Pengaruh Penambahan Trace Metal (Ni,Co) Terhadap Pembuatan Biogas dari Sampah Organik dan Kotoran Sapi Chapter III V

BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 LOKASI PENELITIAN
Penelitian ini akan dilaksanakan di Laboratorium Ekologi, Departemen Teknik
Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara, Medan. Penelitian ini
dilakukan selama lebih kurang 3 bulan.

3.2

BAHAN DAN PERALATAN

3.2.1 Bahan pada penelitian ini yang digunakan adalah:
1. Bahan Utama:
 Sampah Organik + Kotoran Sapi
 Air
2. Bahan Pembantu
 Penambahan trace metal Ni = 0,245 mg/L, Co = 0,245 mg/L dan
campuran Ni dan Co masing-masing sebesar 0,25 mg/L.
3. Bahan Analisa
 Kalium dikromat (K2Cr2O7)
 Ferri sulfat heptahidrat (FeSO4.7H2O)

 Perak sulfat (Ag2SO4)
 Merkuri sulfat (HgSO4)
 Asam sulfat pekat (H2SO4)
 Natrium Hidroksida (NaOH)
 Natrium Sulfat (Na2SO4)
 Natrium Karbonat (Na2CO3)
 1,10-phenanthroline monohydrate
 Aquadest ( H2O)
 Indikator Ferroin
 FAS (Fe(NH4)2(SO4)2.6H2O) (FAS) 0,1

17
Universitas Sumatera Utara

3.2.2 Peralatan
Pada penelitian ini, peralatan yang digunakan antara lain:
1. Peralatan Utama, Digester anaerobik dari stoples platik 5L
2. Peralatan Analisa
 Oven
 Desikator

 Alumunium Foil
 Kertas Saring
 pH meter
 Neraca analitik
 Selang plasik
 Suntikan
 Alat-alat gelas seperti: beaker glass, erlenmeyer, gelas ukur, corong
gelas, dan lain-lain.

3.2.3 Rangkaian peralatan
Gambar berikut menunjukkan rangkaian peralatan yang digunakan dalam
pembuatan biogas.

Penampung Biogas
Termometer

Pengambil Contoh

Sampah organik + kotoran sapi + air
Gambar 3.1 Rangkaian Peralatan Pembuatan Biogas


18
Universitas Sumatera Utara

3.3

PROSEDUR PENELITIAN

3.3.1 Pembuatan biogas
Sampel sampah organik di campur (diblender) sebanyak 1000 gr dengan air
kemudian ditambahkan kotoran sapi sebanyak 1000 gram yang telah diencerkan
dengan air. Total air yang digunakan 2.000 ml. Ditambahkan trace metal Ni
sebanyak 0,245 mg/L. Co sebanyak 0,245 mg/L dan campuran Ni dan Co masingmasing sebesar 0,25 mg/L masing-masing digester.Bahan isian dimasukkan ke dalam
digester sebanyak 80 % dari volume digester (5L) yaitu sebanyak 4L. Tangki
digester dihubungkan ke alat pengukur volume biogas, dimana volume gas diukur
setiap hari. Pada tahap ini percobaan dilakukan pada digester anaerobik sistem batch.
Dengan pH dijaga konstan antara 6,5-7,5 dan pada temperatur lingkungan (25 – 30
o

C). Selanjutnya difermentasikan selama 30 hari. Diamati paramater percobaan yaitu


pH, temperatur, volume biogas yang dihasilkan dan parameter analisa, COD, TSS,
VSS sekali dalam 2 hari.Dilakukan uji nyala terhadap biogas.

3.3.2 Flowchart pembuatan biogas
Adapun untuk memperoleh biogas dari sampah organic dan kotoran sapi dapat
dilihat pada gambar 3.2, sebagai berikut :
Mulai

Sampel sampah organik sebanyak 1000
gr diblender dengan air

Analisis pH, COD,
VSS
dan
TSS
dilakukan
sekali
dalam 2 hari


Kotoran sapi sebanyak
1000 gram diencerkan
dengan air

Tanpa penambahan dan variasi
penambahan trace metal Ni dan Co

Dimasukkan ke dalam digester

Biogas

Pengukuran volume
gas yang terbentuk
dan temperatur

Dilakukan uji nyala

Selesai
Gambar 3.2 Flowchart Pembuatan Biogas


19
Universitas Sumatera Utara

3.4

PROSEDUR ANALISA

3.4.1 Analisa konsentrasi COD
Untuk melakukan penentuan harga COD dengan refluks terbuka, perlu dibuat
beberapa larutan, antara lain :
1. Larutan baku kalium dikromat (K2Cr2O7) 0,25 N.
2. Larutan asam sulfat (H2SO4) – perak sulfat (Ag2SO4).
3. Larutan indicator ferroin.
4. Larutan FAS (Fe(NH4)2(SO4)2.6H2O) (FAS) 0,1N.
5. Larutan baku potassium hydrogen phthalate (KHP).
6. Asam sulfamat.
7. Serbuk merkuri sulfat (HgSO4).
Adapun peralatan yang diperlukan untuk melakukan penentuan harga COD
dengan refluks terbuka antara lain :
1. Peralatan refluks, yang terdiri dari labu Erlenmeyer, pendingin Liebig 30

cm;
2. Hot plate atau yang setara;
3. Labu ukur 100 mL dan 1000 mL;
4. Buret 25 mL dan 50 mL;
5. Pipet volum 5 mL; 10 mL; 15 mL dan 50 mL;
6. Timbangan analitik.
Adapun prosedur analisa COD adalah:
1. Dimasukkan 10 ml contoh uji ke dalam erlenmeyer 250 ml.
2. Ditambahkan 0,2 g serbuk raksa (II) sulfat (HgSO4) dan beberapa batu
didih.
3. Ditambahkan 5 ml larutan kalium dikromat, (K2Cr2O7) 0,25 N.
4. Ditambahkan 15 ml pereaksi asam sulfat (H2SO4) – perak sulfat (Ag2SO4)
perlahan-lahan sambil didinginkan dalam air pendingin.
5. Dihubungkan dengan pendingin Liebig dan dididihkan di atas hot plate
selama 2 jam.
6. Didinginkan dan dicuci bagian dalam dari pendingin dengan air suling
hingga volume contoh uji menjadi lebih kurang 70 ml.

20
Universitas Sumatera Utara


7. Didinginkan sampai temperatur kamar, ditambahkan indikator ferroin 2
sampai dengan 3 tetes, dititrasi dengan larutan ferro ammonium sulfat atau
FAS 0,1 N sampai warna merah kecoklatan, dicatat kebutuhan larutan
FAS.
8. Langkah 1 sampai dengan 7 dilakukan terhadap air suling sebagai blanko.
Kebutuhan larutan FAS dicatat. Analisis blanko ini sekaligus melakukan
pembakuan larutan FAS dan dilakukan setiap penentuan COD.

9. Kandungan COD dapat dihitung berdasarkan rumus sebagai berikut:
COD (mg/l) 

(A  B)( N)8000
ml sampel

21
Universitas Sumatera Utara

3.4.1.1 Flowchart penentuan harga COD
Mulai


Pipet 10 ml contoh uji, masukkan ke
dalam erlenmeyer 250 ml

Tambahkan 0,2 g serbuk
HgSO4dan beberapa batu didih

Tambahkan 5 ml larutan kalium
dikromat 0,25 N

Tambahkan 15 ml pereaksi asam sulfat –
perak sulfat perlahan-lahan sambil
didinginkan dalam air pendingin

Hubungkan dengan pendingin Liebig dan
didihkan di atas hot plate selama 2 jam
Didinginkan dan cuci bagian dalam dari pendingin dengan air
suling hingga volume contoh uji menjadi lebih kurang 70 ml

Didinginkan sampai temperatur kamar, tambhakan indicator

ferroin 2 sampai dengan 3 tetes, titrasi dengan larutan FAS 0,1 N
samapi warna merah kecoklata, catat kebutuhan larutan FAS

A

22
Universitas Sumatera Utara

A

Dilakukan langkah 1-7 terhadap air suling sebagai blanko. Catat
kebutuhan larutan FAS. Analisis blanko ini sekaligus melakukan
pembakuan larutan FAS dan dilakukan setiap penentuan COD

Selesai
Gambar 3.3 Flowchart penentuan harga COD
3.4.2 Analisa nilai TSS
1. Berat kertas saring kering yang digunakan ditimbang.
2. Kertas saring dibasahi dengan sedikit air suling.
3. Sampel diaduk untuk memperoleh sampel yang lebih homogen.

4. Sampel dipipetkan ke penyaringan sebesar 5 ml
5. Kertas saring dicuci atau disaring dengan 3 x 10 ml aquadest.
6. Kertas saring dipindahkan secara hati-hati dari peralatan penyaring ke wadah
timbang dengan aluminium sebagai penyangga.
7. Dikeringkan di dalam oven setidaknya selama 1 jam pada suhu 105ºC,
didinginkan dalam desikator untuk menyeimbangkan suhu dan massanya.
8. Tahapan pengeringan, pendinginan dalam desikator, dan penimbangan
diulangi sampai diperoleh berat konstan atau sampai perubahan berat lebih
kecil dari 4% terhadap penimbangan sebelumnya atau 0,5 mg.
9. Kandungan TSS dapat dihitung berdasarkan rumus sebagai berikut:

mg padatan tersuspensi total/L 

(A - B)  1000
volume sampel, mL

23
Universitas Sumatera Utara

3.4.2.1 Flowchart analisa TSS
Mulai

Kertas saring kering yang digunakan
ditimbang

Sampel diaduk hingga homogen

Sampel dipipetkan sebanyak 5 ml ke penyaringan

Kertas saring dicuci atau saringan dengan 3 x 10 mL
aquadest
Kertas saring dipindahkan secara hati-hati ke wadah
timbang aluminium
Sampel dimasukkan ke dalam oven pada suhu 105oC
selama 1 jam

Cawan penguap didinginkan selama 15 menit di dalam desikator

Ditimbang berat cawan

Apakah berat
cawan
sudah konstan?

Tidak

Ya
Selesai
Gambar 3.4 Flowchart analisa TSS

24
Universitas Sumatera Utara

3.4.3 Analisa nilai VSS
Adapun prosedur analisis VSS adalah:

1. Setelah terbakar sempurna atau bebas asap, selanjutnya sampel diabukan
di dalam furnace pada suhu 550oC selama 1 jam.

2. Setelah 1 jam, furnace dimatikan dan sampel diambil setelah suhu
furnace sekitar 100oC dan disimpan di dalam desikator selama 15 menit
lalu ditimbang.

3. Kandungan VSS dapat dihitung berdasarkan rumus sebagai berikut:
mg padatan tersuspensi volatil/L 

(A - B)  1000
volume sampel, mL

3.4.3.1 Flowchart analisa VSS
Mulai
Dimasukkan cawan hasil analisis TSS ke dalam furnace
Dipanaskan pada suhu 550 oC selama 1 jam
Didinginkan cawan penguap di dalam desikator hingga suhunya mencapai
suhu kamar
Dtimbang berat cawan

Selesai

Gambar 3.5 Flowchart analisa VSS

25
Universitas Sumatera Utara

3.5

PROSEDUR PENGAMATAN

3.5.1 Pengukuran pH
Adapun prosedur analisa pH adalah:

1. Kalibrasi pH meter dilakukan ke dalam pH 4, pH 7, dan pH 10.
2. Bagian elektroda dari pH meter dicuci dengan aquadest.
3. Elektroda dimasukkan ke dalam sampel yang akan diukur pH-nya.
4. Nilai bacaan pH meter ditunggu sampai konstan lalu dicatat nilai
bacaannya

3.5.1.1 Flowchart pengukuran pH
Mulai
Dilakukan kalibrasi pH meter
Dicuci bagian elektroda dari pH meter dengan aquadest
Dimasukkan elektoda ke dalam sampel
Ditunggu sampai nilai bacaan pH meter konstan

Apakah bacaan pH
meter sudah konstan?

Tidak

Ya
Dicatat nilai bacaan

Selesai

Gambar 3.6 Flowchart pengukuran pH

26
Universitas Sumatera Utara

3.5.2 Pengukuran volume biogas
Pengukuran volume biogas yang terbentuk dilakukan dengan mengamati
perubahan volume pada rangkaian gelas ukur

27
Universitas Sumatera Utara

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 KARAKTERISTIK LIMBAH ORGANIK DAN KOTORAN SAPI
Penelitian ini menggunakan bahan baku sampah sayuran yaitu kubis dan sawi
putih yang diperoleh dari pasar tradisional dan kotoran sapi dari peternakan sapi.
Komponen dan komposisi yang terdapat pada sampah sayuran (Tabel 4.1) dan
kotoran sapi (Tabel 4.2) dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Tabel 4.1 Komponen dan komposisi sampah sayuran [13]
No.

Komponen

Komposisi

1.

Air (%)

30 – 60

2.

Lemak (mg/g sampah sayuran)

0,02 gr

3.

Protein (mg/g sampah sayuran)

1,4 gr

4.

Karbohidrat (mg/g sampah sayuran)

5,3 gr

5.

Rasio C/N

18,44

Tabel 4.2 Komponen dan komposisi kotoran sapi [6]
No.

Komponen

Komposisi (%)

1.

Air

20 - 70

2.

Lemak

2,65

3.

Protein

6,71

4.

Karbohidrat

36,64

5.

Rasio C/N

16,6 - 25

Pemilihan limbah sayuran dan kotoran sapi dijadikan sebagai sampel pada
penelitian ini karena ketersediaannya yang begitu banyak yaitu limbah sayuran
sebesar 295,727 kg/hari [11] dan kotoran sapi setiap ekor sebesar 20 kg/hari [6].
Integrasi langsung sangat diperlukan terhadap banyaknya limbah yang dihasilkan.
Salah satu alternatif pengurangan jumlah limbah yang dihasilkan yaitu dengan
menggunakan limbah tersebut sebagai bahan baku pembuatan biogas. Bahan baku
yang digunakan dalam penelitian ini dianalisis karakteristiknya untuk mengetahui

28
Universitas Sumatera Utara

potensi substrat dalam proses digestasi anaerobik. Adapun komponen yang diukur
dapat dilihat pada tabel 4.3.
Tabel 4.3 Komponen campuran sampah sayuran dan kotoran sapi
Komponen

Satuan

Hasil uji

Kadar air

%

86

pH

-

4,5

COD

mg/L

25.600

TSS

mg/L

19.600

VSS

mg/L

13.625

Tabel 4.3 menunjukkan campuran sampah sayuran dan kotoran sapi memiliki
kandungan bahan organik yang tinggi. Hal ini dapat dilihat dari nilai COD dan TSS
yang tinggi. Nilai COD dan TSS tersebut menunjukkan limbah ini bersifat mudah
dibiodegradasi.
4.2

PROFIL TEMPERATUR FERMENTASI AKIBAT PENAMBAHAN
TRACE METAL
Temperatur

merupakan

faktor

yang

sangat

mempengaruhi

aktivitas

mikroorganisme pada fermentasi anaerobik. Pada penelitian ini kondisi temperatur
dijaga konstan pada kisaran 25-30 oC dan dilakukan penambahan trace metal dengan
tujuan menyediakan kebutuhan mikronutrien bagi mikroorganisme yang tidak
tersedia secara alami. Profil temperatur fermentasi terhadap penambahan trace metal
dapat dilihat pada gambar 4.1a (tanpa trace metal), 4.1b (penambahan nikel), 4.1c
(penambahan cobalt) dan 4.1d (penambahan Ni+Co).

Suhu (oC)

35
33
31
29
27
25
0

5

10

15

20

25

30

Waktu Fermentasi (Hari)

Gambar 4.1a Grafik profil temperatur tanpa trace metal

29
Universitas Sumatera Utara

35

Suhu (oC)

33
31
29
27
25
0

5

10

15

20

25

30

Waktu Fermentasi (Hari)

Gambar 4.1b Grafik profil temperatur penambahan nikel
35

Suhu (oC)

33
31
29
27
25

0

5

10

15

20

25

30

Waktu Fermentasi (Hari)

Gambar 4.1c Grafik Profil Temperatur Penambahan Cobalt

35

Suhu (oC)

33
31
29

27
25
0

5

10

15

20

25

30

Waktu Fermentasi (Hari)

Gambar 4.1d Grafik profil temperatur penambahan Ni+Co

30
Universitas Sumatera Utara

Gambar 4.1 (a,b,c,d) menunjukkan profil temperatur terhadap penambahan
trace metal Nikel dan Cobalt pada fermentasi anaerobik selama 30 hari memiliki
trend yang hampir sama bila dibandingkan dengan temperatur yang diperoleh pada
fermentasi anaerobik tanpa penambahan trace metal. Pada umumnya digester
anaerob skala kecil bekerja pada suhu antara 25 - 37oC karena pada suhu ini
mikroorganisme tidak terlalu sensitif terhadap perubahan lingkungan, sehingga
bakteri metanogenesis dapat bekerja untuk mencerna bahan organik dan
memproduksi gas metana, karbon dioksida serta hidrogen sulfida [19].

4.3

PROFIL pH FERMENTASI AKIBAT PENAMBAHAN TRACE METAL
Derajat keasaman (pH) merupakan faktor yang sangat berpengaruh terhadap

aktivitas mikroorganisme. Kondisi pH yang lebih kecil atau lebih besar akan menjadi
toksik bagi bakteri anaerobik. Pada penelitian ini pH harus dijaga konstan pada
kisaran 6,5 - 7,5 karena pH pada kondisi ideal pertumbuhan mikroorganisme antara
6,6 - 7,6. Profil pH fermentasi terhadap penambahan trace metal dapat dilihat pada
gambar 4.2a (tanpa penambahan trace metal), 4.2b (penambahan nikel), 4.2c
(penambahan cobalt) dan 4.2d (penambahan ni+co).
7

pH

6,5

6

5,5

5
0

5

10

15

20

25

30

Waktu Fermentasi (Hari)

Gambar 4.2a Grafik profil pH fermentasi tanpa trace metal

31
Universitas Sumatera Utara

7

6,5

pH

6

5,5

5
0

5

10

15

20

25

30

Waktu Fermentasi (Hari)

Gambar 4.2b Grafik profil pH fermentasi penambahan nikel
7

pH

6,5

6

5,5

5
0

5

10

15

20

25

30

Waktu Fermentasi (Hari)

Gambar 4.2c Grafik profil pH fermentasi penambahan cobalt

7

pH

6,5

6

5,5

5
0

5

10

15

20

25

30

Waktu Fermentasi (Hari)

Gambar 4.2d Grafik profil pH fermentasi penambahan Ni+Co

32
Universitas Sumatera Utara

Gambar 4.2 (a,b,c,d) menunjukkan trend profil pH dengan penambahan trace metal
yang hampir sama bila dibandingkan dengan tanpa penambahan trace metal. pH
sebelum fermentasi untuk semua variasi dikondisikan pada pH 6,5. Setelah
fermentasi digester anaerob dioperasikan diperoleh pada hari ke-2 terjadi penurunan
pH dari kondisi awal untuk semua perlakuan. Hal ini terjadi disebabkan karena
terbentuknya asam-asam pada tahap asidogenesis dan asetogenesis. Kondisi pH yang
menurun dari pH sebelum fermentasi tidak mendukung terhadap syarat pH dalam
aktivitas bakteri metanogenik dalam fermentasi anaerobik secara batch karena dapat
menurunkan aktivitas bakteri metanogenik. Hal ini menyebabkan perlunya dilakukan
penambahan NaHCO3(buffer) yang dapat meningkatkan nilai pH yang dibutuhkan
oleh mikroba dan mempertahankan kondisi pH [20].Pada grafik dapat dilihat
perolehan pH setelah penambahan NaHCO3 mengalami peningkatan setelah hari ke2. pH yang diperoleh sampai dengan 30 hari fermentasi berada pada kondisi pH
ideal mikroba bertumbuh.

4.4

PENGARUH

PENAMBAHAN

TRACE

METAL

TERHADAP

PRODUKSI BIOGAS
4.4.1 Pengaruh penambahan trace metal terhadap produksi biogas harian
Produksi biogas dijadikan parameter untuk mengetahui perkembangan bakteri
metanogenesis di dalam campuran selama fermentasi. Selain itu, volume biogas
dapat dijumlahkan untuk mengetahui jumlah gas yang dihasilkan setiap harinya [21].
Volume biogas yang dihasilkan dari semua variasi dapat dilihat dengan
menggunakan metode water displacement technique. Pengaruh penambahan trace
metal terhadap produksi biogas yang dihasilkan ditunjukkan pada gambar 4.3a (tanpa
trace metal) 4.3b (penambahan nikel), 4.3c (penambahan cobalt) dan 4.3d
(penambahan Ni+Co).

33
Universitas Sumatera Utara

Volume Biogas (ml/hari)

90
80
70
60
50
40
30
20
10
0
0

5

10

15

20

25

30

Waktu Fermentasi (Hari)

Gambar 4.3a Grafik tanpa trace metal terhadap produksi biogas harian

90

Volume Biogas (ml/hari)

80
70
60
50
40
30
20
10

0
0

5

10

15

20

25

30

Waktu Fermentasi (Hari)

Gambar 4.3b Grafik pengaruh penambahan nikel terhadap produksi biogas
harian

34
Universitas Sumatera Utara

90

Volume Biogas (ml/hari)

80
70
60
50
40

30
20
10
0
0

5

10

15

20

25

30

Waktu Fermentasi (Hari)

Gambar 4.3c Grafik pengaruh penambahan cobalt terhadap produksi biogas
harian

Volume Biogas (ml/hari)

90
80

70
60
50
40
30
20
10

0
0

5

10

15

20

25

30

Waktu Fermentasi (Hari)

Gambar 4.3d Grafik pengaruh penambahan Ni+Co terhadap produksi biogas
harian
Gambar 4.3 (a,b,c,d) menunjukkan pengaruh penambahan trace metal terhadap
volume biogas yang diamati setiap hari selama 30 hari. Grafik4.3a (sebagai kontrol)
memiliki kecenderungan yang sama dengan grafik dengan penambahan trace metal.
Produksi biogas yang dihasilkan perharinya mengalami fluktuasi. Fluktuasi produksi
biogas yang dihasilkan sangat dipengaruhi oleh aktivitas mikroorganisme anaerob.
Kenaikan yang terjadi mengindikasikan bahwa mikroorganisme dalam fermentor

35
Universitas Sumatera Utara

telah beradaptasi dengan baik sedangkan penurunan yang terjadi memungkinkan
mikroorganisme

sedang

beradaptasi

terhadap

kondisi

didalam

fermentor.

Pertumbuhan mikroorganisme selama fermentasi akan tetap terjadi apabila
terdapatnya elemen khusus (trace metal) yang dibutuhkan oleh mikroorganisme
untuk menguraikan beban organik [22]. Menurut Aresta et al , 2002 bahwa setiap
logam baik Fe, Ni maupun Co akan menghasilkan efek yang berbeda pada komposisi
biogas sesuai dengan peran enzim masing-masing logam dalam konsentrasi yang
diizinkan [23].Pada penelitian ini, apabila ditinjau dari produksi biogas harian dapat
disimpulkan bahwa penambahan trace metal tidak berpengaruh secara signifikan.

4.4.2 Pengaruh penambahan trace metal terhadap produksi biogas kumulatif
Pengaruh penambahan trace metal terhadap produksi biogas kumulatif yang
terbentuk pada digester kontrol dan uji dapat dilihat pada gambar 4.4.
Volume Kumulatif Biogas (ml)

1200
1000
800
600
400
200
0
0

5

10

15

20

25

30

Waktu Fermentasi (Hari)
Volume Tanpa Trace Metal
Volume Cobalt

Volume Nikel
Volume Ni+Co

Gambar 4.4 Grafik pengaruh penambahan trace metal terhadap produksi biogas
kumulatif
Gambar 4.4 menunjukkan volume kumulatif biogas yang dihasilkan dengan
penambahan trace metal nikel lebih besar jumlahnya dibandingkan dengan volume
biogas kumulatif yang dihasilkan pada tanpa penambahan trace metal. Grafik di atas
menunjukkan pertumbuhan mikroba secara signifikan di hari ke-15 dimana
mikroorganisme yang telah mengalami adaptasi mulai memperbanyak diri untuk
merombak bahan-bahan organik dalam fermentor. Total volume biogas untuk tanpa

36
Universitas Sumatera Utara

penambahan trace metal (sebagai kontrol) sebesar 975 ml, penambahan nikel sebesar
1.040 ml, penambahan cobalt sebesar 975 ml dan penambahan ni+co sebesar 870 ml.
Penambahan logam nikel menghasilkan lebih besar jumlah biogas secara kumulatif
dikarenakan logam nikel berfungsi sebagai enzim untuk metabolisme CO, urea dan
metanogenesis [16]. Hal ini menunjukkan bahwa pada penelitian ini ketersediaan
trace metal nikel sangat dibutuhkan dalam fermentasi biogas. Berdasarkan perbedaan
volume biogas kumulatif ini, dapat disimpulkan bahwa penambahan trace metal
berpengaruh terhadap produksi biogas.

4.5

PENGARUH PENAMBAHAN TRACE METAL TERHADAP REDUKSI
COD, % REDUKSI COD
Chemical Oxygen Demand (COD) merupakan jumlah oksigen yang dibutuhkan

oleh oksidator untuk mengoksidasi seluruh material baik organik maupun anorganik
yang terdapat dalam air. Chemical Oxygen Demand dapat dijadikan sebagai salah
satu parameter penentuan kinerja mikroba di dalam fermentor [24]. Pada penelitian
ini dilakukan penambahan trace metal dengan konsentrasi yang telah ditentukan.
Pengaruh penambahan trace metal terhadap reduksi COD untuk masing-masing
perlakuan dapat dilihat pada gambar 4.5a (tanpa penambahan), 4.5b (penambahan
nikel), 4.5c (penambahan cobalt) dan 4.5d (penambahan ni+co).
30000

COD (mg/L)

25000

20000
15000
10000
5000
0
0

5

10

15

20

25

30

Waktu Fermentasi (Hari)
Gambar 4.5a Grafik pengaruh tanpa trace metal terhadap reduksi COD

37
Universitas Sumatera Utara

30000

COD (mg/L)

25000
20000
15000

10000
5000
0
0

5

10

15

20

25

30

Waktu Fermentasi (Hari)
Gambar 4.5b Grafik pengaruh penambahan nikel terhadap reduksi COD
30000

COD (mg/L)

25000
20000
15000
10000
5000
0
0

5

10

15

20

25

30

Waktu Fermentasi (Hari)

Gambar 4.5c Grafik pengaruh penambahan cobalt terhadap reduksi COD
30000

COD (mg/L)

25000
20000
15000
10000
5000
0
0

5

10

15

20

25

30

Waktu Fermentasi (Hari)

Gambar 4.5d Grafik pengaruh penambahan Ni+Co terhadap reduksi COD

38
Universitas Sumatera Utara

Gambar 4.5 (a,b,c,d) memperlihatkan grafik yang memiliki trend yang hampir sama
antara pengaruh penambahan trace metal dan tanpa penambahan trace metal
terhadap reduksi COD. Nilai COD yang diperoleh mengalami fluktuasi. Penurunan
nilai COD dapat disebabkan telah terjadinya proses hidrolisis, sedangkan
peningkatan COD dapat terjadi karena adanya bahan organik yang baru mulai
terdegradasi [25]. Setiap perlakuan menunjukkan fluktuasi yang berbeda. Hal ini
dapat dikarenakan perbedaan penggunaan masing-masing trace metal oleh
mikroorganisme dalam mendegrasi bahan-bahan organik. Besarnya % reduksi COD
yang dialami masing-masing perlakuan dapat dilihat pada gambar 4.6.
50%
45%

% Degradasi COD

40%
35%
30%
25%
20%
15%
10%

5%
0%
0

5

10

15

20

25

30

Waktu Fermentasi (Hari)

% Degradasi COD

Gambar 4.6a Grafik tanpa trace metal terhadap % reduksi COD
50%
45%
40%
35%
30%
25%
20%
15%
10%
5%
0%
0

5

10

15

20

25

30

Waktu Fermentasi (Hari)

Gambar 4.6b Grafik pengaruh penambahan nikel terhadap % reduksi COD

39
Universitas Sumatera Utara

50%
45%

% Degradasi COD

40%
35%
30%

25%
20%
15%
10%
5%
0%
0

5

10

15

20

25

30

Waktu Fermentasi (Hari)

Gambar 4.6c Grafik pengaruh penambahan cobalt terhadap % reduksi COD
50%

% Degradasi COD

45%
40%
35%
30%
25%
20%
15%
10%
5%
0%
0

5

10

15

20

25

30

Waktu Fermentasi (Hari)

Gambar 4.6d Grafik pengaruh penambahan Ni+Co terhadap % reduksi COD
Gambar 4.6 menunjukkan pengaruh penambahan trace metal terhadap %
reduksi COD. Persen reduksi COD terbesar untuk tanpa trace metal terjadi pada hari
ke 20 sebesar 40,63% ; penambahan nikel terjadi pada hari ke 6 sebesar 39,84% ;
penambahan cobalt terjadi pada hari ke 14 sebesar 46,48% dan penambahan Ni+Co
terjadi pada hari ke 12 sebesar 32,81%. Perbedaan besarnya persentase reduksi COD
pada masing-masing perlakuan dipengaruhi oleh kinerja mikroorganisme. Kehidupan
mikroorganisme yang diawali dengan tahap adaptasi belum dapat mendegradasi

40
Universitas Sumatera Utara

senyawa organik dengan optimum. Pada tahap hidrolisis senyawa yang tidak larut
seperti selulosa, protein dan lemak dipecah menjadi monomer (fragmen yang larut
dalam air) [26] yang kemudian didegradasi lebih lanjut menjadi asam lemak volatil
(VFA) [27]. Aktivitas mikroorganisme pada proses asidogenesis dan asetogenesis
dalam memproduksi asam akan menciptakan kondisi yang penting bagi
mikroorganisme penghasil metan. Adanya mikronutrien sesuai dengan konsentrasi
yang dibutuhkan akan melangsungkan fermentasi secara optimum [4]. Namun, trace
metal yang tersedia seperti nikel dan cobalt hanya bertujuan untuk meningkatkan
produksi biogas, tidak berpengaruh pada perubahan metana pada reaktor biogas [28].
Pada penelitian ini dalam grafik dapat dilihat bahwa % reduksi COD tertinggi
ditunjukkan oleh % reduksi COD dengan penambahan cobalt yang dicapai pada hari
ke- 14.

4.6

PENGARUH PENAMBAHAN TRACE METAL TERHADAP REDUKSI
TSS, % REDUKSI TSS
TSS merupakan parameter yang menunjukkan banyaknya zat yang tersuspensi

dalam volume tertentu di dalam air. TSS akan mengalami penurunan akibat aktivitas
mikroorganisme.Menurunnya kadar TSS terjadi karena bahan organik mengalami
degradasi pada saat proses hidrolisis. Selama proses hidrolisis, padatan tersuspensi
berkurang karena telah berubah menjadi terlarut [29]. Pada gambar 4.7 akan
ditunjukkan pengaruh penambahan trace metal terhadap reduksi TSS.
Reduksi TSS (mg/L)

25000
20000
15000
10000
5000
0
0

5

10

15

20

25

30

Waktu Fermentasi (Hari)

Gambar 4.7a Grafik tanpa trace metal terhadap reduksi TSS

41
Universitas Sumatera Utara

25000

Reduksi TSS (mg/L)

20000

15000

10000

5000

0
0

5

10

15

20

25

30

Waktu Fermentasi (Hari)

Gambar 4.7b Grafik pengaruh penambahan nikel terhadap reduksi TSS
25000

Reduksi TSS (mg/L)

20000

15000

10000

5000

0
0

5

10

15

20

25

30

Waktu Fermentasi (Hari)

Gambar 4.7c Grafik pengaruh penambahan cobalt terhadap reduksi TSS

42
Universitas Sumatera Utara

Reduksi TSS (mg/L)

25000
20000
15000
10000

5000
0
0

5

10

15

20

25

30

Waktu Fermentasi (Hari)

Gambar 4.7d Grafik pengaruh penambahan Ni+Co terhadap reduksi TSS
Gambar 4.7 (a,b,c,d) memperlihatkan bahwa pengaruh penambahan trace metal
memiliki kecenderungan yang sama dengan tanpa penambahan trace metal terhadap
reduksi TSS. Perolehan total suspended solid

pada grafik di atas mengalami

fluktuasi untuk masing – masing perlakuan jika dibandingkan dengan tanpa
penambahan trace metal. Penurunan nilai total suspended solid yang terjadi
dikarenakan bahan-bahan organik mengalami degradasi pada saat proses hidrolisis.
Pada proses hidrolisis, molekul kompleks yang ada dipecah menjadi molekul yang
sederhana dan larut dalam air. Selama proses hidrolisis, padatan tersuspensi
berkurang karena telah berubah menjadi terlarut yang selanjutnya digunakan pada
tahap asidogenesis [25]. Adanya beberapa titik yang mengalami peningkatan total
suspended solid terjadi karena kemungkinan bahan-bahan organik di dalam
fermentor baru mulai terdegradasi. Setiap perlakuan menunjukkan fluktuasi yang
berbeda, Hal ini dapat dikarenakan perbedaan penggunaan masing-masing trace
metal oleh mikroorganisme dalam mendegrasi bahan-bahan organik. Besarnya %
reduksi TSS yang dialami masing-masing perlakuan dapat dilihat pada gambar 4.8

43
Universitas Sumatera Utara

100%
90%
80%

% Reduksi TSS

70%
60%
50%
40%
30%
20%
10%
0%
0

5

10

15

20

25

30

Waktu Fermentasi (Hari)

Gambar 4.8a Grafik tanpa trace metal terhadap % reduksi TSS
100%
90%

% Reduksi TSS

80%
70%
60%
50%
40%
30%
20%
10%
0%
0

5

10

15

20

25

30

Waktu Fermentasi (Hari)

Gambar 4.8b Grafik pengaruh penambahan nikel terhadap % reduksi TSS

44
Universitas Sumatera Utara

100%
90%
80%

% Reduksi TSS

70%
60%
50%
40%
30%
20%
10%
0%
0

5

10

15

20

25

30

35

Waktu Fermentasi (Hari)

Gambar 4.8c Grafik pengaruh penambahan cobalt terhadap % reduksi TSS
100%
90%

% Reduksi TSS

80%
70%
60%
50%
40%

30%
20%
10%
0%
0

5

10

15

20

25

30

Waktu Fermentasi (Hari)

Gambar 4.8d Grafik pengaruh penambahan Ni+Co terhadap % reduksi TSS
Gambar 4.8 (a,b,c,d) menunjukkan pengaruh penambahan trace metal terhadap
% reduksiTSS. Nilai % reduksi total suspended solid terbesar untuk semua perlakuan
terjadi pada hari ke-30 yaitu untuk tanpa trace metal sebesar 88,78% ; trace metal
nikel sebesar 88,67% ; trace metal cobalt sebesar 88,78% dan trace metal Ni+Co
sebesar 85%. Rata-rata % reduksi total suspended solid terhadap pengaruh
penambahan trace metal ditunjukkan pada gambar 4.9.

45
Universitas Sumatera Utara

Rata-Rata % Reduksi TSS

50%
45%
40%
35%
30%
25%
20%
15%
10%
5%
0%
Tanpa Trace Metal

Nikel

Cobalt

Ni+Co

Gambar 4.9 Rata-rata % reduksi TSS
Rata-rata % reduksi TSS tertinggi yang ditunjukkanpada gambar 4.8 diperoleh
dengan penambahan trace metal nikel sebesar 46,20%. Menurut Sutarma, 2000
bahwa trace metal nikel berfungsi sebagai enzim untuk metabolisme mikroba dalam
proses metanogenesis. Pada penelitian ini, penambahan trace metal sangat
berpengaruh secara signifikan.

4.7

PENGARUH PENAMBAHAN TRACE METAL TERHADAP REDUKSI
VSS
VSS merupakan salah satu cara pengukuran mikroorganisme secara tidak

langsung [30]. Konsentrasi volatile suspended solid dapat menjadi indikator
pertumbuhan mikroorganisme aktif dalam reaktor.Pengaruh penambahan trace metal
terhadap profil pertumbuhan mikroorganisme dapat dilihat pada Gambar 4.10

46
Universitas Sumatera Utara

18000

Reduksi VSS (mg/L)

16000
14000
12000
10000
8000
6000
4000
2000
0
0

5

10

15

20

25

30

Waktu Fermentasi (Hari)

Gambar 4.10a Grafik tanpa trace metal terhadap reduksi VSS
16000
14000

Reduksi VSS (mg/L)

12000
10000
8000
6000
4000
2000
0

0

5

10

15

20

25

30

WaktuFermentasi
Fermentasi(Hari)
(Hari)
Waktu

Gambar 4.10b Grafik pengaruh penambahan nikel terhadap reduksi VSS

47
Universitas Sumatera Utara

18000

Reduksi VSS (mg/L)

16000

14000
12000
10000
8000
6000
4000
2000
0
0

5

10

15

20

25

30

Waktu Fermentasi (Hari)

Gambar 4.10c Grafik pengaruh penambahan cobalt terhadap reduksi VSS
18000

Reduksi VSS (mg/L)

16000
14000
12000
10000

8000
6000
4000
2000
0
0

5

10

15

20

25

30

Waktu Fermentasi (Hari)

Gambar 4.10d Grafik pengaruh penambahan Ni+Co terhadap reduksi VSS
Gambar 4.10 (a,b,c,d) memperlihatkan pengaruh penambahan trace metal
memiliki kecenderungan yang sama dengan tanpa penambahan trace metal terhadap
volatile suspended solid. Nilai volatile suspended solid yang diperoleh mengalami
fluktuasi untuk masing-msing perlakuan. Fluktuasi ini terjadi dikarenakan perbedaan
penggunaan masing-masing logam oleh bakteri dalam mendegradasi bahan-bahan
organik [25] dan dapat juga karena tidak adanya pengadukan yang dilakukan selama
fermentasi berlangsung sehingga terjadinya penumpukan. Pada proses digesti

48
Universitas Sumatera Utara

anaerob pengadukan berperan penting dalam mengembangbiakkan mikroorganisme
dikarenakan dengan pengadukan substrat dalam fermentor akan homogen dan merata
sehingga proses perombakan akan lebih efektif dan menghindari padatan-padatan
mengendap yang dapat mengurangi keefektifan proses digesti [31]. Pada perlakuan
tanpa penambahan trace metal diperoleh konsentrasi VSS sebesar 1.280 – 16.780
mg/L ; penambahan trace metal nikel 4.580 – 13.880 mg/L; penambahantrace metal
cobalt sebesar 2.280 – 16.540 mg/L dan pada penambahan kombinasi Ni+Cosebesar
2.500 –16.480 mg/L.Profil pertumbuhan mikroba terbaik untuk setiap perlakuan
dapat dilihat pada gambar 4.11.

Volatile Suspended Solid (mg/L)

18000
16000
14000
12000
10000
8000
6000
4000
2000
0

Cobalt
3

Nikel
2

0Tanpa Trace Metal
1

Ni+Co
4

Gambar 4.11 Pengaruh penambahan trace metal terhadap pertumbuhan mikroba
terbaik masing-masing perlakuan
Gambar 4.11 memperlihatkan bahwa pertumbuhan mikroba terbaik untuk perlakuan
tanpa trace metal diperoleh pada hari ke-2 sebesar 16.780 mg/L; penambahan trace
metal nikel diperoleh pada hari ke-18 sebesar 13.880 mg/L ; penambahan trace metal
cobalt pada hari ke-2 sebesar 16.540 mg/L dan penambahan kombinasi Ni+Co
diperoleh pada hari ke-18 sebesar 16.480 mg/L. Pada penelitian ini, penambahan
trace metal berpengaruh terhadap pertumbuhan mikroorganisme.
.

49
Universitas Sumatera Utara

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang dapat diperoleh dari penelitian pembuatan biogas dari
sampah organik dan kotoran sapi dengan menambahkan trace metal adalah:
1. % Reduksi COD tertinggi diperoleh dengan penambahan trace metal cobalt
yang diperoleh pada hari ke-14 sebesar 46.48%.
2. % Reduksi TSS tertinggi dieroleh pada hari ke-30 dengan penambahan trace
metal cobalt sebesar 88,78%.
3. Konsentrasi VSS tertinggi diperoleh dengan penambahan trace metal cobalt
pada hari ke-2 sebesar 16.540 mg/L.
4. Volume biogas terbesar diperoleh dengan penambahan trace metal cobalt
sebesar 85 mL.

5.2 Saran
Adapun saran yang dapat diberikan untuk peneliti berikutnya adalah:
1. Dilakukan analisa awal terhadap bahan baku yang digunakan dalam
penelitian terhadap semua parameter yang dibutuhkan.
2. Digunakan

pengaduk

pada

reaktor

untuk

mengekfektifkan

kerja

mikroorganisme.
3. Dilakukan dua tahap pembuatan biogas secara batch untuk memaksimalkan
proses pembuatan biogas.
4. Dioperasikan

pada

suhu

mesophilik

untuk

melihat

kinerja

dari

mikroorganisme dalam peroleh biogas

50
Universitas Sumatera Utara