Masa Depan Pengembangan Teknologi Pengendalian OPT dengan Agens Hayati

  

D A M A Y A N T I B U C H O R I

D E P A R T E M E N P R O T E K S I T A N A M A N

F A K U L T A S P E R T A N I A N

  

I N S T I T U T P E R T A N I A N B O G O R

Masa Depan Pengembangan

Teknologi Pengendalian OPT

dengan Agens Hayati

MASA DEPAN

  

  Kemajuan IPTEKS

  

  Tantangan: akan ada berbagai permasalahan yang akan mewarnai pertanian dan penggunaan agens hayati

   Lingkungan

   Kebijakan: misalnya konvensi internasional (Nagoya Protocol, Cartagena Protocol, etc)

   Kelembagaan: siapa yang bertanggung jawab terhadap

  Tantangan

  Pertambahan Penduduk

  

  Kurangnya lahan Pertanian

  

  Perubahan Iklim

  • Semakin Bertambahnya jumlah Penduduk Di tuntut untuk
  • Perubahan Iklim meningkatkan produksi dalam situasi yang tidak ideal

  Grafik Jumlah Penduduk Indonesia

  Tantangan Pertanian Indonesia 

  Secara nasional, laju pertumbuhan penduduk Indonesia per tahun selama sepuluh tahun terakhir adalah sebesar 1,49 %

  

  Indonesia harus mampu menyediakan pangan untuk 237,6 juta jiwa

  

  3 juta konsumen baru setiap tahun

  

  Pada saat yang sama tahun 1993-2003 (10 tahun) lahan pertanian indonesia telah terkonversi sebanyak 1.100.000 hektar

  

  Sekitar 100.000 ha lahan pertanian terkonversi setiap tahunnya untuk berbagai kepentingan non-pertanian

  

Dampak Perubahan Iklim Pada Pertanian

Indonesia

Dampak Perubahan Iklim dan Globalisasi

  Pergeseran musim tanam

  

  Pergeseran musim

  

  Pola pertanian nasional harus

  

  Curah hujan yang ekstrim adaptif

  

  Kekeringan ekstrim

  

  Manajemen Air (irigasi menjadi penting, jenis tanaman harus

  

  Suhu rata rata meningkat dipertimbangkan

  

  Spesies Invasif

  

  Peledakan Hama dan

  

Tabel 1. Rerata luas areal tanaman pangan yang terkena

dampak banjir (2004-2008) Luas terkena dampak Komoditas

  Puso (Ha) banjir (Ha) Padi 309.859 ha 99.586 ha

Jagung 17.299 ha 7.028 ha

  

Kedelai 6.561 ha 1.785 ha

Kacang tanah 2.047 ha 261 ha Tabel 2. Rerata luas areal tanaman pangan rusak akibat kekeringan (2004-2008) Luas terkena dampak

  Komoditas Puso (Ha) kekeringan (Ha)

EVALUASI PENGGUNAAN AGENS

  HAYATI Apa Saja yang telah digunakan? Bagaimana keberhasilannya?

  HAMA PENYAKIT

   Predator  Agens antagonis  

  Parasitoid Cendawan endofit

  

  Cendawan

INOVASI RAMAH LINGUNGAN: APA YANG DIPERLUKAN

   Bagaimana menjamin  Perkembangan Sains

  Pengelolaan OP yang ramah macam apakah? Lingkungan?

   Teknologi jenis apakah? 

  Inovasi

  

  Aturan Aturan Yang Ada

  

  Senantiasa menjadi (Konvensi) Tantangan

  

  Multilevel Thinking

  

Agens Hayati/Musuh Alami

PeraturanMenteri Pertanian Nomor 411 tahun1995:

  “Agens Hayati yaitu setiap organisme yang meliputi spesies, subspesies, varietas, semua jenis serangga, nematoda, protozoa, cendawan (fungi), bakteri, virus, mikoplasma, serta organisme lainnya dalam semua tahap perkembangannya yang dapat dipergunakan untuk keperluan pengendalian hama dan penyakit atau organisme pengganggu, proses produksi, pengolahan hasil pertanian, dan berbagai keperluan lainnya

  ”

  

Agens Hayati Pengendali Hama dan

Penyakit Tanaman

  Pengendalian Pengendalian

  Hama Penyakit: Mikroba

   Parasitoid

  • Proteksi Silang

  

  Predator

  • ISR (Induced Systemic

  

  Mikroba

  Resistance)

PENGETAHUAN FUNDAMENTAL

  

  Ekologi hama dan ekologi penyakit

  

  Spesies invasif dan species hama baru

  

  Interaksi faktor faktor biologi dan iklim

  

  Agens Hayati: predator dan parasitoid (hama)

   Prinsip pengendalian hayati

   Southwood: synoptic

   Respon fungsional dan numerikal

  

EVALUASI MUSUH ALAMI

  

   Berapa generasi bisa bertahan?

  Konservasi

  

   Kompetisi?

   Lama hidup di lapang

   Kemampuan pencairan inang dan parasitasi

   Jarak Terbang

  Pelepasan

  

  Pemilihan species

   Inbreeding Effect

   Tanggap Fungsional

   Kebugaran/fitness

   Nisbah Kelamin

  Mass Rearing

  

   Species invasif/baru

   Bagaimana pemilihan ?

   Pengaruh lingkungan selama mass rearing

  Principles of IPM

  Grow a healthy crop

  

  FARMERS AS THE CENTRAL

  

  Optimize natural ROLE enemies

  

  Observe fields weekly

  

  Farmers as experts

PH MASA DEPAN:

  

Peradaban dan perkembangan IPTEK yang semakin maju turut

meningkatkan pengembangan Pengendalian OPT dengan

Agens Hayati

HAMA: PATOGEN

   

  Manipulasi perilaku pada Cendawan Endofit parasitoid dan predator:

  

  PGPR

   Nisbah kelamin

  

  Proteksi Silang

  

  Asosiasi mikroba-serangga:

  Nisbah Kelamin Manipulasi bioteknologi: Manipulasi klasik Wolbachia-like organisms

  Infeksi Wolbachia menyebabkan:

   Sifat khas dari parastioid: arrhenotoki (haplod-diploid)

  1. Partenogenensis

   Kemampuan induk betina untuk memilih

  2. Kematian pada hewan jantan

  jenis kelamin anaknya (Teori Hamilton)

  3. Feminisasi

   Nisbah kelamin:

  4. Cytoplasmic Incompatibility

   Merupakan fungsi dari jumlah betina yang bersama sama meletakkan telur

  Foundress effects on Sex Ratio Proportion of males among the

progeny of foundress females as a

function of foundress density (Curves reprsent predictions of Taylor and Bulmer’s model for

three values of on-patch mating)

  

Debout et al 2002

  

WOLBACHIA

  • Endosymbiont • Bakteri

  dan

  • Hidup pada hewan nematoda
  • Sekitar 60% dari artropoda diduga terinfeksi oleh Wolbachia dengan berbagai

  

WOLBACHIA dan Nisbah Kelamin

  Infeksi Wolbachia menyebabkan:

  1. Partenogenensis (Trichogramma spp)

  2. Kematian pada hewan jantan (Nasonia sp)

  3. Feminisasi (Trichogramma)

  4. Cytoplasmic Incompatibility (Nyamuk)

  

  Wolbachia sebagai pengendali hayati (vektor nyamuk)

ASSOSIASI MIKROBA-SERANGGA:

  • Pengaruh Wolbachia pada inang: beneficial, neutral, detrimental (Fytrou

  Proc Biol Sci. 2006 April 7; 273(1588): 791

  • –796)
    • Eliminasi Wolbachia menguntungkan parasitoid Leptopilina: menurunkan enkapsulasi
    • Pengaruh PolyDNA virus: menurunkan

PARASITOID: ENKAPSULASI

  • Mekanisme pertahanan inang dalam merespon adanya benda asing, melibatkan

    sel-sel darah inang, membentuk lapisan-

    lapisan yang membungkus atau mengelilingi benda asing, seperti telur parasitoid.

MEKANISME PERTAHANAN

  Pasif Menghindar dari enkapsulasi

1.Peletakan telur parasitoid di;

  • segmen torak inang
  • kelenjar salivari
  • berkembang di dalam membran dasar
  • >mengalihkan enkapsulasi ke teratosit
  • bahan makanan bagi parasitoid
  • memperlemah sistem pertahanan inang

  2. Adanya lapisan pelindung telur Virus Like Particles (VLPs)

  Aktif Dengan menginjeksikan telur dan bahan kimia kedalam tubuh inang pada saat oviposisi

  1. Teratosit

   Pada Tanaman Hortikultura: Kubis

  • Eriborus argentopilosus adalah parasitiod

    hama Crocidolomia binotalis
  • • Tingginya laju enkapsulasi : pengendalian

    hayati tidak efektif
  • Enkapsulasi menyebabkan:
    • – Parasitoid mati (kurang oksigen)

  Enkapsulasi: Efek PDV dan Pestisida Nabati PolyDNA virus + Ekstrak pestisida nabati PolyDNA Virus

  

  Rokaglamida: Menurunkan

  

  Parasitoid Microplitis jumlah hemosit larva inang

  Bersimbiose dengan partikel sehingga dapat menurunkan virus Poliadnavirus untuk enkapsulasi telur dan larva menghambat enkapsulasi terhadap telur parasitoid parasitoid (Danar Dono, 2004) (Sahara, 1999)

  

  Perlakuan ekstrak ranting Aglaia

  odorata maupun rokaglamida

  dapat menekan enkapsulasi oleh

  Serangga Transgenik

  • Kemajuan dalam bidang biologi molekuler

    memungkinkan dilakukanya manipulasi genetik

    arthopoda.
  • Penggabungan DNA asing ke dalam genom telah memperluas kemungkinan untuk transformasi genetik serangga
  • Arthopoda menguntungkan bisa di ubah untuk berbagai sifat, dan diharapkan lebih efektif sebagai

  Serangga Transgenik Dapat :

  • Meningkatkan efektifitas musuh alami dan memiliki kemampuan adaptasi terhadap lingkungan
  • Resisten terhadap insektisida
  • Pengendalin vektor penyakit
  • Cryopreservation

  Tungau Predator Transgenik  Tungau predator transgenik, Metaseiulus occidentalis Nesbitt telah

digunakan untuk mengendalikan tungau Tetranychus uirticae Koch

(Presnail et al,1997)

   M. occidentalis transgenik resisten terhadap pestisida (carbaryl organophosphate-sulfur

 Tungau predator di transform dengan plasmid yang mengandung E.

coli

  

 Metode ini juga dapat diadaptasi untuk arthopoda bermanfaat lainya,

khususnya Phytoseiids

  

Novel Genes Cloned for Genetic Manipulation of

Gen yang bertanggung jawab untuk resistensi parathion hydrolase gene (opd) :

Insects: Resistensi

b-tubulin genes from Neurospora crassa (Draft) and Septoria nodorum (Berk.) cyclodiene resistance gene (g-aminobutryic acid A, GABAA) dari Drosophila, telah diklon dari Pseudomonas diminuta (Leiffson and Hugh) and Flavobacterium Resistansi terhadap benomyl: glutathione S-transferase gene (GST1) dari M. domestica, acetylcholinesterase gene (Ace) dari D. melanogaster nyamuk A. stephensi, organophosphates (Atkinson, Pinkerton, and esterase B1 gene from Culex bertanggung jawab untuk ketahanan/resisten terhadap Cytochrome P450-B1 gene (CYP6A2) associated with DDT resistance in Drosophila, Gen metallothionein telah diklon dari Drosophila dan organisme lain yang berfungsi dalam O’Brochta, 2001).

  Adaptasi Terhadap Kondisi Ekstrim

  Peningkatan toleransi terhadap cuaca dingin ataupun terhadap cuaca panas

   Trichogramma toleran terhadap cuaca panas

  

  Gen “Antifreeze protein genes” telah di klon dari ikan wolf-fish, Anarhichas lupus (L.) dan di transfer ke

  Drosophila (Rancourt et al., 1990; Rancourt, Davies, and

  Walker, 1992) dengan menggunakan hsp70 promoter dan yolk polypeptide promoters of Drosophila

  

Cryopreservation

 Salah satu aplikasi potensi bioteknologi adalah pengembangan metode

cryobiology untuk mempertahankan/memelihara embrio arthropoda agens

hayati

   Saat ini, arthropoda agens hayati dapat dipelihara hanya dengan rearing secara terus-menerus atau dengan menahan spesimen yang berada dalam tahap diapause.

  • Cara ini membutuhkan biaya yang mahal/tidak efisien dan dapat menyebabkan hilangnya koloni, serta “genetic drift” atau kontaminasi pada koloni. Mazur et al. (1992) menunjukkan bahwa embrio dari lalat buah, D.

  melanogaster, dapat disimpan dalam nitrogen cair dan kemudian dicairkan untuk dikembangkan menjadi lalat dewasa yang layak dan subur.

   Jika cryopreservationdapat diadaptasi untuk arthropoda lain, akan ada

  Quality Control of Insect Cultures and Mass Production

 Mempertahankan kualitas arthopoda yang /dipelihara di laboratorium

sulit dilakukan, karena dimungkinkan terjadi perubahan genetik yang disebabkan oleh seleksi secara tidak sengaja, inbreeding, genetic drift,

dan founder effects (Stouthammer, Luck, and Werren 1992; Hopper,

Roush, and Powell, 1993).

   Metode bioteknologi dapat digunakan untuk produksi massal dan

pengawasan mutu Trichogramma spp. (de Almeida, da Silva, and de

Medeiros, 1998).

  Kontrol Kualitas Serangga dan Produksi Masal

  

Beckendorf dan Hoy (1985) menyarankan bahwa teknik DNA

rekombinan dapat menjadikan musuh alami lebih efisien dan

lebih murah. Setelah gen di kloning, kemudian dapat dimasukkan ke dalam sejumlah spesies yang bermanfaat.

   Kemampuan untuk memanipulasi dan memasukkan materi genetik ke dalam genom Drosophila telah digunakan untuk mengembangkan pemahaman dasar genetika, interaksi biokimia, pengembangan, dan perilaku serangga (Lawrence, 1992).

   Rekayasa genetika arthropoda lain selain Drosophila telah

  Altering Biological Attributes

  • • Mengubah longevity/lama hidup arthropoda tertentu mungkin akan

    bermanfaat, dan penelitian tentang mekanisme ageing/penuaan

    dapat memberikan gen berguna di masa depan.
  • Hasil kloning sebuah gen katalase dimasukkan ke dalam D.

  melanogaster dengan transformasi P-elemen-mediated telah terbukti memberikan perlawanan terhadap hidrogen peroksida, meskipun tidak memperpanjang umur lalat (Orr dan Sohal, 1992).

  • Mempersingkat tingkat pengembangan, meningkatkan produksi progeni, mengubah sex ratio, memperluas suhu dan toleransi

    kelembaban relatif, dan mengubah preferensi inang atau habitat

    dapat meningkatkan efektivitas agen pengendalian biologis (Hoy,

AGENS HAYATI UNTUK PATOGEN:

  Cendawan Endofit  Cendawan Endofit = mikosimbion endofitik = cendawan yang melakukan kolonisasi di dalam jaringan tanaman tanpa menimbulkan gejala sakit (Petrini 1992)

   Interaksi antara cendawan endofit dan inang tanaman umunya bersifat sisbiosis mutualisme

   Cendawan endofit dapat menginfeksi tumbuhan sehat pada jaringan tertentu dan mampu menghasilkan mitotoksin, enzim, serta antibiotika (Carrol 1988; Clay 1988)

   Asosiasi beberapa fungi endofit dengan tumbuhan inangnya mampu melindungi beberapa tumbuhan inangnya dari beberapa patogen virulen, kondisi ekstrim maupun herbivora (saikkoen & Helander 2003)

   Salah satu mikrorganisme yang dianggap potensial dalam

  Cendawan Endofit

  Asal endofit secara teoritis (Evolusi):

  • Patogen tanaman

  Patogen lemah-simbion (endofit)

  • Patogen serangga
  • Endofit (Beauveria, Acremonium, dan Ordo Clavicipetales)

  

Cendawan Endofit

Mekanisme Ketahanan terhadap OPT (Hama)

  Non Preferensi ( karena perubahan produksi senyawa volatil tanaman)-- sudah dicoba pada wereng coklat

  

  Antibiosis: toxin yang dihasilkan baik oleh cendawan sendiri maupun asosiasi dengan tanaman; menurunkan survival (sudah dicoba pada Aphis

  gossypii pada cabai dan WBC padi, keperidian,

  Peran ekologis Cendawan Endofit 

  Resistensi terhadap hama dan penyakit

  

  Sebagai growth promoting agent (ada ZPT, serapan hara)

  

  Beberapa meningkatkan ketahanan terhadap kekeringan

  Kelebihan Cendawan Endofit: 

  Ada dalam jaringan tanaman sehingga mempunyai efek resistensi sistemik (induced systemic resistance), tidak terlalu terpengaruh oleh faktor lingkungan

  

  Bisa alternatif genetic engineering spt masukkan gen tahan, gen Bt dll.

  

  Di alam tanaman sudah berasosisasi dengan mikrob epifit, endofit disemua bagian tanaman yang bisa berperan utk proteksi thd hama dan penyakit

  Penularan Cendawan Endofit 

  Vertikal melalui benih, diturunkan ke keturunannya

   Horizontal melalui angin dan serangga

  • Nigrospora pada padi -- wereng :

  Yang sudah dicoba:

  • SH2, Nigrospora- cabai- A. gossypii
  • Nigrospora, Curvularia- akar gada pada kubis (Plasmodiophora brassicae)

  PGPR

  PGPR = Plant Growth Promoting Rhizobacteria (bakteri perakaran pemacu pertumbuhan tanaman) Campuran yang mengandung bakteri Pseudomonas fluorescens dan Bacillus ploymixa, mampu meningkatkan pertumbuhan tanaman dan pengendalian penyakit (Performasi Tanaman)

  Mekanisme performasi PGPR 1.

  Penekanan penyakit tanaman (bioprotectants) 2. Meningkatkan ketersediaan unsur hara bagi tanaman (biofertilizer)

3. Memproduksi fitohormon (biostimulants)

  

Mekanisme penekanan terhadap penyakit

tanaman

  (Tenuta 2003) 1.

  Produksi antibiotik 2. Shiderophores 3. Induksi resistensi sistemik

  

Biofertilizer

  Meningkatkan penyerapan /pemanfaat unsur N oleh PGPR pemfiksasi nitrogen (Azospirillum, Rhizobium,

  Bradyrhizobium, dll) 

  Meningkatkan kemampuan pengambilan unsur besi (Fe3+) oleh PGPR penghasil siderofor (Pseudomonas kelompok fluoresens)

  

  Meningkatkan kemampuan penyerapan unsur S oleh PGPR pemfiksasi sulfur (Thiobacillus)

  

  Percobaan rumah kaca menggambarkan efektivitas dari tiga strain Bacillus

  

Schematic illustration of important mechanisms known for plant growth

promotion by PGPR.

  

Proteksi Silang

 Proteksi silang=Cross Protection telah digunakan untuk pengendalian penyakit virus

   Tanaman yang diinokulasi dengan strain virus yang lemah hanya sedikit menderita kerusakan, tetapi akan terlindung

dari infeksi strain yang kuat. Strain yang dilemahkan antara

lain dapat dibuat dengan pemanasan in vivo, pendinginan in

vivo dan dengan asam nitrit.

   Menggunakan virus non host nya, virus lemah atau strain

  

Point utama Cross Protection

 Virus yang dilemahkan/strain virus lemah/the protective virus menyebabkan gejala ringan atau tanpa genjala pada tanaman inang

   Setelah strain lemah diinokulasi selanjutnya akan memicu tekanan atau perlawanan urutan spesifik stran virus kuat/ the challenge virus.

   Banyak penelitian telah menemukan bahwa mutasi pada penekan silencing virus (peredaman gen sehingga tidak dapat di transkripsi/ ditransskripsi tapi tdk dapat melanjutkan A model to explain the cross protection

  Investigasi masa depan mengenai mekanisme cross protection akan membantu mengungkap mekanisme baru dalam interaksi virus-tumbuhan dan memberikan pengetahuan untuk pengembangan strategi yang lebih efisien dengan keamanan ditingkatkan bio-untuk ketahanan virus di lapangan (Lin S S, 2010)

TEKNOLOGI APAPUN

  

  Jangan terburu buru adopsi, apalagi kalau mahal

  

  Yang sudah ada dievaluasi dulu: sudah efektifkah?

  

  Inovasi dan ilmu baru selalu menjadi ketertarikan baru

  

  Agar tidak “ketinggalan jaman”

  

  Pendekatan holistik jangan terlupakan

  

  PHT jangan terlupakan

  Principles of IPM

  Grow a healthy crop

  

  FARMERS AS THE CENTRAL

  

  Optimize natural ROLE enemies

  

  Observe fields weekly

  

  Farmers as experts

  

Principles of IPM

  Grow a healthy crop

  

  Optimize natural enemies

  

  Observe fields weekly

  

  Farmers as experts

  

  Apakah Penggunaan agens hayati meminimalkan pengamatan mingguan?

  

  Bagaimana dengan peranan petani sebagai

  “experts”

KONVENSI INTERNASIONAL

  

  International Convention: Convention on Biological Diversity

   Cartagena Protokol dan Keamanan Hayati

   Nagoya Protocol: Access to Genetic Resources and the Fair and Equitable Sharing of Benefits Arising from their Utilization

  TERIMAKASIH