Teori Penjualan Prosedur penjualan Prosedur penjualan

Teori Penjualan
2.1. Deskripsi Teoritis
2.1.1. Hakikat Penjualan
Keberhasilan suatu perusahaan pada umumnya dinilai berhasil dilihat dari
kemampuannya dalam memperoleh laba. Dengan laba yang diperoleh, perusahaan
akan dapat mengembangkan berbagai kegiatan, meningkatkan jumlah aktiva dan
modal serta dapat mengembangkan dan memperluas bidang usahanya.
Untuk mencapai tujuan tersebut, perusahaan mengandalkan kegiatannya dalam
bentuk penjualan, semakin besar volume penjualan semakin besar pula laba yang
akan diperoleh perusahaan. Perusahaan pada umumnya mempunyai tiga tujuan
dalam penjualan yaitu mencapai volume penjualan, mendapatkan laba tertentu,
dan menunjukan pertumbuhan perusahaan.
Menurut Joel G. Siegel dan Joe K. Shim yang diterjemahkan oleh Moh. Kurdi,
“Penjualan adalah Penerimaan yang diperoleh dari pengiriman barang dagangan
atau dari penyerahan pelayanan dalam bursa sebagai barang pertimbangan.
Pertimbangan ini dapat dalam benuk tunai peralatan kas atau harta lainnya.
Pendapatan dapat diperoleh pada saat penjualan, karena terjadi pertukaran, harga
jual dapat ditetapkan dan bebannya diketahui”.
Dalam kegiatan ini penjualan akan melibatkan debitur atau disebut juga pembeli
serta barang-barang atau jasa yang diberikan dan dibayar oleh debitur tersebut
dengan cara tunai ataupun kredit.

Penjualan barang dagang oleh sebuah perusahaan dagang biasanya hanya disebut
“Penjualan”, jumlah transaksi yang terjadi biasanya cukup besar dibandingkan jenis
transaksi lainnya. Dalam menjual barang dagangannya perusahaan dapat
menerapkan tiga metode penjualan yang sering dikenal yaitu penjualan tunai,
penjualan kredit, dan penjualan konsinyasi.
2.1.2 Hakikat Penjualan kredit
Kebutuhan manusia yang beraneka ragam dengan itu selalu meningkat, sedangkan
kemampuan untuk mencapai sesuai yang diinginkannya itu terbatas. Hal ini
menyebabkan memerlukan bantuan untuk memenuhi hasrat dari cita-citanya.
Dalam hal ini ia berusaha, maka untuk meningkatkan usahanya atau untuk
meningkatkan bantuan dalam bentuk pemodalan. Dalam kehidupan sehari-hari kata
kredit bukanlah merupakan perkataan yang asing bagi masyarakat kita. Perkataan
kredit tidak saja dikenal oleh masyarakat dikota-kota besar tapi sampai didesadesapun kata kredit tersebut sudah sangat populer.
Menurut Soemarso SR, “Penjualan kredit adalah penjualan barang dagang scara
tidak tunai yang dicatat sebagai debit pada perkiraan piutang dagang dan kredit
pada perkiraan penjualan”.
Seseorang atau suatu badan yang memberikan kredit (kreditur) percaya bahwa
penerima kredit (debitur) pada masa yang akan datang akan sanggup memenuhi

segala yang telah dijanjikan. Apa yang telah dijanjikan itu dapat berbentuk segala

sesuatu yang telah dijanjikan itu berbentuk sebagai berikut :
- Barang terhadap uang
- Barang terhadap jasa
- Jasa terhadap jasa
- Jasa terhadap barang
- Uang terhadap jasa
Berdasarkan pendapat Thomas Suyatno,dkk. “Dengan diterimanya kontraprestasi
pada masa yang akan datang, maka jelas terganbar bahwa kredit dalam arti
ekonomi adalah penundaan pembayaran dari prestasi yang diberikan sekarang,
baik dalam bentuk barang, uang maupun jasa. Disini terlihat pula bahwa faktor
waktu merupakan faktor utama yang memisahkan prestasi dan kontraprestasi”.
Dengan demikian kredit itu dapat pula berarti bahwa pihak kesatu memberikan
prestasi baik berupa barang, uang atau jasa kepada pihak lain, sedangkan
kontraprestasi akan diterima kemudian dalam jangka waktu tertentu.
Dari pengertian-pengertian kredit diatas maka dapat disimpulkan bahwa penjualan
kredit yaitu penjualan yang pembayarannya dilakukan beberapa kali yaitu cicilan
atau dibayar sekaligus pada waktu jatuh tempo dan terkadang didahului dengan
pembayaran uang muka.
Penjualan dengan kredit akan menimbulkan piutang usaha (Account Receivable)
transaksi tersebut dicatat sebagai debit pada perkiraan piutang usaha dan kredit

pada perkiraan penjualan. Ayat jurnal sebagai berikut :
Piutang usaha xxx
Penjualan xxx
Dan apabila pembayaran diterima dari debitur, mengakibatkan piutang usaha
berkurang atau disebelah kredit sedangkan kas bertambah atau sebelah debit. Ayat
jurnal sebagai berikut :
Kas xxx
Piutang usaha xxx
Transaksi-transaksi tersebut harus berdasarkan suatu dokumen yang merupakan
bukti transaksi yang bersangkutan. Bukti transaksi penjualan biasanya disebut
faktur penjualan (sales invoice). Adakalanya perusahaan memberikan potongan
penjualan kepada pelanggannya, potongan harga yang diberikan karena pembeli
membayar faktur lebih awal, bagi pihak penjual disebut potongan penjualan.
Potongan penjualan tersebut dicatat sebagai debit pada perkiraan potongan
penjualan dan dianggap sebagai pengurangan terhadap penjualan yang telah
dicatat sebelumnya. Ayat jurnal sebagai berikut :
Kas xxx
Potongan penjualan xxx
Piutang dagang xxx
Sehingga dapat dikatakan untuk dapat meningkatkan penjualan ada beberapa hal

yang dapat dilakukan antara lain dengan memberikan potongan penjualan kepada
pembeli, sehingga diharapkan jumlah penjualan dapat sesuai dengan rencana yang

telah disusun oleh perusahaan. Pemberian potongan penjualan juga merupakan
motivasi untuk menarik konsumen.
2.1.3. Hakikat potongan penjualan
Berbagai cara dan kebijaksanaan dilakukan perusahaan untuk meningkatkan hasil
penjualan dan keuntungan perusahaan. Memberikan Potongan penjualan kepada
konsumen merupakan salah satu cara yang digunakan perusahaan untuk menarik
minat konsumen untuk melakukan transaksi pembelian.
Alasan perusahaan memberikan potongan penjualan diantaranya adalah
merosotnya bagian pasar sebagai akibat makin ketatnya persaingan, menarik
pangsa pasar yang lebih besar (promosi), adanya kelebihan kapasitas persediaan,
adanya barang-barang yang ditarik dari peredaran, perusahaan sedang kesulitan
keuangan sehingga membutuhkan uang kas yang cepat dan alasan-alasan yang
lainnya.
Potongan tunai diberikan kepada pembeli yang membayar hutangnya tepat waktu
dan membayar hutangnya sebelum waktu yang telah ditentukan, seperti 2/10, n/30
yang berarti bahwa hutang harus dilunasi dalam jangka waktu 30 hari, namun
pembeli akan mendapatkan potongan 2% jika pembeli melunasi dalam jangka

waktu kurang dari atau sampai dengan 10 hari.
Berdasarkan penjelasan diatas, potongan penjualan diberikan dengan maksud
bukan saja sebagai imbalan kepada pembeli, karena pembeli menyetujui syarat
yang ditentukan tetapi sekaligus sebagai daya tarik dalam persaingan.
Menurut Ikatan Akuntansi Indonesia : “Potongan penjualan diakui pada saat
pembayaran diterima dalam periode potongan dan dilaporkan dalam perhitungan
laba rugi sebagai pengurang terhadap jumlah penjualan. Penjualan bersih inilah
yang akan diperhitungkan dalam menentukan besarnya laba atau rugi perusahaan”.
2.1.4. Hakikat piutang usaha
Menurut Donald E Kieso, dan kawan-kawan, “Piutang adalah klaim uang, barang
atau jasa kepada pelanggan atau pihak lainnya”.
Menurut Soemarso S.R mengatakan bahwa “Piutang adalah klaim dalam bentuk
uang yang dimiliki perusahaan terhadap seseorang atau perusahaan yang timbul
karena penjualan kredit”.
Sedangkan Muhammad Gade dan Said Khaerul Wasif mendefinisikan bahwa
“Piutang usaha merupakan tagihan perusahaan terhadap badan atau seseorang
akibat adanya penjualan barang dan jasa secara kredit”.
Dari pengertian diatas dapat diambil kesimpulan bahwa piutang usaha adalah
tagihan perusahaan kepada pihak lain yaitu badan usaha atau seseorang yang
timbul akibat adanya penjualan barang atau jasa yang dilakukan secara kredit dan

pembayaran dilakukan setelah jangka waktu yang ditentukan oleh kedua belah
pihak.

Masalah umum yang dihadapi perusahaan dalam piutang usaha adalah sering
terjadinya penagihan piutang yang telah jatuh tempo dan tidak dapat tertagih
seluruhnya. Jika keadaan ini berlangsung dalam jangka waktu yang lama akan
menimbulkan kesulitan di kas.
Oleh karena itu, masalah penagihan piutang usaha perlu mendapat perhatian, agar
resiko yang akan timbul dapat dihindari sekecil mungkin. Manajemen perusahaan
harus aktif dalam mengelola penagihan piutang, agar piutang yang telah jatuh
tempo tidak sampai menghambat operasi atau kegiatan perusahaan.
Manjemen piutang usaha merupakan hal yang sangat penting bagi perusahaan
yang menjual produknya secara kredit. Manajemen piutang usaha terutama
menyangkut masalah pengendalian jumlah piutang usaha, pengendalian pembelian,
pengumpulan piutang usaha dan evaluasi terhadap politik kredit yang dijalankan
perusahaan.
Piutang pada pihak lain dapat ditagih pada saat piutang usaha tersebut telah jatuh
tempo yang jangka waktunya kurang dari satu tahun sehingga piutang usaha
tersebut termasuk kedalam golongan aktiva lancar.
Semakin lama jangka waktu pelunasan piutang usaha semakin besar kemungkinan

resiko tidak dibayar atau piutang tak tertagih, bahwa ada kemungkinan piutang
usaha itu dihapuskan karena hal-hal yang khusus seperti debitur yang bangkrut,
meninggal dunia, melarikan diri, dan sebab lainnya. Hal ini akan mengakibatkan
kerugian bagi perusahaan walaupun ada kemungkinan piutang usaha yang telah
dihapuskan tersebut tanpa diduga-duga dapat diterima pelunasannya.
Menurut Mardiasmo mengatakan bahwa “Piutang adalah Hak untuk menerima
pembayaran dari pihak yang berkewajiban membayar” . Definisi ini menekankan
kepada kewajiban perusahaan lain untuk membayar hutangnya pada perusahaan
yang memberikan piutang, kewajiban ini disebabkan perusahaan melakukan suatu
transaksi perdagangan barang atau jasa secara kredit sehingga timbul kewajiban
membayar hutang dari perusahaan yang membeli secara kredit.
Terdapatnya jumlah piutang yang besar dalam perusahaan menunjukan bahwa
penjualan kredit atas barang atau jasa yang telah dilakukan juga dalam jumlah
besar, dimaksudkan untuk meningkatkan volume penjualan dan memperbesar laba
perusahaan. Namun jumlah piutang belum menjamin bahwa perusahaan tersebut
akan memperoleh laba yang besar karena bisa saja terjadi bahwa piutang yang
jumlahnya besar tidak semuanya dapat tertagih sehingga perusahaan harus
menanggung resikonya.
J. Fred Weston mengemukakan, “Suatu kebijaksanaan kredit perusahaan yang
mencakup empat variabel, yang dapat dikendalikan dan dapat berpengaruh

terhadap piutang yaitu standar kredit, jangka waktu kredit, potongan tunai (cash
discount) dan kebijakan penagihan (collateral policy)”.
Dengan uraian sebagai berikut :
1. Standar Kredit
Yaitu tingkat resiko maksimum yang masih dapat diterima perusahaan sehubungan

dengan kondisi dan kemampuan para langganan kredit. Perusahaan memberikan
penjualan kredit hanya terbatas pada langganan terpilih untuk mnghindari kerugian
yang mungkin diderita debitur karena debitur tidak sanggup melunasi hutangnya.
Penilaian resiko kredit didasarkan apa yang dikenal dengan 5C kredit yaitu sebagai
berikut :
1) Character (karakter pribadi)
Mengacu pada profitabilitas bahwa pelanggan akan menghormati kewajibannya.
Banyak manajer kredit bersikeras bahwa karakter merupakan unsur yang paling
penting dari 5C, karakter mencerminkan kejujuran pelanggan dan tanggung jawab
moral yang dimiliki pelanggan untuk menghormati utang. Para manajer kredit
sering kali mencari informasi mengenai karakter pelanggan dengan menyelidiki
suatu komunitas bisnis. Penyelidikan semacam itu biasa dilakukan melalui bankirbankir local, pengacara kreditur lokal dan bahkan para pesaing.
2) Capacity (kemampuan)
Mengacu kepada kemampuan para pelanggan untuk membayar. Manajer kredit

menilai faktor ini dengan mengkaji ulang catatan pembayaran dimasa lalu,
pengetahuan umum mengenai bisnis pelanggan dan dengan observasi fisik atau
operasi pelanggan.
3) Capital (modal)
Mengacu kepada kondisi umum bisnis pelanggan seperti yang diperlihatkan oleh
laporan keuangan. Manajer kredit biasanya memberikan perhatian khusus pada
ukuran solvensi dan likuiditas serta rasio modal kerja dan rasio lancar.
4) Collateral (jaminan)
Mengacu kepada aktiva-aktiva yang ingin diberikan pelanggan sebagai jaminan
untuk kredit. Institusi atau lembaga keuangan bisanya meminta kolateral atas kredit
berjumlah besar, kolateral bisa berbentuk aktiva apapun, seperti tanah, bangunan
atau persediaan.
5) Condition (kondisi)
Mengacu kepada trend-trend ekonomi nasional dan regional yang biasa
mempengaruhi kemampuan pelanggan untuk membayar, sebagai contoh, selama
periode resesi ekonomi manajer kredit biasanya memperketat standar-standar
kredit sebagai antisipasi terhadap menurunnya kemampuan para pelanggan untuk
membayar.
2. Potongan tunai (cash discount)
Pemberian potongan tunai dalam potongan penjualan dilakukan apabila

pembayaran (pelunasan) dilakukan dengan cepat sesuai dengan ketentuan yang
telah disepakati setelah barang diterima lalu diberikan potongan tunai, disamping
itu jangka waktu kredit menjadi lebih pendek disebabkan para pelanggan ingin
memanfaatkan potongan yang diberikan.
3. Kebijakan penagihan (collateral policy)
Yaitu prosedur yang ditempuh perusahaan untuk mendapatkan pelunasan dari
rekening-rekening yang telah jatuh tempo. Penetapan ini diperlukan untuk
menghindari makin panjangnya waktu penagihan serta memperkecil kerugian yang
langsung diakibatkan tidak tertagihnya piutang atau piutang tak tertagih.
2.1.5 Hakikat perputaran piutang usaha

Piutang usaha yang dimiliki oleh suatu perusahaan mempunyai hubungan yang erat
dengan penjualan kredit, karena timbulnya piutang disebabkan oleh penjualan
barang atau jasa secara kredit dan hasil penjualan kredit netto jika dibagi dengan
piutang rata-rata merupakan perputaran piutang.
Salah satu cara yang baik untuk menilai apakah jumlah piutang usaha itu masih
dalam batas kelayakan adalah dengan cara membandingkan rata-rata jangka waktu
penagihan dengan pesaing dalam jenis industri yang sama atau dengan norma
industri. Untuk mengetahui berapa kali rata-rata penagihan piutang dapat dilihat
dari perputaran piutang (receivable turn over).

Menurut S Hadibroto menyatakan bahwa “Perputaran piutang adalah hubungan
antara penjualan kredit dengan saldo piutang rata-rata. Piutang rata-rata adalah
saldo piutang tiap akhir bulan ditambah dengan sisanya dibagi menjadi dua”.
Menurut Bambang Riyanto, “Tingkat perputaran piutang dapat diketahui dengan
membagi jumlah penjualan kredit selama periode tertentu dengan jumlah rata-rata
piutang (average receivable)”.
Dari definisi diatas jelas bahwa perputaran piutang itu ditunjukan oleh suatu angka
dimana angka tersebut merupakan indikator berapa kali piutang itu dapat ditagih
selama periode akuntansi. Hal ini dapat menunjukan tingkat resiko dalam piutang.
Semakin tinggi tingkat perputaran piutang, semakin cepat piutang akan dapat
tertagih dan sebaliknya jika semakin rendah tingkat perputaran piutang, semakin
lama piutang akan tertahan dan semakin kecil kemungkinan piutang tersebut dapat
tertagih.
Menurut Wasif “Perputaran piutang dapat diperoleh dengan cara membagi
penjualan kredit satu tahun dengan saldo piutang rata-rata atau piutang saja. Jika
tidak diperoleh data penjualan kredit maka dapat menggunakan data penjualan
bersih”.
Menurut Rollin Niswonger dan Philip E Fees “Perputaran piutang adalah hubungan
antara penjualan kredit dan piutang dagang”.
Dari pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa perputaran piutang itu ditentukan
oleh faktor-faktor utama yaitu penjualan kredit dan rata-rata piutang. Rata-rata
piutang dapat diperoleh dengan cara menjumlahkan antara piutang awal periode
dan piutang akhir periode dibagi dua. Ada kalanya angka penjualan kredit untuk
satu periode tidak diperoleh, maka yang digunakan sebagai penjualan kredit adalah
angka total penjualan.
Dari penjelasan diatas dapat dirumuskan sebagai berikut :
Piutang awal usaha + Piutang akhir usaha
Rata-rata piutang usaha =
2
Penjualan (netto)
Perputaran Piutang usaha =
Rata-rata piutang
Contoh : Penjualan (netto) per tahun adalah sebesar Rp 100.000.000,- piutang awal

usaha sebesar Rp 30.000.000,- piutang pada akhir tahun Rp 20.000.000,-.
Jawab :
Rp 30.000.000,- + Rp 20.000.000,Rata-rata piutang usaha =
2
= Rp 25.000.000,Rp 100.000.000,Perputaran Piutang usaha =
Rp 25.000.000,= 4 kali
Jadi, perputaran piutang mengindikasikan 4 kali piutang di tagih selama periode
akuntansi.
Tingkat perputaran piutang usaha suatu perusahaan dapat menggambarkan tingkat
efisiensi modal perusahaan karena makin cepat perputaran piutang berarti makin
cepat modal kembali berarti modal yang ditanamkan dalam piutang akan kecil
sehingga dapat menghindari terjadinya over investment.
Sebaliknya jika perputaran piutangnya rendah berarti modal yang ditanamkan
dalam piutang akan besar atau terjadi over investment dalam piutang. Dalam hal ini
perlu dibatasi dan dianalisis lebih lanjut.
Selain perputaran piutang yang digunakan sebagai indikator terhadap efisiensi ada
atau tidaknya piutang, ada indikator lain yang cukup penting yaitu jangka waktu
rata-rata pengumpulan piutang (averable collection period).
Menurut S. Munawir “Jangka waktu pengumpulan piutang adalah jangka yang
menunjukan waktu rata-rata yang diperlukan untuk menagih piutang”.
Periode pengumpulan piutang dihitung dengan membagi jumlah hari dalam satu
tahun dengan tingkat perputaran piutang atau ratio antara piutang rata-rata
dikalikan dengan jumlah hari dalam setahun dibagi dengan penjualan kredit bersih
atau dituliskan dengan rumus sebagai berikut :
360
Periode rata-rata pengumpulan piutang =
Perputaran piutang
Atau,
Piutang rata-rata x 360
Periode rata-rata pengumpulan piutang =
Penjualan kredit
Menurut Agus Sartono “Periode pengumpulan piutang yaitu rata-rata hari yang
diperlukan untuk merubah piutang menjadi kas. Biasanya ditentukan dengan
membagi piutang dengan rata-rata penjualan harian. Ada yang menggunakan
piutang rata-rata yang dibagi penjualan kredit, hal ini dilakukan apabila piutang
awal telah sangat berbeda dengan piutang akhir tahun”.
Piutang x 360

Periode pengumpulan piutang =
Penjualan kredit
Penjualan kredit
Perputaran piutang =
Rata-rata piutang
Periode pengumpulan piutang dapat memberikan tolak ukur mengenai lamanya
waktu piutang dagang yang beredar. Apabila rata-rata jangka waktu penagihan
piutang terlalu lama mungkin hal ini disebabkan pengendalian piutang yang kurang
terkontrol terhadap para debitur, salah satu cara untuk memeriksa keadaan ini
adalah dengan menyusun umur piutang.
--DAFTAR PUSTAKA
Agus R. Sartono, Manajemen Keuangan, Yogyakarta, BPFE, 1996.
Bambang Riyanto, Dasar-dasar Pembelanjaan Perusahaan, Yogyakarta, Gajah Mada,
1993.
Donald E. Kieso, J. Weygand dan Tery Warfield, Akuntansi Intermediate, Terjemahan
oleh Herman Wibowo, Jakarta, Erlangga, 2002.
Ikatan Akuntansi Indonesia, Standar Akuntansi Keuangan, Jakarta, Rineka Cipta,
2004.
Mardiasmo, Akuntansi Keuangan Dasar, Yogyakarta, BPFE, 1990.
Muhammad. Gade & Said Khaerul Wasif, Akuntansi Keuangan Menengah I, Jakarta,
FEUI, 1999.
Munawir, Analisa Laporan Keuangan, Yogyakarta, Liberty, 1995.
Nur Indriantoro dan Bambang Supomo, Metodologi Penelitian Bisnis Untuk Akuntansi
dan Manajemen, Yogyakarta, BPFE, 1999.
Rollin Niswonger & Philip E. Fees, Dasar-dasar Akuntansi, Terjemahan Tj Soemarso,
Jakarta, Rineka Cipta, 1992.
S. Hadibroto, Dasar-dasar Pembelanjaan Prusahaan, Jakarta, LP3ES, 1991.
Siegel, Joel G dan Jae K. Shim, Terjemahan Moh Kurdi, Kamus Istilah Akuntansi,
Jakarta, PT Elex Media Komputindo, 1999.
Soemarso SR, Akuntansi Suatu Pengantar, Jakarta, Rineka Cipta, 1999.
Sugiyono, Metode Penelitian Bisnis, Bandung , CV. Alfabeta, 2002.
Thomas Suyatno, Dasar-dasar Perkreditan, Jakarta, Gramedia, 1991.
Wasif, Manajemen Keuangan Perusahaan, Semarang, Satya Wacana, 1991.
Weston J. Fred, Dasar-dasar Manajemen Keuangan, Terjemahan Alfonsus Sirait,
Jakarta, Erlangga, 1997.

Bila anda berminat membuat skirpsi, tesis, disertasi atau olah data statistik.
Hubungi kami :
www.skripsitesisdisertasi.com
www.jasapembuatanskripsi.net
www.jasapembuatantesis.net
www.jasapembuatandisertasi.net
Regards,
"CALYPSO"
Email: olahdatacalypso@yahoo.com
Home/Office: Jl. Raya Kesadaran RT 01 RW 07 No. 49
Cipinang Muara Jakarta Timur
Telp. (021) 21281112
Hp. 081316381004 - 085771129900
Pin BB: 266FA6D0