APA, MENGAPA DAN BAGAIMANA PEMBELAJARAN MENYUSUN

  

APA, MENGAPA DAN BAGAIMANA PEMBELAJARAN

& MENYUSUN

MODUL Drs. Muhsin Lubis, M.Sc.

  BPMU PENUNJANG PEMBELAJARAN BERPUSAT PADA MAHASISWA “STUDENT CENTERED LEARNING” (Mahasiswa Belajar Aktif)

DAFTAR ISI

  Halaman DAFTAR ISI ii

  PENDAHULUAN iii

  BAB I PENGERTIAN PEMBELAJARAN KLASIKAL DAN PEMBELAJARAN INDIVIDUAL

  1 A. Pembelajaran Klasikal (berpusat pada guru/dosen)

  1 B. Pembelajaran Individual/ per-orangan

  3 C. Asas Continuous Progress (maju berkelanjutan)

  4 D. Realisasi Pengelolaan Pembelajaran Individual

  5 BAB II APAKAH PEMBELAJARAN MODUL ITU?

  7 A. Perbandingan Cara Belajar Tradisional Dengan Cara Belajar Dengan Modul

  7 B. Ciri-Ciri Pembelajaran dengan Modul

  8 C. Batasan Modul

  9 D. Komponen-Komponen Modul

  11 BAB III CARA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN DENGAN MODUL

  13 A. Pelaksanaan Modul Pada Sesuatu Pertemuan Kelas

  13 B. Bagan Urutan Penggunaan Komponen Modul Pada Proses Pembelajaran

  14 C. Peranan Dan Tugas Guru/Dosen Pada Proses Pembelajaran Dengan Modul

  14 BAB IV CARA MENYUSUN MODUL

  17 A. Dasar Pemikiran

  17 B. Langkah-Langkah Menyusun Kerangka Modul

  17 C. Komponen Dan Format Modul

  18 D. Matriks Penyusunan Modul

  23

  

PENDAHULUAN

  Mengingat bahwa pembelajaran dengan menggunakan modul ini merupakan suatu sistem penyampaian pembelajaran yang mengubah kebiasaan cara mengajar di Indonesia, sehingga masih banyak orang yang ingin mengetahuinya terutama dari kalangan pendidik ataupun dosen.

  Untuk menanggapi itu saya coba menyusun tulisan ini yang dihimpun dari berbagai buku sumber yang bersifat pengenalan terhadap pembelajaran modul itu. Tulisan ini saya beri judul

  “Apa, Mengapa dan Bagaimana Pembelajaran dan Menyusun Modul”

  Dari tulisan ini pembaca diharapkan dapat memperoleh gambaran sekilas tentang:

  1. Apa sesungguhnya modul itu?

  2. Apa perbedaan, kebaikan, kekurangan modul dibanding dengan pembelajaran tradisional ( yang selalu berpusat pada guru/dosen.)

  3. Bagaimana cara menggunakan modul dalam proses pembelajaran dan bagaimana peranan guru/dosen serta

  4. Bagaimana cara menyusun modul itu sendiri Kemudian pada lampiran kami berikan perbendaharaan kata dalam penyusunan Tujuan Pendidikan guna memudahkan para pembaca yang ingin menulis modul, maupun menyusun satuan pembelajaran.

  Sudah barang tentu untuk lebih memperdalam pengetahuan tentang pembelajaran dengan modul itu pembaca dianjurkan mempelajari buku-buku lain yang membahas pembelajaran dengan modul itu secara lebih mendalam. Dalam kesempatan ini saya tidak lupa mengucapkan terima kasih pada rekan-rekan yang telah membantu kami dalam penyusunan tulisan ini. Mudah-mudahan tulisan yang sederhana ini ada manfaatnya bagi pengembangan pelaksanaan pembelajaran.

  Jakarta, Januari 2014 Penyusun Drs. Muhsin Lubis MSc

BAB I PENGERTIAN PEMBELAJARAN KLASIKAL DAN PEMBELAJARAN INDIVIDUAL Para ahli pendidikan kita telah lama merasakan kelemahan-kelemahan yang ditemukan dalam sistem pembelajaran kita. Karena sistem pembelajaran kita yang berpusat pada guru/dosen sudah dinilai

  kurang sesuai lagi dengan kebutuhan masyarakat Indonesia yang sedang berkembang. Bermacam-macam usaha dilakukan untuk memperbaharui sistem pendidikan kita. Ada yang melalui kurikulum, metode, alat pembelajaran dan sebagainya.

  Meskipun usaha-usaha pembaharuan di bidang pembelajaran sekolah maupun PT yang dilakukan dirasakan ada hasilnya namun masih bercorak tradisonal. Pembelajaran di sekolah maupun di ruang kuliah masih klasikal, padahal para pendidik telah di up grade mereka tetap mengajar dengan cara lama yang umumnya bersifat ceramah dan Tanya jawab yang berpusat pada guru/dosen. Sehingga ada para ahli pendidikan kita yang berpendapat bahwa kualitas pembelajaran di sekolah dapat diatasi melalui perbaikan materi dan metode

  penyampaian pembelajaran di kelas.

  Namun kedua macam usaha ini mungkin kurang berperan mengubah pembelajaran tradisional itu apabila sistem pembelajaran yang klasikal tidak diubah. Apa yang dimaksud dengan pembelajaran klasikal dan apa kelemahan-kelemahan serta bagaimana mengatasinya, berikut ini akan kami jelaskan.

A. Pembelajaran Klasikal (berpusat pada guru/dosen)

  

Pembelajaran klasikal adalah pembelajaran yang diberikan kepada sekelas atau

serombongan siswa/mahasiswa secara bersama-sama.

  Pembelajaran klasikal ini menggunakan metode klasikal. Apakah metode klasikal itu? Metode klasikal adalah:

   “procedures designed for use in teaching more then one person at a time”.

  Pembelajaran dan metode klasikal ini biasanya dipertentangkan dengan pengajaran 1 dan metode individual.

  Carter V. Good, Dictionary of Education Mac Crow Hill Book So Inc. New York Adapun ciri-ciri pembelajaran klasikal adalah:

  1. Guru/dosen menghadapi kelas yang terdiri dari sejumlah siswa/mahasiswa

  2. Siswa/mahasiswa mempunyai usia yang sebaya

  3. Pada waktu yang sama guru/dosen memberikan bahan pembelajaran yang sama kepada semua siswa/mahasiswa di dalam kelas, dan mereka mengerjakan tugas pembelajaran bersama-sama pula.

  4. Pada awal tahun, kelas itu memulai program secara bersama-sama dan pada akhir tahun sebagian besar mereka naik kelas secara bersama-sama pula; kecuali beberapa siswa/mahasiswa yang dianggap gagal harus tetap tinggal kelas/ mengulang mata kuliah yang tidak lulus.

  

Dasar pikiran sistem pembelajaran klasikal adalah: oleh karena kelas itu terdiri dari

  pengalaman dan taraf kepandaian yang sama pula, maka kepada mereka dapat diberikan program pembelajaran yang sama dan dikenai tuntutan-tuntutan yang

   sama pula.

  Dalam sistem ini diakui adanya perbedaan perseorangan diantara siswa /mahasiswa dalam satu kelas, tetapi perbedaan perseorangan itu dianggap tidak penting. Sistem pembelajaran klasikal lebih menitikberatkan persamaan daripada perbedaan di antara siswa/mahasiswa dalam kelas. Melalui pembelajaran klasikal ini demokratisasi pendidikan dapat terlaksana. Dengan pembelajaran klasikal seorang guru dapat melayani sejumlah siswa/mahasiswa, sehingga dimungkinkan penyelenggaraan pendidikan secara meluas kepada rakyat. Sistem pembelajaran klasikal mengandung kelemahan-kelemahan: Pertama, pembelajaran klasikal ini mengabaikan perbedaan individual. Dalam kenyataan beberapa siswa/mahasiswa dalam kelas ada yang lebih cepat dari teman-temannya. Diantara siswa/mahasiswa di dalam kelas terdapat perbedaan kemampuan kebutuhan, minat, pengalaman yang berasal dari lingkungan sosial mereka masing-masing. Oleh karena itu dalam proses belajar mereka memperlihatkan arah dan irama yang berbeda. Dalam pembelajaran klasikal perbedaan-perbedaan itu diabaikan. Akibatnya siswa yang cepat belajarnya harus menunggu temannya sehingga mereka menjadi bosan atau mengacau kelas. Sebaliknya siswa/mahasiswa yang lambat belajar selalu tertekan karena harus mengejar ketinggalannya. Masalah perbedaan minat siswa/mahasiswa terhadap pelajaran tertentu juga tidak teratasi pada pembelajaran klasikal ini.

  

Kedua, dalam pembelajaran klasikal potensi-potensi dalam diri siswa/mahasiswa

  tidak dapat dikembangkan secara optimal. Siswa/mahasiswa yang cerdas sebenarnya dapat belajar lebih cepat dan lebih banyak dari program yang disediakan oleh guru/dosen tetapi pembelajaran klasikal ini tidak mampu melayani hal ini.

  Hal ini merupakan pemborosan sumber-sumber manusiawi. Di pihak lain siswa/mahasiswa yang lambat cenderung akan menjadi drop outs.

  

Ketiga, dalam pembelajaran klasikal siswa/mahasiswa cenderung bersikap pasif,

  sedang guru/dosen berperan dominan. Kegiatan belajar cenderung lebih banyak diberikan guru/dosen karena memang cara ini paling mudah untuk memelihara tidak dilatih untuk berdiri sendiri dalam hal belajar.

  

Independent study tidak bisa berkembang pada pembelajaran klasikal, hal inilah

yang merupakan kelemahan fundamental, sebab belajar itu pada akhirnya berarti

belajar sendiri atau Lembaga pendidikan (sekolah /Perguruan Tinggi) harus melatih

  siswa/mahasiswa untuk mampu belajar sendiri. Untuk mengatasi kelemahan- kelemahan yang ditemukan tadi para ahli pendidikan kita dapat mengembangkan konsep pembelajaran individual.

B. Pembelajaran Individual/ per-orangan

  Dalam memberikan pengertian tentang pembelajaran individual ini dapat diberikan dua batasan:

  

Pertama, Pembelajaran individual adalah pembelajaran yang diberikan kepada

  siswa/mahasiswa seorang-seorang sebagai lawannya adalah pembelajaran klasikal seperti yang disebut pada bagian sebelum ini. Dengan bentuk pembelajaran perorangan ini tiap-tiap siswa/mahasiswa di majukan menurut kecepatan masing- masing. Berarti pengajaran disesuaikan dengan kebutuhan dan kesanggupan siswa/mahasiswa masing-masing.

  

Kedua, Pembelajaran individual adalah pembelajaran yang diselenggarakan

  sedemikian rupa sehingga tiap-tiap siswa/mahasiswa terlibat setiap saat dalam proses belajarnya, itulah hal-hal yang paling berharga bagi dirinya sebagai individu.

  

Pengajaran individual merupakan usaha untuk menyajikan kondisi-kondisi belajar

   yang optimum bagi masing-masing individu.

  Selanjutnya yang kami pakai dalam tulisan ini pengertian pembelajaran individual adalah pengertian yang kedua ini.

  Dalam pengertian pembelajaran individual menurut Russel ini bukan hanya semata- mata pembelajaran yang hanya ditujukan kepada seorang-seorang saja, melainkan pembelajaran itu dapat saja ditujukan kepada sekelompok siswa/mahasiswa, namun dengan tetap mengakui dan melayani perbedaan-perbedaan perseorangan siswa/mahasiswa sedemikian rupa sehingga pembelajaran itu memungkinkan berkembangnya potensi-potensi masing-masing siswa/mahasiswa secara optimal.

  Cita-cita sistem pembelajaran individual inipun mungkin tidak akan dapat dicapai secara murni karena keterbatasan, dalam waktu, biaya, peralatan dan kemampuan guru/dosen untuk mengenal semua kebutuhan siswa/mahasiswanya.

  

Dasar pemikiran pembelajaran individual, ialah adanya pengakuan terhadap

  Pada pembelajaran klasikal menekankan pada persamaannya, maka pembelajaran individual lebih menekankan pada perbedaan individual siswa/mahasiswa. Untuk merealisasikan pengakuan perbedaan individual itu dalam program pembelajaran di sekolah/ Perguruan Tinggi maka asas kurikulum harus menganut

  continuous progress atau maju berkelanjutan.

  C.

   Asas Continuous Progress (maju berkelanjutan)

Continuous Progress adalah asas kurikulum yang memungkinkan anak didik secara

individual dan secara kontinyu mengikuti program pendidikan yang bertujuan

  tercapainya pertumbuhan dan perkembangan pribadi secara optimal, sehingga siswa/mahasiswa yang cepat dan cerdas tidak dihambat karena menunggu teman yang lambat atau kurang cerdas tidak harus mengikuti kecepatan anak yang lebih berbobot dalam kemampuan dan minatnya untuk suatu bidang kegiatan

   pendidikan.

  Menurut E.R. Howard bahwa secara ringkas continuous progress dapat dirumuskan: “The term continuous Progress is usually used to designate the type of flexible curriculum”, dimana dalam proses pembelajaran itu siswa/mahasiswa mengikuti irama perkembangan masing-masing.

  Dalam organisasi kurikulum asas continuous progress ini dapat dilaksanakan dengan tehnik akselerasi dan tehnik pengayaan.

  

Tehnik akselerasi ini memungkinkan siswa/mahasiswa dapat melanjutkan tugas

  pelajaran berikutnya setelah dapat menyelesaikan tugas-tugas sebelumnya tanpa menunggu teman-temannya yang akan menyelesaikan tugas yang serupa.

  Tehnik pengayaan (enrichment) ini memungkinkan siswa/mahasiswa memperoleh tambahan belajar, baik secara kuantitatif maupun kualitatif, sesuai dengan kemampuan masing-masing setelah yang bersangkutan menyelesaikan semua tugas pelajaran yang dipersyaratkan kepadanya.

  Perbedaan tehnik akselerasi dan tehnik pengayaan adalah: Pada tehnik akselerasi kemajuan belajar siswa/mahasiswa adalah mengikuti jalur

  vertikal sedangkan pada tehnik pengayaan kemajuan belajar siswa/mahasiswa mengikuti jalur horizontal.

  Sebagai effect dalam pelaksanaan sebagai berikut: menyelesaikan program studinya lebih singkat dari yang biasanya. Misalnya seorang siswa /mahasiswa dapat menamatkan SMA kurang dari 3 tahun atau seorang mahasiswa dapat menyelesaikan program S-1 kurang dari 8 semester. Pada tehnik pengayaan, siswa/mahasiswa tetap terikat pada kelasnya/tingkat semesternya hingga siswa/mahasiswa yang cepat tidak mungkin dapat naik tingkat kelas mendahului temannya sisa waktunya akan diisi dengan berbagai kegiatan pengayaan yang sifatnya memperluas atau memperdalam materi program studi pokok yang telah diselesaikannya sehingga mereka akan lebih kaya dalam pengetahuan, pengalaman dan keterampilan dari pada teman-temannya yang tidak mengambil program pengayaan ini.

D. Realisasi Pengelolaan Pembelajaran Individual

  Dalam pengajaran individual guru/dosen akan mengalami kesulitan besar dalam mengelola kelas karena variasi perbedaan individual itu akan sebanyak siswa/mahasiswa yang ada dalam satu tingkat kelas. Untuk itu perlu dipikirkan jalan keluarnya antara lain:

  Achievement grouping, non grading system, pembelajaran modul, dan bentuk pembelajaran individual lainnya.

  Melalui achievement grouping ini variasi perbedaan individual dalam kelas itu akan dapat dibatasi sesuai dengan banyaknya kelompok yang dibentuk berdasarkan kemampuan siswa/mahasiswa. Pada achievement grouping ini siswa/mahasiswa dikelompokkan berdasarkan tingkat kemajuan masing-masing. Pengelompokkan ini dapat bersifat heterogen maupun bersifat homogen:

  − Pengelompokkan secara heterogen dimana guru/dosen sekaligus menghadapi beberapa kelompok yang berbeda tingkat kemampuan masing- masing siswa/mahasiswa.

  − Pengelompokkan secara homogeny dimana guru/dosen hanya menghadapi satu kelompok tertentu yang sama tingkat kemampuannya. Sebagai salah satu cara / realisasi pembelajaran individual adalah sistem pembelajaran yang dapat dilakukan adalah Pembelajaran dengan menggunakan modul (modular insruction).

BAB II APAKAH PEMBELAJARAN DENGAN MODUL ITU Untuk dapat mengenal modul dalam batasan, ciri-ciri dan bagaimana unsur-unsur

  modul itu kita lihat dulu bagaimana perbandingan antara cara belajar tradisional yang klasikal yaitu pembelajaran yang berpusat pada guru/dosen (teacher centered

  

learning) dengan cara belajar dengan modul yang bersifat pengajaran individual

  atau pembelajaran yang berpusat pada siswa/mahasiswa (student centered learning).

A. Perbandingan Cara Belajar Tradisional Dengan Cara Belajar Dengan Modul

  Untuk melihat cara manakah yang lebih efisien dan efektif dari kedua cara ini kita coba memperbandingkan keduanya.

  Belajar dengan cara tradisional (teacher’s centered learning)

  1. Siswa/mahasiswa lebih banyak mencatat dan mendengarkan

  2. Kemampuan siswa/mahasiswa selalu dianggap sama

  3. Siswa/mahasiswa diajar secara klasikal

  4. Penilaian terhadap kemajuan siswa/mahasiswa selalu bersamaan

  5. Guru/dosen menjadi pusat/sumber belajar dan memberi ceramah 6. Belajar/mengajar terikat pada ruang kelas.

  Belajar dengan modul (student centered learning):

  1. Siswa/mahasiswa belajar sendiri dari modul dan siswa/mahasiswa dapat lebih aktif dalam proses belajar dan menjadi titik pusat kegiatan belajar mengajar.

  2. Siswa/mahasiswa dibina sesuai dengan tingkat kemampuan masing-masing

  3. Siswa/mahasiswa dibina secara individual/kelompok

  4. Penilaian terhadap kemajuan siswa/mahasiswa secara individual/kelompok

  5. Guru/dosen sebagai Pembina dan pengarah proses pembelajaran (fasilitator)

  6. Belajar mengajar tidak terlalu terikat pada ruang kelas Hal-hal lainnya yang bisa diperbandingkan adalah bahwa ternyata pembelajaran modul itu lebih baik dalam hal:

  1. Memberi motivasi belajar yang kuat untuk mencapai tujuan pembelajaran karena itu minat siswa/mahasiswa harus dibangkitkan dalam proses pembelajaran.

  2. Siswa/mahasiswa dapat belajar menurut kecepatan pemahaman masing- masing. Dalam cara ini siswa/mahasiswa yang cepat tidak tertahan oleh siswa/mahasiswa yang lambat, sebaliknya siswa/mahasiswa yang lambat tidak merasa tertekan untuk mengejar siswa/mahasiswa yang cepat.

  3. Guru/dosen mempunyai kesempatan lebih banyak untuk menolong siswa/mahasiswa secara individual dalam memecahkan masalah yang mereka hadapi dalam belajar.

  4. Siswa/mahasiswa lebih memungkinkan dapat menerapkan hasil belajarnya pada situasi kehidupan nyata dan siswa/mahasiswa menyimpulkan sendiri prinsip dan konsep dalam situasi yang menyerupai situasi kehidupan dari pada hanya sekedar menghafalkan saja.

  5. Siswa/mahasiswa dapat memperoleh informasi berulang-ulang tentang kemajuan belajar yang di capainya karena mereka harus memperbaiki semua kesalahan-kesalahan yang mereka alami dalam pembelajaran.

  6. Guru/dosen akan mengetahui metode-metode belajar mana yang paling efisien. Setelah kita perbandingkan kedua cara belajar tersebut sekarang kita bicarakan tentang ciri-ciri pembelajaran dengan modul itu.

B. Ciri-Ciri Pembelajaran dengan Modul

  Disini dicoba memberikan beberapa ciri-ciri pembelajaran dengan modul: 1. Modul merupakan paket pembelajaran yang bersifat self instructional.

  Pengajaran modul menggunakan paket pembelajaran yang memuat konsep atau unit dari pada bahan pembelajaran. Siswa/mahasiswa diberi kesempatan belajar menurut irama dan kecepatannya masing-masing. Anggapan dasar yang mendasari pengembangan modul ialah bahwa belajar itu merupakan proses yang harus dilakukan oleh siswa/mahasiswa sendiri.

  2. Pengakuan atas perbedaan-perbedaan individual.

  Pada pembelajaran klasikal, perbedaan-perbedaan individual tidak mungkin mendapat pelayanan yang semestinya dari guru/dosen, pembelajaran cenderung menyamaratakan, perbedaan-perbedaan perorangan yang mempunyai pengaruh penting terhadap proses belajar yaitu perbedaan dalam hal kemampuan intelektual, perbedaan latar belakang akademik dan perbedaan gaya belajar. Modul yang bersifat self instructional itu sangat sesuai untuk menanggapi kebutuhan dan perbedaan individual siswa/mahasiswa. Sebagian modul disusun untuk diselesaikan oleh siswa/mahasiswa secara perseorangan, sebagian lagi disusun untuk diselesaikan oleh siswa/mahasiswa dalam bentuk kelompok-kelompok.

  3. Rumusan tujuan pembelajaran secara eksplisit.

  Tiap modul memuat rumusan tujuan pembelajaran yang spesifik. Rumusan tujuan ini sangat berguna bagi penyusunan modul, bagi guru/dosen dan bagi siswa/mahasiswa sendiri untuk mengarahkan proses belajar mereka.

  Rumusan tujuan ini berguna juga buat menyusun item tes guna mengevaluasi hasil belajar siswa/mahasiswa.

  4. Penggunaan berbagai macam media (multimedia) Pengajaran dengan modul dapat menggunakan berbagai macam media guna menanggapi perbedaan-perbedaan siswa/mahasiswa terhadap berbagai media pembelajaran.

  Media yang digunakan antara lain:

  a. Bahan Cetakan : buku modul, buku pelajaran/ buku referensi yang ditetapkan , dan sebagainya.

  b. Bahan Visual : diagram, foto, slide, dan sebagainya.

  c. Bahan Audio : tape, dan sebagainya

  d. Benda/alat Tiruan atau benda yang sebenarnya

  e. Interaksi langsung antara guru/dosen dengan siswa/mahasiswa dan antara 5. Partisipasi siswa /mahasiswa.

  Berpartisipasi dari pada siswa/mahasiswa, dapat dicapai karena dengan pembelajaran dengan modul ini siswa/mahasiswa secara aktif berpartisipasi dalam proses belajar, sedang dengan tehnik ceramah perhatian anak hanya mampu ditarik sekitar 10% dari jumlah siswa/mahasiswa di kelas.

  6. Adanya reinforcement langsung terhadap response siswa/mahasiswa, dimana siswa/mahasiswa secara langsung dapat mengetahui jawaban-jawaban yang benar dalam kegiatannya, dan juga mendapat koreksi langsung terhadap kesalahan yang dilakukan siswa/mahasiswa dapat secara langsung dan terus- menerus mencocokkan hasil pekerjaannya dengan kunci jawaban yang ada. Hal ini tentu tidak terjadi pada pengajaran klasikal biasa.

  Sekarang kita lihat apa batasan modul itu? C.

   Batasan Modul

  Yang kita maksudkan dengan modul adalah Modul pembelajaran (instructional module). Selanjutnya untuk memudahkan, kita sebut saja dengan singkat Modul. Di bawah ini disajikan beberapa buah definisi tentang modul.

  1. Menurut James D. Russel “A module is an instructional package dealing with a

  single conceptual unit of subject matter. It is an attempt to individualize learning by enabling the student to master one unit of content before moving to

   another”

  2. Sedang menurut R.M. Thomas dalam memberikan definisi modul ini dapat diberikan dalam dua kategori yaitu secara umum dan secara terperinci.

  Secara umum dia mendefinisikan “A Module is a package of suggestions for

  teachers and learning materials for students that can be used for persuing specified learning goals for a period of time that may be as short as fifteen minutes or as long as six or light class periods distributed over a series of three or four weeks

  3. Definisi modul secara terperinci menurut R.M. Thomas “…. On instruction module in the Indonesian setting is a packet of materials containing the following items:  A description of specific learning objectives  A teacher’s gide pamphlet explaining to the teacher the ways that the lesson can be most efficiently taught  Worksheets for the students Answer sheets for worksheet problems

  

   Evaluation devices-tests and rating scales Definisi modul yang dikembangkan di Indonesia melalui proyek perintis Sekolah Pembangunan (PPSP) adalah mendekati dengan definisi terperinci dari R.M. Thomas Jadi “Modul” adalah suatu satuan pelajaran yang telah direncanakan dan ditulis secara operational, sistematis yang isinya meliputi:

  a. Rumusan tujuan-tujuan pelajaran yang secara khusus harus dikuasai para siswa/mahasiswa setelah menyelesaikan satuan tersebut.

  b. Pokok-pokok bahan yang akan dipelajari oleh para siswa/mahasiswa sampai selesainya satuan tersebut c. Daftar alat pelajaran yang harus disediakan dan digunakan dalam proses belajar mengajar d. Rumusan kegiatan-kegiatan belajar yang harus dilakukan oleh para siswa/mahasiswa dalam bentuk:

  − Teks yang berisi bacaan dan petunjuk-petunjuk belajar yang harus diikuti oleh para siswa/mahasiswa dan − Lembaran kerja yang berisi tugas-tugas yang harus diselesaikan sehubungan dengan satuan kegiatan siswa/mahasiswa tersebut.

  e. Kunci lembaran kerja yang berisi petunjuk-petunjuk tentang jawaban atau cara penyelesaian tugas yang benar.

  f. Lembaran tes untuk mengukur tingkat penguasaan siswa/mahasiswa terhadap bahan yang telah dipelajari yang dilengkapi dengan lembaran jawaban

  g. Kunci lembaran tes yang berisi petunjuk tentang jawaban-jawaban yang benar h. Pedoman guru/dosen yang berisi petunjuk bagi guru/dosen tentang cara

   menggunakan modul. Secara singkat modul dapat didefinisikan sebagai berikut:

  Modul ialah suatu satuan program belajar mengajar yang dapat dipelajari oleh

  siswa/mahasiswa dengan bantuan yang minimal dari pihak guru/dosen, satuan program ini meliputi; tujuan yang harus dicapai secara jelas, petunjuk kegiatan yang harus dilakukan, materi dan alat-alat yang dibutuhkan, alat penilaian guna

   mengukur keberhasilan murid dalam mengerjakan satuan tersebut.

D. Komponen-Komponen Modul

  Komponen modul meliputi;

  1. Pedoman/petunjuk untuk guru/dosen

  3. Lembaran Kerja

  4. Kunci lembaran kerja

  5. Lembaran tes

  6. Kunci lembaran tes Isi dan tujuan dari masing-masing komponen ini kita bicarakan berikut ini: 1.

   Pedoman/Petunjuk untuk guru/dosen

  Pedoman/petunjuk untuk guru/dosen ini terdiri dari: 1.1.

   Petunjuk umum tentang:

  a. Fungsi modul tersebut dan kedudukannya dalam satuan program pembelajaran b. Penjelasan singkat tentang istilah-istilah 1.2.

   Petunjuk khusus tentang: a. Topik yang dikembangkan dalam modul tersebut.

  b. Waktu yang diperlukan dan untuk tingkat keelas berapa

  c. Tujuan instruksional

  d. Pokok-pokok materi yang dibahas

  e. Prosedur pembelajaran modul, kegiatan guru/dosen dan murid/mahasiswa serta alat yang dipergunakan f. Penilaian, prosedur dan alat evaluasinya.

2. Lembaran Kegiatan Siswa/Mahasiswa

  Lembaran kegiatan siswa/mahasiswa isinya adalah tentang:

  a. Petunjuk bagi siswa/mahasiswa mengenai topik yang dibahas dan waktu yang disediakan serta alat yang digunakan b. Tujuan Pelajaran berupa TIK yang ingin dicapai

  c. Pokok-pokok materi dan perinciannya 7

  d. Alat pelajaran yang dipergunakan

  Pedoman pelaksanaan pengajaran dengan modul pada PPSP pada tahap pengembangan, PUSKUR, BP3K-Dep P dan K Jakarta, e. Petunjuk mengenai langkah-langkah kegiatan belajar yang harus ditempuh Lembaran kagiatan siswa/Mahasiswa ini ditulis atau dikembangkan oleh guru/dosen dari buku teks yang ada. Lembaran kegiatan ini dapat juga langsung berupa buku teks/refernsi yang ditetapkan. Sehingga lembaran Kerja dikerjakan oleh siswa/mahasiswa langsung dari buku teks tersebut.

  3. Lembaran Kerja, berisi tentang:

  Tugas-tugas dan persoalan-persoalan yang harus dikerjakan oleh siswa/mahasiswa dalam mempelajari lembaran kegiatan siiswa ataupun mengerjakan tugas yang diminta langsung dari buku sumber /buku referensi yang ditetapkan.

  4. Kunci Lembaran Kerja

  Berisi jawaban dari tugas-tugas dan persoalan yang terdapat di dalam lembaran kerja Dari kunci lembaran kerja ini siswa/mahasiswa dapat mengoreksi hasil kerjanya.

  5. Lembaran Tes

  Berisi soal-soal untuk menguji tingkat keberhasilan siswa/mahasiswa dalam mempelajari bahan yang disajikan dalam modul tersebut.

  6. Kunci Lembaran Tes

  Pada kunci ini ditemukan jawaban yang benar untuk setiap soal yang ada dalam lemabaran tes, yang digunakan untuk mengoreksi hasil tes siswa/mahasiswa.

BAB III CARA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN DENGAN MODUL Untuk mengetahui bagaimana cara pelaksanaan pembelajaran dengan modul ini

  kami akan uraikan bagaimana urutan penggunaan atau pelaksanaan modul pada sesuatu pertemuan, bagaimana peranan guru/dosen dan cara penggunaan fasilitas dan perlengkapannya.

A. Pelaksanaan Modul Pada Sesuatu Pertemuan Kelas

  Untuk memperoleh ilustrasi pelaksanaan pembelajaran dengan modul pada suatu pertemuan atau pada suatu jam pelajaran kita coba memberikan langkah-langkah yang harus diikuti oleh guru/dosen maupun siswa/mahasiswa sebagai berikut: Pertama Guru/Dosen mempelajari petunjuk untuk guru/dosen dan menyiapkan segala perlengkapan yang diperlukan untuk menyelesaikan suatu modul, untuk menyiapkan alat ini sebaiknya kerja sama dengan/dibantu oleh siswa/mahasiswa.

  Kedua Guru/Dosen memberikan pengarahan singkat tentang tugas siswa/mahasiswa dalam pembelajaran modul tersebut. Ketiga Siswa/Mahasiswa membaca teks lembaran kegiatan siswa/mahasiswa atau buku sumber yang ditetapkan dan mengerjakan tugas-tugas yang ada pada lembaran kerja. Pada saat itu hendaklah guru/dosen berkeliling mengamati kegiatan siswa/mahasiswa sambil memberikan bantuan secara individu jika diperlukan. Keempat Guru/dosen memberikan lembaran kerja kepada siswa/mahasiswa yang telah menyelesaikan tugas dalam lembaran kerja. Siswa/mahasiswa memeriksa hasil kerjanya berdasarkan kunci yang ada, dan memperbaiki jawaban yang salah setelah mempelajari kembali bagian teks yang salah itu pada lembaran kegiatan. Kelima Siswa/mahasiswa yang telah menyelesaikan modul dengan baik pada lembaran kerjanya dapat meminta lembaran tes pada guru/dosen. Dan sekaligus mengerjakan soal-soal yang ada pada lembaran jawaban tes yang tersedia. Keenam Dari hasil tes yang dikerjakan para siswa/mahasiswa inilah guru/dosen dapat mengevaluasi penguasaan siswa/mahasiswa atas modul yang baru mereka pelajari. Guru/dosen memberikan nilai pada hasil tes siswa dengan ketentuan sebagai berikut:

  • dapat meneruskanke modul berikutnya atau mengambil pengayaan. Siswa/mahasiswa yang mencapai nilai < 75% harus mengambil - program perbaikan.

  Siswa/mahasiswa yang mencapai nilai ≥ 75% dinyatakan lulus dan

  Begitulah tahap-tahap yang dilakukan dalam pelaksanaan proses pembelajaran dengan menggunakan modul. Untuk lebih jelas berikut ini kami gambarkan pada suatu bagan tentang urutan penggunaan komponen-komponen modul.

  B. Bagan Urutan Penggunaan Komponen Modul Pada Proses Pembelajaran.

  Guru/dosen mempelajari petunjuk guru dan menyiapkan alat serta memberi pengarahan singkat

  Mencocokkan hasil lembaran Siswa/mahasiswa belajar dari kerja dengan kunci lembaran Lembaran Kegiatan atau buku kerja sumber dan mengerjakan lembaran kerja Mengerjakan Tes Formatif

  Jawaban tes dicocokkan dengan kunci tes

  Hasil tes <75% Hasil tes ≥75% langsung ke modul berikutnya/pengayaan program perbaikan

  C.

  

Peranan Dan Tugas Guru/Dosen Pada Proses Pembelajaran Dengan Modul.

  Peranan dan tugas guru/dosen dalam proses pembelajaran dengan modul ini agak lain dibandingkan dengan peranan dan tugas guru/dosen pada pembelajaran secara tradisional.

  James D. Russel mengatakan “The use of moduler instruction in the classroom changes the role of the teacher from a disseminator of knowledge to a director of

  learning

  Pada pembelajaran tradisional guru/dosen sebagian besar fungsinya adalah sebagai penyampai informasi (pembelajaran) kepada siswa/mahasiswa sedang pada pembelajaran dengan modul ini guru/dosen berfungsi sebagai organisator kondisi- kondisi yang memungkinkan siswa/mahasiswa mencapai tujuan pembelajaran yang dirumuskan dalam modul yang dipelajarinya. Dengan dibebaskannya guru/dosen dari tugas memberi ceramah sehari-hari kepada siswa/mahasiswa dia akan mempunyai lebih banyak kesempatan untuk menolong menjadi lebih dinamik dan kreatif. Untuk memberikan gambaran yang lebih jelas tentang peranan dan tugas guru/dosen dalam pembelajaran dengan modul , berikut ini dijelaskan peranan dan tugas guru/dosen pada tiga saat tertentu dalam menggunakan modul pada waktu mengajar yaitu:

   Pada saat akan dimulainya sesuatu modul (sebelum dioperasikan di kelas)  Pada saat berlangsung proses belajar-mengajar dengan modul  Pada saat siswa/mahasiswa telah menyelesaikan tes pada akhir modul 1.

   Peranan dan tugas guru/dosen pada saat akan dimulainya sesuatu pembelajaran dengan modul

  Sebelum sesuatu modul dioperasikan/diberikan kepada siswa/mahasiswa di kelas guru/dosen mempunyai peranan dan tugas sebagai berikut: a. Mempelajari pedoman/petunjuk untuk guru/dosen dan isi modul

  b. Memperbaiki kesalahan yang mungkin terdapat di dalam modul

  c. Mempersiapkan alat bahan yang diperlukan oleh modul

  d. Dalam hal-hal tertentu berkonsultasi dengan kepala sekolah atau konsultan bidang studi.

2. Peranan dan tugas guru/dosen pada saat berlangsungnya proses pembelajaran dengan modul

  Sewaktu proses belajar-mengajar dengan menggunakan modul berlangsung guru/dosen mempunyai peranan dan tugas sebagai berikut: a. Guru/dosen melaksanakan tugas-tugas yang digariskan dalam pedoman/petunjuk guru/dosen b. Guru/dosen menegaskan kepada siswa/mahasiswa agar mereka:

  Mempelajari modul secara tertib dan tidak perlu tergesa-gesa, karena - yang diutamakan adalah penguasaan bahan melalui proses belajar yang teliti Mengajukan pertanyaan bila ada kesulitan -

  c. Guru/dosen membantu kesulitan yang dialami siswa/mahasiswa d. Guru/dosen mengadakan pengecekan keliling untuk mengetahui: Sampai sejauh mana para siswa/mahasiswa memahami petunjuk yang - ada dalam modul untuk mengerjakan lembaran kerja Sampai seberapa jauh mereka mengerjakan tugas yang digariskan - dalam modul Kesulitan-kesulitan yang dihadapi siswa/mahasiswa sekaligus memberi - bantuan e. Guru/dosen memeriksa lembaran kerja yang telah diselesaikan siswa/mahasiswa. Memberikan lembaran tes kepada siswa/mahasiswa yang telah mengerjakan lembaran kerja dengan baik.

  f. Guru/dosen memberikan penilaian pada hasil tes siswa/mahasiswa.

  

Peranan dan tugas guru/dosen pada saat siswa/mahasiswa telah

menyelesaikan tes pada akhir modul

  Setelah modul selesai dipelajari oleh siswa/mahasiswa maka guru/dosen mempunyai tugas sebagai berikut: a. Guru/dosen dapat memberikan pengayaan kepada siswa/mahasiswa yang telah berhasil menyelesaikan tes dengan skor minimal 75% tetapi belum akan ke modul berikutnya

  b. Guru/dosen dapat memberikan modul berikutnya kepada siswa/mahasiswa yang telah menyelesaikan tes dengan skor minimal 75% c. Guru/dosen agar memberikan bimbingan yang intensif bagi siswa/mahasiswa yang skor tesnya di bawah 75% d. Guru/dosen memberikan/membuat program perbaikan/remedial bagi siswa/mahasiswa yang belum mencapai skor tes minimal 75%

4. Fasilitas dan Perlengkapannya

  Dalam pembelajaran dengan modul ini mobile harus dibuat sedemikian rupa sehingga mudah dipindah-pindahkan untuk memungkinkan kelas dapat diatur guna berbagai macam keperluan. Misalnya: belajar individu (sendiri); belajar berkelompok dan belajar secara klasikal (kelas besar). Perpustakaan dengan berbagai bahan-bahan reference sangat diperlukan untuk menunjang pembelajaran modul ini. Disamping itu alat-alat lainnya yang sering kali dipergunakan antara lain: slide, tape recorder, overhead projector, dan lain-lain Semua fasilitas dan perlengkapan yang digunakan dalam pembelajaran modul itu harus sesuai dengan yang dibutuhkan oleh siswa/mahasiswa untuk menyelesaikan modul- modulnya dalam rangka belajar sendiri.

BAB IV CARA MENYUSUN MODUL Setelah diikuti penjelasan-penjelasan tentang pembelajaran klasikal, individual, apa

  modul itu, dan bagaimana cara menggunakannya pada bagian-bagian terdahulu, maka pada bagian ini saya coba memberikan bagaimana cara menyusun modul itu.

  A. Dasar Pemikiran

  Bila kita berbicara tentang kurikulum, sekurang-kurangnya ada dua aspek pokok yang perlu mendapat perhatian, yaitu aspek makro dan aspek mikro dari kurikulum tersebut. Aspek makro dari kurikulum berbentuk suatu satuan program yang besar yang memuat satu atau lebih bidang kurikuler beserta topik-topik yang akan diberikan dalam masing-masing bidang, sedangkan aspek mikronya berbentuk satuan-satuan program yang lebih kecil yang merupakan penjabaran dari program yang besar tersebut. Tanpa adanya satuan program yang besar satuan-satuan program yang kecil akan kurang terarah, sebaliknya tanpa adanya satuan-satuan program yang kecil akan kurang terarah, sebaliknya tanpa adanya satuan-satuan program yang kecil satuan program yang besar itu akan kurang berarti.

  Karena itu, penyusun modul sebagai suatu alternative bentu program yang lebih kecil akan kurang terarah dalam menunjang pencapaian tujuan yang lebih tinggi bila tidak dihubungkan dengan fungsinya dalam satuan program yang besar tersebut. Ini mengandung implikasi bahwa dalam strategi penyusunan modul hendaknya diusahakan adanya sinkronisasi antara “kebebasan” modul itu sebagai suatu kesatuan program yang bulat dan “keterikatannya” sebagai bagian dari suatu kesatuan program yang lebih besar terhadap mana modul itu berinduk.

  B. Langkah-Langkah Menyusun Kerangka Modul

  Sebagai satuan program yang merupakan penjabaran dari program yang besar, modul itu dikembangkan dari topic-topik yang terdapat dalam program yang besar tersebut. Mengingat bahwa topik-topik ini ditetapkan dan dikembangkan untuk menunjang pencapaian tujuan-tujuan yang lebih umum maka untuk menjamin terpeliharanya sinkronisasi di atas, penyusunan modul mengenai suatu topik tidak dapat dilepaskan dari tujuan umum dari mana topic tersebut bersumber.

  Di samping itu, untuk lebih menjamin efektivitasnya dalam menunjang pencapaian tujuan yang lebih umum tadi, modul itu sendiri perlu dikembangkan dalam bentuk yang lengkap dan operasional dengan sasaran-sasaran yang jelas pula, serta sasaran-sasaran itu harus konsisten dengan tujuan yang lebih umum tersebut. Atas dasar ini maka proses pengembangan modul hendaknya melalui tahap-tahap sebagai berikut:

  1. Identifikasi Standar kompetensi (Tujuan instruksional umum (TIU) yang ingin dicapai oleh topik yang akan dikembangkan dalam bentuk modul tersebut.

  2. Perumusan Kompetensi Dasar (Tujuan instruksional khusus (TIK)) dari modul tersebut yang konsisten dengan Standar kompetensi (tujuan instruksional umum ) di atas. Tujuan (Kompetesi) ini hendaknya dirumuskan dalam bentuk tingkah laku murid yang dapat diukur dan realistis dapat dicapai pada akhir Pembejajaran dengan modul tersebut. mana tujuan-tujuan (kompetensi dasar (instruksionil khusus) di atas telah tercapai pada akhir modul yang bersangkutan. Alat evaluasi ini perlu segera disusun dengan maksud, antara lain, untuk mencek apakah tujuan-tujuan khusus tersebut telah dirumuskan secara operasional/dapat diukur.

  4. Identifikasi pokok-pokok materi pelajaran yang perlu dipelajari siswa untuk mencapai setiap tujuan instruksionil khusus di atas.

  5. Pengorganisasian kembali pokok-pokok materi di atas dalam urutan yang logis fungsional. Pokok-pokok materi ini penting untuk memberikan arah bagi penyusunan langkah-langkah kegiatan belajar dalam modul ini.

  6. Penyusunan langkah-langkah kegiatan belajar siswa yang:

  a. Fungsional-relevan untuk mencapai tujuan yang telah dirumuskan;

  b. Memungkinkan anak belajar sendiri secara aktif tanpa mengurangi perkembangan sikap sosialnya; c. Diorganisasikan menurut hierarki belajar secara logis dan fungsional;

  d. Mencakup kegiatan yang beraneka ragam dengan penggunaan berbagai alat dan sumber yang diperlukan. Langkah-langkah kegiatan ini penting sebagai pedoman dalam menyusun program kegiatan siswa yang lebih terurai nanti.

  7. Pengecekan sejauh mana langkah-langkah kegiatan belajar di atas telah diarahkan untuk mencapai semua tujuan yang telah dirumuskan Pengerjaan langkah-langkah di atas di lakukan dengan menggunakan matriks. Setelah proses di atas selesai dilaksanakan dengan penyempurnaan- penyempurnaan yang diperlukan, maka barulah modul yang sesungguhnya disusun dan ditulis secara lengkap termasuk program evaluasi untuk mdul tersebut. Jadi,

  

proses penyusunan modul harus dimulai dengan pembuatan matriks dan setelah

itu berdasarkan matriks tersebut baru disusun dan ditulis essay isi modul yang

lengkap.

  Ketika menulis essay ini ada kemungkinan timbul ide-ide untuk perbaikan matriks di atas. Dalam menulis modul ini hendaknya diusahakan memakai kata-kata dan susunan kalimat yang tepat dan difahami siswa.

C. Komponen Dan Format Modul

  Dalam menulis komponen modul hendaklah kita perhatikan beberapa rasional bagi setiap komponen modul yang diuraikan berikut ini. Disamping itu perlu diingat tentang besarnya modul. Suatu modul meliputi program kegiatan sekitar 4-8 jam pelajaran, tanpa menutup kemungkinan bahwa, jika perlu benar, dapat dibuat modul yang lebih singkat atau lebih lama waktunya.

1. Rasional Komponen Modul

  Sebagai suatu satuan program mengenai suatu topic tertentu, setiap modul mengandung beberapa komponen di dalamnya, yaitu: (1.2) Program kegiatansiswa/mahasiswa (1.3) Lembaran kerja dan kuncinya (1.4) Alat evaluasi

  Rasional bagi setiap komponen di atas akan diuraikan secara singkat di bawah ini.

  1.1. Petunjuk Untuk Guru/Dosen

  Berhubung pelaksanaan modul ini tetap memerlukan bantuan guru/dosen, sekalipun peranannya agak berbeda, maka agar proses pembelajaran dapat berlangsung dengan lancar guru/dosen itu sendiri perlu mendapatkan gambaran yang jelas tentang program dari setiap modul serta peranan yang diharapkan dari padanya. Informasi inilah yang perlu dimasukkan dalam petunjuk untuk guru /dosen pada setiap modul.

  1.2. Program Kegiatan Siswa

  Mengingat pelaksanaan sistem modul ini dimaksudkan untuk memungkinkan siswa belajar sendiri secara aktif tanpa terlalu banyak tergantung pada guru, maka hendaknya ada buku program yang akan menuntun siswa/mahasiswa dalam merealisasikan kegiatan-kegiatan belajar yang diharapkan dari padanya untuk mencapai tujuan-tujuan yang diinginkan. Adapun materi pokok diberikan/dijelaskan secukupnya dalam program kegiatan ini sedangkan informasi tambahan ditujukan kepada sumber-sumber lain sebagai re-inforcement dan pembelajaran. Dengan adanya buku program kegiatan siswa/mahasiswa ( Buku Sumber) ini yang sesungguhnya merupakan komponen inti dari setiap modul, Siswa/mahasiswa akan menempuh proses belajar dengan terarah sehingga tidak menyimpang dari tujuan yang telah dirumuskan. Selain dari pada itu penting sekali komponen “Program Kegiatan Siswa/mahasiswa” ini disusun sedemikian rupa sehingga membangkitkan dan memelihara terus motivasi belajar siswa/mahasiswa.

  1.3. Lembaran Kerja

  Masih dihubungkan dengan ide untuk memungkinkan siswa /mahasiswa belajar sendiri secara aktif dalam rangka kegiatan belajar yang direncanakan setiap modul hendaknya mendorong siswa/mahasiswa untuk melakukan berbagai kegiatan baik dalam bentuk observasi, percobaan maupun tugas-tugas lainnya. Untuk mencatat hasil-hasil observasi, percobaan dan hasil pelaksanaan tugas-tugas lainnya, diperlukan adanya lembaran kerja. Tugas-tugas dalam lembaran kerja merupakan bagian yang terjalin dalam proses belajar siswa/mahasiswa. Maka lembaran kerja tersebut diberikan dan dikerjakan tidak pada akhir modul melainkan tiap kali dirasakan tepat untuk itu. Lembaran kerja yang telah terisi akan berfungsi (1) sebagai tentang pelaksanaan proses pembelajaran, dan (3) sebagai bahan catatan bagi siswa/mahasiswa. Untuk mencek kebenaran hasil pelaksanaan tugas- tugas tersebut perlu dibuat kunci lembaran kerja. Catatan : Yang perlu diperhatikan disini adalah bahwa lembaran kerja ini bukanlah post test untuk menilai hasil akhir dari siswa/mahasiswa dalam modul tersebut sekalipun dalam batas-batas tertentu dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam menentukan hasil akhir.

  1.4. Alat Evaluasi

  Tanpa alat evaluasi yang disusun dengan seksama untuk melihat proses dan hasil pelaksanaan modul, sukar diharapkan adanya feedback tentang sejauh mana modul yang bersangkutan telah dilaksanakan secara tepat dan berhasil mencapai tujuan-tujuan yang diinginkan. Untuk memudahkan pengecekan hasil tes yang diikuti siswa /mahasiswa harus dibuat kunci lembaran tes yang sekaligus berisi cara pemberian nilainya.

2. Format Setiap Komponen

  Agar jenis informasi yang terkandung dalam setiap komponen modul jelas bagi pihak perencana modul, maka perlu ditetapkan pokok-pokok uraian yang harus dicantumkan dalam setiap komponen dan deskripsi singkat dari setiap pokok uraian.

2.1. Petunjuk Untuk Guru A.

   Umum: Bagian ini berisi uraian tentang:

  1. Fungsi dari modul yang bersangkutan, serta kedudukannya dalam kesatuan program yang lebih besar.

  2. Kemampuan-kemampuan khusus yang perlu dikuasai terlebih dahulu oleh siswa/mahasiswa sebagai prasyarat untuk dapat mengikuti modul yang bersangkutan, bila ada.

  3. Penjelasan singkat mengenai istilah-istilah tertentu yang digunakan dalam modul yang dipandang belum begitu popular.

  B.

   Khusus: Bagian ini berisi uraian tentang:

  1. Topik yang dikembangkan dalam modul tersebut

  2. Kelas/tingkat /semester mana modul itu digunakan

  3. Waktu yang diperkirakan untuk menyelesaikan modul tersebut (………x……jam)

  4. Tujuan instruksional/kompetensi Tujuan instruksional umum/standar kompetensi yang - pencapaiannya ditunjang oleh topik tersebut.

  Tujuan instruksional khusus/kompetensi dasar dari topik - tersebut yang menunjang pencapaian standar kompetensi.

  5. Pokok-pokok materi pelajaran yang akan diberikan dalam topik tersebut untuk mencapai tujuan-tujuan yang diinginkan

  7. Evaluasi: a.

   Prosedur Evaluasi

  Apakah digunakan Test of Entering Behavior bagi - siwa/mahasiswa sehubungan dengan adanya prasyarat untuk dapat menggunakan suatu modul, Apa yang dilakukan oleh guru/dosen bila prasyarat - tersebut tidak dipenuhi oleh siswa/mahasiswa,

  • Apakah digunakan prosedur Pretest-Posttest ataukah