Kehidupan dan pekerjaan adalah dua sisi

kehidupan dan pekerjaan adalah dua sisi dari satu mata uang, agar
orang dapat hidup maka orang harus bekerja. Sebenarnya bukan hanya
manusia saja yang harus bekerja akan tetapi semua makhluk hidup yang
dengan caranya sendiri-sendiri bekerja untuk mencari makan sepanjang
hidupnya. Kehidupan bagi manusia tentu saja mempunyai arti yang lebih
luas sehingga keperluannya juga lebih luas dari sekedar kebutuhan
badannya.
Dahulu di masa manusia masih bebas untuk mengambil kebutuhan
hidupnya dari alam raya oraang dapat memenuhi kebutuhannya tanpa harus
bekerja pada orang lain. Baru setelah muncul para yang karena
kedignayaanya mengaku memiliki hutan, padang padang rumput dan ladang
ladang beserta isinya maka orang terpaksa bekerja untuk penguasa ini,
dengan kata lain ia menjadi karyawan, hamba sekaligus budak bagi
penguasa tersebut.
Para pemimpin atau terus memperoleh bagian terbanyak dari apa
yang dapat dilakukan oleh pekerjannya. Penindasan sebagaimana
diceritakan oleh Rafles dari bukunya History of Java 1982 : 303 nampaknya
menjadi tanda batas bagi produktivitasnya tenaga kerja yang tertindas
tersebut. Rafles melancarkan reformasi atau bahkan revolusi agar hubungan
kerja itu diperbaiki menuju kearah keseimbangan agar produktivitas para
pekerja dapat pulih kembali.

Di jaman modern ini nampaknya situasi yang menyedihkan itu akan
terulang kembali, histoire est repete kata orang perancis sebab melalui
hubungan kerja outsourcing ini pekerja atau karyawan dapat ditekan
sedemikian rupa tanpa bisa menuntut hak normatif yang wajar.
Hubungan kerja melalui outsourcing ini juga merupakan upaya untuk
menyiasati hukum, baik itu sebelum lahirnya Undang-Undang No 13 tahun
2003 maupun sesudahnya. Meskipun Undang-Undang yang baru secara
implicit tidak membenarkan hubungan kerja seperti ini untuk pekerjaan
tertentu serta dengan jangka waktu yang tidak lebih lama dari yang
ditentukan undang-undang akan tetapi masih dapat disiasati dengan
berbagai cara penetapan ketentyuan job description dan jangka waktu yang
diputus-putus serta dengan penggantian dengan penggntian nama
perusahaan outsourcing.
Para karyawan outsourcing ini memang tidak banyak punya pilihan lain
di mana pengangguran terbuka secara nasional melebihi 11,6 juta orang,
pengganguran tertutup 30 juta orang dari penawaran tenaga kerja lebih dari

106,9 juta orang. Perusahaan yang tutup karena kalah bersaing dengan
produk import, sedangkan produk ekspor juga menurun karena kalah
bersaing dengan produk import, sedangkan produk ekspor juga menurun

karena biaya produksi yang tinggi di dalam negeri.
Pendekatan apa saja yang dapat dilakukan oleh penguasa atau
pemerintah agar tragedi di zaman Raffles itu tidak terulang kembali.sebelum
mengajukan jawaban terhadap persoalan ini kita perlu terlebih dahulu
bertanya apakah kita perlu peduli terhadap nasib tenaga kerja outsourcing
ini. Karena alasan etis bahwa dizaman modern ini masih terdapat keadaan
yang mendekati perbudakan, akan tetapi juga yang terlebih penting adalah
untuk alasan kemajuan ekonomi.
Kebanyakan dari tenaga kerja outsourcing ini adalah profesional di
bidangnya, muda dalam usia dan mempunyai semangat kerja yang baik
kekurangan m,ereka kebanyakan adalah karena tidak mempunyai
kesempatan dan tidak mempunyai kesempatan dan tidak meempunyai
hubungan khusus dengan para penentu kebijakan perusahaan.
Dibandingkan dengan tenaga tetap karena memamng mereka juga
belakangan datangnya didunia. Angkatan kerja potensial ini perlu dilindungi
juga dengan alasan bilamana gerak pembangunan ekonomi bangsa mulai
berjalan lagi maka tenaga kerja ini tetap tersedia dan siap menyambut gerak
pembangunan kembali ekonomi Indonesia paske krisis kenyataan di negara
maju mnunjukan bahwa bagaimana modernnyah proses produksi tetap saja
diperlukan operator yang handal dan bersemangat tinggi sehingga mereka

sekarang ini menurut newsweek 30 januari 2006 harus memperkerjakan
tenaga-tenaga yang sudah berumur lanjut.
Akar masalahnya adalah tingginya angka pengangguran karena ketida
seimbangan antara ketersediaan tenaga kerja dan sempitnya lapangan kerja.
Untuk dapat memberikan solusi yang permanen tentu saja secara makro
pemerintah perlu mengusahakan agar gerak kegiatan ekonomi dapat
berjalan lancer kembali.
Sector-sektor yang padat karya dengan teknologi madya kiranya perlu
memperoleh prioritas. Dengan menggerakan sector ini maka dapat
diciptakan pasar baru bagi produsen karena karyawan dan buruh yang telah
memperoleh gaji yang memadai telah kembali mempuyai tenaga beli
purchasing power.

Ini bukan sesuatu yang sifatnya basa basi politis akan tetapi sesuatu
hal yang nyata sebagaimana terlihat dalam tindakan memberikan berbagai
insentif, kelonggaran pajak, pelayanan birokrasi yang tulus, penyediaan
infastruktur, proteksi rational, dari gempuran asing, dan lain –lain usaha
yang konstruktif. Hasilnya nanti juga akan memberikan kenikmatan dan
kesejahteraan kepada baik penguasa maupun rakyat bangsa ini.
Tenaga lontrak outsourcing nampaknya hanyalah pengertian practical

saja terutama dipandang dari sudut pengusaha sebagai pemberi kerja.
Mereka meminta agen atau biro jasa umum yang dapat mengumpulkan
tenaga kerja yang cukup. Lama kelamaan biro jasa ini pekerjaanya
mengkhususkan diri dalam penyediaan tenaga kerja dan jadilah mereka
perusahaan ukang dan penyedia tenaga kerja. Mula-mula pekerja non teknis
seperti pembantu, pembantu tukang lain-lainnya. Mereka juga membutuhkan
penempatan untuk kerja padahal mereka tidak banyak mengetahui
perusahaan mana saja yang menerima tenaga kerja seperti mereka ini.
Lama kelamaan bukan hanya pekerja kasar saja akan tetapi juga pekerja
kotoran dan teknisi-teknisi terdidik mencari kerja melalui perusahaan
penyedia tenanga kerja ini.
Berkembangnya perusahaan penyedia tenanga kerja ini memang
menggejala dengan pesat dan mempengaruhi pasar baik pasar kerja dalam
negeri maupun luar negeri sehingga menimbulkan juga berbagai implikasi
bagi pengaturan ketenagakerjaan dan pengaturan mengenai perlindungan
tenaga kerja. Indonesia mau tidak mau harus pula membentuk hukum
ketenagakerjaan yang sifatnya responsive sebagaimana yang dimaksud oleh
Philippe Nonet dan Philip Selznick 1987: 73 akhirnya pada tahun 2003
berhasil ditetapkan Undang-undang Republik Indonesia No 13 tshun 2003
tentang ketenagakerjaan yang baru dengan dasar pertimbangan bahwa

beberapa undang-undang di bidang ketenagakerjaan yang baru dengan lama
dipandang sudah tidak sesuai lagi dengan kebutuhan dan tuntutan
pembangunan ketenagakerjaan, dank arena itu perlu dicabut dan ditarik
kembali.
Dalam masalah pemanfaatsn celah inilah maka pada umumnya pihak
perusahaan penyedia tenaga kerja menunjukkan kepiawaiannya. Karena
para pekerja berasal dari berbagai tempat dan kebanyakan bekerja dalam
waktu yang terbatas yakni rata-rata 3 tahun maka tentu saja mereka tidak
mudah untuk berorganisasi. Masuk kedalam organisasi pekerja tetap juga
tidak mudah karena mereka biasanya juga dianggap sebagai saingan
terutama bersedia menerima gaji dan hak-hak yang lebih rendah dari

pekerja tetap hingga posisi tawar pekerja tetap juga goyah dihadapan
perusahaan pemakai tenaga kerja.
Pasal 35 Undang-undang No 13 tahun 2003 dalam ayat (1) dinyatakan
bahwa pemberi kerja yang memerlukan tenaga kerja dapat merekrut sendiri
tenaga kerja yang dibutuhkan atau melalui pelaksanaan penempatan tenaga
kerja italic dari penulis.
Pasal 35 ayat (1) terdiri dari :
a. Instansi pemerintah yang bertanggung jawab di bidang ketenaga

kerjaan
b. Lembaga swasta berbadan hukum yang telah memiliki izin tertulis
dari Menteri atau Pejabat yang ditunjuk
Penempatan tenaga kerja ini telah disebutkan juga dalam Pasal 1
Ketentuan Umum angka 12 , dijelaskan bahwa pelayanan penenpatan
tenaga kerja adalah kegiatan untuk mempertemukan tenaga kerja dengan
pemberi kerja, sehingga tenaga kerja dapat memperoleh pekerjaan yang
sesuai dengan bakat, minat, dan kemampuannya dan pemberi kerja dapat
memperoleh tenaga kerja yang sesuai dengan kebutuhannya.
Kalau dinyatakan pelayanan maka tentu saja ini dimaksudkan bagi
instansi ini tidak boleh memungut biaya. Akan tetapi sekarang ini yang
sangat aktif adalah lembaga swasta yang lazim disebut sebagai sebagai
perusahaan jasa penempatan tenaga kerja disingkat PJPT yang
diperkenankan untuk memungut biaya kepada tenaga kerja.
PJPT ini menyediakan tenaga kerja baik pekerja tetap kerja untuk
waktu tertentun, bagi pekerja jenis ini yakni untuk waktu tertentu dapat kita
simak Pasal 59 dari Undang undang no 13 Tahun 2003 sebagai berikut :
1. Perjanjian kerja untuk waktu tertentu yang menurut jenis dan sifat
atau kegiatan atau kegiatan pekerjaannya akan selesai dalam waktu
tertentu yaitu:

a. Pekerjaan yang sekali selesai atau yang sementara sifatnya
b. Pekerjaan yang diperkirakan penyelesaiannya dalam waktu yang
tidak terlalu lama dan paling lama 3 (tiga) tahun
c. Pekerjaan yang bersifat musiman, atau
d. Pekerjaan yang berhubungan dengan produk baru, kegiatan
baru, atau produk tambahan yang yang masih dalam percobaan
atau penjajakan.

2. Pekerjaan kerja untuk waktu tertentu tidak dapat diadakan untuk
pekerjaa yang bersifat tetap. Bersifat tetap dan ini berjalan dengan
aman–aman saja karena
- pekerja karena membutuhkan pekerjaan juga diam-diam saja
- pihak pemberi kerja meskipun mengahadapi resiko dituntut oleh
pekerja merasa berada diatas angin karena adanya ketidak
seimbangan antara pekerjaan yang tersedia dan jumlah pekerja
yang begitu banyak.
- Pihak PJPT adalah pihak yang paling aman karena formulasi
kontrak dengan tenaga outsorcing telah dibuat sedemikian rupa
hingga PJPT terhindar dari tanggung jawab.
Disebutkan dalam pasal 59 ayat (4) dan ayat (6) sebagai berikut :

-

-

Perpanjangan :
Perpanjangan kerja waktu tertentu yang didasarkan atas jangka
waktu tertentu dapat diadakan untuk paling lama 2 (dua) tahun
dan hanya boleh diperpanjangan 1 (satu) kali untuk jangka
waktu paling lama 1 (satu) tahun
Pembaruan :
Pembaruan perjanjian kerja waktu tertentu hanya dapat
diadakan setelah masa tenggang waktu 30 ( tiga puluh ) hari
berakhirnya perjanjian kerja waktu tertentu yang lama,
pembaruan perjanjian kerja waktu tertentu ini hanya boleh
dilakukan 1 (satu) kali dan paling lama 2 (dua) tahun.