Masyarakat Kritik seni dan Seniman (1)

Kritikus diantara Seniman ,Karya Seni dan Masyarakat

BAB .1
LatarBelakang
Seorang Kritus sangat penting dalam perkembangan Kesenian Masyarakat, karna krikus soarang
tokoh masyarakat yang bekerja dalam meneliti dan menganalisa perkembangan kesenian dalam
kebudayaan masyarakat tersebut. Dalam Perkembangan kesenian terkadang tidak selaras dengan
tujuan yang terjadi pada sebagian masyarakat pencinta seni.Lajunya perkembangan dunia seni,
baik yang terjadi pada creator dan karyanya(seniman), dirasa perlu dijembatani oleh suatu
informasi agar komunitas pencinta seni memiliki suatu gambaran yang berarti. Dengan tujuan
pada gilirannya dapat memberikan kontribusi tentang arah dan tujuan serta posisi dan nilai dari
karya seni itu sendiri.Maka dari itu Tokoh seorang kritikus/curator sangat diharapkan
kehadirannya guna menjadi bagian dari kesenian.

Rumusan Masalah
-

Kesinambungan antara pendidikan, Semangat Zaman, Seniman, Karya Seni , Kritus dan
Pegetahuan Masyarakatnya

Manfaat dan Tujuan

Mendeskripsikan kembali sejarah kesinambungan antara kritikus,Seniman,dan masyarakatnya
terutama seni rupa di Indonesia

BAB 2
Sejarah dan Perkembangan Seni Rupa
Sejarah perkembangan mengenai kesenian terutama seni rupa, antara kesenian dan
masyarakatnya sangat di pengaruhi oleh Filosofi Zaman nya. Karena kaitanya dengan Estetika
(Filsafat keindahan), kebudayaan dan pengetahuan saling berhubungan. Para Ahli Filsafat dan
Kritikus ikut berperan dalam selera Estetika dan semangat Kesenian.

Zaman Klasik (Seni sebagai teknik )
Seni tidak berbeda dengan kerajinan Implikasi nya. Berkesenian bukanlah Aktivitas yang
membutuhkan Kreativitas, Justru Kreativitas itu harus dihindari agar tak terjadi pelanggaran
Pakem.
Seni sebgai salinan atas kenyataan, namun bukan hanya salinan Piktokral semata tetapi atas
Kodrat-kodrat benda salinan atas pakem. Seni berarti fungsional/didaktis karena seni diposisikan
sebagai atas pakem kenyataan.
Kritik Moral
Plato mengevaluasi seni berdasarkan kriteria moral. Seni yang baik mutunya adalah seni yang
baik Moral nya

Bentuk Krtitik Pengecualian
Formalisme Philodemois berpandangan bahwa karya seni mesti di evaluasi dari elemen formal
dengan Subject matter ukuran selera yang diangkat
Estetika Abad 20 Modern
Estetika Marxis
Mengangkat permasalahan seni pada konteks masyarakat-masyarakat yang terekploitasi dapat
menghasilkan ekspresi artistik serupa. Awalnya pemahaman aliran Realisme Sosialisme yang
membela kaum-kaum Proletar berawal dari Estetika Marxis.
Namun ada juga estetikawan Marxis yang mengartikan Seni tidak mesti Fungsional. ada Adorno
dan Marcuse yang justru dekat dengan tradisi Formalistis, karna Praktek seni justru mengandung
daya Emansipatoris sebab melawan Komoditas seni dalam Kapitalis

Implikasi : keterlibatan atau keadaan terlihat. Proletar : kaum terbanyak, Kaum buruh/petani
Emansipatoris :Pencegahan/pembebasan perbudakan massal, Komoditas: Barang dagangan utama

Ekspressivisme
Salah satu turunan Romantik ialah Ekspressiv yakni pandangan bahwa karya seni adalah
ungkapan batin sang seniman. Evaluasi karya seni mensyaratkan evaluasi atas Psikologi sang
seniman. ( Nitzche, Croce,dan Collingwood
Estetisme

Doktrin seni untuk seni, pandangan ini menolak segala bentuk evaluasi Fungsional atas karya
seni dan karena nya berlawan dengan tradisi klasik
Formalisme
Hampir sama dengan Estetisme yang terpenting adalah Rupanya bukan Pesannya, bukan pula
Gejolak Hati sang seniman. Contoh kaum Abstrak Expressionis
Realisme
Menyimpulkan suatu pemahaman /kenyataan yang di sadari dan tidak disadari dari seorang
seniman. Bentuk dari tangkapan indra yang berwujud pada penggambaran atau mempunyai
watak dari buah kenyataan seorang manusia bukan hal yang dibuat-buat/ bukan konsep Fantasi
Estetika Postmodern
Membongkar Perbedaan beku antara Seni Murni dan Seni Terapan Estetikawan Pasca Modern
Foucoultian Seni adalah Produk Sejarah Klrifikasi yang di topang oleh praktik
masal.Menanyakan ulang Antara Seniman dan Orang Biasa. Seniman tidak lagi di pandang
sebagai orang Indhividhu Genius atau Penyambung lidah ilahi, melainkan orang biasa yang
berada dalam Jaringan Sosial yang membuat nya di sebut Seniman
Estetika Kontemporer
Seni rupa Kontemporer berkembang dalam tradisi Anglo-Amerika atau tradisi yang di kenal
Filsafat Analitik Estetika institutional yang dirintis Arthur Danto sebuah benda menjadi karya
seni. Tak ada ciri intristik apapun yang membedakan urinoir Duchamp dan Urinoir Pabrikan
kecuali Tanda Tangannya, karena itu yang membuat benda biasa menjadi seni adalah komunitas

artistik yang mencakup Seniman,Kurator,kritikus,Kolektor, Museum dan Publik seni secara luas,
Komunitas artistik itulah yang membabtis sebuah benda menjadi karya seni.
Kontemporer: yang terjadi saat ini pada waktu yang sama, semasa sewaktu, penggabungan lintas budaya
pemahaman baru tak terbatas

Analisis Estetis pada akhirnya adalah analis institusional hal varian kedua pendekatan estetika
Nuerosains irhaus misalnya menulis artikel berjudul The Biological Foundation of Aesthetis
yang memperlihatkan secara meyakinkan bahwa kriteria keindahan bertopag pada riwayat
evolusi biologis spesies manusia

Fungsi Kritikus Seni
Dimata Masyarakat peran Kritikus secara menjembatani Pesan kesenian kepada Masyarakat
awam /penikmat seni. Kritikus juga mendahului ide-ide landasan kesenian yang ingin dituju.
Maksud tujuan tersebut bisa persoalan sang kritikus atau permintaan orang lain, bisa Komunitas,
Institusi , dan Pemerintahan
Tentunya sang kritikus harus lebih peka akan situasi kondisi dengan suatu masalah, fenomafenomena baru dalam kebudayaan, kesenian, socsal, dan Masyarakatnya.

Seniman/Perupa Sebagai Corak Kebudayaan
Karya seni menjadi penting karna dianggap mempunyai nilai Historis dari kebudayaan pada
masa itu. Seniman itu dianggap bentuk cerminan dari budaya masyarakat berupa cakupan orang

disekitarnya, daerahnya, negaranya,maupun masyarakat global pada saat itu, dan saat
kini.seniman juga mempunyai kekuatan mendahului kesenian /pemikiran kebudayaan
masyarakat
Kolektor
Dalalam kamus besar bahsa Indonesia Kolektor adalah orang yang mengumpulkan benda untuk
koleksi (prangko, benda bersejarah, dan sebagainya yang sering dikaitkan dengan minat atau
hobi).Kolektor merupakan orang atau infrastruktur penting dalam seni rupa yang senang
mengoleksi karya seni rupa. Keberhasilan kolektor terpaut erat pada terwujudnya poros
kehidupan seni atau seniman. Bila dikaji lebih mendasar kolektor memilikib dasar dalam
mengoleksi karya, ada yang memang murni sebagai koleksi pribadi dan ada pula yang dipakai
sebagai aset masa depan yang dijual kembali.
Kolektor kadang juga dapat berperan secara tak langsung sebagai kritikus, maka dari itu dalam
hal ini bila memiliki daya kritik yang kuat dapat pula menentukan keberadaan pasar seni rupa.
Kolektor, sebuah ruang dimana memang memiliki kekuasaan yang sangat vital dalam medan
sosial seni. Ia bisa semena-mena, bisa berburuk sangka dan dapat pula menjadi catatan sejarah.
Aktivitas koleksi yang dilakukan baik oleh kolektor atau non kolektor setidaknya memiliki
koleksi dominan sebagi proyek dokumentasi karya. Aktivitas dokumentasi (mengoleksi) secara

fungsional perlu diperjelas berkaitan dengan beberapa aspek : sejarah, ideologi, ekonomi, dan
gaya hidup. Aspek-aspek inilah yang akan membedakan satu kolektor dengan kolektor lain.

Kehadiran kolektor dengan segala bentuk selera dan akibatnya kini telah menjadikan peran
kolektor berada di salah satu lini yang tidak dapat ditolak. Sekali waktu kolektor sangat takjub
pada kemampuan senimannya sendiri, namun tak jarang ada pula kolektor yang terlalu pintar
sehingga melakukan aksi memesan dan mendikte kemampuan seniman kala berkarya. Hal ini
menyebabkan posisi tawar seniman menjadi rendah dan lemah. Untuk itulah kesadaran otoritas
seniman perlu diteguhkan sebagai semangat menjaga kemampuan dan eksistensinya.
Kolektor yang memiliki posisi tawar yang sedemikian tangguh memberi ruang yang baik untuk
terjadi keseimbangan kehidupan medan sosial dalam seni rupa. Maka ketika infrastruktur seperti
lembaga, media masa, perupa, penikmat telah terbangun tinggal bagaimana proses seorang
kolektor untuk bergerak.

BAB 3
Kritik Sebagai Nilai Apresiasi
Sebagai sebuah kritik yang difungsikan untuk menilai suatu nilai seni dari objek kritikan, banyak
hal yang harus diperhatikan. Dari masalah tehnis dan non tehnis serta unsur penunjang dari objek
kritikan yang mendalam, penilaiannya perlu diketahui dan dipahami oleh seorang pengkritik
dalam melancarkan kritikannya.
Memang menilai sebuah nilai seni tidak semudah menilai "dua tambah dua sama dengan empat",
nilai di sini ibarat sesuatu yang tersembunyi di balik hijab. Ia lebih merupakan sesuatu yang
bersifat abstrak yang terjadi dalam sebuah karya seni. Kita tidak langsung dapat mengatakan

bahwa pertunjukan sebuah tari tersebut mengalami kegagalan, dengan kata lain kurang dapat
memproyeksikan konsepnya ke dalam sebuah koreografi atau sebuah konsep bunyi yang
diproyeksikan dalam aplikasi komposisi musik.
Menurut Kwant (1975: 19) mengatakan bahwa :
Karena berkisar pada nilai-nilai, maka kepekaan terhadap nilai harus memegang peranan pokok
dalam kritik. Kalau kepekaan terhadap nilai itu tidak ada, kritik menjadi tanpa respek. Orang
yang mampu memberikan kritik seni hanyalah dia, yang peka terhadap nilai-nilai artistik yang
ada dalam sebuah karya seni.
Dalam memberikan penilaian ada hal-hal tertentu yang perlu diperhatikan yaitu seperti aspek
tehnis dan non tehnis. Kedua aspek ini sangat menentukan seorang kritikus dalam melancarkan
kritikannya. Kedua aspek tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut :

a. Aspek Teknis
b. Yang dikatakan aspek tehnis adalah hal-hal pokok dalam sebuah karya seni. Hal-hal yang
pokok tersebut seperti contoh :
1) Untuk seni tari adalah penari, pemusik, alat musik pencahayaan, komposisi, kostum, rias dan
koreografi tari secara menyeluruh seperti: desain lantai, desain atas, ruang, dinamik, dramatik,
dan transisi, kemudian properti dan setting.
2) Untuk musik adalah pemusik, alat musik, melodi, ritem, dan komposisi musik yang
dimainkan, desain dinamik, dramatik, dan harmoni.

3) Untuk teater adalah pemain (aktor dan aktris), pencahayaan, dialok, bloking, kostum dan rias,
mimik atau ekspresi, akting, alur cerita yang didesain, terakhir properti dan setting.
4) Untuk seni rupa (non pertunjukan) seperti : jenis cat, jenis kampas, jenis kuas, komposisi
ruang, komposisi warna, arah dan dimensi, teknik proyeksi.
b. Aspek Non Tehnis
Dalam aspek non tehnis kita lebih banyak berbicara secara ekstrinsik dari sebuah karya seni.
Hal-hal yang bersifat ekstrinsik perlu dipertimbangkan, sebab aspek ini sangat terkait dengan
keberhasilan sebuah karya seni. Aspek non tehnis dapat dijabarkan sebagai berikut; pertama
adalah aspek pendidikan dan pengetahuan seniman, selanjutnya kondisi di lapangan (seperti
adanya insiden dalam sebuah pertunjukan), psikologis, sarana dan prasarana (fasilitas), cerita
atau naskah dalam tari dan teater, lingkungan tempat tumbuhnya seorang seniman, latar belakang
budaya, waktu (waktu dalam proses), judul dan sinopsis, klasifikasi seni (kontemporer, kreasi,
tradisi, modern, post modern, happening art).
Pada persoalan kritik sebagai penilaian dirasa perlu membedah objek kritikan dengan sistematika
penilaian. Sistematika sangat efektif dalam menentukan objektifitasnya sebuah penilaian. Di sini
sengaja kita bicarakan masalah objektifitas, hal ini lebih disebabkan untuk menghindari kritik
yang rekayasa, atau kritik yang bermuara hanya pada rasa senang atau tidak senang pada suatu
objek.
Sistematika yang akan dilakukan adalah sistematika analisis (koreksi) dan evaluasi. Kedua
sistem ini dapat dilakukan pada semua objek seni. Sebelum melakukan analisis perlu adanya

data, data yang diperlukan adalah data tentang objek tersebut yang bersifat non tehnis seperti :
ide (gagasan), judul, sinopsis, naskah cerita, tipe karya, bentuk penyajian, abstraksi karya,
biodata seniman, konsep garapan, gambaran karya terdahulu, jenis klasifikasi seni (kontemporer,
kreasi, natural, tradisi, happening art), seluruh data perlu dipahami.
Dalam melakukan analisis perlu mensingkronisasikan data dengan apa yang dilihat (apa yang
disaksikan). Di sini tempatnya seorang kritik, mempertemukan antara aspek teknis dan non

teknis. Pertemuan kedua aspek ini pada gilirannya diharapkan menghasilkan evaluasi yang
objektif.
Langkah selanjutnya masuk pada tahap apa yang dinamakan dengan evaluasi. Dalam evaluasi
sudah ada sebuah pernyataan dan keputusan (kesimpulan) yang akan dilontarkan. Pada frase
kedua ini sudah dapat dinyatakan tingkat keberhasilan dan tingkat kegagalan. Di sini juga sudah
bisa dilontarkan tentang nilai artistik dan estetik terhadap sebuah objek kritik.
Sebagai hasil evaluasi, perlu adanya argumentasi yang melatar belakangi pernyataan tentang
nilai tersebut. Argumentasi didapat setelah melakukan analisis pada frase pertama.
3. Kritik Sebagai nilai
Kritik dapat mempengaruhi masyarakat terhadap perkembangan kesenian. Semakin baik
kehidupan sebuah kritik dalam perkembangan kesenian, semakin berkembang pula seni itu
dalam masyarakat. Kritik dapat berdampak negatif terhadap kehidupan kesenian dan sebaliknya
pula dapat berdampak positif.

Menurut Sal Murgiantoro (1993: 12) mengatakan bahwa :
Menulis kritik tarik bukan hanya menentukan nilai, memberi laporan deskriptif tentang sebuah
pergelaran, atau membantu masyarakat untuk memahami bentuk-bentuk seni. Lebih daripada itu
semua, menulis kritik seni adalah juga menyampaikan sejumlah pandangan yang bernilai tentang
sebuah pergelaran seni dalam bentuk tulisan yang menarik, jujur dan objektif dan dapat
dipertanggungjawabkan.
Ditilik fungsi kritik sebagai informasi besar dampaknya terhadap masyarakat pecinta seni,
seniman, kalangan intelektual, dan birokrasi seni. Sudah dirasa perlu kritikus menginformasikan
hasil kritikannya secara populer di tengah-tengah masyarakat secara luas, baik masyarakat
pendukung seni maupun masyarakat biasa di luar pendukungnya.
Dampak dari kurangnya informasi ini bisa dirasakan oleh kreator seni, seperti : kurangnya minat
masyarakat untuk menyaksikan suguhan karya mereka. Tidak lain dikarenakan kurangnya
kritikus memberikan penjelasan tentang seni dan karya seni dalam perkembangannya, baik yang
aktual maupun yang bersifat tradisi.
Cuma saja dalam menginformasikan perlu dengan kejujuran tanpa merekayasa. Di lain pihak
pemilihan redaksi kata harus mempertimbangkan segi sasaran yang dituju oleh kritikus. Seperti
berbicara dengan masyarakat umum (general) tentu tidak bisa disamakan dengan orang
akademik. Apalagi bila berhadapan dengan seniman, sedang kalangan seniman sendiri ada yang
bersifat tradisi dan modern dan yang bersifat otodidak dan akademik.
Informasi dari hasil kritikan seorang kritikus diyakini dapat mempengaruhi imeg masyarakat

sebagai penikmat seni. Mereka akan dapat mengetahui perkembangan seni dan senimannya, di

samping mengetahui kualitas objek seni. Dari informasi yang diberikan mereka sudah punya
wawasan tentang objek seni. Dan ini adalah hal yang sangat penting untuk mereka. Di mana
modal dasar dalam berapresiasi adalah wawasan tersebut.
Bagi kalangan birokrasi seni, persoalan informasi dari kritikus sangat mereka butuhkan. Data ini
mereka jadikan sebagai dokumentasi tentang perkembangan seni dan permasalahannya. Mereka
dipastikan mengkoleksi seniman dan karyanya atas level-level yang sesuai dengan kriteria
mereka, yang berdasarkan kepada informasi dari hasil kritikan yang mereka terima.
Sering kita mendengar pembauran istilah kontemporer dengan modern dan modern dengan
kreasi dan seterusnya kreasi dengan tradisi. Fenomena ini disebabkan oleh kurang tajamnya
penulis kritik menyatakan klasifikasi seni tersebut dalam tulisan mereka. Informasi yang mereka
baca dalam berbagai ulasan hasil kritikan seorang kritikus tidak menggiring mereka untuk dapat
memahami perbedaan tersebut.
Ketajaman informasi ini terkadang juga dapat disebabkan oleh faktor sumber daya manusianya.
Lemahnya pengetahuan tentang objek, menyebabkan informasi simpang siur dan saling
bertabrakan. Informasi sangat tergantung kepada pengetahuan tentnag kritik dan objek serta
kejelian menganalisa sebuah objek.
4.Kritik Sebagai Motivassi
Kritik tidak saja dirasakan hanya mengungkapkan kelemahan atau kegagalan dari sebuah karya
seni yang dihasilkan oleh seniman. Betapa kejamnya seorang Mr X mengatakan bahwa karya
musik Mr B tidak layak tampil dalam sebuah pertunjukan musik yang mereka gelar pada suatu
pusat seni.
Kritik seperti itu lebih merupakan kritik yang mematikan dan tidak mempertimbangkan nilai
etika dan psikologis. Hal ini perlu dihindarkan, karena kritik semacam ini tidak zamannya dalam
era teknologi sekarang ini. Kritik tersebut lebih cocok dikatakan sebagai kritik yang tradisional.
Kritik harus membangun, seorang kritikus harus dapat menyatakan yang baik dan mana yang
buruk. Segi apa buruknya dan segi apa baiknya. Dan dapat mengungkapkan apa penyebabnya.
Yang paling terpenting lagi, bisa memberikan solusinya. Karena solusi dalam pemecahan
masalah sangat dibutuhkan.
Pada sebagian karya seni terkadang mengalami kegagalan dalam pertunjukan, namun ada hal
yang menarik dari karya tersebut untuk diungkapkan sebagai nilai tambah dalam memotivasi
senimannya. Persoalannya bisa saja ada terobosan baru yang mereka tampilkan. Terkadang ide
dan pola garap mereka sangat menarik.
Sering kita jumpai karya seni yang mulanya diolok-olok, namun pada akhirnya menjadi trend
semua seniman. Alangkah baiknya diungkapkan dan dinyatakan kelebihan mereka. Toh mereka

adalah sebagai seorang manusia yang mempunyai rasa dan jiwa. Setiap manusia pasti ingin
disanjung dan tidak ingin diremehkan atau dicerca.
Sebuah karya seni diyakini mempunyai nilai tambah dan nilai kurang. Dengan kata lain ada
positif dan ada negatif. Dengan jalan mengungkapkan sisi positif berarti kita telah memotivasi
seniman (kreator seni) untuk berbuat lagi di masa mendatang, karena apa? Karena pada bagian
lain kita pasti saja membicarakan kelemahan, ini semua dengan tujuan agar objek seni tersebut
lebih berkualitas pada masa selanjutnya.
Dalam memotivasi bukan berarti merekayasa, namun di sini lebih menelaah sisi kuat dari karya
seni tersebut. Teknis penyampaian hasil kritikan sangat dibutuhkan. Di sini perlu penganalisaan
yang tajam tentang sisi kuat dair sebuah objek seni. Kalau berbicara sisi lemah sudah hal yang
biasa dalam dunia kritik. Karena pada mulanya kritik timbul dari sebuah aksi negatif yang
dilakukan oleh suatu objek tertentu.
5. Kritik Sebagai Tolak Ukur (Kaca perbandingan
Kritik di satu sisi diibaratkan sebuah kaca, kaca tempat bercermin diri, kaca tempat melihat segisegi tertentu yang ada pada tubuh manusia. Hitamkah, putih atau biru warna hidungnya, perlu
melakukan pengacaan agar dapat mengenal diri lebih jauh dan terperinci.
Dalam perkembangan seni modern kehadiran kritik sangat dibutuhkan. Hal ini disebabkan oleh
pengaruh peradaban manusia yang semakin maju dan terus berkembang. Dengan peradaban yang
terus berkembang secara langsung maupun tidak langsung ikut mempengaruhi percaturan dan
perkembangan kesenian di abad teknologi.
Dengan munculnya pertunjukan kesenian yang multikultural maupun multi interdisiplinner,
secara jelas telah memperlihatkan, begitu dahsyatnya perkembangan kesenian tahun ke tahun.
Perkembangan ini perlu pula dibarengi dengan perkembangan kritik sebagai mitra dari berbagai
objek seni.
Pentingnya kritik sebagai kontrol atau kaca perbandingan dalam berkesenian lain dan tidak
bukan, agar jangan karya dan senimannya tertinggal dengan informasi dan pengetahun yang
sedang berjalan. Perlu dia mengukur sejauh mana kemampuannya dan apa yang telah ia perbuat,
apakah mendahului zamannya atau malah surut ke belakang. Sejauh mana ia sanggup
menerapkan kemampuan dan pengetahuannya terhadap karyanya, atau sejauh mana ia dapat
menyerap pengetahuan yang diterima-nya.
Untuk itu berarti kita harus jujur, seorang kritikus harus jujur dalam melancarkan kritikannya
terhadap objek seni yang dihadapinya. Karena sebagai kaca perbandingan ata tolak ukur untuk
karya selanjutnya. Berarti hasil kritikan harus memuat hal-hal yang sangat komprehensif, ini
disebabkan agar segala data tentang objek seni tersebut baik secara intrinsik maupun ektrinsik,
diberikan kepada kreator objek seni tersebut.

Hasil yang diberikan perlu dilengkapi dengan argumentasi dan pemecahan masalah yang relevan
dan tepat guna. Kekuatan argumentasi sangat mendukung objek kritikan untuk memahami dan
mengetahui segala kelebihan dan kelemahan yang dilakukan objek tersebut.

BAB 4 Penutup
Imajinasi masyarakat adalah sebuah penilaian, di mana penilaian yang diungkapkan adalah
penilaian yang konotasinya negatif. Segala aksi yang timbul dari suatu objek yang bersifat
negatif selalu mendapat tudingan, cercaan, dakwaan dan pemojokan yang mematikan.
Sebetulnya dalam perkembangan kesenian di era teknologi sekarang ini, persoalan yang
semacam ini tidak lagi menjadi fokus utama, karena perubahan peradaban manusia, kesenian dan
pendukungnya pun ikut berubah pula. Dengan demikian kritik seni seperti itu lebih dikategorikan
kepada kritik yang tradisional.
Perlu rasanya kritik seni lebih dimasyarakatkan, agar seniman dan masyarakat pendukungnya
dapat mengetahui segala perkembangan, perubahan dan permasalahan seni dan senimannya.
Untuk itu perlu berbagai pandangan terhadap kritik seni.
Kritik bukan saja sebagai penilaian apakah bagus dan tidak bagus. Kritik dapat dikategorikan ke
dalam berbagai fungsi. Sebagaimana pertama sudah diketahui bahwa fungsinya adalah sebagai
penilaian atas nilai seni, kedua sebagai informasi, karena hasil kritikan perlu diinformasikan ke
segala lapisan. Selanjutnya sebagai motivasi. Objek kritikan perlu dimotivasi agar jangan tunastunas muda sebagai aset kesenian mati begitu saja.
Karena sudah sama-sama diketahui tidak seluruh dari objek tersebut mempunyai kelemahan.
Terakhir jadikanlah hasil evaluasi tersebut sebagai tolok ukur untuk langkah mereka selanjutnya.
Jadikanlah sebagai kontrol kreativitas yang sangat objektif bukan hal yang rekayasa. ***
DAFTAR PUSTAKA
Hardjana, Andoe. 1991. Kritik Sastra: Sebuah Pengantar. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
Kleden, Ignas. 1987. Sikap Ilmiah dan Kritik Kebudayaan. Jakarta: LP3ES.
Kwant, E.C. 1975. Manusia dan Kritik (Men En Kritiek). Di Indonesiakan oleh A. Soedarminto.
Yogyakarta: Kanisius.
Murgianto, Sal. 1993. Ketika Cahaya Merah Memudar. Jakarta: CV. Deviri Ganan.
_________. 1993. Seniman Tradisi Belum Siap Kritik. Dalam Jurnal MSPI, July 1993: 12-16.
Satoto, Soediro. 1992. Teater dan Film Sebuah Kritik. Dalam Jurnal Seni ISI, No. II/04 Oktober
1992: 13-18.

Sedyawati, Edy. 1981. Pertumbuhan Seni Pertunjukan. Jakarta: Sinar Harapan.
Estetika , Seni Rupa , Martin Suryajaya
Warsono, Nano , Jogja Agro Pop, Jogjakrta
Diposkan oleh TANTRA DANCE THEATRE di 22.59
Label: KRITIK TARI
http://indrayuda.blogspot.com/2007/08/peranan-kritik-seni-terhadap.html