Pengaruh Good Corporate Governance, Profitabilitas, Dan Ukuran Perusahaan Terhadap Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial Pada Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Teoritis
2.1.1 Teori Agensi
Dalam rangka memahami konsep Good Corporate Governance (GCG), maka
digunakanlah dasar perspektif hubungan keagenan. Hubungan keagenan merupakan
hubungan antara dua pihak dimana salah satu pihak menjadi agent dan pihak yang
lain bertindak sebagai principal (Hendriksen dan Van Breda, 2000). Hubungan agensi
muncul ketika satu orang atau lebih (principal) memperkerjakan orang lain (agent)
untuk memberikan suatu jasa dan kemudian mendelegasikan wewenang pengambilan
keputusan kepada agent tersebut.
Eisenhard (2001) dikutip dalam Isnanta (2008) menggunakan tiga asumsi sifat
dasar manusia guna menjelaskan tentang teori agensi yaitu: (1) manusia pada
umumnya mementingkan diri sendiri (self interest), (2) manusia memiliki daya pikir
terbatas mengenai persepsi masa mendatang (bounded rationality) , dan (3) manusia
selalu menghindari resiko (risk averse). Berdasarkan asumsi sifat dasar manusia
tersebut, manajer sebagai manusia kemungkinan besar akan bertindak berdasarkan
sifat opportunistic, yaitu mengutamakan kepentingan pribadinya.
Jensen dan Meckling (1976) menjelaskan adanya konflik kepentingan dalam
hubungan keagenan. Terjadinya konflik kepentingan antara pemilik dan agen karena


Universitas Sumatera Utara

kemungkinan agen bertindak tidak sesuai dengan kepentingan principal, sehingga
memicu biaya keagenan (agency cost). Teori agensi mampu menjelaskan potensi
konflik kepentingan diantara berbagai pihak yang berkepentingan dalam perusahaan
tersebut. Konflik kepentingan ini terjadi dikarenakan perbedaan tujuan dari masingmasing-masing pihak berdasarkan posisi dan kepentingannya terhadap perusahaan.
Sebagai agen, manajer bertanggung jawab secara moral untuk mengoptimalkan
keuntungan para pemilik (principal), namun demikian manajer juga menginginkan
untuk selalu memperoleh kompensasi sesuai dengan kontrak. Dengan demikian
terdapat dua kepentingan yang berbeda di dalam perusahaan dimana masing-masing
pihak berusaha untuk mencapai atau mempertahankan tingkat kemakmuran yang
dikehendaki (Ali, 2002 dalam Isnanta, 2008)
Selain itu teori Agensi juga menjelaskan mengenai masalah asimetri informasi
(information asymmetric). Manajer sebagai pengelola perusahaan lebih banyak
mengetahui informasi internal dan prospek perusahaan dimasa yang akan datang
dibandingkan pemilik (pemegang saham). Oleh karena itu sebagai pengelola, manajer
berkewajiban memberikan sinyal mengenai kondisi perusahaan kepada pemilik. Akan
tetapi informasi yang disampaikan terkadang diterima tidak sesuai dengan kondisi
perusahaan yang sebenarnya. Kondisi ini dikenal sebagai informasi yang tidak
simetris (Hendriksen dan Van Breda, 2000).

Asimetri informasi antara manajemen (agent) dengan pemilik (principal)
dapat memberikan kesempatan kepada manajer untuk melakukan tindakan oportunis
seperti manajemen laba (earnings management) mengenai kinerja ekonomi

Universitas Sumatera Utara

perusahaan sehingga dapat merugikan pemilik (pemegang saham). Manajer akan
berusaha melakukan hal tersebut untuk memaksimalkan kepentingan pribadinya
tanpa persetujuan pemilik atau pemegang saham.
Dengan adanya masalah agensi yang disebabkan karena konflik kepentingan
dan asimetri informasi ini, maka perusahaan harus menanggung biaya keagenan
(agency cost). Konsep GCG berkaitan dengan bagaimana para pemilik (pemegang
saham) yakin bahwa manajer akan memberikan keuntungan bagi mereka, yakin
bahwa manajer tidak akan melakukan kecurangan-kecurangan yang akan merugikan
para pemegang saham. Dengan kata lain dengan penerapan Good Corporate
Govenance diharapkan dapat berfungsi untuk menekankan atau menurunkan biaya
keagenan (agency cost).
2.1.2 Definisi Tanggung Jawab Sosial
Definisi mengenai Corporate Social Responsibility sekarang ini sangatlah
beragam. Seperti definisi CSR yang dikemukan oleh Maignan dan Farrel (2004)

dalam Nurkhin (2009) yang mendefenisikan CSR sebagai “ A business acts in
socially responsible manner when its decision and actions for balance diverse when
its decision and actinons for and balance diverse stakeholder interest” Defenisi ini
menekankan perlunya memberikan perhatian secara seimbang terhadap kepentingan
berbagai stakeholder yang beragam dalam setiap keputusan dan tindakan yang
diambil oleh para pelaku bisnis melalui perilaku yang secara sosial bertanggung
jawab. Sejalan dengan definisi di atas, Kotler dan Lee (2005) memberikan definisi
CSR sebagai berikut; “Corporate social responsibility is a commitment to improve

Universitas Sumatera Utara

community well-being through discretionary business practice and contributions of
corporate resources”. Menurut definisi tersebut, elemen kunci dari CSR adalah kata
discretionary. Terdapat pengaruh terhadap kinerja perusaaan dari partisipasi terhadap
tanggung jawab sosial, diantaranya adalah meningkatkan penjualan dan market share,
menguatkan posisi merk, menurunkan biaya operasional, dan lain sebagainya.
Tanggung jawab sosial perusahaan (Corporate Social Responsibility) adalah
suatu konsep bahwa suatu organisasi khususnya (namun bukan hanya) perusahaan
adalah memiliki suatu tanggung jawab terhadap konsumen, karyawan, pemegang
saham, komunitas, dan lingkungan dalam aspek operasional perusahaan. CSR

berhubungan erat dengan dengan “pembangunan berkelanjutan”, dimana ada
argumentasi bahwa suatu perusahaan dalam melaksanakan aktivitasnya tidak semata
berdasarkan faktor keuangan, misalnya keuntungan atau dividen melainkan juga
harus berdasarkan konsekuensi sosial dan lingkungan untuk saat ini maupun untuk
jangka panjang.
Definisi di atas memberikan pemahaman bahwa CSR pada dasarnya adalah
komitmen perusahaan terhadap tiga (3) elemen yaitu ekonomi, sosial, dan
lingkungan. Perusahaan semakin menyadari bahwa kelangsungan hidup perusahaan
juga tergantung dari hubungan perusahaan dengan masyarakat dan lingkungannya
tempat perusahaan beroperasi.
2.1.3 Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial
Pengungkapan tanggung jawab sosial atau sering disebut sebagai Corporate
social reporting adalah proses pengkomunikasian efek-efek sosial dan lingkungan

Universitas Sumatera Utara

atas tindakan-tindakan ekonomi perusahaan pada kelompok-kelompok tertentu dalam
masyarakat dan pada masyarakat secara keseluruhan (Gray et.al., 1987 dalam
Nurkhin 2009). Kontribusi negatif perusahaan terhadap lingkungan sekitarnya telah
menyebabkan hilangnya kepercayaan masyarakat, oleh karena itu dengan

mengungkapkan informasi-informasi mengenai operasional perusahaan sehubungan
dengan lingkungan sebagai tanggung jawab perusahaan diharapkan dapat
mengembalikan kepercayaan masyarakat. Jadi agar bentuk tanggung jawab sosial
yang telah dilakukan oleh perusahaan dapat diketahui oleh berbagai pihak yang
berkepentingan, maka hal itu diungkapkan dalam laporan tahunan perusahaan.
Darwin (2004) mengatakan bahwa Corporate Sustainability Reporting terbagi
menjadi 3 kategori yaitu kinerja ekonomi, kinerja lingkungan dan kinerja sosial.
Selanjutnya tiga kinerja utama ini akan dibagi dalam beberapa subkategori.
Pembagian Corporate Sustainability Reporting menurut Darwin dapat dilihat pada
table 2.1.

Universitas Sumatera Utara

Tabel 2.1
Kategori dalam Corporate Sustainability Reporting menurut Darwin
No
1.

Kategori
Kinerja Ekonomi


Bagian
Aspek
Pengaruh ekonomi Pelanggan, pemasok, karyawan,
secara langsung
penyedia modal dan sektor public.

2.

Kinerja
Lingkungan

3.

Kinerja Sosial

Hal-hal
yang Bahan
baku,
energi,

air,
terkait
dengan Keanekaragaman
hayati
lingkungan
(biodiversity), emisi, sungai, dan
sampah, pemasok, produk dan
jasa, pelaksanaan, dan angkutan.
Praktik Kerja
Keamanan dan keselamatan tenaga
kerja, pendidikan dan training,
kesempatan kerja.
Hak manusia
Strategi
manajemen,
non
diskriminasi, kebebasan berserikat,
dan berkumpul, tenaga kerja
dibawah
umur,

kedisiplinan,
keamanan, dll.
Sosial
Komunitas, korupsi, kompetisi dan
penetapan harga.
Tanggung
jawab Kesehatan
dan
keamanan
terhadap produk
pelanggan, iklan yang peduli.

Sumber: Darwin (2004)
Tujuan pengungkapan menurut Securities Exchange Commision (SEC)
dikategorikan menjadi dua yaitu propective disclosure, yang dimaksudkan sebagai
perlindungan terhadap investor dan informative disclosure, yang bertujuan
memberikan informasi yang layak kepada pengguna laporan. (Wolk, Francis, dan
Tearay dalam Utomo, 2000 dan Andre 2009). Berbeda dengan SEC, Belkaoui
mengemukakan ada enam tujuan pengungkapan, yaitu:
1. Untuk menjelaskan item-item yang diakui dan untuk menyediakan ukuran

yang relevan bagi item-item tersebut, selain ukuran dalam laporan keuangan,

Universitas Sumatera Utara

2. Untuk menjelaskan item-item yang belum diakui dan untuk menyediakan
ukuran yang bermanfaat bagi item-item tersebut,
3. Untuk menyediakan informasi yang membantu investor kreditor dalam
menentukan resiko dan item-item yang potensial untuk diakui dan yang belum
diakui,
4. Untuk menyediakan informasi yang penting yang dapat digunakan oleh
pengguna laporan keuangan untuk membandingkan antar perusahaan dan
antar tahun,
5. Untuk menyediakan informasi mengenai aliran kas masuk dan kas keluar
dimasa mendatang,
6. Untuk membantu investor dalam menetapkan return dan investasinya.
2.1.4 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengungkapan Tanggung Jawab
Sosial
Dalam Penelitian ini faktor-faktor yang mempengaruhi pengungkapan
tanggung jawab sosial diproksikan dalam Good Corporate Governance, Profitabilitas
dan Ukuran Perusahaan.

2.1.4.1 Good Corporate Governance
Good corporate governance merupakan suatu aturan mengenai pengolahan
perusahaan yang perlu diterapkan pada setiap perusahaan terutama perusahaan public
(BUMN). Menurut Forum for Corporate Governance in Indonesia (FCGI, 2001)
pengertian corporate governance adalah Seperangkat paraturan yang mengatur
hubungan antara pemegang saham, pengurus, pihak kreditor, pemerintah, karyawan

Universitas Sumatera Utara

serta pemegang intern dan ekstern lainnya sehubungan dengan hak-hak dan
kewajiban mereka, atau dengan kata lain suatu sistem yang mengarahkan dan
mengendalikan perusahaan. Tujuan corporate governance adalah menciptakan
pertambahan nilai bagi semua pihak pemegang kepentingan.
Menurut The Organisation for economic Co-Operation and Development
(OECD) dalam Tangkilisan (2003): Good corporate governance adalah sistem yang
dipergunakan untuk mengarahkan dan mengendalikan kegiatan bisnis perusahaan.
Good corporate governance mengatur pembagian tugas, hak, dan kewajiban mereka
yang berkepentingan terhadap perusahaan, termasuk pemegang saham, dewan
komisaris, direksi dan stackeholders lainnya.
Dari berbagai defenisi diatas, dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud

dengan good corporate governance adalah suatu kerangka hubungan, struktur, pola,
sistem yang berdasarkan pada prinsip-prinsip dasar dan undang-undang yang berlaku
dengan mempertemukan, menjelaskan, mengarahkan dan mengendalikan hubungan
antara shareholders, manajemen, kreditur, pemerintah dan stakeholders lainnya pada
hak dan kewajiban masing-masing pihak tersebut, yang tujuan akhirnya adalah untuk
meningkatkan nilai-nilai jangka panjang yang diinginkan oleh pemegang saham.
Penelitian ini menggunakan kepemilikan institusional, dewan komisaris independen,
kepemilikan manajerial, dan komite audit sebagai proksi mekanisme (good corporate
governance).
Kepemilikan intsitusional besarnya jumlah kepemilikan saham perusahaan
yang dimiliki oleh institusi keuangan, seperti perusahaan asuransi, bank dana

Universitas Sumatera Utara

pensiun, dan asset manajemen. Tingkat kepemilikan institusional yang tinggi akan
menimbulkan usaha pengawasan yang lebih besar oleh pihak investor institusional
sehingga dapat menghalangi perilaku oportunistik manajer. Melalui kepemilikan
institusional, efektivitas pengolahaan oleh manajemen dapat diketahui, semakin
tinggi kepemilikan oleh institusi maka akan semakin kecil peluang manajemen
memanipulasi angka-angka dalam bentuk manajemen laba melalui proses monitoring
secara efektif.
Dewan komisaris independen adalah jumlah anggota dewan komisaris.
Dewan komisaris independen memegang peranan penting dalam implementasi good
corporate governance. Secara umum dewan komisaris ditugaskan dan diberi
tanggung jawab atas pengawasan kualitas informasi yang terkandung dalam laporan
keuangan. Dewan komisaris independen dalam mekanisme good corporate
governance berperan penting tidak hanya melihat kepetingan pemilik tetapi juga
kepentingan perusahaan secara umum. Dewan komisaris independen merupakan
posisi terbaik untuk melaksanakan fungsi monitoring agar tercipta perusahaan yang
good corporate governance.
Kepemilikan manajerial merupakan isu penting, sejak dipublikasikan oleh
Jensen Meckling (1976) yang menyatakan bahwa semakin besar proporsi
kepemilikan manajerial dalam suatu perusahaan maka manajemen akan berupaya
lebih giat untuk memenuhi kepentingan pemegang saham yang juga adalah dirinya
sendiri. Dengan adanya kepemilikan manajerial akan mensejajarkan kepentingan
antara manajemen dengan pemegang saham, sehingga manajer akan merasakan

Universitas Sumatera Utara

langsung manfaat dari keputusan yang diambil dengan benar dan merasakan kerugian
apabila keputusan yang diambil salah. Terutama, dengan keikutsertaan manajer
memiliki perusahaan, hal ini menyebabkan manajer melakukan tindakan yang akan
memaksimumkan nilai perusahaan dalam jangka panjang
Komite audit dalam menjalankan tugasnya, dewan komisaris dapat
membentuk komite-komite yang dapat membantu pelaksanaan tugasnya. Salah satu
tugasnya adalah komite audit yang memiliki tugas terpisah dalam membantu dewan
komisaris untuk memenuhi tanggung jawabnya dalam memberikan pengawasan
sencara menyeluruh (FCGI, 2002). Dalam pedoman GCG Indonesia (KNKG, 2006)
dijelaskan bahwa, Komite Audit membantu Dewan Komisaris untuk memastikan
bahwa: (i) laporan keuangan disajikan secara wajar sesuai dengan prinsip akuntansi
yang berlaku umum, (ii) struktur pengendalian internal perusahaan dilaksanakan
dengan baik, (iii) pelaksanaan audit internal maupun eksternal dilaksanakan sesuai
dengan standar audit yang berlaku, dan (iv) tindak lanjut temuan hasil audit
dilaksanakan oleh manajemen.
2.1.4.2 Profitabilitas Perusahaan
Profitabilitas merupakan faktor yang membuat manajemen menjadi bebas dan
fleksibel untuk mengungkapkan pertanggungjawaban sosial kepada pemegang saham,
sehingga semakin tinggi tingkat profitabilitas perusahaan maka semakin besar
pengungkapan tanggung jawab sosial. Belkaoui (2004) mengatakan bahwa dengan
kepeduliannya terhadap masyarakat sosial menghendaki manajemen untuk membuat
perusahaan menjadi profitable.

Universitas Sumatera Utara

Menurut Sembiring (2005) penelitian ilmiah terhadap hubungan profitabilitas
dan pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan memperhatikan hasil yang
sangat beragam. Akan tetapi Donovan dan Gibson (2000) menyatakan bahwa
berdasarkan teori legitimasi, salah satu argumen dalam hubungan antara profitabilitas
dan tingkat pengungkapan tanggung jawab sosial adalah bahwa ketika perusahaan
memiliki tingkat laba yang tinggi, perusahaan (manajemen) menganggap tidak perlu
melaporkan hal-hal yang dapat mengganggu informasi tentang sukses keuangan
perusahaan. Sebaliknya, pada tingkat profitabilitas rendah, mereka berharap para
pengguna laporan akan membaca ”good news” kinerja perusahaan, misalnya dalam
lingkup sosial, dan dengan demikian investor akan tetap berinvestasi di perusahaan
tersebut. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa profitabilitas mempunyai
hubungan yang negatif terhadap pengungkapan tanggung jawab sosial.
2.1.4.3 Ukuran Perusahaan
Pengungkapan tanggung jawab sosial dipengaruhi oleh ukuran perusahaan
telah ditemukan dalam penelitian. Mee, Roberts dan Gray (1995) dalam Fitriani
perusahaan besar mempunyai kemampuan untuk merekrut karyawan ahli, serta
adanya tuntutan dari pemegang saham dan analisis, sehingga perusahaan besar
memiliki intensif untuk melakukan pengungkapan yang lebih luas dari perusahaan
kecil. Selain itu, perusahaan besar merupakan emiten yang banyak disoroti,
pengungkapan yang lebih besar merupakan pengurangan biaya politis sebagai wujud
tanggung jawab sosial perusahaan.

Universitas Sumatera Utara

Menurut Cowen et.al. (1987) dalam Sembiring (2005), secara teoritis
perusahaan besar tidak akan lepas dari tekanan, dan perusahaan yang lebih besar
dengan aktifitas operasi dan pengaruh yang lebih besar terhadap masyarakat mungkin
akan memiliki pemegang saham yang memperhatikan program -program sosial yang
dibuat perusahaan sehingga pengungkan tanggung jawab sosial perusahaan akan
semakin luas. Dari sisi tenaga kerja, dengan semakin banyaknya jumlah tenaga kerja
dalam suatu perusahaan, maka tekanan pada pihak manajemen untuk memperhatikan
kepentingan tenaga kerja yang merupakan bagian dari tanggung jawab sosial
perusahaan, akan semakin banyak dilakukan oleh perusahaan.
2.2 Tinjauan Penelitian Terdahulu
Sitepu

(2009)

melakukan

penelitian

mengenai

faktor-faktor

yang

Mempengaruhi Pengungkapan Informasi Sosial Dalam Laporan Tahunan pada
Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di BEJ melakukan penelitian CSR
menggunakan Variabel Independen: Ukuran dewan komisaris, tingkat leverage,
ukuran perusahaan, profitabilitas, Variabel Dependen: Jumlah informasi sosial yang
diungkapkan. variabel ukuran dewan komisaris, dan profitabilitas, memiliki pengaruh
signifikan terhadap jumlah informasi sosial yang diungkapkan oleh perusahaan,
sedangkan tingkat leverage dan ukuran perusahaan, tidak memiliki pengaruh
signifikan terhadap jumlah informasi yang diungkapkan.
Sembiring (2005) melakukan penelitian Karakteristik Perusahaan dan
Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial Pada Perusahaan yang tercatat Di BEJ.
Melakukan penelitian CSR menggunakan Variabel Independen yang terdiri dari size,

Universitas Sumatera Utara

profitabilitas, profil, ukuran dewan komisaris, Variabel Dependen: CSR. Secara
parsial tiga variable, yaitu size, profil, dan ukuran dewan komisaris ditemukan
berpengaruh signifikan terhadap pengungkapan tanggung jawab sosial.
Nurkhin (2009) melakukan penelitian mengenai Corporate Governance dan
Profitabilitas; Pengaruhnya Terhadap Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial
Perusahaan (Studi Empiris Pada Perusahaan Yang Tercatat Di Bursa Efek Indonesia)
menjelaskan pengaruh dari corporate governance (dengan mekanisme kepemilikan
intitusional dan komposisi dewan komisaris independen) dan profitabilitas terhadap
pengungkapan tanggung jawab sosial dengan ukuran perusahaan sebagai variabel
kontrol. Komposisi dewan komisaris dan profitabilitas berpengaruh signifikan
terhadap pengungkapan tanggung jawab social sedangkan kepemilikan institusional,
ukuran perusahaan tidak berpengaruh signifikan terhadap pengungkapan tanggung
jawab sosial.

Universitas Sumatera Utara

Tabel 2.2
Tinjauan Penelitian Terdahulu
No
1.

Judul
Nama
Penelitian
Peneliti
Faktor-Faktor
yang Sitepu
Mempengaruhi
(2009)
Pengungkapan Informasi
Sosial dalam Laporan
Tahunan pada Perusahaan
Manufaktur
yang
Terdaftar di Bursa Efek
Indonesia

Variabel
Penelitian
Variabel Independen:
Ukuran Dewan Komisaris,
Tingkat Leverage, Ukuran
Perusahaan, Profitabilitas.
Variabel Dependen:
Jumlah informasi sosial
yang diungkapkan.

2.

Karakteristik Perusahaan Sembiring Variabel Independen:
Size, Profitabilitas, Profile,
dan
Pengungkapan (2005)
Ukuran Dewan Komisaris.
Tanggung Jawab Sosial:
Studi
Empiris
pada
Perusahaan yang Terdaftar
Variabel Dependen:
CSR.
di Bursa Efek Jakarta

3.

Corporate
Governance Nurkhin
dan
Profitabilitas, (2009)
Pengaruhnya
Terhadap
Pengungkapan Tanggung
Jawab Sosial Perusahaan
pada Perusahaan yang
Tercatat di Bursa Efek
Indonesia

Variabel Independen:
Kepemilikan Institusional,
Komposisi
Dewan
Komisaris, Profitabilitas,
Ukuran Perusahaan, dan
Tipe Industri
Variabel Dependen:
Pengungkapan tanggung
jawab sosial

Hasil
Penelitian
Variabel ukuran dewan
komisaris dan profitabilitas
memiliki
pengaruh
signifikan terhadap jumlah
informasi
sosial
yang
diungkapkan
oleh
perusahaan,
sedangkan
tingkat leverage dan ukuran
perusahaan tidak memiliki
pengaruh
signifikan
terhadap jumlah informasi
yang diungkapkan.
Secara parsial tiga variabel,
yaitu size, profile, dan
ukuran dewan komisaris
ditemukan
berpengaruh
signifikan
terhadap
pengungkapan
tanggung
jawab social perusahaan.
Komposisi
dewan
komisaris dan profitabilitas
berpengaruh
signifikan
terhadap
pengungkapan
tanggung jawab sosial
kepemilikan institusional,
ukuran perusahaan tidak
berpengaruh
signifikan
terhadap
pengungkapan
tanggung jawab sosial.

Sumber: diolah peneliti (2013)
Penelitian terdahulu yang berhubungan dengan pengungkapan tanggung
jawab sosial. Perbedaan skripsi penulis dengan penelitian terdahulu dapat dilihat dari
tiga penelitian sebelumnya. Jika dibandingkan dengan Sitepu (2009) dilihat dari

Universitas Sumatera Utara

variabel independen, penulis menambah dua faktor lagi yaitu kepemilikan
institusional dan kepemilikan manajerial, sedangkan variabel dependennya jumlah
informasi sosial yang diungkapkan. Sedangkan Sembiring (2005) perbedaan variabel
independen terdapat pada size dan profil dan penulis menambah kepemilikan
institusional, kepemilikan manajerial, komite audit, dan ukuran perusahaan. Pada
variabel dependennya tentang tanggung jawab sosial. Perbedaan pada penelitian
Nurkhin (2009), pada variabel independen perbedaan terdapat pada tipe industry yang
dipakai penelitian sebelumnya, sedangkan penulis menambah kepemilikan manajerial
dan komite audit. Variabel dependen sama pengungkapan tanggung jawab sosial.
2.3 Kerangka Konseptual
Menurut Erlina (2008) ”kerangka teoritis adalah suatu model yang
menerangkan bagaimana hubungan suatu teori dengan faktor-faktor penting yang
telah diketahui dalam suatu masalah tertentu”. Kerangka konseptual akan
menghubungkan variabel independen dengan variabel dependen. Begitu juga apabila
ada variabel lain yang menyertai, maka peran variabel tersebut harus dijelaskan.

Universitas Sumatera Utara

H1

Kepemilikan Institusional

(X1)

Dewan Komisaris Independen

(X2)

H2

Kepemilikan Manajerial

(X3)

H3

Komite Audit

(X4)

H4

Profitabilitas

(X5)

H5

Ukuran Perusahaan

(X6)

H6

Pengungkapan
Tanggung Jawab
Sosial
(Y)

H7
Gambar 2.1 Kerangka Konseptual
Dalam penelitian ini yang merupakan variabel independen adalah kepemilikan
institusional, dewan komisaris independen, kepemilikan manajerial, komite audit,
profitabilitas, ukuran perusahaan, dan variabel dependen adalah pengungkapan
tanggung jawab sosial.
Kepemilikan institusional umumnya dapat bertindak sebagai pihak yang
memonitor perusahaan. Menurut Coller dan Gregory dalam Sembiring (2005) ada
hubungan positif antara dewan komisaris independen dengan jumlah pengungkapan
tanggung jawab sosial. Tekanan terhadap manajemen untuk mengungkapkan
tanggung jawab sosial akan bertambah besar dengan semakin banyaknya anggota

Universitas Sumatera Utara

dewan komisaris, akan semakin muda untuk mengendalikan CEO dan monitoring
yang dilakukan akan semakin efektif.
Dalam mekanisme pelaksanaan GCG, kepemilikan manajerial digunakan
sebagai suatu upaya untuk mengurangi konflik agensi atau konflik kepentingan antara
manajer dan pemilik. Dengan kepemilikan manjerial, maka manajemen akan secara
aktif ikut serta dalam pengambilan keputusan. Semakin besar kepemilikan manajerial
didalam

perusahaan

maka

semakin

produktif

tindakan

manajer

dalam

memaksimalkan nilai perusahaan, dengan kata lain biaya kontrak dan pengawasan.
Keberadaan komite audit dapat mempengaruhi pengungkapan yang dilakukan
perusahaan secara signifikan (Ho dan Wong, 2001 dalam Akhtaruddin et.al., 2009).
Komite audit merupakan komite yang bertugas membantu dewan komisaris dalam
melakukan mekanisme pengawasan terhadap manajemen. Menurut Forker (1992)
dalam Said et.al., (2009), komite audit dapat dianggap sebagai alat yang efektif untuk
melakukan mekanisme pengawasan, sehingga dapat mengurangi biaya agensi dan
meningkatkan kualitas pengungkapan informasi perusahaan.
Profitabilitas memberikan keyakinan kepada perusahaan untuk melakukan
pengungkapan sukarela tersebut. Tingkat profitabilitas yang semakin tinggi akan
semakin memotivasi perusahaan untuk mengungkapkan CSR untuk mendapatkan
legitimasi dan nilai positif dari stakeholders. Bahwa profitabilitas merupakan faktor
yang membuat manajemen menjadi bebas dan fleksibel untuk mengungkapkan
pertanggungjawaban sosial kepada pemegang saham. Perusahaan dengan tingkat
profitabilitas yang tinggi akan memberikan keluwesan kepada manajemen untuk

Universitas Sumatera Utara

melaksanakan dan mengungkapkan CSR. Perusahaan dengan tingkat profitabilitas
rendah akan sangat mempertimbangkan pelaksanaan dan pengungkapan CSR, karena
khawatir akan mengganggu operasional perusahaan.
Ukuran perusahaan merupakan variabel yang banyak digunakan untuk
menjelaskan pengungkapan pertanggungjawaban sosial dalam laporan tahunan.
Secara teoritis perusahaan besar tidak akan lepas dari tekanan. Perusahaan yang lebih
besar mempunyai aktivitas operasi yang lebih banyak dan memberikan pengaruh
yang lebih besar terhadap masyarakat, serta mungkin akan memiliki pemegang saham
yang lebih yang akan selalu memperhatikan program sosial yang dibuat perusahaan
sehingga pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan akan semakin luas.
2.4 Hipotesis Penelitian
Menurut Erlina (2008) Hipotesis adalah preposisi yang dirumuskan dengan
maksud untuk diuji secara empiris. Preposisi merupakan ungkapan atau pernyataan
yang dapat dipercaya, disangkal atau diuji kebenarannya mengenai konsep yang
menjelaskan atau memprediksi norma-norma. Berdasarkan uraian teoritis dan
kerangka konseptual diatas, maka hipotesis penelitian yang diajukan dalam penelitian
ini sebagai berikut:
H1: Kepemilikan institusional berpengaruh terhadap pengungkapan tanggung jawab
sosial.
H2: Dewan komisaris independen berpengaruh terhadap pengungkapan tanggung
jawab sosial.

Universitas Sumatera Utara

H3: Kepemilikan manajerial berpengaruh terhadap pengungkapan tanggung jawab
sosial.
H4: Komite audit berpengaruh terhadap pengungkapan tanggung jawab sosial.
H5: Profitabilitas berpengaruh terhadap pengungkapan tanggung jawab sosial.
H6: Ukuran perusahaan berpengaruh terhadap pengungkapan tanggung jawab sosial.
H7: Kepemilikan institusional, dewan komisaris independen, kepemilikan manajerial,
komite audit, profitabilitas, ukuran perusahaan berpengaruh secara simultan
terhadap pengungkapan tanggung jawab sosial.

Universitas Sumatera Utara

Dokumen yang terkait

Pengaruh Profitabilitas Dan Size Perusahaan Terhadap Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial Pada Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia

0 28 102

Pengaruh Good Corporate Governance Dan Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial Terhadap Profitabilitas Pada Perusahaan Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia Periode 2008 - 2012

1 101 101

Pengaruh Good Corporate Governance, Profitabilitas Dan Ukuran Perusahaan Terhadap Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial Pada Perusahaan Perkebunan Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia (2007-2010)

1 46 99

Pengaruh Good Corporate Governance, Profitabilitas, Dan Ukuran Perusahaan Terhadap Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial Pada Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia

0 0 13

Pengaruh Good Corporate Governance, Profitabilitas, Dan Ukuran Perusahaan Terhadap Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial Pada Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia

0 0 2

Pengaruh Good Corporate Governance, Profitabilitas, Dan Ukuran Perusahaan Terhadap Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial Pada Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia

0 0 8

Pengaruh Good Corporate Governance, Profitabilitas, Dan Ukuran Perusahaan Terhadap Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial Pada Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia Chapter III V

0 0 30

Pengaruh Good Corporate Governance, Profitabilitas, Dan Ukuran Perusahaan Terhadap Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial Pada Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia

0 0 3

Pengaruh Good Corporate Governance, Profitabilitas, Dan Ukuran Perusahaan Terhadap Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial Pada Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia

0 0 10

Pengaruh Profitabilitas, Ukuran Perusahaan dan Ukuran Dewan Komisaris terhadap Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan pada Perusahaan Manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia

0 0 13