Dampak Pelayanan Rehabilitasi Sosial terhadap Kemandirian Penyandang Disabilitas Tubuh Panti Sosial Bina Daksa “Bahagia” Sumatera Utara Pasca Terminasi pada tahun 2014

(1)

DAFTAR INFORMAN DAN PEDOMAN WAWANCARA

Dampak Pelayanan Rehabilitasi Sosial terhadap Kemandirian Penyandang Disabilitas Tubuh Panti Sosial Bina Daksa “Bahagia” Sumatera Utara

INFORMAN KUNCI Identitas Informan Kunci

Nama :

Usia :

Jenis Kelamin :

Suku :

Agama :

Pendidikan :

Pekerjaan :

Jenis Kelamin :

Alamat :

Jenis Keterampilan ketika di PSBD :

Daftar Pertanyaan

1. Apa saja aktivitas klien sebelum melakukan pembinaan di Panti Sosial Bina Daksa “Bahagia” Sumatera Utara?

2. Ketika melakukan pembinaan di Panti Sosial Bina Daksa “Bahagia” Sumatera Utara, adakah perubahan yang klien rasakan?


(2)

4. Setelah selesai melaksanakan pelatihan keterampilan dari Panti Sosial Bina Daksa “Bahagia” Sumatera Utara dan kembali ke daerah/ kerumah saudara masing-masing, apa saja aktivitas yang saudara lakukan?


(3)

INFORMAN UTAMA Identitas Informan Utama

Nama :

Usia :

Jenis Kelamin :

Suku :

Agama :

Pendidikan :

Pekerjaan :

Jenis Kelamin :

Alamat :

Hubungan dengan klien :

Daftar Pertanyaan

1. Bagaimana sikap klien dirumah sebelum masuk ke Panti Sosial Bina Daksa “Bahagia” Sumatera Utara?

2. Apa saja yang dilakukan klien sehari-harinya sebelum masuk Panti Sosial Bina Daksa “Bahagia” Sumatera Utara?

3. Bagaimana sikap klien dirumah ketika klien telah kembali dari Panti Sosial Bina Daksa “Bahagia” Sumatera Utara?

4. Apa yang dilakukan klien dalam sehari-harinya setelah melakukan pembinaan dari Panti Sosial Bina Daksa “Bahagia” Sumatera Utara?


(4)

5. Perubahan apa yang bapak atau ibu lihat dari klien, setelah klien melakukan pembinaan dari Panti Sosial Bina Daksa “Bahagia” Sumatera Utara?


(5)

IFORMAN TAMBAHAN Identitas Informan Tambahan

Nama :

Usia :

Jenis Kelamin :

Suku :

Agama :

Pendidikan :

Pekerjaan :

Jenis Kelamin :

Alamat :

Hubungan dengan klien : Daftar Pertanyaan

1. Ketika di Panti Sosial Bina Daksa “Bahagia” Sumatera Utara, apakah klien rajin mengikuti kelas bimbingan?

2. Apakah klien disiplin di dalam Panti Sosial Bina Daksa “Bahagia” Sumatera Utara?

3. Apakah klien mandiri di Panti Sosial Bina Daksa “Bahagia” Sumatera Utara?

4. Bagaimana sikap atau perilaku klien di Panti Sosial Bina Daksa “Bahagia” Sumatera Utara?


(6)

5. Apa masalah yang pernah dilakukan klien di dalam Panti Sosial Bina Daksa “Bahagia” Sumatera Utara?


(7)

DAFTAR PUSTAKA

Adi, Isbandi Rukminto. 2005. Ilmu Kesejahteraan Sosial dan Pekerjaan Sosial : Pengantar pada Pengertian dan Beberapa Pokok Bahasan. Jakarta:UI-Press.

Depertemen Sosial RI, 2007. Panduan Umum Pelaksanaan Bimbingan Sosial Penyandang Cacat dalam Panti:Direktorat Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial Penyandang Cacat.

Departemen Sosial Republik Indonesia. 2008. Panduan Khusus Pelaksanaan Bimbingan Sosial Penyandang Cacat Tubuh Dalam Panti.

Jakarta:Dit.PRSPC.

Departemen Sosial Republik Indonesia.2008. Standarisasi Pelayanan Dan Rehabilitasi Sosial Penyandang Cacat Tubuh Dalam Panti,

Jakarta:Dit.PRSPC.

Direktorat Rehabilitasi sosial orang dengan kecacatan, 2010. Rencana Srategis Direktorat Jenderal Rehabilitasi Sosial:Kementerian Sosial RI.

Direktorat jenderal rehabilitasi sosial orang dengan kecacatan Indonesia. 2013. Pedoman rehabilitasi sosial orang dengan kecacatan tubuh dalam panti. Kementerian Sosial Republik.

Dunn,William. 1999, Pengantar Analisis Kebijakan Publik. Yogyakarta:Gadjah Mada University Press.


(8)

Kementerian Sosial Republik Indonesia, 2010, Pedoman Rehabilitasi Sosial Orang Dengan Kecacatan Tubuh Dalam Panti :Direktorat Jenderal Rehabilitasi Sosial.

Maslow,H.A. 1988, Motivasi dan Kepribadian. Jakarta:Pustaka Binaman Persindo.

Muhidin, Syarif, Drs. Msc. 1992. Pengantar Kesejahteraan Sosial.Sekolah Tinggi Kesejahteraan Sosial:Bandung.

Nurdin, Fadhil. 1990. Pengantar Studi Kesejahteraan Sosial. Bandung:PT.Angkasa.

Panti Sosial Bina Daksa “Bahagia” Sumatera Utara, 2013.Kurikulum Rehabilitasi Penyandang Disabilitas Tubuh.

Siagian, M. & Agus, S. 2010. Tanggung Jawab Sosial Perusahaan CSR Perspektif Pekerjaan Sosial. Medan: Fisip USU Press.

Siagian, Matias. 2011. Metode Penelitian Sosial-Pedoman Praktis Penelitian Bidang Ilmu-ilmu Sosial dan Kesehatan. Medan: PT. Grasindo Monorotama.

Sugiyono. 2013. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D.Bandung: Alfabeta.

Suyanto, Bagong dan Sutinah. 2008. Metode Penelitian Sosial: Berbagai Alternatif Pendekatan. Jakarta: Kencana.


(9)

SUMBER LAIN

(http://www.ilo.org/wcmsp5/groups/public/---asia/---ro-bangkok/---ilo-jakarta/documents/publication/wcms_233426.pdf diakses pada tanggal 19 November 2015 pukul 22.00 WIB )

(http://id.wikipedia.org/wiki/disabilitas, 19 November 2015 pukul 22.15 WIB). (kbbi.web.id/mandiri, 12 November 2015).

(http://dansite.wordpress.com/2010/10/kemandirian.html?m=1, 19 November 2015).

(Panti Sosial Bina Daksa “Bahagia” Sumatera Utara UPT (Unit Pelaksana Teknik) Kementerian Sosial RI, 2016)


(10)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Tipe Penelitian

Penelitian ini tergolong penelitian deskriptif dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Penelitian deskriptif adalah penelitian yang dilakukan dengan tujuan menggambarkan atau mendeskripsikan objek dan fenomenal yang ingin diteliti. Termasuk di dalamnya bagaimana unsur-unsur yang ada dalam variabel penelitian itu berinteraksi satu sama lain dan ada pula produk interaksi yang berlangsung (Siagian 2011:52).

Pendekatan kualitatif digunakan untuk melihat dampak dari pelayanan rehabilitasi sosial Panti Sosial Bina Daksa “Bahagia” Sumatera Utara pasca terminasi tahun 2014 terhadap penyandang disabilitas, apakah peyandang disabilitas tubuh tersebut di dalam kehidupan sehari-harinya sudah mandiri dan sudah bekerja sesuai dengan kemampuan keterampilan yang mereka pelajari.

Melalui penelitian deskriptif kualitatif, penulis ingin menggambarkan secara menyeluruh tentang dampak dari pelayanan rehabilitasi sosial Panti Sosial Bina Daksa “Bahagia” Sumatera Utara terhadap penyandang disabilitas tubuh pasca terminasi tahun 2014.

3.2 Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Panti Sosial Bina Daksa “Bahagia” yang beralamat di Jalan Williem Iskandar No.377 Kecamatan Medan Tembung,


(11)

Sumatera Utara. Alasan Peneliti memilih lokasi di Panti Sosial yang merupakan salah satu Unit Pelaksana Teknis yang berada dibawah naungan Kementerian Sosial Republik Indonesia. Lokasi ini merupakan lembaga pemerintah yang berperan dalam memberikan pelayanan sosial kepada penyandang disabilitas tubuh dengan memberikan bimbingan keterampilan otomotif, service ponsel, menjahit, elektronika yang bertujuan untuk menjadikan penyandang disabilitas tubuh lebih mandiri dan dapat meningkatkan keberfungsiaan sosialnya di tengah masyarakat.

3.3 Informan

Penelitian kualitatif tidak dimaksudkan untuk membuat generalisasi dari hasil penelitiannya. Oleh karena itu, pada penelitian kualitatif tidak dikenal adanya populasi dan sampel. Subjek penelitian yang telah tercermin dalam focus penelitian ditentukan secara sengaja. Subjek penelitian ini menjadi informan yang akan memberikan berbagai informasi yang diperlukan selama proses penelitian. Informan penelitian ini meliputi beberapa macam, seperti:

a. Informan kunci, yaitu mereka yang mengetahui dan memiliki berbagai informasi pokok yang diperlukan dalam penelitian. Informan kunci dalam penelitian ini adalah penyandang disabilitas tubuh.

b. Informan utama, yaitu mereka yang terlibat langsung dalam interaksi sosial yang diteliti. Dalam penelitian ini yang menjadi


(12)

informan utama adalah keluarga, tetangga, dan teman dari penyandang disabilitas tubuh.

c. Informan tambahan, yaitu mereka yang dapat memberikan informasi walaupun tidak langsung terlibat dalam interaksi sosial yang diteliti. Dalam penelitian ini yang menjadi informan tambahan adalah pekerja sosial yang menjadi pembimbing penyandang disabilitas tubuh ketika melaksanakan pembinaan di dalam Panti Sosial Bina Daksa “Bahagia” (Emy Susanti Hendrarso dalam Bagong Suyanto dan Sutinah, 2008: 171-172).

Jumlah penyandang disabilitas tubuh Panti Sosial Bina Daksa “Bahagia” Sumatera Utara adalah sebanyak 60 orang. Namun, jumlah penyandang disabilitas tubuh yang akan diteliti adalah sebanyak 4 orang, karena mempertimbangkan waktu, biaya, jarak, dan tempat. Peneliti hanya meneliti penyandang disabilitas tubuh yang ada di wilayah Medan. Penyandang disabilitas tubuh yang akan diteliti memiliki umur diatas 20 tahun. Untuk lebih memperjelas profil penyandang disabilitas tubuh, penulis menyajikan dalam bentuk tabel seperti berikut:

Tabel 1

Profil Penyandang Disabilitas Tubuh

No Nama Umur Jenis

Kelamin Jenis Kecacatan

Jenis Keterampilan


(13)

1 Sukma Ayu Lestari 22 tahun Perempuan Paraplegi Menjahit 2 Racha Cahaya 20 tahun Perempuan Paraplegi Menjahit

3 Legi Arianto 34 tahun Laki-Laki Amputasi Kaki Kiri Otomotif 4 Suhendri 25 tahun Laki-Laki Amputasi Tangan Kanan Otomotif

3.4 Teknik Pengumpulan Data

Untuk mendapatkan informasi atau data yang dibutuhkan penelitian ini, maka peneliti menggunakan metode pengumpulan data sebagai berikut:

1. Data Primer, dengan teknik pengumpulan data berupa:

a. Observasi partisipatif, yaitu peneliti terlibat langsung dengan kegiatan sehari-hari orang yang sedang diamati atau yang digunakan sebagai sumber data peneliti atau mengumpulkan data dengan mengadakan pengamatan langsung (Sugiyono, 2013: 227). Data yang diperoleh melalui observasi langsung, yang terdiri dari rincian tentang kegiatan atau gambaran kehidupan penyandang disabilitas tubuh dan interaksi interpersonal sehingga peneliti dapat menyelami kehidupan objek penelitian.

b. Wawancara, yaitu peneliti mengadakan tanya jawab secara langsung. Agar wawancara lebih terarah digunakan instrumen berupa pedoman wawancara (interview guide) yaitu urutan-urutan daftar pertanyaan yang diperlukan. Dalam penelitian ini digunakan juga instrumen penelitian lainnya, yaitu alat bantu rekam dan dokumentasi yang akan membantu peneliti dalam menganalisis


(14)

data hasil wawancara. Dalam penelitian ini yang akan diwawancara adalah penyandang disabilitas tubuh, keluarga, tetangga, dan pekerja sosial yang berada di Panti Sosial Bina Daksa “Bahagia” tempat penyandang disabilitas tubuh telah melakukan pembinaan.

2. Data Sekunder

Data sekunder berupa studi kepustakaan yang dilakukan untuk mendapatkan data-data sekunder dengan mengumpulkan bahan-bahan yang berasal dari buku-buku, internet, data dari Panti Sosial Bina Daksa “Bahagia” dan lain-lainnya yang relevan dengan penelitian.

3.5 Teknik Analisa Data

Dalam penelitian ini, teknis analisis data yang digunakan adalah teknis analisis deskriptif dengan pendekatan kualitatif yaitu dengan menjabarkan hasil penelitian sebagaimana adanya dengan tahap-tahap sebagai berikut:

1. Editing, yaitu dengan meneliti data-data yang diperoleh dari hasil penelitian.

2. Koding, yaitu mengklarifikasikan jawaban-jawaban menurut macamnya.

3. Membuat kategori untuk mengklarifikasi agar data mudah dianalisis dan disimpulkan sehingga jawaban yang beraneka ragam dapat diangkat


(15)

BAB IV

DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN

4.1 Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Panti Sosial Bina Daksa “BAHAGIA” Sumatera Utara yang beralamat di Jalan Williem Iskandar No.377, Medan Tembung.Sumatera Utara. Penelitian juga akan dilakukan dirumah informan yang berada di wilayah Sumatera Utara khususnya di daerah Medan.

4.2 Sejarah Berdirinya Panti Sosial Bina Daksa “BAHAGIA” Sumatera Utara

Panti Sosial Bina Daksa "Bahagia" Sumatera Utara didirikan pada tahun 1994 melalui bantuan anggaran LOAN/OECF 1994/1995 yang secara bertahap pembangunannya dilaksanakan sampai dengan tahun 1998 yang bersumber dari dana APBN Departemen Sosial RI.

Sesuai dengan Keputusan Menteri Sosial RI Nomor 25/HUK/1998 Tanggal 15 April 1998 secara resmi dikukuhkan menjadi salah satu Unit Pelaksana Teknis di lingkungan Kanwil Depsos Sumut dengan program rujukan regional pelayanan dan rehabilitasi sosial khusus bagi penyandang cacat tubuh dari Propinsi Daerah Istimewa Aceh, Sumatera Utara dan Riau.

Setelah pelayanan selama kurang lebih 2 (dua) tahun, ternyata pelayanan tidak dapat berjalan secara optimal sesuai dengan kebijakan pemerintah


(16)

berdasarkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Otonomi Daerah. Dengan kebijakan ini, status lembaga/UPT ini dialihkan ke Pemda Propinsi Sumatera Utara yang meliputi personil, sarana dan prasarana serta pembiayaan.

Dalam proses perjalanan sejak diserahkan ke Pemda Sumatera Utara di Tahun 2000 sampai dengan 2007, dalam pelaksanaan fungsi pelayanan dan rehabilitasi sosial bagi penyandang cacat tubuh tidak dapat berfungsi secara optimal yang antara lain disebabkan oleh Alokasi anggaran yang kurang memadai pada Pemda Sumatera Utara, sehingga diupayakan pengembalian UPT PSBD "Bahagia" Sumut ke Departemen Sosial RI.

Melalui proses yang panjang sejak tahun 2003 sampai dengan 2007, atas persetujuan Menteri Dalam Negeri dan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara, Menteri Sosial melalui Keputusan Nomor 163/HUK/2007 Tanggal 5 Desember 2007 menetapkan tentang Organisasi dan Tata Kerja PSBD "Bahagia" Sumut dan sejak tahun 2008 kelembagaan Balai Bina Daksa Lau Bakeri beralih status kelembagaan menjadi UPT Kementerian Sosial di bawah pembinaan Direktorat Jenderal Rehabilitasi Sosial.

Setelah resmi berada di lingkungan Kementerian Sosial RI, atas pertimbangan dan kebijakan Menteri Sosial RI (Kepmensos Nomor : 09/HUK/2008) PSBD "Bahagia" Sumut yang sebelumnya berlokasi di Desa Lau Bakeri Kecamatan Kutalimbaru, Kabupaten Deli Derdang dipindahkan ke Jl. Williem Iskandar No. 377 Medan (Menempati gedung eks. PSPP Insyaf Medan). Sehubungan dengan status kelembagaan ini, UPT PSBD "Bahagia" Sumut kembali kepada fungsi perujukan pelayanan dan rehabilitasi sosial untuk wilayah


(17)

Sumatera Bagian Utara meliputi 5 (lima) wilayah propinsi yaitu : NAD, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Riau dan Kepulauan Riau.

4.3 Tugas dan Fungsi Panti Sosial Bina Daksa “BAHAGIA” Sumatera Utara Tugas

Panti Sosial Bina Daksa Bahagia “BAHAGIA” mempunyai tugas melaksanakan perlindungan, advokasi, pelayanan dan Rehabilitasi Sosial, pemberian informasi ,rujukan, koordinasi dan kerjasama dengan instansi bagi penyandang cacat agar mampu berperan aktif dalam kehidupan bermasyarakat.

Fungsi

1. Pelaksanaan penyusunan rencana program, evaluasi, dan laporan

2. Pelaksanaan registrasi, observasi, identifikasi, diagnosa sosial, dan perawatan 3. Pelaksanaan pelayanan dan rehabilitasi sosial yang meliputi bimbingan

mental, sosial fisik dan keterampilan.

4. Pelaksanaan resosialisasi, penyaluran, dan bimbingan lanjut 5. Pelaksanaan pemberian informasi dan advokasi

6. Pelaksanaan pengkajian dan penyiapan standar pelayanan rehabilitasi sosial 7. Pelaksanaan tata usaha.


(18)

4.4 Struktur Organisasi PSBD “BAHAGIA” Sumatera Utara 4.4.1 Struktur Organisasi

Gambar.4.1. Struktur Organisasi

Subbag Tata Usaha, mempunyai tugas melakukan urusan umum,

penyiapan rencana dan program kegiatan, urusan surat menyurat, kepegawaian, keuangan, perlengkapan dan rumah tangga serta kehumasan.

Kepala Panti Drs. Reddy Nugraha M.M

KEPALA SUBBAG TU Dra. Meisi

Kasie Rehabilitasi Sosial Dra. Ninik Khotija Kasie Program dan

Advokasi Sosial Dra. Darmiyeti

Kasie Penyaluran dan Bimbingan Lanjutan

Dra. Sinarta

Kelompok Jabatan Fungsional Wartina Sitohang Nelly Perangin-angin Frans Sitepu

Ade Dwi Rizki


(19)

Seksi Program dan Advokasi Sosial, mempunyai tugas melakukan

penyusunan program rehabilitasi sosial, memberikan bantuan perlindungan sosial dan advokasi sosial serta kerja sama, pengkajian dan penyiapan standarisasi pelayanan, pemantauan serta valuasi dan laporan.

Seksi Rehabilitasi Sosial, mempunyai tugas melakukan pendekatan awal

berupa registrasi, observasi, identifikasi, pemeliharaan jasmani dan penetapan diagnosa, perawatan, bimbingan pengetahuan dasar dan keterampilan kerja, mental, sosial dan fisik.

Seksi Penyaluran dan Bimbingan Lanjut, mempunyai tugas

memberikan bimbingan lanjut, kerjasama, pemberian informasi, praktek belajar bekerja (PBK) dan penyaluran.

Kelompok Jabatan Fungsional, sejumlah tenaga fungsional yang

bertugas membantu Kepala Panti sesuai dengan keahliannya.

4.4.2 Keadaan Pegawai

Tabel 4.1. Daftar Nama Pegawai PSBD “BAHAGIA” Sumatera Utara

NO NAMA JABATAN

1 Drs. Reddy Nugraha Kepala Panti

2 Dra. Meisi Kasubbag TU

3 Dra. Sinarta Kasie Binjut

4 Dra. Ninik Khotija Kasie Rehabilitasi Sosial

5 Dra. Darmiyeti Kasie Program dan Advokasi Sosial 6 Darsin Karo-Karo, SE Penata Laporan Keuangan


(20)

7 Wartinah Sitohang Pekerja Sosial Penyelia

8 Daniel Rovin Ginting, SE Pengadministrasi Kepegawaian 9 Nuraini Sembiring Pengadministrasi Rehabilitasi Sosial 10 Emli Girsang Pengadministrasi Bahan Program 11 Nelli Perangin-angin Pekerja Sosial Pelaksana Lanjutan 12 Frans Edianus Sitepu, A.KS,MP.SSP Pekerja Sosial Pertama

13 Maidinse Hutasoit, S.ST Pekerja Sosial Pertama 14 Robert Sitorus, S.Sos Pekerja Sosial Pertama 15 Richa Nurhayati, S.Psi Pembimbing Psikologis

16 Ilzami Teknisi Listrik dan Bangunan

17 Relasius H. Sinaga, S.ST Perencana Pertama 18 Evi Ulina Br. Sitepu Pekerja Sosial Pelaksana 19 Manerep P. Silaban, S.Sos Verifikator Keuangan

20 Rosdiana Simarmata, A.KS Penata BMN dan Barang Persediaan 21 Yunita Anggraini, S.Sos Penata Laporan Keuangan

22 Retna Sari Ningrum, S.Sos Pengadministrasi Advokasi Sosial 23 Winner Goldstar S,S.ST Pekerja Sosial Pertama

24 Denok Diana Kertika, S.E Penata BMN dan Barang Persediaan 25 Hetty Yusmaida Barasa, S.Psi Pembimbing Psikologis

26 Nobel Sintong S. Silitonga, S.Sos Pengadministrasi Binjut 27 Helmayuni, AMK Perawat Pelaksana 28 Nuri Nelviana, A.Md Bendahara Pengeluaran


(21)

29 Gigih Candra Irawan, AMF Fisioterapis Pelaksana 30 Nuriyatuddin Khoyrun Nisa' A.MF Fisioterapis Pelaksana 31 Nova Syafrina, A.Md.Kep Perawat Pelaksana

32 Endah Murni Wijayanti, A.Md Pengadministrasi Bahan Program 33 Ralex Suprapto, A.Md Instruktur Pelaksana

34 Ismardi, A.Md Instruktur Pelaksana 35 Bima Nugroho, A.Md Instruktur Pelaksana 36 Erika Simbolon Pekerja Sosial Penyelia

37 Gelora E.H. Purba, S.ST Pengadministrasi Rehabilitasi Sosial 38 Parsaoran Nainggolan Petugas Keamanan

39 Ade Dwi Rizky Pekerja Sosial Pemula

4.5. Keadaan Panti Sosial Bina Daksa “BAHAGIA” Sumatera Utara 4.5.1. Keadaan Lokasi

1. Luas Tanah : 8.960 m(128X70m)

2. Luas Bangunan : 5.341 m yang terdiri dari : a. Gedung Kantor (9 unit)

b. Wisma Tamu

c. Wisma Petugas (2 unit) d. Ruang Rapat

e. Aula

f. Asrama Klien (4 unit) dengan kapasitas 100 orang g. Ruang pendidikan


(22)

h. Ruang Keterampilan (workshop) i. Mushala

j. Poliklinik dan Perpustakaan

k. Sarana Olahraga dan Kesenian, yaitu : 1. Lapangan bola volley

2. Lapangan Bulu Tangkis 3. Tenis Meja

4. Gym

5. Alat musik band

4.5.2. Keadaan Klien Penyandang Disabilitas Tubuh

1. Jumlah 60 Jiwa

a. Laki-laki : 38 jiwa b. Perempuan : 22 jiwa

4.6Kegiatan Pelayanan Sasaran Dan Jangka Waktu Pelayanan Lembaga Pelayanan dalam Panti

1. Sasaran

a. Penyandang Disabilitas tubuh berusia 15 s.d 35 tahun yang belum direhabilitasi

b. Penyandang Disabilitas tubuh berusai 15 s.d 35 tahun rujukan dari lembaga lain (LBK dan atau lembaga rehabilitasi berbasis masyarakat lainnya)


(23)

2. Jangka Waktu Pelaksanaan

Jangka waktu program pelayanan dan rehabilitasi sosial di UPT PSBD “Bahagia” Sumut dilaksanakan selama 12 Bulan (Januari s/d Desember).

Pelayanan diluar Panti (Penjangkauan)

1. Sasaran

Penyandang disabilitas cacat tubuh usia produktif yang tidak memliliki keterampilan dan belum mendapatkan program pelayanan dan rehabilitasi sosial.

2. Metode Pelaksanaan

Memberikan pelatihan keterampilam praktis (coaching clinic) dengan narasumber/tenaga ahli dalam bidang kerajinan tangan yang mempunyai nilai ekonomis.

Program pelayanan dalam panti diperuntukkan bagi calon penerima manfaat (klien) penyandang cacat yang berada di wilayah Sumatera bagian Utara dan direkrut oleh petugas PSBD bekerja sama dengan Dinas Sosial Provinsi, Kabupaten/Kota. Calon klien yang memenuhi persyaratan administrasi dan teknis akan diregistrasi dan diasramakan.

4.7 Alur Pelayanan Sosial Lembaga 4.7.1 Pendekatan Awal

Kegiatan yang mengawali proses rehabilitasi yang dilaksanakan dimasyarakat untuk mendapatkan kemudahan dan kerjasama dengan mengadakan


(24)

kontak langsung dengan pemerintah daerah dan keluarga.Pendekatan awal dilakukan untuk mendapatkan kemudahan dan kerjasama dengan mengadakan kontak langsung dengan pemerintah daerah dan keluarga.Pendekatan awal dilakukan untuk mendapatkan gambaran dan informasi yang jelas guna penetapan calon klien,serta menumbuhkan minat klien untuk menyerahkan anaknya mengikuti program rehabilitasi di PSBD “Bahagia” Sumatera Utara.

4.7.2 Penerimaan

Tahapan dimana calon klien melakukan regiitrasi ulang yaitu mengenai : a.Pencatatan identitas calon klien dalam buku induk

b.Penandatanganan kontrak pelayanan antara klien dan PSBD “Bahagia” Sumut c.Pengisian dan pemeriksaan berkas-berkas yang diperlukan

Adapun berkas-berkas yang diperlukan dalam pendaftaran Klien PSBD “BAHAGIA” Sumatera Utara adalah:

1. Penyandang Disabilitas Tubuh. 2. Usia 15 s/d 35 Tahun.

3. Berbadan sehar dan tidak mengidap penyakit menular serta tidak ada indikasi parapelegia, dinyatakan dengan surat keterangan dokter sebanyak 2 rangkap.

4. Tidak memiliki cacat ganda (mempunyai cacat tubuh dan cacat mental). 5. Bisa membaca dan menulis.


(25)

7. Mengisi dan menandatangani surat pernyataan klien, orang tua/klien untuk mentaati program rehabilitasi sosial.

8. Melampirkan surat pernyataan bahwa orang tua/wali bersedia menerima kembali si anak, baik yang tamat maupun yang gagal dalam pembinaan. 9. Menyerahkan foto terbaru seluruh badan ukuran postcard yang

memperlihatkan kecacatannya sebanyak 3 lembar.

10.Menyerahkan pas foto terbaru ukuran 3x4 sebanyak 3 lembar.

11.Menyerahkan fotocopy KTP/Surat Keterangan dari Kepala Desa/lurah tentang status kependudukan sebanyak 2 lembar.

12.Menyerahkan fotocopy KTP orangtua/wali sebanyak 2 lembar. 13.Menyerahkan fotocopy ijazah/STTB sebanyak 2 lembar.

4.7.3 Assesment

Untuk mendapatkan data dan informasi mengenai latar belakang permasalahan klien meliputi kemampuan melakukan aktivitas hidup sehari-hari,bakat,minat,potensi-potensi yang dimiliki,kemampuan,harapan dan rencananya untuk masa depan yang dapat digunakan untuk pemcahan masalah serta upaya lain untuk pengembangan potensi klien dan penempatan klien dalam jurusan keterampilan.

4.7.4 Bimbingan Fisik, Mental dan Keterampilan

Meliputi pembinaan fisik, mental, psikologis dan mental keagamaan. Disamping itu, klien juga mendapatkan bimbingan keterampilan.


(26)

Bimbingan Fisik meliputi:

a. Kegiatan Senam b. Kegiatan Olahraga c. Pemeriksaan Kesehatan d. Fisioterapi

Bimbingan Mental meliputi:

a. Bimbingan mental spiritual keagamaan oleh pembimbing agama kepercayaan masing-masing.

b. Bimbingan etika dan budi pekerti c. Bimbingan psikososial

d. Outbond dialam terbuka e. Bimbingan pramuka.

Bimbingan Keterampilan meliputi:

a. Penjahit Pakaian Wanita b. Elektronika

c. Service Telepon Selular d. Otomotif (Roda2)

4.7.5 Resosialisasi

Dalam tahapan ini klien dipersiapkan untuk terjun ke masyarakat, keluarga maupun disalurkan ke lapangan kerja yang tersedia dan atau instansi pengirim.


(27)

4.7.6 Bimbingan Lanjutan

Tahap bimbingan lanjut dilakukan setelah diadakan evaluasi sejak tahap input proses,output dan outcome maka telah mencapai titik akhir dalam proses pelayanan sosial dalam UPT,pada gilirannya harus mengakhiri kegiatan pelayanan sosial,dengan pertimbangan tindak lanjut purna pelayanan sosial.

4.7.7 Terminasi

Terminasi merupakan bagian integral dari keseluruhan proses pelayanan sosial klien dalam UPT, yang terakhir dan telah disampaikan serta direncanakan oleh pihak panti untuk mengakhiri dan melepaskan dari proses pertolongan secara profesional antara panti sebagai lembaga pelayanan rehabilitasi sosial dengan sistem klien,sistem kegiatan dan sistem sasaran.

Landasan bagi suatu tahapan terminasi ketika eks klien tersebut telah mandiri dan tugas-tugas yang dilakukan telah menunjukkan adanya kemajuan yang dapat dicapai, sehingga mereka dapat melaksanakan keberfungsiaan sosial secara wajar dalam arti yang sesungguhnya.


(28)

BAB V ANALISIS DATA

Melalui hasil penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti di lapangan yaitu melakukan teknik wawancara yang mendalam dan observasi partisipatif dengan informan, peneliti berhasil mengumpulkan data informasi mengenai “Dampak Pelayanan Rehabilitasi Sosial terhadap Kemandirian Penyandang Disabilitas Tubuh Panti Sosial Bina Daksa “Bahagia” Sumatera Utara Pasca Terminasi pada tahun 2014”.

Pengumpulan data dilakukan melalui beberapa tahapan yaitu :

1. Penelitian diawali dengan mengumpulkan data penyandang disabilitas tubuh dari Panti Sosial Bina Daksa “Bahagia” Sumatera Utara. Pengumpulan data tersebut case record yang meliputi biodata informan, latar belakang kecacatan informan kunci dan data lainnya yang berhubungan dengan penyandang disabilitas tubuh tersebut.

2. Melakukan diskusi terbuka dengan informan khususnya para penyandang disabilitas tubuh dan mengetahui latar belakang informan.

3. Melakukan pengamatan dan observasi di tempat tinggal informan dalam hal ini, peneliti membuat catatan di lapangan untuk mengetahui informasi mengenai kehidupan sehari-hari penyandang disabilitas sebelum dan setelah melakukan bimbingan di Panti Sosial Bina Daksa “Bahagia” Sumatera Utara.


(29)

Informan yang digunakan dalam penelitian ini sebanyak 10 orang dengan komposisi 4 orang informan kunci yaitu penyandang disabilitas tubuh, 4 orang informan utama yaitu orang tua dari penyandang disabilitas tubuh dan 2 informan tambahan yaitu pekerja sosial sebagai pembimbing penyandang disabilitas tubuh ketika melakukan bimbingan di Panti Sosial Bina Daksa “Bahagia” Sumatera Utara. Informan kunci yang terlibat langsung dalam interaksi sosial yang diteliti dalam penelitian ini adalah penyandang disabilitas tubuh Panti Sosial Bina Daksa “Bahagia” Sumatera Utara yang terdiri dari 4 orang penyandang disabilitas tubuh berusia 20 tahun – 35 tahun dan penyandang disabilitas tersebut telah selesai melakukan pelatihan di Panti Sosial Bina Daksa pada tahun 2014. Informan tambahan yaitu, mereka yang dapat memberikan informasi yang terlibat dengan informan kunci yang diteliti, informan tambahan dalam penelitian ini yaitu 4 orang pekerja sosial sebagai pembimbing klien ketika di Panti Sosial Bina Daksa “Bahagia” Sumatera Utara.

5.1Hasil Temuan

a. Informan Kunci I

1. Nama : Sukma Ayu Lestari 2. Jenis kelamin : Perempuan

3. Status di Keluarga : Anak ke 1 dari 2 bersaudara 4. Usia : 22 tahun

5. Agama : Islam


(30)

7. Alamat : Jln. Pancing I No.35A 8. Pendidikan : 3 SMK

9. Pekerjaan : Tukang Service Hp dan Jualan Pulsa 10. Pekerjaan Orang tua:

a. Ayah : Karyawan bangunan b. Ibu : TKW Malasyia

Sukma Ayu Lestaria adalah seorang penyandang disabilitas tubuh yang berusia 22 tahun, berkulit coklat dengan memakai hijab berasal dari keluarga yang sederhana. Ia anak ke 1 dari 2 bersaudara. Ayu tinggal dengan adiknya dirumah bude atau sebutan bagi adik perempuan dari ibunya. Kehidupan sehari-hari yang dijalani Ayu dan adiknya dinafkahi oleh budenya, karena Ibu dan Ayah Ayu sudah bercerai ketika Ayu duduk di bangku kelas 6 SD. Ibunya menjadi TKW Malasyia dan menikah lagi dengan orang yang berkebangsaan Malasyia. Ada kutipan wawancara antara peneliti dan informan yaitu :

“Aku tinggal di tempat budeku lah ini kak, budeku tinggal dirumah bagian depan, aku sama adekku di bagian belakang, tapi sehari-hari kami budelah yang biayai kak. Bapak Ayu tinggal dekat sini juga kak, nanti kalo malam-malam dia kadang mau datang untuk ngunjungi kami kak. Trus kami kadang dikasi uang saku kak, kami gak bisa dibiayai sepenuhnya kak, karna bapak pun cuma kuli bangunan. Paling yang dibiayai uang sekolah adek lah. Mamak Ayu di malasyia jadi TKW, itupun dia udah nikah sama orang Malasyia, udah punya anakpun. Pernah tahun lalu orang itu datang, tapi balek lagi lah kesana. Kadang awak


(31)

terpukul juga nengok keadaan keluarga Ayu kek gini kak. Makanya Ayu minder-minder aja kalok jumpa orang lain, karna Ayu rasa sedih kali, udah gitu cemburu kali nengok orang lain. Awak udah cacat, orang tua awak pun udah pisah (Ayu sedih hingga meneteskan air mata)”.

Ayu pernah tinggal kelas di bangku kelas 3 SD kemudian beberapa tahun dia berhenti sekolah dan melanjutkan sekolahnya langsung duduk di bangku kelas 6 SD. Ketika Ayu duduk di bangku SD ia terkena penyakit polio, namun ia masih bisa berjalan. Pada saat ia duduk di bangku kelas 3 SD, ia mengalami kecelakaan yang mengakibatkan kedua kakinya tidak bisa berjalan. Ada kutipan wawancara antara peneliti dan informan yaitu :

“Sebenarnya dari SD Ayu udah sakit polio kak tapi masih bisa aku jalan kak, trus pernah lah Ayu tinggal kelas di kelas 3 SD, pas waktu itu aku kecelakaan kak. Pas sakit karna kecelakaan itu, aku ditempat tidur baring-baring trus aku duduk-duduk. Karna aku duduk-duduk aja, kaki ku lama-lama jadi bengkok dua-duanya kak. Tapi yang paling parah kaki kiri ku kak, kaki kiri ku lemah kali, kadang dia mau ngiluh. Trus karna itu aku gak bisa jalan, terpaksa aku harus pakek kursi roda lah kak. Aturan gak cacat, jadi cacat lah Ayu kak”.

Setelah itu, Ayu di tawarkan oleh kakak sepupunya untuk masuk Panti Sosial Bina Daksa (PSBD), kakak sepupu Ayu menjelaskan mengenai Panti Sosial Bina Daksa. Kemudian Ayu merasa tertarik karena ia merasa jika mengikuti bimbingan di PSBD maka ia akan berjumpa dengan teman-teman yang cacat seperti dirinya. Selain itu Ayu juga merasa penting jika mengikuti bimbingan di PSBD, karena PSBD dapat membantu Ayu mengembangkan


(32)

potensi yang ada di dalam diri Ayu untuk menjadi pedomannya bekerja. Kemudian Ayu mendaftar ditemani oleh kakak sepupunya ke PSBD. Ayu mendaftar dan mengambil bimbingan keterampilan service telepon selular. Ketika di dalam panti, ayu selalu rajin untuk masuk kelas bimbingan, disiplin untuk mengikuti peraturan panti, dan ramah terhadap para pegawai. Namun, Ayu pernah merasa kesal terhadap pegawai, ia merasa ibu pegawai tersebut tidak peduli terhadapnya. Ada kutipan wawancara antara peneliti dan informan yaitu :

“Di PSBD kan ada PBK nya kak (PBK singkatan dari Praktek Belajar Kerja). Nah, Ayu PBK di daerah tembung kak. Di tempat PBK Ayu gak enak kak, gak enaknya hp yang mau diperbaiki gak dikasi orang Ayu yang perbaiki, orang Ayu cuma dikasi bangkai-bangkai hp yang rusak aja, dan yang Ayu pegang hp nya itu-itu aja. Jadi Ayu ngerasa gak berkembang Ayu disitu PB kak, udah gitu awak gak ada diajari sama instruktur yang disitu, kebanyakan bengong lah awak disitu. Trus Ayu minta sama Buk Sinarta untuk pindah tempat PBK, ibu itu cuma bilang gak usah cepat kali lah pindah-pindah disitu ajalah dulu, nanti kira-kira 1 minggu lagi pindah. Trus Ayu tunggu, 1 minggu kemudian Ayu ngomong sama Bu Sinarta minta kepastiannya, tapi ibu itu cuek-cuek aja, gak peduli gitu kak. Yodahlah, gak Ayu usik lagi lah ibu itu, tapi Ayu ambil keputusan sendiri. Ayu pindah ke tempat PBK kawan di daerah Mandala. Disitu baru Ayu dapat illmu kak. Trus kalo jumpa ibu itu, mukak ibu itu kayak gak enak aja nengok Ayu. Tapi Ayu cuek ajalah”.

Setelah PBK penyandang disabilitas tubuh melakukan terminasi yaitu pemutusan hubungan antara penyandang disabilitas dengan PSBD dan kembali ke


(33)

daerah mereka masing-masing. Ayu pun kembali kerumah budenya dan melakukan aktivitasnya sebagai tukang service handphone sembaring berjualan pulsa. Ayu mengatakan bahwa setelah ia melakukan bimbingan dari PSBD dan kembali kerumah, Ayu merasa dirinya banyak mengalami perubahan yang baik, ia semakin semangat dan merasa lebih dewasa dalam berpikir. Ada kutipan wawancara antara peneliti dan informan yaitu :

“Pulang dari PSBD, Ayu trus bukak usaha service handpone kak. Tapi bukan service handphone aja kak, awak juga sambil jual pulsa. Ayu suruh si dimas (adik Ayu) promoin sama kawan-kawannya, sama orang-orang dekat rumah juga kak. Perasaan Ayu setelah selesai bimbingan dari PSBD, awak merasa lebih semangat kak, terutama awak merasa gak minder lagi bergaul sama kawan-kawan atau jumpa sama orang lain. Pokoknya Ayu merasa lebih percaya diri lah kak, karna kan di PSBD kami tiap pagi sama sore ada bimbingan motivasi, psikologi sama bimbingan psikososial kak. Trus selama ini, uang hasil kerja udah bisa kadang Ayu kasi sebagian sama bude sekitar Rp15.000, kadang Ayu kasi uang jajan adek trus Ayu tabung kak. Karna harapan Ayu, Ayu bisa bukak kios usaha counter hp kak”.

b. Informan Utama I

Nama : Dimas Agus Suhardi (Adik Sukma Ayu Lestari) Jenis Kelamin : Laki-laki


(34)

Usia : 18 Tahun

Agama : Islam

Suku : Jawa Banten

Pendidikan Terakhir : SMA

Pekerjaan : Pelajar

Alamat : Jln. Pancing I No.35A

Dimas adalah adik laki-laki dari Sukma Ayu Lestari, ia merupakan anak kedua setelah Ayu. Dimas sekarang duduk di bangku kelas 3 SMA dan bersekolah di Sekolah Aliyah Pancing. Keseharian Dimas ialah bersekolah dan setelah pulang sekolah ia mengikuti les bimbingan sekolah. Dimas dan Ayu adalah kakak adik yang akrab dan saling mendukung. Sebagai adik, Dimas selalu memberikan Ayu semangat agar Ayu lebih percaya diri dan lebih berani untuk berinteraksi dengan orang yang ada disekitar Ayu. Dimas mengatakan bahwa sebelum Ayu melakukan bimbingan di PSBD, rutinitas Ayu adalah bersekolah dan sepulang sekolah Ayu belajar dan membaca komik. Suatu hari Ayu bercerita kepada Dimas mengenai PSBD dan menjelaskan semua tentang PSBD. Ayu meminta pendapat Dimas dan mengajak Dimas untuk berbincang mengenai Ayu yang berniat untuk mengikuti bimbingan di PSBD. Kemudian Dimas setuju dan mendukung Ayu untuk mengikuti bimbingan di PSBD. Ada kutipan wawancara antara peneliti dan informan yaitu :

“Ayu cerita sama Dimas kalo gimna kalo dia masuk ke PSBD untuk bimbingan atau kek pembinaan gitu katanya kak. Dengar penjelasan kak Ayu,


(35)

sebagai adik Dimas pun setuju-setuju ajalah kak. Karna menurut Dimas itu bisa ngebantu kak Ayu untuk bisa buka usaha kerja atau kerja ditempat orang lain juga bisa kak. Trus biar kak Ayu pun gak merasa minder-minder lagi atau merasa jadi orang yang gak berguna kak. Lagian daripada kak Ayu dirumah-rumah aja nanti kan kasian, jadi gak ada kegiatan, udah gitu gak ada perkembangan nanti di dirinya. Jadi, menurut Dimas itu yang terbaik untuk kak Ayu kak”.

Pada saat Ayu sudah berada di PSBD, Dimas sering untuk mengunjungi kakaknya untuk melihat bagaimana keadaan maupun perkembangan kakaknya di PSBD. Setelah Ayu selesai mengikuti bimbingan di PSBD atau terminasi dan kembali kerumah, Dimas melihat perubahan yang semakin baik di dalam diri Ayu. Dimas merasa Ayu lebih berubah, Ayu semakin berani untuk berinteraksi dengan orang-oarang disekitarnya, dan Ayu lebih semangat untuk melakukan kegiatan seperti memperbaiki ponsel yang rusak dan berjualan pulsa. Dimas memiliki harapan untuk kakaknya. Ada kutipan wawancara antara peneliti dan informan yaitu :

“Aku berharap kak Ayu tetap memiliki semangat kayak sekarang ini kak, dia gak mau lagi dengar cibiran orang lain tentang cacat yang dialaminya. Ku lihat pun dia lebih mandiri sekrang kak, dia dah mau kasi bude uang sebagian hasil kerjanya kak, katanya buat belanja sehari-hari, trus Dimas juga kadang mau dikasi uang jajan kak. Melihat kakak dimas yang udah banyak berubah Dimas merasa senang kak. Biarlah dia lebih memikirkan kek mana caranya biar dia bisa ngumpulkan modal sebanyak-banyaknya untuk bukak kios atau counter pulsa”


(36)

c. Informan Kunci II

1. Nama : Legi Arianto 2. Jenis kelamin : Laki-laki

3. Status di Keluarga : Anak ke 9 dari 9 bersaudara 4. Usia : 34 tahun

5. Agama : Islam

6. Suku : Jawa

7. Alamat : Jln. Setia Luhur gang Mandiri LK XI 8. Pendidikan : 3 SD

9. Pekerjaan : Tukang Service Elektronik 10. Pekerjaan Orang tua:

a. Ayah : Almarhum

b. Ibu : Ibu Rumah Tangga

Legi Arianto merupakan anak bungsu dari Ibu Sangsang, ia berusia 34 tahun dan belum menikah. Legi adalah seorang penyandang disabilitas tubuh. Ia memiliki cacat pada bagian kaki dan tangan. Awalnya Legi bukan penyandang disabilitas, namun karena kecelakaaan kerja yang dialaminya terpaksa Legi harus mengalami amputasi pada bagian kaki kiri dan lengan kirinya.

Saat itu Legi berumur 23 tahun dan bekerja di bengkel las, dan pada saat ada panggilan kerja untuk membuat kanopi disebuah kantor perusahaan. Ada kutipan wawancara antara peneliti dan informan yaitu :


(37)

“Dulu kan aku gak tamat SMP mbak, aku minta gak usah sekolah lagi pas aku duduk di bangku kelas 3 SMP. Ku pikir-pikirkan udah malas kali aku sekolah, mending aku cari uang biar bisa beli apa yang aku mau. Waktu itu, kerjalah aku di bengkel las. Udah begitu lama lah aku kerja di bengkel las itu, tibalah pas aku berumur 23 tahun lah itu mbak kejadiannya, dipanggil kerja kami buat kanopi dikantor perusahaan. Aku dan 2 orang kawanku, kami kerja di bagian atas untuk masang kanopinya, tiba lah pas mau ngelas, aku mencolok tali wayar ke penyambungan listrik yang di kantor, pas mencolok itulah kesetrum kami semua. Kami 3 pingsan, dan gak tau lagi apa yang terjadi setelah itu. Setelah dirumah sakit, aku harus memilih diamputasi atau gak, kalo gak diamputasi kaki sama tanganku, nanti lukanya pasti nyebar dan membusuk kata dokternya, terpaksa aku milih untuk diamputasi. Tempat kerjaku cuma bayar uang rumah sakit dan gak ada aku sedikitpun dikasi pesangon atau santunan gitu pun gak ada. Sejak itulah aku cacat mbak, dan aku merasa minder kali dengan orang lain. Kawan-kawanku yang kecelakaan itu gak parah, orang itu masih bisa kerja dan gak cacat kayak aku. Sejak itu aku gak kerja lagi mbak”.

Kemudian Legi mencari pekerjaan dengan berjualan topi dan tali pinggang selama 2 tahun, setelah itu Legi tidak bekerja lagi, namun jika ada panggilan teman untuk jaga parkir maka Legi akan bekerja jaga parkir, selain itu Legi hanya dirumah saja. 10 tahun Legi jenuh menjalani hidup dengan tidak bekerja, ia berpikir kapan lagi ia bisa bekerja dan bisa memiliki skill untuk masa depannya. Legi mencari informasi dari keluarga mengenai tempat untuk bisa belajar keterampilan. Legi teringat, dulu keluarga pernah menawarkan informasi tentang


(38)

lembaga pemberdayaan kepada Legi, namun Legi belum berniat untuk mengikuti kegiatan tersebut. Setelah Legi pikir-pikir, akhirnya ia mau untuk mengikuti kegiatan pembelajaran di sebuah lembaga karena tidak mengeluarkan biaya. Kemudian keluarga mendampingi Legi untuk mendaftar ke lembaga PSBD. Setelah itu Legi mengikuti kegiatan pembelajaran yang telah ditetapkan PSBD. Legi memilih untuk mengikuti kelas bimbingan Servive Elektronik. Legi merasa senang karena ia merasa ia berkumpul dengan teman yang memiliki kesamaan dengan keadaannya. Selain itu Legi juga merasa termotivasi dengan adanya bimbingan psikososial yang membuat semangatnya untuk bangkit dan lebih berani untuk berinteraksi dengan sekitarnya. Selama di dalam PSBD Legi merasa kurang nyaman dengan keadaan PSBD, karena fasilitas yang dimiliki PSBD pada saat itu kurang memadai seperti kondisi air untuk mandi atau mencuci sering mati, fasilitas untuk berolahraga kurang memadai, dan keadaan pegawai yang kurang bersahabat kepada dirinya. Selain pekerja sosial pegawai di PSBD kurang bersahabat dengan penyandang disabilitas tubuh. Kemudian setelah itu Legi dan teman-teman melaksanakan terminasi. Setiap klien panti yang kembali kerumah daerah masing-masing akan membawa tulkit (alat/ modal untuk membuka usaha sesuai dengan jenis keterampilan yang ditekuni oleh klien). Tulkit bisa dibawa oleh penyandang disabilitas yang telah mengikuti bimbingan hingga sampai selesai. Legi kembali kerumah dan Legi membuka usaha dirumah dengan bermodalkan tulkit yang diberikan oleh PSBD. Setiap hari Legi bekerja sebagai tukang service elektronik. Legi juga dipanggil costumer untuk memperbaiki barang elektronik dirumah costumer.


(39)

d. Informan Utama II

Nama : Sangsang (Orang Tua Legi Arianto) Jenis Kelamin : Perempuan

Status di Keluarga : Ibu dari Legi Arianto

Usia : 80 Tahun

Agama : Islam

Suku : Jawa

Pendidikan Terakhir : SD

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

Alamat : Jln. Setia Luhur gang Mandiri LK XI

Ibu Sangang adalah single parent yang bekerja sebagai ibu rumah tangga. Beliau tinggal dengan kedua orang anaknya, yaitu Legi Arianto dan kakak nya Legi yaitu Ahmad. Ahmad adalah tulangang punggung keluarga dirumah. Ibu Sangsang mengatakan bahwa Legi adalah anak bungsu, ia mengatakan Legi adalah anak baik, namun ketika dia duduk di bangku kelas 3 SMP Legi meminta untuk tidak sekolah lagi kepada ibunya. Pernyataan tersebut dengan hasil wawancara peneliti dengan informan yaitu:

“Sebenarnya anak ibu itu baik (Legi), tapi karna dia terpengaruh sama kawan-kawannya, dia jadi malas sekolah, kerjanya main-main aja. Pas dia duduk di bangku kelas 3 SMP dia uadah gak mau lagi sekolah, jadi ku bilang, kalo kau gak sekolah, kek mana nanti masa depanmu, trus karna dia bersih keras gak mau


(40)

lagi, udah gitu ibu pikir-pikir daripada dia cabut-cabut sekolah kan ngabisi biaya, terpaksa ibu pasrah biarkan dia gak sekolah”.

Legi kerja di bengkel las dari kelas 3 SMP sampai dia mengalami kecelakaan yang membuatnya tidak dapat bekerja lagi. Melihat Legi dengan kondisi cacat, ibu Legi merasa sangat sedih. Ibu Legi selalu memberikan Legi dukungan untuk tidak minder. Setelah berhenti bekerja, selama 2 tahun Legi bekerja sebagai tukang jual topi dan ikat pinggang. Kemudian ia bangkrut dan ia tidak bekerja lagi. Terkadang untuk mengisi waktu luang, Legi berkumpul dengan teman-temannya dan jika ada pekerjaan dari temannya untuk menjaga parkir , maka Legi akan bekerja menjaga parkir. Penghasilan yang di dapat Legi cukup untuk memebeli rokok dan sebagian diberi kepada ibu untuk belanja esok hari. Kemudian suatu hari Legi mengajak ibu berbincang-bincang membahas PSBD. Pernyataan tersebut dengan hasil wawancara peneliti dengan informan yaitu:

“Legi nanya sama ibu kek mana kalo dia masuk PSBD, ibu setuju apa nggak. Awalnya ibu bilang gak setuju kalo misalnya pakek biaya masuk situ. Trus dia jelasin ke ibu, kalo masuk situ katanya gak pakek uang, semua ditanggung, trus katanya disitu dia dilatih untuk belajar keterampilan katanya. Ya karna dengar penjelasannya, ibu ya setuju. Ibu pikir-pikir pun bagus jugalah dia masuk situ, daripada gak ada kegiatan dia dirumah, udah gitu kan lumayan dia dapat illmu disitu”.

Setelah itu Legi ditemani kakaknya mendaftar ke PSBD, Legi memilih keterampilan service elektronik. Selama Legi di PSBD ibu Damiem tidak pernah mengunjungi Legi. Ia hanya menanyakan kabar Legi lewat telepon saja. Seiring


(41)

berjalannya waktu, Legi kembali ke rumah, ia membuka usaha service elektronik di rumah dengan bermodalkan mesin dan alat perlengkapan servive elektronik yang telah di berikan oleh PSBD. Ibu melihat Legi mengalami banyak perubahan, ia lebih semangat untuk melakukan pekerjaannya, ia juga lebih bertanggung jawab untuk membantu ekonomi keluarga. Pernyataan tersebut dengan hasil wawancara peneliti dengan informan yaitu:

“Ibu bersyukur sama Allah, sekarang Legi jauh lebih baiklah dari yang sebelumnya, dulu dia kan dirumah-rumah aja, udah dari PSBD itu dia udah bisa kerja cari duit. Ibu pun liat dia makin semangat kerja, kalo ada yang manggil perbaiki TV, dia di jemput orangnya buat perbaiki kerumah orangnya langsung. Trus uang penghasilan kerjanya itu pun selalu dikasi sama ibu sebagian, kadang Rp20.000 kadang Rp25.000, katanya buat belanja besok. Senang lah ibu pokoknya nengoknya, setidaknya Legi udah bertanggung jawab bantu kakaknya untuk ekonomi keluarga, kan dirumah kami bertiga aja, jadi kan lumayan uangnya bantu-bantu untuk belanja makan kami sehari-hari”.

Sekarang Legi banyak dipercaya lingkungan sekitar untuk memperbaiki barang elektronik mereka karena Legi semangat untuk dipanggil kerumah mereka untuk bekerja.

e. Informan Kunci III

1. Nama : Racha Cahaya 2. Jenis kelamin : Laki-laki


(42)

4. Usia : 21 tahun

5. Agama : Islam

6. Suku : Jawa

7. Alamat : Jln. Nusa Indah Gang. Kenanga 8. Pendidikan : 6 SD

9. Pekerjaan : Berjualan Sembako 10. Pekerjaan Orang tua:

a. Ayah : Almarhum b. Ibu : Wiraswasta

Racha Cahaya atau Raka yang kerap dipanggil oleh teman-temannya merupakan seorang anak laki-laki yang memiliki cacat saat ia duduk dibangku kelas 6 SD. Awal mulanya Raka cacat disebabkan oleh sakit demam yang sangat tinggi. Ketika Raka duduk dibangku kelas 6 SD ia mengalami shock berat karena tidak lulus UN. Saat itu Raka shock berat dan juga demam tinggi. Pada saat ia sakit demam, ia masih bisa berjalan akan tetapi tidak seperti biasanya, ia berjalan dengan meyeret-nyeret kaki kirinya. Saat itu ibu Raka tidak mencurigai hal tersebut, karena ia merasa hal tersebut pasti sembuh sebentar lagi. Suatu hari ada jalur Paket C untuk pelajar yang tidak lulus UN, pelajar ujian lagi dan agar bisa melanjutkan sekolah ke jenjang selanjutnya. Raka pun mendaftarkan diri ditemani oleh ibunya. Namun, beberapa hari kemudian pada saat Raka mau mengikuti ujian Paket C tersebut, Raka sudah tidak bisa lagi untuk berjalan. Kedua kakinya lemah untuk bisa menopang tubuhnya. Hal tersebut membuat Raka harus menggunakan


(43)

kursi roda. Raka pun merasa malu dan sangat minder untuk berjumpa dengan teman-temannya ataupun orang lain. Ia hanya dirumah saja dan selalu dikamar ketika ada orang lain atau keluarga bertamu kerumah Raka. Ada kutipan wawancara antara peneliti dengan informan, yaitu:

“Kalo ada datang keluarga atau orang lain lain bertamu kerumah ku kak, aku pasti langsung nyuruh mamaku untuk ngantar aku ke kamar. Karna malu kali aku kak nengok keadaan ku yang cacat kek gini kak, yang dulunya bisa jalan trus gak bisa jalan lagi kak. Malu aku kak ditengok-tengok orang lain kak. Trus aku malas kali keluar rumah kak, karna pernah sekali aku keluar rumah, tetangga-tetangga trus nanya-nanya aku sakit apa kak, kok bisa tiba-tiba kek gini aku”.

Seiring berjalannya waktu teman-teman Raka yang laki-laki pun menjauh dari Raka. Mereka tidak pernah lagi bermain kerumah Raka, justru yang sering datang untuk melihat Raka adalah teman-teman perempuan yang kompak dengan Raka ketika masih kecil. Hal tersebut memang sangat menyakitkan hati Raka, namun sang ibu selalu mendukungnya. Tak henti-hentinya ibu Raka selalu memberikan motivasi kepada Raka. Seiring dengan berjalannya waktu, Raka pun mulai menjalani aktivitasnya. Ia mulai termotivasi untuk sedikit percaya diri. Ia mengisi waktunya dengan memelihara ayam dan membuat kandang ayam. Kegiatan sehari-hari Raka adalah beternak ayam dan membuat kandang ayam kemudian menjualnya.

Suatu hari Raka dan ibunya pergi ke kantor lurah untuk, mengurus KTP Raka. Disitu ada seorang ibu parubaya yang meilhat kondisi Raka dan mengajak Raka dan ibunya untuk berbincang-bincang. Si ibu parubaya tersebut memberikan


(44)

suatu informasi tentang PSBD, ia menjelaskan semua mengenai PSBD. Si ibu ini mengetahui tentang PSBD karena salah satu keluarganya ada yang masuk PSBD pada tahun 2010. Kemudian mereka pun saling bertukar nomor ponsel. Suatu hari ibu Raka dan Raka membahas informasi yang diberikan oleh si Ibu parubaya tersebut, mereka merasa tertarik agar Raka mengikuti bimbingan di PSBD tersebut. Ibu Raka pun setuju agar Raka mengikuti pelatihan di PSBD tersebut. Ia menghubungi ibu parubaya tersebut untuk bisa menemani Raka dan ibu Raka untuk mendaftar ke PSBD. Raka memilih keterampilan service ponsel.

Setelah itu Raka pun mulai mengikuti pelatihan di PSBD. Di PSBD Raka dikenal anak yang baik dan disiplin. Raka tidak pernah ada masalah dengan pegawai di PSBD, dan dengan teman-teman lainnya. Dalam mengikuti PBK, ia slalu disiplin mengikuti PBK. Ia merasa tidak mau untuk membuang kesempatan-kesempatan yang dijalankannya. Raka selalu mengikuti kelas bimbingan psikososial dan kelas bimbingan keterampilan, begitu seterusnya sampai Raka terminasi dan kembali kerumahnya. Namun, Raka mengatakan bahwa ia sangat kecewa terhadap pelayanan makan PSBD terhadap mereka. Ada kutipan wawancara antara peneliti dengan informan, yaitu:

“Pernah kak waktu kami makan pagi, pernah ada di ikan Raka itu ulatnya kak, udah gitu sering kali nasi yang kami makan itu mentah kak, pernah juga basi nasinya kak. Ngeri kali lah pokoknya kak, kadang itu yangn buat awak malas makan kak. Pernah juga Raka waktu sakit kak hampir seminggu cuma dikasi obat aja kak, gak dibawa ke rumah sakit kak. Makanya karna itu lah mama datang trus permisikan Raka untuk dibawa pulang kak”.


(45)

Setelah kembali kerumah, Raka memulai kegiatannya dengan membuka usaha service ponsel. Kemudian usaha tersebut memiliki kendala seperti jarak yang jauh antara rumah Raka dan pusat penjualan sparepart ponsel yang dibutuhkan Raka untuk memperbaiki ponsel yang rusak. Hal tersebut membuat ibu Raka mengambil tindakan membuka usaha warung sembako kecil-kecilan di depan rumah Raka. Ada kutipan wawancara antara peneliti dengan informan, yaitu:

“Pertamanya Raka buka service ponsel dulu kak, Raka buka usahanya dirumah. Memperbaiki hp kan butuh sparepart kak, jadi buat belinya, Raka suruh mama yang belanja ke plaza millenium kalo gak ke pakam kak. Tapi karna bolak-balik, trus jaraknya jauh, udah gitu sparepart yang dibeli cuma seperlunya aja, dan untungnya pun cuma dikit kak. Ibu bilang udahlah gak usah lagi lah perbaiki hp itu, biar ibu buka aja kios untuk Raka jualan. Yodahlah Raka gak service hp lagi, karna ibu udah bangun kios buat Raka jualan sembako gitu kak. Di kios itu Raka tinggal, tempat tidur Raka dibuat dekat dengan kamar mandi, tujuannya biar Raka gak capek harus jauh untuk buang air kecil atau BAB kak. Jadi tiap hari kerjaan Raka jualan lah kak. Dulu jualan Raka dikit masih kak, tapi lama-lama udah bisa bermacam-macam sembako yang Raka jual kak. Harapan Raka mudah-mudahan kios Raka makin besar biar bisa bukak grosir kak. Sekarang Raka udah bisa nafkahi hidup Raka sendiri kak, udah gak minta-minta sama mama lagi kak, udah mandiri lah istilahnya kak”.


(46)

f. Informan Utama III

Nama : Kristin (Orang tua Racha Cahaya) Jenis Kelamin : Perempuan

Status di Keluarga : Ibu dari Racha Cahaya

Usia : 52 Tahun

Agama : Islam

Suku : Jawa

Pendidikan Terakhir : SD

Pekerjaan : Wiraswasta

Alamat : Jln. Nusa Indah Gang. Kenanga

Ibu Kristin adalah seorang single parent atau orang tua tunggal yang bekerja dengan berjualan sembako. Ibu Kristin adalah orang tua dari penyandang disabilitas tubuh bernama Racha Cahaya atau kerap dipanggil Raka. Ibu Kristin mengatakan bahwa Raka adalah anak yang baik dan periang. Tetapi semua berubah semenjak Raka mengalami kecacatan. Raka menjadi anak yang minder, tidak percaya diri, kurang memiliki semangat, dan tidak mau bergaul dengan orang lain. Ada kutipan wawancara antara peneliti dengan informan, yaitu:

“Dulu anak ibu si Raka ini gak kek gini orangnya, dia dulu periang, sukak kemana-kemana main-main sama kawannya. Semenjak dia stress karna tinggal kelas lah, trus kena demam tinggi lah dia, lama-lama kakinya jalan diseret-seret, trus udahlah gak bisa jalan lagi. Terpaksa dia harus pake kursi roda lah buat bisa jalan kesana sini. Itupun dia dirumah-rumah aja. Udah gak mau lagi dia ini


(47)

main sama kawan-kawannya, katanya malu dia karna dia cacat itu. Padahal ibu bilang bukan karna cacat orang gak bisa hidupnya maju. Tapi dia kayak terpuruk kali dengan kondisi dia yg kayak gini. Dia jadi minder, kurang semangat, gak mau bergaul sama orang lain. Dulu paling parah, pas awal-awal dia cacat, dia sama sekali gak mau jumpa orang lain, kalo ada orang lain datang kerumah, trus disuruh nya ibu cepat-cepat ngantar dia ke kamar”.

Setiap hari ibu Raka selalu memberikan motivasi kepada Raka untuk bisa lebih percaya diri dan berani untuk berinteraksi dengan orang sekitar. Raka mulai mengalami perubahan sedikit untuk melakukan kegiatan-kegiatan yang bisa menyibukkan dirinya, seperti berternak ayam dan membuat kandang-kandang ayam untuk dijual. Ada kutipan wawancara antara peneliti dengan informan, yaitu:

“Allhamdulillah Raka mulai agak-agak berubah sedikit demi sedikit, kan gak sia-sia ibu kasi masukan tiap hari ke dia biar dia berubah jangan terpuruk gitu trus. Yah, dia bilang dia mau melihara ayam, yauda ibu kasi dia beberapa ayam trus lama-lama ayamnya makin banyak juga. Trus kadang dia buat kandang-kandang ayam kalo ada yang pesan. Kan lumayan uangnya buat jajan dia. Setidaknya dengan gitu kan ada kesibukan dia, biar gak duduk-duduk aja dia”.

Suatu hari ibu Raka berjumpa dengan seorang ibu parubaya di kantor lurah ketika Raka dan ibunya mengurus KTP Raka. Ibu parubaya tersebut memberikan informasi mengenai PSBD kepada Raka dan ibu Raka. Beliau juga tidak lupa untuk memberikan nomor telepon agar Raka dan ibu Raka bisa menghubungi


(48)

beliau jika Raka berniat untuk mengikuti bimbingan di PSBD. Ada kutipan wawancara antara peneliti dengan informan, yaitu:

“Waktu itu, ibu ngajak Raka ke kantor lurah buat ngurus KTP si Raka. Pas dikantor lurah itu, kami jumpa sama ada ibu yang udah tua, kira-kira udah 50an lah umurnya itu. Ibu itu cerita tentang PSBD sama kami, dia menjelaskan kek mana PSBD itu. Crita-critalah kami dikantor lurah itu, trus dikasinyalah nomornya sama kami, supaya kalo misalnya si Raka niat masuk PSBD itu, kami hubungi aja ibu itu biar dia kawani kami kesana”.

Suatu hari Raka menanyakan bagaimana pendapat ibunya jika ia mengikuti bimbingan di PSBD tersebut. Ibu Raka setuju dengan keinginan Raka untuk belajar di PSBD. Ada kutipan wawancara antara peneliti dengan informan, yaitu:

“Pernah dia nanya kek mana pendapat ibu kalo dia ikut bimbingan di PSBD itu. Ya ibu setuju lah sama keputusan dia, ibu pikir bagus itu untuk dia bisa belajar disana”.

Kemudian Ibu Raka, Raka dan ibu parubaya tersebut pergi untuk mendaftarkan Raka ke PSBD. Raka mendaftar dan mengisi formulir, ia memilih bimbingan keterampilan service ponsel. Setelah itu, Raka mengikuti segala kegiatan di PSBD. Selama Raka di PSBD, ibu Raka beberapa kali mengunjungi Raka untuk melihat bagaimana perkembangan dan kondisi Raka. Ibu Raka mengatakan bahwa belai pernah kecewa dengan pelayanan PSBD. Saat itu Raka sakit sudah hampir seminggu, dan tidak dibawa kerumah sakit melainkan hanya diberi obat saja. Dalam hal tersebut ibu Raka mengambil tindakan untuk kinta izin


(49)

membawa Raka untuk dirawat dirumahnya. Ada kutipan wawancara antara peneliti dengan informan, yaitu:

“Ibu kan sering juga nelfon-nelfon si Raka nanya-nanya kabarnya gimana. Trus ibu juga kadang mau ngunjungi Raka kesana mau nengok gimna kondisi dan perkembangannya gimana. Tapi ibu pernah kecewa liat pelayanan kesehatan PSBD ini, anak ibu sakit hampi seminggu tapi gak dibawa kerumah sakit untuk berobat, malahan anak ibu Cuma dikasi obat aja. Terpaksa karna kasian ibu nengok kondisi Raka yang udah agak kurusn ibu liat, ibu permisikan lah si Raka ini untuk ibu bawa pulang kerumah seminggu. Ibu rawatlah si Raka ini, ibu kasi dia puding. Udah membaik kondisi nya ibu antar lagi dia ke PSBD. Nengok kejadian kek gitu terjadi sama anak ibu sendiri kan kecewa kali ibu rasa. Udah gitu si Raka pun pernah cerita kalo nasi disana pun katanya sering mentah trus pernah katanya Raka makan ikannya ada yang berulat. Mendengar hal kek gitu dari anak ibu, pengen rasanya ibu bawa pulang aja dia. Tapi si Raka bilang sayang kali pulang, biar lah dulu dia tahan-tahan katanya”.

Setelah selesai melakukan bimbingan keterampilan di PSBD, Raka kembali kerumah dan memulai kegiatannya dengan membuka usaha service ponsel. Namun usaha yang dijalankan Raka mengalami hambatan, sehingga ibu Raka mengambil keputusan membuka usaha sembako kecil-kecilan untuk Raka. Ada kutipan wawancara antara peneliti dengan informan, yaitu:

“Begitu Raka balik dari PSBD memang Raka trus bukak usaha perbaikin handphone, cuma beberapa kali belanja untuk beli keperluan handphone yang dibagusi jauh kali pulang pergi. Ibu pikir-pikir habis di ongkos uangnya, udah


(50)

gitu untungnya pun jdi sedikit karna habis di ongkos itu. Jadi ibu pikir-pikir mending ibu bukakan aja kios kecil-kecilan di depan rumah ibu. Kebetulan yang punya tanah baik ngasih harga tanahnya murah. Memang gak seberapa luasnya, tapi kan lumayan lah untuk tempat Raka jualan sama skalian Raka tinggal disitu yak kan. Yodahlah, ibu bangun lah kios kecil itu, trus ibu belanjakan lah dulu dikit-dikit keperluan jualannya. Biarlah warung kami samping-sampingan, karna paling berjarak 5 meter aja dengan warung ibu. Yang penting si Rakanya ada kegiatan”.

Ibu Raka mengatakan bahwa Raka banyak mengalami perubahan setelah selesai melakukan bimbingan di PSBD. Sikap Raka menjadi lebih percaya diri, lebih semangat, dan tidak minder. Ibu Raka mengatakan Raka lebih rajin dan sudah bertanggung jawab dengan pekerjaannya. Ada kutipan wawancara antara peneliti dengan informan, yaitu:

“Yah ibu tengok Raka banyak mengalami perubahan setelah balek dari PSBD. Dia lebih kelihatan semangat untuk jualan, dulu kan isi jualannya masih sedikit, sekrang udah lumayan banyak dan udah bermacam-macam. Ibu tengok dia udah pintar nyimpan-nyimpan uang hasil jualannya. Dari situ ibu perhatikan dia udah bertanggung jawablah dengan kerjanya. Raka juga bertanggung jawab dengan ngebantu ekonomi keluarga. Dia mau kasi ibu uang buat belanja, dia mau ngasi ibu Rp15.000 kalo gak Rp18.000, jadi ibu pikir-pikir biaya untuk dirinya sendiri udah lepas lah, gak ibu lagi yang nanggung. Dari segi itu ibu liat dia udah mandiri dan gak minder lagi trus udah mau juga gabung-gabung sama


(51)

kawannya ngobrol-ngobrol. Pokoknya ibu bersyukurlah dengan kondisi dia yang udah banyak berkembang kek gini”.

g. Informan Kunci IV

1. Nama : Suhendri

2. Jenis kelamin : Laki-laki

3. Status di Keluarga : Anak 4 dari 4 bersaudara 4. Usia : 26 tahun

5. Agama : Islam

6. Suku : Jawa

7. Alamat : Jln. Marelan Pasar II Barat 8. Pendidikan : 3 SMK

9. Pekerjaan : Tukang Service Elektronika 10. Pekerjaan Orang tua:

a. Ayah : Tukang Door Smeer b. Ibu : Berjualan Sembako

Suhendri adalah anak 4 dari 4 bersaudara, ia memiliki 3 kakak perempuan. Teman-teman Suhendri kerap memanggilnya Hendri. Hendri bersekolah sampai ia tamat SMK, setelah itu ia bekerja di sebuah perusahaan kayu. Ia bekerja sudah sekitar 3 tahun setelah ia tamat. Suatu hari Hendri mengalami kecelakaan kerja di tempat ia bekerja. Pada saat memotong kayu, tangan kirinya terpotong oleh mesin pemotong kayu. Ada kutipan wawancara antara peneliti dengan informan, yaitu:


(52)

“Kejadiannya pas ditempat kerjaku kak, pas aku motong kayu, tanganku terpotong trus tercampak 5 meter dari tempat aku diri kak. Trus darahnya muncrat ke muka ku, aku ngerasa takut kali. Teriak-teriak aku minta tolong sama kawan-kawan kerjaku yang ada disitu juga, tapi oang itu gak ada yang berani nolong aku. Mungkin orang itu juga ngerasa takut nengok apa yang terjadi samaku. Trus lari-lari lah aku ke kantor administrasi, disitulah baru ada pertolongan sama ku. Dibawalah aku kerumah sakit, biaya rumah sakitku pun orang itu yang biayai. Tapi aku udh gak bisa kerja lagi kak dengan kondisiku yang udah cacat gini. Pihak kerja cuma ngasi aku pesangon ajalah kak”.

Setelah itu Hendri tidak bekerja lagi, ia hanya dirumah dan terkadang membantu ayah untuk mendoorsmer kereta. Perilaku Hendri berubah sedikit setelah ia mengalami kecelakaan. Hendri merasa lebih minder untuk bergaul dengan teman-temannya. Ada kutipan wawancara antara peneliti dengan informan, yaitu:

Semenjak itu aku gak kerja lagi kak, aku dirumah-rumah aja duduk-duduk. Kadang kalo bos(bapak) ku nyuruh aku mendoor smeer, aku bantu mendoor smeer kak. Semenjak cacat ini jugalah aku jadi kurang mau bergaul sama kawan-kawan lagi kak. Aku ngerasa minder kak”.

Suatu hari, Hendri punya teman perempuan yang sering komunikasian dengannya lewat media sosial yaitu Fb(Facebook). Perempuan itu adalah mantan penyandang disabilitas dari PSBD. Ia pelatihan di PSBD pada tahun 2012. Ia menjelaskan kepada Hendri semua tentang PSBD. Ada kutipan wawancara antara peneliti dengan informan, yaitu:


(53)

“Awalnya aku tau tentang PSBD dari kawan facebook ku kak. Di tengoknya mungkin fotoku udah cacat kak. Trus di tawarinya aku untuk bimbingan di PSBD kak. Pernahlah kami jumpa sekali kak untuk bicara tentang PSBD ini, trus dijelaskannya lah sama ku kek mana PSBD. Dia dulu mantan dari PSBD kak. Dia disana bimbingan tahun 2012 kak”.

Sebelumnya Hendri tidak tertarik, namun setelah ia memikirkan masa depannya, Hendri mengambil keputusan. Keputusan yang diambil Hendri di diskusikan terlebih dahulu kepada kedua orang tuanya. Kemudian ayah dan ibunya setuju akan keinginan Hendri. Ada kutipan wawancara antara peneliti dengan informan, yaitu:

“Memang awalnya aku gak tertarik kesana kak, Cuma kupikir-pikirkan juga masa depanku. Mau sampe kapan aku kek gini-gini trus, Cuma bergantung sama orang tua aja. Yodahlah, kutanya aja sama bapak mamakku kak. Pertama kujelaskan dulu kek mana PSBD ini sama orang tuaku, trus kutanya kek mana menurut bapak mamaku, setuju apa gak aku masuk PSBD. Ternyata orang tuaku mendukung keinginanku kak, yodahlah ini yang terbaik samaku”.

Hendri pun ditemani oleh teman perempuan tersebut untuk mendaftar ke PSBD. Hendri mendaftar dan memilih keterampilan Service Elektronik. Kemudian Hendri mengikuti pelatihan di PSBD, di dalam hati Hendri berjanji untuk berubah menjadi lebih baik lagi. Hendri pun mengikuti pelatihan dengan baik, ia mengikuti kelas bimbingan dengan baik tapi terkadang ia mau ketiduran untuk masuk ke kelas bimbingan psikososial.


(54)

Hendri juga merasa bahwa pegawai PSBD ramah. Akan tetapi untuk pelayanan makanan, Hendri merasa kecewa. Ia merasa masakan itu asal-asalan dimasak, terkadang nasinya masih mentah, dan jenis masakan setiap harinya tidak bervariasi. Dalam hal pelayanan air, ia merasa air di PSBD kurang memadai atau terbatas. Ada kutipan wawancara antara peneliti dengan informan, yaitu:

“Pegawai-pegawai di PSBD ramah-ramah kak. Tapi itulah, pelayanan makanan di PSBD itu kecewa kali aku kak. Nasinya sering mentah kak, udah gitu masakannya gak bervariasi, yang awak makan itu-itu aja. Pelayanan untuk air pun gak memadai, sering kali air di asrama kami mati”.

Hal tersebut tidak membuat Hendri untuk menyerah atau pulang kerumahnya, ia tetap mengikuti pelatihan sampai terminasi. Hendri mengikuti pelatihan sampai selesai. Kemudian Hendri dan teman-teman kembali kerumah atau kedaerah masing-masing dengan membawa tulkit yang diberikan satu per satu kepada mereka untuk menajadi modal mereka dalam membuka usaha. Hendri pun kembali kerumahnya, ia kemudian memulai pekerjaannya dengan membuka usaha service elektronik di sebelah kios jualan ibunya. Ada kutipan wawancara antara peneliti dengan informan, yaitu:

“Begitu selesai bimbingan di PSBD kami balek kedaerah masing-masing kak, kami juga dikasi tulkit untuk modal bukak usaha. Sebelumnya lewat telfon aku udah crita sama bos ku, kalo udah pulang dari PSBD aku langsung bukak usaha service elektronik kak. Makanya pas begitu aku pulang, orang bos trus membangun kios kecil dekat warung mamak. Cuma sepetak aja kak, cukup-cukup


(55)

untuk usaha service elektroniklah kak. Kebetulan kan di daerah kami itu jarang ada tempat sevice elektronik kak, paling kalo ada ya di daerah kota kak”.

Hendri juga terkadang dipanggil kerumah costumer untuk memperbaiki TV ataupun mesin cuci dirumah costumer. Hendri merasa dia lebih semangat bekerja dan lebih rajin melakukan kegiatannya. Ketika ia tidak ada costumer ia membantu ayahnya untuk mendoorsmeer kereta. Hendri juga mengatakan bahwa sebagian penghasilan yang diterimanya dari service elektronik diberikan kepada ibunya untuk belanja. Ada kutipan wawancara antara peneliti dengan informan, yaitu:

“Aku ngerasa diriku yang sekarang lebih baik kak, karna pas di PSBD kami kan ada bimbingan motivasi sama psikologi kak, jadi awak merasa termotivasi buat berubah kak. Aku ngerasa udah gak minder lagi dengan kawan-kawanku, karna yang ada di dalam pikiran ku, walau aku cacat kek gini aku masih bisa kerja. Kadang aku kerja dipanggil sama orangnya langsung untuk kerumahnya kak, untuk perbaiki barang elektroniknya yang rusak. Intinya awak merasa lebih rajin dan semangat lah kak. Disisi lain uang hasil kerjaku sebagian ku kasi sama mamak buat belanja kak, aku masu ngasih Rp15.000 atau Rp20.000 kak, aku pengen membantu keuangan keluarga juga kak. Aku berharap aku bisa lebih sukses lagi biar bisa memperbesar usaha ku ini kak”.

h. Informan Utama IV

Nama : Damiem (Orang tua Suhendri) Jenis Kelamin : Perempuan


(56)

Status di Keluarga : Ibu dari Suhendri

Usia : 54 Tahun

Agama : Islam

Suku : Jawa

Pendidikan Terakhir : Tidak Bersekolah

Pekerjaan : Berjualan Sembako Alamat : Jln. Marelan Pasar II Barat

Damiem adalah ibu dari Suhendri, beliau merupakan seorang ibu yang bekerja berjualan sembako di depan rumahnya. Ibu Damiem masih memiliki suami yang bernama Sulaiman. Pak Sulaiman bekerja sebagai tukang door smeer, beliau membuka usaha door smeer di samping kanan rumahnya. Ibu Damiem mengatakan bahwa sehari-harinya Hendri dulu bekerja di pabrik kayu dan setelah Hendri kecelakaan kerja Hendri hanya dirumah dan membantu ayahnya ketika ayahnya menyuruhnya untuk membantu mencuci kereta pelanggan. Ada kutipan wawancara antara peneliti dengan informan, yaitu:

“Namanya rencana Tuhan kita kan gak tau apa yang akan terjadi sama kita, dulunya si hendri ini kerja dipabrik kayu nya, tapi karna kecelakaan kerja terpasa dia berhenti kerja karna cacatnya. Dulu ya dia duduk-duduk dirumah ajalah, kadang bapak nya nyuruh dia untuk bantuin nyuci kereta orang, kan bapaknya bukak door smeer ini. Selain itu gak ada lah kegiatannya, paling kalo dia bosan dia pergi sama kawan-kawannya main”.


(57)

Beberapa tahun Hendri tidak bekerja, dia bergantung hidup pada orang tuanya. Ibu Hendri mengatakan bahwa suatu hari Hendri bertanya kepada ayah dan ibunya apakah orang tuanya setuju agar Hendri pelatihan di suatu panti. Hendri menjelaskan semua tentang PSBD yang akan menjadi tempat Hendri melakukan bimbingan. Ibu dan ayah Hendri mengatakan bahwa mereka sangat setuju dengan keputusan Hendri. Ada kutipan wawancara antara peneliti dengan informan, yaitu:

“Ya dengar keputusan Hendri kek gitu ibu sama bapaknya ya sangat setuju, karna kan menurut kami kalo dia ngambil keputusan kek gitu berarti dia berniat untuk membuat hidupnya lebih maju lagi, biar dia gak malas-malasan dirumah. Kan kasian gak ada kegiatannya dirumah, ibu pikir juga mau sampai kapan dia kek gitu. Bapaknya pun bilang kalo udah siap nanti dia dari PSBD itu bimbingan, biar aja bapak bantu dia buka usahanya nanti”.

Dalam hal ini kedua orang tua Hendri menyuruh kakak Hendri untuk mendampingi Hendri mendaftar ke PSBD. Namun, selama di PSBD Hendri tidak pernah dikunjungi kedua orang tuanya. Ayah dan ibunya hanya menyuruh kakak Hendri untuk melihat bagaimana kondisi Hendri dan mereka hanya menjalin komunikasi kepada Hendri melalui via telepon saja.

Setelah Hendri kembali kerumah, Ibu Hendri mengatakan bahwa ayah Hendri membangun kios untuk Hendri membuka usaha Service Elektronik. Hal tersebut dilakukan karena usaha tersebut sesuai dengan bimbingan yang dilakukan Hendri ketika di PSBD. Ada kutipan wawancara antara peneliti dengan informan, yaitu:


(58)

“Waktu Hendri pulang dari PSBD bapak Hendri bangun kios kecil disamping rumah ini untuk Hendri buka usaha. Karna kan kios itu cocok untuk Hendri buka usaha bagusi TV, mesin cuci, atau kipas angin. Kan sesuai dengan yang dipalajari si Hendri di PSBD kata Hendri. Kebetulan kan disini yang bukak usaha kek gini pun jarang, adapun ya agak ke kota. Pas si Hendri disana memang udah dibilangnya kian pas kami telfon dia. Makanya pas dia pulang langsung ajalah dibuat, biar ada kegiatannya”.

Ibu Hendri mengatakan bahwa banyak sikap Hendri yang berubah setelah kembali dari PSBD. Hendri lebih rajin, lebih peduli dengan keluarga, lebih semangat dan tidak minder lagi untuk kerja. Ada kutipan wawancara antara peneliti dengan informan, yaitu:

“Ya begitu dia pulang dia memang lebih semangat ibu lihat. Apalagi setelah udah buka usaha ini, dia lebih rajin ibu lihat. Hendri juga udah mau kasi sama ibu uang hasil kerjanya, dia mau ngasih Rp15.000 atau Rp20.000an lah, gak menentu soalnya. Ya gak bergantung sama orang tua lagi lah. Padahal ibu pikir lepas untuk beli rokoknya aja pun udah lumayanlah. Gak nyangka ibu, uang untuk belanja pun mau dia kasi sama ibu. Liat dia yang kek gitu ibu pun senang, karna udah bisa dia mandiri, udah bertanggung jawab juga sebagai anak bantu ekonomi keluarga. Yah, harapan ibu dia bisa lebih maju lagi lah usahanya”.

i. Informan Tambahan I

Nama : Ade Dwi Rizky


(59)

Usia : 29 tahun

Agama : Islam

Suku : Jawa

Pendidikan Terakhir : SMA

Pekerjaan : Pekerja Sosial Alamat : Jln. Kiwi No.145

Informan tambahan dalam penelitian ini adalah para pekerja sosial yang ada di dalam PSBD. Pekerja sosial yang merupakan pembimbing dari penyandang disabilitas tubuh yang diteliti. Informan tambahan pertama ialah Ibu Ade yaitu pekerja sosial yang telah membimbing Raka dan Ayu. Beliau mengatakan bahwa Raka dan Ayu adalah klien yang disiplin dan baik. Namun, Raka dan Ayu sama-sama masih minder untuk berkumpul dengan teman-temannya yang lain. Mereka cenderung lebih diam dibandingkan dengan teman-temannya yang lain. Akan tetapi,Raka dan Ayu disiplin untuk mengikuti bimbingan kelas keterampilan dan bimbingan kelas psikososial dan psikologi.

Setiap pagi penyandang disabilitas tubuh juga melakukan bimbingan motivasi, dimana bimbingan ini dilakukan untuk sharing antara pekerja sosial dan penyandang disabilitas tubuh yang bertujuan untuk menyelesaikan segala masalah yang dihadapi oleh penyandang disabilitas tubuh dan memberikan semangat kepada penyandang disabilitas tubuh. Dalam bimbingan motivasi tersebut Raka dan Ayu selalu sharing tentang hal-hal yang mereka hadapi, seperti bagaimana


(60)

caranya agar lebih berani untuk berinteraksi dengan orang lain, bagaimana caranya agar tidak merasa minder terhadap orang lain, dan sebagainya.

Bimbingan motivasi sangat membantu Raka dan Ayu, sehingga semakin hari mereka semakin lebih mengalami perubahan yang lebih baik. Tidak banyak kendala yang dihadapi Ibu Ade dalam membimbing Raka dan Ayu, karena Raka dan Ayu adalah klien yang semangat untuk membangun diri.

j. Informan Tambahan II

Nama : Frans Edianus Sitepu, A.KS,MP.SSP Jenis Kelamin : Laki-laki

Usia : 47 tahun

Agama : Khatolik

Suku : Karo

Pendidikan Terakhir : Magister

Pekerjaan : Pekerja Sosial

Alamat : Jln. Williem Iskandar Gang.Gembira no.17d

Informan Tambahan II adalah Pak Frans, beliau adalah peksos pembimbing Legi dan Suhendri. Sehari-hari Legi dan Suhendri sering terlihat bersama, dimana mereka selalu duduk sama di ruang makan, di kelas bimbingan psikososial dan psikologi maupun di kelas bimbingan keterampilan. Hal tersebut terjadi karena Suhendri adalah penyandang disabilitas yang terlambat masuk untuk mengikuti pembinaan di PSBD. Suhendri juga pernah berencana untuk keluar dari PSBD


(61)

karena ia merasa jenuh selalu di dalam panti dan tidak bisa bebas untuk keluar masuk panti. Namun, Legi sebagai teman selalu memberi semangat dan masukan untuk membuka pikiran Suhendri sehingga Suhendri tidak jadi keluar dari PSBD. Sejak itulah mereka terlihat kompak dan saling mendukung satu sama lain.

Legi merupakan klien yang baik dan smangat untuk mengikuti pembinaan, ia merupakan klien yang cepat menangkap pelajaran. Legi juga merupakan klien yang mau membantu temannya yang kurang mengerti mengenai belajar keterampilan. Kemudian Suhendri adalah klien yang baik, dan termasuk klien yang rajin dalam mengikuti kelas bimbingan. Namun, klien Suhendri sulit untuk menangkap pelajaran keterampilan service elektronik yang ia ikuti, hal tersebut membuat Suhendri menjadi bosan, sehingga Legi turut campur tangan untuk membantu instruktur service elektronik dalam mengajari Suhendri.

Hal tersebut membuat kedua klien menjadi sering terlihat bersama dan menjadi teman yang kompak. Semakin hari Legi dan Suhendri semakin mengalami kemajuan, seperti semakin berani dan memiliki percaya diri, semakin semangat dan memiliki harapan yang mereka inginkan setelah terminasi dari PSBD.

5.2Analisis Data

Fenomena penyandang disabilitas tubuh merupakan fenomena global yang tidak hanya terjadi di negara berkembang tetapi juga di negara maju. Namun demikian, permasalahan penyandang disabilitas tubuh di tiap-tiap negara berbeda derajat kualitas dan kuantitas permasalahannya yang semakin kompleks,


(62)

sementara disisi lain perangkat perlindungannya masih lemah sehingga masalah penyandang disabilitas tubuh semakin luas terjadi. Pelaksanaan dari pembinaan suatu lembaga terhadap penyandang disabilitas tubuh sangat penting. Contohnya, pelaksanaan pembinaan dari Panti Sosial Bina Daksa “Bahagia” Sumatera Utara dapat membantu keberfungsian sosial penyandang disabilitas tubuh dan dapat memberikan penyandang disabilitas tubuh peluang kerja yang baik, seperti membuka usaha dan bekerja di tempat kerja lainnya yang sesuai dengan skill yang telah dilatih di PSBD.

5.2.1 Analisis Dampak Pelayanan Rehabilitasi Sosial terhadap Kemandirian Penyandang Disabilitas Tubuh Sebelum dan Setelah pembinaan di Panti Sosial Bina Daksa “Bahagia” Sumatera Utara.

Pada awalnya penyandang disbilitas tubuh dianggap tidak bisa melakukan aktivitasnya. Penyandang disabilitas tubuh dibiarkan begitu saja karena kondisi cacat mereka. penyandang disabilitas tubuh menggantungkan hidup kepada orang tua mereka, bahkan dalam melakukan sesuatu mereka bergantung kepada orang lain. Penyandang disabilitas tubuh yang diteliti melakukan kegiatan mereka dengan membantu orang tua, jika orang tua meminta tolong untuk dibantu. Sebagiannya lagi melakukan pekerjaan, namun pekerjaan yang dilakukan berhenti begitu saja sehingga mereka hanya dirumah saja tanpa melakukan kegiatan.

Keberfungsian sosial adalah kemampuan orang untuk menangani tugas-tugas dan aktivitasnya yang penting dalam memenuhi kebutuhan dasarnya dan melaksanakan peranan sosial utamanya sebagaimana yang diharapkan oleh


(63)

kebudayaan dari suatu komunitas yang khusus. Dapat disimpulkan bahwa penyandang disabilitas tubuh yang belum melakukan pembinaan di Panti Sosial Bina Daksa “Bahagia” tidak memiliki keberfungsian sosial, penyandang disabilitas tubuh hanya dirumah-rumah saja dan terkadang mereka membantu keluarga jika disuruh membantu.

Setelah diteliti, keempat informan utama bukan cacat bawaan lahir, akan tetapi karena kecelakaan dan sakit mereka menjadi cacat. Pernyataan tersebut didukung oleh Informan Kunci I yaitu Sukma Ayu Lestari yang mengatakan bahwa “Sebenarnya dari SD Ayu udah sakit polio kak tapi masih bisa aku jalan kak, trus pernah lah Ayu tinggal kelas di kelas 3 SD, pas waktu itu aku kecelakaan kak. Pas sakit karna kecelakaan itu, aku ditempat tidur baring-baring trus aku duduk-duduk. Karna aku duduk-duduk aja, kaki ku lama-lama jadi bengkok dua-duanya kak. Tapi yang paling parah kaki kiri ku kak, kaki kiri ku lemah kali, kadang dia mau ngiluh. Trus karna itu aku gak bisa jalan, terpaksa aku harus pakek kursi roda lah kak. Aturan gak cacat, jadi cacat lah Ayu kak”.

Ditambah oleh pernyataan dari Informan Kunci II yaitu Legi Arianto “Waktu itu, kerjalah aku di bengkel las. Udah begitu lama lah aku kerja di bengkel las itu, tibalah pas aku berumur 23 tahun lah itu mbak kejadiannya, dipanggil kerja kami buat kanopi dikantor perusahaan. Aku dan 2 orang kawanku, kami kerja di bagian atas untuk masang kanopinya, tiba lah pas mau ngelas, aku mencolok tali wayar ke penyambungan listrik yang di kantor, pas mencolok itulah kesetrum kami semua. Kami 3 pingsan, dan gak tau lagi apa yang terjadi setelah itu. Setelah dirumah sakit, aku harus memilih diamputasi


(64)

atau gak, kalo gak diamputasi kaki sama tanganku, nanti lukanya pasti nyebar dan membusuk kata dokternya, terpaksa aku milih untuk diamputasi. Tempat kerjaku cuma bayar uang rumah sakit dan gak ada aku sedikitpun dikasi pesangon atau santunan gitu pun gak ada. Sejak itulah aku cacat mbak, dan aku merasa minder kali dengan orang lain. Kawan-kawanku yang kecelakaan itu gak parah, orang itu masih bisa kerja dan gak cacat kayak aku. Sejak itu aku gak kerja lagi mbak”.

Ditambah oleh pernyataan dari Informan IV yaitu Suhendri yang mengatakan bahwa “Kejadiannya pas ditempat kerjaku kak, pas aku motong kayu, tanganku terpotong trus tercampak 5 meter dari tempat aku diri kak. Trus darahnya muncrat ke muka ku, aku ngerasa takut kali. Teriak-teriak aku minta tolong sama kawan-kawan kerjaku yang ada disitu juga, tapi oang itu gak ada yang berani nolong aku. Mungkin orang itu juga ngerasa takut nengok apa yang terjadi samaku. Trus lari-lari lah aku ke kantor administrasi, disitulah baru ada pertolongan sama ku. Dibawalah aku kerumah sakit, biaya rumah sakitku pun orang itu yang biayai. Tapi aku udh gak bisa kerja lagi kak dengan kondisiku yang udah cacat gini. Pihak kerja cuma ngasi aku pesangon ajalah kak”.

Kejadian yang terjadi pada mereka memberikan efek yang buruk dan sulit untuk melakukan suatu hal, berbeda dengan penyandang disabilitas tubuh bawaan lahir. Mereka lebih mudah untuk melakukan aktivitas karena sejak dini mereka sudah bisa belajar melakukan aktivitas dengan kondisi cacat bawaan mereka. Informan kunci yang diteliti tidak memiliki kegiatan atau pekerjaan. Mereka bergantung hidup kepada orang tua atau kepada keluarga. Akan tetapi, setelah


(1)

penyandang disabilitas tubuh yang dilaksanakan di Unit Pelaksana Teknis (UPT) Kementrian Sosial di Panti Sosial Bina Daksa “Bahagia”.

Penelitian ini tergolong kedalam tipe penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif yang bertujuan untuk menggambarkan mengenai dampak pelayanan rehabilitasi sosial terhadap kemandirian penyandang disabilitas tubuh panti sosial bina daksa “bahagia”. Informan dalam penelitian ini terbagi menjadi tiga bagian, yaitu informan kunci, informan utama, dan informan tambahan. In forman kunci dalam penelitian ini adalah 4 orang penyandang disabilitas tubuh yang telah terminasi dari panti sosial bina daksa “bahagia”, informan utama dalam penelitian ini adalah 4 orang, yaitu orang tua dari masing-masing informan kunci dan informan tambahan dalam penelitian ini adalah 2 orang pekerja sosial yang merupakan pembimbing penyandang disabilitas tubuh pada saat melakukan pembinaan di panti sosial bina daksa “bahagia”. Metode pengumpulan data yang dilakukan adalah studi kepustakaan, wawancara mendalam dan observasi langsung ke lapangan.

Berdasarkan data-data yang telah dikumpulkan dan telah dianalisis dapat disimpulkan bahwa penyandang disabilitas tubuh mendapatkan dampak yang baik setelah melakukan pembinaan di Panti Sosial Bina Daksa “Bahagia” Sumatera Utara. Penyandang disabilitas tubuh telah memiliki keberfungsian sosial dan telah mandiri dalam mencari nafkah. Penyandang disabilitas tubuh bekerja sesuai dengan kemampuan keterampilan yang dilatih pada saat di panti. Hanya satu penyandang disabilitas tubuh yang diteliti tidak bekerja sesuai dengan keterampilan yang dilatihnya.

Kunci : Dampak, Penyandang Disabilitas Tubuh, Keberfungsian Sosial dan Kemandirian.


(2)

UNIVERSITY OF NORTH SUMATRA FACULTY OF SOCIAL AND POLITICAL SCIENCE SCIENCE DEPARTMENT OF

SOCIALWELFARE

NAME : CHRISDA YANTI HAVE PARHUSIP

NIM : 120902042

ABSTRACT

Minutes of the social problems faced by Indonesia at this time is the issue of persons with disabilities of the body. Persons with disability also have the same rights and obligations in all aspects of life and living, including the right to obtain employment in accordance with the type and degree of disability that exist on them. Persons with disabilities are expected to develop and enhance mental and social abilities so it is expected that the relevant able to work according to ability level, education and skills possessed and in accordance with the interests and experiences, so as to achieve self-sufficiency amid people's lives. One of the empowerment of persons with disabilities conducted by the central government body, especially for persons with disabilities is the provision of guidance skills programs for persons with disability held in the Technical Implementation Unit (UPT) in the Ministry of Social Development Social Institution Daksha “Bahagia”.


(3)

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI

DAFTAR LAMPIRAN

BAB I PENDAHULUAN ………... 1

1.1Latar Belakang………. …….. 1

1.2Perumusan Masalah………. 7

1.3Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian ………. 8

1.3.1 Tujuan Penelitian ……….. ………... 8

1.3.2 Manfaat Penelitian ……… 8

1.4 Sistematika Penulisan……….. 9

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ………11

2.1 Dampak……… 11

2.2 Penyandang Disabilitas Tubuh ……….. 11

2.3 Pelayanan Sosial ………. 14

2.3.1 Pengertian Pelayanan Sosial ……… 14

2.3.2 Fungsi Pelayanan Sosial……… 16

2.4 Rehabilitasi Sosial ……….. 19

2.4.1 Pengertian Rehabilitasi Sosial ……….. 19

2.4.2 Tujuan Rehabilitasi Sosial Penyandang Disabilitas Tubuh ………. 22

2.4.3 Sasaran Rehabilitasi Sosial Penyandang Disabilitas Tubuh ……… 23

2.4.4 Pelayanan Rehabilitasi Sosial Penyandang Disabilitas Tubuh ……. 24


(4)

2.4.6 Bimbingan Psikososial Penyandang Disabilitas Tubuh ………… 28

2.5 Panti Sosial ………. 29

2.5.1 Pengertian Panti Sosial ………. 29

2.5.2 Fungsi Panti Sosial Bagi Penyandanmg Disabilitas Tubuh ……….. 30

2.6 Kemandirian ……….. 32

2.6.1 Pengertian Kemandirian ………... 32

2.6.2 Ciri-ciri Kemandirian ……… 33

2.6.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kemandirian ………. 34

2.6.4 Proses terbentuknya Kemandirian ……… 36

2.7 Sistem Usaha Kesejahteraan Sosial Bagi Penyandang Disabilitas Tubuh ………. 40

2.8 Kerangka Pemikiran ……….. 42

2.9 Defenisi Konsep ………. 45

BAB III METODE PENELITIAN ……….. 49

3.1 Tipe Penelitian ……… 49

3.2 Lokasi Penelitian ……… 50

3.3 Informan ………. 50

3.4 Teknik Pengumpulan Data ………. 52

3.5 Teknik Analisis Data ……….. 53 BAB IV DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN ……….. 4.1 Lokasi Penelitian ………. 4.2 Sejarah Berdirinya Panti Sosial Bina Daksa “BAHAGIA” Sumatera Utara ………


(5)

4.3 Tugas dan Fungsi Panti Sosial Bina Daksa “BAHAGIA” Sumatera Utara Tugas ……… 4.4 Struktur Organisasi PSBD “BAHAGIA” Sumatera Utara ………. 4.4.1 Struktur Organisasi ……….. 4.4.2 Keadaan Pegawai ……… 4.5. Keadaan Panti Sosial Bina Daksa “BAHAGIA” Sumatera Utara ………… 4.5.1. Keadaan Lokasi ……… 4.5.2. Keadaan Klien Penyandang Disabilitas Tubuh ……… 4.6Kegiatan Pelayanan Sasaran Dan Jangka Waktu Pelayanan Lembaga …… Pelayanan dalam Panti ………. 4.7Alur Pelayanan Sosial Lembaga ……….. 4.7.1 Pendekatan Awal ……….. 4.7.2 Penerimaan ……… 4.7.3 Assesment ………. 4.7.4 Bimbingan Fisik, Mental dan Keterampilan ………. 4.7.5 Resosialisasi ……….. 4.7.6 Bimbingan Lanjutan ……… 4.7.7 Terminasi ……… BAB V ANALISIS DATA ………. 5.1Hasil Temuan ………. 5.2Analisis Data ……….. 5.2.1 Analisis Dampak Pelayanan Rehabilitasi Sosial Terhadap Kemandirian


(6)

Sosial Bina Daksa “Bahagia” Sumatera Utara ………

BAB VI PENUTUP ………. 6.1 Kesimpulan ……….. 6.2 Saran ……….

DAFTAR PUSTAKA ……….. DOKUMENTASI ………..


Dokumen yang terkait

Pengaruh Program Bimbingan Keterampilan Terhadap Kemandirian Penyandang Disabilitas Tubuh di Panti Sosial Bina Daksa “Bahagia” Sumatera Utara

5 72 112

Pengaruh Program Bimbingan Keterampilan Terhadap Kemandirian Penyandang Disabilitas Tubuh di Panti Sosial Bina Daksa “Bahagia” Sumatera Utara

0 0 16

Pengaruh Program Bimbingan Keterampilan Terhadap Kemandirian Penyandang Disabilitas Tubuh di Panti Sosial Bina Daksa “Bahagia” Sumatera Utara

0 0 2

Pengaruh Program Bimbingan Keterampilan Terhadap Kemandirian Penyandang Disabilitas Tubuh di Panti Sosial Bina Daksa “Bahagia” Sumatera Utara

0 0 11

Dampak Pelayanan Rehabilitasi Sosial terhadap Kemandirian Penyandang Disabilitas Tubuh Panti Sosial Bina Daksa “Bahagia” Sumatera Utara Pasca Terminasi pada tahun 2014

0 0 8

Dampak Pelayanan Rehabilitasi Sosial terhadap Kemandirian Penyandang Disabilitas Tubuh Panti Sosial Bina Daksa “Bahagia” Sumatera Utara Pasca Terminasi pada tahun 2014

0 0 3

Dampak Pelayanan Rehabilitasi Sosial terhadap Kemandirian Penyandang Disabilitas Tubuh Panti Sosial Bina Daksa “Bahagia” Sumatera Utara Pasca Terminasi pada tahun 2014

0 0 10

Dampak Pelayanan Rehabilitasi Sosial terhadap Kemandirian Penyandang Disabilitas Tubuh Panti Sosial Bina Daksa “Bahagia” Sumatera Utara Pasca Terminasi pada tahun 2014

0 0 32

Dampak Pelayanan Rehabilitasi Sosial terhadap Kemandirian Penyandang Disabilitas Tubuh Panti Sosial Bina Daksa “Bahagia” Sumatera Utara Pasca Terminasi pada tahun 2014

0 0 3

Dampak Pelayanan Rehabilitasi Sosial terhadap Kemandirian Penyandang Disabilitas Tubuh Panti Sosial Bina Daksa “Bahagia” Sumatera Utara Pasca Terminasi pada tahun 2014

0 0 6