Makalah Sejarah Pemikiran dan Peradaban (1)

BAB I
PENDAHULUAN
Dinasti Umayyah mengambil nama keturunan dari Umayyah bin Abdi Syams
bin Abdi Manaf. Ia adalah salah seorang terkemuka dalam dalam persukuan pada
zaman Jahiliyah, bergandeng dengan pamannya Hasyim bin Abdi Manaf. Umayyah
dan Hasyim berebut pengaruh politik dalam proses-proses sosial-politik pada zaman
Jahiliyah, namun Umayyah lebih dominan. Hal itu disebabkan karena ia merupakan
pengusaha yang kaya, dan memiliki harta yang melimpah. Harta dan kekayaan
menjadi faktor dominan untuk merebut hati di kalangan Qureisy, sehingga Hasyim
tidak dapat mengimbangi keponaknnya tersebut.
Dari dinasti Umayyah ini terdapat 14 Khalifah yang bergantian memimpin
dalam masa pemerintahan, dimulai dari Muawwiyah (661) sampai dengan Marwan II
(750).
Sedangkan nama Dinasti Abbasiyah diambil dari nama salah seorang paman
Nabi Muhammad SAW yang bernama Abbas bin Abdul Muththoli bin Hasyim. Orang
Abbasiyah merasa lebih berhak dari pada Bani Umayyah atas kekhalifahan Islam,
sebab mereka adalah cabang dari Bani Hasyim yang secara nasab keturunan lebih
dekat dengan Nabi. Menurut mereka, orang Umayyah secara paksa menguasai
khilafah melalui tragedi perang Siffin.
Oleh karena itu, untuk mendirikan Dinasti Abbasiyah mereka mengadakan
gerakan yang luar biasa melakukan pemberontakan terhadap Dinasti Umayyah.


1

BAB II
PEMBAHASAN
A. Perubahan sistem pemerintahan menjadi monarki.
Kekhalifahan yang dipimpin oleh Khulafaur Rasyidin pada hakikatnya
bukanlah seperti pemerintahan politik sebagaimana umumnya akan tetapi
merupakan perpanjangan tangan dari risalah kenabian. Artinya perannya
bukan hanya terbatas dalam urusan kenegaraan, menciptakan keamanan, dan
mempertahankan batas-batas negara, tetapi lebih dari itu perannya mencakup
sebagai Mursyid, Muallim dan Murobbi yang mana itu merupakan perannya
Rasulullah SAW semasa kehidupannya1.
Khalifah Muawwiyah lah (dari Dinasti Umayyah) yang pertama kali
mengubah pemerintahan bercorak republik menjadi monarki (salthanat/
kingship). Hal ini berdasarkan perkataan Muawwiyah sendiri, yaitu “saya
sultan pertama” (I am the first king among the Arab kings) 2, ‫ أنا أوول الملوك‬3.
Setelah sebelumnya pemerintahan dilaksanakan dalam bentuk
Khilafah (khulafaur Rasyidin) maka dimulailah babak baru pemerintahan
dalam bentuk kerajaan dengan naiknya Muawwiyah sebagai khalifah4.

Pada tahun 679 ia mengangkat anaknya sebagai putra mahkota yang
bernama Yazid, maka bentuk pemerintahan yang ia idealkan adalah
mengangkat puteranya untuk menjadi khalifah berikutnya. Cara ini kemudian
berlanjut pada khalifah-khalifah sesudahnya dalam menentukan pemimpin
pemerintahan Dinasti Umayyah5.
1 Al Khilafah wal Mulk, 63
2 M.Abdul karim, Sejarah Pemikiran dan Peradaban Islam, (Pustaka Book
Publisher: Yogyakarta, 2007), Cet 1, hal 114
3 Tarikh Al Islam As Siyasi, hal 224.
4 Abu Bakar Al Arabi, Al ‘Awashim Minal Qowasim, (Dar Al kutub al Ilmiyah:
Beirut, 2003),
Cet 2, hal 140.
5 M.Abdul karim, Sejarah Pemikiran dan Peradaban Islam, (Pustaka Book
Publisher:
Yogyakarta, 2007), Cet 1, hal 115

2

Perubahan inilah yang ditakutkan oleh Amiirul Mu’minin Umar bin
Khottob menjelang wafatnya beliau, yaitu memberikan jabatan politik yang

sebelumnya mengikuti apa yang telah Rosulullah SAW lakukan kepada suku
dan keluarga dekat. Sesungguhnya Rosulullah SAW ketika memerintah tidak
memberikan satu jabatan politik pun kepada keluarganya dari Bani Hasyim
kecuali kepada Ali bin Abi Tholib, Abu Bakar Ash Shiddiq tidak memberikan
satu jabatan politik pun kepada keluarga atau sukunya, dan begitu pula Umar
bin Khottob dalam sepuluh tahun pemerintahannya tidak memberikan jabatan
politik kepada keluarganya dari Bani ‘Ady kecuali jabatan kecil kepada salah
seorang dari sukunya yang tidak lama kemudian dia pecat6.
Sedangkan mengenai salah satu hadits yang diriwayatkan oleh Safinah
bahwa Nabi Muhammad SAW bersabda: “kekhalifahan itu selama tiga puluh
tahun, kemudian setelah itu kerajaan”. Menurut Qodi Abu Bakar al Arabi
bahwa setelah dihitung sejak pemerintahan Abu Bakar sampai dengan
diserahkannya kepemimpinan umat oleh Hasan adalah tiga puluh tahun, tidak
kurang tidak lebih7.
B. Peradaban Islam Dinasti Umayyah.
Ketika Hasan bin Ali menyerahkan hak kekhalifahannya kepada
Muawwiyah, saat itu Muawwiyah menulis surat, bahwa sesungguhnya Hasan
lebih berhak, karena ia merupakan cucu Rosulullah SAW, namun Muawwiyah
ragu akan kriteria kepemimpinannya. Andaikan dalam hal politik dan kinerja
kepemimpinan anda (Hasan) melebihi atau setara sebagai seorang kepala

Negara yang unggul, maka saya (Muawwiyah) tetap akan membai’at anda.
Sekalipun demikian ia tetap menghormati Hasan8.
6 Al Khilafah wal Mulk, hal 63.
7 Abu Bakar Al Arabi, Al ‘Awashim Minal Qowasim, (Dar Al kutub al Ilmiyah:
Beirut, 2003),
Cet 2, hal 135.
8 M.Abdul karim, Sejarah Pemikiran dan Peradaban Islam, (Pustaka Book
Publisher:
Yogyakarta, 2007), Cet 1, hal 115.

3

Setelah meninggalnya Hasan (menurut riwayat disebutkan bahwa
beliau meninggal karena diracun oleh Muawwiyah atau lainnya, akan tetapi
tidak ada pendapat yang kuat yang menyatakan hal tersebut, Ibnu Taimiyah
menyatakan bahwa “pembicaraan tentang hal tersebut adalah pembicaraan
tanpa landasan ilmu”, seperti dinukil oleh Qodi Abu Bakar al Arabi9).
Muawwiyah menjadi penguasa tunggal dan memindahkan ibu kota
pemerintahan yang semula berada di Kufah dan sebelumnya lagi di Madinah
ke Damaskus.

Pada saat itu ada tiga tokoh kunci yang berpengaruh di kalangan
Umayyah, mereka adalah Amru bin Ash, Mughiroh bin Syu’bah , dan Ziyad
bin Abih. Ketiga orang inilah yang membantu meletakkan pondasi Dinasti
Bani Umayyah. Muawwiyah segan terhadap mereka karena mereka paham
betul kekurangan dan kelebihannya. Amru bin Ash adalah orang
menyelamtkannya dalam perang Siffin, sementara Mughiroh bin Syu’bah dan
Ziyad bin Abih dianggap sebagai tokoh yang memperkokoh kedudukannya
sebagai khalifah10.
1. Perkembangan Dinasti Umayyah.
a) Muawwiyah (660-680).
Muawwiyah

membagi dua kelompok dewan Syuro, yaitu dewan

Syuro Khos (pusat) dan Majelis Syuro sementara (ad hoc) yang memiliki
jumlah lebih banyak terdiri dari berbagai provinsi dan kota, di satu sisi ia
membuka ruang untuk system pemerintahan yang lebih terbuka dan di sisi
lain ia juga mengampanyekan bentuk pemerintahan monarki dengan
mengangkat anaknya Yazid menjadi putera mahkota.


9 Abu Bakar Al Arabi, Al ‘Awashim Minal Qowasim, (Dar Al kutub al Ilmiyah:
Beirut, 2003),
Cet 2, hal 144.
10 M.Abdul karim, Sejarah Pemikiran dan Peradaban Islam, (Pustaka Book
Publisher:
Yogyakarta, 2007), Cet 1, hal 114.

4

Semasa pemerintahan Umayyah peta islam melebar ke timur sampai
kabu, Kandahar, Ghazni, Balakh, bahkan sampai kota Bukhara. Selain itu
kota Samarkand dan Tirmiz menjadi wilayah kekuasaannya. Di selatan
tentanranya sampai ke tepi sungai Sind (Indus), akan tetapi wilayah Sind
menjadi permanen dalam kekuasaan islam pada masa khalifah Walid bin
Abdul Malik tahun 707-715.
Di barat, panglima ‘Uqbah bin Nafi’ menaklukkan Carthage
(kartagona), ibukota Bizantium di Ifriqiya dan mendirikan masjid
bersejarah Qayrawan dengan membangun pusat militer di kota Qayrawan.
Muawwiyah juga berusaha untuk menaklukkan Konstantinopel,
ibukota Romawi Timur yang selalu menjadi ancaman kedaulatan islam

sebanyak dua kali. Walaupun mengalami kegagalan, namun tentara
Muawwiyah berhasil menguasai pulau Rodes, Sijikas, Kreta, dan pulaupulau lain di laut tengah.
Muawwiyah juga seorang administrator ulung, dalam banyak hal ia
melakukan perubahan. Ia menerapkan untuk pertama kalinya Diwan Al
Khotim dan Diwan Al Barid, diwan-diwan ini kemudian berkembang maju
pada masa pemerintahan Abdul Malik, dan ia juga yang pertama kali
membentuk pasukan pengawal pribadi yang terkenal dengan pasukan
bertombak pengawal raja11.
Muawwiyah meninggal dunia pada bulan Rajab, tahun 60 H. bagi
khalifah Bani Umayyah, Muawwiyah merupakan teladan dalam hal
kelembutan, semangat, kecerdasan, dan kenegarawanan. Bukan saja raja
pertama, tetapi raja arab yang terbaik.
b) Yazid bin Muawwiyah (680-683).
Masa pemerintahan Yazid sangat singkat, kurang lebih tiga tahun. Ia
dibai’at oleh rakyat dengan sepenuh hati terutama penduduk Mekah dan
11 M.Abdul karim, Sejarah Pemikiran dan Peradaban Islam, (Pustaka Book
Publisher:
Yogyakarta, 2007), Cet 1, hal 115.

5


Madinah. Yazid memiliki kemampuan dan memimpin perang lebih baik,
jika dibandingkan dengan Hasan dan Husein, ia memimpin perang
melawan

Bizantium

sebanyak

27

kali

walaupun

tidak

berhasil

menaklukkan konstantinopel.

Masa pemerintahannya meskipun monarki, namun masih terdapat
majelis syuro dan para penguasa dinasti ini tetap menggunakan sebutan
Khalifah.
Pemerintahan Yazid ditandai dengan empat kejadian penting. Pertama,
cucu Nabi SAW Husein bin Ali terbunuh di Karbala menyebabkan
golongan Syiah lahir secara sempurna dan menjadi penentang utama
kekuasaannya12. Kedua, pasukan Yazid dibawah pimpinan Muslim bin
‘Uqbah menyerang kota Madinah dalam peperangan di Harra, hal itu
disebabkan ketidak setujuan warga Madinah atas pemerintahan Yazid13.
Ketiga, penyerangan dan pengepungan kota Mekkah serta pengrusakan
Ka’bah (yang pada waktu itu mengakui Abdullah bin Zubair sebagai
khalifah mereka) oleh tentara Yazid yang masih dibawah pimpinan Hushain
bin Numair. Namun saat pengepungan dan penyerangan terjadi terdengar
kabar bahwa Yazid meninggal dunia pada tahun 683, maka para tentara
tersebut menghentikan penyerangan dan pengepungan kota Mekkah serta
kembali ke Damaskus14. Keempat, mengangkat kembali ‘Uqbah bin Nafi’
menjadi gubernur kedua kalinya di Ifriqiyah.
Pemerintahan pun dipegang oleh putera Yazid, Muawwiyah II. Ia tidak
terlalu tertarik dengan kekuasaan, dan setelah memangku jabatan selama


12 M.Abdul karim, Sejarah Pemikiran dan Peradaban Islam, (Pustaka Book
Publisher:
Yogyakarta, 2007), Cet 1, hal 118.
13 Tarikh Al Islam As Siyasi, hal 230.
14 M.Abdul karim, Sejarah Pemikiran dan Peradaban Islam, (Pustaka Book
Publisher:
Yogyakarta, 2007), Cet 1, hal 118.

6

beberapa bulan Muawwiyah II meninggal dunia, dialah khalifah terakhir
dari keluarga Abu Sufyan
c) Marwan bin Hakam
Sepeninggal Muawwiyah II pemerintahan dikembalikan kepada
pemilihan melalui musyawarah, lalu disepakatilah oleh para pendukung
Dinasti Umayyah pengangkatan Marwan bin hakam sebagai khalifah
selanjutnya, yang diikuti oleh Khalid bin Yazid bin Muawwiyah dan Said
bin Ash setelahnya, akan tetapi Marwan bin Hakam mengingkarinya dan
mengangkat anaknya Abdul Malik bin Marwan sebagai penggantinya
diikuti dengan Abdul Aziz.

Marwan bin Hakam meninggal dunia di tangan istrinya sendiri, yaitu
janda dari Yazid bin Muawwiyah yang dinikahinya, Ibu dari Khalid bin
Yazid. Ia dibunuh ketika sedang tidur dengan cara dicekik15.
d) Abdul Malik bin Marwan (685-705).
Setelah meninggalnya Marwan bin Hakam kondisi kekhalifahan kacau
dan hamper terjadi perang antar suku, akan tetapi dengan diangkatnya
abdul Malik bin Marwan sebagai Khalifah semua dapat terkendali.
Periode pemerintahannya adalah periode emas dinasti Umayyah. Ia
mengadakan berbagai macam pembaruan, diantaranya penggunaan Bahasa
arab secara resmi sebagai Bahasa Negara setelah sebelumnya kekhalifahan
menggunakan Bahasa Qibti, Suryani dan Yunani dalam pemerintahan. Ia
juga mencetak mata uang dengan nama Dinar, Dirham dan Fals. Kemudian
ia mendirikan kantor kas Negara di Damaskus. Selain itu, pertama kali
dalam sejarah Bahasa arab menggunakan (.) dan (,) dan pembaharuan
kaidah yang telah dimulai pada masa khalifah Ali bin Abi Tholib.
Pelayanan pos dan telekomunikasi juga ditingkatkan dnegan
menugaskan seorang dinas pos yang akan segera mengirim berita penting.
15 Tarikh Al Islam As Siyasi, hal 234.

7

Khalifah Abdul Malik terkenal sebagai seorang yang suka arsitektur, ia
mendirikan masjid Qubbatus Syaqra’ dan istana-istana serta bangunan yang
indah16.
e) Umar bin Abdul Aziz (718-720)
Semula Umar menolak untuk menerima amanah sebagai khalifah,
namun karena didesak oleh kaum muslimin ketika itu akhirnya ia
menerima walaupun dengan berat. Ucapannya yang terkenal ketika
menerima amanh itu ialah “Innalillah Wainna Ilaihi Rojiun”, seperti orang
sedang ditimpa mushibah.
Setelah menjadi khalifah ia kirimkan seluruh harta kekayaan ke kantor
kas Negara, termasuk perhiasan pribadi istrinya, Fathimah binti Abdul
Malik yang didapat dari pemberian ayahnya. Ia menanggalkan semua
kemewahan hidupnya demi memikul amanah ini.
Suatu ketika ia pernah terlmabat perg ke masjid di hari jumat, karena
pakaian satu-satunya yang dipenuhi tempelan jahitan belum kering dicuci.
Di lain hari anak bungsunya menghadap kepadanya karena sudah tidak
tahan dengan makanan-makanan kasar yang menjadi konsumsi mereka, ia
berkata: wahai anakku, apakah kau senang makan makanan lezat
sedangkan yahmu masuk neraka?”.
Kebijakan

Umar

dalam

menata

adminstrasi

terfokus

untuk

memberikan jaminan keamanan bagi rakyat, demi memberikan keamanan
dan kenyamanan bagi rakyat ia meninggalkan kebijakan-kebijakan
pendahulunya yang memfokuskan pada perluasan dan penguasaan Negara.
Kebijakan yang ditetapkan; mengatur para penguasa dan pejabat
daerah. Netral dan adil dalam pemberian hak dan kewajiban kepada orang
arab dan mawali. Mereka yang tidak cakap dan mampu, ber-KKN dan
16 M.Abdul karim, Sejarah Pemikiran dan Peradaban Islam, (Pustaka Book
Publisher:
Yogyakarta, 2007), Cet 1, hal 120.

8

Zalim serta tidak memihak kepada kepentingan rakyat dipecat tanpa
pandang bulu.
Ia adalah satu-satunya khalifah Bani Umayyah yang mampu meredam
konflik antar golongan dan sekte, para da’I, alim ulama, dan sufi
berbondong-bondong dating dari berbagai kawasan, masa itu betul-betul
masa keemasan islam.
Umar pun telah memikirkan penggantinya yang lain dari pada yang
diwasiatkan Abdul Malik yakni Yazid bin Abdul Malik. Ia sadar Yazid bin
Abdul Malik tidak layak untuk memangku jabatan itu. Tetapi sebelum ia
melakukan apa yang sebaiknya dilakukan maut telah menyambutnya, ia
meninggal pada tahun 720.
2. Keruntuhan Dinasti Umayyah.
Berikut ini alasan mendasar mengenai kehancuran Dinasti Umayyah.
Kekuasaan yang sangat luas dalam waktu yang singkat tidak berbanding lurus
dengan komunikasi yang baik, menyebabkan kadang-kadang situasi keamanan
dan kejadian-kejadian di wilayah tidak segera diketahui oleh pusat.
Selanjutnya adalah lemahnya beberapa khalifah. Diantara empat belas
khalifah hanya beberapa khalifah saja yang cakap, kuat, dan pandai mengurus
dan mengendalikan Negara, selebihnya lemah dan memiliki banyak
kekurangan dalam mengurus Negara yang begitu luas serta ada beberapa yang
bahkan tidak mampu menjalankan pemerintahan dan hanya terkurung di
istana bersama gundik-gundiknya.
Lalu muncullah konflik antar golongan, para wazir dan panglima
sudah mulai korup dan mengendalikan Negara, khalifah-khalifah yang lemah
menjadi permainan mereka. Selain dari sebab-sebab itu, dari kalangan bani
Abbas dengan diplomasi mengampanyekan bahwa mereka dan alawin adalah
sama-sama dari satu keluarga, yaitu Bani Hasyim, maka Dinasti Umayyah
yang zhalim harus segera ditumbangkan.

9

Akhirnya, gerakan Abbasiyah bersama-sama kelompok aliran lain
bahu membahu melawan tentara Bani Umayyah di tepi sungai Dzab pada
tahun 749-750. Khalifah Marwan II (sebagai khalifah kala itu) kalah perang
dan lari ke Sym terus ke Palestina, akhirnya ia ditangkap di Mesir dan
dihukum mati17.
C. Peradaban Islam Dinasti Abbasiyah.
Saat pemerintahan Bani Umayyah dipegang oleh Umar bin Abdul
Aziz, gerakan bawah tanah yang merupakan rival politik menyusun kekuatan,
salah satu kelompok yang kontra dengan kebijakan Bani Umayyah adalah
pengikut Nabi Muhammad SAW dari keturunan Abbas. Akan tetapi sebagai
propaganda mereka menggunakan jargon dan symbol keluarga Hasyim.
Dengan demikian mereka dapat merangkul kelompok yang mendukung Ali
dan kelompok yang mendukung Abbas. Kedua kelompok inilah yang
melandasi berdirinya Bani Abbasiyah.
1. Perkembangan Dinasti Abbasiyah.
a) Abul Abbas As Saffah (750-754).
Setelah Khalifah terakhir Bani Umayyah Marwan II tertangkap dan
dihukum mati pada tahun 750, Abul Abbas As Saffah (selanjutnya dikenal
dnegan Saffah, As Saffah adalah gelarnya yang berarti Penumpah darah)
mendeklarasikan diri sebagai khalifah pertama Bani Abbasiyah di masjid
Kufah, maka mulai saat itulah secara de facto berdiri dinasti baru.
Setelah menjadi Khalifah Abul Abbas mengeluarkan dekrit kepada
para gubernur supaya tokoh-tokoh Umayyah yang berdarah biru dihukum
mati. Sebelum meninggal, ia mengangkat saudaranya, Abu Ja’far, dengan
gelar Al Mansur sebagai penggantinya.
b) Abu Ja’far Al Mansur (754-775)
17 M.Abdul karim, Sejarah Pemikiran dan Peradaban Islam, (Pustaka Book
Publisher:
Yogyakarta, 2007), Cet 1, hal 140.

10

Setelah Al Mansur memerintah, ia memindahkan ibukota
pemerintahan ke Baghdad, kota yang lebih aman, mengingat ibukota
yang lama yaitu Anbar dengan nama istananya Al Hasyimiyah berada
di perbatasan antara Syam dan Kufah yang selalu mendapat ancaman
dari pemberontak syiah.
Pada masa pemerintahan Mansur ada tiga hal yang menjadi
ketakutannya sehingga ia berusaha untuk menghilangkan dengan
sekuatannya, yaitu:
-

Panglima perang Dzab, Abdullah bin Ali yang merupakan
pamannya sendiri18, dikarenakan ia memegang kendali tentara.
Abdullah bin Ali dipenjarakan oleh Mansur sampai ia
meninggal dunia.

-

Abu Muslim Al Khurasani, ia merupakan sang proklamator
pertama dinasit Abbasiyah19. Mansur tidak ingin ada oang lain
yang menyainginya dalam pemerintahan karena kekuatannya
seperti Abu Muslim20. Abu Muslim pun dibunuh ketika
dipanggi untuk menghadap khalifah21.

-

Yang paling ditakuti adalah pengaruh keluarga pamannya Ali
bin Abi Tholib yang masih dielu-elukan kaum muslimin kala
itu, ditambah lagi keberadaan pemimpin mereka yaitu
Muhammad bin Abdullah bin Hasan (yang dikenal dengan
Imam Nafs Adz Dzakiyah). Khalifah Mansur memerintahkan

18 Muhadoroh Tarikh Umam Al Islamiyah, Daulah Abbasiyah, hal 67.
19 M.Abdul karim, Sejarah Pemikiran dan Peradaban Islam, (Pustaka Book
Publisher:
Yogyakarta, 2007), Cet 1, hal 145.
20 Muhadoroh Tarikh Umam Al Islamiyah, Daulah Abbasiyah, hal 67.
21 M.Abdul karim, Sejarah Pemikiran dan Peradaban Islam, (Pustaka Book
Publisher:
Yogyakarta, 2007), Cet 1, hal 145.

11

untuk membunuh Muhammad bin Abdullah bin Hasan dan
saudaranya Ibrahim22.
Pada masa Al Mansur dalam bidang politik, Negara cukup stabil
dan maju setelah ia memadamkan api pemberontakan, sampai
akhirnya suku Barbar dan Kelompok Khawarij menarik diri dari
mendukung khalifah dikarenakan kecewa dengan sikap Mansur
menyingkirkan satu persatu tokoh-tokoh yang berjasa dalam pendirian
Dinasti Abbasiyah. Gerakan dan pemberontakan Barbar da Khawarij
dapat dipadamkan oleh panglima dan merangkap sebagai Amir, Yazid
bi Hasan al Muhallab yang berhasil menguasai Qayrawan.
Pada pemerintahan Mansur tentara Bizantium yang mengganggu
perbatasan barat laut dapat dikalahkan dan berdamai dengan islam
dengan membayar pajak.
Setelah memperkokoh posisi sendiri Mansur mulai berekspansi ke
luar dalam menyebarkan islam sampai Tabaristan, Gilan, Kurd, Asia
Kecil, Gergia dan Mousul. Namun sebagian wilayah afrika utara dan
eropa barat daya (andalus) lepas dari kekuasaan Abbasiyah setelah
gubernur dan panglima tentara Abbasiyah di Qayrawan dapat
dikalahkan oleh Abdurrahman Ad Dakhil.
c) Muhammad Al Mahdi (775-785)
Setelah Mansur wafat, Mahdi menjadi Khalifah, ia terkenal dengan
sikapnya yang lunak terhadap lawan politik, lebih dermawan, dan
lebih berperan dalam pembelaan islam. Periodenya identic dengan
Negara yang aman dan kekayaan Negara yang bertambah.
Pada masa ini terjadi perubahan utama yaitu kelompok politik
khurasan dan kelompok militer mulai menjadi saingan khalifah dalam
pemerintahan.
22 Muhadoroh Tarikh Umam Al Islamiyah, Daulah Abbasiyah, hal 74.

12

Al Mahdi mengangkat dua orang anaknya (Al Hadi dan Ar Rasyid)
menjadi putera mahkota dan membatalkan ke-puteramahkota-an Isa
bin Musa bin Ali yang diangkat oleh khalifah sebelumnya.
Al Mahdi wafat ketika dalam perjalanan ketika ia dan anaknya Ar
Rasyid sampai di suatu kampong yang bernama Ar Rudz.
d) Al Hadi (785-786)
Ia melanjutkan pemerintahan ayahnya ketika berumur 25 tahun.
Masa pemerintahannya sangat pendek sehingga kurang begitu terasa
perubahan dan pengaruh yang dibawa olehnya. Al Hadi wafat pada
tahun 786.
e) Harun Ar Rasyid (786-808).
Harun Ar Rasyid dibai’at sebagai khalifah pada hari dimana
saudaranya Al Hadi wafat, pada tahun 786. Masa pemerintahannya
identic dengan islam memasuki masa keemasan (golden age of islam).
Ada beberapa pemberontakan yang terjadi pada saat Harun Ar
Rasyid menjadi khalifah yang menyebabkan terpecahnya kekhalifahan
dan berpisahnya wilayah Andalusia di tangan Abdurrahman bin
Muawwaiyah Al Umawi dan wilayah Maghrib ujung dan Tilmisan di
tangan Idris bin Abdullah.
Pada pemerintahannya juga terkenal dengan pemberontakan dan
makar dari kelompok Keluarga Barmak, keluarga dari Persia yang
masuk Islam tatkala kawasan Asia Tengah ditaklukkan oleh Qutaibah
bin Muslim, mereka merupakan keluarga yang telah mengabdi kepada
Daulah Abbasiyah sejak pertama kali kekhalifahan dibentuk, namun
hubungan mereka dan khalifah berakhir buruk dan tidak cocok sebab
kecurigaan keluarga khalifah dengan keluarga Barmak melenceng dari
tatanan moral.
Bidang ekonomi merupakan bidang yang maju pesat di
pemerintahan Harusn Ar Rasyid, dengan ditulisnya sebuah kitab yang
13

membahas tentang Kharraj oleh Imam Abu Yusuf salah seorang murid
Imam Abu Hanifah yang merupakan Qodi pada waktu itu. Kitab
tersebut mencakup tiga bab besar di dalamnya. Pertama, keterangan
sumber penghasilan Baitul Mal dan bagaimana penyalurannya. Kedua,
keterangan bagaimana cara memungutnya. Ketiga, keterangan tentang
kewajiban yang harus ditunaikan oleh Baitul Mal yang biasa
terlupakan oleh para penguasa.
Khalifah Harun Ar Rasyid meninggal dunia di kota Thus pada saat
beliau melakukan perjalanan menuju Khurasan pada tahun 808.
2. Runtuhnya Dinasti Abbasiyah.
Sejak khalifah Ma’mun memerintah, pengaruh Persia sudah sangat
dominan dalam pemerintahan yang menyebabkan tentara Turki diundang oleh
khalifah Mu’tashim untuk mengurangi mereka. Hal itu menjadi boomerang
karena di kemudain hari para tentara itu menguasai istana dan memerintah
seenaknya sebagai amirul umara, hal ini berlanjut sampai khalifah-khalifah
berikutnya.
Untuk melepaskan khalifah dari hegemoni pengaruhTurki ini, maka
khalifah Al Mustakfi Billah terpaksa mengundang dan meminta bantuan dari
pemimpin Buwayhia, Ahmad bin Abu Syuza’ yang beraliran Syiah. Ahmad
bin Abu Syuza’ pun menyerang Baghdad pada tahun 945 dan berhasil
mengusir tentara Turki. Hal ini merupakan peluang besar bagi Ahmad yang
menjadikan khalifah lemah dan bonekanya. Atas namanya, dinasti ini disebut
Dinasti Buwayhia.
Pendiri Dinasti Buwayhia mengambil gelar Mu’izud Daulah dari Al
Mustakfi Billah, ia memerintah sebagai wazir utama dan mengambil segala
kekuasaan atas orang Sunni. Untuk mengurangi dan menutupi kewenangan
khalifah Ahmad memakai gelar Sultan, mencetak mata uang atas namanya,
menyebut namanya dalam khutbah jumat lalu menghabisi kedaulatan khalifah.

14

Sejak itu, kekuasaan mutlak ada di tangan para wazir/ sultan dari
Dinasti Buwayhia dan ini merupakan periode terburuk dalam sejarah Dinasti
Abbasiyah yang berpaham Sunni.
Selain berdirinya Dinasti Buwayhia terdapat beberapa factor lain yang
menggerogoti kekuatan khalifah Abbasiyah, yaitu berdirinya Dinasti Saljuq
yang merupakan kekuatan Turki yang berasal dari daerah yang membentang
antara Kirghistan dan Bukhara, dan juga pecahnya perang Salib di bagian
wilayah barat Dinasti Abbasiyah, yang mana selama perang itu terjadi
keresahan terjadi di Baghdad karena sejak tahun 632 telah ada ketegangan
antara Kristen dan islam untuk menguasai Syam, Asia Kecil, Spanyol, dan
lainnya, yang mana akhirnya perang salib membuat kekuasaan islam
melemah.
Selain factor diatas ada beberapa factor inti yang menjatuhkan Dinasti
Abbasiyah, diantaranya:
-

Luasnya

wilayah

yang

tidak

diseimbangkan

dengan

komunikasi yang baik antar wilayah, sehingga ketika ada
pemberontakan tidak dapat langsung ditanggulangi. Oleh
karena itu banyak wilayah yang akhirnya memisahkan diri.
-

Perpecahan antar orang arab dan mawali (bukan arab), antar
suku arab, dan muslim dan dzimmi.

-

Dibentuknya tentara bayaran dari Turki yang terpisah dari
militer Abbasiyah sehingga ketika khalifah melemah tentara
bayaran dapat dengan semena-mena bertindak sesuai dengan
keinginan mereka.

-

Serangan bangsa Mongolia dan penghapusan islam dari
Baghdad. Hulagu Khan yang pada ketika itu memimpin
Mongol mengirim surat kepada khalifah Abbasiyah al
Mu’tashim untuk bekerjasama membasmi Asasin (sekte syiah
yang sering mengganggu ketenangan Dinasti Abbasiyah dan
15

Mongolia), akan tetapi surat itu jatuh ke tangan wazir khalifah
yang merupakan orang syiah, ia tidak ingin ada kerjasama
tersebut lalu ia membalas surat tersebut tanpa sepengetahuan
khalifah dengan menggunakan Bahasa yang kurang baik.
Hulagu Khan merasa tersinggung dan membawa tentaranya
untuk menyerang Baghdad. Kota Baghdad dikepung selama
dua bulan, setelah perundingan damai gagal dilaksanakan,
akhirnya khalifah menyerah kepada Hulagu Khan, namun tetap
dibunuh oleh Hulagu Khan, pembantaian itu menelan korban
sebanyak 800.000 orang (sesuai kesepakatan ahli sejarah
muslim dan barat)23.
D. Pasang surut politik, sosial, budaya, dan perkembangan ilmu pengetahuan
masa Umayyah dan Abbasiyah.
1. Administrasi
Sebelum Abbasiyah, dalam pemerintahan pos-pos terpenting diisi oleh
Bani Umayyah notebene bangsa arab, namun pada masa Abbasiyahorang
non-arab mendapat fasilitas dan menduduki jabatan strategis dalam
pemerintahan. Bahkan pada zaman khalifah Al Amin ada wazir yang
diangkat dari bukan arab.
Selain wazir ada juga jabatan lain yaitu Hajib, perantara rakyat dan
khalifah. Jika ada seseorang yang ingin menghadap khalifah ia harus
mengenalkan dirinya kepada Hajib yang akan membawanya menemui
khalifah.
Selanjutnya ada jabatan Jallad, yaitu pelaksana hukuman termasuk
hukuman mati (algojo) yang selalu siap di belakang khalifah. Jallad ini
sebelumnya tidak dikenal oleh bangsa arab.
23 M.Abdul karim, Sejarah Pemikiran dan Peradaban Islam, (Pustaka Book
Publisher:
Yogyakarta, 2007), Cet 1, hal 167.

16

Ada beberapa kementrian yang diadakan pada masa Umayyah, yaitu:
Diwan Al Jund, Diwan Al Kharraj, Diwan Ar Rasal, Diwan Al Khotam,
dan Diwan Al Barid.
Pada era Abbasiyah ditambahkan lagi beberapa kementrian, yaitu:
Diwan Al Azimah, DiwanNazhr fil Mazholim, Diwan An Nafaqat, Diwan
As Sawafi, Diwan Ad Diya’, Diwan As Sirr, Diwan Al ‘Ardh, Diwan Asy
Syurthah, dan Diwan At Tauqi’24.
2. Social
Pada era Umayyah perempuan sudah bebas untuk berkegiatan dan
pergi kemana saja yang mereka suka, sehingga tidak perlu lagi untuk
dikawal oleh pria ketika berjalan.
Khususnya pada era Abbasiyah , gengsi kearaban mulai tidak tampak.
Dengan adanya asimilasi, arab-mawali membawa dinasti ini kehilangan
jati diri sebagai bangsa arab menjadi bangsa majemuk. Saat orang arab
murni surut, orang mawali dan anak-anak perempuan yang dimerdekakan
mulai menggantikan posisi mereka.
Banyak macam olahraga yang popular di kala itu, seperti catur, hoki,
polo, perburuan, dan pacuan kuda.
3. Kegiatan ilmiyah
Periode Abbasiyah identic dengan ilmu pengetahuan, diantara pusat
ilmu pengetahuan yang terkenal ketika itu adalah Damaskus, Aleksandria,
Qayrawan, Fustat, Kairo, Al Madain, Jundeshahpur, dan lainnya.
Banyaknya

pegawai

pemerintahan

yang

diangkat

dari

para

cendikiawan-cendikiawan Persia merupakan salahsatu tandanya.
Dengan diresmikannya Mu’tazilah sebagai mazhab resmi Negara
menyebabkan banyak kemajuan kegiatan intelektual dengan lebih
24 M.Abdul karim, Sejarah Pemikiran dan Peradaban Islam, (Pustaka Book
Publisher:
Yogyakarta, 2007), Cet 1, hal 167.

17

menggunakan rasio baik dalam penterjemahan ilmu-ilmu dari luar yang
dipadukan dengan ajaran islam.
Pribadi beberapa khalifah pun menyokong perkembangan ilmu
pengetahuan di era itu, terutama Abbasiyah. Khalifah Mansur, Khalifah
harun, dan khalifah ma’mun adalah kutu buku yang sangat mencintai ilmu
pengetahuan.
4. Peran pemerintah
Pada masa Umayyah dan Abbasiyah banyak khalifah yang mencintai
dan mendukung penuh atas aktivitas mereka paling menonjol dan besar
melalui penerjemahan yang merupakan kegiatan yang paling besar
peranannya dalam mentransfer ilmu pengetahuan.
Mereka menterjemahkan dari buku-buku berbahasa asing seperti
Yunani, Sansekerta, Suryani ke dalam Bahasa arab yang telah dimulai
sejak Dinasti Umayyah. Misalnya Khalid bin yazid yang memerintahkan
cendikiawan-cendikiawan Mesir untuk menterjemahkan buku-buku yang
membahas tentang kedokteran, kimia, dan bintang yang berbahasa Yunani
ke Bahasa arab.
Jasa-jasa ilmuwan muslim dalam ilmu dan science, serta ilmu-ilmu
lain tidak terhingga. Semasa Abbasiyah, kegiatan penterjemahan tetap
dilanjutkan dan berkembang pesat, terutama tentang peranan ilmuwan
india serta pertukaran budaya arab-india. Bahkan pada abad ke 10 M,
kegiatan ilmuwan muslim tidak hanya menterjemahkan tapi mulai
memberi syarahan/ penjelasan dan tahqiq/ pengeditan.
Pada mulanya, para ulama memlihara dan mentransfer ilmu
pengetahuan melalui hapalan atau lembaran-lembaran yang tidak
teratur.barulah pada abad ke 7 M mereka menulis Hadits, Fiqh, Tafsir, dan
buku-buku lain. Kegiatan ini melalui tiga tahapan. Pertama, pencatatan
pemikiran atau hadist atau pemikiran di atas kertas/ lainnya. Kedua,
pembukuan

pemikiran-pemikiran
18

atau

hadits-hadits

tersebut

dan

dihimpun dalam buku tertentu. Ketiga, penyusunan dan pengaturan
kembali buku yang telah ada ke dalam bab dan pasal tertentu pada masa
Abbasiyah.
Dan yang pastinya menjadi kebanggaan zaman Abbasiyah adalah
terdapatnya empat imam: Abu hanifah, Malik, Syafi’I, dan Ahmad,
mereka adala ulama agung yang tiada tandingannya di dunia islam..
BAB III
PENUTUP
Demikianlah pemaparan materi tentang Peradaban Daulah Umayyah dan
Abbasiyah. Banyak pelajaran yang dapat dipetik yang dengan mengetahuinya dapat
menjadi bahan telaah dan ibroh kita dalam menjalani kehidupan social, budaya dan
politik.
Kegigihan para khalifah dan panglimanya dalam menyebarkan dakwah islam
serta factor yang akhirnya membuat kerajaan mereka lemah dan jatuh karna berbagai
factor, baik internal ataupun eksternal.
Terlepas dari adanya beberapa pendapat yang menyoroti sisi negative para
khalifah tersebut yang paling penting bagi kita sebagai generasi islam masa kini
adalah mengambil pelajaran dan pengalaman dari sejarah tersebut.

19

DAFTAR PUSTAKA
Muhammad Abdul karim, Sejarah Pemikiran dan Peradaban
Islam, (Pustaka Book Publisher: Yogyakarta, 2007), Cet 1.
Abu Bakar Al Arabi, Al ‘Awashim Minal Qowasim, (Dar Al kutub
al Ilmiyah: Beirut, 2003), Cet 2.
Hasan Ibrahim Hasan, Tarikh Al Islami, As Siayasy wad Diny
wats Tsaqofy wal Ijtima’iy, (Maktabah Darul Jail: Beirut, 1996), Cet
14.
Abul A’la Al Maududi, Al Khilafatu wal Mulk, (Darul Qolam:
Kuwait, 1978), Cet 1.
Muhammad Khudori Beik, Muhadhorot Tarikhul Umam Al
Islamiyah, Ad Daulah Al Abbasiyah, (Darul Qolam: Beirut, 1986), Cet
1.

20