Kebijakan Moneter dan Fiskal (1)

Kebijakan Moneter dan Fiskal

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Ilmu ekonomi adalah sebuah cabang ilmu dari pengetahuan sosial yang tidak bisa
lepas dalam kehidupan sehari-hari karena melalui ilmu ekonomi inilah setiap
manusia dapat memenuhi kebutuhan hidupnya, baik sebagai individu maupun
sebagai satu kesatuan atau dikenal dengan organisasi. Dalam hal ini, organisasi
yang merupakan kesatuan dari setiap individu disebut dengan negara.
Berbicara soal negara, tentu tidak bisa dilepaskan dari cabang ilmu pengetahuan
sosial lainnya yaitu ilmu politik. Melalui ilmu politik ini individu-individu yang terlibat
dalam organisasi yang disebut sebagai negara dapat memainkan perannya untuk
mengatur sebuah negara agar dapat mencapai tujuannya yang telah dicita-citakan
melalui semua kebijakan, termasuk kebijakan ekonomi.
Pentingnya perekonomian dibagi menjadi tiga bagian yang pertama, pentingnya
ilmu ekonomi untuk perseorangan (individu), kedua pentingnya ilmu ekonomi untuk
dunia usaha, dan ketiga, pentingnya ilmu ekonomi untuk bangsa dan Negara.[1]
Krisis global dapat membuat keadaan perekonomian di berbagai Negara sangat
menghawatirkan dan membuat tingkat perekonomian menerun tajam, yang

mengakibatkan suasana ketidakpastiannya sangat tinggi terhadap masa depan
suatu Negara yang mengalaminya. Untuk mengatasi dan mencegah terjadinya
krisis global Negara Indonesia melakukan kebijakan-kebijakan yang bertujuan agar
kondisi perekonomian Indonesia pulih kembali.
Kebijakan yang akan dibahas yaitu kebijakan fiskal dan kebijakan moneter.
Kebijakan fiskal yang dilakukan pemerintah merupakan kebijakan di dalam bidang
perpajakan (penerimaan) dan pengeluarannya, sedangkan kebijakan moneter
adalah langkah-langkah yang dijalankan oleh Bank Sentral untuk mengawasi jumlah
uang yang berada di tangan masyarakat. Kedua kebijakan ini merupakan wahana
utama bagi peran aktif pemerintah dibidang ekonomi.
Moneter, fiskal dan perdagangan internasional adalah merupakan instrument
kebijakan makro ekonomi. Indonesia telah mengalami berbagai macam kebijakan
moneter dan fiscal sejak kemerdekaan. Pada awal tahun 1950-an kebijakan moneter
cenderung bersifat konservatif (jumlah uang yang beredar bertambah dengan
mantap, tetapi terkendali dengan laju 22% pertahun) pada tahun 1951-1956.

Kemudian pada tahun 1956-1960 pertumbuha uang beredar lebih cepat rata-rat
37% pertahun.
Kebijakan moneter selanjutnya terkesan sebagai hasil sampingan kegiatan dunia
politik dan kebutuhan untuk membiayai defisit anggaran (APBN) yang makin

membesar. Pada awal tahun 1960-an ada usaha untuk melakukan pengendaliaan
moneter, tetapi sejak tahun 1963 tidak dilakukan lagi dan jumlah uang yang
beredar tumbuh tidak terkendalikan. Hal ini menyebabkan inflasi yang parah yang
mencapai puncaknya pada tahun 1966 (indeks harga untuk DKI Jakarta meningkat
150%). Setelah itu terjadi perubahan gaya pengelolaan ekonomi moneter dalam
waktu yang pendek sektor moneter dapat dikendalikan dan harga-harga menuju
stabilitas antara tahun 1969-1971 Indonesia mengalami laju inflasi dibawah 10%
pertahun. Stabilitas ini berlangsung sampai triwulan terakhir tahun 1971, setelah itu
ditandai adanya inflasi yang cukup tinggi, meskipun kebijakan moneter yang dianut
tidak berbeda dengan yang sebelumnya. Menjelang akhir tahun 1976 stabilitas
harga dapat dipulihkan kembali dan inflasi mencapai laju sedikit lebih tinggi dari
10% pertahun. Keadaan seperti ini dapat dipertahankan sampai tahun 1978, tetapi
devaluasi yang dilakukan pada bulan November tahun 1978 menghidupkan kembali
inflasi pada tahun 1979. Sampai saat ini Indonesia menganut kebijakan moneter
mengambang (Floating Rate).[2]

1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas maka rumusan masalahnya adalah sebagai
berikut :
1.2.1


Apa Pengertian dari Kebijakan Moneter?

1.2.2

Apa Pengertian dari Kebijakan Fiskal?

1.2.3

Apa Tujuan dari Kebijakan Moneter dan Kebijakan Fiskal?

1.2.4

Apa saja Macam-macam Kebijakan Moneter dan Kebijakan Fiskal?

1.2.5

Bagaimana Peranan Kebijakan Moneter dan Kebijakan Fiskal?

1.2.6


Bagaimana Hubungan antara Kebijakan Moneter dengan Kebijakan Fiskal?

1.3

Tujuan Masalah

Pembuatan makalah ini bertujuan agar kita mengetahui tentang:
1.3.1

Memahami tentang Pengertian Kebijakan Moneter

1.3.2

Memahani tentang Pengertian Kebijakan Fiskal

1.3.3

Tujuan Kebijakan Moneter dan Kebijakan Fiskal


1.3.4

Macam-macam Kebijakan Moneter dan Kebijakan Fiskal

1.3.5

Peranan Kebijakan Moneter dan Kebijakan Fiskal

1.3.6

Hubungan antara Kebijakan Moneter dengan Kebijakan Fiskal

1.4

Metode Penulisan

Di dalam karya tulis ini, metode yang akan digunakan penulis dalam penulisannya
adalah sebagai berikut :
1.4.1
Metode literature study, yaitu metode yang dilakukan dengan cara

membaca buku-buku yang berhubungan dengan materi pembahasan, kemudian
mengkaji dan mengambil materi yang dibutuhkan.
1.4.2
Metode deskriptif, yaitu metode yang bertujuan menjelaskan dan
menggambarkan pemecahan masalah yang ada pada masa sekarang.

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Kebijakan Moneter
Kebijakan moneter adalah proses mengatur persediaan uang sebuah negara untuk
mencapai tujuan tertentu; seperti menahan inflasi, mencapai pekerja penuh atau
lebih sejahtera. Kebijakan moneter dapat melibatkan mengeset standar bunga
pinjaman, "margin requirement", kapitalisasi untuk bank atau bahkan bertindak
sebagai peminjam usaha terakhir atau melalui persetujuan melalui negosiasi
dengan pemerintah lain.
Kebijakan Moneter adalah kebijakan yang dilakukan oleh otoritas moneter (Bank
Sentral) untuk mempengaruhi kegiatan ekonomi melalui pengawasan uang beredar
atau suku bunga, atau kombinasi keduanya, usaha tersebut dilakukan agar terjadi
kesetabilan harga, dan inflasi, serta terjadinya peningkatan output keseimbangan.

[3]
Kebijakan moneter pada dasarnya merupakan suatu kebijakan yang bertujuan untuk
mencapai keseimbangan internal (pertumbuhan ekonomi yang tinggi, stabilitas
harga, pemerataan pembangunan) dan keseimbangan eksternal (keseimbangan
neraca pembayaran) serta tercapainya tujuan ekonomi makro, yakni menjaga
stabilisasi ekonomi yang dapat diukur dengan kesempatan kerja, kestabilan harga
serta neraca pembayaran internasional yang seimbang.

Apabila kestabilan dalam kegiatan perekonomian terganggu, maka kebijakan
moneter dapat dipakai untuk memulihkan (tindakan stabilisasi). Pengaruh kebijakan
moneter pertama kali akan dirasakan oleh sektor perbankan, yang kemudian
ditransfer pada sektor riil.
Kebijakan moneter adalah upaya untuk mencapai tingkat pertumbuhan ekonomi
yang tinggi secara berkelanjutan dengan tetap mempertahankan kestabilan harga.
Untuk mencapai tujuan tersebut Bank Sentral atau Otoritas Moneter berusaha
mengatur keseimbangan antara persediaan uang dengan persediaan barang agar
inflasi dapat terkendali, tercapai kesempatan kerja penuh dan kelancaran dalam
pasokan/distribusi barang.
Dalam perekonomian suatu negara, jika pemerintah memandang bahwa
pembangunan ekonomi yang berjalan tidak sesuai dengan yang diharapkan, maka

pemerintah akan mengambil serangkaian tindakan kebijaksanaan untuk
menstabilkan kembali situasi perekonomian tersebut. Diantaranya adalah
kebijaksanaan moneter. Dalam kebijaksanaan moneter lembaga yang paling
berwenang mengambil langkah kebijaksanaan yang diambil adalah Bank Sentral.
Cara yang ditempuh bisa melalui operasi pasar terbuka, politik diskonto, cadangan
minimum atau perkreditan yang dapat mempengaruhi jumlah uang yang beredar.
Ada beberapa perbedaan pendapat mengenai bagaimana uang mempengaruhi
perekonomian serta bagaimana mekanisme transmisi (jalur pengaruh) perubahan
jumlah uang beredar.
1.

Jalur biaya modal (The Cost of Capital Channel)

2.

Jalur kekayaan (Wealth Channel)

3.

Jalur harga relatif (Teori Portofolio)


4.

Jalur langsung (Teori Monetarist)

Kebijakan moneter dilakukan antara lain dengan salah satu namun tidak terbatas
pada instrumen sebagai berikut yaitu suku bunga, giro wajib minimum, intervensi
dipasar valuta asing dan sebagai tempat terakhir bagi bank-bank untuk meminjam
uang apabila mengalami kesulitan likuiditas.
Dengan kata lain, kebijakan moneter adalah proses di mana pemerintah, bank
sentral, atau otoritas moneter suatu negara kontrol supplay: uang, ketersediaan
uang, dan biaya uang atau suku bunga untuk mencapai menetapkan tujuan
berorientasi pada pertumbuhan dan stabilitas ekonomi.
Kebijakan Moneter bertumpu pada hubungan antara tingkat bunga dalam suatu
perekonomian, yaitu harga di mana uang yang bisa dipinjam, dan pasokan total
uang. Kebijakan moneter menggunakan berbagai alat untuk mengontrol salah satu

atau kedua, untuk mempengaruhi hasil seperti pertumbuhan ekonomi, inflasi, nilai
tukar dengan mata uang lainnya dan pengangguran.
Dimana mata uang adalah di bawah monopoli penerbitan, atau dimana ada sistem

diatur menerbitkan mata uang melalui bank-bank yang terkait dengan bank sentral,
otoritas moneter memiliki kemampuan untuk mengubah jumlah uang beredar dan
dengan demikian mempengaruhi tingkat suku bunga untuk mencapai kebijakan gol.
[4] Serta otoritas moneter dapat mempengaruhi pertumbuhan output untuk
menyerap pengangguran dan mengendalikan laju inflasi.[5]
Dapat dipahami betapa pentingnya kebijakan moneter untuk menjaga stabilitas
peredaran uang, jangan terlalu banyak dan jangan terlalu sedikit. Apabila terlalu
banyak uang yang beredar itangan masyarakat akan menimbulkan terlalu banayak
permintaan didalam ekonomi. Sebaliknya, terlalu sedikit uang yang dipegang
masyarakat membuat rendahnya permintaan didalam ekonomi yang menyebabkan
rendahnya kegiatan produksi yang bias mengakibatkan resesi ekonomi. Jadi
stabilitas uang yang beredar berarti stabilitas ekonomi dan yang terakhir ini
mrupakan kondisi yang paling kritis untuk pertumbuhan output/ekonomi yang tinggi
dan berkelanjutan.[6]
Untuk memahami efektifitas dari kebijakan moneter terhadap ekonomi Indonesia,
perlu terlebih dahulu dipahami empat hal pokok.
1)
Mekanisme kerja dari pasar uang atau bagaimana terjadinya permintaan dan
penawaran uang dan keseimbangan antara keduanya.
2)


Faktor-faktor utama yang mempengaruhi permintaan dan penawaran uang.

3)

Sistem moneter yang diterapkan diindonesia

4)
Hubungan antara uang yang beredar di masyarakat dengan laju pertumbuhan
ekonomi.[7]
Ada tiga instrument utama yang digunakan untuk mengatur jumlah uang beredar:
operasi pasar terbuka (open market operation), fasilitas diskonto (discount rate),
dan rasio cadangan wajib (reserve requirement ratio). Di luar tiga instrument
tersebut (yang merupakan kebijakan moneter bersifat kuantitatf), pemerintah dapat
melakukan imbauan moral (moral persuasion).[8]
1)

Operasi Pasar Terbuka (Open Market Operation)

Operasi pasar terbuka adalah cara mengendalikan uang yang beredar dengan
menjual atau membeli surat berharga pemerintah (government securities). Jika
ingin menambah jumlah uang beredar, pemerintah akan membeli surat berharga
pemerintah. Namun, bila ingin jumlah uang yang beredar berkurang, maka
pemerintah akan menjual surat berharga pemerintah kepada masyarakat. Surat

berharga pemerintah antara lain diantaranya adalah SBI atau singkatan dari
Sertifikat Bank Indonesia dan SBPU atau singkatan atas Surat Berharga Pasar Uang.
Di Indonesia operasi pasar terbuka dilakukan dengan menjual atau membeli
Sertifikat Bank Indonesia (SBI) dan Surat Berharga Pasar Uang (SBPU) . Jika ingin
mengurangi jumlah uang beredar, pemerintah menjual SBI dan atau SBPU. Melalui
penjualan SBI/SBPU uang yang ada dalam masyarakat ditarik, sehingga jumlah
uang beredar berkurang. Biasanya penjualan SBI/SBPU dilakukan bila jumlah uang
beredar dianggap sudah mengganggu stabilitas perekonomian.
2)

Fasilitas Diskonto (Discount Rate)

Fasilitas diskonto adalah pengaturan jumlah uang yang beredar dengan memainkan
tingkat bunga bank sentral pada bank umum. Untuk membuat jumlah uang
bertambah, pemerintah menurunkan tingkat bunga bank sentral, serta sebaliknya
menaikkan tingkat bunga demi membuat uang yang beredar berkurang.
Dalam kondisi tertentu, bank-bank mengalami kekurangan uang, sehingga mereka
harus meminjam kepada bank sentral. Kebutuhan ini dapat dimanfaatkan oleh
pemerintah untuk mengurangi atau menambah jumlah uang beredar.
Bila pemerintah ingin menambah jumlah uang beredar, maka pemerintah
menurunkan tingkat bunga pinjaman (tingkat diskonto). Dengan tingkat bunga
pinjaman yang lebih murah, maka keinginan bank-bank untuk meminjam uang dari
bank sentral menjadi lebih besar, sehingga jumlah uang beredar bertambah.
Sebaliknya bila ingin menambah laju pertambahan jumlah uang beredar,
pemerintah menaikan bunga pinjaman. Hal ini akan mengurangi keinginan bankbank meminjam uang dari bank sentral, sehingga pertambahan jumlah uang
beredar dapat ditekan.
3)

Rasio Cadangan Wajib (Reserve Requirement Ratio)

Rasio cadangan wajib adalah mengatur jumlah uang yang beredar dengan
memainkan jumlah dana cadangan perbankan yang harus disimpan pada
pemerintah. Untuk menambah jumlah uang, pemerintah menurunkan rasio
cadangan wajib. Untuk menurunkan jumlah uang beredar, pemerintah menaikkan
rasio.
Penetapan rasio cadangan wajib juga dapat mengubah jumlah uang beredar, jika
rasio cadangan wajib diperbesar, maka kemampuan bank memberikan kredit akan
lebih kecil dibanding sebelumnya. Misalnya, jika rasio cadangan wajib mulanya
hanya 10%, maka untuk setiap unit deposito yang diterima, perbankan dapat
mengalirkan pinjaman sebesar 90% dari deposito yang diterima perbankan. Dengan
demikian angka multiplier uang dari sistem perbankan adalah 10.
Bila rasio cadangan wajib diperbesar menjadi 20%, maka untuk setiap unit deposito
yang diterima, sistem perbankan hanya dapat menyalurkan kredit sebesar 80%.

Angka multiplikasi uang dari sistem perbankan menurun menjadi 5, dengan
demikian jumlah uang beredar di masyarakat akan berkurang. Sebaliknya yang
terjadi bila pemerintah menurunkan rasio cadangan wajib. Sebab penurunan rasio
tersebut akan memperbesar angka multiplikasi uang, yang berarti akan
meningkatkan jumlah uang beredar.
Untuk pertama kalinya sejak Pakto 1988 Bank Indonesia menggunakan rasio
cadangan wajib guna mengerem pertumbuhan besar-besaran moneter yang masih
tinggi, yaitu dengan menetapkan rasio menjadi 3% pada Februari 1996 (ketentuan
sebelumnya menurut Pakto 1988 adalah 2%). Sejak April 1997 besarnya rasio
cadangan wajib adalah 5%.
4)

Himbauan Moral (Moral Persuasion)

Himbauan moral adalah kebijakan moneter untuk mengatur jumlah uang beredar
dengan jalan memberi imbauan kepada pelaku ekonomi. Contohnya seperti
menghimbau perbankan pemberi kredit untuk berhati-hati dalam mengeluarkan
kredit untuk mengurangi jumlah uang beredar dan menghimbau agar bank
meminjam uang lebih ke bank sentral untuk memperbanyak jumlah uang beredar
pada perekonomian. Dengan imbauan moral, otoritas moneter mencoba
mengarahkan atau mengendalikan jumlah uang yang beredar.[9]

2.2 Pengertian Kebijakan Fiskal
Kebijakan fiskal adalah kebijakan ekonomi yang digunakan pemerintah untuk
mengelola atau mengarahkan perekonomian ke kondisi yang lebih baik atau
diinginkan dengan cara mengubah-ubah penerimaan dan pengeluaran pemerintah.
Jadi, kebijakan fiskal mempunyai tujuan yang sama persis dengan kebijakan
moneter. Perbedaannya terletak pada instrumen kebijakannya. Jika dalam kebijakan
moneter pemerintah mengendalikan jumlah uang beredar, maka dalam kebijakan
fiskal pemerintah mengendalikan penerimaan dan pengeluarannya.[10]
Kebijakan ini mirip dengan kebijakan moneter untuk mengatur jumlah uang beredar,
namun kebijakan fiskal lebih mekankan pada pengaturan pendapatan dan belanja
pemerintah. Dari sisi pajak jelas jika mengubah tarif pajak yang berlaku akan
berpengaruh pada ekonomi. Jika pajak diturunkan maka kemampuan daya beli
masyarakat akan meningkat dan industri akan dapat meningkatkan jumlah output.
Dan sebaliknya kenaikan pajak akan menurunkan daya beli masyarakat serta
menurunkan output industri secara umum.
Kebijakan fiskal merujuk pada kebijakan yang dibuat pemerintah untuk
mengarahkan ekonomi suatu negara melalui pengeluaran dan pendapatan (berupa
pajak) pemerintah. Kebijakan fiskal berbeda dengan kebijakan moneter, yang
bertujuan men-stabilkan perekonomian dengan cara mengontrol tingkat bunga dan

jumlah uang yang beredar. Instrumen utama kebijakan fiskal adalah pengeluaran
dan pajak.[11]
Perubahan tingkat dan komposisi pajak serta pengeluaran pemerintah dapat
memengaruhi variabel-variabel berikut:
a)

Permintaan agregat dan tingkat aktivitas ekonomi

b)

Pola persebaran sumber daya

c)

Distribusi pendapat[12]

Instrumen kebijakan fiskal adalah penerimaan dan pengeluaran pemerintah yang
berhubungan erat dengan pajak. Dari sisi pajak jelas jika mengubah tarif pajak yang
berlaku akan berpengaruh pada ekonomi. Jika pajak diturunkan maka kemampuan
daya beli masyarakat akan meningkat dan industri akan dapat meningkatkan
jumlah output. Dan sebaliknya kenaikan pajak akan menurunkan daya beli
masyarakat serta menurunkan output industri secara umum.
Kebijakan anggaran/politik anggaran sebagai berikut:
a.

Anggaran defisit (deficit budget) kebijakan fiskal ekspansi

Anggaran defisit adalah kebijakan pemerintah untuk membuat pengeluaran lebih
besar dari pemasukan negara guna memberi stimulus pada perekonomian.
Umumnya sangat baik digunakan jika keadaan ekonomi sedang resesif.
b.

Anggaran surplus (surplus budget) kebijakan fiskal kontraktif

Anggaran surplus adalah kebijakan pemerintah untuk membuat pemasukannya
lebih besar daripada pengeluarannya. Sebaliknya, politik anggaran surplus
dilaksanakan ketika perekonomian pada kondisi yang ekspansi mulai memanas
(overheating) untuk menurunkan tekananan permintaan.

c.

Anggaran berimbang (balanced budget)

Anggaran berimbang terjadi ketika pemerintah menetapkan pengeluaran sama
besar dengan pemasukan. Tujuan politik anggaran berimbang, yaitu terjadinya
kepastian anggaran serta meningkatkan disiplin.[13]
Perubahan dalam tingkat dan komposisi pajak dan pengeluaran pemerintah dapat
berdampak pada variabel-variabel berikut dalam perekonomian:
a)
Aggregate demand and the level of economic activity (Permintaan agregat
dan tingkat kegiatan ekonomi).
b)

The pattern of resource allocation (Pola alokasi sumber daya).

c)

The distribution of income (Distribusi pendapatan).

Kebijakan fiskal mengacu pada efek keseluruhan hasil anggaran pada kegiatan
ekonomi. Sikap yang tiga kemungkinan kebijakan fiskal yang netral, ekspansif, dan
kontraktif:
1)

Sikap Netral

Sebuah sikap netral menyiratkan kebijakan fiskal anggaran berimbang di mana G =
T (Pemerintah pengeluaran = Pajak pendapatan). Pengeluaran pemerintah
sepenuhnya didanai oleh penerimaan pajak dan hasil keseluruhan anggaran
memiliki efek netral pada tingkat kegiatan ekonomi.
2)

Sikap Ekspansif

Sikap ekspansif kebijakan fiskal bersih melibatkan peningkatan pengeluaran
pemerintah (G> t) melalui pengeluaran pemerintah meningkat, penurunan
pendapatan pajak, atau kombinasi dari keduanya. Hal ini akan mengakibatkan
defisit anggaran yang lebih besar atau lebih kecil daripada surplus anggaran
pemerintah sebelumnya, atau defisit jika sebelumnya pemerintah memiliki
anggaran berimbang. Ekspansioner kebijakan fiskal biasanya berhubungan dengan
defisit anggaran.
3)

Sikap Kontraktif

Sikap kontraktif kebijakan fiskal (G