Dampak Pelayanan Rehabilitasi Sosial terhadap Kemandirian Penyandang Disabilitas Tubuh Panti Sosial Bina Daksa “Bahagia” Sumatera Utara Pasca Terminasi pada tahun 2014

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Dampak
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, dampak adalah benturan atau
pengaruh yang mendatangkan akibat baik positif maupun negatif. Pengaruh
adalah daya yang ada dan timbul dari sesuatu (orang, benda) yang ikut
membentuk waktu kepercayaan atau perbuatan seseorang.

2.2 Penyandang Disabilitas Tubuh
Istilah disabilitas merupakan kata bahasa Indonesia yang berasal dari
serapan kata bahasa Inggris yaitu disability (jamak: disabilities) yang berarti cacat
atau tidak mampu.
(http://id.wikipedia.org/wiki/disabilitas, 19 November 2015 pukul 22.15 WIB).
Penyandang disablitas tubuh adalah seseorang yang mempunyai kelainan
tubuh pada alat gerak yang meliputi tulang, otot dan persendian, baik dalam
struktur maupun fungsinya yang dapat mengganggu atau merupakan rintangan
dan hambatan baginya untuk melakukan kegiatan secara selayaknya. (Pedoman
rehabilitasi sosial orang dengan kecacatan tubuh dalam panti, kementerian sosial
Republik Indonesia, direktorat jenderal rehabilitasi sosial orang dengan
kecacatan 2013).

Kelainan fisik dimaksud pada hakekatnya bukan berarti membuat
penyandang disabilitas tubuh kehilangan hak dan peluang untuk hidup sejajar

11 

Universitas Sumatera Utara

dengan orang lain karena mereka memiliki potensi yang dapat dikembangkan
secara maksimal. Untuk dapat hidup sejajar dengan orang lain, penyandang
disabilitas tubuh perlu mendapatkan program rehabilitasi yang merupakan proses
refungsionalisasi

dan

pengembangan

untuk

memungkinkan


penyandang

disabilitas untuk mampu melaksanakan fungsi sosialnya secara wajar dalam
kehidupan bermasyarakat.
Berdasarkan kebutuhan tersebut, kurikulum bimbingan keterampilan ini
diharapkan dapat mendekatkan pada usaha pencapaian UU No. 4 tahun 1997 yang
menyebutkan bahwa setiap penyandang disabilitas mempunyai kewajiban yang
sama dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara (pasal 7) dan
setiap

penyandang

disabilitas

mempunyai

kesamaan

kesempatan


untuk

mendapatkan pendidikan pada satuan, jalur, jenis, dan jenjang pendidikan sesuai
dengan derajat kedisabilitasan dan kemampuannya. (Kurikulum rehabilitasi
penyandang disabilitas tubuh, PSBD “Bahagia” Sumatera Utara, 2013: 5).
Menurut Herman Sukarman, penyebab timbulnya ketunaan atau kecacatan
tubuh dikarenakan hal-hal sebagai berikut:
1. Penyakit, misalnya polio, rematik, catitis, dan epra. Sebab,
dengan kemajuan ilmu kedokteran orang yang menderita
penyakit tertentu dapat diselamatkan jiwanya, tetapi
meninggalkan bekas dalam bentuk kecacatan. Sedangkan
penyakit-penyakit yang dapat menyebabkan kecacatan
misalnya polio, TBC tulang, TBC sendi.

12 

Universitas Sumatera Utara

2. Kecelakaan dalam pekerjaan atau perusahaan. Apabila
bekrja di suatu pabrik atau perusahaan baik milik

pemerintah maupun swasta tentu berhadapan dengan
mesinmesin, dalam menjalankan mesin-mesin ada hal si
pekerja tersebut mengalami suatu kelengahan yang
mengakibatkan terjadinya kecelakaan kerja. Kecelakaan
kerja akibat dari mesin-mesin tersebut dapat berupa
anggota tubuhnya tergilas oleh mesin yang menyebabkan
anggota tubuhnya putus dan harus diamputasi.
3. Peperangan,

juga

merupakan

bencana

yang

tidak

menimbulkan keuntungan bagi semua pihak, bagi mereka

yang menang juga mengalami pengorbanan yang besar dan
yang kalah pun mengalami pengorbanan yang lebih banyak.
Pengorbanan itu meliputi harta benda, nyawa dan ada pula
pejuang yang masih hidup namun menjalani kecacatan
akibat dari peperangan, banyak para pejuang bahkan rakyat
kecil pun yang mengalami kecacatan. Cacat karena perang
ini dapat berupa kaki atau lengannya dipotong (amputasi),
lumpuh dan ketidakberfungsian sebagian tubuh.
4. Cacat sejak lahir. Majunya ilmu pengetahuan dan majunya
teknologi modern atau kebudayaan yang menganut faham
kebebasan yang masuk sedikit banyak akan mempengaruhi
bahkan mengubah kebudayaan dan tingkah laku pergaulan

13 

Universitas Sumatera Utara

masyarakat kita. Ekses dari masuknya pengetahuan dan
teknologi modern tersebut tidak menimbulkan kecacatan
tubuh, misalnya karena obat-obatan yang mengakibatkan

anak keturunannya lahir cacat. (Sudjadi, 2005: 72-74).

2.3 Pelayanan Sosial
2.3.1 Pengertian Pelayanan Sosial
Kesejahteraan sosial dalam artian yang sangat luas mencakup berbagai
tindakan yang dilakukan manusia untuk mencapai tingkat kehidupan masyarakat
yang lebih baik. Menurut Walter Friedlander, Kesejahteraan Sosial adalah sistem
yang terorganisi dari pelayanan-pelayanan sosial dan lembaga-lembaga yang
bertujuan untuk membantu individu dan kelompok untuk mencapai standar hidup
dan kesehatan yang memuaskan dan relasi-relasi pribadi dan sosial yang
memungkinkan mereka untuk mengembangkan kemampuannya sepenuh mungkin
dan meningkatkan kesejahteraannya selarah dengan kebutuhan keluarga dan
masyarakatnya (Friedlander, dalam Muhidin, 1992:1).
Sementara Elizabeth Wickenden dalam Muhidin mengemukakan bahwa
kesejahteraan sosial termasuk didalamnya peraturan perundangan, program,
tunjangan dan pelayanan yang menjamin atau memperkuat pelayanan untuk
memenuhi kebutuhan sosial yang mendasar dari masyarakat serta menjaga
ketentraman dalam masyarakat (Wickenden, dalam Muhidin, 1992:1).
Kesejahteraan sosial sebagai suatu kondisi dapat terlihat dari rumusan
Undang-Undang Republik Indonesia nomor 6 tahun 1974 tentang Ketentuan-


14 

Universitas Sumatera Utara

Ketentuan Pokok Kesejahteraan Sosial pasal 2 ayat 1 yaitu “Kesejahteraan Sosial
adalah suatu tata kehidupan dan penghidupan sosial materil maupun spiritual yang
diliputi oleh rasa keselamatan, kesusilaan dan ketentraman lahir dan batin, yang
memungkinkan bagi setiap warga negara untuk mengadakan usaha pemenuhan
kebutuhan-kebutuhan jasmaniah, rohaniah, sosial yang sebaik-baiknya bagi diri,
keluarga serta masyarakat dengan menjungjung tinggi hak-hak asasi serta
kewajiban manusia sesuai dengan pancasila” (Muhidin,1992:5).
Dari berbagai pengertian diatas dapat terlihat luas lingkup pengertian
kesejahteraan sosial yang sebenarnya sangat meluas dan melingkupi berbagai
aspek kehidupan. Dalam kesejahteraan sosial juga terdapat usaha kesejahteraan
sosial, dimana pelayanan sosial juga termasuk dari salah satu didalamnya.
Pelayanan sosial diartikan dalam dua macam, yaitu:
1. Pelayanan sosial dalam arti luas adalah pelayanan sosial
yang mencakup fungsi pengembangan termasuk pelayanan
sosial dalam bidang pendidikan, kesehatan, perumahan,

tenaga kerja dan sebagainya.
2. Pelayanan sosial dalam arti sempit atau disebut juga
pelayanan

kesejahteraan

sosial

mencakup

program

pertolongan dan perlindungan kepada golongan yang tidak
beruntung seperti pelayanan sosial bagi anak terlantar,
keluarga miskin, cacat, tuna sosial dan sebagainya
(Muhidin, 1992:41).

15 

Universitas Sumatera Utara


Pada umumnya baik kualitas maupun kuantitas daripada pelayanan sosial
berbeda-beda sesuai dengan tingkat perkembangan dan kemakmuran suatu negara
dan juga sesuai dengan faktor sosiokultural dan politik yang juga menentukan
masalah prioritas pelayanan. Semakin tersebarnya dan dipraktekkan secara
universal pelayanan sosial, maka pelayanan sosial cenderung menjadi pelayanan
yang ditujukan kepada golongan masyarakat yang membutuhkan pertolongan
khusus.

2.3.2 Fungsi Pelayanan Sosial
Pelayanan sosial dapat dikategorikan dalam berbagai cara tergantung dari
tujuan klasifikasi. Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengemukakan fungsi
pelayanan sosial sebagai berikut:
1. Peningkatan kondisi kehidupan masyarakat.
2. Pengembangan sumber-sumber manusiawi.
3. Orientasi masyarakat terhadap perubahan-perubahan sosial
dan penyesuaian sosial.
4. Mobilisasi dan pencipta sumber-sumber masyarakat untuk
tujuan pembangunan.
5. Penyediaan dan penyelenggaraan struktur kelembagaan

untuk tujuan agar pelayanan-pelayanan yang terorganisasi
dapat berfungsi (Muhidin, 1992:42).
Richard M. Richard M. Titmus dalam Muhidin (1992:43) mengemukakan
fungsi pelayanan sosial ditinjau dari perspektif masyarakat sebagai berikut:

16 

Universitas Sumatera Utara

1. Pelayanan-pelayanan atau keuntungan-keuntungan yang
diciptakan

untuk

lebih

meningkatkan

kesejahteraan


individu, kelompok dan masyarakat untuk masa sekarang
dan untuk masa yang akan dating.
2. Pelayanan-pelayanan atau keuntungan-keuntungan yang
diciptakan untuk melindungi masyarakat.
3. Pelayanan-pelayanan atau keuntungan-keuntungan yang
diciptakan sebagai program kompensasi bagi orang-orang
yang

tidak

mendapat

pelayanan

sosial

misalnya,

kompensasi kecelakaan industri dan sebagainya.
4. Pelayanan-pelayanan atau keuntungan-keuntungan yang
diciptakan sebagai suatu investasi yang diperlukan untuk
mencapai tujuan-tujuan sosial.
Alfred J. Khan dalam Muhidin (1992:43) menyatakan fungsi pelayanan
sosial adalah:
1. Pelayanan sosial untuk pengembangan.
2. Pelayanan sosial untuk penyembuhan, perlindungan dan
rehabilitasi.
3. Pelayanan akses
Pelayanan sosial untuk sosialisasi dan pengembangan dimaksudkan untuk
mengadakan perubahan-perubahan dalam diri anak dan pemuda melalui programprogram pemeliharaan, pendidikan (non formal) dan pengembangan. Pelayanan
sosial untuk penyembuhan, perlindungan dan rehabilitasi mempunyai tujuan

17 

Universitas Sumatera Utara

untuk melaksanakan pertolongan kepada seseorang, baik secara individual
maupun didalam kelompok/keluarga dan masyarakat agar mampu mengatasi
masalah-masalahnya. Kebutuhan akan program pelayanan akses disebabkan oleh
karena:
1. Adanya birokrasi modern.
2. Perbedaan

tingkat

pengetahuan

dan

pemahamam

masyarakat terhadap hal-hal dan kewajiban/tanggung
jawabnya.
3. Diskriminasi.
4. Jarak geografi antara lembaga-lembaga pelayanan dari
orang-orang yang memerlukan pelayanan sosial (Muhidin,
1992:44).
Dengan adanya berbagai kesenjangan, maka pelayanan sosial disini
mempunyai fungsi sebagai “akses” untuk menciptakan hubungan bimbingan yang
sehat antara berbagai program, sehingga program-program pelayanan tersebut
dapat berfungsi dan dimamfaatkan oleh masyarakat yang membutuhkannya.
Pelayanan sosial bukanlah semata-mata memberikan informasi, tetapi juga
termasuk menghubungkan seseorang dengan sumber-sumber yang diperlukan
dengan melaksanakan program-program referral.
Fungsi tambahan dari pelayanan sosial adalah menciptakan partisipasi
anggota masyarakat untuk mengatasi masalah-masalah sosial. Tujuannya dapat
berupa terapi individual dan sosial (untuk memberikan kepercayaan pada diri
individu dan masyarakat) dan untuk mengatasi hambatan-hambatan sosial dalam

18 

Universitas Sumatera Utara

pembagian politis, yaitu untuk mendistribusikan sumber-sumber dan kekuasaan.
Partisipasi mungkin merupakan konsekuensi dari bagaimana program itu
diorganisir, dilaksanakan dan disusun. Partisipasi terkadang merupakan alat,
terkadang merupakan tujuan. Ada yang memandang bahwa partisipasi dan
pelayanan merupakan dua fungsi yang selalu konflik, karenanya harus dipilih
salah satu. Karena itu harus dipilih partisipasi sebagai tanggung jawab masyarakat
dan pelayanan sebagai tanggung jawab program. Pada umumnya suatu program
sulit untuk meningkatkan kedua-duanya sekaligus.

2.4 Rehabilitasi Sosial
2.4.1 Pengertian Rehabilitasi Sosial
Rehabilitasi sosial adalah proses refungsionalisasi dan pengembangan
untuk memungkinkan seseorang mampu melaksanakan fungsi sosialnya secara
wajar dalam kehidupan masyarakat (PP No.39 Tahun 2012 pasal 1 ayat 3).
Rehabilitasi sosial dimaksudkan untuk memulihkan dan mengembangkan
kemampuan seseorang yang mengalami disfungsi sosial agar dapat melaksanakan
fungsi sosialnya secara wajar (PP No.39 Tahun 2012 pasal 4 ayat 1). Rehabilitasi
sosial dilaksanakan secara persuasif, motivatif, koersif, baik dalam keluarga,
masyarakat maupun panti sosial (PP No.39 Tahun 2012 pasal 5 ayat 1).
Rehabilitasi sosial dapat dilakukan dalam lembaga seperti panti maupun
diluar lembaga (luar panti/berbasis masyarakat). Sasaran rehabilitasi sosial adalah
mereka yang mengalami hambatan dalam melaksanakan fungsi sosialnya dengan
baik seperti para penyandang disabilitas, anak nakal, korban penyalahgunaan

19 

Universitas Sumatera Utara

NAPZA (Narkotika, Psikotropika, dan zat adiktif lainnya), WTS, dan penderita
HIV atau ODHA (Orang Dengan HIV/AIDS).
Proses rehabilitasi sosial terutama dalam panti harus melalui pendaftaran
(registrasi), kontrak layanan (intake), pengungkapan dan pemahaman masalah
(assesment), menyusun rencana pemecahan masalah (planning), pemecahan
masalah (intervention), evaluasi, terminasi dan pembinaan lanjut. Rehabilitasi
sosial didalam panti tersebut menggunakan pendekatan praktik pekerjaan sosial.
(Pedoman penyelenggaraan pelayanan kesejahteraan sosial, pusat penyuluhan
sosial sekretariat jenderal, 2010:5).
Merujuk pada Undang-undang Nomor 4 Tahun 1997 tentang penyandang
disabilitas

(pasal

pengembangan

1),

untuk

Rehabilitasi

adalah

memungkinkan

proses

refungsionalisasi

penyandang

disabilitas

dan

mampu

melaksanakan fungsi sosialnya secara wajar dalam kehidupan masyarakat. Dalam
Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2012 tentang upaya peningkatan
Kesejahteraan

Penyandang

Diabilitas,

Rehabilitasi

diarahkan

untuk

mengembalikan keberfungsiaan secara fisik mental dan sosial, serta memberikan
dan meningkatkan keterampilan (pasal 4 ayat 2). Rehabilitasi bagi penyandang
disabilitas

meliputi

motivasi,

rehabilitasi

medik,

pendidikan,

pelatihan,

resosialisai dan bimbingan lanjut (pasal 7 ayat 1). Lebih lanjut dalam Peraturan
Pemerintah tersebut (pasal 50), dikemukakan bahwa Rehabilitasi Sosial
dimaksudkan untuk memulihkan dan mengembangkan kemauan dan kemampuan
penyandang disabilitas, agar dapat melaksanakan fungsi sosialnya secara optimal
dalam hidup bermasyarakat.

20 

Universitas Sumatera Utara

Dari batasan sebagaimana telah dikutip diatas, nampak bahwa dalam
pengertian rehabilitasi sosial termuat pokok-pokok pikiran yang mendasar sebagai
berikut:
1. Rehabilitasi sosial merupakan proses kegiatan pelayanan
yang terkoordinir.
2. Bertujuan memulihkan dan mengembangkan kemauan dan
kemampuan

penyandang

disabilitas,

agar

dapat

melaksanakan fungsi sosialnya secara optimal.
3. Mencakup upaya-upaya medis, sosial, edukasional dan
vokasional.
4. Dalam

penerapannya

disesuaikan

dengan

bakat,

kemampuan, pendidikan dan pengalaman penyandang
disabulitas serta situasi dan kondisi keluarga, kelompok dan
masyarakat. (Panduan umum pelaksanaan bimbingan
sosial penyandang cacat dalam panti, Departemen Sosial
RI. Direktorat Jenderal Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial.
Direktorat Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial Penyandang
Cacat 2007:8).

2.4.2 Tujuan Rehabilitasi Sosial Penyandang Disabilitas Tubuh
Tujuan Rehabilitasi sosial untuk penyandang disabilitas tubuh didalam
balai panti dan panti adalah pulihnya kepercayaan dan harga diri penyandang
disabilitas tubuh, agar dapat melaksanakan fungsi sosialnya secara lancar dalam

21 

Universitas Sumatera Utara

kehidupan bermasyarakat untuk menuju kemandirian. Tujuan Rehabilitasi sosial
yang ingin dicapai Direktorat Rehabilitasi Sosial orang dengan kecacatan tahun
2010-2014 adalah:
1. Menyeleraskan

peraturan

perundang-undangan

dan

kebijakan terhadap rehabilitasi sosial orang dengan
kecacatan.
2. Meningkatkan kesadaran, kepedulian, komitmen, dan
partisipasi masyarakat terhadap rehabilitasi sosial orang
dengan kecacatan.
3. Meningkatkan kompetensi, keterpaduan, dan kualitas
pelayanan terhadap rehabilitasi sosial orang dengan
kecacatan.
4. Meningkatkan jangkauan dan akses terhadap rehabilitasi
sosial orang dengan kecacatan.
5. Mendorong upaya pemenuhan hak-hak dasar orang dengan
kecacatan. (Direktorat Rehabilitasi sosial orang dengan
kecacatan, 2010:15).

2.4.3 Sasaran Rehabilitasi Sosial Penyandang Disabilitas Tubuh
Penerima manfaat dari rehabilitasi sosial Penyandang Disabilitas Tubuh
adalah:
1. Penyandang Disabilitas Tubuh, diutamakan usia 17-35
tahun dan belum menikah.

22 

Universitas Sumatera Utara

2. Dalam kasus tertentu, Penyandang Disabilitas Tubuh usia
15-16 tahun dan atau usia 36-40 tahun, yang sebelumnya
dibahas

dan

diputuskan

untuk

diterima,

melalui

pembahasan kasus.
3. Dalam kasus tertentu, Penyandang Disabilitas Tubuh yang
sudah menikah, yang diputuskan melalui pembahasan
kasus.
4. Masyarakat, yang mencakup :
a. Lingkungan

sosial

penyandang

disabilitas tubuh.
b. Organisasi

sosial,

perusahaan

dan

lembaga lainnya.
c. Potensi dan sumber kesejahteraan sosial.
d. Sumber

daya

dan

sumber

dana

masyarakat.
(Pedoman Rehabilitasi sosial orang dengan kecacatan (Penyandang
Disabilitas) tubuh dalam panti 2013:7).

2.4.4 Pelayanan Rehabilitasi Sosial Penyandang Disabilitas Tubuh
Sebagai salah satu bentuk dari pelayanan rehabilitasi, rehabilitasi sosial
akan melibatkan berbagai disiplin keahlian metode dan teknik serta fasilitasfasilitas yang spesifik. Dalam Terapannya mengacu pada Peraturan Pemerintah
Nomor 43 Tahun 1998 tentang Upaya Peningkatan Kesejahteraan Sosial

23 

Universitas Sumatera Utara

Penyandang Cacat (pasal 51). Rehabilitasi sosial dilakukan dengan
pemberian pelayanan sosial secara utuh dan terpadu melalui kegiatan pendekatan
fisik mental dan sosial yang berupa:
1. Bimbingan mental, meliputi bimbingan mental spiritual
keagamaan oleh pembimbing agama, kepercayaan masingmasing, bimbingan etika dan budi pekerti, bimbingan
psikososial, outbond dialam terbuka, bimbingan pramuka.
2. Bimbingan fisik meliputi kegiatan senam, kegiatan
olahraga, pemeriksaan kesehatan dan fisioterapi.
3. Bimbingan Sosial, adalah kegiatan bimbingan sosial yang
dilakukan oleh masing-masing pekerja sosial kepada klien
yang ditangani, mengenai tentang masalah, keluhan dan
tingkat perkembangan klien.
4. Bimbingan Keterampilan meliputi :
a. Keterampilan otomotif
b. Keterampilan menjahit
c. Keterampilan elektronika
d. Keterampilan service telepon selular.
5. Bimbingan resosialisasi, klien dipersiapkan untuk terjun
ketengah

masyarakat,

keluarga

maupun

disalurkan

kelapangan kerja yang tersedia atan instansi pengirim.
6. Bimbingan Lanjut, tahapan bimbingan lanjutan dilakukan
setelah diadakan evaluasi sejak tahap input proses,output

24 

Universitas Sumatera Utara

dan outcome maka telah mencapai titik akhir dalam proses
pelayanan sosial dalam UPT, pada gilirannya harus
mengakhiri

kegiatan

pelayanan

sosial,

dengan

pertimbangan tindak lanjut purna pelayanan sosial.

2.4.5 Bimbingan Keterampilan Penyandang Disabilitas Tubuh
Bimbingan adalah bantuan atau pertolongan yang diberikan kepada
individu atau sekumpulan individu dalam menghindari atau mengatasi kesulitankesulitan di dalam kehidupannya, agar individu atau sekumpulan individu itu
dapat mencapai kesejahteraan hidupnya. Menurut Smith dalam (Prayitno
1999:99), mengemukakan bahwa bimbingan adalah bagian dari proses pendidikan
yang taratur dan sistematik guna membantu pertumbuhan anak muda atas
kekuatannya dalam menentukan dan mengarahkan hidupnya sendiri, yang pada
akhirnya ia dapat memperoleh pengalaman-pengalaman yang dapat memberikan
sumbangan yang berarti pada masyarakat. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia,
keterampilan adalah suatu kecakapan untuk menyelesaikan tugas. Pembelajaran
keterampilan dirancang sebagai proses komunikasi belajar untuk mengubah
perilaku siswa menjadi cekat, cepat dan tepatmelalui belajaran kerajinan dan
teknologi rekayasa dan teknologi pengolahan. Perilaku terampil ini dibutuhkan
dalam keterampilan hidup manusia di masyarakat. Kata keterampilan berawal dari
kata terampil yaitu cakap dalam menyelesaikan tugas; mampu dan cekatan.
Sedangkan Keterampilan adalah kecakapan untuk menyelesaikan tugas.
Keterampilan atau kecakapan hidup (life Skill) adalah sebagai kemampuan dan

25 

Universitas Sumatera Utara

keberanian untuk menghadapi problema kehidupan, kemudian secara proaktif dan
kreatif, mencari dan menemukan solusi untuk mengatasinya.
Bimbingan keterampilan atau disebut juga life skill helping (LSH) atau life
skill theraphy merupakan suatu model integratif untuk membantu klien agar
mampu mengembangkan keterampilan mengembangkan dirinya sendiri (self
helping). Keterampilan (skills) diartikan sebagai kemampuan untuk membuat dan
mengimplementasikan sequensi pilihan untuk mencapai tujuan. Sementara Life
Skills diartikan sebagai sikap dan kemampuan untuk menghadapi berbagai
problema kehidupan secara proaktif dan kreatif menemukan solusinya. Jadi
bimbingan keterampilan/life skill (kecakapan hidup) adalah bimbingan yang
memberi bekal dasar dan latihan yang dilakukan secara benar kepada siswa
tentang nilai-nilai kehidupan sehari-hari agar yang bersangkutan mampu,
sanggup, dan terampil menjalankan kehidupannya yaitu dapat menjaga
kelangsungan hidup dan perkembangannya.
Oleh karena itu, bimbingan perlu diupayakan agar bisa relevan dengan
nilai-nilai kehidupan sehari-hari, sehingga bimbingan akan lebih bersifat
mengarah langsung pada permasalahan yang dihadapi siswa, langsung memberi
pelayanan

kepada

klien

penyandang

disabilitas

tubuh

bisa

langsung

mempraktekannya.
Tujuan utama bimbingan keterampilan penyandang disabilitas tubuh
adalah memberikan bimbingan keterampilan kepada penerima manfaat sesuai
bakat minat dan kemampuan dalam upaya meningkatkan keterampilan kerja untuk
kemandirian dalam masyarakat.Jenis Keterampilan yang diberikan :

26 

Universitas Sumatera Utara

1. Keterampilan

diri

meliputi

Keterampilan

Kehidupan

Sehari-hari (ADL).
2. Keterampilan Kerja antara lain seperti : menjahit, otomotif,
elektronik, service ponsel.
Secara umum manfaat bimbingan keterampilan bagi klien penyandang
diabilitas tubuh adalah sebagai bekal dalam menghadapi dan memecahkan
problema hidup dan kehidupan, baik sebagai pribadi yang mandiri, warga
masyarakat maupun sebagai warga negara. Pelaksanaan layanan bimbingan
keterampilan yang berupa program ketrampilan merupakan bentuk praktek
pemberian bekal dan penyaluran potensi, bakat dan minat, serta latihan kerja
sesuai dengan pilihan karir yang diminati.(Pedoman Rehabilitasi Sosial orang
dengan Penyandang disabilitas tubuh dalam panti,2013:19-20).
Program bimbingan ketrampilan merupakan salah satu program latihan
mengasah keterampilan dan kemampuan klien yang dilakukan sebagai bekal bagi
klien selain sebagai pengenalan diri pribadi, informasi juga sebagai penyiapan diri
untuk memilih bidang pekerjaan, dan menyiapkan diri untuk bidang pekerjaannya.
Dalam kaitannya dengan menyiapkan diri untuk bidang pekerjaan, maka program
bimbingan ketrampilan ini dilaksanakan sebagai upaya persiapan diri klien yang
ingin terjun ke dunia kerja.

2.4.6 Bimbingan Psikososial Penyandang Disabilitas Tubuh
Bimbingan psikososial adalah suatu program atau bimbingan

yang

berhubungan dengan klien dan masyarakat sekitar yang telah dirancang untuk

27 

Universitas Sumatera Utara

mengembangkan sikap percaya diri penyandang disabilitias tubuh agar berani
untuk tampil

dengan kemampuan yang telah dimilikinya. Bimbingan ini

bertujuan untuk membangun mental penyandang disabilitas tubuh agar lebih
berani dan percaya diri dalam melakukan keberfungsian sosial mereka dalam
melaksanakan peran-peran mereka didalam keluarga maupun di lingkungan
mereka.
Contoh, sebelum penyandang disabilitas tubuh diberi bimbingan
psikososial, mereka merasa minder atau malu karena perbedaan kondisi fisik
mereka dengan kondisi fisik orang disekitarnya yang normal, dan kebanyakan
keluarga memandang mereka tidak bisa melakukan aktivitas. Hal tersebut
membuat keberfungsian sosial mereka tidak ada.
Oleh karena itu, penyandang disabilitas perlu diberi bimbingan psikososial
agar mereka memiliki sikap percaya diri dan dapat melakukan keberfungsian
sosial mereka di kehidupan mereka.

2.5 Panti Sosial
2.5.1 Pengertian Panti Sosial
Panti sosial adalah lembaga/unit pelayanan yang melaksanakan rehabilitasi
sosial bagi satu jenis sasaran untuk memulihkan dan mengembangkan
kemampuan seseorang yang mengalami disfungsi sosial agar dapat melaksanakan
fungsi sosialnya secara wajar.(PP No.39 Tahun 2012 pasal 38). Panti Sosial
merupakan tempat merawat serta mendidik para penyandang disabilitas dalam
pendidikannya, sehingga mereka itu diharapkan dapat menolong dirinya sendiri

28 

Universitas Sumatera Utara

serta berfungsi dalam masyarakat. Sebagai Panti Sosial menurut M. Fadhil Nurdin
(1990), Panti Sosial merupakan perwujudan fungsi-fungsi kesejahteraan sosial
yang melahirkan bentuk-bentuk pelayanan sosial yang bervariasi. Penanganan
Kesejahteraan Penyandang disabilitas tubuh ini adalah pelayanan yang dilakukan
dalam panti sosial dimana panti berfungsi sebagai lembaga substitusi keluarga
yaitu keluarga pengganti untuk memperhatikan pertumbuhan dan perkembangan
para klien penyandang disabilitas tubuh.
Usaha-usaha kesejahteraan yang diberikan pada panti sosial berupa
peningkatan pemenuhan kebutuhan pokok, peningkatan pendidikan dan
keterampilan anak binaan, pemenuhan kebutuhan rohani, sosial dan kesehatan,
sehingga para klien penyandang disabilitas tubuh tersebut diharapkan dapat
mengembangakan pribadi, potensi, kemampuan dan minatnya secara optimal,
sehingga panti asuhan sebagai lembaga usaha kesejahteraan sosial yang
mempunyai tanggung jawab memberikan pelayanan pengganti fungsi keluarga
harus benar-benar memperhatikan fisik, mental dan sosial mereka, agar
keberfungsian sosial mereka bangkit.

2.5.2 Fungsi Panti Sosial Bagi Penyandang Disabilitas Tubuh
Fungsi Panti Sosial Penyandang Disabilitas Tubuh adalah, memberikan
pelayanan dan rehabilitasi sosial bagi penyandang disabilitas tubuh, yang meliputi
pembinaan fisik, mental, sosial, pelatihan keterampilan,resosialisasi serta
pembinaan lanjut,agar Penyandang disabilitas tubuh mampu melaksanakan fungsi
sosialnya,serta mampu berperan aktif dalam kehidupan bermasyarakat.

29 

Universitas Sumatera Utara

Dalam melaksanakan tugasnya, Panti Sosial Penyandang Disabilitas
Tubuh menyelenggarakan fungsi sebagai berikut:
1. Pelayanan rehabilitasi sosial
Panti diharapkan dapat memberikan pelayanan secara
optimal kepada masyarakat.
2. Pusat informasi/Rujukan
Panti

merupakan

lembaga

yang

dapat

memberikan

informasi tentang Penyandang Disabilitas pada umumnya
dan pelaksanaan program pelayanan dan rehabiltasi sosial
pada

khususnya.

Disamping

itu,balai/panti

sosial

melakukan kegiatan rujukan kelembaga lain yang terkait
dan kepada masyarakat.
3. Laboratorium
Panti sosial pada dasarnya adalah laboratorium dalam
kaitannya dengan program pelayanan dan rehabilitasi sosial
bagi penerima manfaat,oleh sebab itu maka panti sosial
diharapkan mampu mengembangkan perangkat keras dan
lunak untuk meningkatkan kualitas hasil pelayanan.
4. Tempat Latihan Tenaga Sosial
Panti sosial penyandang disabilitas tubuh dapat digunakan
sebagai tempat untuk latihan tenaga sosial bagi masyarakat
yang memerlukan,baik perorangan, organisasi maupun
instansi dalam rangka mempersiapkan tenaga pekerja sosial

30 

Universitas Sumatera Utara

sepanjang tidak mengganggu aktifitas panti. (Pedoman
rehabilitasi sosial orang dengan kecacatan penyandang
disabilitas tubuh dalam panti,Kementerian Sosial RI
Direktoran Jenderal Rehabilitasi Sosial RI, 2013: 5-6.

2.6 Kemandirian
2.6.1 Pengertian Kemandirian
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kemandirian adalah suatu sikap
yang memungkinkan seseorang untuk bertindak bebas, melakukan sesuatu atas
dorongan sendiri dan untuk kebutuhannya sendiri tanpa bantuan dari orang lain,
maupun berpikir dan bertindak original/kreatif, dan penuh inisiatif, mampu
mempengaruhi lingkungan, mempunyai rasa percaya diri dan memperoleh
kepuasan dari usahanya.
(kbbi.web.id/mandiri, 12 November 2015 pukul 20.10 WIB).
Kemandirian secara psikologis dan mentalis yaitu keadaan seseorang yang
dalam kehidupannya mampu memutuskan dan mengerjakan sesuatu tanpa bantuan
dari orang lain. Kemampuan demikian hanya mungkin dimiliki jika seseorang
berkemampuan memikirkan dengan seksama tentang sesuatu yang dikerjakannya
atau diputuskannya, baik dalam segi-segi manfaat atau keuntungannya, maupun
segi-segi negatif dan kerugian yang akan dialaminya. Setiap kegiatan yang
dilakukan oleh seseorang agar berhasil sesuai keinginan dirinya maka diperlukan
adanya kemandirian yang kuat.

31 

Universitas Sumatera Utara

Kemandirian pada hakikatnya dapat dikatakan sebagai kemampuan
manusia atau suatu bangsa untuk bertahan dalam lingkungan yang berubah, baik
lingkungan

alam,

masyarakat

ataupun

lingkungan

antar

bangsa

tanpa

mengorbankan falsafah hidupnya. Dalam pengertian yang lebih dinamis,
kemandirian bukan hanya kemampuan bertahan hidup, tetapi untuk tumbuh dan
berkembang dengan kekuatan sendiri. (Ginandjar Kartasasmita, 1992:6)
Menurut Kartini Kartono (1985:21) kemandirian seseorang terlihat
padawaktu orang tersebut menghadapi masalah. Bila masalah itu dapat
diselesaikan sendiri tanpa meminta bantuan dariorang tua dan akan bertanggung
jawab terhadap segala keputusan yang telah diambil melalui berbagai
pertimbangan maka hal ini menunjukkan bahwa orang tersebut mampu untuk
mandiri.
Dari beberapa pendapat para ahli diatas dapat diambil kesimpulan bahwa
kemandirian merupakan sikap yang memungkinkan seseorang untuk bertindak
bebas, melakukan sesuatu atas dorongan sendiri dan kemampuan mengatur diri
sendiri, sesuai dengan hak dan kewajibannya sehingga dapat menyelesaikan
sendiri masalah-masalah yang dihadapi tanpa meminta bantuan atau tergantung
dari orang lain dan dapat bertanggung jawab terhadap segala keputusan yang telah
diambil melalui berbagai pertimbangan sebelumnya.

2.6.2 Ciri-ciri Kemandirian
Ciri-ciri kemandirian tersebut antara lain:
1. Individu yang berinisiatif dalam segala hal.

32 

Universitas Sumatera Utara

2. Mampu mengerjakan tugas rutin yang dipertanggungjawabkan
padanya, tanpa mencari pertolongan dari orang lain.
3. Memperoleh kepuasan dari pekerjaannya.
4. Mampu mengatasi rintangan yang dihadapi dalam mencapai
kesuksesan.
5. Mampu berpikir secara kritis, kreatif dan inovatif terhadap tugas dan
kegiatan yang dihadapi.
6. Tidak merasa rendah diri apabila harus berbeda pendapat dengan
orang lain, dan merasa senang karena dia berani mengemukakan
pendapatnya walaupun nantinya berbeda dengan orang lain.

2.6.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kemandirian
Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kemandirian menurut
Kartini Kartono, (1985:8) yaitu:
1. Usia
Pengaruh dari orang lain akan berkurang secara perlahan-lahan
pada saat anak menginjak usia lebih tinggi. Pada usia remaja
mereka lebih berorientasi internal, karena percaya bahwa
peristiwa-peristiwa dalam hidupnya ditentukan oleh tindakannya
sendiri. Anak-anak akan lebih tergantung pada orang tuanya, tetapi
ketergantungan itu lambat laun akan berkurang sesuai dengan
bertambahnya usia.
2. Jenis kelamin

33 

Universitas Sumatera Utara

Keinginan untuk berdiri sendiri dan mewujudkan dirinya sendiri
merupakan kecenderungan yang ada pada setiap remaja. Perbedaan
sifat-sifat yang dimiliki oleh pria dan wanita disebabkan oleh
perbedaan pribadi individu yang diberikan pada anak pria dan
wanita. Dan perbedaan jasmani yang menyolok antara pria dan
wanita secara psikis menyebabkan orang beranggapan bahwa
perbedaan kemandirian antara pria dan wanita.
3. Konsep diri
Konsep diri yang positif mendukung adanya perasaan yang
kompeten pada individu untuk menentukan langkah yang diambil.
Bagaimana individu tersebut memandang dan menilai keseluruhan
dirinya atau menentukan sejauh mana pribadi individualnya.
Mereka yang memandang dan menilai dirinya mampu, cenderung
memiliki kemandirian dan sebaliknya mereka yang memandang
dan

menilai

dirinya

sendiri

kurang

atau

cenderung

menggantungkan dirinya pada orang lain.
4. Pendidikan
Semakin bertambahnya pengetahuan yang dimiliki oleh seseorang,
kemungkinan untuk mencoba sesuatu baru semakin besar, sehingga
orang akan lebih kreatif dan memiliki kemampuan. Dengan belajar
seseorang dapat mewujudkan dirinya sendiri sehingga orang
memiliki keinginan sesuatu secara tepat tanpa tergantung dengan
orang lain.

34 

Universitas Sumatera Utara

5. Keluarga
Orang tua mempunyai peranan yang sangat penting dalam
melatarkan dasar-dasar kepribadian seorang anak, demikian pula
dalam pembentukan kemandirian pada diri seseorang.
6. Interaksi sosial
Kemampuan remaja dalam berinteraksi dengan lingkungan social
serta mampu melakukan penyesuaian diri dengan baik akan
mendukung perilaku remaja yang bertanggung jawab, mempunyai
perasaan aman dan mampu menyelesaikan segala permasalahan
yang dihadapi dengan baik tidak mudah menyerah akan
mendukung untuk berperilaku mandiri.
Dari uraian tersebut diatas maka dapat disimpulkan bahwa dalam
mencapai kemandirian seseorang tidak dapat terlepas dari faktor-faktor yang
mendasari terbentuknya kemandirian itu sendiri. Faktor-faktor ini mempunyai
peranan yang sangat penting dalam kehidupan yang selanjutnya akan menentukan
seberapa jauh seorang individu bersikap dan berpikir cara mandiri dalam
menjalani kehidupan lebih lanjut.

2.6.4 Proses Tebentuknya Kemandirian
Lingkungan kehidupan yang dihadapi individu sangat mempengaruhi
perkembangan kepribadian seseorang, baik segi-segi positif maupun negatif.
Lingkungan keluarga dan masyarakat yang baik terutama dalam bidang nilai dan
kebiasaan-kebiasaan hidup akan membentuk kepribadiannya, dalam hal ini adalah

35 

Universitas Sumatera Utara

kemandiriannya. Lingkungan sosial yang mempunyai kebiasaan yang baik dalam
melaksanakan tugas-tugas dalam kehidupan mereka, demikian pula keadaan
dalam kehidupan keluarga akan mempengaruhi perkembangan keadaan
kemandirian anak. Sikap orang tua yang tidak memanjakan anak akan
menyebabkan anak berkembang secara wajar dan menggembirakan. Sebaliknya
anak yang dimanjakan akan mengalami kesukaran dalam hal kemandiriannya.
Pola pendidikan yang baik selalu ditegakkan dengan prinsip-prinsip
memberi hadiah dan memberi hukuman yang akan menyebabkan anak-anak
dalam keluarga memiliki taraf kesadaran dan pengalaman nilai-nilai kehidupan
yang lebih baik. Kehidupan yang terkesan amburadul, anormatif dan gersang dari
keteladanan yang terpuji, menyebabkan anak-anak didik yang tumbuh dalam
keluarga tersebut akan menunjukkan keadaan kepribadian yang kurang bahkan
tidak menggembirakan, dan indikator dari kemandirian bagi penyandang
disabilitas tubuh adalah sikap dan keterampilan yang dimiliki.
Lingkungan sosial ekonomi yang memadai dengan pola pendidikan dan
pembiasaan yang baik mendukung perkembangan anak-anak menjadi mandiri,
demikian pula sebaliknya. Keadaan sosial ekonomi yang belum menguntungkan
bahkan paspasan jika ditunjang dengan penanaman taraf kesadaran yang baik
terutama dalam hal upaya mencari nafkah dan nilai-nilai luhur dalam kehidupan,
akan menyebabkan anak-anak mempunyai nilai kemandirian yang baik.
Sebaliknya jika keadaan sosial ekonomi masih kurang menggembirakan, sedang
kedua orang tua tidak menghiraukan pendidikan yang baik bagi anak-anaknya,
dan taraf keteladanan pun jauh dari taraf keluhuran, maka bukan tidak mungkin

36 

Universitas Sumatera Utara

anak-anak berkembang salah dan sangat merugikan masa depannya jika tidak
tertolong dengan pendidikan selanjutnya.
Lingkungan keluarga yang mempunyai nilai-nilai yang baik akan
memungkinkan anak berkemampuan untuk melakukan pilihan terhadap sesuatu
secara baik. Sebaliknya keluarga yang tidak mempunyai nilai-nilai baik akan
membiarkan anaknya. Orang tua yang baik tentu akan menuntun anak-anaknya
agar selalu memperhatikan teman sepergaulannya. Dianjurkan untuk selalu
mencari teman yang baik akhlaknya, bukan sekedar mempunyai teman dalam
kehidupan tanpa memperhatikan taraf kebaikan sikap dan tingkah lakunya.
Individu yang memiliki konsep diri positif akan menilai dirinya mampu,
cenderung memiliki kemandirian dan sebaliknya individu yang memiliki konsep
diri negatif akan menilai dirinya sendiri kurang atau cenderung menggantungkan
dirinya pada orang lain.
(http://dansite.wordpress.com/2010/10/kemandirian.html?m=1,

diakses

pada

tanggal 19November 2015 pukul 22.23 WIB).

2.7 Sistem Usaha Kesejahteraan Sosial Bagi Penyandang Disabilitas Tubuh
Walter A. Friedlander (1961) mendefenisikan Kesejahteraan Sosial adalah
sistem yang terorsganisir dari pelayanan-pelayanan sosial dan lembaga-lembaga
yang bertujuan untuk membantu individu dan kelompok untuk mencapai standar
hidup dan kesehatan yang memuaskan dan relasi-relasi pribadi dan sosial yang
memungkinkan mereka mengembangkan kemampuannya sepenuh mungkin dan
meningkatkan kesejahteraannya selaras dengan kebutuhan dan keluarga

37 

Universitas Sumatera Utara

masyarakatnya. Dengan kata lain, tujuan tersebut dapat dicapai dengan cara,
meningkatkan kemampuan individu, baik dalam memecahkan masalahnya
maupun dalam memenuhi kebutuhannya. Menurut UU Nomor 11 Tahun 2009
tentang Kesejahteraan sosial mendefenisikan Kesejahteraan Sosial adalah kondisi
terpenuhinya kebutuhan material, spritual, dan sosial warga negara agar dapat
hidup layak dan mampu mengembangkan diri, sehingga dapat melaksanakan
fungsi sosialnya. Sedangkan menurut defenisi diatas menjelaskan :
1. Konsep Kesejahteraan Sosial sebagai suatu sistem atau “organized
system” yang berintikan lembaga-lembaga dan pelayanan sosial.
2. Tujuan dan sistem tersebut ialah untuk mencapai tingkat kehidupan
yang sejahtera dalam arti tingkat kebutuhan pokok seperti sandang,
pangan, papan, kesehatan dan juga relasi-relasi sosial dengan
lingkunganya.
3. Tujuan

tersebut

dapat

dicapai

dengan

cara

meningkatkan

“kemampuan individu” baik dalam masalahnya maupun dalam
memenuhi kebutuhannya (Muhidin, 1992:1).
Berdasarkan

defenisi

diatas

dapat

diambil

kesimpulan

bahwa

Kesejahteraan Sosial mencakup berbagai usaha yang dikembangkan untuk
meningkatkan taraf hidup manusia, baik itu dibidang fisik, mental, emosional,
sosial ekonomi, ataupun kehidupan spritual. Berdasarkan PP No: 36 tahun 1980
tentang usaha kesejahteraan sosial bagi penyandang cacat dinyatakan bahwa:
Rehabilitasi adalah usaha proses refungsionalisasi dan pengembangan untuk
penyandang cacat sehingga mereka mampu melaksanakan fungsi sosialnya secara

38 

Universitas Sumatera Utara

wajar dalam kehidupan masyarakat. Usaha Kesejahteraan Sosial penyandang
cacat juga terdapat pada Keputusan Mensos No: 55/1981 yaitu: Maka sistem
usaha kesejahteraan sosial bagi penyandang cacat dilaksanakan didalam panti dan
diluar panti.
Sedangkan Sistem adalah hubungan dan saling ketergantungan diantara
berbagai kelompok, dalam mewujudkan satu tujuan/hasil bersama. Sistem Usaha
Kesejahteraan Sosial bagi penyandang disabilitas adalah hubungan dan saling
ketergantungan antara berbagai perangkat/sektor usaha kesejahteraan sosial bagi
penyandang cacat, baik langsung maupun tidak langsung hingga mampu
mewujudkan satu kesatuan pelayanan yang menjamin ketuntasan upaya
penanganan.

2.8 Kerangka Pemikiran
Penyandang cacat tubuh atau disabilitas tubuh merupakan salah satu dari
26 penyandang masalah kesejahteraan sosial yang membutuhkan perhatian
pemerintah. Keterbatasan yang dirasakan seperti fisik atau mental atau intelektual
membuat mereka sulit berkembang ke arah yang lebih baik. Mereka sangat
terbatas dalam mengakses pelayanan sosial dasar, kesempatan kerja, pendidikan
serta sarana dan prasarana publik sehingga mereka sangat sulit berkembang.
Berdasarkan kondisi tersebut maka penyandang cacat tubuh perlu diberdayakan
agar mereka dapat merasakan kehidupan layaknya masyarakat pada umumnya.
Kementerian Sosial Republik Indonesia melalui Direktorat Jenderal
Rehabilitasi Sosial Panti Sosial Bina Daksa “Bahagia” merupakan salah satu

39 

Universitas Sumatera Utara

lembaga pemerintah yang menjadi penyelenggara bimbingan sosial dan
bimbingan keterampilan (otomotif, menjahit, elektronika, dan service telepon
seluler) sehingga diharapkan melalui bimbingan tersebut dapat meningkatkan
keberfungsian sosial dan kemandirian mereka.

Kemandirian yang diperoleh

diharapkan mereka dapat menyelesaikan sendiri masalah-masalah yang mereka
hadapi tanpa meminta bantuan atau tergantung pada orang lain dan dapat
bertanggung jawab terhadap segala keputusan yang telah diambil melalui berbagai
pertimbangan sebelumnya.
Selesai melakukan bimbingan, langkah selanjutnya adalah terminasi.
Terminasi diartikan sebagai pelepasan hubungan antara klien (penyandang
disabilitas tubuh) dengan lembaga (PSBD “Bahagia” Sumatera Utara).
Penyandang disabilitas tubuh akan kembali ke daerah mereka masing-masing dan
melakukan kegiatan hidup mereka sehari-hari. Dalam hal ini penyandang
disabilitas tubuh dituntut untuk menerapkan bimbingan yang telah diperoleh
selama di dalam PSBD “Bahagia” Sumatera Utara.
Dalam penelitian ini tujuan peneliti untuk mengetahui apa dampak dari
pelayanan rehabilitasi sosial terhadap kemandirian penyandang disabilitas Panti
Sosial Bina Daksa “Bahagia” Sumatera Utara. Seperti sudah memiliki
keberfungsian sosial, sudah mandiri dalam arti tidak bergantung terhadap orang
lain, sudah mampu memimpin diri sendiri, dan sudah bertanggung jawab.
Berdasarkan uraian di atas, penulis merumuskan kerangka pemikiran ke dalam
bagan alur pikir sebagai berikut:
 

40 

Universitas Sumatera Utara

Bagan Alur Pemikiran

Panti Sosial Bina Daksa
“Bahagia” Sumatera Utara UPT.
Kementerian Sosial RI.

Dampak pelayanan bimbingan
sosial dan keterampilan terhadap
kemandirian
penyandang
disabilitas tubuh yang sudah
terminasi dari PSBD “Bahagia”
1. Sikap
yang
mampu
memimpin diri sendiri
2. Sikap tidak bergantung
pada orang lain
3. Sikap bertanggung jawab

Program Bimbingan PSBD
1. Bimbingan Sosial
2. Bimbingan keterampilan
- Otomotif
- Menjahit
- ServiceTelepon
Seluler
- Service Elektronik

2.10 Defenisi Konsep
Defenisi konsep adalah pengertian yang terbatas dari suatu konsep yang
dianut dalam suatu penelitian (Siagian, 2011: 136). Defenisi konsep ditujukan
untuk mencapai keseragaman pemahaman tentang konsep-konsep, baik berupa
objek, peristiwa maupun fenomena yang diteliti. Untuk lebih memahami
pengertian mengenai konsep-konsep yang digunakan, maka peneliti membatasi
konsep yang digunakan sebagi berikut:
1. Dampak dalam penelitian ini adalah pengaruh yang mendatangkan akibat
positif, langsung terhadap penyandang disabilitas tubuh oleh pelayanan
rehabilitasi sosial Panti Sosial Bina Daksa “Bahagia” Sumatera Utara
pasca terminasi pada tahun 2014. Dalam penelitian difokuskan untuk

41 

Universitas Sumatera Utara

meneliti dampak pelayanan bimbingan sosial dan bimbingan keterampilan
terhadap kemandirian penyandang disabilitas tubuh yang sudah selesai
melakukan pembelajaran di PSBD “Bahagia”.
2. Kemandirian yaitu keadaan seseorang yang dalam kehidupannya mampu
memutuskan dan mengerjakan sesuatu tanpa bantuan dari orang lain.
Kemandirian penyandang disabilitas tubuh dibagi menjadi 3 bagian, yaitu:
a. Sikap yang mampu memimpin diri sendiri
b. Sikap tidak bergantung terhadap orang lain
c. Sikap bertanggung jawab
3. Pelayanan rehabilitasi sosial adalah proses refungsionalisasi dan
pengembangan untuk memungkinkan seseorang mampu melaksanakan
fungsi sosialnya secara wajar dalam kehidupan masyarakat.
4. Penyandang disabilitas tubuh yang diteliti adalah penyandang disabilitas
tubuh yang sudah selesai melakukan pembinaan di Panti Sosial Bina
Daksa “Bahagia” Sumatera Utara. Jenis kecacatan dalam penelitian ini
adalah paraplegi, disfungsi kaki, dan amputasi.

42 

Universitas Sumatera Utara

Dokumen yang terkait

Pengaruh Program Bimbingan Keterampilan Terhadap Kemandirian Penyandang Disabilitas Tubuh di Panti Sosial Bina Daksa “Bahagia” Sumatera Utara

5 72 112

Dampak Pelayanan Rehabilitasi Sosial terhadap Kemandirian Penyandang Disabilitas Tubuh Panti Sosial Bina Daksa “Bahagia” Sumatera Utara Pasca Terminasi pada tahun 2014

0 16 136

Pengaruh Program Bimbingan Keterampilan Terhadap Kemandirian Penyandang Disabilitas Tubuh di Panti Sosial Bina Daksa “Bahagia” Sumatera Utara

0 0 16

Pengaruh Program Bimbingan Keterampilan Terhadap Kemandirian Penyandang Disabilitas Tubuh di Panti Sosial Bina Daksa “Bahagia” Sumatera Utara

0 0 2

Pengaruh Program Bimbingan Keterampilan Terhadap Kemandirian Penyandang Disabilitas Tubuh di Panti Sosial Bina Daksa “Bahagia” Sumatera Utara

0 0 11

Dampak Pelayanan Rehabilitasi Sosial terhadap Kemandirian Penyandang Disabilitas Tubuh Panti Sosial Bina Daksa “Bahagia” Sumatera Utara Pasca Terminasi pada tahun 2014

0 0 8

Dampak Pelayanan Rehabilitasi Sosial terhadap Kemandirian Penyandang Disabilitas Tubuh Panti Sosial Bina Daksa “Bahagia” Sumatera Utara Pasca Terminasi pada tahun 2014

0 0 3

Dampak Pelayanan Rehabilitasi Sosial terhadap Kemandirian Penyandang Disabilitas Tubuh Panti Sosial Bina Daksa “Bahagia” Sumatera Utara Pasca Terminasi pada tahun 2014

0 0 10

Dampak Pelayanan Rehabilitasi Sosial terhadap Kemandirian Penyandang Disabilitas Tubuh Panti Sosial Bina Daksa “Bahagia” Sumatera Utara Pasca Terminasi pada tahun 2014

0 0 3

Dampak Pelayanan Rehabilitasi Sosial terhadap Kemandirian Penyandang Disabilitas Tubuh Panti Sosial Bina Daksa “Bahagia” Sumatera Utara Pasca Terminasi pada tahun 2014

0 0 6