Sejarah Kebijaakan Umar dan keterkaitann

KEBIJAKAN-KEBIJAKAN UMAR BIN KHATTAB DAN
SEJARAH TERBUNUHNYA UTSMAN BIN ‘AFFAN
Makalah ini disusun untuk merevisi tugas individu mata kuliah
Sejarah Pemikiran dan Peradaban Islam
Dosen pengampu : Prof. Dr. M. Abdul Karim, M.A., MA.

Disusun oleh:
Muhammad Khadiq Alfahmi

(1420411112)

PROGRAM PASCASARJANA PENDIDIKAN ISLAM
KONSENTRASI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA
YOGYAKARTA

2014

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah

Sebuah pemerintahan dikatakan maju dan berkembang serta mengalami
kemunduran, sangat bergantung pada pemegang kekuasaan tertinggi. Kemajuan dan
kemunduran suatu pemerintahan pun tak akan lepas dari kebijakan yang di ambil oleh
sang pemegang kekuasaan. Kerap kali kemunduran bahkan kehancuran suatu bangsa
bermula dari salah kaprahnya kebijakan yang diterapkan. Namun tak jarang juga, arus
kemajuan dan kejayaan suatu bangsa bermuara dari kebijakan. Kebijakan sangat
menentukan haluan suatu bangsa, kemana nahkoda bangsa hendak berlayar. Oleh karena
itu, kebijakan merupakan hal yang sangat esensial dalam menentukan pengembangan
sebuah bangsa dalam membangun satu peradaban dan menorehkan kemajuan. Pada
akhirnya, maju mundurnya sangat tergantung pada kebijakan yang diterapkan.1
Dalam penentuan kebijakan, kemampuan seorang pemimpin atau pemegang
kekuasaan sangat berandil besar. Menurut Werf (1997) yang dimaksud dengan kebijakan
adalah usaha mencapai tujuan tertentu dengan sasaran tertentu dan dalam urutan tertentu. 2
Oleh karena kebijakan begitu sistematis dan kompleks maka kemampuan seorang
pemimpin menjadi kunci utama.Tercatat dalam lembaran sejarah, Islam pernah memiliki
pemimpin-pemimpin (khalifah) yang namanya masih sering di perbincangkan dan di
telaah, baik dikalangan akademisi maupun non-akademisi, bahkan menjadi rujukan
dalam pengambilan kebijakan pada masa sekarang baik dalam ranah politik, ekonomi,
sosial, budaya dan keagamaan.
Pada masa pemerintahan di tangan merekalah kejayaan islam pernah diraih,

bahkan pada masa kepemimpinan Khulafurrasyidin kemajuan peradaban islam sungguh
berada pada puncaknya. Pasca Nabi SAW ajaran islam tersebar luas, karena islam
megang prinsip “tidak ada paksaan dalam beragama”. 3 Dengan memegang prinsip
tersebut seolah islam memberikan keadilan kepada kaum yang tertindas, dan Islam tampil
1

Siti Maryam (ed.) dkk. Sejarah Peradaban Islam dari Masa Klasik hingga Modern,
Yogyakarta: LESFI 2004
2
Joshuaig.wordpress.com di akses tgl 26 Oktober 2014
3
Q.S. 2 (al-Baqarah):256

sebagai penyelamat masyarakat, oleh karena itu islam sangat mudah tersebar bahkan pada
waktu tersebar itu hingga keluar arab. Kemajuan islam dibuktikan dengan meluasnya
ekspansi Islam ke berbagai negara sekitarnya.
Berkaitan dengan itu, Umar bin Khattab adalah salah satu khalifah yang pernah
menorehkan tinta emas pada lembaran sejarah peradaban umat Islam. Pada masanya,
pemerintahan Islam semakin kuat, yang didukung dengan formulasi kebijakan yang
sangat fenomenal. Banyak perubahan yang dilakukan, bukan saja di ranah ritual

keagamaan, tetapi juga meliputi aspek sosial budaya, terutama pada ranah kebijakan
ekonomi.
Dalam makalah ini juga kami tidak hanya membahas kebijakan-kebijakan
pemerintahan pada masa Umar bin Khattab, melainkan juga mengeksplore lebih jauh
keterkaitan antara kebijakan dan jihad yang dilakukan khalifah Umar dengan sebab
terbunuhnya khalifah Utsman secara kejam yang dimulai dengan peristiwa tersebar
luasnya fitnah di kufah, surat misterius, pengepungan hingga berakhirnya Utsman bin
Affan di tangan kaum pemberontak.
B. Rumusan Masalah
1. Apa latar belakang yang mendasari pembuatan kebijakan-kebijakan yang
dilakukan oleh khalifah Umar bin Khattab?
2. Apa saja Kebijakan Kebijakan yang diterapkan Umar bin Khattab?
3. Kenapa pajak al – Ghanimah tidak boleh diperoleh oleh tentara-tentara yang
berhasil menguasai daerah taklukan tersebut?
4. Apakah hubungan kebijakan Khalifah Umar bin Khattab dengan wafatnya
Khalifah Utsman bin Affan?
5. Bagaimana kronologi terbunuhnya Utsman bin Affan?

BAB II
PEMBAHASAN


A. LATAR BELAKANG DIBENTUKNYA KEBIJAKAN PERTANAHAN DAN
PERTAHANAN
Ath-Thabari, Ibnu Jauzi, dan Ibnu Katsir menyebutkan bahwa Abu Bakar ra
khawatir kaum muslimin berselisih pendapat sepeninggal beliau dan tidak memperoleh
kata sepakat. Maka Abu Bakar meminta pendapat para tokoh sahabat mengenai
penggantinya kelak. Setelah mengetahui kesepakatan mereka tentang keutamaan dan
kelayakan Umar R.a, beliau pun keluar menemui orang banyak seraya memberitahukan
bahwa ia telah mengerahkan segenap usaha untuk memilih penggantinya kelak. Kepada
khalayak, Abu Bakar meminta agar mereka menunjuk Umar Ra. sebagai Khalifah
sepeninggalnya kelak. Mereka semua menjawab, “Kami dengar dan kami taat.” Jadi
penunjukan Umar ra sebagai khalifah bukanlah berdasarkan keinginan Abu Bakar
semata, akan tetapi merupakan hasil dengar pendapat dan rekomendasi dari para tokoh
sahabat. Jadi sekali lagi, ini merupakan hasil syura dari Ahlul Halil wal ‘Aqdi. Adapun
perkataan Abu Bakar dihadapan khlayak adalah sebagai pengumuman hasil keputusan
yang sah dan harus dipatuhi oleh kaum muslimin.
Pada masa awal pemerintah Umar bin Khattab, beliau memanfaatkan dengan
ekpansi dan perluasan wilayah Islam. Akan tetapi yang paling menonjol adalah
bagaimana khalifah umar menerapkan kebijakan mengenai aspek ekonomi, yaitu
pertanahan dan pertahanan. Khalifah mengeluarkan dekrit dengan membentuk tentara

regular yang tinggal di barak dan menerima gaji tetap setiap bulan. Seluruh umat islam
bahkan menerima pensiun tetap dari Negara sesuai kriterianya. Khalifah menerapkan
kebijakan agar tanah-tanah subur di luar Arab yang berada dalam kekuasaan Islam tidak
dikuasai oleh orang Arab, dalam arti transaksi jual beli tanah bagi bangsa Arab dilarang. 4
Walaupun itu memberikan protes yang keras dari anggota Syura’, namun Umar member
alasan, mutu tentara Arab menjadi mnurun, produksi menurun, Negara rugi 80% dari
pendapatan dan rakyat akan kehilangan mata pencaharian (sawah) menyebabkan mereka
4

M. Abdul Karim, Bulan Sabit di Gurun Gobi, Sejarah Mongol-Islam di Asia Tengah,
Yogyakarta; Suka Pres, 2014. Hal 16

mudah berontak terhadap negara. Upaya ini dilakukan khalifah Umar juga karena untuk
menghindari perpecahan kaum muslimin, tanah arab yang tandus dan gersang
menjadikan motivasi mereka untuk menguasai daerah-daerah yang subur, dan mulai
memperebutkan tanah yang kaya yang menyebabkan ketamakan para prajuritnya kelak.
B. KEBIJAKAN-KEBIJAKAN UMAR BIN KHATTAB
1. Perluasan Dan Pengelolaan Wilayah
Pada masa khalifah Umar bin khatab, kondisi politik islam dalam keadaan
stabil, usaha perluasan wilayah Islam memperoleh hasil yang gemilang. Karena

perluasan daerah terjadi dengan cepat, Umar Radhiallahu ‘anhu segera mengatur
administrasi negara dengan mencontoh administrasi yang sudah berkembang terutama
di Persia. Perluasan penyiaran Islam ke Persia sudah dimulai oleh Khalid bin Walid
pada masa Khalifah Abu Bakar, kemudian dilanjutkan oleh Umar. Tetapi dalam
usahanya itu tidak sedikit tantangan yang dihadapinya bahkan sampai menjadi
peperangan.5
Pada periode Khalifah Umar (634-644 M), peta Islam meluas di Timur sampai
perbatasan India dan sebagian Asia Tengah di Barat sampai Afrika Utara. Setelah
memangku jabatan kekhalifahan, Umar melanjutkan kebijakan perang yang telah
dimulai oleh Abu Bakar untuk menghadapi tentara Sasania maupun Byzantium baik
di front Timur ( Persia ), Utara (Syam) maupun di Barat (Mesir). Ada beberapa sebab
ekspansi Umar Bin Khattab ke wilayah-wilayah tersebut di antaranya :
a. Letak geografis Persia, Syam, Iraq maupun Mesir adalah wilayah perbatasan
dengan pemerintahan Islam. Daerah Byzantium terletak sebelah barat laut dari
Arab terdiri dari Syiria, Palestina, Yordania, dan Mesir. Mereka, sejak awal,
memiliki hubungan yang kurang harmonis dengan bangsa Arab.
b. Pada saat itu, Sungai Nil (Mesir) dan Mesopotamia merupakan lahan yang subur.
Jika dibandingkan dengan keadaan di Arab yang gersang dan tandus, maka hal ini
menarik keinginan para prajurit Islam untuk menguasai wilayah tersebut sebagai
sentrum perjuangan dakwah di luar Jazirah Arab.


5

Arif Setiawan, Islam dimasa Umar bin Khatthab, jakarta : Hijri Pustaka, 2002. Hal 4

c. Damaskus pada saat itu merupakan kota penting. Damaskus dijadikan kota dan
jalur perdagangan internasional.6
Di antara sebab-sebab yang membuat ekspansi Islam ke luar daerah
Semenanjung Arabia demikian cepat adalah hal-hal berikut:7
a. Ajaran-ajaran Islam mencakup kehidupan didunia dan akhirat.
b. Keyakinan yang mendalam di hati para sahabat tentang kewajiban menyampaikan
ajaran-ajaran Islam ke seluruh daerah.
c. Kekaisaran Persia dan Byzantium dalam keadaan lemah
d. Islam tidak memaksa rakyat di wilayah perluasan untuk mengubah agamanya.
e. Rakyat di wilayah tersebut memandang bangsa Arab lebih dekat kepada mereka
daripada Byzantium
f. Wilayah perluasan adalah daerah yang subur.
Untuk pengelolaan wilayah perluasan, Umar membawa transformasi penakluk
arab menjadi sebuah kelompok elite militer untuk bertugas menjalankan penaklukan
berikutnya, dan untuk membentengi wilayah-wilayah yang telah ditundukkan.

Mereka sama sekali tidak terlihat sebagai pekerja atau profesi dari pekerjaan
penduduk setempat, juga tidak sebagai pemilik tanah atau sebagai petani untuk
mencegah penyerbuan Badui secara semena-mena.
Satu keterkaitan antara perluasan dan pengelolaan wilayah kekuasaan dengan
masuk Islamnya penduduk di wilayah-wilayah tersebut adalah sikap toleransi dari
kaum Muslimin dan mereka mendapatkan perlakuan yang baik. Mereka hidup lebih
aman dan damai di bawah perlindungan pemerintahan Islam dibandingkan ketika
mereka hidup dibawah tekanan kekuasaan hegemoni Byzantium dan Sasania,
sehingga mereka masuk Islam dengan kemauan sendiri tanpa adanya paksaan dari
kaum muslimin.
2. Pengelolaan Kas Negara
Pada masa Rasulullah SAW dan Abu Bakar, kekuasaan bersifat sentral
(eksekutif, legislatif, dan yudikatif terpusat pada pemimpin tertinggi), sedangkan pada
masa Umar, lembaga yudikatif dipisahkan dengan didirikannya lembaga pengadilan.
6

M. Abdul Karim, Sejarah Pemikiran dan Peradaban Islam, Yogyakarta: Pustaka Book
Publisher, 2014. hal 85
7
Harun Nasution, Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya, Jilid I, Jakarta:UI Press,

2001. Hal 52

Diantara kebijakan yang dilakukan umar adalah menata pemerintahan dengan
membentuk departemen-departemen (diwan), mengadopsi model persia. Misalnya
untuk menjaga keamanan dan ketertiban dibentuk jawatan kepolisian dan juga
jawatan pekerjaan umum. Tugas diwan adalah menyampaikan perintah dari
pemerintah pusat ke daerah-daerah dan menyampaikan laporan tentang perilaku dan
tindakan-tindakan penguasa daerah kepada khalifah.8 Wilayah negara pada masa
pemerintahannya dibagi menjadi delapan provinsi, yaitu : Mekkah, Madinah, Syria,
Jazirah, Bashrah, Kufah, Palestina, dan Mesir. Tujuannya adalah untuk melancarkan
hubungan antar daerah. Untuk mengelola keuangan negara didirikan Baitul Mal. Mata
uang telah ditempa sendiri pada masanya. Kemudian untuk mengenang peristiwa
hijrah ditetapkan peristiwa tersebut sebagai awal tahun hijriah.9
3. Penataan Birokrasi Pemerintahan
Masa Khalifah Umar lembaga yudikatif sudah berdiri sendiri, terpisah dari
eksekutif dan legislatif. Ia memisahkan kekuasaan yudikatif di Madinah dari
kekuasaannya, dan untuk itu ia mengangkat Abu ad-Darda’ yang diberi gelar Qadi
(Hakim). Dalam pemerintahan Umar terjadi banyak perubahan, ia membangun
jaringan pemerintahan sipil yang sempurna tanpa memperoleh contoh sebelumnya,
sehingga ia pantas mendapatkan julukan “Peletak Dasar/Pembangun Negara

Modern”. Hal-hal penting sebagai prasyarat bagi suatu bentuk pemerintahan yang
demokratis sudah mulai diletakkan. Dalam masa pemerintahannya terdapat dua
lembaga penasehat, yaitu majelis yang bersidang atas pemberitahuan umum dan
majelis yang hanya membahas masalah-masalah yang penting.
Wilayah negara terdiri dari provinsi-provinsi yang berotonomi penuh, kepala
pemerintahan provinsi bergelar Amir. Di setiap provinsi tetap berlaku adat kebiasaan
setempat selama tidak bertentangan dengan aturan pemerintah pusat.10 Para Amir
(gubernur) provinsi dan para pejabat distrik sering diangkat melalui pemilihan.
Pemerintahan Umar menjamin hak setiap orang dan orang-orang menggunakan
kemerdekaannya dengan seluas-luasnya. Khalifah tidak memberikan hak istimewa
8

Siti Maryam (ed.) dkk. Sejarah Peradaban Islam dari Masa Klasik hingga Modern,
Yogyakarta: LESFI 2004 hal 47
9
M. Abdul Karim, Sejarah Pemikiran dan Peradaban Islam, Yogyakarta: Pustaka Book
Publisher, 2014. hal 86
10
Ibid.


tertentu. Tidak seorangpun memperoleh pengawal, tidak ada istana dan pakaian
kebesaran, baik untuk khalifah sendiri maupun bawahan-bawahannya. Tidak ada
perbedaan antara penguasa dan rakyat, setiap waktu mereka dapat dihubungi oleh
rakyat.
Agar mekanisme pemerintahan berjalan lancar, dibentuk organisasi negara
Islam yang pada garis besarnya sebagai berikut :
a. An-Nidham As-Siyasy (Organisasi Politik), yang mencakup :
 Al-Khilafat : terkait dengan cara memilih khalifah
 Al-Wizariat : para wazir (menteri) yang bertugas membantu khalifah dalam
urusan pemerintahan.
 Al-Kitabat : terkait dengan pengangkatan orang untuk mengurusi sekretariat
negara.
b. An-Nidham Al-Idary : organisasi tata usaha/administrasi negara, saat itu masih
sangat sederhana.
c. An-Nidham Al-Maly : organisasi keuangan negara, mengelola masalah keluar
masuknya uang negara. Untuk itu dibentuk Baitul Mal.
d. An-Nidham Al-Harby : organisasi ketentaraan yang meliputi susunan tentara,
urusan gaji tentara, urusan persenjataan, pengadaan asrama-asrama dan bentengbenteng pertahanan.
e. An-Nidham Al-Qadla’i : organisasi kehakiman yang meliputi masalah-masalah
pengadilan.11
Pengembangan sistem birokrasi pemerintahan yang dihasilkan oleh pemikiran
keras Umar bin Khattab ini diperoleh setelah berhasil memadukan sistem yang ada di
daerah perluasan dengan kebutuhan masyarakat yang sudah mulai berkembang pada
saat itu.
4. Pemberlakuan Ijtihad
Tatkala islam mulai meluas ke Syam, Mesir, Persia, dll. Timbullah berbagai
macam kesulitan dan masalah- masalah yang belum pernah ditemui oleh kaum
Muslimin. Umar bukan saja menciptakan peraturan- peraturan baru, tetapi juga

11

50

Siti Maryam (ed.) dkk. Sejarah Peradaban Islam dari Masa Klasik hingga Modern…hal

memperbaiki dan mengadakan perubahan terhadap peraturan yang telah ada, bila
memang peraturan itu perlu diperbaiki dan diubah.12
Umar bukan saja menciptakan peraturan-peraturan baru, tetapi juga
memperbaiki dan mengadakan perubahan terhadap peraturan yang telah ada,
bilamana peraturan itu memang harus diperbaiki dan diubah. Misalnya peraturan
yang telah berlaku bahwa kaum muslim diberi hak menguasai tanah dan segala
sesuatu yang didapat dengan berperang, Umar mengubah-nya bahwa tanah itu harus
tetap di tangan pemiliknya semula tetapi dikenai pajak tanah (kharaj).
Di antara ijtihadnya di bidang hukum yang cukup spektakuler yaitu:
a. tidak melaksanakan hukuman potong tangan terhadap pencuri yang terpaksa
mencuri demi membebaskan dirinya dari kelaparan.
b. menghapuskan bagian zakat bagi para muallaf (orang yang dibujuk hatinya karena
baru masuk Islam).
c. menghapuskan hukum mut’ah (kawin kontrak) yang semula diperbolehkan dan
sampai sekarang masih diakui oleh orang-orang Syi’ah Itsna ‘Asyariyah.
Dengan melaksanakan ijtihad, Umar hanya ingin memberikan tuntunan dan
pengertian bahwa ajaran Islam itu tidak kaku, tapi bisa lentur dan luwes sesuai
dengan perkembangan zaman dan permasalahan yang dihadapi dengan tetap mengacu
pada substansi ajaran yang ada dalam al-Qur’an dan al-Hadits.
C. KONSEP PAJAK AL – GHANIMAH
Pada pembahasan konsep pajak al-Ghanimah ini sendiri sebenarnya berkaitan erat
dengan kebijakan ekonomi Khalifah Umar bin Khattab, Pada masa Umar ini pulalah
mulai diatur dan ditertibkan tentang pembayaran gaji dan pajak tanah. 13 Terkait dengan
masalah pajak, Umar membagi warga negaranya dalam dua kelompok yaitu muslim dan
non muslim (dzimmy). Bagi muslim diwajibkan untuk membayar zakat, sedangkan bagi
non muslim dipungut kharaj (pajak tanah) dan jizyah (pajak kepala). Bagi muslim
diberlakukan hukum islam, bagi non muslim diperlakukan hukum menurut agama atau
adat mereka masing-masing. Seluruh kebijakan yang dilaksanakan, pada hakekatnya

12
13

Ibid.,
Arif Setiawan, Islam dimasa Umar bin Khatthab, jakarta : Hijri Pustaka, 2002.

merupakan upaya mengkonsolidasikan bangsa Arab dan melebur suku-suku Arab ke
dalam satu bangsa.
Ketika wilayah kekuasaan Islam telah meliputi wilayah Persia, Irak dan Syria
serta Mesir sudah barang tentu yang menjadi persoalan adalah pembiayaan, baik yang
menyangkut biaya rutin pemerintah maupun biaya tentara yang terus berjuang
menyebarkan Islam ke wilayah tetangga lainnya. Oleh karena itu, dalam kontek ini Ibnu
Khadim mengatakan bahwa institusi perpajakan merupakan kebutuhan bagi kekuasaan
raja yang mengatur pemasukan dan pengeluaran.14
Kebijakan Umar yang lain dalam hal pengelolaan kas negara adalah Umar
menerapkan pajak perdagangan (bea cukai) yang bernama al-‘Ushur, Ia mengadopsi
sistem ini ketika ia mendapat laporan bahwa apabila pedagang Arab datang ke
Byzantium,

maka pedagang tersebut ditarik pajak 10% dari barang yang dijual.

Sementara itu bagi dzimmi yang berada di dalam negeri dikenakan sebesar 5%,
sedangkan bagi orang Islam membayar 2,5% dari harga barang dagangan. Umar juga
mengeluarkan beberapa kebijakan yang inovatif yang tidak terdapat pada periode
sebelumnya, misalnya demi keamanan, menjaga kualitas/mutu tentara Arab, produksi
panen yang memadai, menghindari negara dari kerugian pajak 80%, keadilan,
menghindari diskriminasi Arab dan non-Arab, khalifah melarang transaksi jual beli tanah
bagi orang Arab di luar Arab. al-Mal al-Ghanimah selama pemerintahannya dibagikan
kepada kepala negara sebesar 20% dan tentara 80%, Umar memasukkannya ke kas
negara.15 Dalam al-Mal al-Ghanimah yang dulunya 4/5 dimiliki oleh tentara dan sisanya
disebut al-Khums bagi kepala Negara dirubah dan dimasukkan ke kas Negara, sebagai
solusi guna mengatasi gejolak keuangan, ia member gaji tetap kepada tentara dan pensiun
kepada seluruh sahabat Nabi. Maka sejak Umar terbentuklah regular armyyang tinggal di
berbagai barak di sekitar daerah kekuasaan Islam. Upaya kebijakan khalifah tersebut
dilakukan guna menjaga kualitas/mutu tentara Arab karena mendapat bayaran tetap dan
tidak tergiur akan ketamakan harta yang lebih melimpah , produksi panen yang memadai
karena rakyat tentram dan tidak terganggu, menghindari kerugian pajak Negara 80% dan
menghindari diskriminasi Arab dan Non-Arab.
14

Muhammad Husein Haikal, Umar bin Khatthab, sebuah telaah mendalam tentang
pertumbuhan islam dan kedaulatannya dimasa itu, Bogor : Pustaka Lintera Antar Nusa,
2002. Hal 45
15
M. Abdul Karim, Sejarah… Hal 87

D. HUBUNGAN KEBIJAKAN KHALIFAH UMAR BIN KHATTAB DENGAN
WAFATNYA KHALIFAH UTSMAN BIN AFFAN
Pada Periode I Masa Khalifah Utsman bin affan, umat islam mengalami kemajuan
yang sangat pesat, diantaranya kekuasaan islam meluas sampai ke jantung Asia tengah,
dan di bukukannya Al-Qur’an sehingga menjadi mushaf yang sampai sekarang kita kenal
dengan mushaf Utsmani dan masih banyak kemajuan yang lainnya.
Pada Periode II masa khalifah Utsman tidak terjadi kemajuan yang berarti jika
dibandingkan dengan fase awal pemerintahannya. Fase kedua mengalami kemunduran,
bahkan kemunduran total akibat adanya tuduhan ketidakadilan (nepotisme). Sebagian ahli
sejarah menilai Khalifah Utsman melakukan nepotisme karena ia mengangkat sanak
saudaranya dalam jabatan-jabatan yang strategis kemudian bahwa para pejabat dan para
panglima Umar I, hampir semuanya dipecat Usman dan menggantikannya dengan
mengangkat dari keluarga sendiri yang tidak mampu dan tidak cakap sebagai pengganti
mereka. Oleh karena itu Usman diklaim bahwa ia telah ber-KKN.
Padahal tuduhan-tuduhan tersebut tidak wajar kalau menilik dari sejarah
pengangkatan kepala daerah (gubernur) oleh Khalifah Usman, di basrah semula dikepalai
Abu Musa al-Asy’ari,seorang sahabat yang termasuk awal masuk islam dari golongan
orang tua, banyak meriwayatkan hadits diganti dengan sepupu Usman, Abdullah bin
Amir. Alasan pergantian tersebut karena al-Asy’ari tidak disukai oleh rakyat. Ketika
panglima amir al-Asy’ari menatar tentara menjelang pemberangkatan ke wilayah Kurd,
(Iraq Utara) beliau menganjurkan agar tidak boleh boros dalam menghadapi musuh di
medan tempur, karena mubazir tidak disukai Allah dan Rosul. Ternyata saat al-Asy’ari
memimpin perang, ia memakai jubah dan kuda yang amat mahal harganya. Seorang
tentara menyatakan, bahwa perkataan dan perbuatan panglima tidak sama, Selain itu ia
juga dikenal kikir dan diklaim rakyat basrah ia berat sebelah “mengutakan orang Quraisy
atas pribumi. akhirnya setelah pertimbangan dari rakyat ia diturunkan (649M) dan
diserahkan sepenuhnya kepada rakyat agar memilih kepala daerah secara demokratis,
sebelum penunjukkan Ibn Amir rakyat basrah sudah memilih pemimpin akan tetapi gagal
menjalankan roda pemerintahan, akhirnya kebijakan pemilihan amir dikembalikan ke
khalifah dan khalifah memilih Abdullah ibn Amir sebagai gubernur yang dinilai telah
berhasil dalam penaklukan Persia.

Sementara di Kuffah terjadi pergantian gubernur sebanyak 6 kali semasa Khalifah
Usman, yaitu 1) Mughirah bin Syu’bah, 2) Sa’ad bin abi Waqqas, 3) Seseorang pilihan
rakyat yang hanya berkuasa beberapa bulan 4) Walid ibn ‘Uqbah 5) Sa’id ibn al-‘Ash 6)
Abu Musa al-Asy’ari. Mughirah dipecat atas perintah Umar I, sementara sa’ad
diberhentikan karena penyalahgunakan jabatan, ketika itu amir Sa’ad meminjam uang
dari kas provinsi dan tidak melapor kepada khalifah, Akhirnya atas laporan rakyat dan
jasus serta laporan tahunan ‘Amil (Abdullah bin Mas’ud), maka khalifah memanggil
keduanya dan dalam persidangan memutuskan Sa’ad benar-benar bersalah maka dia
dipecat beserta ibn mas’ud karena penyalahgunakan sebagai ‘Amil. Selanjutnya diganti
dengan saudara susuan Usman Walid ibn Uqbah, namun karena banyak keluhan dari
rakyat bahwa Walid ibn Uqbah keras dan kasar serta peminum khamr, maka khalifah
Usman mengambil kebijakan seperti di Basrah, akan tetapi hanya bertahan beberapa
bulan dan gagal juga. Oleh karena itu khalifah mengangkat Sa’id ibn al-‘Ash(kemenakan
Khalid bin Walid dan keluarga dekat Khalifah), Ia dipandang cakap dan berprestasi atas
penaklukan front Persia Utara dan Azerbeijan. Akan tetapi Amir ini dituduh
menomorsatukan orang Arab (Umayah) dan menomor duakan pribumi,orang yang tidak
sabaran dan peminum khamr. Itu membuat sekelompok rakyat menentang dan
mengancam akan membunuhnya. Setelah itu guna mengatasi konflik di Kuffah, Khalifah
berfikir untuk mengirim seseorang yang kompeten dan tidak ada yang lebih cakap selain
al-Asy’ari. Tapi karena nasi sudah menjadi bubur, al-Asy’ari pun tidak bisa
mengatasinya.
Lain halnya di Mesir terdapat tokoh penting, yaitu Amr ibn al-Ash dan Abdullah
ibn Sa’ad ibn Abi Sarah. Awalnya Amr bin Ash menjadi gubernur di seluruh Mesir, pada
masa Umar I posisi amil dibagi menjadi dua bagian Mesir Utara dengan amil Amr bin
Ash dan Nubia/Mesir selatan dengan amil Abdullah ibn Sa’ad . Pada saat diminta laporan
tahunan terdapat ketimpangan, dan ketika itu Amr bin Ash dinilai gagal mengumpulkan
pajak sebagai amil karena Abdullah bin Sa’ad bisa mengumpulkan 2X lipatdari kiriman
Amr. Karena ingin membangun pasukan dan armada guna menghadapi Byzantium
Khalifah berkeinginan bahwa Amr sebagai Amir seluruh Mesir dan Abdullah sebagai
Amil seluruh Mesir. Akan tetapi Amr binAsh menolak dengan nada tinggi melebihi

tingkat kesopanan, padahal dia bawahan khalifah. Oleh karena itu Amr dipecat dan
Abdullah bin Sa’ad diangkat sebagai wakil Khalifah.
Hal-hal tersebut di atas kemudian menjadi bara api protes yang nyalanya sangat
tinggi karena para kepala daerah yang memberi fasilitas orang Arab untuk menguasai
tanah-tanah subur yang selanjutnya tidak dapat diatasi dengan adanya persoalan
kebijakan pertanahan yang tidak sesuai dengan pendahulunya, memancing rakyat tidak
suka kepada kepala daerah dan berbondong-bondong datang dating ke Madinah untuk
protes terhadap kelakuan kepala daerah16
Jadi, disamping fitnah yang dilancarkan oleh Abdullah ibn Saba’ dan khalifah
sudah berusia lanjut (wafat pada usia 82 tahun)sebenarnya faktor utama penyebab
terbunuhnya Khalifah Usman adalah tidak terlepas ekonomi yang telah diterapkan oleh
khalifah terdahulu dan tidak berjalan mulus sepenuhnya akibat kebijakan kepala daerah
yang kurang mengindahkan kebijakan pusat disamping khalifah usman sudah berusia
lanjut. Akhirnya khalifah yang saleh itu terbunuh oleh para pemberontak (kebanyakan
adalah petani dari Kufah, Basrah, dan Mesir yang kehilangan mata pencaharian).17
E. KRONOLOGI TERBUNUHNYA UTSMAN BIN ‘AFFAN
1. Tersebarnya Fitnah
Pada periode II pemerintahan Khalifah Usman Bin Affan ini muncul beragam
fitnah seperti nepotisme dll, di Kufah adalah sumber pemberontakan utama dalam
kekhalifahan Utsman. Banyak penduduk yang mengeluhkan pejabat-pejabat dan para
petinggi kota itu. Salah satu bentuk kekecewaan penduduk adalah mereka marah
kepada Sa’d bin Abi Waqqas, dan mereka menuduh Walid bin Uqbah meminum
khamar. Melihat adanya celah untuk memecah belah, ada beberapa tokoh yang
mengambil kesempatan ini untuk membangkitkan kebencian dalam hati orang di
kota-kota itu, diantaranya apa yang telah dilakukan oleh Abdullah bin Saba’ ( seorang
yahudi dari San’a di Yaman yang pada masa Utsman kemudian masuk Islam ) yang
mengunjungi sejumlah kota dalam kawasan Islam dengan berusaha membangkitkan
kemarahan penduduk kepada Utsman. Di Bashrah banyak orang awam yang
terpengaruh oleh seruannya itu. Sesudah hal itu diketahui oleh Abdullah bin Amir, ia
dikeluarkan dari kota. Setelah itu ia pergi ke Kufah menyebarkan seruan yang sama.
16
17

Ibid… Hal 96
Ibid, Bulan Sabit di Gurun Gobi..., Yogyakarta; Suka Pers, 2014. Hal 17

2. Utsman Bermusyawarah
Melihat segala propaganda jahat anti politik Utsman dikota-kota kawasan itu,
pada musim haji tahun 34 ia memanggil pejabat-pejabatnya yang di kota-kota
tersebut untuk dimintai keterangan sebab-sebab terjadinya fitnah itu. Ketika itu
datang Abdullah bin Amir, Mu’awiyah bin Abi Sufyan, Abdullah bin Abi Sarh, Sa’id
bin As dan Amr bin ‘Ash. Utsman berkata pada mereka : “Setiap imam mempunyai
pembantu-pembantu dan penasihat-penasihat. Kalian adalah pembantu-pembantu dan
penasihat-penasihat saya serta orang-orang kepercayaan saya. Seperti sudah kalian
ketahui, mereka menuntut supaya saya memecat para gubernur itu dan menarik
kembali semua yang tidak mereka senangi dan menggantinya dengan yang mereka
sukai. Berikanlah pendapat dan saran kalian kepada saya dengan sungguh-sungguh.”18
3. Tragedi Pengepungan
Setelah mereka betul-betul telah mengepung rumah Utsman , mereka
menuntut Utsman untuk mengundurkan diri dari kekhalifahan atau mereka akan
membunuhnya. Dan orang-orang yang berdemo dan menuntut tersebut adalah orangorang yang sangat rendah agama, akhlak maupun keilmuannya, mereka bukanlah para
ulama (ahlul halli wal ‘aqdi). Dengan adanya tuntutan mereka ini, maka sungguh
benarlah apa yang telah disabdakan oleh Nabi , dan telah tiba saatnya untuk
mengamalkan wasiat beliau . Oleh karena itulah, Utsman menolak untuk
mengundurkan diri dari kekhalifahan, seraya berkata : “Aku tidak akan melepaskan
pakaian yang telah Allah berikan kepadaku”. Beliau mengisyaratkan kepada wasiat
Rasul untuk beliau.
Para pemberontak tersebut melarang Utsman untuk shalat di masjid Nabawi
dan melarang beliau makan serta minum dari sumur Rumah yang beliau beli sendiri
dari harta beliau untuk orang yang sedang dalam perjalanan.
Pada saat Utsman berada dalam rumah dan para pemberontak berada didepan
rumah beliau, beliau mendengar suara dari para pengepung tersebut yang mengancam
untuk membunuh beliau. Dan yang nampak, bahwa Utsman tidak mengira perkara ini
akan seperti itu. Kemudian beliau keluar dari tempat masuk dan masuk lagi bersama
sebagian para sahabat, sedangkan raut wajah beliau telah berubah.
18

Ibid, Sejarah Pemikiran dan Peradaban Islam… hal 103

Ia berkata : Sesungguhnya mereka mengancam akan membunuhku tadi. Para
sahabat menjawab : Semoga Allah melindungi anda, wahai amirul mukminin. Beliau
berkata : Kenapa mereka ingin membunuhku ?! Padahal aku pernah mendengar
Rasulullah SAW bersabda : “Tidak halal darah seorang muslim kecuali karena salah
satu dari tiga hal berikut : Seseorang yang kafir setelah beriman, atau dia berzina
setelah menikah atau membunuh jiwa tanpa haq”. Demi Allah, aku tidak pernah
berzina baik di zaman Jahiliyah atau Islam, dan tidak pernah terbesit dalam diriku
untuk aku mengganti agamaku sejak Allah memberi hidayah kepadaku, dan tidak
pernah aku membunuh jiwa, maka mengapa mereka ingin membunuhku ?”
Disebutkan bahwa pengepungan itu berlangsung selama 40 hari. Sekali-kali
Utsman mengingatkan kaum pemberontak itu akan bahaya fitnah dan menyebutkan
beberapa ayat al-Qur’an. Tetapi mereka sama sekali tidak menghiraukannya. Tak
lama kemudian para pemberontak itu maju menyerang rumah Utsman, membakar
pintu dan berandanya, yang kemudian terjadi pertempuran sengit antara para sahabatsahabat Utsman terutama Hasan dan Husen yang ditugaskan Ali untuk menjaganya
dan para pemberontak. Yang diakhiri dengan terbunuhnya Utsman secara kejam oleh
sebelumnya Muhammad bin abu Bakr yang pertama kali ingin menghunuskan
pedangnya ke Usman karena dendam, akan tetapi ketika Usman menceritakannya
ayahnya sahabat Abu Bakar, maka dia mengurungkan diri, tetapi dua pemberontak
yang masuk langsung menikam usman tanpa ampun.
4. Terbunuhnya Utsman
Tragedi terbunuhnya Utsman telah direncanakan pada malam hari oleh para
pemberontak yang melampaui batas kejahatan. Mereka merencanakannya dengan
matang untuk membunuh seorang Khalifah Ar-Rasyid dan untuk menghancurkan
agama Islam. Mereka ini merupakan kelompok gabungan dari musuh-musuh Islam
dan bukanlah perorangan. Dan pemimpin mereka adalah seorang yahudi pendusta
Abdullah bin Saba’ yang dikenal dengan Ibnu As-Sauda’.
Para pemberontak ini memprovokatori orang-orang awam dari seluruh
penjuru negri untuk melengserkan sang Khalifah . Mereka datang dari Mesir dan Irak
ke Kota Madinah lalu bertemu dengan Utsman untuk berunding. Orang-orang itu
keluar dari Mesir menuju ke Kota Madinah dan bertemu dengan Utsman . Setelah

terjadi dialog serta perundingan, mereka pun puas dengan ucapan Utsman . Beliau
membantah tuduhan-tuduhan mereka dengan bukti dan keterangan yang nyata dan
mereka setuju untuk berdamai, kemudian mereka kembali ke Mesir dan Irak.
Setelah terjadinya perdamaian yang agung ini dan kembalinya mereka ke
tempat tinggal mereka masing-masing dalam keadaan ridha, para penyulut api fitnah
merasa gagal dan tujuan mereka yang keji telah kandas ditengah jalan. Oleh
karenanya, mereka membuat makar kembali untuk menyalakan api fitnah agar
perdamaian tersebut menjadi hancur dan musnah.

BAB III
KESIMPULAN

1. Pada periode Khalifah Umar (634-644 M), peta Islam semakin meluas, di Timur
sampai perbatasan India dan sebagian Asia Tengah di Barat sampai Afrika Utara.
Setelah memangku jabatan kekhalifahan, Umar dengan strategi kebijakannya setelah
mempertimbangkan bahwa wilayah kekuasaan Islam semakin luas, maka di buatlah
sistem pemerintahan dengan sistem desentralisasi yang menyerahkan wewenang
pemerintahan sepenuhnya kepada daerah untuk mengatur dan mengurus urusan
pemerintahan sendiri, dengan tidak terlepas dari pertanggungjawaban kepada
khalifah.
2. Faktor utama Khalifah Utsman terbunuh adalah faktor ekonomi yang juga termasuk
masalah pertanahan. Dalam kondisi yang serba tidak kondusif akibat dikuasainya
tanah-tanah produktif di luar Arab oleh orang Arab, sehingga rakyat setempat
kehilangan mata pencaharian, kemudian mereka berduyun-duyun datang ke Madinah
pada musim haji untuk protes seraya menuntut keadilan.
3. Faktor sampingan : Terbunuhnya Utsman merupakan akibat dari tuduhan yang
menyebutnya berlaku nepotis. Para sejarawan mengemukakan sebab-sebabnya
sebagai berikut:
a. adanya fitnah penyalahgunaan uang negara yang diberikan Utsman kepada
keluarganya
b. pengangkatan para kepala daerah dari kalangan keluarga Utsman dengan kata
lain, adanya tuduhan nepotisme dalam pengangkatan kerabat terdekat sebagai
kepala daerah.
c. faktor umur Utsman yang telah memasuki usia lanjut. Pada masa akhir
kepemimpinan Utsman, para Gubernur yang diangkat oleh Utsman bertindak
sewenang-wenang. Faktor usia lanjutnya Utsman ini kemudian di manfaatkan
oleh para kepala daerah yang telah diluar kontrol khalifah, sehingga rakyat
menganggap hal tersebut sebagai kegagalan Utsman, sampai pada akhirnya
Utsman terbunuh.
DAFTAR PUSTAKA

Haikal, M. Husein. Umar bin Khatthab, sebuah telaah mendalam tentang pertumbuhan
islam dan kedaulatannya dimasa itu, Bogor : Pustaka Lintera Antar Nusa, 2002.
Karim, M. Abdul. Sejarah Pemikiran dan Peradaban Islam, Yogyakarta: Pustaka Book
Publisher, 2014. (5)
_____, Bulan Sabit di Gurun Gobi, Sejarah Mongol-Islam di Asia Tengah, Yogyakarta;
Suka Pers, 2014. (1)
Maryam (ed.) dkk, Siti. Sejarah Peradaban Islam dari Masa Klasik hingga Modern,
Yogyakarta: Jurusan SPI Fakultas Adab IAIN Sunan Kalijaga & LESFI 2004.
Nasution, Harun. Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya, Jilid I, Jakarta:UI Press, 2001.
Setiawan, Arif. Islam dimasa Umar bin Khatthab, jakarta : Hijri Pustaka, 2002.
Joshuaig.wordpress.com di akses tgl 26 Oktober 2014
Q.S. (al-Baqarah) (2):256