Verifikasi hotspot dan identifikasi keba

BAB 11

ANALISIS DERET WAKTU
Analisis deret waktu menurut Chaffield (1984) &pat digunakan untuk salah satu
atau beberapa dari tujuan berikut: (1) mendeslaipsikan karakteristik data, (2)
menjelaskan ragam peubah teztentu yang terkait dengan peubah penduga (surrogate
variable), (3) memprediksi nilai suatu peubah di masa depan, atau (4) mengendalikan
proses yang berlangsung dari hasil analisis kualitas proses pmduksi yang t e ~ k ~ r .
Sementara ity berdasarkan tipe atau sumber keragamamya, data deret waktu dibagi
atas: (1) dampak musim (seasonal effect), (2) siklus perubahan (cyclic change), (3) trend,
dan (4) fluktuasi yang tidak berpola (irregularfluctuation). Data yang digunakan dalam
analisis deret waktu ini adalah data hasil pengukuran reguler dalam satu periode tertentu.
Asumsi dasar analisis deret waktu adalah homogenitas ragam, dan kestasioneran

data. Homogenitas ragam dapat dideteksi dari nilai ragam data antar waktu yang bersifat
konstan atau dmotasikan dengan Var(Z,)

= Var (k)
= 7,.

Sementara itu, suatu peubah


dikatakan stasioner jika nilai tengah peubah tersebut tidak berubah secara sisternatis
(tidak memiliki trend), ragam tidak berubah swam sistematis serta tidak ada variasi yang
bersifat periodiik (Chatfield, 1984 dan Wei, 1994). Fenomena riil seringkali tidak
memenuhi syarat kondisi stasioner ini. Untuk mengatasi permasalahan ketidakstasioneran
data ini, Box & Jenkins dalam Wei (1994) menawarkan suatu tahapan untuk
mengatasinya yang disebut dengan d~fferencing.
Model analisis deret waktu yang menjadi patokan di berbagai literatur adalah
model stokastik linier yang selanjutnya lebih dikenal sebagai model Box-Jenkins atau
ARIMA (Hipel, et al., 1977; Wei, 1994; Chatfield, 1984).

Tiga tahapan yang

direkomendasikan unhlk pernodelan Box-Jenkins adalah:
(1) Mengidentifhi model. Dalam tahapan identifikasi model, yang dilakukan adalah

mengidentifkasi kelompnk analisis deret waktu yang akan dipilih yang sesuai untuk
sebaran data. Tahapan yang dilakukan antara lain adalah rnelalui plotting data serta
menyajikan statistik deskriptif.


Tahap ini menurut Chatfield (1977) mampu

mengidentifkasi kenampakan visual dari trend, seasonality, ketidakkontinuan
(discontinuities) dan pencilan (outliers). Namun demikian, kenampakan visual yang
ditunjukkan dari suatu grafk menurutnya bukan syarat cukup, karena perlu kehatihatian terhadap permasalahan skala (sumbu X dan Y).

Perbedaan skala dalam

sumbu X dan Y dapat menimbulkan kenampakan yang dapat rnenunjukkan kondisi
kekeliruan penafsiran (misleading) &lam identifkasi pola trend, searonaliy,
ketidakkontinuan dan pencilan. Sementara itu. menurut Cryer (1986) pemilihan
model perlu memegang prinsip kesederhanaan model atau yang lehih dikenal
sebagai "the principle of parsimony".

(2) Menduga parameter. Dalam tahapan pendugaan parameter, dilakukan pemilian
penduga terbaik untuk model tertentu.

Kriteria yang dapat digunakan untuk

pemilihan antara lain kuadrat terkecil atau mnrimum likelihood Uji diagnostik data

dilakukan dengan menganalisis kualitas model yang ditetapkan dan pendugaan
parameter. Uji dilakukan untuk mengetahui kebaikan model (goodness offit) dan
terpenuhinya asumsi-asumsi (Cryer, 1986).

(3) Menguji kemungkingan ketakcukupan asumsi.

2.1. Analisis Deret Waktu Penyesuaian Musiman (Semo~lAa'justmenf)
Penggunaan data citra satelit dengan menggunakan data deret waktu bukan
merupakan ha1 baru dalam bidang penginderaan jauh (remote sensing). Analisis dengan
data citra deret waktu umumnya digunakan untuk mendeteksi fenomena pembahan
(change detection). Kajian menggunakan data deret waktu tersehut dilakukan karena
pennasalahan kelemahan sensor menghadapi awan.

Beberapa kajian dengan data

ekstraksi inderaja yang menggunakan analisis deret waktu antara lain dilakukan oleh
Cleveland et al. (1990) yang menganalisis konsentrasi C02 dari ekstraksi citra NOAA
AVHRR. Kajian lainnya dilakukan oleh Hess et 01. (1996) yang mengkaji kejadian hujan

dengan menggunakan NDVI 10 harian selama 7 bulan di Zone Arid Timur Laut Nigeria.

Azzali dan Menenti (2000) melakukan analisis deret waktu dengan menggunakan
Fourier analysis untuk memetakan kompleksitas vegetasi, tanah dan iklim di Afrika
Selatan.

Lu el al. (2001) melakukan analisis deret waktu secara statistik untuk

mendekomposisikan piksel berdasarkan fraksi vegetasi penutup lahan khususnya vegetasi
berkayu (woody) dan semak (herbaceous) dengan menggunakan metode Seasonal trend
decomposition bosed on loess (STL) dari data NDVI-AVHRR. Perkembangan terakhir
Goetz et al (2006) melakukan pemulusan data deret waktu dengan NDVI yang
diturunkan dari citra NOAA AVHRR untuk memahami suksesi tanaman di wilayah
boreal akibat kebakaran.

Dalam pengujian berdasarkan kebakaran hutan dipilih indeks vegetasi sebagai
indikator yang sangat dipengaruhi oleh kejadian kebakaran. Indeks vegetasi yang terkait
dengan bahan yang terbakar clan tingkat kekeringan lokasi dan secara tidak langsung
terkait dengan potensi kebakaran hutan menurut Lu et al. (2001) nilainya dipengaruhi
oleh musim. Oleh karena itu pernodelan dengan menggunakan data indeks vegetasi akan
terkait dengan aspek musim.
Penyesuaian musiman mempakan salah satu bagian dari analisis deret waktu yang

mempertimbangkan pengaruh musim. Pengaruh musim ini diidentifkasi dari adanya
pengulangan periodik setelah periode tertentu (Wei, 1994).

Metode penyesuaian

musiman dalam analisis deret menurut Dagum (1992) dimaksudkan untuk menduga
mekanisme pengamatan dengan asumsi sederhana bahwa deret dibangun dari bagianbagiau sistematis yaitu komponen yang mempakan fungsi dari wakhl serta komponen
acak yang melanggar hukum-hukum peluang.

Komponen acak ini diasumsikan

berdistribusi identik deogan nilai tengah konstan, ragam konstan dan otokorelasi sama
dengan nol.

Khoo and Mohan (2004) rnenambahkan bahwa penyesuaian musiman

berkembang karena pengaruh musim yang seringkali memiliki makna khas.
Dalam metode penyesuaian musiman dikenal ada tiga kelompok pengaruh yang
dapat didekomposisikan, yaitu:
Peugamh arah jangka panjang atau disebut juga trend. Pengaruh jangka panjang

penting untuk memahami pergerakan masa lampau dan menduga pergerakan di masa
akan datang.
Fluktuasi jangka pendek yang terkait dengan pengaruh kalender atau disebut juga
seasonal effect. Fluktuasi ini penting untuk memahami frendjangka pendek.
Pengaruh lain yang bukan pengaruh musim maupun trend jangka panjang atau
disebut juga p e n g a d irregular j7uctuation. Komponen irregular ini terdiri dari
ragam sisaao seperti pengaruh mendadak yang dalam bidang ekonomi antara lain
adanya campur tangan politis atau kondisi cuaca yang tidak berpola musim (Shiskin,
Young & Musgrave, 1965). Peristiwa kebakaran pada dasamya bisa dianggap
peristiwa mendadak karena campur tangan perilaku manusia yang juga mempakan
fenomena pencilan.
Ketiga komponen tersebut dapat dikombinasikan secara multiplikatif maupun
aditif. Model multiplikatif dari ketiga pengamh tersebut dinotasikan sebagai berikut:

Original

= Trendx Seasonal x Irregular

Sedangkan model aditif dapat dinotasikan sebagai berikut:


Original

= Trend

+ Seasonal + Irregular

Menurut Shiskin et al. (1965) dan dipertegas oleh Khoo and Mohan (2004) model
penyesuaian musiman daiam bidang ekonomi, yang menjadi titik awal perkembangan
peramalan dengan analisis deret waktu, kebanyakan menggunakan model dekomposisi
multiplikatif. Sementara itu, model aditif sendiri disebut sebagai metode tradisional.
Pendugaan komponen musim dapat dilakukan secara deterministik maupun stokastik.
Pendugaan model deterministik dengan menggunakan model r e p s i .

Sedangkan

pendugaan model stokastik dilakukan dengan rataan bergerak (moving merage) (Dagum,

1992).

2.1.1 Pernodelan Data Deret Waktu

Sebagaimana disampaikan sebelumnya tahap pemodelan deret waktu dilakukan
standar atau model Box Jenkins terdiri dari tiga tahap. Tahap pertama yaitu identifikasi
model mencakup pendugaan ACF, PACF dan IACF. Persamaan dari ACF dari deret
waktu ZI, Zz, ..., Z,menurut Wei (1994) adalah sebagai berikut:

dimam

= t yadalah nilai tengab contoh dalam deret. Selanjutnya fungsi otokorelasi
t-,

parsial contob (PACF) menurut Durbin (1960) dalam Wei (1994) dinotasikan dengan
persamaan berikut:

Model umum berdasarkan persamaan seasonal ARIMA menurut Wei (1994),
adalah sebagai berikut:

z,-,,

jika


Z,

jika

z,={

~ = D = o

lainnya.

'pp(B)

= regular autoregresive

(Dp(B" = seasonal autoregresive
O,(B)

=

regular moving average


OQ(B) = seasonal moving average
Model seasonal ARIMA ini dimotasikan dengan ARIMA @, d, q) x (P, D, Q),,
dimana notasi sub indeks s menunjukkan periode semusim, p & P menunjukkan ordo

autoregressive (AR), q dan Q menunjukkan ordo rataan bergerak (moving average/M)
serta d dan D ordo d~rerencing. Ordo dengan humf besar (P, D, Q) menunjukkan
pengamh musim sedangkan ordo dengan humf kecil (p, d, q) menunjukkan ordo non
musim. Pendugaan parameter ARIMA sendiri dilakukan dengan metode Marimum

Likelihood (ML).
Identifkasi model deret waktu musiman dengan menggunakan ACF, PACF,

&ended Aufocoi~elationFunction (EACF) dan Smallest Canonical Correlation Table
(SCAN) dinilai tidak efektif untuk deret musiman. Metode penapisan (filterind yang
dikemukakan oleh Liu (1989) dimyatakan Liu et a/. (2001b) sebagai metode yang lebih
efektif baik untuk data musiman maupun non musiman. Pengecekan fungsi otokorelasi
(ACF) terhadap sisaan diperlukan pada metode penapisan ini.

2.1.2. Prosedur Xl2-AMMA

Pendugaan model data berpola musiman sejak 1950-an menggunakan prosedur X.
Prosedur X terpopuler adalah prosedur XI 1 yang kemudian di-update menjadi X12.
Menurut Franses (1996) dalam Pezzuli et at. (2005) metode penapisan untuk
menyesuaikan komponen musiman hingga saat ini terus berkembang. Metode yang
sederhana dan fleksibel yang banyak digunakan adalah metode X11. Metode X11
diperkenalkan pertama kali di tahun 1965 oleh US Bank Central sebagai varian dari
metode X yang telah memiliki lebih dari 12 varian (XO, XI dst.). Metode XO pertama
kali diperkenalkan pada 1954. Menurut Shiskin, Young & Musgrave (1965) prosedur X
pertama yang diluncurkan untuk publik adalah X3 tahun 1960.

Sedangkan XI1

diluncurkan pada Oktober 1965. Varian resmi terbam dari prosedur X sendiri adalah
X12. Penggabungan dari prosedur X dengan metode ARIMA menjadi X12-ARLMA saat
ini ini menjadi prosedur baku di berbagai Bank Sentral di berbagai negara di dunia
( P e m l i er a/. ,2005).

Metode X11 mendekomposisikan Xt menjadi tiga komponen yaitu:
Xt=Tt+St+It
dimana :
Tt

:

S,

:

1,

:

adalah komponen trend
adalah komponen musiman (smomr) tradisional yang dinotasikan dengan t
adalah ragam irregular merupakan komponen sub tahunan Rt.

t

Modifhsi Xll-ARIMA menjadi lebih populer dibandingkan metode X sendiri.
Tahap-tahap dasar dalam prosedur XI 1-ARIMA mencakup (Dagum 1992):
1. Pemodelan deret asli dengan metode integrated autoregressive moving average
(ARIMA) process dari Box dan Jenkins 1970. Tahap pemodelan ARIMA Box
Jenkins sesuai dengan penjelasan sebelumnya.
2. Ekstrapolasi satu sampai dengan tiga titik data pada data tak di-adjust pada setiap
akhii deret dari model ARIMA unhxk memfitkan dan memproyeksikan deret asli.
Operasi ini disebut dengan peramalan @recasting) atau bachcatting.
3. Melakukan penyesuaian data tambahan (asli) dengan metode moving average.
Perkembangan terakhir dari XII-ARIMA adalah X 1 2 - A m .

Secara umum

prosedur Xl2-ARIMA mencakup 4 tahap, yaitu: pemodelan regARIMA, diagnosis
model, penyesuaian musiman (season01 adjustment) menggunakan metode X-11 yang
ditingkatkan kemarnpuannya. Dalam pemodelan X12-ARIMA jumlah maksimum data
yang dapat digunakan adalah sebanyak 15 deret. Jika data yang dimiliki lebih dari 15
deret, maka yang akan digunakan dalam pemodelan hanya 15 deret saja Pada pmsedur
ini ditawarkan penyesuaian nilai ekseem (c.q: pencilan) agar tidak menimbulkan bias
dalam pemodelan ARIMA. Namun demikian, penyesuaian tidak akan dilakukan pada
2(p+F'.s+d+D.s).

Artiiya, jika pada data bulanan model ARIMA terpilih (0,1,1)(0,1,1)12,

maka sampai pengamatan ke-26 tidak ada penyesuaian nilai ekstrem (Dagum, 1988).
Pilihan model ARIMA dalam pemodelan otomatis XI 1-ARIMA multiplikatif dan aditif
disampaikan pada Tabel 2.1.
Tabel 2.1. Pilihan Model regARIMApada Seleksi Otomatis X1 1-ARIMA
Multiplikatif

Aditif

~g(O,l,l)(O.l,l)s

(O.l.lKO.l,~)s

.
..
.
.
.
.
.
.
.
p
.
-

Log(2.l J)(O,l,l )s
Sumber: Dagum, 1992.

..

(2,1,2)(0.l.l)s

Pada X12-ARMA pilihan regARUlA lebih diiembangkan lagi yaitu ordo p dan q
serta P dan Q berkisar antara 1 sampai 3 dengan nilai alteroatif musiman 1 untuk data
tahunan, 2 untuk data semesteran, 3 untuk data kuartalan dan 12 nntuk data bulanan.
Tahapan proses seleksi model pada pmsedur X12-ARIMAadalah sebagai berikut:

+

Uji model d a r n bentuk klasik @, d, q)(P,D,Q). Kriteria pemilihan model didasarkan
pada analisis sisaan dengan menggunakan parameter:
.' AIC (Akaike informotion Criterion) yang didefinisikan dengan menggunakan

persamaan : AIC(M) = -2In[Ma~.Likelihood]+ 2 M , dimana M adalah jumlah
parameter

dalam

model.

AIC(M) = N 1116+;2 M , d

Persamaan

tersebut

identik

dengan

i N= jumlah pengamatan.

.' BIC (Boyesion Informotion Criterion) atau SBC (Schwartz's Bqesion

Criterion), yang diperoleh dengan menggunakan persamaan berikut:
SBC(M)=NIn&: + M h N .
Model terbaik adalah yang menghasilkan nilai AIC dan BICISBC terkecil. Dalam
pemodelan X12-ARIMA berbagai model altematif dipilih berdasarkan kriteria ini.

a Transfonnasi data. Transformasi ini terkait dengan pilihan model adjushent pada
prosedur X11. Altematif model adjustment disampaikan pada Tabel 2.2.
Tabel 2.2. Altematif Model Adjustment XI 1
Option

Model

Mult

Multiplicative

. ~.

~

Add

-..-.

Additive .

~

Pseudoadd

Model adjwtment untuk
Deret Asli

-.

Logadd

.~

Pseudo-Additive
~

Log-Additive

.... .

-~-

.

O=CxSxI

Model adjusment
untuk Seasonal
Adjusted
SA=Cxl

O=C+S+I

SA=C
- +I

~

~~~~~

.
.

~

O=Cx[S+I- I ]

SA=Cnl

Log(O)=C+S+I

SA = exp (C + I)

~..-~

Sumber : SAS. 2Kl2~

O

Penghitungan nilai tengah persentase absolut galat Mean Absolute Percent Error
(MAPE) pada tiga tahun terakhir. Jika MAPE lebih dari IS%, maka model ditolak.

-2 I Y' -q'

MAPE dihimg dari persamaan : MAPE = 100 "
n ,=,
Z2

Penghitungan nilai peluang L-jung Box
acak. Jika nilai

x2 untuk

I y, I

menguji hipotesis galat bersifat

lebih kecil dari 10%. maka opsi pernodelan ARIMA otomatis

menolak model. Persamaan uji L-jung Box

tersebut adalah sebagai berikut:

" r,'
,y2 = n(n + 2)x(-)
k=,

n-k

, dimana n adalah jumlah sisaan yang dihitung &lam

deret

n-l

C'=l
dan r,=

c:=,

dimana a, adalah sekuen sisaan.

a:

ZI

Menduga nilai parameter: (I) parameter autoregresiw (AR) 41, dinotasikan dengan p;
(2) parameter AR musiman @, dinotasikan dengan P; (3) parameter moving average

(MA) 8, dinotasikan dengan q; dan (4) parameter MA musiman Q, dinotasikan
dengan Q.
"

Pengecekan kejadian overdiffencing

dicirikan oleh kondisi jika jumlah dari

parameter q dan Q lehih dari 0.90. Pada kasus tersebut model ditolak.
Prosedur XI2 (PROC X12) dalam perangkat lunak SAS dan DEMETRA ver 2.04
beta version mempakan adaptasi dari X12 ARIMA Seasonal Adjustment Program yang
dikembangkan oleh Biro Sensus Amerika.

Pada PROC X12 tersebut terdapat opsi

seleksi model otomatis yang didasarkan pada metode TRAM0 (Time series Regression
with ARIM noise, Missing value and Outliers) yang dikembangkan oleh Gomez dan
Maravall (SAS, 2002).

2.2. Deteksi PenciIao (Outlier Detection) pada Data Deret Waktu
Pencilan (ozrllier) menurut Bamet dan Lewis (1994) dalam Sinha (1997)
didefmisikan sehagai satu data yang muncul dan menyimpang secara jelas dari gugus
data keseluruhan. Defmisi lain dari pencilan disampaikan oleh Liu ef al. (2004), yaitu
suatu pengamatan yang menyimpang secara nyata dari sebagian besar pengamatan.
Sementara itu menurut Beckman dan Cook (1983) dalam Sinha (1997), istilah pencilan
dapat dkantikan dengan "discordant observation", "contanzinanfs", atau "dirty data".
Deteksi pencilan pada peubah tunggal berdasarkan runutan literatur yang dilakukan oleh
Sinha (1997) sudah dilakukan sejak 1950 oleh Gmhbs, 1961 oleh Ferguson, tahun 1972
oleh Tietjen dan Moore. serta 1975 oleh Rosner.
Kemunculan dari pencilan menurut Adya et al. (2001) dapat ditunjukkan karena
kejadian tidak hiasa, kejadian yang mengubah kenampakan umum, atau karena adanya
kesalahan dalam transkripsi data. Kejadian kebakaran yang dideteksi dari titik panas
mempakan kejadian yang dapat mengubah perilaku dari perkembangan vegetasi normal.

Kejadian ini dapat digolongkan sebagai intervensi luar yang menurut Wei (1994)
memunculkan pola pencilan. Menurut Guhnan clan Tiao (1978), Miller (1980) serta
Chang (1982) dalam Chang, e! al. (1988), munculnya pencilan dapat memunculkan bias
dalam pendugaan ACF, PACF dan Autoregressive Moving Average (ARMA).
Jenis-jenis pencilan dalam data deret waktu antara lain: innovational outlier (10)

dan additive outlier (AO) (Fox, 1972 dalam M i & Sanchez, 2004); level shift (LSJ dan
temporary chage (TC)(Tsay, 1988). Kaiser dan Maravall (2001) menggunakan istilah

berbeda untuk TC yaitu transitory change. Disamping keempat tipe pencilan tersebut,
Kaiser dan Maravall (2001) menunjukkan satu jeuis pencilan pa& data deret waktu
penyesuaian musiman yang disebut dengan seasonality level shft (SLS).
Deteksi pencilan dietengahkan oleh beberapa ahli dengan cam berikut:
Fox (1972) dalam Mira & Sanchez (2004) melakukan deteksi A 0 dan I 0 dengan
menggunakan uji likelihood-ratio.
Chang & Tiao (1983) dalam Mira & Sanchez (2004) serta Chang er al. (1988)
mengembangkan prosedur iteratif untuk mendeteksi pencilan dan menduga
parameter model.
Tsay (1988) menggunakan metode serupa untuk menduga level shift (LS) dan

temporary change PC).
Balke (1993) memodifikasi prosedur Tsay untuk mengatasi kerancuan dalam
penetapan LS dan 10.
Mira & Sanchez (2004) mencoba mengatasi pennasalahan deteksi jenis-jenis
pencilan tersebut dengan menawarkan dengan menggunakan prediktor kriging.
Secara lebih teriuci Chen d m Liu (1993) menjelaskan empat tipe pencilan. Dengan
memisalkan (Yt) sebagai data deret waktu dengan proses ARMA,
e(B) a , , t=l, ..., n
a(B)+(B)
dimana n adalah jumlab pengamatan untuk deret; 8(B), +(B), dan a(B) adalah polinomial
Y, =

B. Untuk menunjukkan data deret waktu yang dipengamhi oleb kejadian tak bemlang,
maka persamaan dinyatakan sebagai berikut:

Y,adalah ARMA proses, ILtl)=l jika t=t, d m It(tl)=O untuk t lainnya. I,(tl) adalah fungsi
indikator yang menunjukkan keberadaan dampak pencilan; o dan A(B)/{(G(B) H(B))

merupakan besaran dan pola dinamis dazi pencilan. S a r a spesifik Chen dan Liu (1993)
mendefinisikan 4 jenis pencilan sebagai berikut:

AO:

=I
C(B)H(B)

TC:

=-

G(B)H(B)

(I

1

- 6B)

Tipe pencilan A 0 dan LS adalah dua batas nilai pencilan TC, dimana pada AO:

6-0dan pada LS: S-1. Pada TC umumya nilai 6 ditetapkan sebesar 0.7. Dalam Chang
et al. (1988) dijelaskan bahwa A 0 dapat diartikan sebagai galat total (gross error) dari
suatu model, dimana terjadi intervensi hanya pada pengamatan ke-T.
Sementara itu, jika terjadi pencilan ganda (multiple outliers), maka Chen & Liu
(1993) menunjukkan prosedumya yang diringkaskan

&lam rangkaian penjelasan

berikut. Misalkan suatu deret Y,' dipengaruhi oleh beberapa pencilan sekaligus, maka
dimisalkan persamaan deret Y,* adalah sebagai berikut:

dimana L,(B)= 0(B)l{q(B)a(B)] untuk 10, Lj(B)=I untuk AO, Lj(B)=l/(I-B)
untuk LS dan Lj(B)=I/(l-GB) untuk TC pada t=tj.

Sisaan dari model ARMA YI*

diperoleh dari persamaan:

Dampak pencilan dideteksi dari nilai sisaan yang dihasilkan.

Sisaan yang

dihasilkan oleh setiap tipe pencilan jika ditemukan tunggal diperoleh dengan persamaan
berikut:

I0
A0

: 2, = d,
(t, ) + a,

TC

: P, = w{rr(B)/(l- @}I,

LS

:P, = w(x(B)/(l- B)}I,(t,)+a,

:2,=wir(B)I,(t,)+a,

(t,) + a,

Deteksi keberadaan pencilan melalui pendugaan nilai maksimurn statistik baku
akibat pengaruh pencilan. Pendugaan statistik baku menggunakan persamaan berikut:

q, = m a x (t) 1, ZA0 (t) 1 , tLs(t) 1, tr (t) I}. Jika nilai

Selanjutnya hitung

q, I Z,,,(tl) I> C , dimana C adalah nilai tetapan batas kritis, maka mungkin terdapat
pencilan tp pada saat t l tersebut. Batas kritis ditetapkan oleh L-jung herdasarkan jumlah
pengamatan dalam deret. Batas kritis L-jung tersebut disampaikan pada Tabel 2.3.
Tabel 2.3. Batas Kritis L-jung untuk Penetapan Pencilan
Jumlah pengamatan
dalam deret
4X
.. . . .

. 72
.......
.

. .
.

-96..
I ?n

.

.

~

.

? 6548
.-

3.7375
3.7974
7 XAAA

312

336

Titik kritis L-jung

~.

.

360

.

4.0471
4.0628
4.0774

.

Surnber : SAS, 2W2.

Keberadaan pencilan AO, LS dan TC menurut Kaiser dan Maravall (2001) tidak
mempengaruhi pendugaan parameter. Sebaliknya, keberadaan I 0 mempengamhi
pendugaan parameter. Pemyataan yang sama dinyatakan juga sebelumnya oleh Chen
dan Liu (1993) bahwa kecuali 10, ketiga pencilan lain yang telah dijelaskan bebas
terhadap pendugaan model. Sementara itu I 0 menurut Chang et a/. (1988) menunjukkan
kejutan luar biasa (extraordinary shock) pada pengamatan ke-T yang akan
mempengaruhi nilai

ZT,

zr+l,.... melalui sistem dinarnik yang ditunjukkan dalam

persamaan B(BY [cp(B)a(B)].

Secara lebih spesifik Chen dan Liu (1993) menyatakan

dampak berbagai tipe pencilan antara lain: (1) TC dampaknya terlihat di awal dan
mempengarubi nilai o pa& waktu t l , (2) A 0 memiliki pengmh bersifat tiba-tiba pada
satu amatan di deret, (3) LS menghasilkan pembahan tahapan yang kabur dan permanen

dalam deret, dan (4) I 0 mempengaruhi deret secara lebih rumit dibandiigkan tipe
pencilan lain.
Secara visual Kaiser & Maravall (2001) menampilkan dampak keberadaan setiap
tipe pencilan yang disampaikan pada Gambar 2.1.

Ket-gar:
Dampak Lip p c i l a n : a. AO, b. LS,c. TC, d. 10
Sumber K i m & Maravall(ZW1)

Gambar 2.1. Dampak Tipe Pencilan terhadap Pola Deret Data
Chen dan Liu (1993) menyatakan bahwa isu penting yang terkait dengan pencilan
adalah:
1. Kebemdaan pencilan menyebabkan pemodelan yang tidak tepat
2. Jika model yang tepat dapat ditetapkan, pencilan masih berpengaruh melalui bias
dalam pendugaan parameter dan dapat mempengaruhi efisiensi dalam deteksi
pencilan. Kesulitan yang umumnya diiadapi dalam pendugaan pencilan adalah
pembahan tipe clan lokasi pencilan dari perbedaan jumlah iterasi.
3. Beberapa pencilan mungkin tidak teridentifhsi karena masalah dampak tutupan

(markingeffec~).