

V. PENUTUP

A. Simpulan... ... 56 B. Saran... 58 DAFTAR PUSTAKA


(50)

DAFTAR PUSTAKA

Andrisman, Tri. 2009.Hukum Pidana.Universitas Lampung. Bandar Lampung. Chazawi, Adami. 2002. Pelajaran Hukum Pidana Bagian I. Raja Grafindo Persada.

Jakarta.

D, Soejono. 1976.Sosio Kriminologi.Alumni. Bandung.

Dipraja, R Soemo. 1982.Asas-asas Hukum Pidana.Alumni. Jakarta.

Hamzah, Andi. 2007. Kitab Undang Hukum Pidana dan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana. Rineka Cipta. Jakarta.

Lamintang. 1990. Delik-delik Khusus: Tindak Pidana-Tindak Pidana yang Melanggar Norma-norma Kesusilaan dan Norma. Jakarta.

Moeljatno. 1987.Azaz-Azaz Hukum Pidana.Bina Askara. Jakarta.

Sahetapy dan B. Mardjno Reksodiputro. 1989.Parados dalam Kriminologi.Rajawali. Jakarta.

Soejono. 1995. Kejahatan dan Penegakan Hukum di Indonesia. Rineka Cipta. Jakarta.

Soekanto, Soerjono. 1995.Pengantar Penelitian Hukum. UI Pres. Jakarta.

Sudarto. 1997.Hukum Pidana. Fakultas Hukum Universitas Diponogoro. Semarang. --- 1995.Hukum dan Hukum Pidana. Alumni. Bandung.


(51)

Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa. 2005. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Balai Pustaka. Jakarta.

Universitas Lampung. 2009. Format Penulisan Karya Ilmiah. Lampung. University Press. Bandar Lampung.

Usman Simanjutak 1994.Teknik Penuntutan dan Upaya Hukum. Bina Cipta, Jakart Wirjono Prodjo Dikoro. 2002, Asas Hukum Pidana Di Indonesia. Rafika Aditama.

Bandung.


(52)

oleh

VIKA TRISANTI

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Hukum

Pada

Bagian Hukum Pidana

Fakultas Hukum Universitas Lampung

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2013


(53)

Nama Mahasiswa :

Vika Trisanti

No. Pokok Mahasiswa : 0912011081

Bagian : Hukum Pidana

Fakultas : Hukum

MENYETUJUI

1.Komisi pembimbing

Firganefi, S.H., M.H. Tri Andrisman, S.H., M.H. NIP 196312171988032003 NIP 196112311989031003

2. Ketua Bagian Hukum Pidana

Diah Gustiniati, S.H., M.H. NIP. 196208171987032003


(54)

1. Tim Penguji

Ketua :Firganefi, S.M., M.H. ………..

Sekretaris/Anggota :Tri Andrisman, S.H, M.H. ………..

Penguji Utama :Dr. Maroni, S.H., M.H. ………

2. PJ Dekan Fakultas Hukum

Dr. Heryandi,S.H.,M.S NIP. 19621109 198703 1 003


(55)

Sang pemenang bukanlah orang yang tidak pernah kalah, tetapi

orang yang sanggup bangkit dan tidak menyerah

(Ares Gunawan)

Tak ada soal tanpa jawaban, tak ada ujian tanpa jalan keluar,

yakinlah setelah kesulitan akan ada kemudahan


(56)

Alhamdulillahirabbil alamin Puji syukur kehadirat Allah SWT atas

segala rahmat dan karunianya. Kupersembahkan dengan

segala kerendahan hati karya kecilku ini

Kepada

Papi dan Mamiku tercinta

yang telah membiayaiku dengan ikhlas, berkorban segalanya

untukku,

senantiasa memberikan dukungan, usaha dan segala

kasih sayang terutama do a yang tiada

henti untuk keberhasilan ini,

Kakak-kakakku dan adikku yang telah banyak memberi semangat

dan

dukungan doa yang tak henti-hentinya kepada

penulis dikala suka dan duka

serta


(57)

Penulis dilahirkan di Kotabumi pada tanggal 22 Oktober 1991, yang merupakan anak keempat dari lima bersaudara, dari buah kasih saying Bapak H. Sarbini dan Ibu Hj. Irzah. Ar.

Penulis mengawali jenjang Pendidikan TK RA. Muslimin Kotabumi, Penulis melanjutkan Sekolah Dasar Negeri 2 Kotabumi Tengah Kotabumi yang diselesaikan pada tahun 2003, dilanjutkan Sekolah Menengah Pertama Negeri 7 Kotabumi yang diselesaikan pada tahun 2006, dan kemudian dilanjutkan dengan Sekolah Menengah Atas Negeri 3 Kotabumi yang diselesaikan pada tahun 2009.

Pada Tahun 2009 penulis diterima sebagai mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Lampung melalui jalur Penelusuran Kemampuan Akademik dan Bakat (PKAB) dan mengambil minat bagian Hukum Pidana. Dalam rangka menyelesaikan studinya di Universitas Lampung penulis juga pernah mengikuti Kuliah Kerja Nyata di Desan Sukabanjar, Kecamatan Sidomulyo, Kabupaten Lampung Selatan.


(58)

Alhamdulillahirabbil’alamin, segala puji hanya milik Allah SWT, Rabb semesta alam, atas limpahan nikmatnya sehingga penulis diberikan kemampuan untuk menyelesaikan karya kecil ini, shalawat serta salam kepada manusia termulia, kekasih Allah, Nabi Muhammad SAW, skripsi dengan judul “ANALISIS YURIDIS PENEGAKAN HUKUM PIDANA TERHADAP TINDAK PIDANA PERZINAHAN DI BANDAR LAMPUNG ini adalah sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar strata satu dan memperoleh gelar Sarjana Hukum di Fakultas Hukum Universitas Lampung.

Penulis menyadari terdapat kekurangan dalam penulisan skripsi ini, hal tersebut dikarenakan terbatasanya kemampuan dan pengetahuan yang dimiliki penulis. Oleh karena itu kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan untuk kesempurnaan skripsi ini.

Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan rasa terima kasih yang tulus dan sebesar-besarnya pada semua pihak yang telah berperan dalam studi dan proses penyusunan skripsi saya ini, khususnya kepada:

1. Bapak Dr. Heriandi, S.H., M.S., selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Lampung;


(59)

3. Ibu Firganefi, S.H., M.H., selaku Pembimbing I atas waktu, ilmu, kesabaran, dan kesediaannya memberikan bimbingan, saran, kritik, serta nasehatnya dalam proses penyelesaian skripsi ini;

4. Bapak Tri Andrisman, S.H., M.H., selaku Pembimbing II atas waktu, ilmu, kesediannya memberikan bimbingan, saran, dan kritik dalam proses penyelesaian skripsi ini;

5. Bapak Dr. Maroni, S.H., M.H., selaku Pembahas I sekaligus Penguji Utama pada Ujian Skripsi yang telah banyak memberikan masukan, saran dan kritik yang bersifat membangun serta bersedia meluangkan banyak waktu untuk membimbing dan memberikan arahan yang sangat membantu penulis dari awal sampai akhir dalam proses menyelesaikan skripsi ini;

6. Ibu Dona Raisa Monica, S.H., M.H., selaku Pembahas II yang telah banyak membantu dan memberi saran dalam penulisan skripsi ini;

7. Bapak Sudirma Mechsan, S.H., M.H., selaku Pembimbing Akademik yang senantiasa memberikan nasehat dan pengarahan selama penulis kuliah di Fakultas Hukum Universitas Lampung;

8. Papi mamiku tersayang yang dengan cinta kasihnya selalu berjuang untuk mencukupi kebutuhan penulis, menguatkan disaat penulis membutuhkan dukungan, serta yang tak pernah luput mendoakan kesuksesan dan kebahagiaan penulis. Terima kasih yang tak terhingga atas segala pengorbanan serta jasa papi dan mami yang telah menghantarkan ke depan pintu gerbang kesuksesan. Untuk segala sesuatu yang tak mungkin dapat aku


(60)

9. Kakak-kakakku kiay, duli dan susi dan adikku nia seta mahkota dan puan terima kasih atas dukungannya serta doa yang telah diberikan, semoga kita menjadi orang yang sukses dan behasil dalam hidup serta dapat membahagiakan mami selamanya;

10. Sahabat yang mengerti dalam susah dan senang jadi mahasiswa helda eel, danar bebi, trie caca, maria, mami vita dan indah kimping yang telah memberikan bantuan dan do’a dalam penulisan skripsi ini;

11. Teman-teman seperjuangan, Nisa, Icha Tudaw, Elsa dedi, Meria Bibir, Irma Nyok, Ade Tifanny Pasha dan teman-teman lainnya yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah memberikan bantuan dan do’a dalam penulisan skripsi ini;

12. Teman-teman satu perjuangan KKN di Suka banjar Kec. Sidomulyo, Kab. Lampung Selatan: Rina, Fidel, Sarrah, Dauzan, Valent, Uwak Trisia, Meza, Angga, Cici, Tina, Mb Indah, Ebit, Yuanda.

13. Temen-teman kostan Green House, Titik, Eci, Ema, Vivi, dan Binar yang selalu memberikan bantuan kepada penulis dalam suka dan duka;

14. Keluarga Sukabanjar, Nek Uum, Teh Ussy, Mak nur, Bapak dan Ibu Lurah, dan teman-teman lainnya yang mengajarkan aku tentang indahnya persaudaraan;

15. Almamaterku tercinta, yang telah mengisi hari-hariku selama masa studi, baik suka maupun duka;


(61)

Semoga Allah SWT memberikan balasan atas bantuan dan dukungan yang telah diberikan kepada penulis dan semoga skripsi inidapat bermanfaat untuk menambah wawasan keilmuan bagi pembaca pada umumnya dan bagi penulis pada khususnya.

Bandar Lampung, Januari 2013 Penulis,


(1)

PERSEMBAHAN

Alhamdulillahirabbil alamin Puji syukur kehadirat Allah SWT atas

segala rahmat dan karunianya. Kupersembahkan dengan

segala kerendahan hati karya kecilku ini

Kepada

Papi dan Mamiku tercinta

yang telah membiayaiku dengan ikhlas, berkorban segalanya

untukku,

senantiasa memberikan dukungan, usaha dan segala

kasih sayang terutama do a yang tiada

henti untuk keberhasilan ini,

Kakak-kakakku dan adikku yang telah banyak memberi semangat

dan

dukungan doa yang tak henti-hentinya kepada

penulis dikala suka dan duka

serta


(2)

Penulis dilahirkan di Kotabumi pada tanggal 22 Oktober 1991, yang merupakan anak keempat dari lima bersaudara, dari buah kasih saying Bapak H. Sarbini dan Ibu Hj. Irzah. Ar.

Penulis mengawali jenjang Pendidikan TK RA. Muslimin Kotabumi, Penulis melanjutkan Sekolah Dasar Negeri 2 Kotabumi Tengah Kotabumi yang diselesaikan pada tahun 2003, dilanjutkan Sekolah Menengah Pertama Negeri 7 Kotabumi yang diselesaikan pada tahun 2006, dan kemudian dilanjutkan dengan Sekolah Menengah Atas Negeri 3 Kotabumi yang diselesaikan pada tahun 2009.

Pada Tahun 2009 penulis diterima sebagai mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Lampung melalui jalur Penelusuran Kemampuan Akademik dan Bakat (PKAB) dan mengambil minat bagian Hukum Pidana. Dalam rangka menyelesaikan studinya di Universitas Lampung penulis juga pernah mengikuti Kuliah Kerja Nyata di Desan Sukabanjar, Kecamatan Sidomulyo, Kabupaten Lampung Selatan.


(3)

SANWACANA

Alhamdulillahirabbil’alamin, segala puji hanya milik Allah SWT, Rabb semesta

alam, atas limpahan nikmatnya sehingga penulis diberikan kemampuan untuk menyelesaikan karya kecil ini, shalawat serta salam kepada manusia termulia, kekasih Allah, Nabi Muhammad SAW, skripsi dengan judul “ANALISIS YURIDIS PENEGAKAN HUKUM PIDANA TERHADAP TINDAK PIDANA PERZINAHAN DI BANDAR LAMPUNG ini adalah sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar strata satu dan memperoleh gelar Sarjana Hukum di Fakultas Hukum Universitas Lampung.

Penulis menyadari terdapat kekurangan dalam penulisan skripsi ini, hal tersebut dikarenakan terbatasanya kemampuan dan pengetahuan yang dimiliki penulis. Oleh karena itu kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan untuk kesempurnaan skripsi ini.

Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan rasa terima kasih yang tulus dan sebesar-besarnya pada semua pihak yang telah berperan dalam studi dan proses penyusunan skripsi saya ini, khususnya kepada:

1. Bapak Dr. Heriandi, S.H., M.S., selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Lampung;


(4)

Fakultas Hukum Universitas Lampung;

3. Ibu Firganefi, S.H., M.H., selaku Pembimbing I atas waktu, ilmu, kesabaran, dan kesediaannya memberikan bimbingan, saran, kritik, serta nasehatnya dalam proses penyelesaian skripsi ini;

4. Bapak Tri Andrisman, S.H., M.H., selaku Pembimbing II atas waktu, ilmu, kesediannya memberikan bimbingan, saran, dan kritik dalam proses penyelesaian skripsi ini;

5. Bapak Dr. Maroni, S.H., M.H., selaku Pembahas I sekaligus Penguji Utama pada Ujian Skripsi yang telah banyak memberikan masukan, saran dan kritik yang bersifat membangun serta bersedia meluangkan banyak waktu untuk membimbing dan memberikan arahan yang sangat membantu penulis dari awal sampai akhir dalam proses menyelesaikan skripsi ini;

6. Ibu Dona Raisa Monica, S.H., M.H., selaku Pembahas II yang telah banyak membantu dan memberi saran dalam penulisan skripsi ini;

7. Bapak Sudirma Mechsan, S.H., M.H., selaku Pembimbing Akademik yang senantiasa memberikan nasehat dan pengarahan selama penulis kuliah di Fakultas Hukum Universitas Lampung;

8. Papi mamiku tersayang yang dengan cinta kasihnya selalu berjuang untuk mencukupi kebutuhan penulis, menguatkan disaat penulis membutuhkan dukungan, serta yang tak pernah luput mendoakan kesuksesan dan kebahagiaan penulis. Terima kasih yang tak terhingga atas segala pengorbanan serta jasa papi dan mami yang telah menghantarkan ke depan pintu gerbang kesuksesan. Untuk segala sesuatu yang tak mungkin dapat aku


(5)

balas, semoga kelak dikemudian hari dapat membahagiakan dan menjadi kebanggaan kalian;

9. Kakak-kakakku kiay, duli dan susi dan adikku nia seta mahkota dan puan terima kasih atas dukungannya serta doa yang telah diberikan, semoga kita menjadi orang yang sukses dan behasil dalam hidup serta dapat membahagiakan mami selamanya;

10. Sahabat yang mengerti dalam susah dan senang jadi mahasiswa helda eel, danar bebi, trie caca, maria, mami vita dan indah kimping yang telah

memberikan bantuan dan do’a dalam penulisan skripsi ini;

11. Teman-teman seperjuangan, Nisa, Icha Tudaw, Elsa dedi, Meria Bibir, Irma Nyok, Ade Tifanny Pasha dan teman-teman lainnya yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah memberikan bantuan dan do’a dalam

penulisan skripsi ini;

12. Teman-teman satu perjuangan KKN di Suka banjar Kec. Sidomulyo, Kab. Lampung Selatan: Rina, Fidel, Sarrah, Dauzan, Valent, Uwak Trisia, Meza, Angga, Cici, Tina, Mb Indah, Ebit, Yuanda.

13. Temen-teman kostan Green House, Titik, Eci, Ema, Vivi, dan Binar yang selalu memberikan bantuan kepada penulis dalam suka dan duka;

14. Keluarga Sukabanjar, Nek Uum, Teh Ussy, Mak nur, Bapak dan Ibu Lurah, dan teman-teman lainnya yang mengajarkan aku tentang indahnya persaudaraan;

15. Almamaterku tercinta, yang telah mengisi hari-hariku selama masa studi, baik suka maupun duka;


(6)

memberikan bantuan dan dukungannya dalam penulisan skripsi ini.

Semoga Allah SWT memberikan balasan atas bantuan dan dukungan yang telah diberikan kepada penulis dan semoga skripsi inidapat bermanfaat untuk menambah wawasan keilmuan bagi pembaca pada umumnya dan bagi penulis pada khususnya.

Bandar Lampung, Januari 2013 Penulis,