Advertising Values dan Perilaku Konsumen

Advertising Values dan Perilaku Konsumen:
Pengaruh Advertising Values dalam Tagged Promotion terhadap Perilaku
Konsumen (Consumer Attitudes) Online Fashion Shop Facebook di
Yogyakarta
Syaifa Tania1
New Media Studies
Department of Communication
Faculty of Social and Political Sciences
Gadjah Mada University

Abstract
The rapid proliferation of Facebook adoption among Indonesian new media user
has created a new channel for marketing. The use of photo tagging feature
emerges new marketing communication tool known as tagged promotion which
is commonly used by online fashion shop. The use of tagged promotion to access
customers through their Facebook accounts are gaining popularity, making
Facebook the ultimate medium for doing marketing communication activities.
The present research investigates the effect of advertising values on tagged
promotion toward consumer attitudes. The result of this research indicates that
advertising values toward tagged promotion is not affecting consumer attitudes.
Keywords: consumer attitudes, online advertising, Facebook


Pendahuluan
Peningkatan tingkat penetrasi internet dan perangkat komunikasi mobil (mobile
communication devices) dalam satu dekade terakhir memberikan dampak dan perubahan
yang signifikan dalam berbagai aspek kehidupan sosial masyarakat. Tingkat penetrasi
internet yang awalnya hanya sebesar 8% di tahun 2005 kini meningkat lebih dari dua kali
lipat menjadi 17% di tahun 2009 (The Nielsen Company Indonesia, 2010). Internet kemudian
menjadi salah satu media yang paling sering diakses di Indonesia terlebih dengan adanya
tarif layanan mobile internet yang terjangkau dan meningginya tingkat adopsi perangkat
telepon pintar (smartphone) di masyarakat. Popularitas internet dan perangkat mobile
kemudian melahirkan kanal baru bagi dunia periklanan yakni online advertising.
Meningkatnya tingkat penetrasi internet di Indonesia tidak dapat dilepaskan dari kehadiran
social media yang memediasi interaksi antarpengguna tanpa harus terbentur masalah jarak
dan waktu. Karakteristik budaya komunal masyarakat yang menunjukkan kecenderungan
untuk berkawan dan membentuk komunitas menjadi salah satu alasan social media begitu
cepat populer dan diadopsi oleh masyarakat, khususnya kaum muda. Dalam konteks
1

Corresponding Author:
Syaifa Tania, M.A., peneliti New Media Studies (Newmesis) Jurusan Ilmu Komunikasi, Fakultas Ilmu Sosial dan

Ilmu Politik, Universitas Gadjah Mada, Indonesia.
E-mail: syaifatania@mail.ugm.ac.id

Advertising Values dan Perilaku Konsumen

1

ekonomi, tren penggunaan social media ini menarik perhatian para pelaku industri baik
dalam skala makro maupun mikro untuk mulai mengembangan unit usaha mereka dengan
memanfaatkan social media sebagai media komunikasi pemasarannya. Salah satu bidang
industri yang turut berkembang dari popularitas social media ini adalah online fashion shop
yang memanfaatkan fitur photo tagging di Facebook sebagai kanal komunikasi pemasaran.
Adapun dalam konteks online fashion shop, penggunaan fitur photo tagging sebagai media
komunikasi pemasaran dikenal dengan istilah tagged promotion.
Kajian mengenai perilaku audiens terhadap iklan telah lama menjadi fokus perhatian dalam
sejumlah kajian di bidang komunikasi pemasaran. Kajian-kajian awal terkait isu tersebut
menunjukkan bahwa audiens pada awalnya cenderung menyikapi iklan di media massa
(print ad dan TVC) secara positif, namun dalam perkembangannya mulai terjadi perubahan.
Saat ini, iklan cenderung disikapi secara negatif oleh audiens (Zanot dalam Keith, 1981).
Meskipun demikian, pada saat yang sama, pertumbuhan internet dan iklan online yang

ditawarkan sebagai konten media baru justru disikapi secara positif (Schlosser, Shavitt, dan
Kanfer, 1999:34-35). Penyikapan positif terhadap iklan online ini disebabkan karena iklan
online mampu menyampaikan informasi dalam format audio visual dan interaktif sehingga
pesan komersial yang disampaikan tidak hanya dianggap informatif melainkan juga
menghibur (Tsang, Ho, dan Liang, 2004). Mengacu pada kondisi tersebut, dapat disimpulkan
bahwa audiens memiliki advertising values yang berbeda antara iklan yang ditampilkan
dalam media massa dan online. Lebih lanjut, advertising values terhadap iklan diduga dapat
mempengaruhi consumer attitudes mereka terkait produk yang ditawarkan dalam iklan.
Pertumbuhan online advertising secara umum telah membuka ruang-ruang baru bagi kajian
komunikasi pemasaran dalam kaitannya dengan media baru. Meskipun demikian, hingga
kini masih belum banyak dilakukan penelitian yang secara khusus mengkaji iklan online yang
memanfaatkan social media sebagai media beriklannya, padahal pertumbuhan social media
saat ini terus membuka ruang-ruang komunikasi pemasaran baru bagi para pelaku industri
mikro berbasis online. Hal inilah yang kemudian coba digali oleh peneliti hingga dapat
memperkaya basis kajian komunikasi pemasaran di social media sehingga dapat bermanfaat
bagi para pelaku bisnis online dalam merancang strategi komunikasi pemasaran yang efektif.
Secara khusus, penelitian ini berupaya untuk mengungkap pengaruh advertising values
dalam tagged promotion terhadap perilaku konsumen (consumer attitudes) online fashion
shop di Facebook. Selama ini, tagged promotion kerap disikapi secara ganda (Tania, 2011).
Sebagian pengguna Facebook merasa terganggu dengan praktik tagging yang terkesan

dilakukan sembarangan sehingga mengganggu estetika tampilan laman profil Facebook
mereka, sementara sebagian yang lain merasa nyaman dengan praktik tagging tersebut.
Selain itu, sebagian pengguna Facebook juga merasa bahwa tagged promotion memiliki nilai
informasi yang aktual terkait tren fashion, sementara sebagian pengguna lain berpendapat
sebaliknya. Perbedaan advertising values dalam tagged promotion tersebut diduga mampu
mempengaruhi attitudes mereka terkait praktik pembelian.
Penelitian Sebelumnya
Penelitian terkait relasi antara iklan dan perilaku konsumen telah banyak dilakukan oleh
sejumlah akademisi. Tsang, Ho, dan Liang (2004) secara khusus mengkaji perilaku konsumen

Advertising Values dan Perilaku Konsumen

2

terhadap mobile advertising dalam risetnya yang berjudul Consumer Attitudes toward
Mobile Advertising . Dalam penelitian tersebut disebutkan bahwa konsumen cenderung
menyikapi mobile advertising secara negatif kecuali bagi konsumen yang memang secara
sadar dan suka rela menyetujui pengiriman pesan teks (SMS) yang berisi promosi dari
berbagai pusat perbelanjaan ke nomor ponsel mereka.
Kajian lain dilakukan oleh Gallup (1959) dalam A “tudy of Pu li Attitudes To ards

Ad ertisi g yang mengungkapkan bahwa mayoritas responden yang terlibat dalam
surveinya menyukai iklan dan menganggap pesan yang disampaikan sangat informatif.
Gagasan tersebut diperkuat pula oleh Bauer dan Greyser (1968) melalui bukunya
Ad ertisi g i A eri a: The Co su er Vie yang melihat bahwa pada saat itu mayoritas
konsumen menyikapi iklan secara positif.
Memasuki tahun 1970-an terjadi perubahan yang cukup signifikan. Kajian yang dilakukan
oleh Zanot (1981) berjudul Public Attitudes toward Advertising yang menemukan bahwa
meskipun pada tahun-tahun sebelumnya iklan disikapi secara positif oleh publik, namun
paska tahun 1970-an iklan justru disikapi secara negatif. Lebih lanjut, pesan yang
disampaikan dalam iklan televisi bahkan dianggap sangat menyesatkan (Mittal, 1994; serta
Alwitt dan Prabhaker, 1994). Meskipun demikian, Elliot dan Speck (1998) dalam kajiannya
Co su er Per eptio of Ad ertisi g Clutter a d Its I pa t A ross Various Media mengkaji
enam jenis media dan menemukan adanya perbedaan tingkat persepsi audiens terhadap
iklan yang disampaikan dalam keenam media tersebut. Iklan televisi dianggap lebih
mengganggu dibandingkan dengan dengan iklan radio. Selain itu, perbedaan nilai iklan
(advertising values) terhadap jenis-jenis media tersebut dianggap mempengaruhi perilaku
mereka.
Tinjauan teori
Kehadiran media baru telah mendorong adanya perubahan besar dalam paradigma
komunikasi pemasaran saat ini, sekaligus berakibat pada perilaku pengguna media baru

sebagai publik yang menerima terpaan pesan komersial secara online. Dalam konteks
pemasaran, perilaku konsumen (consumer attitudes) merupakan konsep penting yang
didefinsikan sebagai kecenderungan seseorang dalam merespon suatu objek (Fishbein,
1967). Konsep perilaku ini lebih lanjut dimaknai oleh Kotler (2000) sebagai evaluasi,
perasaan emosional, dan kecenderungan perilaku seseorang terhadap objek atau ide
tertentu. Dalam konteks komunikasi pemasaran, kajian mengenai perilaku konsumen
(consumer attitudes) terhadap iklan dimaknai sebagai kecenderungan respon yang diberikan
terhadap terpaan pesan komersial yang disampaikan dalam iklan. Adapun perbedaan nilai
yang dikandung dalam konten iklan (advertising values) diduga berpengaruh terhadap
perilaku konsumen (consumer attitudes).
Pengguna Media Baru dan Responnya terhadap Online Advertising
Kehadiran media baru telah memberikan perubahan yang signifikan dalam paradigma
komunikasi pemasaran. Iklan yang sebelumnya disampaikan melalui media massa
cenderung berpusat pada pola one-to-many, kini berubah menjadi many-to-many (Ozuem,
2005). Iklan online yang disampaikan melalui social media kepada satu orang pengguna

Advertising Values dan Perilaku Konsumen

3


dapat menyebar luas kepada para pengguna lain yang berada dalam jaring pertemanannya.
Selain itu, feedback yang dalam media massa cenderung disampaikan secara tertunda, maka
dalam media baru dapat disampaikan pada saat itu juga dalam konteks real time. Kondisi ini
tentunya menempatkan pengguna media baru sebagai audiens iklan online yang memiliki
kuasa besar terhadap iklan dan direfleksikan melalui respon yang mereka berikan.
Seperti yang telah dipaparkan sebelumnya, interaktivitas yang dimiliki oleh media baru
memungkinkan iklan online ditampilkan secara menghibur dan disikapi positif oleh
responden (Schlosser, Shavitt, dan Kanfer, 1999). Selain itu, iklan online dianggap lebih
informatif dan terpercaya dibandingkan iklan-iklan yang disampaikan melalui media massa.
Mengacu pada kondisi tersebut, nilai yang dikandung dalam iklan (advertising values)
dianggap dapat mempengaruhi perilaku/respon mereka terhadap iklan tersebut. Model
advertising values tersebut lebih lanjut digambarkan sebagai berikut.

Gambar 1.1
Model Pengaruh Advertising Values terhadap Consumer Attitudes
entertainment
informativeness
advertising values

consumer attitudes


irritation
credibility

Konten (informativeness) dan bentuk/wujud (entertainment) iklan merupakan dimensi
advertising values yang mempengaruhi efektivitas iklan online (Aaker, Batra dan Mayers,
1992; serta Ducoffe, 1996). Iklan yang menarik dan menghibur dinilai mampu berdampak
positif bagi perilaku konsumen (Shimp, 1981). Sebaliknya, iklan yang tidak disampaikan
secara menarik justru dianggap mengganggu (irritation). Iritasi ini kemudian turut
mempengaruhi penilaian konsumen terhadap iklan (Ducoffe, 1996). Lebih lanjut, Bracket
dan Carr (2001) juga menyebutkan bahwa kredibilitas pengiklan sebagai pengirim pesan
(sender credibility) turut mempengaruhi penilaian konsumen. Secara ringkas, dapat
disimpulkan bahwa nilai hiburan, informasi, iritasi, dan kredibilitas pengirim pesan
merupakan dimensi-dimensi yang menyusun advertising values. Advertising values nantinya
akan berpengaruh pula pada perilaku konsumen (consumer attitude). Adapun Fishbein dan
Ajzen (1975) membedakan consumer attitudes ke dalam dua dimensi yaitu intensi
(intention) dan perilaku yang sesungguhnya (actual behavior). Intensi merupakan dimensi
yang mengungkapkan keinginan seseorang dalam menerima pesan komersial, sedangkan
actual behavior mengungkapkan perilaku yang sesungguhnya dilakukan oleh konsumen
setelah memiliki intensi terhadap iklan.

Iklan Online dan Tagged Promotion
Perkembangan teknologi komunikasi telah mengubah lanskap media secara signifikan.
Tingginya penetrasi perangkat telekomunikasi mobil (mobile telecommunications) di

Advertising Values dan Perilaku Konsumen

4

masyarakat seolah membuka peluang baru bagi berbagai aplikasi internet nirkabel,
termasuk dalam bidang periklanan dan komunikasi pemasaran (wireless marketing and
advertising). Komunikasi pemasaran nirkabel sendiri didefinisikan sebagai proses
pengiriman pesan komersial kepada perangkat telekomunikasi mobile audiens melalui
jaringan nirkabel (Zoller, Housen, dan Matthews, 2001). Iklan online kemudian merupakan
bagian dari komunikasi pemasaran nirkabel tersebut.
Interaktivitas dan kemampuan iklan online untuk memediasi respon dari audiens secara
cepat menjadikannya kanal komunikasi pemasaran favorit berbagai brand (Barwis dan
Strong, 2002). Selain itu, iklan online juga memungkinkan pesan komersial disampaikan
secara lebih menarik karena dikemas dalam format audio visual serta memiliki kapasitas
untuk memediasi respon sesegara mungkin (immediate), interaktif, personal, dan responsif
(Yoon dan Kim, 2001). Dalam perkembangannya, kehadiran social media memberikan warna

baru dalam konteks komunikasi pemasaran online melalui fitur-fitur yang secara khusus
dimiliki oleh social media tersebut. Tagged promotion kemudian merupakan bentuk iklan
online yang secara khusus dimiliki oleh Facebook melalui fitur photo tagging-nya.
Berbagai fitur yang ditawarkan oleh Facebook menjadikan social media ini memiliki daya
tarik tersendiri tidak hanya bagi pengguna media baru secara personal, melainkan juga para
pelaku industri baik di tingkat mikro maupun makro. Kemudahan dalam proses komunikasi
yang terjadi di antara para penggunanya mendorong Facebook menjadi salah satu situs
social media yang paling sering diakses oleh pengguna internet di seluruh dunia, tidak
terkecuali Indonesia (Belch dan Belch, 2009:485). Kondisi ini tentu tidak disia-siakan oleh
para pemilik brand. Berkaca dari fenomena tersebut, para pemilik brand pun mulai
berlomba-lomba menggunakan Facebook sebagai salah satu kanal komunikasi
pemasarannya.
Berbagai fitur yang ditawarkan oleh Facebook untuk mempermudah interaksi di antara para
penggunanya dimanfaatkan pula oleh para pemilik brand untuk berinteraksi dengan
konsumen. Aktivitas komunikasi pemasaran melalui iklan yang pada awalnya hanya
berpusat pada pola monolog dari brand ke audiens, kini mulai berubah menjadi pola dialog
yang terbangun melalui prinsip interaktivitas di media baru.
Fitur photo tagging merupakan fitur khas yang menjadi keunggulan Facebook dibandingkan
dengan media jejaring sosial lainnya. Melalui fitur photo tag, setiap pengguna Facebook
dapat membagi (share) foto yang diunggahnya dengan para pengguna Facebook lain. Fitur

ini pula yang kemudian digunakan oleh para pemilik brand dalam skala makro seperti IKEA,
maupun mikro seperti online fashion shop untuk berkomunikasi dengan para pengguna
Facebook yang dinilai sebagai target konsumen potensial mereka. Lebih lanjut, efektivitas
fitur photo tagging sebagai kanal komunikasi pemasaran didasarkan pada beberapa alasan
(Perez, 2008) antara lain:
a. Foto merupakan media yang cenderung lebih disukai dan sering diakses oleh pengguna
Facebook.
b. Foto yang ditandai (tagged) akan tampil di laman news feed para pengguna Facebook
yang terhubung dalam jaring pertemanan sehingga dapat menjangkau pengguna
Facebook yang lain dalam jumlah yang besar.

Advertising Values dan Perilaku Konsumen

5

c.

Pesan yang disampaikan dalam foto umumnya memiliki relevansi tertentu dengan
pengguna Facebook yang ditandai dalam foto tersebut. Selain itu, bagi para pengguna
Facebook lainnya yang tidak ditandai dalam foto tersebut umumnya memiliki rasa ingin
tahu yang besar terkait alasan penandaan akun Facebook teman mereka dalam foto
tersebut.
Fitur photo tagging yang digunakan dalam berbagai tagged promotion mulai berkembang di
Indonesia seiring dengan munculnya berbagai online fashion shop yang memasarkan
produknya melalui Facebook. Melalui fitur tagging tersebut pesan komersial yang
disampaikan melalui Facebook dapat ditransmisikan secara cepat kepada pengguna
Facebook lain dalam jumlah besar sepanjang para pengguna Facebook tersebut terhubung
dalam jaring pertemanan (friend list). Akibatnya, terpaan terhadap tagged promotion di
Facebook dapat dikategorikan menjadi dua jenis yaitu terpaan langsung (direct exposure) di
mana tagged promotion yang diterima oleh pengguna Facebook disebabkan karena online
fashion shop menandai (tagging) akun pengguna tersebut dalam laman tagged promotion
mereka, serta terpaan tidak langsung (indirect tagged promotion) di mana pengguna
Facebook tidak ditandai secara langsung oleh online fashion shop namun menerima terpaan
pesan komersial tagged promotion melalui fitur news feed di laman home akun Facebooknya.
Rumusan Masalah
Menyadari bahwa consumer attitude merupakan salah satu elemen penting sebagai tujuan
akhir dalam mata rantai praktik komunikasi pemasaran, maka penelitian ini berupaya
mengkaji pengaruh advertising values dalam tagged promotion terhadap perilaku konsumen
(consumer attitude) online fashion shop di Facebook. Adapun beberapa hal yang dirumuskan
melalui penelitian ini antara lain:
H0 : Tidak terdapat pengaruh antara advertising values dalam tagged promotion dan
consumer attitudes.
H1 : Terdapat pengaruh antara advertising values dalam tagged promotion dan
consumer attitudes.
Metodologi
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian survei.
Pemilihan survei sebagai metode penelitian dalam riset ini didasarkan pada pertimbangan
bahwa survei memiliki kapabilitas untuk mengumpulkan dan menganalisis data secara
detail, terstruktur, dan memperoleh informasi dari responden dalam jumlah yang besar
(Berger, 2000; De Vaus, 1991). Selain itu, penelitian survei dapat digunakan pula untuk
mengetahui sikap, perasaan, prasangka, keyakinan, dan nilai-nilai yang dimiliki oleh
responden (Prajarto, 2010).
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pengguna Facebook di Yogyakarta. Pemilihan
Yogyakarta sebagai lokasi penelitian didasarkan pada pertimbangan bahwa Yogyakarta
merupakan salah satu provinsi di Indonesia dengan tingkat pertumbuhan pengguna
Facebook terbesar setelah Jakarta. Terhitung, hingga tahun 2012 jumlah pengguna

Advertising Values dan Perilaku Konsumen

6

Facebook di Yogyakarta bahkan mencapai 166% total populasi masyarakatnya2. Kondisi ini
sangat mungkin terjadi mengingat banyak ditemukan pengguna Facebook yang memiliki
akun ganda (multiple accounts). Selain itu, posisi Yogyakarta sebagai destinasi kota
pendidikan memungkinkan Yogyakarta banyak dihuni oleh kaum muda di mana kaum muda
tersebut merupakan segmen primer baik dalam posisinya sebagai konsumen maupun
pelaku bisnis online fashion shop.
Meskipun sulit untuk secara pasti menentukan jumlah pengguna Facebook di Yogyakarta,
namun pada sumber yang sama, data temuan terkini terkait statistik jumlah pengguna
Facebook di Yogyakarta tahun 2012 berkisar antara 500.000 – 1.000.000 orang. Mengingat
bahwa jeda waktu satu tahun antara waktu rilis data tersebut dan waktu pelaksanaan
penelitian ini, maka besar kemungkinan bahwa telah terjadi peningkatan jumlah pengguna
Facebook. Keterbatasan data statistik jumlah pengguna tersebut menjadi limitasi dalam
penelitian ini. Adanya data yang akurat mengenai jumlah pengguna Facebook terkini di
Yogyakarta memungkinkan hasil temuan penelitian dapat lebih akurat dan
merepresentasikan kondisi terkini terkait advertising values dan consumer attitudes.
Mengacu pada data terakhir statistik jumlah pengguna Facebook sebesar 500.000 –
1.000.000 orang pengguna, ketidakpastian jumlah populasi secara rigid kemudian
mempengaruhi teknik sampling yang digunakan oleh peneliti. Pengambilan sampel dalam
penelitian dilakukan dengan menggunakan probability sampling yaitu dengan menggunakan
purposive sampling sesuai tabel Krejcie di mana untuk jumlah populasi sebesar 1.000.000
orang, maka sampel yang dapat diambil sebesar 384 orang dengan asumsi confidence level
sebesar 95% dan margin of error sebesar 5% (Krejcie dan Morgan, 1970). Adapun data
temuan penelitian diperoleh dengan menggunakan kuesioner yang kemudian diolah dengan
Statistical Product and Service Solution (SPSS) 22.
Unit analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah advertising values terhadap iklan
online yang meliputi nilai entertainment, information, irritation, dan sender credibility, serta
consumer attitudes yang meliputi behavioral intention dan actual behavior. Data responden
diperoleh melalui kuesioner yang disebarkan kepada para pengguna Facebook di Yogyakarta
yang sudah pernah menerima terpaan tagged promotion dari online fashion shop. Mengacu
pada data isian dalam kuesioner, apabila responden menyebutkan bahwa dirinya memiliki
akun Facebook namun belum pernah menerima terpaan tagged promotion, maka data isian
pengguna Facebook tersebut diabaikan dan tidak digunakan sebagai data penelitian.
Kuesioner dalam penelitian ini terdiri dari tiga bagian utama yaitu data diri responden,
advertising values terhadap tagged promotion, serta consumer attitudes. Adapun pada
praktik pelaksanaannya, kuesioner ini diujicobakan (pretested) pada sepuluh orang
responden yang pernah menerima terpaan tagged promotion dari online fashion shop.
Hasil Penelitian
Data responden yang telah diperoleh melalui kuesioner kemudian diolah oleh peneliti
dengan menggunakan SPSS 22. Dalam proses pengolahan data ini, peneliti melakukan
beberapa ujian. Uji yang pertama kali dilakukan adalah uji realibilitas yang digunakan untuk
2

Terarsip di .

Advertising Values dan Perilaku Konsumen

7

menguji dan menentukan tingkat kualitas instrumen yang dipakai (Punch, 2005). Melalui uji
realibilitas ini dapat dilihat konsistensi alat ukur yang digunakan oleh peneliti untuk
mengumpulkan data penelitian. Selanjutnya, dilakukan uji regresi guna melihat pengaruh
advertising values terhadap attitudes tersebut. Dari hasil uji realibilitas, diperoleh nilai
Cronbach Alpha sebesar 0,712 (df 18, valid > 0.5). Nilai tersebut diterima dan dianggap
cukup baik. Konsistensi pertanyaan-pertanyaan penelitian dianggap cukup stabil untuk
diadopsi dalam model penelitian yang serupa.
Selain menggunakan kedua uji tersebut, dilakukan pula uji deskriptif untuk memetakan
pola-pola tertentu seperti risalah pengalaman transaksi online responden, advertising values
responden dalam tagged promotion yang diterima, serta consumer attitudes mereka
terhadap tagged promotion tersebut. Dari hasil uji deskriptif diperoleh temuan bahwa dari
seluruh responden yang pernah menerima terpaan tagged promotion, 70% responden yang
pernah bertransaksi di online fashion shop, serta hanya 60% responden yang memiliki
risalah bergabung di grup online fashion shop baik melalui jaringan BBM grup, Facebook
page, WhatsApp, maupun Line.
Mengacu pada dimensi advertising values dalam tagged promotion yang dijelaskan dalam
empat dimensinya yang telah disebutkan di atas, nilai entertainment dalam tagged
promotion terutama dipengaruhi oleh tampilan visual produk yang ditawarkan dan kualitas
fotografi tagged promotion (50%). Nilai informasi (information) dalam tagged promtion juga
dianggap cukup tinggi karena umumnya tagged promotion menampilkan informasi
mengenai harga (90%), detail spesifikasi produk (100%), serta cara membeli produk (90%).
Meskipun demikian nilai informasi tagged promotion terkait aktualitas informasi tren
fashion terkini hanya disepakati oleh 50% responden saja. Data uji deskriptif ini juga
menunjukkan bahwa tagged promotion memiliki nilai iritasi (irritation) bagi mereka (70%).
Tagged promotion yang disebarkan oleh online fashion shop dianggap mengganggu karena
memenuhi laman timeline profil Facebook responden (57,1%), kualitas fotografi yang
ditampilkan dalam tagged promotion tidak menarik (28,6%), serta responden merasa online
fashion shop terlalu sering men-tag akun Facebook mereka (14,3%). Sementara itu
kredibilitas online fashion shop (sender credibility) dimaknai secara positif terlihat dari
adanya praktik repurchasing di online fashion shop yang sama (60%) serta tersedianya
informasi mengenai pengalaman transaksi online fashion shop dan konsumen mereka di
akun Facebook online fashion shop tersebut (80%).
Secara ringkas, advertising values dalam tagged promotion dapat disebutkan bahwa nilai
entertainment sangat dipengaruhi oleh tampilan visual produk yang ditawarkan dan kualitas
fotografinya. Tagged promotion memiliki nilai informasi yang tinggi khususnya berkaitan
dengan informasi mengenai spesifikasi produk, serta nilai kredibilitas online shop pun
terbilang baik. Meskipun demikian, nilai iritasi tagged promotion juga sangat tinggi sehingga
dapat dikatakan bahwa tagged promotion dinilai mengganggu oleh responden.
Lebih lanjut, intensi responden terkait penerimaan tagged promotion di akun Facebook
mereka terbilang kecil. Dari seluruh responden, tingkat penerimaan tagged promotion yang
diinginkan dari online fashion shop dalam satu bulan mayoritas sebesar kurang dari tiga kali
(50%), 3-4 kali (20%), tidak menerima sama sekali (20%), dan hanya satu responden yang
ingin menerima lebih dari empat tagged promotion dalam satu bulan (10%). Sementara itu,

Advertising Values dan Perilaku Konsumen

8

dlihat dari actual behavior responden terkait intensi tersebut menunjukkan bahwa hampir
seluruh responden membiarkan saja tagged promotion tersebut dalam laman profil
Facebooknya (70%), kemudian menghapus tagged promotion (20%), serta menghubungi
online fashion shop untuk menindaklanjuti proses transaksi (10%).
Selanjutnya, berdasarkan hasil uji regresi yang dilakukan, nilai koefisien regresi hanya
sebesar 0,131 (R Square = 0,131) atau dapat dikatakan bahwa dari seluruh responden hanya
13,1% yang consumer attitudes-nya dipengaruhi oleh advertising values dalam tagged
promotion. Adapun hasil uji regresi tidak diterima karena F sebesar 1,204 (F = 3,516; Sig =
0,305). Mengacu pada hasil tersebut maka advertising values dalam tagged promotion tidak
mempengaruhi consumer attitudes. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa H0 dapat
diterima karena adanya dukungan data yang signifikan secara statistik dan H1 ditolak karena
tidak didukung oleh data yang signifikan secara statistik.
Diskusi
Mengacu pada hasil olah data yang telah dilakukan, hanya 13,1% pengaruh yang diberikan
oleh advertising values dalam tagged promotion terhadap consumer attitudes. Artinya,
terdapat 86,9% faktor lain yang mempengaruhi perilaku konsumen (consumer attitudes)
dalam bertransaksi di online fashion shop. Haubl dan Trifts (2000) mengungkapkan bahwa
interaktivitas merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi keputusan konsumen dalam
melakukan pembelian. Interaktivitas ini memungkinkan pengguna media baru memiliki
kuasa yang besar dalam mengakses informasi termasuk media komunikasi pemasaran yang
digunakan oleh online fashion shop. Pada saat yang bersamaan, satu orang pengguna
Facebook mungkin dapat menerima lebih dari satu tagged promotion sekaligus. Tidak jarang
beberapa tagged promotion yang diterima bahkan menawarkan produk yang serupa
meskipun dikirimkan oleh online fashion shop yang berbeda. Dengan adanya interaktivitas,
pengguna Facebook dapat menelusuri setiap tagged promotion yang diterima dari beragam
online fashion shop tersebut kemudian memperbandingkan spesifikasi produk seperti harga,
ketersediaan produk, biaya pengiriman, dan informasi lain. Meskipun interaktivitas bukan
merupakan bagian dari dimensi advertising values, namun interaktivitas memiliki pengaruh
terhadap kualitas advertising values di mata konsumen. Faktor interaktivitas inilah yang
semestinya juga perlu diuji dalam penelitian guna memahami pengaruh advertising values
terhadap consumer attitudes.
Tidak signifikannya hasil uji regresi dalam penelitian ini dipengaruhi karena keterbatasan
jumlah sampel penelitian yang relatif kecil. Diihat dari hasil uji reliabilitas dalam penelitian
ini, diperoleh hasil yang cukup baik di mana pertanyaan-pertanyaan yang diajukan dalam
penelitian dapat digunakan bagi penelitian lanjutan. Selain itu, hasil analisis deskriptif
menunjukkan bahwa elemen-elemen yang membentuk advertising values apabila bernilai
positif maka dapat turut berperan penting dalam mempengaruhi consumer attitudes,
namun hal tersebut tidak dapat dikaji lebih jauh melalui uji regresi karena jumlah sampel
yang terlalu kecil. Pengambilan sampel penelitian dalam jumlah yang lebih besar diharapkan
dapat menghasilkan data penelitian yang lebih valid.
Dari hasil penelitian ditemukan bahwa elemen visual merupakan faktor penting bagi nilai
entertainment dalam tagged promotion. Mayoritas responden mengungkapkan bahwa

Advertising Values dan Perilaku Konsumen

9

faktor desain dan kualitas fotografi merupakan salah satu elemen dalam tagged promotion
yang dianggap paling menarik dan menghibur. Elemen visual ini pula yang kemudian dapat
mempengaruhi cara responden membaca tagged promotion. Dari hasil temuan penelitian
ditemukan bahwa responden yang menganggap faktor desain dan kualitas fotografi sebagai
elemen yang menarik cenderung membaca seluruh informasi yang disampaikan dalam
tagged promotion. Dalam konteks komunikasi pemasaran online fashion shop, praktik
penjualan kembali (reseller) dari satu main seller yang sama merupakan hal yang lumrah.
Umumnya, main seller tersebut selain menjual produk-produk fashion yang dapat dijual
kembali juga menyediakan foto-foto produk yang nantinya dapat digunakan sebagai tagged
promotion para reseller produknya. Meskipun demikian, kerap kali kualitas fotografi dalam
foto-foto tersebut terbilang buruk dan seragam sehingga tidak menarik minat konsumen
untuk mengakses lebih jauh tagged promotion tersebut. Tidak jarang satu akun pengguna
Facebook dapat menerima terpaan tagged promotion yang menawarkan produk yang sama
dan menggunakan foto yang sama pula sebagai medium tagged promotion-nya. Kondisi ini
kemudian cenderung membuat pengguna Facebook yang menerima terpaan pesan
komersial tersebut bosan dan tidak tertarik. Lebih lanjut, kesamaan tagged promotion yang
diterima oleh pengguna Facebook namun dikirimkan dari online fashion shop yang berbeda
justru menggambarkan citra produk yang ditawarkan sebagai produk massa yang tidak
eksklusif, sementara keunikan dan eksklusivitas merupakan dua syarat penting dalam
industri fashion.
Arti penting elemen visual dalam menentukan nilai hiburan (entertainment) tagged
promotion disadari betul oleh pelaku industri fashion yang tidak menerapkan prinsip reseller
dalam aktivitas bisnisnya. Bagi beberapa pelaku industri online fashion shop yang
menempatkan positioning produknya sebagai produk yang eksklusif dan tidak diproduksi
secara massal, penggunaan tagged promotion yang sama dengan online fashion shop lain
justru sangat dihindari. Tidak jarang online fashion shop tersebut mengeksekusi sendiri foto
yang digunakan sebagai media tagged promotion dengan menekankan pada kualitas
fotografi yang lebih baik. Beberapa online fashion shop bahkan secara serius menggunakan
model-model asing sebagai peraga dalam tagged promotion mereka. Lebih lanjut, elemen
visual yang menarik turut berpengaruh pada brand image online fashion shop tersebut dan
pada titik terjauh berpengaruh pula pada citra diri pengguna Facebook yang menerima
terpaan tagged promotion tersebut. Elemen visual yang menarik dapat membentuk brand
image yang positif bagi online fashion shop, kemudian ketika akun pengguna Facebook
tersebut ditandai (tagged) oleh online fashion shop tersebut maka tagged promotion
tersebut seolah dapat turut merepresentasikan citra diri pengguna Facebook yang
diindikasikan dari selera fashion-nya yang menarik.
Sebagai media komunikasi pemasaran, tagged promotion memiliki nilai informasi khususnya
berkaitan dengan spesifikasi produk yang ditawarkan. Hal ini disadari betul oleh para pelaku
online fashion shop dengan memberikan informasi detail produk tersebut baik dalam
elemen visual produk yang ditawarkan maupun tekstual yang ditampilkan melalui bagian
caption. Keterbatasan laman tagged promotion kerap menyebabkan informasi terkait
spesifikasi produk sulit untuk disampaikan secara detail dan menyeluruh. Oleh karena itu,
banyak online fashion shop yang hanya menyampaikan detail informasi kunci dan kemudian
mengembangkan jalur komunikasi personal (Facebook message, BBM, SMS, WhatsApp,
Line) dengan calon konsumen agar proses komunikasi berjalan secara efektif. Meskipun

Advertising Values dan Perilaku Konsumen

10

demikian, mengacu pada hasil temuan penelitian, responden mengungkapkan bahwa
informasi mengenai warna, ukuran, dan bahan produk merupakan informasi yang paling
dibutuhkan oleh responden sehingga ketiga informasi tersebut harus disediakan oleh online
fashion shop dalam tagged promotion mereka. Lebih lanjut, nilai informasi tagged
promotion juga ditunjukkan melalui sebagian responden yang menganggap bahwa tagged
promotion mampu memberikan informasi mengenai tren fashion terkini. Menyadari bahwa
praktik reseller merupakan hal yang lumrah dalam bisnis online fashion shop, maka besar
kemungkinan bahwa produk yang ditawarkan oleh tagged promotion dari berbagai online
fashion shop mampu menciptakan tren fashion tersendiri. Pada titik ini, tagged promotion
memiliki fungsi yang serupa dengan artikel tren terkini dalam majalah-majalah fashion.
Tagged promotion mewujud menjadi katalog fashion yang mampu menunjukkan produk
fashion apa yang tengah digemari oleh para pengguna Facebook.
Cybercrime merupakan salah satu isu yang tidak kunjung dapat diurai bahkan sejak tahun
1990-an. Kejahatan cyber khususnya yang berkaitan dengan praktik e-commerce seolah
tidak kunjung dapat diusut dan menjadi kelemahan dalam bertransaksi online. Masih
rendahnya kesadaran masyarakat akan privasinya di media baru menjadi salah satu faktor
yang mempengaruhi terjadinya cybercrime. Dalam konteks industri online fashion shop,
banyaknya pelaku bidang usaha ini menuntut mereka untuk dapat menjaga kredibilitasnya.
Kredibilitas online fashion shop kemudian ditunjukkan antara lain melalui pencantuman
risalah transaksi dengan para konsumennya. Banyak online fashion shop yang meminta
konsumen mereka untuk menyampaikan testimonial dan menampilkan testimonial tersebut
dalam laman profilnya. Tidak jarang, beberapa online fashion shop bahkan meminta
konsumen mereka untuk menyertakan pula foto diri mereka saat mengenakan produk yang
dibeli dari online fashion shop tersebut guna meyakinkan calon-calon konsumen mereka
nantinya terhadap kredibilitas online fashion shop. Mengacu pada kondisi tersebut,
kepercayaan (trust) kemudian menjadi konsep yang penting dalam praktik transaksi online.
Oleh karena itu, tidak mengherankan ketika dalam penelitian ini 60% dari seluruh
responden yang pernah bertransaksi secara online menyatakan bahwa mereka pernah
melakukan praktik repurchasing di online fashion shop yang sama. Terlepas dari kualitas
produk yang ditawarkan oleh online fashion shop, pola keberulangan dalam praktik
pembelian ini mengindikasin bahwa online fashion shop sebagai pengirim pesan komersial
dalam tagged promotion memiliki nilai kredibilitas yang tinggi.
Nilai iritasi dalam tagged promotion menunjukkan bahwa mayoritas responden dalam
penelitian ini merasa terganggu dengan keberadaan tagged promotion dalam laman akun
Facebook mereka karena dianggap memenuhi timeline profil. Lebih lanjut, sering kali praktik
penandaan akun (tagging) dalam tagged promotion dilakukan secara sembarangan sehingga
responden merasa tidak nyaman dengan kehadiran tagged promotion di laman akun
Facebooknya. Akibatnya, praktik unauthorized spamming ini justru menghasilkan negative
value bagi tagged promotion.
Dalam kaitannya dengan consumer attitudes, ketika responden ditanya mengenai frekuensi
yang diinginkan untuk menerima tagged promotion dalam satu bulan mayoritas menjawab
dalam jumlah kecil (kurang dari tiga kali dalam satu bulan) bahkan sebagian responden lain
mengungkapkan bahwa mereka tidak ingin menerima tagged promotion sama sekali. Pada
tataran actual behavior, iritasi yang disebabkan oleh tagged promotion turut mempengaruhi

Advertising Values dan Perilaku Konsumen

11

cara mereka membaca pesan dalam tagged promotion. Ketika responden memperoleh
terpaan tagged promotion, mereka cenderung mengabaikan tagged promotion tersebut
dan apabila pengguna tersebut membaca konten tagged promotion, maka hanya sebagian
besar substansi konten saja yang dibaca. Dengan demikian, nilai iritasi yang dimiliki oleh
tagged promotion justru dapat mempengaruhi efektivitas pesan komersial yang
disampaikan. Oleh karena itu, sangat penting bagi para pelaku industri online fashion shop
untuk benar-benar memperhatikan frekuensi praktik tagging yang dilakukan serta
kesesuaian antara konten tagged promotion dan karakter pengguna Facebook yang ditandai
(tagged).
Membaca pengaruh advertising values terhadap consumer attitudes dapat dilihat dalam dua
tataran dimensi yaitu behavioral intention dan actual behavior. Advertising values yang
dimiliki oleh tagged promotion rupanya tidak membuat pengguna Facebook ingin membagi
(share) laman tagged promotion tersebut secara sengaja ke dalam jaring pertemanannya.
Pun demikian dengan intensi pengguna Facebook untuk me-like laman tagged promotion.
Sebagian besar pengguna Facebook pun tidak ingin memberikan like kepada laman tagged
promotion yang mereka terima. Sementara itu, kondisi yang unik justru ditemukan pada
keinginan pengguna Facebook untuk menghubungi online fashion shop di mana sebagian
besar menjawab ragu. Keraguan ini dimaknai sebagai relativitas di mana praktik
menghubungi atau tidak menghubungi online fashion shop sangat dipengaruhi oleh
berbagai faktor antara lain ketertarikan pengguna Facebook terhadap produk yang
ditawarkan. Apabila pengguna merasa tertarik, mereka akan menghubungi online fashion
shop melalui jalur pribadi dan tidak melalui jalur publik seperti comment, like, atau share
laman tagged promotion tersebut.
Kesesuaian antara behavioral intention dan actual behavior sebagai dimensi-dimensi dalam
consumer attitudes menunjukkan adanya konsistensi antara keinginan dan aktualisasi
perilaku yang dilakukan oleh konsumen. Meskipun demikian, dalam penelitian ini diperoleh
temuan menarik di mana terdapat sebaran data yang seimbang ketika responden ditanya
mengenai keinginana mereka menghapus tagged promotion. Iritasi yang disebabkan oleh
tagged promotion pada titik ekstrim diaktualisasikan dengan praktik menghapus (removing
tag) dari akun Facebook pengguna. Menariknya, sebaran data dalam penelitian ini
menunjukkan bahwa pada tataran intensi sebaran data sangat merata mulai dari responden
yang menyepakati hingga tidak menyepakati gagasan removing tag. Akan tetapi, pada
tataran actual behavior ditemukan adanya inkonsistensi di mana sebagian besar pengguna
Facebook justru membiarkan saja tagged promotion tersebut. Mengacu pada advertising
values yang dimiliki oleh tagged promotion, praktik pembiaran tagged promotion di laman
akun Facebook pengguna meskipun dianggap mengganggu, namun nilai-nilai positif lain
seperti entertainment dan information dalam tagged promotion tersebut terbilang tinggi
sehingga menyebabkan pengguna Facebook cenderung acuh dan membiarkan saja
keberadaan tagged promotion tersebut dalam laman Facebook-nya.
Penutup
Penelitian ini berupaya memahami pengaruh antara advertising values dalam tagged
promotion terhadap perilaku konsumen (consumer attitudes) online fashion shop di
Facebook. Hasil data dalam penelitian ini menunjukkan bahwa tidak ditemukan adanya

Advertising Values dan Perilaku Konsumen

12

pengaruh antara advertising values dan consumer attitudes. Nilai-nilai yang dimiliki tagged
promotion (advertising values) tidak serta merta mempengaruhi perilaku konsumen online
fashion shop di Facebook baik dalam proses transaksi maupun penggunaan tagged
promotion itu sendiri.
Di antara seluruh elemen dimensi advertising values; entertainment, information, dan
sender credibility menunjukkan nilai positif di mana semakin tinggi nilai ketiga elemen
tersebut dalam tagged promotion maka akan semakin tinggi pula advertising values-nya.
Sebaliknya, dimensi iritasi menunjukkan adanya nilai negatif, di mana tagged promotion
dianggap mengganggu dan dapat mengurangi advertsing values. Lebih lanjut, melalui hasil
uji deskriptif ditemukan adanya temuan yang berbanding lurus antara dimensi advertising
values dan consumer attitudes, misalnya nilai iritasi tagged promotion akan mempengaruhi
frekuensi terpaan tagged promotion yang ingin mereka terima dalam satu bulan.
Meskipun data yang diperoleh dalam penelitian ini didasarkan pada sumber empiris, namun
penelitian ini memiliki sejumlah limitasi. Pertama, prinsip interaktivitas meskipun bukan
bagian dari dimensi advertising values namun merupakan konsep yang penting dalam
praktik komunikasi pemasaran di media baru. Bagi penelitian-penelitian selanjutnya, konsep
interaktivitas mungkin dapat turut coba digunakan untuk memahami pengaruh antara
advertising values dan consumer attitudes. Kedua, terbatasnya jumlah sampel yang
dilibatkan dalam pretested penelitian ini menyebabkan hasil uji regresi tidak dapat
membaca pengaruh antara advertising values dan consumer attitudes secara signifikan.
Ketiga, belum tersedianya data pasti mengenai statistik jumlah pengguna Facebook di
Yogyakarta hingga tahun 2013 menjadi hambatan tersendiri bagi penentuan jumlah
populasi dan sampel yang digunakan.
Secara umum, dapat dilihat bahwa praktik komunikasi pemasaran di media baru, khususnya
melalui social media merupakan tren yang hendaknya dapat disikapi secara positif. Bagi
para akademisi, tren tersebut justru mampu membuka ruang-ruang baru bagi
pengembangan kajian komunikasi. Seluruh limitasi dalam penelitian ini diharapkan dapat
menjadi pertimbangan bagi riset lanjutan guna memperoleh hasil data temuan penelitian
yang lebih komprehensif. Lebih lanjut, kajian mengenai praktik komunikasi pemasaran di
social media selain Facebook juga masih menyisakan ruang kajian baru yang menarik untuk
dieksplorasi.
Daftar Pustaka
Aaker, D.S., Batra, R., dan Mayers, J.G. 1992. Advertising Management. Englewood Cliffs,
New Jersey: Prentice Hall.
Alwitt, L.F., dan Prabhaker, P.R. 1994. Identifying who dislikes television advertising: Not by
demographics alone. Journal of Advertising Research. Vol.34, No.6. Hal. 17-29.
Barwise, P., dan Strong, C. 2002. Permission-based mobile advertising. Journal of Interactive
Marketing. Vol.16 No.1. Hal. 14-24.
Bauer, R.A., dan Greyser, S. 1968. Advertising in America: The Consumer View. Boston:
Harvard University, Graduate School of Business Administration Division of Research.

Advertising Values dan Perilaku Konsumen

13

Belch, George dan Michael Belch. 2009. Advertising and Promotion: An Integrated
Marketing Communication Perspective. New York: McGraw-Hill.
Berger, Arthur Asa. 2000. Media and Communication Research Methods: An Introduction to
Qualitative and Quantitative Approaches. London: Sage Publications.
Brackett, L.K., dan Carr, B.N. 2001. Cyberspace advertising vs. Other media: Consumer vs.
Mature student attitudes. Journal of Advertising Research. Vol.41 Bo.5. Hal. 23-32.
De Vaus, D.A. (1991). Survei in Social Research (3rd ed.). London: Allen & Unwin.
Ducoffe, R.H. 1996. Advertising value and advertising on the web. Journal of Advertising
Research. Vol. 36(5). Hal. 21-35.
Elliot, M.T., dan Speck, P.S. 1998. Consumer perception of advertising clutter and its impact
across various media. Journal of Advertising Research. Vol. 38 No.1. Hal. 29-41.
Fishbein, M. (Ed.). 1967. Readings in Attitude Theory and Measurement. New York: Wiley.
Fishebein, M., dan Ajzen, I. 1975. Belief, Attitude, Intention and Behavior: An Introduction to
Theory and Research. Reading, MA: Addison-Wesley.
Gallup Organization. 1959. A Study of Public Attitudes Towards Advertising. Princeton:
Princeton University Press.
Haubl, Gerald dan Valerie Trifts. 2000. Consumer decision making in online shopping
environments: The effects of interactive decision aids. Marketing Science. Vol. 19,
No.1. Hal. 4-21.
Kotler, Phillip. 2000. Marketing Management. Englewood Cliffs, NJ: Prentice Hall.
Krej ie, Ro ert V. a d Morga , Daryle W. Deter i i g “a ple “ize for Resear h A ti ities.
Educational and Psychological Measurement 30 (1970): 607-610.
MacKenzie, B.S., dan Lutz, R.J. An empirical examination of the structural antecedents of
attitude toward the ad in an advertising pretesting context. Journal of Marketing. Vol.
53/April 1989. Hal. 48-65.
Mittal, B. 1994. Public assessment of TV advertising: Faint praise and harsh criticism. Journal
of Advertising Research. Vol. 34(1). Hal. 35-53.
Ozuem, Wilson F. 2005. Conceptualising Marketing Communication in the New Marketing
Paradign: A Postmodern Perspective. Terarsip dalam <
http://openlibrary.org/books/OL8781905M/Conceptualising_Marketing_Communicati
on_In_The_New_Marketing_Paradigm >
Perez, Sarah. 2008. Are Tagged Photos on Facebook A New Source of Marketing Spam?
Terarsip dalam


Advertising Values dan Perilaku Konsumen

14

Prajarto, Nunung. 2010. Metode Survei Untuk Penelitian Komunikasi. Yogyakarta: Fisipol
UGM.
Punch, Keith F. 2005. Introduction to Social Research: Quantitative and Qualitative
Approaches. London: Sage Publications.
Rahayu. 2008. Metode Survei: Karakteristik dan Prosedur Aplikasinya. dalam Pitra Narendra
(Ed.). Metodologi Riset Komunikasi: Panduan untuk Melaksanakan Penelitian
Komunikasi. Yogyakarta: PKMBP.
Schlosser, A.E; Shavitt, S.; dan Kanfer, A. 1999. Survey of I ter et users’ attitudes to ard
internet advertising. Journal of Interactive Marketing. 13, 3,Hal. 34-54.
Shimp, T.A. 1981. Attitudes toward the ads as a mediator of consumer brand choice. Journal
of Advertising. Vol.10 No.2. Hal. 9-15.
Tsang, Melody M., Shu-Chun Ho, dan Ting-Peng Liang. 2004. Consumer attitudes toward
mobile advertising: An empirical study. International Journal of Electronic Commerce.
Vol.8, No.3. Hal. 65-78.
The Nielsen Company Indonesia. 2010. Terarsip dalam

Yoon, S.J., dan Kim J.H. 2001. Is the internet more effective than traditional media? Factors
affecting the choice of media. Journal of Advertising Research. Vol. 41(6). Pp. 9-15.
Zanot, E.J. 1981. Public attitudes toward advertising. Dalam H.H. Keith (Ed.), Advertising in a
New Age: American Academy of Advertising Proceedings. Provo, UT: American
Academy of Advertising.
Zoller, E.; Housen, V.L.; and Matthews, J. Wireless Internet business models: Global
perspective, regional focus. OVUM 2001 Report, pp. 1-64.

Advertising Values dan Perilaku Konsumen

15