Ruang Lingkup Hukum Kontrak Contract Dra

Ruang Lingkup Hukum Kontrak
Makalah Ini Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Dalam
Mata Kuliah
“Perancangan Kontrak (Contract Drafting)”
Dengan Dosen Pengampu: Muhamad Kholid, S.H.,M.H.

Disusun Oleh:
Ilman Muhamad Asodiq (1143020089)

Jurusan Hukum Ekonomi Syariah (Muamalah) HPS/ VI/ B
Fakultas Syari’ah dan Hukum
Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati Bandung
2017 M / 1438 H

KATA PENGANTAR
Segala puji hanya milik Allah SWT. Yang telah melimpahkan rahmat dan
ridha-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas makalah ini guna memenuhi
tugas mata kuliah Contract Drafting. Shalawat serta salam semoga tetap tercurah
kepada Nabi Muhammad SAW.
Dalam penyusunan tugas atau materi ini, tidak sedikit hambatan yang penulis
hadapi. Namun penulis menyadari bahwa kelancaran dalam penyusunan materi ini

tidak lain berkat bantuan, dorongan, dan bimbingan orang tua, sehingga kendalakendala yang penulis hadapi teratasi.
Makalah ini disusun agar pembaca dapat memperluas ilmu tentang Ruang
lingkup hukum kontrak. Yang kami sajikan dari berbagai sumber. Makalah ini di
susun oleh penyusun dengan berbagai rintangan. Baik itu yang datang dari diri
penyusun maupun yang datang dari luar. Namun dengan penuh kesabaran dan
terutama pertolongan dari Allah akhirnya makalah ini dapat terselesaikan.
Makalah ini bukanlah karya yang sempurna karena masih memiliki banyak
kekurangan, baik dalam isi maupun sistematika dan teknik penulisannya. Oleh sebab
itu, penulis sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun demi
kesempurnaan makalah ini. Akhirnya semoga makalah ini bisa memberikan manfaat
bagi penulis dan bagi pembaca. Amin.

Bandung, April 2017

Penyusun

i

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.........................................................................................


i

DAFTAR ISI........................................................................................................

ii

BAB I PENDAHULUAN....................................................................................
A. Latar Belakang Masalah.......................................................................

1

B. Rumusan Masalah.................................................................................

2

BAB II PEMBAHASAN.....................................................................................

3


A. Istilah Hukum Kontrak.........................................................................

3

B. Pengertian Hukum Kontrak..................................................................

4

C. Sistem Pengaturan Hukum Kontrak......................................................

7

D. Sumber Hukum kontrak........................................................................

8

E. Asas-asas Hukum Kontrak....................................................................

16


F. Manfaat Perancangan Kontrak..............................................................

20

BAB III PENUTUP.............................................................................................

22

Simpulan................................................................................................................

22

DAFTAR PUSTAKA

ii

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Kontrak yang dilakukan dewasa ini banyak terkait dengan masalah
perdagangan, dimana Islam tidak membenci perdagangan, bahkan Islam
menganggap perdagangan ini sebagai salah satu wasilah kerja yang disyariatkan,
sehingga Al-Qur'an memberikan sifat yang baik terhadapnya.1
Berbicara tentang kehidupan sehari-hari sebenarnya tidak

lepas dari

masalah kontrak, baik yang disadari maupun tidak disadari, oleh karena itu setiap
orang seharusnya memahami hukum kontrak,

paling tidak adalah ketentuan-

ketentuan penting dalam hukum kontrak. Namun bagi orang yang beragama
Islam seharusnya memahami hukum kontrak tersebut harus pula disertai dengan
pemahaman hukum Islam agar tidak "tergelincir" dalam suatu kontrak yang
dilarang berdasarkan hukum Islam.
Hukum kontrak merupakan bagian dari hukum perikatan karena setiap
orang yang membuat kontrak terikat untuk memenuhi kontrak tersebut. Era
reformasi adalah era perubahan. Perubahan disegala bidang kehidupan demi

tercapainya kehidupan yang lebih baik. Salah satunya adalah dibidang hukum.
Dalam bidang hukum, diarahkan pada pembentukan peraturan perundangundangan yang memfasilitasi kehidupan berbangsa dan bernegara. Seperti kita
ketahui bahwa banyak peraturan perundang-undangan kita yang masih berasal
dari masa pemerintahan Hindia Belanda.
Hukum kontrak kita masih mengacu pada Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata atau Burgerlijk Wetboek Bab III tentang Perikatan (selanjutnya disebut
buku III) yang masuk dan diakui oleh Pemerintahan Hindia Belanda melalui asas
Konkordansi yaitu asas yang menyatakan bahwa peraturan yang berlaku di negeri
Belanda berlaku pula pada pemerintahan Hindia Belanda (Indonesia), hal tersebut

1

Yusuf Qardhawi, 1995 , Fatwa-fatwa Kontemporer, Jakarta : Gema insani press, Hlm. 752.

1

untuk memudahkan para pelaku bisnis eropa/ Belanda agar lebih mudah dalam
mengerti hukum.
Dan seiring berjalannya waktu maka pelaku bisnis lokal pun harus pula
mengerti isi peraturan dari KUHPerdata terutama Buku III yang masih merupakan

acuan umum bagi pembuatan kontrak di Indonesia.
B. Rumusan Masalah
1. Apa Istilah Hukum Kontrak?
2. Apa Pengertian Hukum Kontrak?
3. Bagaimana Sistem Pengaturan Hukum Kontrak?
4. Apa Saja Sumber-Sumber Hukum Kontrak?
5. Apa Saja Asas-Asas Hukum Kontrak?
6. Apa Manfaat Perancangan Kontrak?

2

BAB II
PEMBAHASAN
A. Istilah Hukum Kontrak
Hukum kontrak merupakan bagian dari hukum perikatan, bahkan oleh
sebagian ahli hukum menempatkan sebagai bagian dari hukum perjanjian, karena
kontrak sendiri ditempatkan sebagai perjanjian tertulis,

tapi saya tidak ingin


membedakan antara hukum kontrak dan hukum perjanjian. Pembagian antara
hukum kontrak dan hukum perjanjian tidak dikenal dalam Bw, karena dalam Bw
hanya dikenal perikatan yang lahir dari perjanjian( kontrak) dan yang lahir dari
undang-undang atau yang secara lengkap dapat diuraikan sebagai berikut.2
Istilah hukum perjanjian atau kontrak berasal dari bahasa Inggris, yaitu
contract of law, sedangkan dalam bahasa Belanda disebut dengan istilah
overeenscomstrecht.
Dalam bahasa Arab ada dua istilah yang berkaitan dengan perjanjian atau
kontrak, yaitu kata akad (al-‘aqadu) dan kata 'ahd (al-ahdu), Al-Qur'an memakai
kata pertama dalam arti perikatan atau perjanjian, sedangkan kata yang kedua
berarti masa, pesan, penyempurnaan, dan janji atau perjanjian.3
Dengan demikian, istilah akad dapat disamakan dengan perikatan atau
verbintenis, sedangkan kata al-'ahdu dapat istilah dikatakan sama dengan istilah
perjanjian atau evereenkomst, yang dapat diartikan sebagai suatu pernyataan dari
seseorang untuk mengerjakan atau tidak mengerjakan sesuatu, dan tidak ada
sangkut pautnya dengan kemauan pihak lain. Jadi hanya mengikat bagi orang
yang bersangkutan sebagaimana yang telah diisyaratkan dalam Al-Qur'an surat
Ali Imran ayat 76.4
Suatu perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seseorang berjanji kepada
seorang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu

hal. Dari peristiwa ini, timbullah suatu hubungan antara dua orang tersebut yang
dinamakan perikatan. Dengan demikian perjanjian itu menerbitkan suatu perikatan
2

Ahmadi Miru, 2013, Hukum Kontrak Perancangan Kontrak, Jakarta: Rajawali Pers, Hlm. 1.
Abdul Ghofur Anshori, 2006, Pokok-pokok Hukum Perjanjian Islam di Indonesia, Yogyakarta:
Citra Media, Hlm. 19.
4
Ibid, Hlm. 20.
3

3

antara dua orang yang membuatnya. Dalam bentuknya, perjanjian itu berupa suatu
rangkaian perkataan yang mengandung janji-janji atau kesanggupan yang
diucapkan atau ditulis.
Dapat dikatakan kontrak adalah “hubungan hukum antara subyek hukum
yang satu dengan subyek hukum yang lain dalam bidang harta kekayaan, dimana
subyek hukum yang satu berhak atas prestasi dan begitu juga subyek hukum yang
lain berkewajiban untuk melaksanakan prestasinya sesuai dengan yang telah

disepakatinya”
Kontrak dalam prakteknya selalu dibuat tertulis dan harus memenuhi
syarat-syarat sahnya suatu perjanjian, yaitu Pasal 1320 KUH Perdata. Dalam
pembuatan sebuah kontrak, selain memenuhi syarat sahnya perjanjian maka
pemahaman tentang hukum kontrak harus dikuasai karena dalam pembuatan
kontrak kepentingan para pihak akan diakomodir dalam suatu perjanjian.
Penyusunan kontrak merupakan persoalan tentang perancangan dan
analisa terhadap kepentingan hukum para pihak yang melakukan kesepakatan.
Karena setiap kontrak mempunyai resiko yang berbeda-beda berdasarkan
kepentingan para pihak, maka suatu kontrak harus disusun sesuai dengan
ketentuan serta dilakukan analisa terhadap kontrak tersebut.
Dalam kamus Bahasa Indonesia, perancangan berarti proses, cara atau
perbuatan merancang. Perancangan kontrak (contract drafter, ada juga yang
menyebut legal drafter) adalah suatu bentuk perbuatan merancang dengan
melakukan persiapan pembuatan, penyusunan kontrak yang dimulai dari
pengumpulan bahan-bahan hukum, penafsiran dan menuangkan keinginan para
pihak dalam kontrak.
Merancang kontrak adalah mengatur dan merencanakan struktur, anatomi,
dan substansi kontrak yang dibantu oleh para pihak. Dalam melakukan
perancangan kontrak, terutama kontrak bisnis, harus memahami asas-asas,

prinsip-prinsip dan sumber hukum kontrak menurut hukum posistif Indonesia
seperti KUH Perdata dan perundangan-undangan yang berkaitan dengan substansi
kontrak.

4

B. Pengertian Hukum Kontrak
Dalam sebuah market terdapat berbagai macam kontrak yang di lakukan
oleh pelaku usaha. Ada pelaku usaha yang mengadakan perjanjian jual beli, sewamenyewa, beli sewa, leasing dan lain-lain. Artinya hukum kontrak adalah sebagai
aturan hukum yang berkaitan dengan pelaksanaan perjanjian atau persetujuan
tertentu.
Sedangkan menurut teori yang di kemukakan oleh para ahli mengenai
hukum kontrak diantaranya:
Menurut Lawrence M. Friedman, hukum kontrak adalah perangkat hukum
yang hanya mengatur aspek tertentu dari pasar dan mengatur jenis perjanjian
tertentu.
Michael D. Bayles mengartikan hukum kontrak sebagai “Might then be
taken to be The law pertaining to enporcement of promise or agreement.” (aturan
hukum yang berkaitan dengan pelaksanaan perjanjian atau persetujuan)
Charles L. Knapp and Nathan M. Crystal mengartikan, Hukum kontrak
adalah mekanisme hukum dalam masyarakat untuk melindungi harapan-harapan
yang timbul dalam pembuatan persetujuan demi perubahan masa datang yang
bervariasi kinerja, seperti pengangkutan kekayaan (yang nyata maupun yang tidak
nyata), kinerja pelayanan, dan pembayaran dengan uang).
Suharnoko mengatakan, suatu kontrak atau perjanjian harus memenuhi
syarat sahnya perjanjian, yaitu kata sepakat, kecakapan, hal tertentu, dan sebab
yang halal. Dengan memenuhi keempat syarat tersebut, kontrak menjadi sah dan
mengikat secara hukum bagi para pihak yang membuatnya.
Rumusan tentang kontrak atau perjanjian dalam BW terdapat dalam Pasal
1313, yaitu “Suatu Perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau
lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih.”
Sehingga dapat disimpulkan bahwa Hukum Kontrak adalah aturan yang
membahas mengenai tata cara membuat suatu kesepakatan antara kedua belah
pihak yang mana mereka mengikatkan dirinya dengan ithikad baik, suatu hal

5

tertentu dan dikemudian hari akan menimbulkan akibat hukum apabila salah satu
diantaranya melakukan wanprestasi.5
Dari berbagai Definisi diatas, Dapat dikemukakan unsur-unsur yang
tercantum dalam hukum kontrak, sebagaimana dikemukakan berikut ini
1. Adanya kaidah hukum
Kaidah dalam hukum kontrak dapat dibagi menjadi dua macam, yaitu
tertulis dan tidak tertulis. Kaidah hukum kontrak tertulis adalah kaidah-kaidah
hukum yang terdapat di dalam peraturan perundang-undangan, traktat, dan
yurisprudensi. Sedangkan kaidah hukum kontrak tidak tertulis kaidah-kaidah
hukum yang tumbuh, dan hidup dalam masyarakat. Contoh jual beli lepas,
jual beli tahunan, dan lain-lain. Konsep-konsep hukum ini berasal dari hukum
adat.
2. Subjek hukum
Istilah lain dari subjek hukum adalah rechtsperson. Rechtsperson diartikan
sebagai pendukung hak dan kewajiban. Yang menjadi subjek hukum dalam
hukum kontrak adalah kreditur dan debitur. Kreditur adalah orang yang
berpiutang, sedangkan debitur adalah orang yang berutang.
3. Adanya prestasi
Prestasi adalah apa yang menjadi hak kreditur dan kewajiban debitur.
Prestasi terdiri dari:
a. memberikan sesuatu,
b. berbuat sesuatu, dan
c. tidak berbuat sesuatu.
4. Kata sepakat
Di dalam Pasal 1320 KUH Perdata ditentukan empat syarat sahnya
perjanjian.

Salah satunya kata sepakat (konsensus).

Kesepakatan adalah

persesuaian pernyataan kehendak antara para pihak.
5. Akibat hukum

5

Salim H.S, 2013, Hukum Kontrak Teori dan Teknik Penyusunan Kontrak, Jakarta: Sinar Grafika,
hlm. 27.

6

Setiap perjanjian yang dibuat oleh para pihak hukum akan menimbulkan
akibat. Akibat hukum adalah timbulnya hak dan kewajiban. Hak adalah suatu
kenikmatan dan kewajiban adalah suatu beban.
C. Sistem Pengaturan Hukum Kontrak6
Sistem pengaturan hukum kontrak adalah sistem terbuka (open system).
Artinya bahwa setiap orang bebas untuk mengadakan perjanjian, baik yang sudah
diatur maupun yang belum diatur di dalam undang-undang. Hal ini dapat
disimpulkan dari ketentuan yang tercantum dalam Pasal 1338 ayat (1) KUH
Perdata, yang berbunyi: "Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai
undang-undang bagi mereka yang membuatnya." Ketentuan Pasal 1338 ayat (1)
KUHPerdata memberikan kebebasan kepada para pihak untuk
1. Membuat atau tidak membuat perjanjian,
2. Mengadakan perjanjian dengan siapa pun,
3. Menentukan isi perjanjian, pelaksanaan, dan persyaratan,
4. Menentukan bentuknya perjanjian, yaitu tertulis atau lisan.
Dalam sejarah perkembangannya, sistem kontrak pada mulanya menganut
sistem tertutup. Artinya para pihak terikat pada pengertian yang tercantum dalam
undang-undang. Ini disebabkan adanya pengaruh ajaran legisme yang memandang
bahwa tidak ada hukum di luar undang-undang. Hal ini dapat dilihat dan dibaca
dalam berbagai putusan Hoge Raad dari tahun 1910 sampai dengan tahun 1919.
Putusan Hoge Raad yang paling penting adalah putusan HR 1919,
tertanggal 31 Januari 1919 tentang penafsiran perbuatan melawan hukum, yang
diatur dalam Pasal 1365 KUHPerdata. Di dalam putusan HR 1919 definisi
perbuatan melawan hukum, tidak hanya melawan undang-undang, tetapi juga
melanggar hak-hak subjektif orang lain, kesusilaan, dan ketertiban umum.
Menurut HR 1919 yang diartikan perbuatan melawan hukum adalah
berbuat atau tidak berbuat yang:

6

Salim H.S, 2003, Hukum Kontrak Teori dan Teknik Penyusunan Kontrak, Jakarta:Sinar Grafika,
Hlm. 7.

7

1. Melanggar hak orang lain Yang dimaksud dengan hak orang lain, bukan semua
hak, tetapi hanya hak-hak pribadi, seperti integritas tubuh,

kebebasan,

kehormatan, dan lain-lain. Termasuk dalam hal ini hak-hak absolut, seperti hak
kebendaan, hak atas kekayaan intelektual
2. Bertentangan dengan kewajiban hukum pelaku Kewajiban hukum hanya
kewajiban yang dirumuskan dalam aturan undang undang;
3. Bertentangan dengan kesusilaan, artinya perbuatan yang dilakukan oleh seseorang itu bertentangan dengan sopan santun yang tidak tertulis yang tumbuh
dan berkembang dalam masyarakat;
4. Bertentangan dengan kecermatan yang harus diindahkan dalam ma Aturan
tentang kecermatan terdiri atas dua kelompok, yaitu
1) Aturan-aturan yang mencegah orang lain terjerumus dalam bahaya, dan
2) Aturan-aturan yang melarang merugikan orang lain, ketika hendak
menyelenggarakan kepentingannya sendiri.
Putusan HR 1919 tidak lagi terikat kepada ajaran legisme, namun telah
secara bebas merumuskan pengertian perubahan melawan hukum, sebagaimana
yang dikemukakan diatas. Sejak adanya putusan HR 1919, maka sistem
pengaturan sistem kontrak adalah sistem terbuka.
Kesimpulannya, bahwa sejak tahun 1919 sampai sekarang hukum kontrak
adalah bersifat terbuka. Hal ini sistem pengaturan(1) KUH Perdata dan HR 1919
didasarkan pada Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata dan HR 1919.
D. Sumber Hukum Kontrak7
Pada dasarnya sumber hukum kontrak dibedakan menurut sistem hukum
yang mengaturnya. Sumber hukum, dapat dilihat dari keluarga hukumnya. Ada
keluarga hukum Romawi, common law, hukum sosialis, hukum agama, dan
hukum tradisional. Di dalam penyajian tentang sumber hukum kontrak ini hanya
dibandingkan antra sumber hukum kontrak menurut Eropa Kontinental, terutama
KUHPerdata dan common law, terutama Amerika. Kedua sumber hukum itu
disajikan berikut ini:
7

Ibid, hlm. 14.

8

1. Sumber Hukum Kontrak Civil Law
Pada dasarnya sumber hukum dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu
sumber hukum materiil dan sumber hukum formil.
Sumber hukum materiil ialah tempat dari mana materi hukum itu diambil.
Sumber hukum materiil merupakan faktor yang membantu pembentukan
hukum, misalnya hubungan sosial, situasi soasial ekonomi, hasil penelitian
ilmiah dankeadaan geografis. Sumber hukum formil merupakan tempat
memperoleh kekuatan hukum ini berkaitan dengan bentuk dan cara yang
menyebabkan peraturan hukum formal itu berlaku.
Sumber hukum kontrak yang bersal dari undang-undang merupakan
sumber hukum yang berasal dari peraturan perundang-undangan yang dibuat
oelh pemerintah dengan persetujuan DPR. Sumber hukum kontrak yang berasal
dari peraturan perundang-undangan, disajikan sebagai berikut:
a. Algemene Bepalingen van Wetgeving (AB)
AB merupakan ketentuan-ketentuan umum Pemerintah Hindia Belanda
yang berlaku di Indonesia. AB diatur dalam Stb 1847 No.23 dan
diumumkan secara resmi pada tanggal 30 April 1847. AB terdiri atas 37
Pasal.
b. KUH Perdata (BW)
KUH Perdata merupakan ketentuan hukum yang berasa dari produk
Pemerintah Hindia Belanda yang diundangkan dengn Maklumat tanggal 30
April 1847, Stb 1847, No.23 sedangkan di Indonesia diumumkan dala
Stb.1848. berlaku KUHPerdata berdasarkan pada asas konkordasi.
Sedangkan ketentuan hukum yang mengatur tentang hukum kontrak diatur
dalam Buku III KUHPerdata.
c. KUH Dagang
d. UU No.5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan
Usaha Tidak Sehat
UU ini terdiri atas 11 bab dan 53 Pasal. Yang diatur dalam UU itu
merupakan ketentuan umum, asas dan tujuan, perjanjian yag dilarang,

9

kegiatan yang dilarang, posisi dominan, komisi pengawas persaingan usaha,
tata cara penanganan perkara dan sanksi.
e. UU No. 18 tahun 1999 tentang Jasa Kontruksi
Dalam UU ini ada dua pasal yang mengatur tentang kontrak, yaitu Pasal 1
ayat (5) dan Pasal 22 UU No. 18 Tahun 1999 tentang Jasa Kontruksi.
Kontrak kerja kontruksi adalah keseluruhan dokumen yang mengatur
hubungan hukum antara pengguna jasa dan penyedia jasa dalam
penyelenggaraan pekerjaan kontruksi (Pasal 1 ayat (5) UU No. 18 Tahun
1999 tentang Jasa Kontruksi). Kontrak kerja kontruksi sekurang-kurangnya
hars mencakup uraian mengenai:
1) Para pihak yang memuat secara jelas identitas para pihak;
2) Rumusan pekerjaan yangmemuat uraian yang jelas dan rinci tentang
kerja, nilai kerja dan batasan waktu pelaksanaan;
3) Masa pertanggungan dan/atau pemeliharaan yang memuat tentang
jangka waktu pertanggung dan/atau pemeliharaan yang terjadi tanggung
jawab penyedia jasa;
4) Tenaga ahli yang memuat ketentuan tentang jumlah, klasifikasi, dan
klasifikasi tenaga ahli untuk melaksanakan pekerjaan kontruksi;
5) Hak dan kewajiban yang memuat hak pengguna jasa untuk memperoleh
hasil pekerjan kontruksi serta kewajiban untuk memenuhi ketentuan
yang dijanjikan serta hak penyedia jasa untuk memperoleh informasi
dan imbalan jasa serta kewajiban melaksanakan pekerjaan kontruksi;
6) Cara pembayaran yang memuat ketentuan tentang kewajiban pengguna
jasa dalam melakukan pembayaran hasil pekerjaan kontruksi;
7) Cedera janji yang memuat ketentuan tentang tanggung jawab dalam hal
salah satu pihak tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana yang
diperjanjikan;
8) Penyelesaian perselisihan yang memuat ketentuan tentang tata cara
penyelesaian perselisihan akibat ketidaksepakatan;

10

9) Pemutusan kontrak kerja kontruksi yang memuat ketentuan tentang
pemutusan kontrak kerja kontruksi yang timbul akibat tidak dapat
dipenuhinya kewajiban salah stu pihak;
10) Keadaan memaksa (force majeure) memuat ketentuan tentang kejadian
yang timbul diluar kemauan dan kemampuan para pihak yang
menimbulkan kerugian bagi salah satu pihak;
11) Kegagalan bangunan yang memuat tentang kewajiban penyedia jasa
dan/atau pengguna jasa atas kegagalan banguan;
12) Perlindungan kerja yang memuat tentang kewajiban para pihak dalam
pelaksanaan keselamatan dan kesehaan kerja serta jaminan sosial;
13) Aspek lingkungan yang memuat kewajiban para pihak dalam
pemenuhan ketentuan tentang lingkungan (Pasal 22 ayat (2) UU No. 18
Tahun 1999 tentang Jasa Kontruksi).
f. UU No 30 Tahun 1999 tentang Arbritrase dan Alternatif Pilihan
Penyelesaian Sengketa.
UU ini terdiri dari 11 Bab dan 2 Pasal yang eratkaitannya dengan hukum
kontrak adalah pasal 1 ayat (3) tentang pengertian perjanjian arbitrase, pasal
2 tentang persyaratan dalam penyelesaian sengketa arbitrase dan pasal 7
sampai dengan pasal 11 tentang syarat arbitrase.
g. UU No. 24 tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional
UU ini terdiri atas 7 bab dan 22Pasal. Hal-hal yang diatur dalam UU ini
adalah ketetuan umum pembuatan perjanjian internasiona, pengesahan dan
perjanjian internasional, pemberlakuan dari perjanjian internasiona,
penyimpanan dan perjanjian internasional dan pengakhiran dari perjanjian
internasional.
Traktat adalah suatu perjanjian yang dibuat antara dua negara atau lebih
dalambidang keperdataan, khususnya kontrak. Ini erat kaitannya dengan
perjanjian internasional.
Yurisprudensi atau putusan pengadilan merupakan produk yudikatif yang
berisi

kaidah

atau

peraturan

hukum

yang

yangberperkara, terutama dalam perkara perdata.

11

mengikat

pihak-pihak

2. Sumber Hukum Kontrak Amerika
Dalam hukum kontrak Amerika (comman law), sumber hukum dibagi
menjadi dua kategori, yaitu sumber hukum primer dan sekunder. Sumber
hukum primer merupakan sumber hukum yang utama. Sumber hukum primer
meliputi keputusan pengadilan (judical oppinion), statuta dan peraturan
lainnya. Sumber hukum sekunder merupakan sumber hukum kedua. Sumber
hukum sekunder ini mempunyai pengaruh dalam pengadilan, karena
pengadilan dapat, mengacu pada sumber hukum sekunder tersebut. Sumber
hukum sekunder ini terdiri dari restatement dan legal comentary.
Berdasarkan sumber tersebut, maka sumber hukum kontrak yang berlaku
di Amerika Serikat dibedakan menjadi empat macam, yaitu judical opinion,
statutory law, the restatement, dan legal comentary. Keempat sumber hukum
tersebut dijelaskan berikut ini.
a. Judical Opinion (Keputusan Hakim)
Judical opinion atau disebut juga dengan judge made law atau judical
decision merupakan sumber primer hukum kontrak. Judical opinion
merupakan pernyataan atau pendapat, atau putusan para hakim didalam
memutuskan perkara atau kasus, apakah itu kasus perdata maupun kasus
pidana. Putusan-putusan hakim ini akan diikuti oleh para hakim lainnya,
terutama dalam kasus yang sama dan ada kemiripannya dengan kasus yang
sedang terjadi.
Sistem pengadilan Amerika dalam pembuatan keputusan, biasanya
dinyatakan sebagai stare deisis, ketaatan terhadap keputusan yang telah
lewat atau sebagai precendents. Preseden adalah keputusan yang terdahulu
yang fakta-fakta cukup mirip dengan kasus sub judice yang berada dibawah
keputusan pengadilan (adjudication) tersebut bahwa pengadilan merasa
berkewajiban untuk mengikutinya dan membuat suatu keputusan yang
sama.
Sistem preseden, lazimnya membenarkan dua hal, berikut ini. Pertama,
dia menawarkan

derajat

yang lebih

tinggi

tentang

kemungkinan

memprediksi keputusan yang membolehkan siapa saja yang berhasrat untuk

12

menangani urusan mereka yang berkaitan dengan aturan yang dapat
diketahui.
Kedua, dia meletakan kendali pada apa yang boleh, sebaliknya menjadi
kecenderungan alami dari hakim untuk memutuskan kasus yang menjadi
dasar prasangka, emosional pribadi, atau faktor-faktor lainnya yang boleh
dihormati sebagai dasar yang tidak pantas untuk suatu keputusan.
Pada dasarnya tidak semua kasus dapat diputuskan berdasarkan Preseden.
Ini disebabkan oleh hal berikut ini.
1) Tidak adanya preseden yang eksis (hal itu tidak seperti peristiwa dalam
proses pengadilan pada masyarakat);
2) Kasus yang tersedia tidak jelas.
b. Statutory Law (Hukum Perundang-undangan)
Sumber hukum statutory of law ini melengkapi hukum kebiasaan
(omman law). Statutory of law merupakan sumber hukum yang tertulis.
Menurut sejarahnya, hukum kontrak dibangun dalam sistem AngloAmerika adalah didasarkan pada comman law, comman law ini lebih tinggi
kedudukannya dari statutory of law. Peraturan perundang-undangan tertulis
(statutory of law), yang ada hubungan dengan hukum kontrak adalah
sebagai berikut.
1) Undang-Undang Penggelapan
Undang-undang penggelapan ini dibuat pertama kali di Inggris dan
kemudian diberlakukan pada setiap negara bagian di Amerika Serikat.
Undang-undang ini mempersyaratkan bahwa kontrak yang dibuat harus
dalam bentuk tulisan agar dapat dilaksanakan oleh pengadilan. Undangundang penggelapan itu sendiri telah dibebani oleh keputusan pengadilan
yang lebih banyak kualitas hukum kebiasaannya daripada undang-undang
modern.
2) Uniform Commercial Code
Uniform commercial code merupakan Kitab Undang-Undang Hukum
Dagang yang berlaku secara umum di Amerika Serikat. Undang-undang
ini tidak mengatur dan memuat semua transaksi dagang, tetapi juga

13

mengatur tentang biaya, terjadinya gangguan, ketidakmenentuan yang
disebabkan oleh perbedaan antarnegara-negara dalam lingkup hukum
komersial.
3) Uniform State Law/NCCUSL
Uniform state law/NCCUSL, merupakan hukum yang berlaku umum.
Di bawah pimpinan New York, sejumlah negara-negara bagian
menyelenggarakan Konferensi Nasional Komisioner tentang Hukum
Negara yang berlaku Umum (uniform state law/NCCUSL). Walapupun
tidak mempunyai kekuatan untuk membuat hukum, NCCUSL, membuat
rancangan hukum dan merekomendasikan pembuatan undang-undang
negara

dengan

seri

“undang-undang

yang

berlaku

umum”,

memberlakukan ketentuan dagang, seperti instrument-instrumen yang
dapat di negosiasikan dan peraturan-peraturan standar.
4) Uniform Sales Acts
Uniform sales acts merupakan undang-undang penjualan yang berlaku
umum. Undang-undang ini diadopsi secara luas dan dibentuk secara
besar-besaran dari ketentuan yang dapat diterapkan oleh mereka secara
alami. Undang-undang ini hanya mengatur tentang tata cara menjual
barang, seperti bagian-bagian hak milik dan harta kekayaan, dan lainlain.
c.

Restatements
Sumber hukum sekunder adalah restatment. Restatments merupakan
hasil rumusan ulang tentang hukum. Rumusan ini dilakukan karena
timbulnya ketidakpastian dan kurangnya keseragaman dalam hukum
dagang (commercial law). Restatments tersebut menyerupai undangundang, meliputi black letter, pernyataan-pernyataan dari “aturan umum”
(atau kasus itu mengetengahkan konflik dengan aturan yang lebih baik).
Restatments ini dilakukan oleh Institut Hukum Amerika (American
Law Institute/ALI). Lembaga ini dibentuk pada tahun 1923. Proyek awal
yang dijalankan oleh organisasi ini adalah

14

1) Melakukan persiapan dan penyebarluasan terhadap apa yang diakui
menjadi suatu ringkasan yang akurat dan otoritatif;
2) Melakukan ringkasan terhadap aturan hukum kebiasaan (comman law)
dalam berbagai macam bidang, termasuk kontrak, masalah kerugian,
dan harta kekayaan.
Restetment yang diterima dan digunakan oleh pengacara dan hakim/
pengadilan, seperti restatments tentang kontrak, terutama diadopsi oleh
ALI pada tahun 1923 dan diterbitkan secara gradual dalam bentuk
rancangan, sekitar beberapa tahun lalu.
d.

Legal Comentary (komentar hukum)
Legal comentary merupakan sumber hukum sekunder. Legal
comentary dianalogkan dengan doktrin dalam hukum kontinental. Karena
comentary of law merupakan pendapat atau ajaran-ajaran dari para pakar
tentang hukum kontrak.
Pada dasarnya yang banyak dikomentari oleh para pakar hukum
kontrak adalah tentang restatment kontrak. Restatment kontrak telah
mempunyai dampak yang kuat dalam membentuk pandangan pengadilan
tentang apa yang sepatutnya dilakukan common law dari kontrak.
Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa komentar-komentar para
pakar hukum dalam restatment sangat membantu pengadilan dan
pengacara dalam memecahkan berbagai kasus dibidang kontrak.
Dalam menyusun sebuah perancangan kontrak seorang contract drafter

perlu memahami dan menguasai hukum kontrak yang ada di Indonesia. Hukum
kontrak yang ada di Indonesia diatur di dalam Buku III KUH Perdata, yang terdiri
dari 18 bab dan 631 pasal, dari Pasal 1233 sampai dengan Pasal 1864. Pengaturan
perancangan kontrak di Buku III KUH Perdata meliputi:8
a. Perikatan pada umumnya (Pasal 1233 KUH Perdata - Pasal 1312 KUH
Perdata)

8

Nanda Amalia, Ramziati Dkk, 2015, Praktek Kemahiran Hukum Perancangan Kontrak, Aceh:
Unimal press, hlm. 35.

15

b. Perikatan yang dilahirkan dari perjanjian (Pasal 1313 KUH Perdata - Pasal
1352 KUH Perdata)
c. Hapusnya perikatan (Pasal 1381 KUH Perdata - Pasal 1456 KUH Perdata)
d. Jual beli (Pasal 1457 KUH Perdata - 1540 KUHPerdata)
e. Tukar menukar (Pasal 1541 KUH Perdata - Pasal 1546 KUH Perdata)
f. Sewa menyewa (Pasal 1548 KUH Perdata - Pasal1600 KUH Perdata)
g. Persetujuan untuk melakukan pekerjaan (Pasal 1601 KUH Perdata - Pasal
1617 KUH Perdata)
h. Persekutuan (Pasal 1618 KUH Perdata - Pasal 1652 KUH Perdata)
i. Badan Hukum (Pasal 1653 KUH Perdata - Pasal 1665 KUH Perdata)
j. Hibah (Pasal 1666 KUH Perdata - Pasal 1693 KUH Perdata)
k. Penitipan barang (Pasal 1694 KUH Perdata -Pasal 1739 KUH Perdata)
l. Pinjam pakai (Pasal 1740 KUH Perdata - Pasal 1753 KUH Perdata)
m. Pinjam meminjam (Pasal 1754 KUH Perdata -Pasal 1769 KUH Perdata)
n. Bunga tetap atau abadi (Pasal 1770 KUH Perdata -Pasal 1773 KUH Perdata)
o. Perjanjian untung-untungan (Pasal 1774 KUH Perdata - Pasal 1791 KUH
Perdata)
p. Pemberian Kuasa (Pasal 1792 KUH Perdata -Pasal 1819 KUH Perdata)
q. Penanggungan utang (Pasal 1820 KUH Perdata -Pasal 1850 KUH Perdata)
r. Perdamaian (Pasal 1851 KUH Perdata - Pasal KUH Perdata)
Dari seluruh pasal di atas sesungguhnya tidak disebutkan pasal berapa
yang secara pasti menjadi acuan dalam merancang sebuah kontrak. Namun bila
melihat Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata yang berbunyi: “Semua perjanjian yang
dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang
membuatnya’’, maka para pihak diberi kebebasan untuk dapat:
1) Membuat atau tidak membuat perjanjian.
2) Mengadakan perjanjian dengan siapa pun.
3) Menentukan isi perjanjian, pelaksanaan dan persyaratannya.
4) Menentukan bentuknya perjanjian, yaitu tertulis atau lisan.
Kebebasan membuat kontrak ini tidak serta merta membebaskan para
pihak untuk membuat kontrak sebebas-bebasnya sesuai yang diinginkan. Kontrak

16

apapun yang dibuat harus tidak boleh bertentangan dengan undang-undang,
ketertiban umum dan kesusilaan serta memenuhi Pasal 1320 KUH Perdata sebagai
syarat sahnya sebuah perjanjian.9
E. Asas Hukum Kontrak10
Di dalam hukum kontrak dikenal lima asas penting yaitu:
1. Asas Kebebasan Berkontrak
Asas

kebebasan

berkontrak

dapat

dianalisisdari

ketentuan

Pasal

1338ayat(1) KHU Perdata yang berbunyi: “Semua perjanjian yang dibuat seara
sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.”11
Asas kebebasan berkontrk adalah suatu asas yang memberikan kebebasan
kepada para pihak untuk:
a. Membuat atau tidak membuat perjanjian,
b. Mengadakan perjanjian dengan siapapun,
c. Menentukan isi perjanjian, pelaksanaan dan persyaratan, dan
d. Mentukan bentuknya perjanjian yaitu tertulis dan lisan.
Latar belakang lahirnya asas kebebasan berkontrak adalah adanya paham
indvidualisme yang secara embrional lahir dalam zaman Yunani yang
diteruskan oleh kaum Epicuristen dan berkembang pesat dalam zaman
renaisance melalui ajaran Hugo de Grecht Tomas Hobbes, Jhon Locke dan
Rosseau. Menurut paham individualisme, setiap orang bebas untuk
memperoleh apa yang dikehendakinya. Dalam hukum kontrak asas ini
diwujudkan

dalam

“kebebasan

berkontrak.”

Paham

individualisme

memberikan peluang yang luas kepada golongan kuat (ekonomi) untuk
menguasasi golongan lemah (ekonomi). Pihak yang kuat menentukan
kedudukan pihak yang lemah. Pihak yang lemah berada dalam cengkeraman
pihak yang kuat, diungkapkan dalam exploitation de homme l’homme.

9

Ibid, Hlm. 37.
Salim H.s, 2010, Hukum Kontrak Teori dan Teknik Penyusunan Kontra, Jakarta: Sinar Grafika,
Hlm. 9-14
11
Ahmadi Miru, 2013, Hukum Kontrak dan Perancangan Kontrak, Jakarta: Rajawali Pers, hlm 4.
10

17

Pada akhir abad ke-19, akibat desakan kaum etis dan sosialis, paham
individual mulai pudar sejak berakhirnya perang dunia II. Paham ini tidak
mencerminkan keadilan. Masyarakat menginginkan pihak yang lemah lebih
banyak mendapatkan perlindungan. Oleh karena itu, kehendak bebas tidak
diberi arti mutlak, akan tetapi diberi arti relatif dikaitkan selalu dengan
kepentingan umum.
2. Asas Konsensualisme
Asas konsensualisme dapat disimpulkan dalam Pasal 1320 ayat (1)
KUHPerdata. Asas konsensualisme merupakan asas yang menyatakan bahwa
perjanjian pada umumnya tidak diadakan secara formal, tetapi cukup dengan
adanya kesepakatan kedua belah pihak. Kesepakatan merupakan persesuaian
antara kehendak dan pernyataan yang dibuat oleh kedua belah pihak.
Asas konsensualisme muncul dari hukum Romawi dan hukum Jerman. Di
dalam hukum germani tidak dikenal asas konsensualisme, tapi akan dikenal
dengan perjanjian riil dan perjanjian formil. Perjanjian riil adalah suatu
perjanjian yang dbuat dan dilaksanakan secara nyata. Sedangkan perjanjian
formal adalah suatu perjanjian yang telah ditentukan bentuknya, yaitu tertulis.
Dalam hukum Romawi dikenal istilah contractus verbis literis dan contractus
innominat. Yang artinya bahwa terjadinya apabila memenuhi bentuk yang
telah ditetapkan. Asas ini dikenal dalam KHUPerdata adalah berkaitan dengan
bentuk perjanjian.
3. Asas Pacta Sunt Sevaanda
Asas Pacta Sunt Sevaanda atau asas kepastian hukum, asas ini
berhubungan dengan akibat perjanjian. Asas Pacta Sunt Sevaandamerupakan
asas bahwa hakim atau pihak ketiga harus menghormati substansi kontrak yang
dibuat oleh para pihak, sebagaimana layaknya sebuah undang-undang. Asas ini
dapat disimpulkan dalam Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata yang berbunyi
“Perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang.”
Asas pacta sunt sevaanda pada mulanya dikenal dalam hukum gereja. Di
dalam hukum gereja disebutkan bahwa terjadinya suatu perjanjan apabila ada
kesepakatan kedua belah pihak dan dikuatkan dengan sumpah. Ini mengandung

18

makna bahwa setiap perjanjian yang diadakan oleh kedua belah pihak
merupakan perbuatan yang sakral dan dikaitkan dengan usur keagamaan.
Dalam perkembangannya asas pacta sunt sevaanda diberi arti pactum yang
berarti sepakat tidak perlu dikuatkan dengan sumpah dan tindakan formalitas
lainnya.
4. Asas Iktikad Baik (Goede Trouw)
Asas iktikad baik dapat disimpulkan dari Pasal 1338 ayat (3) KUHPerdata
yang berbunyi: “Perjanjian harus dilaksanakan dengan iktikad baik.” asas
iktikad merupakan asas bahwa para pihak yaitu pihak kreditur dan debitur
harus melaksanakan subtansi kontrak berdasarkan kepercayaan atau keyakinan
yang teguh atau kemauan baik dari para pihak.
Asas iktikad baik dibagi menjadi dua macam, yaitu:
a. Iktikad baik nisbi
Pada iktikad baik nisbi orang memperhatikan sikap dan tingkah laku yang
nyata dari subjek.
b. Iktikad baik mutlak
Pada ikhtikad baik mutlak penilaian terletak pada akal sehat dan kadilan,
dibuat ukuran yang objektif untuk menilai keadaan menurut norma-norma
yang objektif.
5. Asas Kepribadian (Personalitas)
Asas kepribadian merupakan asas yang menentukan bahwa seseorang akan
melakukan dan atau membuat kontrak hanya untuk kepentingan perseorangan
saja. Hal ini dapat dilihat dalam pasal 1315 dan pasal 1340 KUHPerdata. Pasal
1315 KUHPerdata berbunyi “Pada umumnya seseorang tidak dapat
mengadakan perikatan atau perjanjian selain untuk dirinya sendiri.” Pasal
1340 yang berbunyi “Perjanjian hanya berlaku antara pihak yang
membuatnya.” Ini artinya perjanjian yang dibuat oelh para pihak hanya berlaku
bagi mereka yangg membuatnya. Namun ketentuan itu ada kecualinya
sebagaimana diintrodusir dalam Pasal 1317 KUHPerdata yang berbunyi “dapat
pula perjanjian diadakan untuk kepentingan pihak ketiga, bila suatu perjanjian

19

dibuat untuk diri sendiri atau suatu pemberian kepada orang lain mengandung
suatu syarat semacam itu.”
Dalam padal 1318 KUHPerdata tidak hanya mengatur perjanjian untuk
diri sendiri, tetapi juga untuk kepentingan ahli warisnya dan untuk orang-orang
yanng memperoleh hak dari padanya. Jika dibandingkan kedua pasal tersebut
pada pasal 1317 mengatur tentang perjanjian untuk pihak ketiga sedangkan
dalam pasal 1318 mengatur untuk kepentingan:
a. dirinya sendiri,
b. ahli warisnya, dan
c. orang-orang yang memperoleh hak dari padanya.
Disamping kelima asas itu, di dalam Lokakarya Hukum Perkara yang
diselenggarakan oleh Badan Pembinaan Hukum Nasional, Depertemen
Kehakiman dari tanggal 17 sampai dengan tanggal 19 Desember 1985 telah
berhasil dirumuskan delapan asas hukum perikatan nasional. Kedelapan asas
itu meliputi:
1) Asas kepercayaan
Asas kepercayaan mengandung bahwa setiap orang yang akan
mengadakan perjanjian akan memenuhi setiap prestasi yang diadakan di
antara mereka di belakang hari.
2) Asas persamaan hukum
Asas persamaan hukum adalah sebjek hukum yang mengadakan perjanjian
mempunyai kedudukan, hak dan kewajiban yang sama dalam hukum.
3) Asas keseimbangan
Asas keseimbangan adalah asas yang menghendaki kedua belah pihak
memenuhi dan melaksanakan perjanjian. Kreditur mempunyai kekuatan
untuk memenuhi prestasi dan jika diperlukan dapat menuntutpelunasan
melalui kekayaan debitur, namun debitur memikul pada kewajiban untuk
melaksanakan perjanjian itu denga iktikad baik.
4) Asas kepastian hukum
Perjanjian sebagai figur hukum harus mengandung kepastian hukum.
5) Asas moral

20

Asas moral terkait dalam perikatan wajar, yaitu suatu perbuatan sukarela
dari seseorang tidak dapat menuntut hak baginya untuk menggugat prestasi
dari pihak debitur.
6) Asas kepatutan\
Asas kepatutan tertuang dalam Pasal 1339

KUHPerdata. Asas ini

berkaitan dengan ketentuan mengenai isi perjanjian.
7) Asas kebiasaan
Asas ini dipandang sebagai bagian dari perjanjian. Suatu perjanjian tidak
hanya mengikat untuk apa yang secara tegas diatur, akan tetapi juga hal-hal
yang menurut kebiasaan lazim diikuti.
8) Asas perlindungan (protection)
Asas perlindungan mengandung arti bahwa antara debitur dan kreditur
harus dilindungi oleh hukum, namun yang perlu mendapat perlindungan itu
asalah pihak debitur, karena pihak debitur berada pada pihak yang lemah.
F. Manfaat Perancangan Kontrak
Manfaat yang didapatkan dalam proses perancangan dan analisa suatu
kontrak bagi para pihak diantaranya adalah sebagai berikut:12
a. Memberikan kepastian tentang identitas pihak-pihak yang dalam kenyataannya
terlibat dalam perjanjian;
b. Memberikan kepastian dan ketegasan tentang hak dan kewajiban utama
masing-masing pihak sesuai dengan inti kontrak atau perjanjian yang hendak
diwujudkan para pihak;
c. Memberikan jaminan tentang keabsahan hukum (legal validity) dan
kemungkinan pelaksanaan secara yuridis (legal enforceablility) dari kontrak
yang dibuat;
d. Memberikan petunjuk tentang tata cara pelaksanaan hak dan kewajiban para
pihak yang terbit dari kontrak yang mereka adakan;

12

Nanda Amalia dkk, 2015, Praktek Kemahiran Hukum Perancangan Kontrak, Aceh: Unimal
Press, hlm. 37-38

21

e. Memberikan jaminan kepada masing-masing pihak bahwa pelaksanaan janjijanji yang telah disepakati dalam kontrak yang bersangkutan.

22

BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
Hukum Kontrak adalah aturan yang membahas mengenai tata cara
membuat suatu kesepakatan antara kedua belah pihak yang mana mereka
mengikatkan dirinya dengan ithikad baik, suatu hal tertentu dan dikemudian hari
akan menimbulkan akibat hukum apabila salah satu diantaranya melakukan
wanprestasi.
Sistem pengaturan hukum kontrak adalah sistem terbuka (open system).
Artinya bahwa setiap orang bebas untuk mengadakan perjanjian, baik yang sudah
diatur maupun yang belum diatur di dalam undang-undang.
Sumber hukum kontrak, dapat dilihat dari keluarga hukumnya. Ada
keluarga hukum Romawi, common law, hukum sosialis, hukum agama, dan
hukum tradisional. Di dalam penyajian tentang sumber hukum kontrak ini hanya
dibandingkan antra sumber hukum kontrak menurut Eropa Kontinental, terutama
KUHPerdata dan common law, terutama Amerika.

23

24

DAFTAR PUSTAKA

25