36 PERILAKU NELAYAN RAWAI DI DESA KAHYAPU SEBAGAI TOLAK UKUR TINGKAT KERAMAHAN LINGKUNGAN DALAM PENGELOLAAN PERIKANAN TANGKAP YANG BERTANGGUNGJAWAB Ully Wulandari1 , Domu Simbolon2 dan Ronny I Wahju2

  Jurnal TECHNO-FISH Vol. 2 No. 1, Juli 2018, ISSN : 2581-1592, E-ISSN : 2581-1665

  

PERILAKU NELAYAN RAWAI DI DESA KAHYAPU SEBAGAI TOLAK

UKUR TINGKAT KERAMAHAN LINGKUNGAN DALAM PENGELOLAAN

PERIKANAN TANGKAP YANG BERTANGGUNGJAWAB

1*

  2

  2 1 Ully Wulandari , Domu Simbolon dan Ronny I Wahju

Program Studi Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Pertanian, Universitas Dr Soetomo, Jl

2 Semolowaru No. 84 Surabaya

Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut

  

Pertanian Bogor, Jl Lingkar Kampus IPB Dramaga, Bogor, 16680.

  

Email Corresponding Author: ulegbulu@gmail.com

ABSTRAK

  Penelitian terhadap Perilaku Nelayan Rawai sebagai Tolak Ukur Tingkat Keramahan Lingkungan dalam Pengelolaan Perikanan Tangkap yang Bertanggungjawab dilakukan di Desa Kahyapu, Pulau Enggano. Analisis yang digunakan adalah analisis terhadap empat aspek perilaku dan kebiasaan nelayan rawai di Desa Kahyapu saat melakukan operasi penangkapan ikan di Perairan Pulau Enggano. Hasil dari penenitian menunjukkan bahwa keramah-lingkungan nelayan rawai di Desa Kahyapu berdasarkan karakteristik dan komposisi hasil tangkapan didominasi oleh ikan-ikan yang sudah layak tangkap, kerusakan fisik habitat terumbu karang akibat pengoperasian armada dan alat tangkap rawai terjadi sebesar 26%, pencemaran lingkungan oleh nelayan dalam operasi penangkapan ikan dilakukan sebesar 21%, dan perilaku nelayan dalam memelihara serta melengkapi sarana keselamatan kerja diatas kapal adalah sebesar 69%. Berdasarkan data yang telah dianalisis, hasil penelitian menyimpulkan bahwa perilaku nelayan yang bertanggung jawab adalah mendominasi, yaitu sebesar 73%.

  

Kata kunci : perilaku nelayan rawai, keramahan lingkungan, pengelolaan perikanan

tangkap

  Jurnal TECHNO-FISH Vol. 2 No. 1, Juli 2018, ISSN : 2581-1592, E-ISSN : 2581-1665

  

ABSTRACT

  The research of rawai fishermens behavior as a benchmark level of enviromtmental friendliness to management of capture fisheries was conducted at Kahyapu village in Enggano Island. The analysis was done by four aspects of the behavior of rawai fishermen during fishing. The results show the environmental friendliness of a fishing village of rawai Kahyapubased on the characteristics and composition of the catch was dominated by fish that is already worth catching, physical damage coral habitats resulting from the operation of the fleet and rawai are happened amounted to 26%, environmental pollution by fishermen in a fishing operation was conducted amounted to 21%, and the behavior of rawai fishermen in maintaining as well as complement the above shipsafety facility is amounting to 69%. Based on the data that has been analyzed, the results of the study concluded that the behaviour of a responsible fishing was dominating, that amounted to 73%.

  

Keywords: rawai fisherman behavior, environmental friendliness, fisheries management

  Jurnal TECHNO-FISH Vol. 2 No. 1, Juli 2018, ISSN : 2581-1592, E-ISSN : 2581-1665

  PENDAHULUAN

  Enggano sebagai salah satu Pulau Terdepan di Provinsi Bengkulu memiliki terumbu karang yang tersebar luas hampir disekeliling Pulau Enggano. Selain hasil perkebunan Pisang, perekonomian di Enggano juga digerakkan oleh hasil perikanan tangkap yang sebagian besar adalah ikan karang.

  Desa Kahyapu sebagai salah satu sentra perikanan di Pulau Enggano umumnya menggunakan alat tangkap rawai dan

  gillnet. Wulandari (2017) menyatakan

  bahwa alat tangkap rawai yang digunakan oleh nelayan Kahyapu merupakan alat tangkap yang tepat guna dan ramah lingkungan.

  Penelitian terhadap perilaku nelayan di Desa Kahyapu Pulau Enggano dilakukan untuk mengetahui sejauh apa pengaruh perilaku nelayan terhadap keramahan lingkungan dari alat tangkap yang digunakan. Sebelumnya, Damayanti (2005) juga melakukan penelitian Keramahan Lingkungan Unit Penangkapan Ikan Karang Menggunakan Rawai Dasar Di

  Kabupaten Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat. Penelitian ini bertujuan untuk melihat bagaimana perilaku nelayan dapat menentukan tingkat keramahan lingkungan dari suatu alat tangkap sehingga dapat menjaga kelestarian lingkungan pesisir terutama terumbu karang.

METODE PENELITIAN

  Penelitian dilakukan pada bulan Agustus-September 2016 di Desa Kahyapu, Pulau Enggano. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini berupa Kuisioner terhadap aspek perilaku nelayan. Pengumpulan data penelitian ini dilakukan dengan metode survei dan pengamatan secara langsung terhadap nelayan rawai dengan mengikuti proses penangkapan ikan yang dilakukan. Data yang telah diperoleh ditampilkan dalam bentuk diagram dan dianalisis secara deskriptif terhadap setiap hasil pengamatan pada aspek perilaku nelayan yang mempengaruhi tingkat keramahan lingkungan alat tangkap rawai, yaitu:

  No Jenis data Cara pengambilan data

  1 Data umum Pengamatan secara langsung dengan mengikuti trip operasi penangkapan Memploting titik koordinat daerah penangkapan menggunakan GPS dari pengamatan secara langsung saat mengikuti trip operasi penangkapan a. Metode Penangkapan b.

  Daerah Penangkapan Jurnal TECHNO-FISH Vol. 2 No. 1, Juli 2018, ISSN : 2581-1592, E-ISSN : 2581-1665

  2 Data Keramah-lingkungan 1.

  Pelampung penolong (Life Buoy) b. Jaket penolong (Life Jacket) c. Lampu cerlang (Flashlight) d. Tali ikat ke kapal (Rope

  hingga keesokan harinya proses hauling baru akan dilakukan. Hasil tangkapan dimasukkan ke dalam box fiber yang berisi es batu. Kapal

  setting dilakukan kurang lebih 12 jam

  Nelayan melakukan setting pada sore hingga malam hari. Satu kali

  Nelayan rawai di Desa Kahyapu Pulau Enggano mengoperasikan jenis rawai dasar dengan ukuran mata pancing nomor 4 sepanjang 3 kilometer. Rawai dioperasikan secara pasif, sehingga ikan hasil tangkapan tergantung terhadap umpan yang digunakan (Barata dkk., 2011). Hal tersebut berkaitan dengan tertariknya ikan untuk memakan umpan. Tali yang digunakan adalah jenis tali kasar 1000. Pengoperasian rawai, dilakukan sebanyak 3 kali dalam satu trip penangkapan.

  HASIL DAN PEMBAHASAN Metode Pengoperasian

  Bucket with rope Pengamatan secara langsung dengan mengikuti trip operasi penangkapan

  Dayung (Paddle) f. Kompas (Compass) g.

  connected to the vessel) e.

  Pengamatan secara langsung dengan mengikuti trip operasi penangkapan dan pengamatan terhadap label bahan (komposisi) dari jenis cat yang digunakan oleh nelayan untuk pembuatan kapal penangkap ikan.

  Karakteristik dan komposisi hasil tangkapan: a.

  Sampah kemasan perbekalan b. Bahan bakar c. Cat perahu

  3. Pencemaran lingkungan oleh nelayan dalam operasi penangkapan ikan a.

  Pengamatan secara langsung dengan mengikuti trip operasi penangkapan

  Mengemudikan kapal di daerah dangkal tanpa memperhatikan terumbu karang

  Pemasangan pancing rawai yang menyangkut pada terumbu karang c.

  Penurunan jangkar di habitat terumbu karang b.

  2. Kerusakan fisik habitat terumbu karang akibat pengoperasian armada dan alat tangkap rawai: a.

  Ukuran panjang ikan hasil tangkapan Pengamatan dan pengukuran secara langsung terhadap hasil tangkapan nelayan rawai dengan mengikuti trip operasi penangkapan

4. Sarana keselamatan kerja diatas kapal a.

  Jurnal TECHNO-FISH Vol. 2 No. 1, Juli 2018, ISSN : 2581-1592, E-ISSN : 2581-1665 yang digunakan oleh nelayan rawai di Desa Kahyapu adalah kapal berukuran

  1GT dengan panjang berikisar 3-5 meter dan lebar 1,5-2 meter. Kapal yang digunakan di gerakkan oleh mesin motor tempel yang kekuatannya 5-5,5 PK.

  Daerah Penangkapan Ikan

  Penangkapan Ikan adalah kegiatan untuk memperoleh ikan di perairan yang tidak dalam keadaan dibudidayakan dengan alat atau cara apa pun, termasuk kegiatan yang menggunakan kapal untuk memuat, mengangkut, menyimpan, mendinginkan, menangani, mengolah, dan/atau mengawetkannya (UU Nomor 31, 2004). Sehingga dari definisi tersebut daerah penangkapan ikan adalah suatu daerah yang dapat dimanfaatkan untuk kegiatan penangkapan ikan. Nelayan lokal di Desa Kahyapu melakukan operasi penangkapan ikan di perairan Pulau Satu, Pulau Dua, Teluk Labuho, dan di Tanjung Labuho (Gambar 1). Hasil tangkapan pada DPI tersebut didominasi oleh ikan-ikan karang, seperti jenis Kerapu, Kakap, Baronang dan beberapa jenis lainnya.

  Gambar 1 Peta Daerah Penangkapan Ikan nelayan Rawai di Desa Kahyapu, Pulau Enggano

  Jurnal TECHNO-FISH Vol. 2 No. 1, Juli 2018, ISSN : 2581-1592, E-ISSN : 2581-1665

  

Keramahan lingkungan nelayan (Plectorhinchus vittatus). Hasil

rawai pengukuran panjang total ikan yang

  Analisis terhadap keramah- dibandingkan dengan ukuran Lm setiap lingkungan nelayan rawai di Desa jenis ikan ditampilkan pada gambar 2. Kahyapu yang pertama dilihat dari Ikan yang tertangkap didominasi oleh karakteristik dan komposisi hasil ikan-ikan yang berukuran lebih besar tangkapan nelayan menunjukkan bahwa dari ukuran Lm, artinya hasil tangkapan ikan-ikan yang tertangkap didominasi didominasi oleh ikan berukuran layak oleh ikan yang berukuran sudah layak tangkap. Ikan yang berukuran lebih tangkap. Menurut Wudji et al, (2013) kecil dari Lm atau tidak layak tangkap ikan yang sudah layak tangkap adalah adalah ikan kakap merah (Lutjanus ikan yang berukuran lebih besar dari argentimaculatus ) yang ditangkap di ukuran pertama kali matang gonad Teluk Labuho. (length at first maturity/LM). Habitat yang menjadi primadona untuk perikanan tangkap skala kecil seperti di Desa Kahyapu adalah habitat pada ekosistem terumbu karang.

  Jenis ikan yang tertangkap adalah lencam (Lethrinus nebulosus), kuwe (Caranx ignobilis), kakap sirip kuning (Lutjanus rivulatus), dan kuwe sirip biru (Caranx ),

  melampygus

  baronang susu (Siganus canaliculatus), baronang batik (Siganus vermilucatus), kakap merah (Lutjanus

  argentimaculatus ), kaka tua (Chlorurus sordidus), kerapu macan (Epinephelus fuscoguttatus) , kerapu tikus

  dan ikan jenihin

  (Cromileptes altivelis)

  Jurna

  Frekuensi (ekor)

  30

  40

  10

  

20

Frekuensi (ekor)

  l TEC

  60

  50

  30

  40

  10

  20 20,0-23,9 24,0-27,9

  HN

  20,0-23,9 28,0-31,9

  (c O

  24,0-27,9 32,0-35,9 Pan

  Pan

  • F ) Kuw

  28,0-31,9 36,0-39,9 jan

  IS

  jan

  H V

  g 40,0-43,9 32,0-35,9 to g to

  e S

  tal 44,0-47,9

  ol. 2 No. 1, J

  36,0-39,9 tal

  irip

  48,0-51,9 (c

  40,0-43,9 m)

   (c m)

  B 52,0-55,9

  44,0-47,9

  iru

  60,0-80,9 48,0-51,9 81,0-90,9

  uli

  52,0-55,9 91,0-100,9

  2018, I

  101,0-120,9

  42

  100 Frekuensi (ekor)

50 S

  S

  Frekuensi (ekor)

  40

  20 N : 2581 20,0-23,9

  (d)

  24,0-27,9 Pan

  • 1592, E

  Pan

  B

  (a) jan

  28,0-31,9 jan g

  arona Ka B

   to 32,0-35,9 g to tal

  aron ka

  • I S n

  tal 36,0-39,9

  g S

  

(c Tua

m)

  S N an

   (c 40,0-43,9 m) : 2581

  usu g B

  44,0-47,9

  ati k

  48,0-51,9

  • 1665

  52,0-55,9

  (b) Jurnal TECHNO-FISH Vol. 2 No. 1, Juli 2018, ISSN : 2581-1592, E-ISSN : 2581-1665

  r)

  40 ko e

  30 ( si

  20 n e

  10 ku re F Panjang total (cm)

  30 r) ko

  20 e ( si n

  10 e ku re F

  9

  9

  9

  9

  9

  9

  9

  9

  9

  9

  9

  9 101,0-… 20,0-23, 24,0-27, 28,0-31, 32,0-35, 36,0-39, 40,0-43, 44,0-47, 48,0-51, 52,0-55, 60,0-80, 81,0-90, 91,0-100,

  Panjang total (cm)

  (e) (f) Lencam

  Kakap Merah

  r) r)

  15

  8 ko ko e e

  6 (

  10 ( si si

  4 n e an

  5

  2 ku ku re re F F Panjang total (cm) Panjang total (cm)

  (g) (h) Kerapu Tikus Kerapu Macan Jurnal TECHNO-FISH Vol. 2 No. 1, Juli 2018, ISSN : 2581-1592, E-ISSN : 2581-1665 (i)

  Kuwe Sirip Putih (j) Bibir Kuning

  

30

F re ku e n si ( e ko r) Panjang total (cm)

  

9

101,0-120,

  9 81,0-90, 9

91,0-100,

  9 52,0-55, 9 60,0-80,

  44 ,0-47, 9 48,0-51,

  9

  40 ,0-43,

  9

  9 32,0-35, 9 36,0-39,

  9 24,0-27, 9 28,0-31,

  40 20,0-23,

  30

  20

  10

  

20

  (k) Kakap Kuning

  

10

  9 F re ku an si ( e ko r) Panjang total (cm)

  9 131,0-140,

  81 ,0-90, 9 101,0-120,

  9

  9 44,0-47, 9 52,0-55,

  9 28,0-31, 9 36,0-39,

  30 20,0-23,

  20

  10

  Ekosistem terumbu karang mendapat tekanan akibat berbagai aktivitas yang dilakukan oleh manusia, baik secara langsung maupun tidak langsung. Beberapa aktivitas yang secara langsung menyebabkan

  Mengingat jarak tempuh yang dapat dijangkau oleh armada nelayan adalah perairan pinggir pantai. Hal ini yang kemudian membuka peluang terjadinya kerusakan fisik terumbu karang, sehingga aspek kedua yang diperhatikan adalah penyebab kerusakan fisik terumbu karang. Terumbu karang menjadi penting karena memiliki beberapa fungsi seperti: pariwisata, perikanan yaitu tempat tinggal dari ikan-ikan karang yang harganya mahal (ekonomis tinggi), biodiversity, dan perlindungan pantai (Sukmara, 2001).

  Gambar 2 Ukuran ikan hasil tangkapan nelayan rawai di Desa Kahyapu pada bulan Juli- Agustus 2016

  9 F re ku e n si ( e ko r) Panjang total (cm) Jurnal TECHNO-FISH Vol. 2 No. 1, Juli 2018, ISSN : 2581-1592, E-ISSN : 2581-1665 kerusakan terumbu karang diantaranya adalah menangkap ikan dengan menggunakan bom dan racun sianida (potas), pembuangan jangkar, berjalan di atas terumbu, penggunaan alat tangkap muroami, penambangan batu karang, penambangan pasir, dan sebagainya. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa 70% nelayan di

  Desa Kahyapu memperhatikan terumbu karang dalam mengemudikan kapal (Gambar 3). Namun demikian, masih ada beberapa nelayan yang berperilaku merusak ekosistem terumbu karang dengan menurunkan jangkar dan memasang alat tangkap pada ekosistem terumbu karang.

  Gambar 3. Keramahan lingkungan alat tangkap rawai berdasarkan perilaku nelayan rawai di Desa Kahyapu berdasarkan aspek penyebab kerusakan fisik terumbu karang

  Pengamatan terhadap prilaku nelayan lokal di Desa Kahyapu ini hendaknya dapat dijadikan landasan pacu dalam pengambilan keputusan untuk pengelolaan terumbu karang berbasis masyarakat. Pengelolaan terumbu karang berbasis-masyarakat adalah pengelolaan secara kolaboratif antara masyarakat, pemerintah setempat, Lembaga Swadaya

  Masyarakat, dan pihak-pihak terkait yang ada dalam masyarakat yang bekerja sama dalam mengelola kawasan terumbu karang yang sudah ditetapkan/disepakati bersama. Sehingga dari hasil penelitian menunjukkan bahwa pada dasarnya kesadaran masyarakat untuk menjaga dan melestarikan terumbu karang sudah cukup tinggi, hanya perlu

  0% 20% 40% 60% 80% 100% Penurunan jangkar di habitat terumbu karang Pemasangan pancing rawai yang menyangkut pada terumbu karang Mengemudikan kapal di daerah dangkal tanpa memperhatikan terumbu karang

ada tidak ada Jurnal TECHNO-FISH Vol. 2 No. 1, Juli 2018, ISSN : 2581-1592, E-ISSN : 2581-1665 pendampingan lebih dari pemerintah dan pemangku kebijakan setempat.

  Kesadaran masyarakat akan limbah yang mengandung racun juga pentingnya ekosistem perairan dalam karena adanya bahan-bahan yang keberlanjutan usaha perikanan tangkap tergolong sulit untuk terurai (termasuk di Desa Kahyapu juga diperlihatkan sisa alat tangkap yang ditinggalkan atau dalam perilaku nelayan saat melakukan hilang) di perairan. operasi penangkapan. Aspek ketiga Perilaku nelayan yang yang diperhatikan dalam penelitian ini membuang sampah plastik maupun adalah pencemaran lingkungan perairan. sampah bekas perbekalan di Perairan Perilaku nelayan yang sifatnya berhati- Desa Kahyapu 60% tidak dilakukan hati saat mengoperasikan alat tangkap oleh nelayan rawai di Desa Kahyapu. dapat mengurangi polusi perairan Namun sepenuhnya seluruh nelayan sehingga tingkat pencemaran air laut tersebut telah menggunakan bahan cat juga berkurang. Dalam penelitian yang yang tidak mengandung zat-zat kimia dilakukan oleh GESAMP (1991), polusi berbahaya, sehingga tidak mencemari perairan terjadi karena pembuangan air laut.

  100% 90% 80% 70% 60% 50% 40% 30% 20% 10%

  0% Sampah kemasan Bahan bakar Cat perahu perbekalan

ada tidak ada

  Gambar 4 Keramahan lingkungan alat tangkap rawai berdasarkan perilaku nelayan rawai di Desa Kahyapu berdasarkan aspek penyebab pencemaran lingkungan perairan

  Perilaku nelayan dalam melakukan operasi penangkapan menunjukkan bahwa selama melakukan trip penangkapan para nelayan tidak pernah menggunakan kompas sebagai penunjuk arah. Nelayan setempat cenderung mengarahkan armada penangkapan Jurnal TECHNO-FISH Vol. 2 No. 1, Juli 2018, ISSN : 2581-1592, E-ISSN : 2581-1665 dengan feeling (pengalaman) selama bertahun-tahun. Tidak ada petunjuk khusus yang digunakan untuk menentukan dan mengarahkan posisi kapal menuju fishing ground sebagai alat navigasi pelayaran kapal ikan. Sejatinya, menurut FAO (2000) profesi dengan persentase resiko tertinggi adalah profesi pelaut kapal penangkapan ikan yang berkarakteristik “3D” yaitu membahayakan

  (dangerous) , kotor (dirty) dan sulit (difficult), hal ini disampaikan kembali

  dalam tulisan Suwardjo (2017).

  Secara keseluruhan berdasarkan aspek terakhir, yaitu perilaku nelayan rawai di Desa Kahyapu berdasarkan aspek keselamatan kerja adalah mendekati kriteria yang baik. Armada kapal penangkapan yang dijadikan sampel semuanya terdata memiliki dayung, tali ikat ke kapal, dan lampu cerlang. Namun beberapa kapal di lokasi penelitian ditemukan tidak memiliki life jacket dan bucket with

  rope yang merupakan bagian penting

  dalam suatu kapal perikanan. Hasil analisis disajikan pada gambar 5.

  Gambar 5. Keramahlingkungan alat tangkap rawai berdasarkan perilaku nelayan rawai di Desa Kahyapu dalam aspek sarana keselamatan kerja Keselamatan kerja merupakan salah satu indikator yang diperhatikan dalam menilai keramah-lingkungan suatu alat tangkap, karena apabila terjadi kecelakaan kapal ikan di laut maka akan mencemari perairan.

  Setidaknya akan ada tumpahan dari bahan bakar yang dibawa oleh nelayan dalam trip penangkapan. Pencemaran yang ditimbulkan akibat kecelakaan

  0% 20% 40% 60% 80% 100% Pelampung penolong (Life Buoy) Jaket penolong (Life Jacket) Lampu cerlang (Flashlight)

  Tali ikat ke kapal (Rope connected to the vessel) Dayung (Paddle) Kompas (Compass)

  Bucket with rope

Ada Tidak ada Jurnal TECHNO-FISH Vol. 2 No. 1, Juli 2018, ISSN : 2581-1592, E-ISSN : 2581-1665 kapal perikanan tersebut memberikan Dari ke-empat aspek keramahan dampak yang cukup mengganggu biota- lingkungan yang telah dianalisis, 73% biota laut, meskipun skala kecil namun nelayan rawai di Desa Kahyapu apabila terus diabaikan dan berlanjut bersikap ramah lingkungan dalam dapat memberikan dampak yang menjaga perikanan tangkap yang semakin negatif. bertanggungjawab dan berkelanjutan

  (Gambar 6).

  menjaga tidak menjaga 27% 73%

  Gambar 6 Perilaku nelayan rawai di Desa Kahyapu berdasarkan empat aspek keramahan lingkungan tuna di Samudera Hindia. Jurnal

  Penelitian Perikanan Indonesia , 17(2), 133-138.

  KESIMPULAN

  Damayanti AA. 2005. Keramahan Dari analisis yang telah

  Lingkungan Unit Penangkapan

  dilakukan, 73% perilaku nelayan rawai

  Ikan Karang Menggunakan

  di Desa Kahyapu Pulau Enggano sudah

  Rawai Dasar Di Kabupaten

  memenuhi kriteria dalam keramahan Lombok Timur, Nusa Tenggara

  Barat . [Skripsi]. Bogor (ID):

  lingkungan pengoperasian alat tangkap Institut Pertanian Bogor. ikan.

  GESAMP. 1991. The State of The . London:

  Marine Environment DAFTAR PUSTAKA Blackwell Science Ltd.

  Barata, A., Bahtiar, A., & Hartaty, H.

  (2011). Pengaruh perbedaan Santara AG. 2013. Peralatan umpan dan waktu setting rawai

  Keselamatan Kerja pada Perahu tuna terhadap hasil tangkapan Jurnal TECHNO-FISH Vol. 2 No. 1, Juli 2018, ISSN : 2581-1592, E-ISSN : 2581-1665 Slerek di PPN Pengambengan, Kabupaten Jembrana, Bali. [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Sukmara, A., Siahainenia, A. J., &

  Rotinsulu, C. (2001). Panduan Pemantauan Terumbu Karang Berbasis Masyarakat Dengan Metoda Manta Tow. Proyek

  Pesisir

  • –CRMP Indonesia.

  Jakarta , 48.

  Suwardjo, D., Haluan, J., Jaya, I., & Soen'an, H. P. (2017).

  Keselamatan Kapal Penangkap Ikan, Tinjauan dari Aspek Regulasi Nasional dan Internasional. Jurnal Teknologi

  Perikanan dan Kelautan , 1(2), 1- 13.

  UU Nomor 31. (2004). Tentang Perikanan. Jakarta (ID)

  Wulandari U. 2017. Seleksi Unit Penangkapan Ikan Tepat Guna di Desa Kahyapu Pulau Enggano, Bengkulu Utara. Jurnal

  Albacore, 1(1):