Askep Gerontik Dengan Gangguan Neurologi

PENDAHULUAN

 A. Pengertian
o Lansia menagalami penurunan koordinasi dan kemampuan dalam melakukan aktivitas
sehari-hari. Penuaan menyebabkan penurunan persepsi sensorik dan respon motorik pada
susunan saraf pusat dan penurunan reseptor proprioseptif. hal ini terjadi karena susunan
saraf pusat pada lansia mengalami perubahan morfologis dan biokimia. (Sri Surini
Pudjiastuti,Budi Utomo, 2003, hal : 11)
o Struktur dan fungsi system saraf berubah dengan bertambahnya usia. Berkurangnya
massa otak progresif akibat berkurangnya sel saraf yang tidak bisa diganti. (Smeltzer,
Suzanne C, buku ajar medical beda, edisi 8, 2001, hal:179)
Perubahan structural yang paling terlihat terjadi pada otak itu sendiri, walaupun bagian
dari system saraf pusat (ssp) juga terpengaruh.perubahan ukuran otak yang diakibatkan
oleh atrofi girus dan dilatasi sulkus dan ventrikel otak. Korteks cerebral adalah daerah
otak yang paling besar dipengaruhi oleh kehilangan neuron. Penurunan aliran darah
cerebral dan penggunaan oksigen dapat pula terjadi dengan penuaan.

 B. Anatomi Fisiologi Sistem Saraf Pada Lansia
Sistem persarafan pada manusia yang normal, maupun pada lansia yang telah mengalami
perubahan adalah sebagai berikut :
o Otak

o Perbandingan pada otak yang normal dan otak pada lansia
yang telah mengalami perubahan/penurunan fungsi adalah
sebagai berikut :
 Normal
o Otak terletak di dalam rongga kepala, yang pada orang
dewasa sudah tidak dapat lagi membesar, sehingga bila
terjadi penambahan komponen rongga kepala akan
meningkatkan tekanan intra cranial.
o Berat otak ≤ 350 gram pada saat kelahiran, kemudian
meningkat menjadi 1,375 gram pada usia 20 tahun,berat
otak mulai menurun pada usia 45-50 tahun penurunan ini
kurang lebih 11% dari berat maksimal. Berat dan
volume otak berkurang rata-rata 5-10% selama umur
20-90 tahun. Otak mengandung 100 million sel termasuk
diantaranya sel neuron yang berfungsi menyalurkan impuls
listrik dari susunan saraf pusat.

 2.

Lansia





Penuaan otak kehilangan 100.000 neuron / tahun. Neuron dapat
mengirimkan signal kepada beribu-ribu sel lain dengan kecepatan 200 mil/
jam. Terjadi penebalan atropi cerebral (berat otak menurun 10%)
antar usia 30-70 tahun. Secara berangsur angsur tonjolan dendrite
dineuron hilang disusul membengkaknya batang dendrit dan batang sel.
Secara progresif terjadi fragmentasi dan kematian sel. Pada semua sel
terdapat deposit lipofusin (pigment wear and tear) yang terbentuk di
sitoplasma, kemungkinan berasal dari lisosom atau mitokondria. RNA,
Mitokondria dan enzyme sitoplasma menghilang, inklusi dialin eosinofil
dan badan levy, neurofibriler menjadi kurus dan degenerasi
granulovakuole. Corpora amilasea terdapat dimana-mana dijaringan otak.
Berbagai perubahan degenerative ini meningkat pada individu lebih dari
60 tahun dan menyebabkan gangguan persepsi, analisis dan integrita, input
sensorik menurun menyebabkan gangguan kesadaran sensorik (nyeri
sentuh, panas, dingin, posisi sendi). Tampilan sesori motorik untuk
menghasilkan ketepatan melambat.


 Saraf Otonom
o Perbandingan pada saraf otonom yang normal dan saraf otonom pada lansia yang
telah mengalami perubahan/penurunan fungsi adalah sebagai berikut
o Normal
 Saraf simpati
 Bekerja untuk meningkatkan denyut jantung dan pernafasan serta menurunkan aktifitas
saluran cerna.
 Saraf parasimpatis
 Bekerjanya berlawanan dari saraf simpatis.
 b.
Lansia
 Pusat penegndalian saraf otonom adalah hipotalamus. Beberapa hal yang dikatakan
sebagai penyebab terjadinya gangguan otonom pada usia lanjut adalah penurunan
asetolikolin, atekolamin, dopamine, noradrenalin. Perubahan pada “neurotransmisi” pada
ganglion otonom yang berupa penurunan pembentukan asetil-kolin yang disebabkan
terutama oleh penurunan enzim utama kolin-asetilase.
 Terdapat perubahan morfologis yang mengakibatkan pengurangan jumlah reseptor kolin.
Hal ini menyebabkan predisposisi terjadinya hipotensi postural, regulasi suhu sebagai
tanggapan atas panas atau dingin terganggu, otoregulasi disirkulasi serebral rusak

sehingga mudah terjatuh.
o Sistem Saraf Perifer
 Perbandingan pada sistem saraf perifer yang normal dan sistem saraf perifer pada lansia
yang telah mengalami perubahan/penurunan fungsi adalah sebagai berikut:




















o Normal
 Saraf aferen
Berfungsi membawa informasi sensorik baik disadari maupun tidak, dari kepala,
pembuluh darah dan ekstermitas. Saraf eferen menyampaikan rangsangan dari luar ke
pusat.
 Saraf eferen
Berfungsi sebagai pembawa informasi sensorik dari otak menuju ke luar dari susunan
saraf pusat ke berbagai sasaran (sel otot/kelenjar).
b.
Lansia
 Saraf aferen
Lansia terjadi penurunan fungsi dari saraf aferen, sehingga terjadi penurunan
penyampaian informasi sensorik dari organ luar yang terkena ransangan.
 Saraf eferen
Lansia sering mengalami gangguan persepsi sensorik, hal tersebut dikarenakan terjadinya
penurunan fungsi saraf eferen pada sistem saraf perifer.
o Medulla spinalis

Perbandingan pada sistem saraf perifer yang normal dan sistem saraf perifer pada lansia
yang telah mengalami perubahan/penurunan fungsi adalah sebagai berikut:
Normal
Fungsinya :
Pusat gerakan otot tubuh terbesar yaitu, Cornu motorik/ cornu ventralis.
Mengurus kegiatan refleks spinalis dan refleks lutut.
Menghantarkan rangsangan koordinasi otot dan sendi menuju cerebellum.
Mengadakan komun ikasi antara otak dan semua bagian tubuh.
Lansia
Medulla spinalis pada lansia terjadi penurunan fungsi, sehingga mempengaruhi
pergerakan otot dan sendi di mana lansia menjadi sulit untuk menggerakkan otot dan
sendinya secara maksimal.

 12 syaraf kranial
 Nervus Olfactorius
 Fungsinya sebagai penciuman
 Sifatnya sensorik membawa rangsangan aroma dari hidung ke otak
 Nervus Optikus
 Fungsinya untuk menentukan ketajaman penglihatan dan lapangan
pandang mata

 Sifatnya sensoris, membawa rangsangan penglihatan ke otak
 Nervus Okulomotorius
 Fungsinya kontraksi pupil, pergerakan bola mata
 Sifatnya motorik,mensarafi otot-otot orbital

 Nervus Troklearis
 Fungsinya sebagai saraf pemutar bola mata ke bawah dan dalam
 Sifatnya motorik, mensarafi otot-otot orbital
 Nervus Trigeminus
 Fungsinya sebagai penggerak
 Sifatnya majemuk (sensoris motoris)
 Saraf ini mempunyai 3 cabang yaitu :
 Nervus Optalmikus : Sifatnya sensorik, mensarafi kulit kepala
bagian depan, kelopak mata
 Nervus : Sifatnya sensoris, mensarafi gigi atas, bibir atas, palatum,
hidung dan sinus maksilaris
 Nervus Mandibularis : Sifatnya majemuk, mensarafi otot
pengunyah, gigi bawah, dagu dan serabut rongga mulut dan lidah,
membawa rangsangan citra rasa ke otak
 Nervus Abdusen

 Fungsinya pergerakan bola mata ke lateral
 Sifatnya motoris, mensarafi otot orbital
 Nervus Facialis
 Fungsinya sebagai mimik wajah dan menghantarkan rasa pengecap
 Sifatnya majemuk, mensarafi wajah, otot-otot lidah dan selapu lender
rongga mulut
 Nervus Vestibulotroklearis
 Fungsinya sebagai pendengaran dan keseimbangan (vestibulo)
 Sifatnya sensoris, membawa rangsangan dari telinga ke otak
 Nervus Glasofaringeus
 Fungsinya menelan dan membawa rangsangan cita rasa ke otak
 Sifatnya majemuk, mensarafi faring, tonsil, dan lidah
 Nervus Vagus
 Fungsinya sebagai perasa
 Sifatnya majemuk, mensarafi faring, laring, esofagus, gaster, dan kelenjar
pencernaan
 Nervus Assesorius
 Fungsinya untuk mengkaji otot sternokleidomastoideus dan muskulus
trapezius
 Nervus Hipoglosus

 Fungsinya pergerakan lidah dalam berbicara dan menelan
 Sifatnya motoris, mensarafi otot-otot lidah

 C.

Perubahan Sistem Saraf Pada Lansia
o Perubahan dari sistem persarafan dapat ditipicu oleh gangguan dari stimulasi dan
inisiasi terhadap respon dan pertambahan usia. Pada lansia dapat diasumsikan
terjadi respon yang lambat

yang dapat mengganggu performance dalam

beraktivitas. Kualitas performance pada lansia akan menurun disebabkan antara
lain oleh motivasi, kesehatan, dan pengaruh lingkungan.
o Lansia mengalami kemunduran dalam kemampuan mempertahankan posisi
mereka dan menghindari kemungkinan jatuh. Kemampuan mempertahankan
posisi dipengaruhi oleh tiga fungsi yaitu:
 Keseimbangan (Balance)
 Postur tubuh
 Kemampuan berpindah

 Gangguan yang sering muncul pada lansia antara lain Dizzines, lightheadedness dan
vertigo.
o Dizziness
o Sistem saraf pusat mengintegrasi pesan sensorik dari berbagai reseptor untuk
menjaga keseimbangan dan pergerakan untuk berinteraksi dengan obyek dan
lingkungan. Orang yang tidak dapat menerima informasi atau mengalami
kegagalan mengintegrasi informasi secara tepat dapat mengalami dizziness.
Dizziness dapat dikategorikan menjadi:


Perasaan berputar, biasanya disebut vertigo yaitu perasaan berputar.
Biasanya berhubungan dengan gangguan sistem vstibular, berlangsung
spontan dapat disertai dengan nausea dan muntah.



Impending faint, dizziness menimbulkan sensasi pandangan kabur yang
biasanya disebabkan kurangnya suplai darah atau nutrisi ke dalam otak,
dapat juga timbul pada lansia dengan postural hypotension, dapat disertai
dengan dengingan di telinga, gangguan pandangan dan diaporesis.




Disekuilibrium, kehilangan keseimbangan tanpa abnormal sensasi pada
kepala. Terjadi pada orang yang berjalan dan kehilangan keseimbangan
saat mereka duduk, biasanya karena gangguan kontrol sistem motorik.



Vague lightheadedness, biasanya karena memiliki gangguan sensori
multipel seperti neuropati periperal,katarak, spondilosis servikal, dapat
juga memiliki gangguan gangguan vestibular dan fungsi auditori.

o Sinkop
o Sinkop disebabkan karena gangguan pada baroreseptor pada leher atau perubahan
pada aliran darah arteri sistemik. Biasanya berhubungan dengan batuk, mikturisi
atau hipotensi postural.

Sinkop karena batuk biasanya terjadi pada usia

pertengahan sampai usia lanjut, terutama pada perokok, empisema dan bronkhitis.
Sinkop karena mikturisi karena bendungan urine yang banyak. Sinkop karena
hipotensi postural terjadi bila tekanan darah turun sebesar 20 mmHg atau lebih
yang terjadi pada saat seseorang secara tiba-tiba bangkit dari posisi berbaring atau
duduk. Pada lansia perlu ditekankan untuk bangkit secara perlahan dari tpilet
untuk mencegah terjadinya sinkop mikturisi, dan bangkir secara perlahan dari
tempat tidur atau kursi untuk menghindari sinkop karena hipotensi postural.
 Hipotermi dan Hipertermi
o Lansia memiliki resiko besar untuk mengalami hipotermi atau hipertermi.
Hipotermia terjadi bila suhu tubuh mencapai 35oC atau kurang. Banyak penyebab
dari hipotermi, biasanya karena terpapar oleh lingkungan. Dapat juga disebabkan
karena kurangnya aktivitas fisik, isolasi sosial, usia karena berkurangnya lapisan
lemak

dan

jaringan

subkutaneus,

gangguan

mekanisme

termoregulasi,

alkoholisme, diabetes, penyakit kariovaskular dan serbrovaskular, dan infeksi.
Pada lansia ditandai dengan suhu tubuh turun, kulit dingin dan sianosis, suara
serak, dan alur pikir yang lambat.
o Heat stroke merupakan masalah serius yang sering terjadi pada lansia.
Penyebabnya adalah gangguan fungsi termoregulasi yang mengakibatkan
peningkatan suhu tubuh karena gangguan pada proses radiasi, konveksi dan
evaporasi. Gejala yang timbul biasanya sakit kepala, dizziness, kelemahan,
nausea, muntah dan elevasi suhu tubuh hingga 40oC atau lebih. Hipertermi pada

lansia biasanya diatasi dengan menggunakan air dingin dan mandi dengan
melakukan masase untuk mencegah vasokonstriksi periper.
 Gangguan tidur
o Pada umumnya lansia memerlukan waktu yang lama untuk tidur dan sering
terbangun pada malam hari. Biasanya disebabkan penurunan kemampuan utuk
mencapai tidur yang dalam yang berhubungan dengan beberapa faktor seperti
nokturia, ansietas, dan gangguan psikologis. Lansia biasanya mengalami “light
sleepers” karena gangguan pada saat transisi antara masa tidur dan masa
wakefullness.
 Delirium
o Delirum merupakan gangguan fungsi intelektual karena kerusakan pada
metabolisme otak. Biasanya ditandai dengan menurunnya perhatian, disorganisasi
dalam berpikir, disorientasi, gangguan dalam mengingat, gangguan bicara,dan
perubahan aktivitas motorik. Keadaan ini dapat jatuh pada keadaan stupor atau
koma, misinterpretasi, ilusi atau halusinasi, ansietas, depresi, iritabel, marah
apatis dan euporia. Etiologi dari delirum

antara lain gangguan pemenuhan

oksigen, substrat, kofaktor metabolik, penyakit organ seperti otak, keracunan,
gangguan keseimbangan cairan, ion, asm basa pada sel saraf.
 Demensia
o Merupakan gangguan fungsi intelektual yaitu kehilangan memori dan perubahan
kepribadian. Penderita biasanya mengalami gangguan dalam interaksi sosial,
memecahkan masalah, mengingat, orientasi dan berperilaku. Karakteristik dari
demensia antara lain aphasia, agnosia dan perubahan kepribadian.
 Salah satu bentuk dari demensia pada lansia yang sering terjadi adalah Azlheimers
disease.
 Alzheimer Disease
o Penyebab dari penyakit ini belum diketahui. Berbagai penyebab telah diduga,
termasuk akibat defek gen, infeksi, kesalahan tubuh dalam pembentukan, protein

(khususnya protein amiloid), dan terpapar racun atau factor-faktor di lingkungan
yang menyebabkan perubahan pada sel-sel saraf.
 Melalui penelitian bertahun-tahun, terjadi berbagai perubahan pada penderita Alzheimer:
 Perubahan di luar
o Seperti sel saraf yang mati mempengaruhi otak menjadi mengecil
o Area otak yang sering dipengaruhi adalah area kontrol yang memiliki banyak
fungsi sel memori, berpikir logis dan kepribadian
o Area lain di otak dapat juga terpengaruh dan menunjuk kerusakan
o Area tersebut menjadi mengecil, ruang otak yang terisi cairan (ventrikel) menjadi
lebar
 Perubahan mikroskopis
 Struktur mikroskopis tertentu di sel saraf (disebut serabut neurofibril) yang ditulis oleh
psikiater Jerman Alois Alzheimer (1864-1915), yang pertama menggambarkan gangguan
ini, dan diberi nama seperti namanya. Perubahan mikroskopis lain juga ditemukan pada
otak penderita, tetapi pola ini menimbulkan gejala yang tidak diketahui
 Apapun penyebabnya, Alzheimer diakibatkan kegagalan penyebaran sel-sel saraf.
 Hubungan dengan pengantar kimia tertentu (substansi yang diperlukan untuk membantu
perjalanan pesan melalui otak) akan tampak
 Sel saraf yang mati sering mengandung pengantar kimia yang disebut asetilkolin
 Tingkat terendah dari enzim kunci (kolin asetil transferase) yang diperlukan untuk
pembentukan pengantar kimia yang telah ada di otak penderita Alzheimer
 Berbagai usaha untuk mengobati penyakit ini dengan pengobatan medis yang
meningkatkan tingkat asetilkolin otak belum ada yang berhasil
 Tingkatan yang rendah dari pengantar kimia yang lain di otak (seperti serotinin dan
norepinefrin) dapat juga mempengaruhi
 Meskipun banyak kasus yang terjadi secara spontan, 5%-10% kasus di dalam satu
keluarga.
 Defek dari satu kromosom particular berhubungan dengan penyakit ini dalam beberapa
kasus

 Kromososm ini terletak pada protein amiloid gen, seperti kromosom pada down
syndrome juga menderita Alzheimer pada usia sekitar 40 tahun
 D. Etiologi
 Sebagaiman dikemukakan di atas, proses desak ruang intrakranial dapat desibabkan oleh
berbagai keadaan yang meyebabkan berubahnya volume salah satu komponen intra
kranial. Berikut beberapa keadaan tersebut:
o Peningkatan volume darah jaringan otak:
 Edema serebral
 Trauma
 Pembedahan
 Stroke
 Tumor.
o Peningkatan volume darah otak
 Hematoma
 Malformasi AV
 Anurisme
 Stroke
 Peningkatan PCO2
o Peningkatan volume cairan serebrosinal
 Peningkatan produksi, hidrosefalus
 Penurunan reabsopsi

 E.Patofisiologi
o Dinamika Ruang Intrakranial
 Hipotesis Monro-Kellie menyatakan bahwa volume intrakranial sama dengan volume
otak (80-85%) ditambah volume darah serebral (3-10%) dan volume cairan serebrospinal
(8-12%). Perubahan volume dari salah satu komponen karena proses desak ruang dapat
menyebabkan peningkatan tekanan intrakranial.
 Dalam keadaan normal, otak mempunyai kemampuan melakukan autoregulasi aliran
darah serebral untuk menyesuaikan dengan perubahan komponen intrakranial lainnya.
Autoregulasi menjamin aliran darah konstan melalui pembuluh darah serebral di atas
rentang tekanan perfusi dengan cara mengubah diameter pembuluh darah dalam berespon
terhadap tekanan perfusi serebral. Tetapi berbagai faktor dapat mengubah kemampuan
pembuluh serebral untuk melakukan kontriksi dan dilatasi seperti iskemia, hipoksia,
hiperkapnea dan trauma otak. Karbondioksida merupakan vasodilator yang paling poten
pada pembuluh serebral, dapat menyebabkan kenaikan aliran darah serebral dan
selanjutnya dapat meningkatkan tekanan intrakranial.
 Autoregulasi dapat berfungsi dalam batasan:
 Tekanan perfusi serebral > 60 mmHg

 Tekanan arteri rata-rata
 Tekanan intrakranial
 Bila mekanisme autoregulasi terganggu, aliran darah serebral berfluktuasi sesuai dengan
tekanan darah sistemik. Setiap aktivitas yang menyebabkan peningkatan tekanan darah
seperti batuk, suksion dan kecemasan dapat menyebabkan peningkatan aliran darah
serebral yang dapat meningkatkan tekanan intrakranial.
 Otak mampu melakukan kompensasi atau menerima perubahan minimal pada volume
kolaps parsial sisterna, ventrikel dan sistem vaskuler, juga menurunkan pembentukan dan
meningkatkan reabsorbsi cairan serebrospinal. Selama masa kompensasi, TIK tetap
cukup konstan. Bila mekanisme kompensasi ini telah digunakan sampai batas
kemampuan otak, peningkatan TIK tidak dapat diterima lagi dan akan terjadi herniasi
yang mengakibatkan terhentinya aliran darah serebral sebagai konsekuensi yang paling
berat.
o Tekanan Perfusi Serebral (TPS)
 Aliran darah serebral berjalan dalam TPS > 60 mmHg. Di bawah tingkat ini, suplai darah
ke otak tidak adekuat dan akan terjadi hipoksia neural dan dapat terjadi kematian sel
neuron. Saat tekanan perfusi menurun, respon kardiovaskuler adalah meningkatkan
tekanan darah sistemik. Sistem autoregulasi yang berfungsi mempertahankan aliran darah
serebral yang konstan tidak berfungsi bila TPS\

 F. Komplikasi
 Masalah Sensori Pada Lansia
o Mata atau penglihatan
 Kornea, lensa, iris, aquous humormvitrous humor akan mengalami perubahan seiring
bertambahnya usia., karena bagian utama yang mengalami perubahan / penurunan
sensifitas yang bisa menyebabkan lensa pada mata, produksi aquous humor juga
mengalami penurunan tetapi tidak terlalu terpengaruh terhadap keseimbangan dan
tekanan intra okuler lensa umum. Bertambahnya usia akan mempengaruhi fungsi organ
pada mata seseorang yang berusia 60 tahun, fungsi kerja pupil akan mengalami
penurunan 2/3 dari pupil orang dewasa atau muda, penurunan tersebut meliputi ukuranukuran pupil dan kemampuan melihat dari jarak jauh. Proses akomodasi merupakan
kemampuan untuk melihat benda-bend dari jarak dekat maupun jauh. Akomodasi
merupakan hasil koordianasi atas ciliary body dan otot-otot ins, apabial sesorang
mengalami penurunan daya akomodasi makaorang tersebut disebut presbiopi.
5 masalah yang muncul ada lansia :
 Penurunan kemampuan penglihatan
 ARMD ( agp- relaed macular degeneration )
 Glaucoma
 Katarak
 Entropion dan ekstropion

o Glaukoma
 Glaukoma dapat terjadi pada semua usia tapi resiko tinggi pada lansia usia 60 tahun
keatas, kerusakan akibat glaukoma sering tidak bisa diobati namun dengan medikasi dan
pembedahan mampu mengurangi kerusakan pada mata akibat glaukoma. Glaukoma
terjadi apabila ada peningkatan tekanan intra okuler ( IOP ) pada kebanyakan orang
disebabkan oleh oleh peningkatan tekanan sebagai akibat adanya hambatan sirkulasi atau
pengaliran cairan bola mata (cairan jernih berisi O2, gula dan nutrisi), selain itu
disebabkan kurang aliran darah kedaerah vital jaringan nervous optikus, adanya
kelemahan srtuktur dari syaraf.
o Strok
 Adalah penyakit padasistem syaraf pusat ( otak ) yang ditandai dengan gangguan pada
peredaran darah, baik itu karena sumbatan pembuluh darah maupun pendarahan
( pecahnya pembuluh darah ) di otak sehingga menyebabkan gangguan anatomo dan
fisiologi otak.
 Faktor-faktor penyebabnya :
 Tekanan darah tinggi
 Penyakit jantung
 Kencing manis
o Radang otak
 Adalah penyakit yang disebabkan oleh masuknya bakteri / virus / parasit kedalam otak
dan selaput otak. Gejala awalnya adalah panas badan tinggi, badan lemah, kaku leher
dan muntah-muntah yang tidak membaik dengan obat-obatan biasa. Penyakit timbul
apabila keradangan meluas sampai timbul bengkak otak dan atau abses ( borok ) otak
sehingga menimbulkan penurunan kesadaran ( coma ).
 G. Test Diagnostik
 Tes diagnostik yang sering dilakukan diuraikan pada tabel berikut:
a. CT Scan
 CT Scan memberikan gambaran rinci dari struktur tulang, jaringan dan cairan tubuh.
Dapat menunjukkan perubahan struktur karena tumor, hematom atau hidrosefalus.
 b.
MRI (Magnetic Resonance Imaging)
 Sacn dengan MRI membuat gambaran grafis dari struktur tulang, cairan dan jaringan
lunak. Dapat memberikan hasil yang lebih jelas tentang detail anatomi dan dapat
membantu diagnosis tumor yang kecil atau sindrom infark dini.
 c.
PET (Positron Emission Tomografi)
 Test dignostik untuk mengukur proses fisiologis dan biokimia dalam sistem saraf. Daerah
tertentu dapat teridentifikasi sebagai berfungsi atau tidak.
 d.
Angiografi Serebral
 Merupakan pemeriksaan radiografi dengan menggunakan kontras berupa zat warna radioopak yang disuntikkan dengan kateter ke dalam sirkulasi arteri serebral. Hasilnya
memperlihatkan patensi pembuluh darah, penyempitan, oklusi dan abnormalitas struktur









(aneurisma), pergeseran pembuluh (tumor dan edema) dan perubahan aliran darah
(malformasi AV).
e.
Mielografi
Ruang subarakhnoid spinal diperiksa terhadap obstruksi total atau sebagian yang
berhubungan dengan perubahan letak tulang, kompresi medula spinalis atau herniasi
cakram intervertebrata.
f.
EEG (Elektroensefalografi)
Membantu mendeteksi dan menemukan tempat aktivitas listrik abnormal dalam korteks
serebri
g.
Pungsi Lumbal
Pemeriksaan CSS terhadap adanya darah, perubahan karater, jumlah sel, protein, dan
glukosa dan memperkirakan TIK.

 ASUHAN KEPERAWATAN
 A. Fokus Pengkajian
o Riwayat Keperawatan
o Hal-hal yang perlu ditanyakan pada anamnesis riwayat neurologis:
 Trauma yang baru terjadi yang dapat mempengaruhi sistem saraf
(jatuh, kecelakaan lalulintas)
 Infeksi yang baru terjadi termasuk sinusitis, infeksi telinga dan
sakit gigi.
 Sakit kepala dan masalah-masalah gangguan daya konsentrasi dan
ingatan yang baru terjadi.
 Perasaan pusing, kehilangan keseimbangan, melayang, melamun,
tinitus dan masalah pendengaran.
 Kecanggungan atau kelemahan ekstremitas, kesulitan berjalan.
 Penyimpangan sensoris (kesemutan, baal, hipersensitivitas, nyeri)
atau kehilangan sensori pada wajah, badan dan ekstremitas.
 Impotensi dan kesulitan berkemih.
 Kesulitan dalam kegiatan sehari-hari.
 Efek masalah pada pola hidup, kinerja pekerjaan dan interaksi
sosial.
 Penggunaan tembakau, alkohol dan obat-obat tertentu.
o Pengkajian Fisik
o Hal-hal yang perlu dilakukan pada pemeriksaan fisik neurologis adalah:
 Pemeriksaan tingkat kesadaran (GCS)
 Tingkat kesadaran dapat digambarkan secara kualitatif seperti sadar, letargi, stupor,
semikoma dan koma atau secara kuatitatif dengan menggunakan Glasgow Coma Scale.
 Gerakan, kekuatan dan koordinasi otot ekstremitas.

 Kelemahan otot merupakan tanda penting pada beberapa gangguan neurologis. Beberapa
tes khusus digunakan untuk mendeteksi kelainan yang lebih spesifik seperti tes Romberg
untuk memeriksa koordinasi keseimbangan tubuh tes koordinasi jari hidung untuk
memeriksa kemampuan koordinasi ekstremitas atas.
 Status mental
 Pemeriksaan status mental meliputi perhatian, daya ingat, afek, bahasa, pikiran dan
persepsi (person, time and space)..
 Refleks
 Refleks terjadi jika stimulasi sensori menimbulkan respon motorik. Refleks yang
diperiksa meliputi refleks regangan otot (refleks tendon), refleks kutaneus (superfisial)
dan adanya refleks abnormal seperti refleks Babinski.
 Gerakan involunter
 Gerakan involunter adalah gerakan bagian tubuh yang tidak dapat dikendalikan seperti
tremor, fasikulasi, klonus, mioklonus, hemibalismus, chorea dan atetosis.
 Perubahan pupil
 Pupil dapat dinilai ukuran dan bentuknya serta respon terhadap cahaya.
 Tanda vital
 Tanda klasik peningkatan TIK meliputi kenaikan tekanan sistolik dalam hubungan
dengan tekanan nadi yang membesar, nadi lemah atau lambat dan pernapasan tidak
teratur.
 Saraf kranial
 Tes fungsi saraf kranial diperiksa satu persatu untuk melihat adanya kelainan yang
spesifik.
 B.

DIAGNOSA KEPERAWATAN
o Diagnosa-diagnosa berikut ini adalah sebagian diagnosa yang dapat di angkat
pada pasien lansia dengan gangguan sistem persarafan yang di kutip dari diagnosa
keperawatan NANDA.
o Resiko tinggi cedera berhubungan dengan penurunan fungsi fisiologis dan
kognitif.
o Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan secara menyeluruh.
o Gangguan persepsi sensori (visual, auditori, kinestetik, pengecapan, taktil,
penciuman) berhubungan dengan perubahan penerimaan sensori, transmisi dan
integrasi.
o Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan perubahan/penurunan sistem
saraf.
o C. INTERVENSI KEPERAWATAN
o Resiko tinggi cedera berhubungan dengan penurunan fungsi fisiologis dan
kognitif.
Tujuan :



 Intervensi :













Pasien bebas dari resiko cedera.
Tidak memperlihatkan tanda cedera fisik.

Kaji status mental dan fisik.
Lakukan strategi untuk mencegah cedera yang sesuai untuk status
fisiologis.
 Pertahankan tindakan kewaspadaan.
 Singkirkan atau lepaskan alat-alat yang dapat membahayakan pasien.
 Hindari tugas-tugas yang membahayakan.
o Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan secara menyeluruh.
Tujuan :
 Pasien akan mengidentifikasikan aktifitas dan/atau situasi yang
menimbulkan kecemasan yang berkontribusi pada intoleransi aktivitas.
 Pasien dapat menampilkan aktivitas kehidupan sehari-hari (AKS).
Intervensi :
 Kaji respon emosi, sosial, dan spiritual terhadap aktivitas.
 Evaluasi motivasi dan keinginan pasien untuk meningkatkan aktivitas.
 Hindari menjadwalkan aktivitas selama periode istirahat.
 Bantu pasien untuk mengubah posisi secara berkala dan ambulasi yang
dapat di toleransi.
o Gangguan persepsi sensori (visual, auditori, kinestetik, pengecapan, taktil,
penciuman) berhubungan dengan perubahan penerimaan sensori, transmisi dan
integrasi.
Tujuan :
 Pasien dapat menunjukkan kemampuan kognitif.
 Pasien dapat mengidentifikasikan diri, orang, tempat, dan waktu.
Intervensi :
 Pantau perubahan status neurologis pasien.
 Pantau tingkat kesadaran pasien.
 Identifikasikan factor yang berpengaruh terhadap gangguan persepsi
sensori.
 Pastikan akses dan penggunaan alat bantu sensori.
 Tingkatkan jumlah stimulus untuk mencapai tingkat sensori yang sesuai.
d.
Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan perubahan/penurunan sistem
saraf pusat.
Tujuan :
 Pasien dapat berkomunikasi dengan baik.
Intervensi :
 Kaji kemampuan berbicara, menulis, membaca, dan memahami simbol.
 Anjurkan kunjungan keluarga secara teratur untuk memberikan stimulasi
sebagai komunikasi.



Anjurkan pasien untuk berkomunikasi secara perlahan.

DAFTAR PUASTAKA

 Handayani Sri, Dkk. 2006. Seri Asuhan Keperawatan “Klien Gangguan Sistem Muskuloskeletal”.
Jakarta : EGC.
 Barbara C. Long, 1989. Perawatan Medical Bedah (Suatu Pendekatan Proses Keperawatan) Sint
Louis. Mosby Year Book. Inc.
 Hudak and Gallo, 1994. Keperawatan Kritis, Philadelphia Lippincott Company.
 Lueckenotte, 1998. Pengkajian Gerontologi. Jakarta, Penerbit Buku Kedokteran, EGC.
 Wahjudi Nugroho, 1992. Perawatan Lanjut Usia. Jakarta, Penerbit Buku Kedokteran, EGC.
 Price, Sylvia A. 2002. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta: EGC
 Robbins. 2007. Buku Ajar Patologi. Jakarta: EGC

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikim Wr. Wb.
Alhamdullilahirabbil’alamin, dengan mengucap syukur kepada Allah SWT yang
mana atas berkat Rahmat dan Ridho-Nya jualah sehingga kami dapat menyelesaikan makalah
ini. Tak lupa pula kami ucapkan Shalawat dan Salamnya kepada Rosulullah SAW yang mana
beliau sebagai suri tauladan kita sehingga kita dapat menuntut ilmu dari apa-apa yang dibawanya
dan mencontoh sikapnya.
Seiring berjalannya zaman, ilmu semakin diperlukan oleh siapa saja dan tak mengenal
usia. Oleh karena itu, kami sedikit membuat tulisan dalam makalah ini yang semoga dapat
menambah ilmu para pembaca. Selain itu, dalam penyusunan makalah ini kami selaku penyusun
banyak mendapatkan bantuan dari berbagai pihak baik itu secara langsung maupun tidak
langsung atas penyelesaian makalah ini. kami menyadari bahwa tanpa bantuan dan bimbingan
dari para dosen pembimbing serta semangat dari teman-teman, makalah ini tidak akan dapat
terselesaikan.
Kami sangat menyadari bahwasannya makalah ini masih banyak kekurangan dan
kesalahan. Oleh sebab itu, kami mengharapkan saran dan kritiknya demi kesempurnaan makalah
ini. Harapan penulis semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Bandar lampung, 23 September 2014

TIM PENYUSUN

TUGAS
KOMUNITAS 2
PERUBAHAN FISIOLOGI SISTEM PERSYARAFAN
PADA LANSIA

DISUSUN OLEH:
M. JEFRI AMHARUDIN

(12320043)

SUPRIADI

(12320069)

NURJANAH

(12320056)

PROGRAM STUDY ILMU KKEPERAWATAN
UNIVERSITAS MALAHAYATI
BANDAR LAMPUNG

2014

Dokumen yang terkait

Analisis Pengendalian Persediaan Bahan Baku Tembakau Dengan Metode Economic Order Quantity (EOQ) Pada PT Mangli Djaya Raya

3 126 8

Hubungan Antara Kompetensi Pendidik Dengan Kecerdasan Jamak Anak Usia Dini di PAUD As Shobier Kecamatan Jenggawah Kabupaten Jember

4 116 4

Analisis Prioritas Program Pengembangan Kawasan "Pulau Penawar Rindu" (Kecamatan Belakang Padang) Sebagai Kecamatan Terdepan di Kota Batam Dengan Menggunakan Metode AHP

10 65 6

Perancangan Sistem Informasi Akuntansi Laporan Keuangan Arus Kas Pada PT. Tiki Jalur Nugraha Ekakurir Cabang Bandung Dengan Menggunakan Software Microsoft Visual Basic 6.0 Dan SQL Server 2000 Berbasis Client Server

32 174 203

Penerapan Data Mining Untuk Memprediksi Fluktuasi Harga Saham Menggunakan Metode Classification Dengan Teknik Decision Tree

20 110 145

Pembangunan Sistem Informasi di PT Fijayatex Bersaudara Dengan Menggunakan Pendekatan Supply Chain Management

5 51 1

Prosedur Pelaporan Surat Pemberitahuan Pajak Pengahsilan (SPT PPn) Dengan Menggunakan Elektronik Surat Pemberitahuan (E-SPT PPn 1111) Pada PT. INTI (Persero) Bandung

7 57 61

Pembangunan Aplikasi Augmented reality Sistem Eksresi Pada Manusia Dengan Menggunakan Leap Motion

28 114 73

Sistem Pemasaran Dan Pemesanan Barang Dengan Metode Customer Relationship Management Berbasis Web Pada PT.Yoshindo Indoensia Technology Jakarta

11 68 215

Oksidasi Baja Karbon Rendah AISI 1020 Pada Temperatur 700 °C Yang Dilapisi Aluminium Dengan Metode Celup Panas (Hot Dipping)

3 33 84