Hukum Agraria dan Pendaftaran Tanah

Hukum Agraria dan Pendaftaran Tanah

DTSS PENILAIAN PROPERTI DASAR
ANGKATAN II
DIREKTORAT PENILAIAN
DIREKTORAT JENDERAL KEKAYAAN NEGARA
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
July 2016

Materi:
Pengertian Hukum Pertanahan
Jenis- Jenis Hak atas Tanah
Pendaftaran Tanah
Aspek Hukum Dalam Penilaian
Perolehan Hak atas Tanah

Pengertian
Asal Kata Agraria:
Agros (bahasa Yunani): Tanah Pertanian
Agger (bahasa Latin): Tanah atau sebidang tanah
Agrarian (bahasa Inggris): Tanah untuk pertanian

Hukum agraria dalam arti sempit yaitu hukum tentang
tanah yang mengatur mengenai permukaan atau kulit
bumi saja atau pertanian
Hukum agraria dalam arti luas ialah keseluruhan kaidahkaidah hukum baik tertulis maupun tidak tertulis yang
mengatur mengenai bumi, air dan dalam batas-batas
tertentu juga ruang angkasa serta kekayaan alam yang
terkandung didalamnya.

Pengertian Hukum Agraria
1. Mr. Boedi Harsono
Ialah kaidah-kaidah hukum baik tertulis maupun tidak tertulis
yang mengatur mengenai bumi, air dan dalam batas-batas
tertentu juga ruang angkasa serta kekayaan alam yang
terkandung didalamnya.
2. Drs. E. Utrecht SH
Hukum agraria menguji hubungan hukum istimewa yang
diadakan akan memungkinkan para pejabat administrasi yang
bertugas mengurus soal-soal tentang agraria, melakukan tugas
mereka.
3. Bachsan Mustafa SH

Hukum agraria adalah himpunan peraturan yang mengatur
bagaimana seharusnya para pejabat pemerintah menjalankan
tugas dibidang keagrariaan.

Sejarah Hukum Agraria/ UUPA
Sebelum berlakunya UUPA:
Hukum Agraria Adat : yaitu keseluruhan kaidah-kaidah hukum agraria yang bersumber
pada hukum adat dan berlaku terhadap tanah-tanah yang dipunyai dengan hak-hak
atas tanah yang diatur oleh hukum adat
Hukum Agraria Barat : Yaitu keseluruhan dari kaidah-kaidah hukum agraria yang
bersumber pada hukum perdata Barat, khususnya yang bersumber pada
BoergelijkWetboek(BW)
Hukum Agraria Administratif: Yaitu keseluruhan dari peraturan-peraturan atau
putusan-putusan yang merupakan pelaksanaan dari politik Agraria pemerintah di
dalam kedudukannya sebagai badan penguasa
Hukum Agraria Swapraja: Yaitu keseluruhan dari kaidah hukum Agraria yang
bersumber dari kaidah hukum Agraria yang bersumber pada peraturan- peraturan
tentang tanah di daerah-daerah swapraja (yogyakarta, Aceh), yang memberikan
pengaturan bagi tanah- tanah di wilayah daerah- daerah swapraja yang bersangkutan
Hukum Agraria Antar Golongan: Hukum yang digunakan untuk menyelesaikan sengketa

(kasus) agraria (tanah), maka timbullah agraria antar golongan, yaitu keseluruhan dari
kaidah-kaidah hukum yang menentukan hukum manakah yang berlaku (Hukum adat
ataukah hukum barat) apabila 2 orang yang masing- masing tunduk pada hukumnya
sendiri-sendiri bersengketa mengenai tanah.

Sejarah Hukum Agraria
Setelah berlakunya UUPA:
Hukum Agraria Perdata (Keperdataan): adalah keseluruhan dari
ketentuan hukum yang bersumber pada hak perseorangan dan
badan hukum yang memperbolehkan, mewajibkan, melarang di
perlakukan perbuatan hukum yang berhubungan dengan tanah
(obyeknya) contoh: jual beli, hak atas tanah sebagai jaminan
utang, pewarisan.
Hukum Agraria Administrasi (Administratif): adalah keseluruhan
dari ketentuan hukum yang memberi wewenang kepada pejabat
dalam menjalankan praktek hukum negara dan mengambil
tindakan dari masalah-masalah agraria yang timbul contoh:
pendaftaran tanah, pengadaan tanah, pencabutan hak atas tanah.

Dasar Hukum

Undang-Undang No. 5 tahun 1960 tentang peraturan
dasar pokok agraria
Pasal 33 ayat (3) UUD 1945: Bumi, air dan kekayaan
alam yang terkandung didalamnya dikuasai negara
dan
dipergunakan
untuk
sebesar-besarnya
kemakmuran rakyat. (Hak menguasai negara)

Tujuan Hukum Agraria
Meletakkan dasar-dasar bagi penyusunan hukum
agraria nasional yang merupakan alat untuk
membawa kemakmuran, kebahagiaan dan keadilan
bagi negara dan rakyat terutama rakyat tani dalam
rangka masyarakat adil dan makmur.
Meletakkan dasar-dasar untuk mengadakan kesatuan
dan kesederhanaan dalam hukum pertanahan.
Meletakkan dasar-dasar untuk memberikan kepastian
hukum mengenai hal-hal atas tanah bagi rakyat

seluruhnya.

Asas-Asas Hukum Agraria

Nasionalisme

Fungsi Sosial

Gotong
Royong

Dikuasai
Negara

Kebangsaan

Unifikasi

Hukum Adat
yang Disaneer


Non
Diskriminasi

Pemisahan
Horizontal

Asas – Asas Hukum Agraria (2)
1.

2.

3.

Asas Nasionalisme
Yaitu suatu asas yang menyatakan bahwa hanya warga Negara
Indonesia saja yang mempunyai hak milik atas tanah atau yang
boleh mempunyai hubungan dengan bumi dan ruang angkasa
dengan tidak membedakan antara laki-laki dengan wanita serta
sesama warga Negara baik asli maupun keturunan.

Asas dikuasai oleh Negara
Yaitu bahwa bumi, air dan ruang angkasa termasuk kekayaan
alam yang terkandung didalamnya itu pada tingkat tertinggi
dikuasai oleh Negara sebagai organisasi kekuasaan seluruh
rakyat (pasal 2 ayat 1 UUPA)
Asas hukum adat yang disaneer
Yaitu bahwa hukum adat yang dipakai sebagai dasar hukum
agrarian adalah hukum adat yang sudah dibersihkan dari segisegi negatifnya

Asas – Asas Hukum Agraria (3)
4.

5.
6.

Asas fungsi sosial
Yaitu suatu asas yang menyatakan bahwa penggunaan tanah tidak
boleh bertentangan dengan hak-hak orang lain dan kepentingan
umum, kesusilaan serta keagamaan. (pasal 6 UUPA)
Asas kebangsaan atau (demokrasi)

Yaitu suatu asas yang menyatakan bahwa stiap WNI baik asli
maupun keturunan berhak memilik hak atas tanah.
Asas non diskriminasi (tanpa pembedaan)
Yaitu asas yang melandasi hukum Agraria (UUPA). UUPA tidak
membedakan antar sesama WNI baik asli maupun keturunan asing
jadi artinya bahwa setiap WNI berhak memilik hak atas tanah.

Asas – Asas Hukum Agraria (4)
7.

8.
9.

Asas gotong royong
Bahwa segala usaha bersama dalam lapangan agraria didasarkan atas
kepentingan bersama dalam rangka kepentingan nasional, dalam bentuk
koperasi atau dalam bentuk-bentuk gotong royong lainnya, Negara dapat
bersama-sama dengan pihak lain menyelenggarakan usaha bersama dalam
lapangan agraria (pasal 12 UUPA)
Asas unifikasi

Hukum agraria disatukan dalam satu UU yang diberlakukan bagi seluruh WNI,
ini berarti hanya satu hukum agraria yang berlaku bagi seluruh WNI yaitu UUPA.
Asas pemisahan horizontal (horizontale scheidings beginsel)
Yaitu suatu asas yang memisahkan antara pemilikan hak atas tanah dengan
benda-benda atau bangunan-bangunan yang ada diatasnya. Asas ini merupakan
kebalikan dari asas vertical (verticale scheidings beginsel ) atau asas perlekatan
yaitu suatu asas yang menyatakan segala apa yang melekat pada suatu benda
atau yang merupakan satu tubuh dengan kebendaan itu dianggap menjadi satu
dengan benda itu.

Asas – Asas Hukum Agraria (5)
Hak Menguasai dari Negara: Negara sebagai organisasi
kekuasaan dari Bangsa Indonesia menguasai bumi, air kekeyaan
alam yang terkandung didalamnya dan ruang angkasa, pada
tingkatan tertinggi mempunyai wewenang :
Mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, penggunaan,
persediaan, dan pemeliharaannya;
Menentukan dan mengatur hak-hak yang dapat dipunyai
atas (bagian dari) bumi, air dan ruang angkasa;
Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum

antara orang-orang dan perbuatan –perbuatan hukum yang
mengenai bumi, air dan ruang angkasa;

Asas – Asas Hukum Agraria (6)
Hak Pemisahan Horizontal :
Dalam ketentuan hukum Indonesia, tanah memiliki hubungan
yang terpisah dengan bangunan, yang dikenal sebagai azas
pemisahan horizontal.
Hal ini menentukan bahwa pemilik tanah tidak dengan
sendirinya menjadi pemilik bangunan yang didirikan di atas
tanah tersebut.
Suatu bangunan dapat saja dibangun di atas tanah orang lain,
biasanya sesuai dengan perjanjian yang dibuat antara pemilik
tanah dengan pemilik bangunan.
Azas pemisahan horizontal membuat pemilik tanah dapat
berbeda dengan pemilik bangunan. Konsekuensi dari hal ini
adalah bahwa pemilikan tanah dapat dialihakn kepada pihak
lain tanpa diikuti oleh perlaihan pemilikan bangunan,
demikian pula sebaliknya.


Jenis-Jenis Hak atas Tanah

Hak atas
Tanah

Hak atas air
& Ruang
Angkasa

• Hak Milik (untuk keperluan pribadi)
• Hak Guna Usaha (untuk usaha pertanian, perkebunan, peternakan
dan perikanan, agribisnis.
• Hak Guna Bangunan (untuk mendirikan bangunan, perumahan,
perkantoran, super blok, kawasan industri dan lain-lainnya)
• Hak Pakai (untuk keperluan instansi pemerintah, keperluan khusus
dapat pula untuk kegiatan lain seperti HGB di atas
• Hak Sewa
• Hak Membuka Tanah
• Hak Memungut Hasil Hutan

• Hak Guna Air
• Hak Pemeliharaan dan Penangkapan Ikan
• Hak Guna Ruang Angkasa

Hak Milik (Pasal 20-27 UUPA)
1. Hak milik merupakan hak yang paling sempurna di
antara hak-hak atas tanah lainnya.
2. Hak turun temurun, terkuat, dan terpenuh yang dapat
dimiliki oleh seseorang atas tanah.
Pengertian sebagai hak turun temurun adalah bahwa hak milik
tidak hanya berlangsung selama hidupnya orang yang
mempunyai, tetapi dapat dilanjutkan oleh ahli warisnya apabila
pemiliknya meninggal dunia.
Pengertian terkuat berkaitan dengan 2 hal yaitu :
1. Jangka waktu Hak Milik tidak terbatas. Jadi berlainan dgn
HGU atau HGB, yang jangka waktunya tertentu;
2. Hak Milik juga hak yang kuat, karena terdaftar dan kpd org
yg mempunyai Hak Milik atas tanah diberi “tanda bukti
hak”, yang berarti mudah dipertahankan scr mutlak thd
pihak lain.

Hak Milik (Pasal 20-27 UUPA) (2)
Pengertian terpenuh, yaitu:
1. Hak milik itu memberikan wewenang kepada yang empunya, yang paling
luas jika dibandingkan dengan hak yang lain.
2. Hak milik bisa merupakan induk dari hak-hak lainnya. Artinya seorang
pemilik tanah bisa memberikan tanah kepada pihak lain dengan hak-hak
yang kurang kuat daripada hak milik : menyewakan, membagihasilkan,
menggadaikan, menyerahkan tanah itu kepada orang lain dengan hak guna
bangunan atau hak pakai.
3. Hak milik tidak berinduk kepada hak atas tanah lain, karena hak milik adalah
hak yang paling penuh, sedangkan hak-hak lain itu kurang penuh.
4. Dilihat dari “peruntukannya” hak milik tidak terbatas. Peruntukan Hak Guna
Bangunan adalah untuk keperluan bangunan saja, Hak Guna Usaha terbatas
hanya untuk keperluan usaha pertanian. Hal ini tentunya berbeda dengan
hak milik yang bisa digunakan untuk usaha pertanian dan bisa untuk
bangunan.

3. Mempunyai fungsi sosial
4. Dapat beralih atau dialihkan

Hak Milik (Pasal 20-27 UUPA) (3)
4. Batas waktu hak milik atas tanah adalah tidak ada batas
waktu selama kepemilikan itu sah berdasar hukum
5. Subyek hukum hak milik atas tanah yaitu WNI asli atau
keturunan, dan badan hukum yang ditetapkan oleh
Pemerintah.
6. Dapat dijadikan Jaminan Hutang
7. Hapusnya Hak Milik bila:
a. Tanahnya jatuh kepada Negara karena:
Karena pencabutan hak
Karena penyerahan sukarela oleh pemiliknya
Karena ditelantarkan
Karena ketentuan pasal 21 ayat (3) dan pasal 26 ayat (2)

b.

Tanahnya musnah

Hak Guna Usaha (Pasal 28-34 UUPA)
1.

2.
3.
4.

Hak untuk mengusahakan tanah yang dikuasai langsung oleh
negara guna perusahaan pertanian, perikanan atau peternakan.
HGU hanya diberikan kepada orang atau badan hukum yang
melakukan kegiatan pertanian saja.
Pertanian dalam arti luas adalah kegiatan pertanian yang
disertai atau meliputi pula kegiatan perikanan, peternakan,
perkebunan, dan sebagainya
Sedangkan pertanian dalam arti sempit adalah pertanian
yang kegiatannya hanyalah pertanian semusim panen saja
HGU diberikan untuk luas tanah minimal 5 Hektar.
Dapat beralih dan dialihkan kepada pihak lain.
Jangka waktu HGU: 25 tahun atau 35 tahun dan dapat
diperpanjang 25 tahun.

Hak Guna Usaha (Pasal 28-34 UUPA) (2)
5.
6.
7.

Pemegang HGU: WNI & badan hukum Indonesia.
HGU dapat dijadikan jaminan hutang.
Hapusnya Hak Guna Usaha:
a. Jangka waktunya berakhir
b. Dihentikan sebelum jangka waktunya berakhir karena syarat
tidak dipenuhi
c. Dilepaskan oleh pemegang haknya sebelum jangka waktunya
berakhir
d. Dicabut untuk kepentingan umum
e. Ditelantarkan
f. Tanahnya musnah
g. Ketentuan Pasal 30 ayat (2)

Hak Guna Bangunan (Pasal 35-40 UUPA)
1. HGB adalah hak untuk mendirikan dan
mempunyai bangunan-bangunan atas tanah yang
bukan miliknya sendiri.
2. Jangka waktu 30 tahun dan dapat diperpanjang 20
tahun.
3. Dapat beralih dan dialihkan kepada pihak lain.
4. Subyek HGB: WNI dan Badan Hukum Indonesia.
5. HGB dapat dijadikan jaminan hutang.

Hak Guna Bangunan (Pasal 35-40 UUPA) (2)
6.

Terjadinya Hak Guna Bangunan:
a. Tanah yang dikuasai oleh Negara dengan Penetapan
Pemerintah
b. Tanah milik dengan perjanjian otentik antara pemilik dengan
pihak yang akan memperoleh HGB
7. Hapusnya HGB:
a. Jangka waktunya berakhir
b. Dihentikan sebelum jangka waktunya berakhir karena syrata
tidak dipenuhi
c. Dilepaskan oleh pemegang haknya sebelum jangka waktunya
berakhir
d. Dicabut untuk kepentingan umum
e. Ditelantarkan
f. Tanahnya musnah

Hak
Pakai (Pasal 41-43 UUPA)
Hak untuk menggunakan dan/atau memungut hasil:

1.

a.

2.
3.
4.

5.
6.

tanah yang dikuasai langsung oleh negara yang ditentukan dalam
keputusan pemberiannya oleh pejabat yang berwenang
memberikannya
b. tanah milik orang lain, dalam perjanjian dengan pemilik tanahnya.
Hak pakai merupakan hak atas tanah baik untuk tanah bangunan
maupun tanah pertanian
Subyek Hak Pakai: WNI, orang asing berkedudukan di Indonesia, Badan
Hukum Indonesia dan badan Hukum Asing yg mempunyai perwakilan di
Indonesia.
Hak Pakai dapat dialihkan:
a. Tanah yang dikuasai negara: seijin pejabat yang berwenang
b. Tanah milik orang lain: jika telah diatur dalam perjanjiannya
Hak Pakai dapat diberikan secara cuma-cuma, dengan pembayaran, atau
pemberian jasa apa pun.
Pemberian Hak Pakai tidak boleh disertai syarat-syarat yang
mengandung unsur-unsur pemerasan.

Kewajiban
Pemegang Hak Pakai:
Membayar uang pemasukan yang jumlah dan cara pembayarannya ditetapkan

1.

2.

3.
4.
5.
6.

dalam keputusan pemberian haknya, perjanjian penggunaan tanah Hak
Pengelolaan atau dalam perjanjian pemberian Hak Pakai atas tanah Hak Milik;
Menggunakan tanah sesuai dengan peruntukannya dan persyaratan
sebagaimana ditetapkan dalam keputusan pemberiannya, atau perjanjian
penggunaan tanah Hak Pengelolaan atau perjanjian pemberian Hak Pakai atas
tanah Hak Milik;
Memelihara dengan baik tanah dan bangunan yang ada di atasnya serta menjaga
kelestarian lingkungan hidup;
Menyerahkan kembali tanah yang diberikan dengan Hak Pakai kepada Negara,
pemegang Hak Pengelolaan atau pemegang Hak Milik sesudah Hak Pakai
tersebut hapus;
Menyerahkan sertipikat Hak Pakai yang telah hapus kepada Kepala Kantor
Pertanahan;
Jika tanah Hak Pakai karena keadaan geografis atau lingkungan atau sebab-sebab
lain letaknya sedemikian rupa sehingga mengurung atau menutup pekarangan
atau bidang tanah lain dari lalu lintas umum atau jalan air, pemegang Hak Pakai
wajib memberikan jalan keluar atau jalan air atau kemudahan lain bagi
pekarangan atau bidang tanah yang terkurung itu.

Hak Pemegang Hak Pakai
Pemegang Hak Pakai berhak menguasai dan
memperguna-kan tanah yang diberikan dengan
Hak Pakai selama waktu tertentu untuk
keperluan pribadi atau usahanya serta untuk
memindahkan hak tersebut kepada pihak lain
dan membebaninya, atau selama digunakan
untuk keperluan tertentu.

Hak Sewa (Pasal 44 UUPA)
1. Hak sewa atas tanah dimiliki apabila ia berhak
mempergunakan tanah milik orang lain untuk
keperluan bangunan, dengan membayar kepada
pemiliknya sejumlah uang sebagai sewa.
2. Subyek : WNI, orang asing yang berkedudukan di
Indonesia, Badan Hukum Indonesia dan Badan
Hukum Asing

Hak Membuka Tanah dan Memungut Hasil
Hutan (Pasal 45 UUPA)
1. Subyek: WNI
2. Dengan mempergunakan hak memungut hasil
hutan secara sah tidak dengan sendirinya diperoleh
hak milik atas tanah itu.

Hak Guna Air, Pemeliharaan dan Penangkapan
Ikan (Pasal 47 UUPA)
1. Hak Guna Air adalah hak memperoleh air untuk
keperluan tertentu dan/atau mengalirkan air itu di
atas tanah orang lain.

Hak Guna Ruang Angkasa (Pasal 48 UUPA)
1. Memberi wewenang untuk mempergunakan tenaga
dan unsur-unsur dalam ruang angkasa guna usahausaha memelihara dan memperkembangkan
kesuburan bumi, air serta kekayaan alam yang
terkandung di dalamnya dan hal-hal lainnya yang
bersangkutan dengan itu.

Hak-Hak Tanah untuk Keperluan Suci dan Sosial
(Pasal 49 UUPA)
1. Hak milik tanah badan keagaaman dan sosial sepanjang
digunakan untuk usaha tersebut diakui dan dilindungi.
2. Badan-badan tersebut dijamin pula memperoleh tanah
yang cukup untuk bangunan dan usahanya dalam
bidang tersebut.
3. Dapat diberikan tanah yang dikuasai oleh Negara
dengan Hak Pakai
4. Perwakafan tanah milik dilindungi oleh PP.

Jangka Waktu Hak atas Tanah di Indonesia
No

Jenis Hak

Jangka Waktu

1

Hak Milik

Unlimited

2

Hak Guna Usaha

Maks: 25 th atau 35 th;
Diperpanjang 25 th

3

Hak Guna Bangunan

Maks: 30 th
Diperpanjang 20 th

4

Hak Pakai

Maks: 25 th
Diperpanjang 20 th

5

Hak Sewa

Sesuai Perjanjian

Subyek Pemegang Hak atas Tanah
No

Subyek Hukum

1

Warga Negara
Indonesia

2

Badan Hukum
Indonesia:
a. Perseroan Terbatas
b. BUMN/BUMD

Jenis Hak atas Tanah
HM, HGB, Hak Pakai, Hak sewa

- HGB, Hak Pakai, Hak Sewa
-HM, HGB, Hak Pakai, hak sewa

3

Warga Negara Asing
domisili di Indonesia

Hak Pakai, Hak Sewa

4

Badan Hukum Asing

Hak Pakai, Hak Sewa

Syarat tanah yang dapat diberikan Hak: (PP
No. 40 tahun 1996)
No

Jenis Hak

Syarat

1

Hak Milik

Tidak diatur

2

Hak Guna Usaha

1. Tanah Negara
2. Tanah negara yang merupakan kawasan hutan,
setelah tanah tersebut dikeluarkan statusnya sbg
kawasan hutan
3. Tanah yang telah dikuasai dengan hak tertentu,
setelah diselesaikan proses pelepasan haknya

3

Hak Guna
Bangunan

1. Tanah Negara
2. Tanah Hak Pengelolaan
3. Tanah Hak Milik

4

Hak Pakai

1. Tanah Negara
2. Tanah hak pengelolaan
3. Tanah hak milik

Kewajiban Pemegang Hak: (PP No. 40
tahun 1996)

No

Jenis Hak

Syarat

1

Hak Milik

Tidak diatur

2

Hak Guna Usaha

1. Membayar uang pemasukan kepada Negara
2. Melaksanakan

3

Hak Guna
Bangunan

1. Tanah Negara
2. Tanah Hak Pengelolaan
3. Tanah Hak Milik

4

Hak Pakai

1. Tanah Negara
2. Tanah hak pengelolaan
3. Tanah hak milik

Hak
Pengelolaan
1. Hak Pengelolaan merupakan suatu hak atas tanah yang tidak diatur
2.
3.

4.
5.

dalam UUPA.
Namun Hak Pengelolaan ini sebenarnya tidak terlepas dari asas hak
menguasai negara yang diatur dalam peraturan yang ada sebagai Hak
Pengelolaan.
Hak Pengelolaan adalah hak menguasai dari negara yang kewenangan
pelaksanaannya sebagian dilimpahkan kepada pemegang haknya,
antara lain berupa perencanaan peruntukan dan penggunaan tanah
untuk keperluan pelaksanaan tugasnya, penyerahan bagian-bagian
dari tanah tersebut kepada pihak ketiga dan atau bekerja sama
dengan pihak ketiga.
Saat ini Hak Pengelolaan diberikan kepada instansi pemerintah,
pemerintah daerah administrasi (Orotita Batam), Badan Usaha Milik
Negara (misalnya Perum Perumnas), dan badan hukum swasta
lainnya.
Hak Pengelolaan dimaksudkan untuk memberikan kewenangan
kepada instansi pemerintah atau badan hukum yang ditunjuk oleh
negara / pemerintah untuk melaksanakan Hak Menguasai Negara
atas tanah.

Hak Pengelolaan (2)
6. Hak Pengelolaan memberikan wewenang untuk:
merencanakan peruntukan dan penggunaan
tanah yang menjadi obyek Hak Pengelolaan.
menggunakan tanah tersebut untuk keperluan
pelaksanaan tugas instansi pemerintah atau
badan hukum yang ditunjuk oleh negara.
menyerahkan bagian-bagian dari tanah
tersebut kepada pihak ketiga dengan hak
pakai sesuai dengan ketentuan-ketentuan
Pasal 41 sampai 43 UUPA.
menerima uang pemasukan / ganti rugi dan
uang wajib tahunan.

Hak Pengelolaan (3)
7. Hak yang timbul dari Hak Pengelolaan:
Hak Pengelolaan dapat diserahkan kepada pihak ketiga dan
diusulkan kepada Menteri Dalam Negeri atau Gubernur
Kepala Daerah yang bersangkutan untuk diberikan dengan
hak milik, hak guna bangunan atau hak pakai, sesuai
dengan rencana peruntukan dan penggunaan tanah yang
telah dipersiapkan oleh pemegang hak pengelolaan yang
bersangkutan.
Penyerahan penggunaan tanah hak bagian hak pengelolaan
kepada pihak ketiga harus dilakukan secara tertulis antara
pihak yang memegang hak pengelolaan dengan pihak ketiga
tersebut.
Pemberian sebagian tanah hak pengelolaan ini harus
dilakukan sesuai dengan ketentuan UUPA, yaitu tentang
siapa saja yang boleh memiliki suatu hak atas tanah

Hak Pengelolaan (4)

8. Jangka waktu Hak Pengelolaan:
Atas tanah-tanah yang diberikan Hak Pengelolaan diberikan
untuk jangka waktu selama tanah yang dimaksud diberikan
untuk kepentingan penerima hak, dengan demikian berarti
waktunya tidak terbatas. Hal ini dapat terjadi karena setiap kali
suatu hak itu berakhir maka Pemegang Hak Pengelolaan akan
kembali mempunyai hubungan sepenuhnya kembali dengan
hak-hak yang timbul dari Hak Pengelolaan tersebut.
Hak-hak yang timbul dari Hak Pengelolaan dapat diberikan
untuk batas waktu:
Hak Milik, dpt diberikan untuk waktu yang tdk tbts.
Hak Guna Bangunan, untuk jangka waktu 20 tahun
Hak Pakai, untuk jangka waktu 10 Tahun

Hak Tanggungan

Hak Tanggungan atas Tanah
Dasar Hukum : UU No. 4 tahun 1996
Hak Tanggungan adalah hak jaminan yang
dibebankan pada hak atas tanah sebagaimana
dimaksud dalam UU No.5 tahun 1960 berikut atau
tidak berikut benda-benda lain yang merupakan
satu kesatuan dengan tanah itu, untuk pelunasan
utang tertentu yang memberikan kedudukan yang
diutamakan kepada kreditor tertentu terhadap
kreditor-kreditor lain.

Obyek Hak Tanggungan
Obyek Hak Tanggungan:
Hak Milik
Hak Guna Usaha
Hak Guna Bangunan
Hak Pakai atas tanah Negara yang menurut
ketentuan wajib didaftar dan menurut sifatnya
dapat dipindahtangankan dapat juga dibebani hak
tanggungan.
Obyek HT dapat dibebani dengan lebih dari satu HT
HT mengikuti obyeknya dalam tangan siapapun obyek
tersebut berada.

Pemberi dan Pemegang Hak Tanggungan
Pemberi HT: orang perseorangan atau badan hukum
yang mempunyai kewenangan untuk melakukan
perbuatan hukum terhadap obyek HT
Pemegang HT: orang perseorangan atau badan
hukum yang berkedudukan sebagai pihak yang
berpiutang

Tata Cara Pemberian HT
1. Didahului dengan janji untuk memberikan HT
sebagai jaminan pelunasan utang dan merupakan
bagian yang tak terpisahkan dari perjanjian utang
piutang.
2. Dilakukan dengan pembuatan Akta Pemberian Hak
Tanggungan (APHT) oleh PPAT.
3. Pemberian HT wajib didaftarkan pada Kantor
Pertanahan untuk Penerbitan Sertipikat HT.
4. Sertipikat HT diserahkan kepada pemegang HT.

Hapusnya Hak Tanggungan
1. Hapusnya utang yang dijamin dengan HT
2. Dilepaskannya HT oleh pemegang HT (dilakukan
dengan pemberian pernyataan tertulis)
3. Pembersihan HT berdasarkan penetapan peringkat
oleh Ketua PN (permohonan pembeli hak atas
tanah)
4. Hapusnya hak atas tanah yang dibebani Hak
Tanggungan (tidak menyebabkan hapusnya utang
yang dijamin)

Eksekusi Hak Tanggungan
Apabila Debitor cidera janji:
Hak pemegang HT Pertama untuk menjual obyek
HT
Obyek HT dijual melalui lelang eksekusi
Atas kesepakatan debitor dan kreditor dapat dijual
di bawah tangan dengan syarat:
Telah lewat waktu 1 bulan sejak diberitahukan
secara tertulis
Diumumkan minimal pada 2 surat kabar
Tidak ada pihak yang keberatan

RUMAH SUSUN

RUMAH SUSUN

LATAR BELAKANG :
Terbatasnya ketersediaan tanah sebagai tempat mendirikan
bangunan (tempat usaha atau hunian);
Meningkatkan daya guna dan hasil guna tanah;
PENGERTIAN :
Bangunan gedung bertingkat yang dibangun dalam suatu
lingkungan, yang terbagi dalam bagian-bagian yang
distrukturkan secara fungsional dalam arah horisontal maupun
vertikal dan merupakan satuan-satuan yang masing-masing
dapat dimiliki dan digunakan secara terpisah, terutama untuk
tempat hunian, yang dilengkapi dengan bagian-bagian bersama,
benda bersama dan tanah bersama

RUMAH SUSUN (2)
Bagian bersama adalah bagian rumah susun dimiliki
secara terpisah untuk pemakaian bersama dalam
kesatuan fungsi dengan satuan-satuan rumah susun
(pondasi, kolom, dinding, lift, selasar, pipa, listrik, gas,
ruang umum)
Benda bersama adalah benda yang bukan merupakan
bagian rumah susun tetapi yang dimiliki bersama
secara tidak terpisah untuk pemakaian bersama
(taman, parkir, tempat ibadah, tempat bermain)
Tanah bersama adalah sebidang tanah yang digunakan
atas dasar hak bersama secara tidak terpisah yang
diatasnya berdiri rumah susun
dan ditetapkan
batasnya dalam persyaratan izin bangunan (semua hak
atas tanah mempunyai fungsi sosial)

Rumah Susun (3)
Rumah susun hanya dapat dibangun diatas tanah
Hak Milik, HGB, Hak Pakai atas Tanah Negara atau
Hak Pengelolaan;
Apabila dibangun diatas tanah Hak Pengelolaan
maka wajib menyelesaikan status HGB diatas Hak
Pengelolaan “sebelum” menjual SRS;
Pemilik SRS harus memenuhi syarat sebagai
pemegang hak atas tanah-bersama;

Rumah Susun (4)
ISI DAN SIFAT :
Isi hak milik atas satuan rumah susun (HMSRS)
meliputi :
Hak perseorangan atas satuan rumah susun yang
digunakan secara terpisah;
Hak bersama atas bagian-bagian dari bangunan rumah
susun;
Hak bersama atas benda-benda;
Hak bersama atas tanah;

Sifat HMSRS
Meskipun
HMSRS
merupakan
hak
pemilikan
perseorangan dengan hak bersama, didalam hirarki hak
penguasaan atas tanah pada hukum tanah nasional,

Rumah Susun (5)
Subyek Hak Milik Atas SRS
Perseorangan dan badan hukum yang memenuhi
syarat sebagai pemegang hak atas tanah;
Orang asing (WNA) sesuai dengan PP No 40
tahun 1996 dan PP No 41 tahun 1996 tentang
pemilikan rumah tempat tinggal atau hunian
oleh orang asing yang berkedudukan di
Indonesia;
Peralihan HMSRS
Pasal 10 UURS menyatakan bahwa HMSRS dapat
beralih kepada pihak lain dengan cara

Rumah Susun (6)
Pembebanan HMSRS
Pasal 12 dan 13 UURS menyatakan bahwa rumah susun dan
HMSRS berikut tempat bangunan itu sendiri serta benda lainnya
yang merupakan satu kesatuan dengan tanah tersebut dapat
dijadikan jaminan hutang dengan dibebani :
Hipotik jika tanahnya Hak Milik atau Hak Guna Bangunan,dan;
Fidusia jika tanahnya Hak Pakai atas tanah negara;

Hapusnya HMSRS
Pasal 50 PP No 4 tahun 1998 menetapkan bahwa hapusnya HMSRS
dapat terjadi karena
Hak atas tanah hapus menurut peraturan-peraturan yang berlaku;
Tanah dan bangunannya musnah;
Terpenuhinya syarat (tidak terpenuhinya salah satu unsur dalam pasal 8
UURS)
Pelepasan hak secara sukarela

Rumah Susun (7)
Sertifikat Hak Milik atas satuan rumah susun terdiri
dari :
Salinan buku tanah dan surat ukur atas Hak
Tanah Bersama
Gambar denah tingkat rumah susun yang
bersangkutan yang menunjukkan SRS yang
dimiliki
Pertelaan mengenai besarnya bagian hak atas
bagian bersama, benda bersama, dan tanah
bersama;

Rumah Susun (8)
NILAI PERBANDINGAN PROPORSIONAL (SHARE VALUE)
DALAM KEPEMILIKAN SRS
Landasan hukum
UU no 16 tahun 1985 tentang Rumah Susun
PP no 4 tahun 1988 tentang Rumah Susun

Pengertian :
Angka yang menunjukkan perbandingan antara satuan rumah
susun (SRS) terhadap hak-hak atas bagian bersama, benda bersama
dan tanah bersama, dihitung berdasarkan luas atau nilai SRS yang
bersangkutan terhadap jumlah luas atau nilai rumah susun secara
keseluruhan pada waktu penyelenggara bangunan menghitung
biaya pembangunan keseluruhan untuk pertama kalinya dalam
menentuan harga jualnya.

Rumah Susun (9)
FUNGSI NPP/SHARE VALUE
Digunakan sebagai dasar untuk mengadakan pemisahan
dan penerbitan sertifikat Hak Milik atas SRS
Digunakan sebagai dasar untuk menentukan hak dan
kewajiban terhadap pemilikan dan pengelolaan bagian
bersama, benda bersama dan tanah bersama.
Menentukan hak suara (voting right) dari pemilik SRS
Proporsi dana yang harus dibayar kepada pihak
pengelola (management corporation)
Hak atas keuntungan hasil penjualan tanah jika
kepentingan bersama dihentikan atau tanah dijual

Rumah Susun (10)
MAKSUD PENETAPAN NPP
Untuk mengetahui nilai masing-masing SRS terhadap bagian bersama, benda
bersama dan tanah bersama dalam lingkungan rumah susun secara
keseluruhan.

DASAR PERHITUNGAN NPP
PP no 4 tahun 1988 menentukan bahwa NPP dihitung berdasarkan luas atau
nilai SRS yang bersangkutan terhadap jumlah luas atau nilai rumah susun
secara keseluruhan pada waktu penyelenggaraan pembangunan pertama kali
menghitung biaya pembangunan rumah susun secara keseluruhan.

FORMULASI
Berdasarkan Luas =
NPP = Luas Unit Satuan Rumah Susun
Jumlah Luas Unit Seluruh SRS

Berdasarkan Nilai Bangunan
NPP =Nilai Unit Bangunan SRS
Total Nilai Bangunan Seluruh SRS

Rumah Susun (11)
PENGHUNIAN DAN PENGELOLAAN
Pembentukan Perhimpunan Penghuni
Setelah rumah susun dihuni, UURS mewajibkan kepada para penghuni untuk
membentuk perhimpunan penghuni dan setiap penghuni wajib menjadi
anggotanya;
Perhimpunan penghuni dapat mewakilipara penghuni dalam melakukan
perbuatan hukum baik kedalam maupun keluar pengadilan;
Keberadaan perhimpunan penghuni adalah untuk mengatur dan mengurus
kepentingan bersama yang bersangkutan sebagai pemilikan, penghunian dan
pengelolaannya;
Sebelum perhimpunan penghuni terbentuk maka Perusahaan Pembangunan
Ruman Susun (PPRS) wajib bertindak sebagai pengurus perhimpunan dan
membantu penyiapan terbentuknya perhimpunan penghuni dalam waktu
secepatnya;
Perhimpunan penghuni dibentuk dengan akta yang disahkan oleh Bupati atau
Walikota (khusus DKI disahkan oleh Gubernur)

Pendaftaran Tanah

Pengertian & Dasar Hukum
Pendaftaran tanah adalah serangkaian kegiatankegiatan yang dilakukan oleh pemerintah secara
terus menerus, berkesinambungan dan teratur
meliputi pengumpulan, pengolahan, pembukuan
dan pengujian serta pemeliharaan data fisik dan
yuridis dalam bentuk peta dan daftar mengenai
bidang-bidang tanah dan satuan satuan rumah
susun termasuk pemberian surat tanda bukti haknya
bagi bidang-bidang tanah yang sudah ada haknya
dan hak milik atas satuan rumah susun serta hakhak tertentu yang membebaninya.
Dasar hukum pendaftaran tanah :
UUPA pasal 19, 23, 32, dan pasal 38.

Tujuan
Pendaftaran
Tanah
1. Untuk memberikan kepastian

hukum dan
perlindungan hukum kepada pemegang hak atas
suatu bidang tanah, satuan rumah susun dan hakhak lain yang terdaftar agar dengan mudah dapat
membuktikan dirinya sebagai pemegang hak yang
bersangkutan.
2. Untuk menyediakan informasi kepada pihak-pihak
yang berkepentingan termasuk pemerintah agar
dengan mudah dapat memperoleh data yang
diperlukan dalam mengadakan perbuatan hukum
mengenai bidang-bidang tanah dan satuan-satuan
rumah susun yang mudah terdaftar.
3. Untuk
terselenggaranya
tertib
administrasi

Obyek Pendaftaran Tanah
1. Bidang tanah yg dipunyai dengan hak milik, hak
guna usaha, hak guna bangunan dan hak pakai
2. Tanah hak pengelolaan
3. Tanah wakaf
4. Hak milik atas satuan rumah susun
5. Hak tanggungan
6. Tanah negara

Pelaksanaan Pendaftaran tanah

Pelaksanaan
Pendaftaran
Tanah

Pendaftaran
Tanah untuk
pertama kali
Pemeliharaan
data pendaftaran
tanah

Pelaksanaan Pendaftaran tanah
1. Pendaftaran Pertama Kali
a. pengumpulan dan pengolahan data fisik;
b. pembuktian hak dan pembukuannya;
c. penerbitan sertipikat;
d. penyajian data fisik dan data yuridis;
e. penyimpanan daftar umum dan dokumen.
2. Pemeliharaan data pendaftaran tanah
a. Pendaftaran peralihan dan pembebanan hak
b. Pendaftaran perubahan data pendaftaran
tanah lain-nya

Aspek Hukum Pertanahan dalam Properti
Real estate dirumuskan sebagai tanah secara fisik dan benda
yang dibangun oleh manusia yang menjadi suatu kesatuan
dengan tanahnya. Real estate adalah benda fisik berwujud
yang dapat dilihat dan disentuh, bersama-sama dengan segala
sesuatu yang didirikan pada tanah yang bersnagkutan, di atas
atau di bawah tanah.
Pengertian real properti merupakan penguasaan yuridis atas
tanah yang mencakup semua hak atas tanah (hubungan
hukum dengan bidang tanah tertentu), semua kepentingan
(interest) dan manfaat (benefit) yang berkaitan dengan
kepemilikan real estate. Hak real properti biasanya dibuktikan
dengan bukti kepemilikan (sertifikat atau surat-surat lain)
yang terpisah dari fisik real estat. Oleh karena itu, real
properti adalah suatu konsep non-fisik (atau konsep hukum)

Harga, Biaya dan Nilai
Harga adalah istilah yang digunakan untuk sejumlah uang yang
diminta, ditawarkan atau dibayarkan untuk suatu barang atau jasa.
Hubungannya dengan penilaian, harga merupakan fakta historis, baik
yang diumumkan secara terbuka maupun dirahasiakan. Karena
kemampuan finansial, motivasi atau kepentingan khusus dari seorang
penjual atau pembeli, maka harga dibayarkan atas suatu barang atau
jasa.
Biaya adalah sejumlah uang yang dikeluarkan atas barang atau jasa,
atau jumlah yang dibutuhkan untuk menciptakan atau memproduksi
barang atau jasa tersebut. Jika barang atau jasa sudah diselesaikan,
biaya tersebut menjadi fakta hostoris. Harga dibayarkan untuk suatu
barang atau jasa menjadi biaya bagi pembelinya.
Nilai adalah konsep ekonomi yang merujuk kepada harga yang sangat
mungkin disepakati oleh pembeli dan penjual dari suatu barang atau
jasa yang tersedia untuk pembeli. Nilai bukan merupakan fakta, tetapi
lebih merupakan harga yang sangat mungkin dibayarkan untuk barang
atau jasa pada waktu tertentu sesuai dengah definisi tertentu dari
nilai.

Pengaruh peraturan pertanahan terhadap
penilaian properti
Penilai harus memastikan kegunaan-kegunaan yang
diizinkan oleh peraturan
Peraturan dapat meliputi peraturan tentang zoning
(penggunaan tanah), batasan ketinggian bangunan,
peraturan terkait lingkungan, udara bersih, air
bersih, keamanan.
Status hak atas tanah juga berpengaruh terhadap
penilaian properti.

Perolehan Hak Atas Tanah

Siapa yang boleh memperoleh tanah?
Subyek Hukum:
Orang Perorangan
Badan Hukum Perdata
Badan Hukum Publik: Kementerian, Lembaga
Non Kementerian, Instansi Pemerintah

UUPA mengenal 2 jenis Tanah:
Tanah Negara
Tanah Hak (yang dibebani oleh Hak mis: HM,
HGB, HGU)

Tanah Negara (Cara Perolehannya?)
Tanah Negara adalah tanah-tanah yang langsung
dikuasai oleh Negara yang di atasnya belum/tidak
dibebani dengan suatu hak apapun.
Jenis Tanah Negara:
Tanah Negara
Tanah Negara asal Konversi Bekas Hak Barat yang
batas waktunya sudah berakhir
Tanah Negara asal tanah hak dengan “Pelapasan
Hak”
Cara perolehannya: dengan permohonan hak atas
Tanah Negara sebagaimana diatur dalam PMNA/KaBPN
No. 9 Tahun 1999 ttg Tata Cara pemberian dan
Pembatalan Hak Atas Tanah Negara dan Hak
pengelolaan.

Tanak Hak (Cara Perolehannya?)
Tanah Hak adalah tanah yang diatasnya sudah
dilekati/dibebani dengan suatu hak atas tanah
tertentu (HM, HGB, HGU, dll)
Syarat perolehan Tanah Hak:
Status orang/ Badan hukum yang
memerlukan tanah:
Kesepakatan (ada tidaknya kesediaan
Pemegang Hak untuk melepaskan
haknya/menjual tanahnya)

Cara Perolehan Tanah Hak:
a. Pemindahan Hak atas Tanah
b. Pelepasan Hak/Pembebasan Tanah
c. Pencabutan Hak atas Tanah

a. Pemindahan Hak Atas Tanah:
Syarat: Jika yang memerlukan tanah memenuhi
syarat sebagai pemegang hak dan pemilik tanah
bersedia untuk melepaskan haknya secara sukarela.
Jenis: Jual beli, tukar menukar, dan hibah tanah
Sanksi: apabila yang memerlukan tanah tidak
memenuhi syarat dan pemindahan hak itu terjadi
terkena ketentuan Pasal 26 ayat (2) UUPA (batal
karena hukum dan tanahnya jatuh kepada negara)

b. Pelepasan hak/pembebasan tanah/
pengadaan tanah:
Syarat: jika yang memerlukan tanah tidak memenuhi syarat
sebagai pemegang hak atas tanah dan pemiliknya bersedia
melepaskannya.
Pelepasan hak adalah kegiatan melepaskan hubungan
hukum antara pemegang hak atas tanah dengan tanah yang
dikuasainya dengan memberikan ganti kerugian atas dasar
musyawarah.
Acara pelepasan hak atas tanah dapat digunakan untuk
memperoleh tanah bagi pembangunan untuk kepentingan
umum maupun untuk kepentingan swasta.
Ketentuan Hukum: UU No. 2 Tahun 2012 ttg Pengadaan
Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum. Dan
PerPres No. 71 Tahun 2012.

c. Pencabutan Hak atas Tanah
Syarat: apabila cara pelepasan hak tidak
menghasilkan kata sepakat dan tanahnya benarbenar untuk kepentingan umum.
Pencabutan hak atas tanah adalah pengambilan
tanah kepunyaan sesuatu pihak oleh Negara secara
paksa yang mengakibatkan hak atas tanah hapus
tanpa yang bersangkutan melakukan suatu
pelanggaran atau lalai dalam memenuhi kewajiban
umum.
Ketentuan Hukum: Pasal 18 UUPA & UU No. 20

Referensi:
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar PokokPokok Agraria
Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan atas
tanah beserta Benda-Benda yang berkaitan dengan Tanah
Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha,
Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai atas Tanah
Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah
Rusmadi Murad, SH, MH; Administrasi Pertanahan (Pelaksanaan Hukum
Pertanahan dalam Praktek); CV.Mandar Maju, 2013.

TERIMA KASIH

Email: wijayanti80@gmail.com