Perilaku Dewasa Muda Terhadap Pencegahan Hipertensi Di Wilayah Kerja Puskesmas Kartini Kota Pematangsiantar Tahun 2015

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Perilaku
2.1.1 Definisi perilaku
Perilaku adalah suatu kegiatan atau aktivitas organisme atau mahluk hidup
yang bersangkutan. Oleh karena itu dari segi biologis, semua mahluk hidup
mempunyai aktivitas masing-masing. Manusia merupakan salah satu mahluk yang
mempunyai bentangan kegiatan yang paling luas.
Perilaku, sebagai salah satu determinan kesehatan adalah bentuk respon
individu terhadap stimulus. Sedangkan perilaku kesehatan adalah bentuk respon
individu terhadap stimulus yang berupa sakit dan penyakit, makanan dan minuman
lingkungan dan juga pelayanan kesehatan (Notoatmodjo, 2010).
2.1.2 Perilaku Mempengaruhi Derajat Kesehatan Masyarakat
Derajat kesehatan masyarakat di pengaruhi oleh 4 faktor utama yaitu
lingkungan (fisik, sosial, ekonomi, budaya, politik dan sebagainya), perilaku,
pelayanan kesehatan dan keturunan, teori ini dinyatakan oleh Blum (1974). Dalam
praktik kesehatan masyarakat yakni berbagai upaya dan program kesehatan selalu
bersinggungan dengan perilaku. Upaya-upaya pemberantasan penyakit menular dan
tidak menular, perbaikan gizi dan pelayanan kesehatan tanpa pertimbangan aspek
perilaku, niscaya tidak dapat berhasil dengan baik. Hal ini disebabkan semua masalah
kesehatan selalu mempunyai aspek perilaku sebagai faktor risiko.

12

Terjadinya penyakit, baik penyakit menular maupun penyakit tidak menular,
terjadinya masalah pencemaran lingkungan, terjadinya masalah kekurangan dan
kelebihan gizi dan sebagainya, perilaku mempunyai pengaruh yang besar terhadap
masalah tersebut. Misalnya terjadinya penyakit demam berdarah disebabkan orang
tidak mau melakukan 3 M (mengubur, menguras dan menutup) tempat-tempat
penampungan air. Terjadinya kematian bayi dan balita karena diare, ISPA, TBC dan
sebagainya karena masyarakat tidak mau memanfaatkan sarana dan prasarana
kesehatan yang tersedia, antara lain imunisasi. Terjadinya penyakit jantung koroner
dapat terjadi karena perilaku makan, kurang oleh raga dan sebagainya.
Skiner (1938) merumuskan perilaku merupakan respon seseorang terhadap
stimulus (rangsangan dari luar), sehingga perilaku manusia terjadi melalui proses
stimulus, organisme dan respon. Jadi perilaku kesehatan adalah respon seseorang
terhadap stimulus atau objek yang berkaitan dengan sehat-sakit, penyakit, dan faktorfaktor yang mempengaruhi sehat-sakit seperti lingkungan, makanan minuman dan
pelayanan kesehatan. Perilaku kesehatan tersebut dapat diamati secara langsung
maupun tidak dapat diamati.
Perilaku kesehatan dapat dikelompokkan menjadi 2 perilaku.

Pertama


perilaku seseorang agar tetap sehat dan meningkat yang disebut dengan perilaku
sehat, yang mencakup perilaku-perilaku dalam mencegah dan menghindari penyakit
dan penyebab penyakit atau masalah atau penyebab masalah kesehatan (perilaku
preventif) dan perilaku dalam mengupayakan meningkatnya kesehatan (perilaku
promotif). Contohnya makan dengan gizi seimbang, olah raga teratur, tidak merokok

dan minum minuman keras, menghindari gigitan nyamuk, menggosok gigi setelah
makan dan sebagainya. Kedua perilaku orang yang sakit atau telah terkena masalah
kesehatan untuk memperoleh penyembuhan atau pemecahan masalah kesehatannya
yang disebut dengan perilaku pencarian pelayanan kesehatan. Perilaku ini mencakup
tindakan-tindakan seseorang bila sakit atau terkena masalah kesehatan untuk
memperoleh kesembuhan atau terlepasnya dari masalah kesehatan tersebut. Tempat
pencarian kesembuhan ini adalah tempat atau fasilitas pelayanan kesehatan baik
tradisional maupun modern.
Becker (1979) mengklasifikasikan perilaku kesehatan menjadi 3 yaitu
perilaku sehat, perilaku sakit dan perilaku peran orang sakit. Perilaku sehat adalah
perilaku-perilaku

atau


kegiatan-kegiatan

yang

berkaitan

dengan

upaya

mempertahankan dan meningkatkan kesehatan. Perilaku sakit adalah berkaitan
dengan kegiatan atau tindakan seseorang yang terkena sakit atau masalah kesehatan
atau keluarganya, untuk mencari penyembuhan atau teratasinya masalah kesehatan.
Pada saat orang sakit atau anggota keluarga

sakit, ada beberapa tindakan atau

perilaku yang muncul yaitu didiamkan saja, mengambil tindakan dengan melakukan
pengobatan sendiri dan mencari pengobatan atau penyembuhan keluar yakni ke

fasilitas kesehatan baik tradisional maupun modern. Perilaku peran orang sakit adalah
hak dan kewajiban orang yang sedang sakit antara lain tindakan untuk memperoleh
kesembuhan, tidakan untuk mengenal dan mengetahui fasilitas kesehatan, mematuhi
nasihat dokter dan perawat, tidak melakukan sesuatu yang dapat merugikan

kesembuhannya dan melakukan kewajiban agar tidak terjadi kekambuhan
penyakitnya (Notoatmodjo, 2010).
2.1.3 Ranah Perilaku
Perilaku dibedakan antara perilaku tertutup dan perilaku terbuka, tetapi
sebenarnya perilaku merupakan totalitas yang terjadi yang terjadi pada orang
bersangkutan. Perilaku adalah keseluruhan pemahaman dan aktivitas seseorang yang
merupakan hasil kerjasama antara faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal
adalah faktor dari dalam diri orang yang bersangkuatan dapat berupa perhatian,
motivasi, persepsi, intelegensi dan sebagainya. Faktor eksternal merupakan faktor
yang berasal dari luar diri orang yang bersangkuatan seperti lingkungan, budaya,
politik, ekonomi dan sebagainya.
Perilaku seseorang sangat kompleks dan mempunyai bentangan yang sangat
luas. Benyamin Blum membedakan adanya 3 ranah perilaku yakni kognitif, afektif
dan psikomotor. Kemudian dikembangkan lagi menjadi 3 tingkat ranah perilaku yaitu
pengetahuan, sikap dan tindakan.

a. Pengetahuan
Pengetahuan adalah hasil pengindraan manusia, atau hasil tahu seseorang terhadap
objek melalui indra yang dimilikinya. Ketika pengindraan berlangsung akan
menghasilkan pengetahuan, yang sangat dipengaruhi oleh intensitas perhatian dan
persepsi terhadap objek. Secara garis besar dibagi dalam 6 tingkat pengetahuan
yakni:

a. Tahu
Tahu diartikan hanya sebagai mengingat kembali memori yang telah ada
sebelumnya setelah mengamati sesuatu. Misalnya tahu bahwa tomat banyak
mengandung vitamin C, jamban adalah tempat membuang air besar dan
sebagainya. Untuk mengetahui atau mengukur bahwa orang tahu sesuatu dapat
menggunakan pertanyaan-pertanyaan misalnya apa tanda-tanda anak kurang
gizi, apa penyebab penyakit TBC dan sebagainya.
b. Memahami
Memahami suatu onjek bukan sekadar tahu terhadap objek tersebut, tidak
sekadar

dapat


menyebutkan,

tetapi

orang

tersebut

harus

dapat

menginterpretasikan dengan benar tentang objek yang diketahui tersebut.
Misalnya orang yang memahami cara

pemberantasan penyakit demam

berdarah, bukan sekadar menyebutkan 3M (mengubur, menutup dan
menguras), tetapi harus dapat menjelaskan mengapa harus mengubur, menutup
dan menguras tempat-tempat penampungan air tersebut.

c. Aplikasi
Aplikasi diartikan apabila seseorang telah memahami objek yang dimaksud
dapat menggunakan atau mengaplikasikan prinsip yang diketahui tersebut pada
situasi yang lain. Misalnya seseorang yang telah paham tentang proses
perencanaan, maka harus dapat membuat perencanaan program kesehatan di
tempat ia bekerja.

d. Analisis
Analisis adalah kemampuan seseorang untuk menjabarkan dan atau
memisahkan, kemudian mencari hubungan antara komponen-komponen yang
terdapat dalam suatu masalah atau objek yang diketahui. Indikasi bahwa
pengetahuan seseorang telah sampai pada tingkat analisis adalah apabila orang
tersebut telah dapat membedakan atau memisahkan, mengelompokkan,
membuat diagram terhadap pengetahuan atau objek tersebut.
e. Sintesis
Sistesis menunjukkan suatu kemampuan seseorang untuk merangkum atau
meletakkan dalam suatu hubungan yang logis dari komponen-komponen
pengetahuan yang dimilikinya. Dengan kata lain sintesis adalah kemampuan
untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang telah ada.
f. Evaluasi

Evaluasi berkaitan dengan kemampuan seseorang untuk melakukan penilaian
terhadap suatu objek tertentu. Penilaian ini dengan sendirinya didasarkan pada
suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau norma-norma yang berlaku di
masyarakat. Misalnya seorang ibu dapat menilai atau menentukan seorang
anak menderita malnutrisi atau tidak (Notoatmodjo, 2010).
b. Sikap
Sikap adalah juga respons tertutup seseorang terhadap stimulus atau objek tertentu,
yang sudah melibatkan faktor pendapat atau emosi yang bersangkuatan (senang
tidak senang, setuju tidak setuju, baik tidak baik dan sebagainya. Campell (1950)

18

mendefenisikan bahwa sikap itu suatu sindrom atau kumpulan gejala dalam
merespon stimulus atau objek. Sikap melibatkan pikiran, perasaan, perhatian dan
gejala kejiwaan lainnya.
Newcomb, ahli psikologi sosial menyatakan bahwa sikap merupakan kesiapan atau
kesediaan untuk bertindak dan bukan merupakan pelaksanaan motif tertentu.
Fungsi sikap belum merupakan tindakan atau reaksi terbuka, akan tetapi
merupakan predisposisi perilaku (tindakan) atau reaksi tertutup.


STIMULUS
(rangsangan
)

PROSES
STIMULUS

REAKSI
TERBUKA
(tindakan)

REAKSI
TERTUTUP
(pengetahuan
dan sikap)

Gambar 2.1 Hubungan Pengetahuan, Sikap dan Tindakan
Komponen pokok sikap menurut Allport (1954) terdiri dari 3 komponen
pokok yaitu :
1. Kepercayaan atau keyakinan, ide dan konsep terhadap objek, artinya bagaimana

keyakinan, pendapat atau pemikiran seseorang terhadap objek.
2. Kehidupan emosional atau evaluasi orang terhadap objek, artinya bagaimana
penilaian yang terkandung dalam faktor emosi orang tersebut terhadap objek.

3. Kecenderungan untuk bertindak, aritnya sikap adalah komponen yang mendahului
tindakan atau perilaku terbuka.
Sikap mempunyai tingkat-tingkat berdasarkan intensitasnya yaitu:
1. Menerima
Menerima diartikan bahwa orang atau subjek mau menerima stimulus yang
diberikan oleh objek. Misalnya sikap seseorang terhadap pemeriksaan kehamilan
dapat dilihat dari kehadiran ibu untuk mendengarkan penyuluhan tentang
pemeriksaan kehamilan di lingkungannya.
2. Menanggapi
Menanggapi diartikan memberikan jawaban atau tanggapan terhadap pertanyaan
atau objek yang dihadapi. Misalnya seorang ibu yang ikut dalam penyuluhan ante
natal care ditanya tentang penyuluhan atau diminta tanggapannya kemudian ibu
tersebut menjawab atau menanggapinya.
3. Menghargai
Menghargai diartikan seseorang dengan memberikan nilai yang positif terhadap
objek atau stimulus, dalam arti membahasnya dengan orang lain, bahkan

mengajak atau mempengaruhi atau menganjurkan orang lain untuk merespon.
Misalnya pada ibu hamil mendiskusikan tentang ante natal care pada suaminya
bahkan mengajak suaminya atau mengajak tetangga mendengar penyuluhan ante
natal care.

4. Bertanggung jawab
Sikap yang paling tinggi tingkatnya adalah bertanggung jawab terhadap apa yang
telah diyakininya. Seseorang yang telah mengambil sikap tertentu berdasarkan
keyakinannya, orang tersebut harus berani mengambil risiko bila ada orang yang
mencemoohnya atau ada risiko lain. Misalnya seorang ibu yang telah mengikuti
penyuluhan ante natal care harus berani mengorbankan waktunya, mungkin
kehilangan penghasilannya atau di tegor oleh mertua karena meninggalkan rumah
(Notoatmodjo, 2010)
c. Tindakan atau praktik
Sikap adalah kecenderungan untuk bertindak. Sikap belum tentu terwujud dalam
tindakan, sebab untuk terwujudnya tindakan perlu faktor lain seperti adanya
fasilitas atau sarana prasarana. Seorang ibu hamil sudah tahu bahwa periksa
kehamilan itu penting untuk kesehatannya dan janinnya dan sudah ada niat untuk
periksa kehamilan. Agar sikap itu meningkat menjadi tindakan maka diperlukan
adanya bidan, posyandu dan puskesmas. Apabila fasilitas tersebut tidak ada
kemungkinan ibu tersebut tidak akan memeriksakan kehamilannya.
Praktik atau tindakan ini dapat dibedakan menjadi 3 tingkatan menurut
kualitasnya yaitu :
1. Praktik terpimpin
Apabila seseorang sudah melakukan sesuatu tetapi masih tergantung pada
tuntunan atau menggunakan panduan. Misalnya seorang ibu memeriksakan
kehamilannya tetapi masih menunggu diingatkan oleh bidan atau tetangga.

2. Praktik secara mekanisme
Apabila seseorang telah melakukan atau mempraktikkan sesuatu hal secara
otomatis maka hal tersebut disebut praktik atau tindakan mekanis. Misalnya
seorang ibu selalu membawa anaknya ke posyandu untuk ditimbang tanpa harus
menunggu perintah dari kader.
3. Adopsi
Adopsi adalah suatu tindakan atau praktik yang sudah berkembang. Artinya apa
yang dilakukan tidak sekadar rutinitas atau mekanisme saja tetapi sudah
dilakukan modifikasi atau tindakan yang berkualitas. Misalnya menggosok gigi
tidak hanya sekadar menggosok gigi tetapi juga dengan teknik-teknik yang benar
(Notoatmodjo, 2010).
Rosenstock (1997) mengemukakan Health Belief Model atau model
kepercayaan kesehatan. Model perilaku ini didasarkan pada 3 faktor esensisal yaitu:
a. Kesiapan individu untuk merubah perilaku dalam rangka menghindari suatu
penyakit atau memperkecil risiko kesehatan
b. Adanya dorongan dalam lingkungan individu
c. Perilaku itu sendiri.
Ketiga faktor diatas dipengaruhi oleh faktor-faktor lain yang berhubungan
dengan kepribadian dan lingkungan individu,serta pengalaman yang berhubungan
dengan sarana dan prasarana kesehatan. Aspek-aspek pokok perilaku menurut
Rosenstock adalah :

a. Ancaman
Persepsi tentang kerentanan diri terhadap penyakit (kesediaan menerima diagnosa
penyakit) dan persepsi tentang keparahan penyakit atau kondisi kesehatannya.
b. Harapan
Persepsi tentang keuntungan suatu tindakan dan persepsi tentang hambatanhambatan untuk melakukan tindakan itu
c. Pencetus tindakan
Pencetus tindakan dapat berupa media, pengaruh orang lain dan hal-hal yang
mengingatkan.
d. Faktor sosio-demografi seperti pendidikan,umur, jenis kelamin, suku.
e. Penilaian diri
Persepsi tentang kesanggupan diri untuk melakukan tindakan tersebut (Jones,
2000).

2.2 Hipertensi
2.2.1 Definisi Hipertensi
Hipertensi menurut WHO (2011) adalah peningkatan tekanan darah sistolik
sama atau lebih besar dari 140 mmHg dan atau tekanan diastolik sama atau lebih
besar dari 90 mmHg. Hipertensi adalah tekanan darah yang kuat dan konstan
memompa darah melalui pembuluh darah. Hipertensi sering kali dijumpai tanpa
gejala, relatif mudah diobati dan sering menimbulkan komplikasi stroke, kelemahan
jantung, penyakit jantung koroner dan gangguan ginjal (Palmer, 2007). Peningkatan

tekanan darah akan memberi gejala yang lebih lanjut ke organ terget seperti stroke
(untuk otak), penyakit jantung koroner (untuk pembuluh darah jantung), gagal ginjal
(untuk ginjal) dan organ lainnya. Hipertensi menyerang organ target di otak yang
berupa stroke. Hipertensi menjadi penyebab utama stroke yang membawa kematian
tinggi (bustan, 2007). WHO (2011) menyatakan tekanan darah normal adalah kurang
dari atau 120 mmHg tekanan sistolik dan kurang dari atau 80 mmHg tekanan
diastolik.
World Health Organization-International Society of Hypertension (WHOISH) mengklasifikasikan hipertensi dalam The Eight Report of the Joint Natinal
Commite on Detection, Evaluation and Treatment of High Blood Presure (JNC VIII)
yaitu:
Tabel 2.1 Klasifikasi Hipertensi untuk Usia
Kategori

18 Tahun

Normal

Tekanan sistolik
(mmHg)
< 120

Tekanan diastolik
(mmHg)
Dan < 80

Prehipertensi

120 – 139

Atau 80 – 89

Sedang

140 – 159

Atau 90 – 99

Berat

> 160

Atau > 100

2.2.2 Jenis Hipertensi
Jenis hipertensi adalah :
a. Hipertensi primer (Hipertensi esensial)
Hipertensi primer atau hipertensi esensial adalah suatu peningkatan tekanan
arteri yang dihasilkan oleh ketidakteraturan mekanisme kontrol homeostatik normal

tanpa penyebab sekunder yang jelas. Hipertensi esensial meliputi lebih kurang 95%
dari seluruh penderita hipertensi dan 5% sisanya disebabkan oleh hipertensi sekunder.
Hipertensi esensial dipengaruhi oleh faktor umur, jenis kelamin, ras, faktor genetik
serta faktor lingkungan yang meliputi obesitas, stres, konsumsi garam berlebih dan
sebagainya.
b. Hipertensi sekunder (Hipertensi non esensial)
Hipertensi sekunder atau hipertensi non esensial adalah hipertensi yang
diketahui penyebabnya. Hipertensi sekunder meliputi kurang lebih 5% dari total
penderita hipertensi. Timbulnya hipertensi sekunder sebagai akibat dari suatu
penyakit, kondisi atau kebiasaan seseorang. Contohnya kelainan yang menyebabkan
hipertensi sekunder adalah sebagai hasil dari salah satu atau kombinasi hal-hal
berikut:
1. Akibat stres yang parah
2. Penyakit atau gangguan ginjal
3. Kehamilan atau pemakaian hormon pencegah kehamilan
4. Pemakaian obat-obatan seperti heroin, kokain dan sebagainya
5. Cidera di kepala atau pendarahan otak yang berat
6. Tumor atau sebagai reaksi dari pembedahan (Astawan, 2009).

2.2.3 Patofisiologi
Patofisiologi hipertensi adalah:

Jumlah
nefron
berkurang

Asupan
garam
berlebih

Retesi
natrium
ginjal

Volume
cairan
meningkat

Preload

Stres

Penurunan
permukaan
filtrasi

Aktivitas
berlebih
saraf

Perubahan
genesitas

Rennin
angiotensin
berlebih

Obesitas

Perubahan
membrane
sel

Kontriksi
vena

kontraktifitas

Kontriksi
fungsional

Hipertropi
fungsional

Tekanan darah = Curah jantung x Tekanan Perifer
Hipertensi = Peningkatan Cl dan/atau peningkatan TP

Gambar 2.1 Patofisiologi Hipertensi (Price, 2005)

Bahan-bahan
yang berasal
dari endotel

Hiperin
sulinia

2.2.4 Manifestasi Klinis
Gejala-gejala hipertensi biasanya dirasakan oleh penderita hipertensi pada
tekanan darah lebih dari 140/90 mmHg. Gejala-gejala kerusakan organ yang
dirasakan oleh penderita hipertensi adalah :
a. Otak dan mata
Gejala yang dirasakan untuk organ otak dan mata yaitu:
1. Sakit kepala
2. Vertigo
3. Gangguan penglihatan
4. Penurunan sensoris dan motorik
5. Transient ischemic attack
b. Jantung
Gejala yang dirasakan untuk organ jantung adalah:
1. Nyeri dada
2. Sesak
3. Kaki bengkak
c. Ginjal
Gejala yang dirasakan untuk organ ginjal adalah:
1. Rasa haus berlebih
2. Banyak buang air kecil
3. Buang air kecil malam hari
4. Buang air kecil berdarah.

d. Arteri perifer
Gejala yang dirasakan untuk arteri perifer adalah:
1. Alat gerak seperti tangan dan kaki dingin
2. Klaudikasio interminten (Price, 2005)
2.2.5 Komplikasi
Komplikasi yang dapat timbul ketika hipertensi tidak ditangani dengan baik
adalah :
a. Stroke
Stroke dapat timbul akibat perdarahan tekanan tinggi di atau akibat embolus yang
terlepas dari pembuluh darah non otak yang terpajan tekanan tinggi.
b. Infark miokardium
Apabila arteri koroner yang aterosklerotik tidak dapat menyuplai oksigen yang
cukup ke miokardium atau apabila terbentuk trombus yang menghambat aliran
darah melalui pembuluh tersebut.
c. Gagal ginjal
Kerusakan progresif akibat tekanan tinggi pada kapiler-kepiler ginjal, glomerolus.
d. Ensepalopati (kerusakan otak)
Tekanan yang sangat tinggi dapat menyebabkan peningkatan

kapiler dan

dorongan cairan ke dalam ruang interstisium di susunan saraf pusat.
e. Retinopati
Terjadinya penururan fungsi mata yang disebabkan perdarahan retina yang dapat
menyebabkan kebutaan (Price, 2005).

2.2.6 Penatalaksanaan
Pengelolaan hipertensi bertujuan untuk mencegah morbiditas dan mortalitas
akibat komplikasi kardiovaskuler yang berhubungan dengan pencapaian dan
pemeliharaan tekanan darah di bawah 140/90 mmHg.
Prinsip pengelolaan penyakit hipertensi meliputi:
a. Terapi tanpa obat
Terapi tanpa obat dilakukan untuk hipertensi ringan dan sebagai tindakan suportif
pada hipertesi sedang dan berat. Terapi tanpa obat meliputi:
1. Diet
Diet yang dianjurkan untuk penderita hipertensi adalah:
a) Kurangi konsumsi garam secara moderat dari 10 gram perhari menjadi 5
gram perhari
b) Diet rendah kolesterol dan rendah asam lemak jenuh
c) Penurunan berat badan.
2. Menghentikan merokok
3. Mengurangi minum minuman beralkohol dan kafein
4. Menghindari stres
5. Diet tinggi kalium
6. Makan dengan jumlah kalori tidak berlebihan
b. Terapi dengan obat
Pengobatan hipertensi tidak hanya menurunkan tekanan darah saja tetapi juga
mengurangi dan mencegah komplikasi akibat hipertensi agar penderita dapat

bertambah kuat. Pengobatan hipertensi umumnya perlu dilakukan seumur hidup
penderita. Pengobatan standar yang diajukan oleh Komite Dokter Ahli Hipertensi,
menyimpulkan bahwa obat diuretika, penyekat beta, antagonis kalsium atau
penghambat ACE dapat digunakan sebagai obat tunggal pertama dengan
memperhatikan keadaan penderita dan penyakit lain yang ada pada penderita
(JNC, 2013).
2.2.7 Epidemiologi Hipertensi
Distribusi dan frekuensi hipertensi
a. Orang
Hipertensi lebih sering terjadi pada pria usia 31 tahun ke atas sedangkan pada
wanita terjadi pada usia 45 tahun (setelah menopause). Di jawa barat prevalensi
hipertensi pada laki-laki sekitar 23,1% sedangkan pada wanita sekitar 6,5%. Pada
usia 50-59 tahun prevalensi hipertensi pada laki-laki sekitar 53,8% sedangkan pada
wanita sekitar 29% dan pada usia lebih dari 60 tahun prevalensi hipertensi sekitar
64,5% (Suryati, 2005).
Hasil Riset Kesehatan Dasar tahun 2013 menunjukkan prevalensi hipertensi
pada penduduk umur 18 tahun keatas secara nasional mencapai 25,8%. Berdasarkan
kelompok umur paling tinggi terdapat pada kelompok umur 75 tahun ke atas yaitu
63,8%, di ikuti umur 65-74

tahun sebesar 57,6%. Berdasarkan jenis kelamin

prevalensi hipertensi pada laki-laki sebesar 22,8% dan pada perempuan sebesar
28,8%.

Menurut Bustan (2007), berdasarkan suku dan ras bahwa orang hitam di
Amerika mempunyai prognosis yang lebih jelek dibandingkan dengan orang berkulit
putih.
b. Tempat
Hasil pengkuran tekanan darah yang diperoleh dari Riskesdas (2007) menurut
provinsi, prevalensi hipertensi tertinggi di Kalimantan Selatan (39,6%) dan terendah
Papua Barat (20,1%). Provinsi Jawa Timur (37,4%), Bangka Belitung (37,2%),
Sulawesi Tengah (36,6%), DI Yokyakarta (35,8%), Sulawesi Barat (33,9%),
Kalimantan Tengah (33,6%) dan Nusa Tenggara Barat (32,4%), merupakan proinsi
yang mempunyai prevalensi hipertensi lebih tnggi dari angka nasional (31,7%).
Berdasarkan Riskesdas (2013), prevalensi hipertensi di Indonesia adalah
25,5%,

prevalensi mengalami penurunan dari tanun 2007. Provinsi yang paling

tinggi adalah Bangka Belitung (30,9%), diikuti Kalimatan Selatan (30,8%),
Kalimantan Timur (29,6%), Jawa Barat (29,4%) dan prevalensi yang paling kecil
adalah Papua (16,8%).
c. Waktu
Penderita hipertensi berdasarkan waktu berbeda setiap tahunnya. Studi
morbiditas Survei Kesehatan Rumah Tanggga (SKRT, 2001), menunjukkan bahwa
prevalensi hipertensi mengalami peningkatan dari 96 per 1000 penduduk pada tahun
1995, naik menjadi 110 per 1000 penduduk tahun 2001. Berdasarkan laporan
Riskesdas 2007 prevalensi hipertensi di Indonesia 31,7 % dari total penduduk
dewasa, sedangkan tahun 2013 mengalami penurunan menjadi 25,8%.

2.2.8 Faktor Risiko Hipertensi
a. Faktor yang tidak dapat diubah/dikontrol
1. Umur
Hipertensi erat kaitannya dengan umur, semakin tua seseorang semakin besar
resiko terkena hipertensi. Umur lebih dari 40 tahun mempunyai resiko terkena
hipertensi, dengan bertambahnya usia resiko terkena hipertensi lebih besar sehingga
prevalesi hipertensi dikalangan usia lanjut lebih tinggi yaitu umur diatas 75 tahun
63,8% diikuti usia 65-74 tahun (57,6%), usia 55-64 tahun (45,9%) (Riskesdas, 2013)
2. Jenis kelamin
Bila ditinjau dari perbandingan antara wanita dan pria, ternyata terdapat angka
yang cukup bervariasi. Penelitian yang dilakukan oleh Sugiri di Jawa Tengah
diperoleh angka prevalensi 6,0% untuk pria dan 11,6% untuk wanita. Prevalensi di
Sumatera Barat 18,6% untuk pria dan 17,4% perempuan, sedangkan daerah perkotaan
di Jakarta diperoleh 14,6% pria dan 13,7% wanita. Pria lebih banyak menderita
hipertensi dibandingkan wanita karena adanya hormon estrogen pada wanita
(Marliani, 2007).
3. Riwayat keluarga
Orang-orang dengan sejarah keluarga yang mempunyai hipertensi lebih sering
menderita hipertensi. Riwayat keluarga dekat yang menderita hipertensi juga
mempertinggi risiko terkena hipertensi jantung meningkatkan resiko hipertensi
terutama pada hipertensi primer (Nurkhalida, 2003). Keluarga yang memiliki
hipertensi dan penyakit 2-5 kali lipat. Jika seorang dari orangtua kita menderita

hipertensi, maka seumur hidup kita mempunyai 25% kemungkinan mendapatkannya
pula. Jika kedua orang tua kita menderita hipertensi, kemungkinan kita menderita
hipertensi 60% (Sheps, 2005).
b. Faktor yang dapat diubah/dikontrol
1. Konsumsi garam
Garam merupakan hal yang sangat penting pada mekanisme timbulnya
hipertensi. Pengaruh asupan garam terhadap hipertensi melalui peningkatan volume
plasma (cairan tubuh) dan tekanan darah. Keadaan ini akan diikuti oleh peningkatan
ekskresi kelebihan garam sehingga kembali pada keadaan hemodinamik yang normal
(Sheps, 2005). Hipertensi hampir tidak pernah ditemukan pada suku bangsa dengan
asupan garam minimal. Asupan garam kurang dari 3 gram per hari menyebabkan
prevalensi hipertensi rendah, sedangkan apabila asupan garam antara 5-15 gram
perhari, prevalensi hipertensi menngkat menjadi 15-20%. Konsumsi garam yang
dianjurkan tidak lebih dari 6 gram perhari setara dengan 110 mmol natrium atau 2400
mg/hari (Hull, 1996).
2. Konsumsi lemak jenuh
Kebiasaan konsumsi lemak jenuh erat kaitannya dengan peningkatan berat
badan yang berisiko terjadinya hipertensi. Konsumsi lemak jenuh juga meningkatkan
risiko aterosklerosis yang berkaitan dengan kenaikan tekanan darah. Penurunan
konsumsi lemak jenuh, terutama lemak dalam makanan yang bersumber dari hewan
dan peningkatan konsumsi lemak tak jenuh secukupnya yang berasal dari minyak

sayuran, biji-bijian dan makanan lain yang bersumber dari tanaman dapat
menurunkan tekanan darah (Sheps, 2005).
3. Penggunaan jelantah
Jelantah adalah minyak goreng yang sudah lebih dari satu kali pemakaian
untuk menggoreng dan minyak goreng ini merupakan minyak yang telah rusak.
Bahan dasar minyak goreng bisa bermacam-macam seperti kelapa, sawit, kedelai,
jagung dan lain-lain. Meskipun beragam, secara kimia isi kandungannya sebetulnya
tidak jauh berbeda, yakni terdiri dari beraneka asam lemak jenuh dan asam lemak
tidak jenuh. Dianjurkan untuk membatasi penggunaan minyak goreng terutama
jelantah karena akan meningkatkan pembentukan kolesterol yang berlebihan yang
dapat menyebabkan aterosklerosis dan hal ini dapat memicu terjadinya penyakit
tertentu, seperti penyakit jantung, hipertensi dan lain-lain (Hull, 1996).
4. Kebiasaan minum minuman beralkohol
Alkohol juga dihubungkan dengan hipertensi. Peminum alkohol berat
cenderung hipertensi meskipun mekanisme timbulnya hipertensi belum diketahui
secara pasti. Orang-orang yang minum alkohol terlalu sering atau terlalu banyak
memiliki tekanan yang lebih tinggi dari pada individu yang tidak minum atau minum
sedikit (Hull, 1996). Mekanisme peningkatan tekanan darah akibat alkohol masih
belum jelas. Namun diduga, peningkatan kadar kortisol dan peningkatan volume sel
darah merah serta kekentalan darah merah berperan dalam meingkatkan tekanan
darah. Diperkirakan konsumsi alkohol berlebihan menjadi penyebab sekitar 5-20%

dari semua kasus hipertensi. Mengkonsumsi 3 gelas atau lebih minuman beralkohol
setiap hari meningkatkan risiko menderita hipertensi sebesar 2 kali.
5. Obesitas
Obesitas atau kegemukan dimana berat badan mencapai indeks massa tubuh
lebih dari 25 (berat badan (kg) di bagi kuadrat tinggi badan (m)) juga merupakan
salah satu faktor risiko terhadap timbulnya hipertensi. Obesitas merupakan ciri dari
populasi penderita hipertensi. Curah jantung dan sirkulasi volume darah penderita
hipertensi yang obesitas lebih tinggi dari penderita hipertensi yang tidak obesitas.
Pada obesitas tahanan perifer berkurang atau normal, sedangkan aktivitas saraf
simpatis meninggi dengan aktivitas renin plasma yang rendah. Melalui olah raga yang
isotonik dan teratur (aktivitas fisik aerobik 30-60 menit/hari) dapat menurunkan
tekanan darah. Obesitas erat kaitannya dengan makan makanan tinggi lemak.
Alison Hull menyatakan dalam penelitiannya adanya hubungan antara berat
berat badan dan hipertensi. Bila berat bedan meningkat diatas berat badan ideal maka
resiko hipertensi juga meningkat. Penyelidikan epidemiologi juga membuktkan
bahwa obesitas merupakan ciri khas populasi penderita hipertensi, dibuktikan juga
bahwa faktor ini mempunyai kaitan yang erat dengan timbulnya hipertensi
dikemudian hari. Risiko relatif untuk penderita hipertensi pada obesitas 5 kali lebih
tinggi dibandingkan dengan seseorang yang berat badannya normal. Pada penderita
hipretensi ditemukan sekitar 20-30% memiliki berat badan lebih.

6. Olah raga
Olah raga banyak dihubungkan dengan pengelolaan hipertensi, karena olah
raga isotonik dan teratur dapat menurunkan tahanan perifer yang akan menurunkan
tekanan darah. Kurang melakukan olah raga akan meningkatkan kemungkinan
timbulnya obesitas jika asupan garam juga bertambah akan memudahkan timbulnya
hipertensi. Kurangnya aktivitas fisik meningkatkan risiko hipertensi karen
meningkatkan risiko kelebihan berat badan. Orang tidak aktif juga cenderung
mempunyai frekuensi denyut jantung lebih tinggi sehingga otot jantungnya harus
bekerja lebih keras pada setiap kontraksi. Makin keras dan sering otot jantung harus
memompa, makin besar tekanan yang dibebankan pada arteri (Sheps, 2005).
7. Stres
Hubungan antara stren dengan hipertensi diduga melalui aktivitas saraf
simpatis, yang dapat meningkatkan tekanan darah secara bertahap. Apabila stres
menjadi berkepanjangan dapat berakibat tekanan darah menjadi tetap tinggi
(Nurkhalida, 2003). Menurut Smet, stres adalah yang kita rasakan saat tuntutan
emosi, fisik atau lingkungan tidak mudah diatasi atau melebihi daya dan kemampuan
kita untuk mengatasinya dengan efektif. Namun harus dipahami bahwa stres bukanlah
pengaruh-pengaruh yang datang dari luar. Apabila stres berlangsung lama dapat
mengakibatkan peninggian tekanan darah yang menetap. Stres dapat meningkatkan
tekanan darah sementara waktu dan bila stres sudah hilang tekanan darah bisa
normalkembali. Peristiwa mendadak menyebabkan stres dapat meningkatkan tekanan
darah.

8. Penggunaan Estrogen
Hipertensi lebih banyak pada pria bila terjadi pada usia dewasa muda, tetapi
lebih banyak menyerang wanita setelah umur 55 tahun, sekitar 60% penderita
hipertensi adalah wanita. Hal ini sering dikaitkan dengan perubahan hormon ertogen
setelah menopause (Marliani, 2007). Peran hormon estrogen adalah meningkatkan
kadar HDL yang merupakan faktor pelindung pembuluh darah dari kerusakan.
Umumnya, proses ini dimulai pada wanita umur 45-55 tahun (Kumar, 2005).
Hipertensi timbul akibat interaksi berbagai faktor sehingga dari seluruh faktor
yang disebutkan di atas, faktor yang paling berperan terhadap timbulnya hipertensi
tidak dapat diketahui dengan pasti, oleh karean itu pencegahan hipertensi antara lain
dapat dilakukan dengan mejaga perilaku hidup sehat.

2.3 Pencegahan Hipertensi
2.3.1 Pencegahan Primer
Pencegahan primer hipertensi adalah pencegahan yang dilakukan terhadap
seseorang / masyarakat yang belum menderita hipertensi. Sasaran pencegahan primer
hipertensi adalah orang yang masih sehat dengan tujuan agar seseorang / masyarakat
tersebut terhindar dari hipertensi.
Pencegahan primer hipertensi adalah:
a. Mengurangi / menghindari setiap perilaku yang memperbesar faktor risiko yaitu:
1. Menurunkan berat badan sampai ke tingkat ideal bagi yang kelebihan berat
badan dan kegemukan.

2. Menghindari minuman yang mengandung alkohol.
3. Menurangi atau membatasi asupan natrium atau garam.
4. Menghindari rokok
5. Mengurangi atau menghindari makan yang mengandung lemak jenuh dan
kolesterol tinggi
b. Peningkatan ketahanan fisik dan perbaikan status gizi yaitu:
1. Melakukan olah raga secara teratur dan terkontrol seperti senam aerobik, jalan
kaki, berlari, bersepeda, berenang dan lain-lain.
2. Diet rendah lemak dan meningkatkan konsumsi buah-buahan / sayuran.
3. Mengendalikan stres dan emosi.
2.3.2 Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder hipertensi adalah pencegahan yang dilakukan terhadap
seseorang yang memiliki faktor risiko terkena hipertensi. Sasaran pencegahan
sekunder hipertensi adalah orang yang baru terkena penyakit hipertensi melalui
diagnosis dini serta pengobatan yang tepat dengan tujuan menghindari proses
penyakit lebih lanjut dan mencegah komplikasi. Pencegahan bagi yang menderita
atau terancam menderita hipertensi adalah:
a. Pemeriksaan berkala
1. Pemeriksaan atau pengukuran tekanan darah secara berkala merupakan cara
untuk mengetahui apakah seseorang menderita hipertensi atau tidak.
2. Mengontrol tekanan darah secara teratur sehingga tekanan darah dapat stabil
dan senormal mungkin dengan atau tanpa obat-obatan.

b. Pengobatan dan perawatan
Penderita hipertensi yang tidak medapatkan pengobatan atau perawatan yang
tepat dapat mengakibatkan dampak yang buruk, pengobatan tepat waktu sangat
diperlukan sehingga penyakit hipertensi dapat dikendalikan seperti:
1. Menjaga agar tidak terjadi komplikasi akibat hiperkholesterolemia, diabetes
melitus dan lain-lain.
2. Menurunkan tekanan darah ke tingkat yang normal sehingga kualitas hidup
penderita tidak menurun.
3. Memulihkan kerusakan target organ dengan obat anti hipertensi
4. Memperkecil efek samping pengobatan
5. Menghindari faktor risiko yang memperburuk keadaan seperti yang disebutkan di
atas.
6. Pengobati penyakit penyerta seperti diabetes melitus, kelainan pada ginjal,
hipertiroid, yang memperberat kerusakan organ.
2.3.3 Pencegahan Tersier
Pencegahan tersier adalah pencegahan yang dilakukan terhadap seseorang
yang telah terkena hipertensi. Sasaran pencegahan tersier hipertensi adalah penderita
hipertensi dengan tujuan mencegah proses penyakit lebih lanjut yang mengarah pada
kecacatan atau kelumpuhan bahkan kematian. Pencegahan tersier penyakit hipertensi
adalah sebagai berikut:
a. Menurunkan tekanan darah ke tingkat yang wajar sehingga
penderita dapat dipertahankan.

kualitas hidup

b. Mencegah komplikasi dari tekanan darah tinggi sehingga tidak timbul kerusakan
pada jaringan organ otak yang mengakibatkan stroke ataupun organ lain.
c. Memulihkan kerusakan target organ.
d. Mengobati penyakit penyerta (Gunawan, 2005).

2.4 Dewasa Muda
2.4.1 Pengertian Dewasa Muda
Masa dewasa muda dimulai sekitar usia 18 sampai 22 tahun dan berakhir pada
usia 35 sampai 40 tahun (Lemne, 1995). Lebih lanjut lemne (1995), menjelaskan
bahwa

masa

dewasa

muda

adalah

masa

yang

ditandai

dengan

adanya

ketidaktergantungan secara finansial pada orang tua, serta adanya tanggung jawab
terhadap tindakan-tindakan yang dilakukan. Dewasa muda merupakan periode
penyesuaian terhadap pola-pola kehidupan baru dan harapan-harapan sosial baru.
Individu diharapkan dapat menjalankan peran barunya sebagai suami/istri pencari
nafkah, orangtua,yang disisilain dapat mengembangkan sikap, keinginan dan nilai
sesuai dengan tujuan baru. Pada tahapan perkembangan ini, dewasa muda memiliki
tugas utama yang harus diselesaikan seperti meninggalkan rumah, memilih dam
mempearsiapkan karir, membangun hubungan dekat seperti persahabatan dan
pernikahan dan memulai untuk membentuk keluarga sendiri (Atwater, 2005).
2.4.2 Tugas pada Tahapan Perkembangan Dewasa Muda
Individu yang berada pada masa dewasa muda memiliki berbagai tugas dalam
perkembangannya. Tugas-tugas tersebut meliputi aspek-aspek sosial dalam hidup

individu tersebut, misalnya asper hubungan interpersonal, pekerjaan dan lainnya.
Havighurst (dalam Lemne, 1995) mengungkapkan tugas perkembangan pada masa
dewasa muda yaitu :
a. Menentukan pasangan hidup.
b. Belajar untuk menyesuaikan diri dan hidup bersama pasangan. Ketika individu
telah mampu menemukan pasangan hidup, individu tersebut harus mampu
beradaptasi dengan pasangannya dan mulai untuk membentuk keluarga.
c. Membentuk keluarga
d. Belajar mengasuh anak
e. Mengelola rumah tangga
f. Meniti karir atau melanjutkan pendidikan
g. Mulai bertanggung jawab sebagai warga Negara
h. Memperoleh kelompok sosial yang sejalan dengan nilai-nilai yang dianutnya.
Dapat dilihat bahwa tugas perkembangan yang dimiliki usia dewasa muda
adalah membentuk hubungan sosial dengan orang lain dan lingkungan di sekitarnya.
Individu dituntut untuk mampu mengembangkan diri dan beradaptasi dengan
lingkungannya. Ketika seorang individu berpindah dari masa remaja menuju masa
dewasa awal sering kali individu tidak berpikir bagaimana tentang gaya hidup yang
mempengaruhi kesehatan pada kehidupan dewasa. Sebagai seorang dewasa muda
masih banyak dari individu yang melakukan pola hidup tidak sehat seperti tidak
sarapan, tidak makan secara teratur, dan menggantungkan diri pada makanan kecil
sebagai sumber makanan utama. Individu sering juga makan makanan secara

berlebihan sampai melampaui berat badan normal, merokok, minum-minuman keras,
tidak berolahraga, dan tidur dalam waktu sedikit. Gaya hidup pribadi yang buruk ini
berhubungan dengan kondisi kesehatan yang buruk.

2.5 Landasan Teori
Rosenstock (1974, 1977) menyatakan 3 hal esensial dalam menentukan
perilaku yang disebut dengan Health Belief Model atau model kepercayaan kesehatan
yaitu :
a. Kesiapan individu untuk merubah perilaku dalam rangka menghindari suatu
penyakit atau memperkecil resiko kesehatan
b. Adanya dorongan dalam lingkungan individu yang membuatnya merubah perilaku
c. Perilaku itu sendiri
Ketiga faktor diatas dipengaruhi oleh faktor-faktor lain seperti persepsi
tentang kerentanan sesorang terhadap suatu penyakit, potensi ancaman, motivasi
untuk memperkecil kerentanan terhadap penyakit dan adanya kepercayaan bahwa
perubahan perilaku akan memberikan keuntungan (Jones, 2000).

Persepsi-persepsi
individual

Faktor-faktor
modifikasi

Umur, jenis kelamin,
kepribadian, sosial,
ekonomi,
pengetahuan

Merasakan rentan dan
beratnya suatu
penyakit

Merasakan
ancaman dari
penyakit

Kemungkinan
tindakan

Merasakan
manfaat yang
kurang dan
merasakan
rintangan dari
perubahan
perilaku

Kemungkinan
perubahan
perilaku

Pedoman tindakan:
1. Pendidikan
2. Gejala-gejala
3. Media

Gambar 2.3 Komponen-komponen dan Hubungan Health Belief Model

2.5 Kerangka Konsep
Berdasarkan beberapa kajian teori yang telah dibahas, maka kerangka konsep
penelitian adalah sebagai berikut :
Variabel Independen
Faktor-faktor
Umur
Jenis kelamin
Pendidikan
Penghasilan
Peran media
masa (televisi,
radio, internet,
Koran,
majalah,
poster, liflet)
dan peran
keluarga/teman
6. Peran
puskesmas
7. Pengetahuan
8. Sikap
1.
2.
3.
4.
5.

Variabel Dependen

Tindakan
pencegahan
hipertensi
masyarakat

Gambar 2.4 Kerangka Konsep Perilaku Dewasa Muda terhadap Pencegahan
Hipertensi di Wilayah Kerja Puskesmas Kartini Pematangsiantar