Proposal Lembaran proposal dan skripsi.pdf

PENGARUH HORMON ALAMI DENGAN TINGKAT KONSENTRASI
DAN LAMA PERENDAMAN TERHADAP PERTUMBUHAN
STEK BATANG TANAMAN TIN (Ficus carica L.)

PROPOSAL SKRIPSI

Diusulkan oleh:
NURUL ILMI SANTOSO
NIM. 13.112.004

PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH GRESIK
GRESIK
2017
i

HALAMAN PENGESAHAN
Judul Skripsi

: Pengaruh Hormon Alami dengan Tingkat Konsentrasi dan
Lama Perendaman terhadap Pertumbuhan Stek Batang

Tanaman Tin (Ficus carica L.)

Nama

: Nurul Ilmi Santoso

NIM

: 13.112.004

Program Studi

: Agroteknologi

Menyetujui,
Dosen Pembimbing
Pembimbing I

Pembimbing II


Ir. Suhaili, M.Si
NIP. 01 119 409 025

Rohmatin Agustinas, SP., MP.
NIP. 01 111 503 170
Mengetahui,

Dekan Fakultas Pertanian
Universitas Muhamadiyah Gresik

Ir. Rahmad Jumaidi., M.Kes
NIP. 01119409025

ii

DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL ........................................................................................ i
HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................. ii
DAFTAR ISI ........................................................................................................ iii
BAB1: PENDAHULUAN…………………………………………………….. 1

1.1 Latar Belakang............................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah.......................................................................................... 3
1.3 Tujuan ............................................................................................................ 4
1.4 Hipotesis ....................................................................................................... 4
BAB 2 : TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................... 5
2.1 Taksonomi Tanaman Tin ............................................................................... 5
2.2 Morfologi Tanaman Tin ................................................................................ 5
2.2.1 Akar ... .................................................................................................. 5
2.2.2 Tunas ………………………………………………………………… 6
2.2.3 Daun….................................................................................................. 6
2.2.4 Batang…. .............................................................................................. 7
2.2.5 Buah ...................................................................................................... 8
2.3 Syarat Tumbuh ............................................................................................. 9
2.4 Perbanyakan Vegetatif …………………………………………………… 10
2.5 Stek Batang Tanaman……………………………………………………… 10

iii

2.6 Hormon.................................................................................. ......................... 11
2.6.1 Hormon Air Kelapa .............................................................................. 12

2.6.2 Hormon Urine Sapi ............................................................................... 13
2.7 Perendaman Hormon Stek............................................................................... 15
BAB 3 : METODE PENELITIAN……………………………………………16
3.1 Waktu dan tempat .......................................................................................... 16
3.2 Alat dan Bahan .............................................................................................. 16
3.3 Metode Penelitian .......................................................................................... 16
3.4 Pelaksanaan Penelitian ................................................................................... 19
3.4.1 Persiapan…………………………………………………………..… 19
3.4.2 Penyiapan media tanam ……………………………………………... 19
3.4.3 Persiapan Hormon ………………………………………………...… 20
3.4.4 Pemilihan bahan stek………………………………………………... 21
3.4.5 Pembuatan stek …………………………………………………….. 21
3.4.6 Penanaman …………………………………………………………. 21
3.4.7 Pemeliharaan ………………………………………………………. 22
3.4 Analisis Data.. ................................................................................................ 26
DAFTAR PUSTAKA .. ....................................................................................... 28

iv

DAFTAR GAMBAR


Gambar 1: Daun Tanaman tin (Ficus carica L.)…………………………………… 7
Gambar 2: Buah tin Green jordan…………………………………………………… 9
Gambar 3: Mekanisme Pembentukan Akar..…………………………………….… 12
Gambar 4: Irisan membujur bagian apikal tajuk tumbuhan dikotil………………… 12
Gambar 5: Struktur Senyawa Auksin ……………………………………………… 18
Gambar 6: Gambar Denah Percobaan …………………………….……………….. 19
Gambar 7 : Stek Batang Pemotongan Satu Sisi ………………………………….... 21
Gambar 8: Perendaman Stek Batang Tanaman Tin…………………………………22

DAFTAR TABEL
Tabel 1: Sidik Ragam Percobaan Faktorial 2 x 3 x 3………………………………..27

v

RINGKASAN
Tanaman tin merupakan salah satu tanaman introduksi yang mulai dikenal dan
berkembang di Indonesia. Tanaman tin banyak dimanfaatkan sebagai tanaman hias
dan obat sehingga permintaan akan komoditi ini semakin meningkat tiap tahunnya.
Perbanyakan tanaman tin salah satunya dapat dilakukan dengan stek batang. Namun

pada prosesnya terdapat kendala yang dihadapi berupa pertumbuhan tunas dan akar
yang lamban karena faktor internal berupa ketersediaan hormon endogen bahan stek
yang sedikit kadarnya sehingga mempengaruhi pertumbuhan stek hingga berujung
kematian. Oleh sebab itu perlu adanya upaya penambahan hormon dari luar. Hormon
yang dipakai dapat diperoleh dari bahan alami yaitu air kelapa dan urine sapi.
Penelitian dilakukan dalam green house Dsn. Menganti, Ds. Karangsemanding,
Balonpanggang, Gresik dengan ketinggian tempat 21 mdpl sejak bulan Februari –
Mei 2017. Varietas tin yang digunakan yaitu Green jordan. Percobaan menggunakan
rancangan acak kelompok faktorial dengan tiga faktor perlakuan, yaitu: Hormon
bahan alami (H) terdiri dari H1 = air kelapa dan H2 = urine sapi, konsentrasi hormon
terdiri dari K1 = 0%, K2 = 25% dan K3 = 50% serta lama perendaman bahan stek yang
terdiri dari W1 = 6 jam perendaman, W2 = 12 jam perendaman dan W3 = 18 jam
perendaman dan pembanding yaitu P1 = hormon IBA 4000 ppm selama 12 jam.
Sehingga didapatkan 19 perlakuan diulang tiga kali dengan jumlah 5 sampel per
ulangan. Total didapatkan 285 stek batang tanaman tin. Variabel yang diamati
meliputi saat tumbuh tunas, presentase stek bertunas, laju pertumbuhan panjang
tunas, laju pertumbuhan tinggi tanaman, jumlah daun, laju pertumbuhan luas daun,
panjang akar, bobot segar akar dan bobot kering akar. Analisis data dilakukan dengan
Analysis Of Variance (Anova) dan polonomial ortogonal. Apabila terdapat pengaruh
nyata Uji F 5%, dilanjutkan dengan Uji (DMRT) dengan taraf signifikansi 5%.

Kata kunci : tin, Ficus carica L, stek, hormon alami

vi

BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Tanaman tin (Ficus carica L.) adalah tanaman yang istimewa karena
terkandung dalam Firman Allah dalam Al-Qur’an surat At-Tin ayat pertama yang
artinya “Demi (buah) Tin dan (buah) Zaitun). Tanaman tin memiliki khasiat
sebagai pencegah kanker karena mengandung polyphenols tinggi (Vebriansyah
dan Angkasa, 2016). Selain dimanfaatkan sebagai obat tanaman tin juga dijadikan
sebagai tanaman hias. Habitat asli tanaman tin yaitu di daerah beriklim subtropis
(Himelrick, 1999) namun, ada beberapa varietas tanaman tin yang adaptif tumbuh
di daerah tropis (Vebriansyah dan Angkasa, 2016).
Sebelum ada Indonesia tanaman tin mulai dikenal di mediterania sebagai
obat tradisional yang kemudian berkembang secara komersil di Amerika Serikat,
Chille, India, Cina dan Jepang (Tchombe dan Louajri, 2015). Kemudian sejak dua
tahun terakhir tanaman tin mulai digemari masyarakat Indonesia. Harga buah tin
terbilang mahal di pasaran sehingga tanaman tin layak dibudidayakan di

Indonesia. Saat ini masih sedikit pembudidaya tanaman tin, sedangkan
permintaan bibit dan buah sudah berkembang pesat di Indonesia dan Malaysia
bahkan tidak menutup kemungkinan pasar global. Tanaman tin berpotensi
menjadi bahan baku industri untuk berbagai olahan produk. Misalnya selai,
caramel, jus, obat-obatan dan lain-lain. Sejak tahun 2004 tren tanaman tin terus
1

meningkat dan diprediksi akan terus bertahan dengan nilai jual yang tinggi karena
banyak diminati masyarakat perkotaan (Vebriansyah dan Angkasa, 2016).
Melihat peluang besar tanaman tin maka perlu adanya perbanyakan bibit
tanaman tin. Perbanyakan tanaman secara vegetatif merupakan salah satu cara
guna mempercepat penyebaran hasil-hasil program pemuliaan dan juga akan
diperoleh tanaman yang unggul serta seragam dengan tanaman induknya. Salah
satu teknik perbanyakan yang dilakukan yaitu menggunakan teknik stek. Stek
dipilih karena tanaman tin memiliki morfologi batang yang berkambium (Condit,
1947) namun, perbanyakan sistem stek batang banyak ditemukan kendala dalam
hal pertumbuhan bibit tanaman. Kendala yang mempengaruhi keberhasilan stek
berasal dari ketersediaan air dalam bahan stek, kandungan cadangan makanan
dalam stek dan hormon endogen dalam jaringan stek. Apabila ketersediaan air,
cadangan makanan dan hormon dalam bahan stek sedikit maka hal tersebut akan

mengganggu pertumbuhan tanaman sehingga stek tidak mampu menghasilkan
tunas dan akar yang kemudian akan berujung pada kematian (Kusuma, 2003)
Upaya mempercepat pertumbuhan tunas dan perakaran stek dapat
dilakukan dengan penambahan hormon tumbuh secara eksogen. Hormon tumbuh
yang sering digunakan umumnya berasal dari bahan sintetis. Selain hormon
sintesis terdapat pula hormon yang berasal dari bahan alami. Hormon yang
bersumber dari bahan alami dapat diperoleh dari air kelapa dan urine sapi. Air
kelapa mengandung hormon sitokinin 5,8 mg/l, auksin 0,07 mg/l, dan giberelin
2

serta senyawa lain (Bey, Syafii dan Sutrisna 2006) dan urine sapi mengandung N,
P, K dan hormon auksin (Purdyaningsih, 2008). Auksin berfungsi sebagai
pendukung proses perpanjangan sel tumbuhan, pertumbuhan akar, pembentukan
kalus dan respirasi. Sebagai upaya meningkatkan pertumbuhan stek batang
tanaman tin dengan menggunakan hormon alami maka perlu adanya penelitian
dengan analisa “Pengaruh Hormon Alami dengan Tingkat Konsentrasi dan Lama
Perendaman terhadap Pertumbuhan Stek Batang Tanaman Tin (Ficus carica L.)”.

1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang penelitian, maka rumusan masalah dalam

penelitian ini adalah:
1. Apakah pemberian sumber hormon dari beberapa bahan alami berpengaruh
terhadap pertumbuhan stek batang tin (Ficus carica L)?
2. Apakah konsentrasi hormon berpengaruh terhadap pertumbuhan stek batang tin
(Ficus carica L)?
3. Apakah lama perendaman hormon berpengaruh terhadap pertumbuhan stek
batang tin (Ficus carica L)?
4. Apakah ada interaksi antara sumber hormon, konsentrasi dan lama perendaman
terhadap pertumbuhan stek batang tin (Ficus carica L)?

3

1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Mengetahui jenis hormone alami yang mampu meningkatkan pertumbuhan
stek batang tin (Ficus carica L)
2. Mengetahui konsentrasi yang tepat pada masing-masing hormon alami untuk
meningkatkan pertumbuhan stek batang tin (Ficus carica L)
3. Mengetahui lama perendaman yang tepat pada sumber dan konsentrasi
hormon sehingga mampu meningkatkan pertumbuhan stek batang tin (Ficus

carica L)

1.4 Hipotesis
Terdapat interaksi antara hormon alami, konsentrasi dan lama perendaman
terhadap pertumbuhan stek batang tanaman tin

4

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Taksonomi Tanaman Tin (Ficus carica L.)
Berdasarkan literatur Joseph dan Justin (2011) tanaman tin dalam
sistematika tumbuhan diklasifikasikan sebagai berikut:
Divisio

: Magnoliophyta

Kelas

: Magnoliopsida

Ordo

: Rosales

Famili

: Moraceae

Genus

: Ficus

Species

: Ficus carica L.

2.2 Morfologi Tanaman Tin
Morfologi atau bagian-bagian Tanaman Tin terdiri dari: akar, tunas dan
daun, barang, dan buah.
2.2.1 Akar
Tanaman Tin mempunyai akar berserat yang menyebar hingga tiga
kali diameter tajuk tanaman dan tipenya sangat dangkal dan berakar
tunjang (Condit 1947). Tanaman tin toleran terhadap tanah yang kurang
nutrisi dan tanah salin (Golombek and Ludders 1990).
5

2.2.2 Tunas
Setiap tunas terminal umumnya mengandung empat atau lima daun
primordial. Menjelang dasar tunas vegetatif muncul pula primordial.
Sebuah primordial ditakdirkan untuk menjadi vegetatif memiliki tiga atau
empat skala yang ditetapkan untuk menutupi sumbu tunas. Primordia
berkembang terus selama pertumbuhan pohon. Tunas memanjang dan
meristem apikal berkembang menjadi tunas yang menghasilkan daun dan
perbungaan baru (Condit, 1947).
2.2.3

Daun
Tanaman tin memiliki daun yang sederhana bertekstur daun kasar
dengan ukuran 6-18cm panjang dan lebar 5 – 15 cm. Kuncup daunnya di
ujung ranting terlindungi oleh sepasang daun penumpu yang lekas rontok,
meninggalkan bekas berupa cincin di buku-buku rantingnya. Serta, tulang
daun lateral yang pertama cenderung lurus dan menyudut terhadap ibu
tulang daun di bagian pangkal daun; membentuk pola tiga-cabang (triveined) yang khas. Getah putih dan sepasang daun penumpu yang
meninggalkan bekas cincin juga merupakan ciri suku Moraceae
(Wikipedia, 2010).

6

Gambar 1: Daun Tanaman Tin (Ficus carica L.)

2.2.4 Batang
Tanaman tin dapat mencapai ketinggian 3-10 m. Tanaman tin tumbuh
dengan

banyak

percabangan

yang

lebat.

Batang

dan

cabang

sangat sensitif terhadap panas dan sinar matahari. Kerusakan yang terjadi
dapat berupa bercak-bercak putih. Jika terluka, batang menghasilkan getah
yang berwarna puteh. Getah yang terhasil dari dikatakan toksik kepada
manusia. Batang muda bewarna hijau muda dan bertukar menjadi kelabu
apabila matang. Sesetengah varieti mempunyai batang yang berjalur-jalur
antara hijua dan kelabu (Condit 1947).

2.2.5 Buah
Buah tin muncul di sumbu dekat pada daun. Dua susunan bunga di
tangkai dan satu tunas vegetatif ada di posisi cabang yang sama di sumbu
dekat daun (Mederes, 2008).

Periode awal pertumbuhan adalah

dikarakteristikkan dengan oleh pertumbuhan ukuran diameter dan berat,
pada tahap I ni hampir tidak terdapat perbedaan terhadap akumulasi gula.
Tahap kedua adalah tingkat kematangan yang ditandai dengan akumulasi
gula

tanpa

ada

perubahan

ukuran

dan

berat.

Tahap

ketiga

dikarakteristikkan oleh percepatan ukuran diameter buah, kematangan,
serta air dan kandungan gula. (Flaishman, Rodov dan Stover, 2010).

7

Gambar 2: Buah tin Green jordan
2.3 Syarat Tumbuh
Tanaman tin adalah tanamaan subtropis yang termasuk dalam genus
Ficus dan keluarga dari Moracea. Tanaman ini dapat tumbuh di beberapa
belahan dunia termasuk wilayah Mediterania, Asia Tenggara, Amerika
Selatan, Afrika Selatan, Caucasia dan Australia (Mederes Adnan, 2008).
Ketika tumbuh di area dingin, pohon tin sering terluka oleh embun yang
merontokkan cabang muda dan dapat merusak pucuk tumbuhan. Tanaman tin
mampu beradaptasi pada lingkungan yang minim unsur hara serta toleran
terhadap tanah basa, tanah salin dan tanah kering tetapi idealnya tumbuh pada
tanah yang memiliki drainase baik sedikitnya dengan ketinggian satu meter
dengan pH antara 5-8 (Adnan, 2008). Varietas tin yang adaptif tumbuh di
Indonesia yaitu brown turkey, green yordan, purple yordan, panache,
conadria, dan red Israel (Vebriansyah dan Angkasa, 2016).

8

2.4 Perbanyakan Vegetatif
Perbanyakan vegetative merupakan perbanyakan dengan mengambil
bagian tanaman misalnya akar, kulit batang atau pucuk tanaman
(Purnomosidhi, at all 2012). Ada lima cara perbanyakan vegetatif buatan
untuk tanaman buah yaitu cara penyambungan, okulasi, penyusuan, cangkok
dan stek (Prastowo, at all, 2006). Teknik pembibitan secara vegetatif memiliki
keuntungan berupa keturunan yang didapat mempunyai sifat genetik yang
sama dengan induknya, produksi bibit tidak tergantung pada ketersediaan
benih/ musim buah, bisa dibuat secara kontinyu dengan mudah sehingga dapat
diperoleh bibit dalam jumlah banyak (Adinugraha, Sugeng dan Toni, 2007).
2.5 Stek Batang Tanaman
Pada penerapan teknik perbanyakan secara vegetatif ada beberapa
teknik yang biasa dilakukan, salah satunya yaitu stek. Stek adalah perbanyakan
tanaman dengan cara menumbuhkan akar dari potongan/bagian tanaman
seperti akar dan batang sehingga menjadi tanaman baru (Purnomo, 2002).
Perbanyakan vegetatif tanaman tin dapat dilakukan dengan menggunakan
bagian batang yang sering dikenal dengan stek batang. Stek batang dapat
dilakukan apabila batang tanaman berkambium. Stek akan tumbuh dan
berkembang membentuk tanaman baru dengan sifat yang sama dengan pohon
induknya pada kondisi yang sesuai dengan lingkungan hidupnya (Marpaung
dan Hutabarat, 2015).
9

Menurut Rochiman dan Harjadi (1973), penyetekan merupakan suatu
perlakuan pemisahan beberapa bagian tubuh tumbuhan seperti batang, akar,
daun, dan tunas dengan maksud agar bagian-bagian tersebut akan membentuk
akar. Bahan stek diambil dari bagian pohon yang belum berkayu terlampau
keras. Menurut Samsijah (1974) dalam Supriyanto dan Prakasa (2011)
menyebutkan bahwa kemampuan pembentukan akar pada suatu jenis tanaman
yang distek antara lain dipengaruhi oleh kandungan karbohidrat serta
keseimbangan hormon dalam bahan stek. Hormon menjadi salah satu
perlakuan yang dapat mempengaruhi pembentukan akar dan tunas pada stek
(Van der leek dalam Curtis Clark dalam Samsijah dalam Sudomo, 2007). Akar
pada stek terbentuk karena pelukaan dan akar terbentuk dari jaringan parenkim
(Moko, 2004).
Menurut Hidayat (2010), pembentukan akar lateral dimulai dengan
pembelahan periklinal yang terjadi pada beberapa sel perisikel. Sel yang
dihasilkan membelah lagi secara periklinal atau antiklinal sehingga terjadi
himpunan sel.

Pada waktu primordium akar bertambah panjang, korteks

ditembus sehingga akar lateral muncul di permukaan akar induknya. Usaha
untuk menumbuhkan setek perlu dilakukan pada lingkungan yang mempunyai
cahaya baur atau terpencar (diffuse light). Kelembaban udara sebaiknya tinggi,
sekitar 70-90% sedangkan suhu berada mendekati suhu kamar yaitu pada suhu
25-27oC.
10

Gambar 3: Mekanisme Pembentukan Akar
Gambar 3 bersumber dari : Salisbury, Frank B dan Cleon W Ross, (1995)
Embrio dini seluruh jaringan
bersifat meristematik

Pembentukan kuncup
multisel, berasal lebih dari
satu lapis sel (poliembrioni
dari hasil pembelahan

Pembentukan kuncup
multisel dan epidermis
muda

Gambar 4: Irisan membujur bagian apikal tajuk tumbuhan dikotil
2.6 Hormon
Hormon tumbuhan adalah senyawa organik yang disintesis pada salah
satu bagian tumbuhan pada konsentrasi tertentu yang mampu menimbulkan
suatu respon fisiologis (Salisbury dan Cleon, 1995). Salisbury dan Cleon,
(1995) menerangkan bahwa hormon yang disintesis secara alami di dalam
tumbuhan disebut hormon tanaman atau phytohormon sedangkan hormon
sintetik disebut zat perngatur tubuh (ZPT). Struktur senyawa yang memiliki
11

aktivitas auksin memiliki gugus karboksil yang menempel pada gugus lain
yang mengandung karbon kemudian berhubungan dengan sebuah cincin
aromatik.

(a)
(b)
H

H

H

O

H
C

N

H

Gambar 5: Struktur senyawa auksin
a. Struktur beberapa senyawa alami yang memiliki aktivitas auksin
b. Struktur senyawa lain yang merupakan auksin sintesis

Hormon

tumbuhan

mengendalikan

aktivitas

gen

dengan

mentranskripsi DNA menjadi RNA-kurir (mRNA) yang diikuti oleh translasi
mRNA menjadi enzim yang memiliki aktivitas katalis yang tinggi sehingga
dapat menghasilkan banyak salinan sel yang penting (Salisbury dan Cleon,
1995). Bahan alami yang dapat dijadikan hormon yaitu:
2.6.1 Air Kelapa
Air kelapa memiliki berbagai macam kandungan unsur hara
mikro dan makro. Kandungan yang ada di dalam air kelapa yaitu
nitrogen, zat pengatur tumbuh (ZPT), protein, asam amino, karbohidrat,
senyawa organik komplek, air dan karbon aktif. Air kelapa mengandung
hormon sitokinin 5,8 mg/l, auksin 0,07 mg/l, dan giberelin serta senyawa
12

lain (Bey, Syafii dan Sutrisna 2006). Hormon tersebut digunakan untuk
mendukung pembelahan sel embrio, proliferasi jaringan, memperlancar
metabolisme dan proses respirasi, membantu proses pembelahan sel dan
deferensiasi (Tulecke et al, 2012). Oleh karena itu, air kelapa mampu
menjadi perangsang pertumbuhan tanaman seperti pada penelitian yang
dilakukan Marpaung, dan Hutabarat (2015) dijelaskan bahwa air kelapa
konsentrasi

50%

dalam

perendaman

selama

12

jam

mampu

menghasilkan waktu bertunas lebih cepat, panjang tunas, jumlah daun,
panjang dan bobot basah akar yang tinggi pada tanaman tin (Ficus
carica L).
2.6.2 Urine Sapi
Urine Sapi merupakan limbah ternak yang mengandung N, P, K
dan hormon auksin (Purdyaningsih, 2008). Auksin yang terdapat pada
urine berasal dari berbagai zat yang terkandung dalam protein hijauan
dari makana hewan ternak yang tidak terurai dalam tubuh sehingga
keluar bersama urine sebagai sisa hasil ekskresi. Oleh karena itu, urine
sapi mampu mendorong perakaran tanaman (Sitorus, Irmansyah dan
Ezra, 2015). Berdasarkan penelitian yang dilakukan Sitorus (2015)
dinyatakan bahwa urine sapi pada konsenrasi 25% memberikan respons
paling baik dalam meningkatkan pertumbuhan bibit stek tanaman buah
naga yakni pada variabel panjang tunas.
13

2.7 Perendaman Hormon Stek
Perendaman hormon dilakukan dengan tujuan untuk menginduksi akar
pada stek batang tanaman tin ( Ficus carica L) yang akan diteliti. Perendaman
dilakukan dengan berbagai macam lama perendaman demi mengetahui
efektifitas lama perendaman yang terbaik dalam perbanyakan stek batang
tanaman tin (Ficus carica L). Semakin rendah konsentrasi hormon yang
diberikan maka lama perendamannya akan semakin lama pula. Sedangkan
semakin banyak konsentrasi hormon yang diberikan maka lama perendaman
hormon semakin cepat (Santoso, 2011).

14

BAB 3
METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat
Penelitian ini akan dilaksanakan dalam Green House di Dusun Menganti,
Desa Karang Semanding, Kecamatan Balongpanggang, Kabupaten Gresik.
Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan Februari – Mei 2017. Pada ketinggian
tempat 12 meter di atas permukaan laut.
3.2 Bahan dan Alat
Bahan tanam yang digunakan adalah batang tanaman tin varietas green
jordan. Bahan hormone berasal dari air kelapa, urine sapi dan IBA yang berasal
dari Perhutani Kab.Bojonegoro. Media tanam yang digunakan memakai kompos
“TULUS” dan arang sekam. Peralatan yang dibutuhkan meliputi: neraca analitik,
kawat, korek api, polibag ukuran 7cm, cutter, sprayer, cetok, plastik sungkup,
plastik bening, paranet, bambu, botol, gelas ukur, digital thermo hygrometer.
3.3 Metode Penelitian
Percobaan menggunakan rancangan acak kelompok faktorial dengan tiga
faktor perlakuan, yaitu:
-

Bahan Alami (H), terdiri dari 2 taraf yaitu:
1. H1 = Air kelapa
2. H2 = Urine sapi
15

-

Faktor tingkat konsentrasi (K), terdiri dari 3 taraf yaitu:
1. K1 = konsentrasi 0 %
2. K2 = konsentrasi 25 %
3. K3 = konsentrasi 50 %

-

Faktor Lama perendaman (W), terdiri dari 3 taraf yaitu:
1. W1 = 6 jam perendaman
2. W2 = 12 jam perendaman
3. W3 = 18 jam perendaman
Kontrol yaitu P1 = hormon IBA 4000 ppm perendaman 12 jam.

Sehingga didapatkan 19 kombinasi perlakuan, yaitu H1K1W1,
H1K2W1, H1K3W1, H1K1W2, H1K2W2, H1K3W2, H1K1W3, H1K2W3,
H1K3W3, H2K1W1, H2K2W1, H2K3W1, H2K1W2, H2K2W2, H2K3W2,
H2K1W3, H2K2W3, H2K3W3 dan P1. diulang tiga kali dengan jumlah 5
sampel per perlakuan. Total tanaman berjumlah 285 sampel stek tanaman
tin. Sebagai gambaran lebih lanjut Denah petak percobaan akan dijelaskan
pada Gambar 6.

16

B

3 meter

s

U

1,5 meter

T

Kelompok I

Kelompok II

Gambar 6: Gambar Denah Percobaan
Keterangan :
H1K1W1
H1K2W1
H1K3W1
H1K1W2
H1K2W2
H1K3W2
H1K1W3
H1K2W3
H1K3W3
H2K1W1
H2K2W1
H2K3W1
H2K1W2
H2K2W2
H2K3W2
H2K1W3
H2K2W3
H2K3W3
P1

: air kelapa konsentrasi 0% perendaman 6 jam
: air kelapa konsentrasi 25% perendaman 6 jam
: air kelapa konsentrasi 50% perendaman 6 jam
: air kelapa konsentrasi 0% perendaman 12 jam
: air kelapa konsentrasi 25% perendaman 12 jam
: air kelapa konsentrasi 50% perendaman 12 jam
: air kelapa konsentrasi 0% perendaman 18 jam
: air kelapa konsentrasi 25% perendaman 18 jam
: air kelapa konsentrasi 50% perendaman 18 jam
: urine sapi konsentrasi 0% perendaman 6 jam
: urine sapi konsentrasi 25% perendaman 6 jam
: urine sapi konsentrasi 50% perendaman 6 jam
: urine sapi konsentrasi 0% perendaman 12 jam
: urine sapi konsentrasi 25% perendaman 12 jam
: urine sapi konsentrasi 50% perendaman 12 jam
: urine sapi konsentrasi 0% perendaman 18 jam
: urine sapi konsentrasi 25% perendaman 18 jam
: urine sapi konsentrasi 50% perendaman 18 jam
: kontrol hormon IBA 4000 ppm

17

Kelompok III

3.4 Pelaksanaan Penelitian
Pelaksanaan penelitian meliputi beberapa tahap kegiatan sebagai berikut:
3.4.1 Persiapan
Persiapan yang dilakukan berupa persiapan tempat, peyediaan alat,
media tanam, bahan tanam yang akan digunakan serta pembuatan sungkup
berbahan plastik bening dengan kerangka bambu. Sungkup berukuran
panjang 3 m, lebar 2 m dan tinggi 0,75 m.

3.4.2 Pembuatan media tanam
Media tanam yang digunakan dalam perbanyakan stek tanaman tin
adalah kompos dan arang sekam (Komar dan Dian, 2007). Kompos yang
digunakan merupakan kompos kemasan bermerk dagang “TULUS”
sedangkan arang sekam dibuat dengan membakar sekam menggunakan
kawat sebagai cerobong asap hasil pembakaran sekam. Kemudian media
tanam dibuat dengan perbandingan komposisi 1:1 (kompos : arang
sekam), media yang sudah siap kemudian dimasukkan ke dalam polybag
berlubang berdiameter 7,5 cm hingga memenuhi 70cm3 volume polybag
dengan berat sekitar 150 gram media tanam sebagai tempat tumbuh stek
batang tanaman tin.

18

3.4.3 Persiapan Hormon
Hormon berasal dari 2 bahan alami yaitu; air kelapa dan urine sapi
dan hormon pembanding berasal dari hormon endogen bermerk dagang
IBA (asam indolbutarat). Proses pembuatan hormon dilakukan sebagai
berikut:
 Pembuatan Hormon Air Kelapa
Air kelapa yang digunakan berasal dari kelapa muda berwarna hijau
dengan ciri-ciri warna kulit buah mulus dan licin, bebas dari hama dan
penyakit, endospermnya masih lunak dan tipis. Endosperm yang masih
lunak dan tipis diremas dengan air kelapa sehingga didapatkan
campuran endosperm dan air kelapa muda (Fanesa, 2011). Kemudian
dibuat formula dengan konsentrasi 0% (100 ml air tanpa air kelapa),
konsentrasi 25% (25 ml air kelapa + 75 ml air), konsentrasi 50% (50 ml
air kelapa + 50 ml air).
 Pembuatan Hormon Urine Sapi
Urine sapi yang digunakan adalah urine yang diambil pada pagi
hari, kemudian didiamkan minimal 12 jam (Fanesa, 2011). Setelah itu
urine sapi diencerkan dengan konsentrasi 0% (100 ml air tanpa urine
sapi), konsentrasi 25% (25 ml urine sapi + 75 ml air), konsentrasi 50%
(50 ml urine sapi + 50 ml air).

19

 Pembuatan Hormon IBA
Hormon IBA didapatkan dari RPH Grogolan, BKPH Pradok KPH
Bojonegoro. Hormon IBA yang digunakan sebagai pembanding adalah
IBA dengan konsentrasi 4000 ppm (Siddiqui dan Syed, 2007) maka
IBA yang dibutuhkan adalah seberat 4 gram. Bubuk IBA seberat 4
gram kemudian dilarutkan dalam 1 liter air.

3.4.4 Pemilihan bahan stek
Bahan stek diambil dari induk tanaman tin yang unggul. Tanaman
buah yang unggul biasanya memiliki kemampuan memproduksi buah dalam
jumlah banyak dan tidak mengundang hama dan penyakit (Nugroho at all,
2006). Tanaman induk yang dijadikan bahan stek batang tanaman tin dalam
penelitian ini berasal dari kolektor tanaman tin yang berlokasi di Ds.
Banjarsari Kec. Cerme. Tanaman tin yang menjadi induk ini adalah tanaman
yang tumbuh dari perbanyakan menggunakan metode cangkok dan saat ini
telah berusia 2,5 tahun serta mampu berbuah banyak tanpa mengenal musim.
Bahan stek diambil dari batang kayu tanaman tin yang berdiameter > 1
cm

dan batang yang bersih dari hama atau jamur serta berbatang segar

(Siddiqui and Syed, 2007). Berdasarkan penelitian Marpaung dan Hutabarat
(2015) menyatakan bahwa bagian batang tanaman tin tidak berpengaruh
dalam pertumbuhan stek batang tanaman tin.
20

3.4.5 Pembuatan stek
Batang tanaman tin berasal dari varietas Green Jordan. Batang
tanaman tin dipotong menggunakan cutter yang disterilkan menggunakan
alkohol 70%. Pemotongan cabang diatur kira-kira 1 cm di bawah mata tunas
yang paling bawah sedangkan ujung bagian atas berjarak 1 cm dari mata tunas
yang paling atas. Pangkal bahan stek dipotong miring 450 (Nugroho at all,
2006). Batang dipotong dengan ukuran 10 cm. Bahan stek minimal harus
memiliki 2 mata tunas.
1 cm

10 cm

450

Gambar 7: Stek Batang Pemotongan Satu Sisi

3.4.6 Perendaman Stek
Bahan stek yang telah disiapkan dicelupkan dalam larutan hormon
berbagai konsentrasi dalam wadah yang telah diberi label nama hormon dan
konsentrasi. Batang-batang setek yang akan direndam dalam hormon
disatukan dengan diikat menggunakan karet gelang. Selanjutnya sepanjang 2
21

cm bagian pangkal stek tin dicelupkan dalam hormon sesuai waktu yang
diperlakukan (6 jam, 12 jam dan 18 jam).

H1K1W1
2 cm

Gambar 8: Perendaman Stek Batang Tanaman Tin

3.4.7 Penanaman
Penanaman dilakukan menggunakan media tanam kompos : arang
sekam (1:1) yang sudah tersedia dalam polibag. Sebelum stek ditanam,
media yang sudah dimasukkan dalam polybag disiram dengan air sesuai
dengan kapasitas lapang media tanam yaitu sebanyak 78 ml. Kemudian
batang tanaman tin ditanam dengan posisi tegak dengan kedalaman 5 cm
masuk ke dalam media tanam. Bagian media di sekitar stek ditekan
perlahan lahan agar posisi stek tidak goyah. Stek batang tanaman tin yang
telah ditanam dimasukkan dalam sungkup.
22

3.4.7 Pemeliharaan
Pemeliharaan stek batang tanaman tin hanya dengan melakukan
penyiraman rutin untuk menjaga kelembapan batang tanaman. Masingmasing stek disiram sebanyak 78 ml sesuai kapasitas lapang media tanam.
Pengendalian gulma dilakukan dengan cara pengendalian mekanis.
Pengendalian hama dilakukan dengan penyemprotan dengan insektisida
merk klorantranilipol dengan dosis 50 gram/liter sedangkan pengendalian
jamur dilakukan dengan penyemprotan fungisida merk mancozeb dengan
dosis 80% (Marpaung dan Hutabarat, 2015)
3.4.8

Variabel Penelitian
Pengamatan dilakukan setiap minggu hingga stek berumur 3 bulan.
Variabel penelitian yang diamati meliputi :
 Saat Tumbuh Tunas
Saat tumbuh tunas diamati setiap hari dengan melihat munculnya
kalus pada stek batang tanaman tin. Saat tumbuh tunas merupakan
indikator pertumbuhan tanaman, semakin cepat tumbuh tunas maka
semakin cepat pula waktu tanaman untuk tumbuh dan berkembang.
Kriteria pengamatan saat tumbuh tunas adalah sebagai berikut:
5 = sangat lambat = > 120 hari setelah tanam (HST)
4 = lambat = > 90–120 HST
3 = agak cepat = > 60 – 90 HST
2 = cepat = > 30 – 60 HST
1 = sangat cepat = 0 – 30 HST (Marpaung dan Hutabarat, 2015)
23

 Presentase Stek Bertunas (%)
Jumlah stek bertunas ditandai dengan munculnya tunas yang
memiliki panjang ≥ 0.5 cm. Variabel presentase stek bertunas
dilakukan pada akhir pengamatan. Perhitungan stek bertunas yaitu:
PST =
PST = Presentase stek bertunas
X = jumlah stek bertunas
T
= jumlah seluruh stek
 Laju Pertumbuhan Panjang tunas (cm/ minggu)
Panjang tunas merupakan indikator untuk mengetahui tingkat
pertumbuhan

stek.

Kecepatan

pertumbuhan

diketahui

dengan

menghitung pertambahan panjang tunas dimana pengukuran dilakukan
setiap minggu selama 12 minggu. Pertumbuhan laju pertumbuhan
relatif tunas stek didapatkan dengan formula (Alvarez-Aquino et al.
2004)

Keterangan:
RGR = nilai Pertumbuhan relatif panjang tunas (cm/minggu)
X1 = panjang tunas pada akhir pengamatan
X0 = panjang tunas pada awal pengamatan
Interval pengamatan = 12 minggu waktu pengamatan
 Laju Pertumbuhan Tinggi Tanaman (cm/bulan)
Perhitungan tinggi tanaman dilakukan mulai dari pangkal stek
sampai tajuk tertinggi menggunakan penggaris. Pengamatan dilakukan 4
24

MST, 8 MST dan 12 MST. Pertumbuhan laju pertumbuhan relatif
tinggi stek didapatkan dengan formula Alvarez-Aquino.

Keterangan:
RGR = nilai Pertumbuhan relatif tinggi tanaman (cm/ bulan)
X1 = panjang tinggi tanaman pada akhir pengamatan
X0 = panjang tinggi tanaman pada awal pengamatan
Interval pengamatan = 3 kali waktu pengamatan
 Jumlah Daun (daun)
Jumlah daun dihitung apabila stek batang tanaman tin
menghasilkan daun yang membuka sempurna. Pengamatan dilakukan
5 MST kemudian selanjutnya dilakukan pengamatan seminggu sekali
hingga umur 12 MST.
 Laju Pertumbuhan Luas Daun (cm2/ minggu)
Luas daun diukur dengan cara menjiplak bagian daun dijiplak
pada kertas millimeter. Berdasarkan hasil pengukuran akan
didapatkan luas daun dengan menghitung kotak yang tersedia dalam
kertas millimeter . Pengamatan dilakukan setiap bulan pada 4 MST, 8
MST dan 12 MST. Perhitungan laju pertumbuhan luas daun
menggunakan formula Alvarez-Aquino.

25

Keterangan:
RGR = nilai Pertumbuhan relatif luas daun (cm2 /bulan)
X1 = luas daun pada akhir pengamatan
X0 = luas daun pada awal pengamatan
Interval pengamatan = 3 kali waktu pengamatan
 Panjang akar (cm)
Panjang akar stek diukur pada akhir penelitian. Jumlah tanaman
yang diukur panjang akar tiap perlakuan terdiri dari 3 sampel. Panjang
akar diukur mulai pangkal hingga ujung akar menggunakan penggaris.
 Bobot Kering Akar (gram)
Bobot kering akar diukur pada akhir penelitian. Akar yang sudah
dipotong dan dibersihkan kemudian dikeringkan dengan oven pada
suhu 700C selama 48 jam. Penimbangan dilakukan menggunakan
neraca analitik hingga bobot akar konstan.

3.5 Analisis Data
Analisis data dilakukan dengan menggunakan Analysis Of Variance
(Anova) dan ortogonal kontras untuk menemukan variabel independen dalam
penelitian dan mengetahui interaksi antar variabel dan pengaruhnya terhadap
suatu perlakuan apakah berpengauh nyata, sangat nyata atau tidak nyata. Berikut
adalah Tabel sidik ragam percobaan faktorial 2 x 3 x 3:

26

Tabel 1: Sidik Ragam Percobaan Faktorial 2 x 3 x 3
Sumber keragaman
Ulangan
Perlakuan
Hormon (H)
Konsentrasi (K)
Waktu Perendaman (W)
HxK
HxW
KxW
HxKxW
Galat
Umum

Derajad bebasa

Jumlah

Kuadrat

F

kuadrat

tengah

Hitung

r-1 = 2
hkw – 1 = 17
h–1= 2
k–1=2
w–1=2
(h-1)(k-1) = 2
(h-1)(w-1) = 2
(k-1)(w-1) = 4
(h-1)(k-1)(w-1) = 4
(r-1)(hkw – 1) = 34
rhkw – 1 = 53

Rumus Faktor Koreksi, Jumlah Kuadrat, Kuadrat Tengah dan F. Hitung :

27

F tabel
5%

1%

28

Apabila terdapat pengaruh nyata pada Uji F 5%, pengujian dilanjutkan
dengan Uji Duncan’s Multiple Range Test (DMRT) dengan taraf signifikansi
5%. Adapun formulasi uji Duncan adalah sebagai berikut:
DMRTα = R (ρ, v, α) .
Keterangan :
R (ρ, v, α) : tabel nilai kritis uji perbandingan berganda Duncan
ρ
: jumlah perlakuan dikurangi 1 (sebanyak p -1)
v
: derajat bebas galat (db galat)
α
: taraf nyata yang digunakan
KTG
: kuadrat tengah galat
r
: jumlah ulangan pada tiap nilai tengah perlakuan yang dibandingkan

29

DAFTAR PUSTAKA
Adinugraha, Sugeng Pudjiono dan Toni Herawan. 2007. “Teknik perbanyakan
vegetatif jenis tanaman Acacia mangium”. Info Teknis Vol. 5 no. 2,
September 2007. Balai Besar Penelitian Bioteknologi dan Pemuliaan
Tanaman Hutan; Bogor
Baby Joseph, S.Justin Raj. 2011. “Pharmacognostic and phytochemical properties of
Ficus carica Linn” –An overview. International Journal of Pharm
Tech. Research Vol. 3, No.1, pp 08-12. (8-12)
Bey, Y, Syafii, W & Sutrisna. 2006. “Pengaruh giberelin dan air kelapa terhadap
perkecambahan anggrek Bulan”, J. Biogenesis, vol. 2, no. 2, pp. 41-6.
Bugbee, B. 2000. Light Quality. Bugbeewwcc.usu.edu. Diakses tanggal 20 Agustus
2016.
Condit, I.J. 1947. The fig. Massachusetts: Chronica Botanica Waltham, MA.
Fanesa, Anggia. 2011. “Pengaruh Pemberian Beberapa Zat Pengatur Tumbuh
terhadap Pertumbuhan Stek Pucuk Jeruk Kacang ( Citrus nobilis L.)”.
Fakultas Pertanian Universitas Nangro Aceh Darussalam; Aceh
Flaishman, Mose A, Victor Radov, Ed Stofer. 20008. “The fig: botany, horticulture
and breeding”. Department of Fruit Tree Sciences, Agricultural Research
Organization; Israel. J: Horticultural Reviews, Volume 34 (113-198).
Golombek S.D., and P. LUdders. 1990. “Effects of short-term salinity on leaf gas
exchange ofthe fig (Ficu.c carica L.)”. J: Plant & Soil 148:21-27.
Hidayat. 2010. “Pertumbuhan akar primer, sekunder dan tersier stek batang bibit
surian (Toona sinensis Roem)”. Jurnal Volume 10 No. 2. April
2010; 1- 8. Unwim-Jatinangor-Jawa Barat.
Himelrick. David G. 1999. “Fig production guide”. Alabama A&M and Auburn
Universities. Amerika Serikat.
Joseph, Baby and Justin Raj. 2011. “Pharmacognostic and phytochemical properties
of Ficus carica Linn” –an overview. Malankara Catholic College;
India. International Journal of PharmTech Research. CODEN (USA):
IJPRIF. Vol. 3, No.1, pp 08-12.
30

Komar, Tajudin Edi dan Dian Tita R. 2007. “Laporan Hasil Pembiakan Vegetatif
Ramin (Gonystylus bancanus) dalam Pengadaan Bibit”. Departemen
Kehutanan dan Internasional Tropical Timber Organization. Bogor;
Jawa Barat.
Kusuma, Agung Surya. 2003. “Pengaruh zat pengatur tumbuh Rotoone- F dan NAA
terhadap keberhasilan stek maglid”. Skripsi. Institut Pertanian Bogor;
Bogor.
Lawalata, Imelda Jeanette. 2011. “Pemberian beberapa kombinasi ZPT terhadap
regenerasi tanaman gloxinia (Siningia speciosa) dari eksplan batang
dan daun secara in vitro”. J.Exp. Life Sci. Vol. 1 No. 2. Hal 56-110.
Universitas Pattimura.
Marfirani, M, Yuni Sri Rahayu dan Evie Ratnasari. 2014. “Pengaruh pemberian
berbagai konsentrasi filtrat umbi bawang merah dan rootone-f
terhadap pertumbuhan stek melati Rato Ebu”. Lentera Bio Vol. 3 No.
1, Januari 2014: 73–76. Universitas Negeri Surabaya; Surabaya.
Marpaung, AE dan Hutabarat, RC. 2015. “Respons jenis perangsang tumbuh
berbahan alami dan asal setek batang terhadap pertumbuhan bibit tin
(Ficus carica L.)”. J. Hort. Vol. 25 No. 1, hal 37-43.
Mederes Adnan. 2008. “Production of fig (ficus carica l.) nursery plants by stem
layering method”, J: Agriculturae Conspectus Scientifi cus | Vol. 73
(2008) No. 3 (157-160)
Moko, H. 2004. “Teknik perbanyakan tanaman hutan secara vegetative”. Informasi
Teknis 2(1): 1-20.
Nurhasnin. 2010. “Penggunaan Berbagai Warna Sungkup dan Plastik dan Dosis
Bokashi pada Tanaman Caisin (Brassica cinensis)”. Tesis Universitas
Islam Riau; Riau.
Purnomosidhi P, Tarigan J, Surgana M, Roshetko JM. 2012. “Teknik Perbanyakan
Vegetatif”. Lembar Informasi AgFor No 2. Bogor, Indonesia. World
Agroforestry Centre - ICRAF, SEA Regional Offi ce. 6p.
Salisbury, Frank B dan Cleon W Ross. 1995. Fisiologi Tumbuhan Jilid 3. ITB Press;
Bandung
Santoso, Budi. 2011. “Pemberian IBA dalam berbagai konsentrasi dan lama
perendaman terhadap pertumbuhan stek kepuh (Sterculia foetida
Linn.)”. Skripsi. Sebelas Maret; Surakarta.
31

Setiowati. 2004. “Pengaruh ekstrak bawang merah (Allium cepa L) dan ekstrak
bawang putih (Allium sativum L) terhadap pertumbuhan stek bunga
mawar (Rosa sinensis L)”. Skripsi. Universitas Muhammadiyah
Malang; Malang.
Siddiqui and Syed Asghar Hussain. 2007. “Effect of Indole Butyric Acid and Types
of Cuttings on Root Initiation of Ficus Hawaii”. Sarhad J. Agric. Vol.
23, No. 4, 2007. Department of Horticulture, NWFP Agriculture
University Peshawar, Pakistan – Pakistan.
Siregar, Hermansyah dan teguh. 2013. “Pertumbuhan bibit lada perdu pada komposisi
media tanam berbeda dengan penyungkupan”. Universitas Bengkulu;
Bengkulu.
Sitorus, T. Irmansyah, Ferry Ezra T. Sitepu. 2015. “Respons pertumbuhan bibit setek
tanaman buah naga merah (Hylocereus costaricencis (Web) Britton &
Ross) terhadap pemberian auksin alami dengan berbagai tingkat
konsentrasi”. Jurnal Agroekoteknologi E-ISSN No. 2337- 6597 Vol.3.
No.4, September 2015. (541) :1557- 1565. USU; Medan.
Sudomo, A. Sugeng Pudjiono dan Moch Na’iem. 2007. “Pengaruh jumlah mata tunas
terhadap kemampuan hidup dan pertumbuhan stek empat jenis hibrid
murbei”. Jurnal Pemuliaan Tanaman Hutan Vol 1 no 1 Juli 2007. Balai
Besar Penelitian Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan. Ciamis.
Sudomo, A, Asep Rohandi dan Nina Mindawati. 2012. “Penggunaan zat pengatur
tumbuh Rootone-f pada setek pucuk manglid (Manglietia glauca )”.
Jurnal Penelitian Hutan Tanaman Vol. 10 No. 2, Juni 2013: 57-63
Supriyanto, dan K.E. Prakasa. 2011. “Pengaruh Zat Pengatur Tumbuh Rootone-F
terhadap Pertumbuhan Setek Duabanga mollucana Blume”. Jurnal
Silvikultur Tropika Vol. 03 No.01 Agustus 2011. Hal. 59-65. ISSN:
2086-8277.
Vebriansyah dan Angkasa. 2016. Peluang Kebunkan Tin. Trubus Edisi Februari
2016.

32

33