Pengaruh Penambahan Trace Metal (Ni,Co) Terhadap Pembuatan Biogas dari Sampah Organik dan Kotoran Sapi

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 BIOGAS SEBAGAI ENERGI ALTERNATIF
Biogas adalah gas yang dihasilkan dari proses penguraian bahan-bahan organik
oleh mikroorganisme pada kondisi langka oksigen (anaerob). Komponen biogas pada
umumnya terdiri dari: CH4(metana), CO2 (karbondioksida) dan N2, O2, H2, & H2S
[4]. Biogas yang dihasilkan memiliki sifat yang mudah terbakar. Komponen biogas
yang dapat dijadikan sebagai bahan bakar adalah gas metana dengan kandungan
lebih dari 50 %. Kandungan yang terdapat dalam biogas dapat mempengaruhi sifat
dan kualitas biogas sebagai bahan bakar. Biogas yang kandungan metananya lebih
dari 45% bersifat mudah terbakar dan memiliki nilai kalor bakar yang tinggi. Tetapi
jika kandungan CO2 dalam biogas sebesar 25–50 % maka dapat mengurangi nilai
kalor bakar dari biogas tersebut. Sedangkan kandungan H 2S dalam biogas dapat
menyebabkan korosi pada perpipaan, nitrogen dalam biogas juga dapat mengurangi
nilai kalor bakar biogas tersebut serta uap air dapat merusak pembangkit yang
digunakan [4]. Dengan demikian, untuk mendapatkan hasil pembakaran yang
optimal, perlu dilakukan pra kondisi sebelum biogas dibakar yaitu melalui proses
pemurnian karena biogas mengandung beberapa gas lain yang tidak menguntungkan.
Biogas dapat dibakar seperti elpiji, dalam skala besar,sehingga dapat dijadikan
sumber energi alternatif yang ramah lingkungan dan terbarukan. Manfaat energi
biogas adalah energi sebagai pengganti bahan bakar khususnya minyak tanah dan

dipergunakan untuk memasak kemudian sebagai bahan pengganti bahan bakar
minyak (bensin, solar). Dalamskala besar, biogas dapat digunakan sebagai
pembangkit energi listrik. Disamping itu, dari proses produksi biogas dihasilkan
lumpur organik yang dapat diolah untuk dipergunakan sebagai pupuk organik.
Sehingga potensi pengembangan biogas di Indonesia masih cukup besar.

2.2

BAHAN-BAHAN PEMBUATAN ORGANIK

2.2.1 Sampah organik
Sampah organik adalah material sisa yang mengandung senyawa organik yang
tersusun dari unsur C, H, O, N dll yang mudah terurai secara alami oleh
mikroorganisme. Beberapa jenis sampah organik atau biodegradable waste

6
Universitas Sumatera Utara

adalah sisa makanan, tumbuhan, hewan, kertas, dan manure. Sumber sampah
organik yang terbanyak berasal dari pemukiman dan pasar tradisional [1].

Banyaknya sampah organik yang dihasilkan berasal dari pasar sayur dan pasar
buah yang menimbulkan penimbunan sampah sehingga menjadi masalah bagi
kesehatan lingkungan. Tabel 2.1 menunjukkan berat harian rata-rata sampah
Pasar Setia Budi Medan.
Tabel 2.1 Berat Harian Rata-Rata Sampah Pasar Setia Budi Medan [11]
Hari Ke-

Tanggal

Hari

Berat Sampah Pasar (kg)

1
2
3
4
5
6
7

8
Berat Harian
Rata-Rata

14 Januari 2013
15 Januari 2013
16 Januari 2015
17 Januari 2013
18 Januari 2013
19 Januari 2013
20 Januari 2013
21 Januari 2013

Senin
Selasa
Rabu
Kamis
Jumat
Sabtu
Minggu

Senin

595,24
431,52
440,22
453,44
565,44
634,66
600,58
452,12
521,65

Jenis sampah organik yang dihasilkan dari Pasar Setia Budi Medan ditunjukkan
dalam tabel 2.2.
Tabel 2.2 Komposisi Sampah Organik Pasar Setia Budi Medan [11]
Jenis Sampah
Organik
Sayuran
Buah
Ikan, ayam,

daging dll
Total

Berat

%

203,7565 kg
120,3968 kg
35,2636 kg

39,06
23,08
6,76

359,4169

68,90

Dari tabel di atas tampak bahwa dengan mengolah sampah organik maka

permasalahan sampah dapat direduksi lebih dari 60% dari total sampah yang
dihasilkan setiap harinya dengan menjadikan sebagai sumber energi (Saputro, dkk.,
2006).Sehingga sampah organik sangat berpotensi baik diolah menjadi biogas
dengan komponen dan kandunganny yang dimuat dalam tabel 2.3.

7
Universitas Sumatera Utara

Tabel 2.3 Komponen dan Kandungan Sampah Sayuran [13]
Komponen
Air (%)
Serat kasar (%)
Lemak (%)
Total nitrogen (mg/g sampah)
Protein (mg/g sampah)
Keasaman (pH)

Kandungan
30,0 - 60,0
4,1 – 6,0

3,0 – 9,0
4,0 – 17,0
3,1 – 9,3
5,0 – 8,0

2.2.2 Kotoran sapi
Kotoran sapi adalah substrat yang mengandung bakteri penghasil gas metan
yang terdapat dalam usus sapi. Di Indonesia keberadaan sapi sangat banyak sehingga
produksi kotoran sapi meningkat setiap tahunnya, yang sebagian besar dibuang ke
tempat pembuangan atau diterapkan dalam tanah tanpa adanya pengolahan. Hal ini
menyebabkan masalah lingkungan dan kesehatan seperti kontaminasi patogen, bau,
gas rumah kaca, dan sebagainya. Untuk mencegah hal tersebut, kotoran sapi dipilih
sebagai bahan pembuatan biogas, karena ketersediannya yang sangat besar di seluruh
dunia. Kotoran sapi mempunyai keseimbangan nutrisi, yang mudah diencerkan
sehingga dapat diproses secara biologi. Pada proses fermentasi kotoran segar lebih
mudah diproses dibandingkan dengan kotoran yang lama atau yang telah dikeringkan
serta keberadaan bakteri didalam usus sapi tersebut dapat membantu proses
fermentasi sehingga proses pembentukan biogas dapat dilakukan lebih cepat.
Kandungan nutrien utama pada proses pembuatan biogas adalah nitrogen, fosfor, dan
kalium. Kandungan nitrogen dalam bahan sebaiknya sebesar 1,45%, sedangkan

fosfor dan kalium masing-masing sebesar 1,10%. Nutrien utama tersebut dapat
diperoleh dari substrat kotoran ternak yang dapat meningkatkan rasio C/N dalam
pembuatan biogas. Unsur yang terdapat dalam kotoran sapi yaitu hemiselulosa
sebesar 18,6%, selulosa 25,2%, lignin 20,2%, nitrogen 1,67%, fosfat 1,11%, dan
kalium sebesar 0,56%. Feses sapi mempunyai rasio C/N sebesar 16,6-25%. Proses
fermentasi anaerob akan berlangsung optimum bila rasion C/N bernilai 30:1. Bakteri
penghasil gas metan yang terdapat dalam kotoran sapi serta rasio C/N yang
mendekati kondisi rasio optimum dalam pembuatan biogas kotoran sapi dipilih
sebagai bahan baku pembuatan biogas [6]. Berdasarkan data BPS tahun 2011, jumlah
ternak sapi di provinsi Sumatera Utara mencapai 541.000 ekor. Sedangkan untuk
tahun 2013, jumlah ternak sapi yang ada mencapai 590.000 ekor. Untuk satu ekor

8
Universitas Sumatera Utara

sapi rata-rata dapat menghasilkan 20 kg kotoran per hari. Berdasarkan data tersebut
maka kotoran sapi sangat berpotensi untuk digunakan dalam pembuatan biogas.

2.3 BIOGAS DARI SAMPAH ORGANIK DAN KOTORAN SAPI
Biogas dari sampah organik dan kotoran sapi adalah gas yang dihasilkan dari

proses penguraian bahan organik oleh bakteri dalam kondisi anaerob yang dapat
berlangsung di degester anaerob maupun di tempat pembuangan akhir sampah
(sanitary landfill). Biogas yang dihasilkan dari fermentasi anaerob oleh bakteri
metanogenesis pada bahan-bahan organik seperti kayu/tumbuhan, buah-buahan,
kotoran hewan dan manusia merupakan gas campuran gas metana (CH4), karbon
dioksida (CO2) dan gas lainnya. Komposisi biogas bervariasi tergantung pada bahan
organik dan proses fermentasi anaerob. Secara umum komposisi lengkap biogas
dapat dilihat pada tabel 2.4.:
Tabel 2.4 Komposisi Kandungan Biogas [14]
Komponen
Metana (CH4)
Karbon dioksida (CO2)
Nitrogen (N2)
Hidrogen (H2)
Hidrogen Sulfida (H2S)
Oksigen (O2)

%
55-75
25-45

0-0,3
1-5
0-3
0,1-0,5

Potensi dari limbah organik dan kotoran sapi dalam fermentasi anaerobik akan
menghasilkan biogas sebagai alternatif energi terbarukan menggantikan bahan bakar
konvensional yang ramah lingkungan dan dapat mengurangi timbunan sampah yang
dapat mencemari dan mengurangi kerusakan lingkungan hidup.

9
Universitas Sumatera Utara

2.4 PROSES PEMBUATAN BIOGAS
Secara umum, alur proses pencernaan/digesting sampah organik sampai menjadi
biogas dimulai dengan pencernaan sampah organik yang disebut juga dengan
fermentation/digestion anaerob. Pencernaan tergantung kepada kondisi reaksi dan
interaksi antara bakteri metanogen, non metanogen dan limbah organik yang
dimasukkan sebagai bahan input (feedstock) kedalam digester. Proses pencernaan ini
(metanasi) disimpulkan secara sederhana melalui empat tahap, yaitu: hidrolisis

(liquefaction), asidifikasi (acyd production), asetogenesis dan metanogenesis (biogas
production) seperti gambar berikut:

Gambar 2.1 Empat Tahapan Fermentasi Anaerob Limbah
[4]
2.4.1 Hidrolisis
Hidrolisis merupakan tahap pertama dari fermentasi anaerobik, bahan-bahan organik
komplek (polimer) didekomposisi menjadi unit-unit yang lebih kecil (mono- dan
oligomer). Saat hidrolisis, polimer seperti karbohidrat, lemak, asam-asam nukleat
dan protein dikonversi menjadi glukosa, gliserol, purin dan piridin. Mikroorganisme
hidrolitik mengeluarkan enzim hidrolitik, mengkonversi biopolimer menjadi
senyawa-senyawa yang lebih sederhana dan yang dapat larut.

10
Universitas Sumatera Utara

Lipase
Lipid

Asam-asam lemak, gliserol

Selulase, selobiase, xilanase, amilase
Polisakarida
Monosakarida
Protease
Protein

Asam Amino

Senyawa tidak larut, seperti selulosa, protein, dan lemak dipecah menjadi senyawa
monomer (partikel yang larut dalam air) oleh exo-enzime (enzim ekstraselular)
secara fakultatif oleh bakteri anaerob. Dimana lipid diurai oleh enzim lipase
membentuk asam lemak dan gliserol sedangkan polisakarida diurai menjadi
monosakarida. Protein diurai oleh protease membentuk asam amino. Produk yang
dihasilkan dari hidrolisis diuraikan lagi oleh mikroorganisme yang ada dan
digunakan untuk proses metabolisme mereka sendiri [4].
2.4.2 Asidogenesis
Asidogenesis ialah tahapan dimana produk - produk yang dihasilkan dari
proses hidrolisis dikonversi oleh bakteri asidogenik menjadi substrat metanogenik.
Gula sederhana, asam amino, dan asam lemak didegradasi menjadi asetat,
karbondioksida, dan hidrogen (70%), dan juga menjadi volatile fatty acids (VFA)
dan alkohol (30%). Produk akhir dari aktivitas metabolisme bakteri ini tergantung
dari substrat awalnya dan pada kondisi lingkungannya. Bakteri yang terlibat dalam
asidifikasi ini merupakan bakteri yang bersifat anaerobik dan merupakan penghasil
asam yang dapat tumbuh pada kondisi asam. Bakteri penghasil asam menciptakan
suatu kondisi anaerobik yang penting bagi mikroorganisme penghasil metan [4].
2.4.3 Asetogenesis
Asetogenesis ialah tahapan dimana asam butirat dan propionat diuraikan oleh
bakteri pembentuk asam menjadi asam asetat, gas H2, dan CO2. Produk dari tahapan
inilah yang nantinya akan menjadi bahan baku untuk menghasilkan gas metan pada
tahap metanogenesis. VFA dan alkohol dioksidasi menjadi substrat metanogenik
seperti asetat, hidrogen, dan karbondioksida. VFA dengan rantai karbon lebih
panjang daripada dua unit dan alkohol dengan rantai karbon lebih panjang daripada
satu unit, dioksidasi menjadi asetat dan hidrogen. Produksi hidrogen meningkatkan

11
Universitas Sumatera Utara

tekanan parsial hidrogen. Ini dapat dianggap sebagai “produk buangan” dari
asetogenesis dan menghambat metabolisme dari bakteri asetogenik. Selama
metanogenesis, hidrogen dikonversi menjadi metan. Asetogenesis dan metanogenesis
biasanya dijalankan pararel, sebagai simbiosis dari dua kelompok organisme [4].
2.4.4 Metanogenesis
Metanogenesis ialah tahapan paling akhir dimana bakteri metanogenik atau bakteri
pembentuk metan menghasilkan gas metan, karbondioksida, dan sedikit gas lain.
Sebanyak 70% dari metan yang terbentuk berasal dari asetat, sedangkan sisanya 30%
dihasilkan dari konversi hidrogen (H2) dan karbon dioksida (CO2), menurut
persamaan berikut:
Bakteri metanogenik
CH3COOH
CH4 + CO2
Bakteri metanogenik
H2 + CO2
CH4 + H2O
Metanogenesis adalah langkah kritis dalam keseluruhan proses fermentasi
anaerobik atau pembentukan biogas, dikarenakan reaksi biokimia terlambat
didalam keseluruhan proses. Komposisi dari bahan baku, laju bahan,
temperatur, dan pH adalah contoh-contoh dari faktor yang dapat meningkatkan
proses metanogenesis. Kelebihan beban, perubahan temperatur, atau masuknya
oksigen dalam jumlah besar dapat mengehentikan produksi dari gas metana [4].
2.5

FAKTOR-FAKTOR

YANG

MEMPENGARUHI

PROSES

PENGURAIAN SAMPAH ORGANIK DAN KOTORAN SAPI
2.5.1 Suhu
Temperatur adalah kondisi yang sangat mempengaruhi lamanya proses
pencernaan di digester. Bila temperatur meningkat, umumnya produksi biogas juga
meningkat sesuai dengan batas kemampuan bakteri mencerna sampah organik dan
kotoran sapi. Bakteri yang umum dikenal dalam proses fermentasi anerob seperti
bakteri Psychrophilic (< 15 ºC), bakteri Mesophilic (15 ºC - 45 ºC), bakteri
Thermophilic (45 ºC-65 ºC). Umumnya digester anaerob skala kecil, yang sering
terdapat disekitar kita umumnya bekerja pada suhu bakteri Mesophilic dengan suhu
antara 25 ºC- 37ºC [14].

12
Universitas Sumatera Utara

2.5.2 Lama proses pencernaan
Lama proses pencernaan (Hydraulic Retention Time-HRT) adalah jumlah hari
proses pencernaan/digesting pada tangki anaerob terhitung mulai pemasukan bahan
organik sampai proses awal pembentukan biogas dalam digester anaerob [14].
Lamanya waktu proses pencernaan sangat tergantung dari jenis bahan organik dan
perlakuan terhadap bahan organik (feedstoock substrate) sebelum dilakukan proses
pencernaan/digesting diproses. HRT harus cukup tinggi untuk memastikan bahwa
jumlah mikroorganisme yang mati setelah bereaksi dengan limbah (disgate) tidak
lebih tinggi dari jumlah mikroorganisme yang direproduksi [15].
2.5.3 Derajat keasaman (pH)
Derajat keasaman mempunyai efek terhadap aktivasi mikroorganisme.
Konsentrasi derajat keasamam (pH) yang ideal antara 6,6 dan 7,6. Bila pH lebih kecil
atau lebih besar maka akan mempunyai sifat toksit terhadap bakteri metanogenik.
Bila proses anaerob sudah berjalan menuju pembentukan biogas, pH berkisar 7-7,8
[14].
2.5.4 Kandungan nitrogen dan rasio karbon nitrogen
Karbon dan Nitrogen adalah sumber makanan utama bagi bakteri anaerob,
sehingga pertumbuhan optimum bakteri sangat dipengaruhi unsur ini, dimana karbon
dibutuhkan untuk mensuplai energi dan nitrogen dibutuhkan untuk membentuk
struktur sel bakteri. Konsentrasi nitrogen yang baik berkisar 200–1500 mg/lt dan bila
melebihi 3000 mg/lt akan bersifat toxic. Proses fermentasi anaerob akan berlangsung
optimum bila rasio C:N bernilai 30:1, dimana jumlah karbon 30 kali dari jumlah
nitrogen. Limbah organik yang bernilai C/N tinggi dapat dicampur dengan yang
lebih rendah sehingga diperoleh nilai rasio C/N yang ideal, seperti pencampuran
limbah jerami (straw) kedalam limbah toilet (latrine waste) untuk mencapai kadar
C/N yang ideal atau mencampurkan kotoran gajah dengan kotoran manusia sehingga
mendapat jumlah rasio C/N yang seimbang dan produksi biogas dapat berjalan
optimum [14].

13
Universitas Sumatera Utara

2.5.5 Total solid (TS)
Total solid content (TS) adalah jumlah materi padatan yang terdapat dalam
limbah pada bahan organik selama proses digester terjadi dan ini mengindikasikan
laju penghancuran/pembusukan material padatan limbah organik. TS juga
mengindikasikan banyaknya padatan dalam bahan organik dan nilai TS sangat
mempengaruhi lamanya proses pencernaan/digester (HRT) bahan organik [14].
2.5.6 Volatile solids (VS)
Volatile solid merupakan bagian dari padatan (total solid) yang berubah menjadi
fase gas pada tahapan asidifikasi dan metanogenesis sebagaimana dalam proses
fermentasi limbah organik. Dalam pengujian skala laboratorium, volatile solid
diperoleh dari berat saat bagian padatan bahan organik yang hilang terbakar
(menguap dan mengalami proses gasifikasi) dengan pembakaran pada suhu 538 º C
yang merupakan indikasi awal pembentukan gas [14].
2.6 TRACE

METAL

SEBAGAI

NUTRISI

ESSENSIAL

PADA

MIKROORGANISME
Semua mikroorganisme memerlukan karbon, energi dan elektron untuk aktivitas
metabolismenya. Mayoritas komponen seluler yang dibutuhan adalah karbon,
oksigen, hidrogen, nitrogen, dan fosfor yang merupakan penyusun utama membran,
protein, asam nukleat dan struktur seluler lainnya. Elemen ini diperlukan paling
banyak oleh mikroba untuk menyusun komponen selulernya yang sering dikenal
dengan makronutrien. Elemen lainnya yang sedikit diperlukan oleh mikroba untuk
menyusun komponen selulernya disebut mikronutrien. Elemen lainnya yang sangat
sedikit (bahkan tidak terukur) diperlukan sel untuk menyusun komponen seluler,
tetapi harus hadir dalam nutrisinya disebut trace elemen(Sutarma, 2000). Beberapa
jenis trace elemen dan fungsinya pada mikroba ditunjukkan dalam tabel 2.5.
Tabel 2.5 Jenis Trace Elemen dan Fungsi [16]
Jenis trace elemen
Cobalt
Zinc
Molybdenum

Fungsi
Bagian dari vitamin B12biasanya digunakan untuk
membawa gugus metil
Berperan struktural pada enzim termasuk enzim
DNA polymerase
Diperlukan untuk asimilasi nitrogen dan

14
Universitas Sumatera Utara

Cupper

Mangan

Nikel

ditemukan di nitrat reduktase dan nitrogenase
Sebagai katalitik pada beberapa enzim yang
bereaksi dengan oksigen seperti sitokrom
oksidase
Diperlukan oleh sejumlah enzim pada tempat
katalitik.
Sebagai enzim fotosintetik tertentu untuk
memecah air menjadi proton dan oksigen
Sebagai enzim untuk metabolisme CO, urea, dan
metanogenesis

Trace elemen atau yang dikenal dengan trace metal merupakan logam tertentu
yang memainkan peranan penting dalam pertumbuhan dan metabolisme mikroba jika
sesuai dengan kadar yang diberikan karena logam-logam tersebut dapat juga menjadi
racun bila berada pada konsentrasi yang tinggi. Kebutuhan akan trace metal tersebut
tergantung pada kinerjanya dalam enzim sebagai kofaktor tertentu dalam
metabolisme mikroba. Trace metal yang diperlukan oleh mikroorganisme,
ketersediaannya secara alami bagi proses anaerobik tidak mencukupi sehingga perlu
dilakukan penambahan agar proses fermentasi dapat berlangsung secara optimum
[4]. Dalam Osuna et al, 2003 kurangnya konsentrasi trace metal dalam proses
anaerobik menyebabkan berkurangnya konversi propionate dan senyawa volatile
fatty acid (VFA) lainnya menjadi metan sehingga menghambat proses anaerobik
karena menumpuknya VFA dalam sistem [17].
Metana diproduksi oleh berbagai macam bakteri metanogen yang masingmasing membutuhkan trace metal dan kondisi yang berbeda-beda. Kurangnya
konsentrasi salah satu trace metal dalam proses anaerobik dapat menghambat
keseluruhan proses. Walaupun trace metal bukan merupakan kebutuhan pokok pada
proses anerobik tetapi keberadaannya dapat meningkatkan produksi metana [4].
Trace metal yang sering digunakan untuk meningkatkan produksi biogas dengan
penambahan logam Ni, Co, Fe dan Zn [18]. Menurut Uhi, dkk., 2005 fungsi dari
kobalt untuk mensintesis vitamin B12 melalui mikroorganisme, yang diperlukan
untuk menormalkan fungsi semua sel dan menurut US Department of Health and
Human Services, 2005 nikel sebagai enzim yang berperan dalam hidrolisis urea.
Oleh sebab itu, dalam penelitian ini ditambahkan logam Ni, Co dalam pengaruhnya
terhadap volume biogas dari sampah organik dan kotoran sapi yang dihasilkan

15
Universitas Sumatera Utara

dengan pengurangan konsentrasi yang digunakan dari penelitian terdahulu yang
dilakukan Abdelsalam, dkk pada tahun 2015.

16
Universitas Sumatera Utara