Perilaku Dewasa Muda Terhadap Pencegahan Hipertensi Di Wilayah Kerja Puskesmas Kartini Kota Pematangsiantar Tahun 2015

BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kemajuan teknologi yang mengubah gaya hidup dan sosial ekonomi
masyarakat di negara maju maupun negara berkembang telah menyebabkan transisi
epidemiologi sehingga mengakibatkan munculnya berbagai penyakit tidak menular.
Interaksi pembangunan dalam bidang sosial, budaya, ekonomi dan geografis
menimbulkan triple burden disease (segitiga beban penyakit) yaitu ketika masalah
penyakit menular belum tuntas dikendalikan, kejadian penyakit tidak menular sudah
mulai naik diikuti dengan bermunculannya penyakit-penyakit baru (Depkes, 2007).
Secara global penyakit tidak menular meningkat dengan tajam. Data statistik
WHO tahun 2011 menyatakan dari 57 juta kematian global tahun 2008, 36 juta atau
sekitar 63% kematian disebabkan penyakit tidak menular. Penyebab utama dari
kematian akibat penyakit tidak menular tersebut adalah penyakit kardiovaskuler
sebesar 48% (WHO, 2011).
Salah satu wilayah dengan angka kematian yang paling tinggi tahun 2008
adalah Asia dengan probabilitas 25-29% dari seluruh kematian akibat penyakit tidak
menular. Di pandang dari sisi ekonomi sekitar 80% dari semua kematian akibat
penyakit tidak menular terjadi pada tingkat ekonomi rendah dan menengah (WHO,
2012). Berdasarkan Riskesdas tahun 2007, di Indonesia penyebab kematian pada


1

semua umur telah mengalami pergeseran dari penyakit menular ke penyakit tidak
menular (Riskesdas, 2007).
Salah satu faktor risiko penyakit tidak menular adalah peningkatan tekanan
darah, yang dapat berhubungan dengan meningkatnya angka kesakitan dan angka
kematian yang disebabkan penyakit kardiovaskuler. Berdasarkan data statistik WHO
(2012) peningkatan tekanan darah menyebabkan 51% kematian penderita stroke dan
48% kematian penderita penyakit pembuluh darah jantung (WHO, 2012). National
Health and Nutrition Examinations Survey (NHNES III) mencatat, bahwa Insiden
hipertensi di Amerika tahun 2010-2012 adalah sekitar 39-51%.
Pertumbuhan penduduk dan meningkatnya usia harapan hidup akan
menyebabkan jumlah penduduk usia menengah dan usia lanjut meningkat yang akan
berpengaruh pada peningkatan jumlah kematian yang disebabkan penyakit
kardiovaskuler. Diperkirakan dari 17 juta pada tahun 2008 menjadi 25 juta pada tahun
2030 (WHO, 2012). Selain kematian dini, penyakit kardiovaskuler juga dapat
menurunkan produktivitas. Pada tahun 2002 diperkirakan jumlah tahun produktif
secara global yang telah hilang sekitar antara 150 juta tahun sampai dengan 200 juta
tahun (Killewo, 2010).
Peningkatan tekanan darah telah menjadi tantangan global sehingga pada Hari

Kesehatan Sedunia tahun 2013, WHO memberi tema, Control your blood
pressure….Control Your live. WHO memberikan tema ini karena kurangnya
perhatian

individu, sosial dan pemerintah meskipun peningkatan tekanan darah

merupakan penyakit paling serius dan umum, dewasa ini (WHO, 2013).

Jumlah penderita hipertensi di Indonesia diperkirakan 15 juta orang tetapi
hanya 4% yang merupakan hipertensi terkontrol. Prevalensi 6-15% pada orang
dewasa 50% diantaranya tidak menyadari sebagai penderita hipertensi sehingga
mereka cenderung menjadi hipertensi berat karena tidak menghindari dan tidak
mengetahui faktor risikonya (Depkes, 2008). Penyakit hipertensi merupakan urutan
ke tujuh dari sepuluh besar kasus rawat inap di Indonesia tahun 2010 dengan
prevalensi 28,48%. Kasus hipertensi merupakan urutan kedua dari sepuluh besar
kasus rawat jalan di Indonesia tahun 2010 dengan prevalensi 30,58% (Profil
Kesehatan, 2011).
Berdasarkan Riskesdas tahun 2013 prevalensi hipertensi berdasarkan
pengukuran tekanan darah pada penduduk umur 18 tahun ke atas di Indonesia sebesar
25,8%. Menurut provinsi, prevalensi hipertensi tertinggi di Kalimantan Selatan

sebesar 39,6% dan terendah di Papua Barat sebesar 20,1% (Riskesdas, 2013).
Dibandingkan dengan tahun 2007, terjadi penurunan sebesar 5,9% (dari 31,7%
menjadi 25,8%), prevalensi tertinggi di provinsi Bangka Belitung (30,9%) dan
terendah Papua (16,8%) . Prevalensi hipertensi di Indonesia yang didapat melalui
kuisioner terdiagnosis tenaga kesehatan sebesar 9,4% yang didiagnosis tenaga
kesehatan atau minum obat sebesar 9,5%. Prevalensi hipertensi berdasarkan umur
pada dewasa muda 15- 24 tahun 8,7%, 25-34 tahun 14,7% dan 35-44 tahun 24,8%
(Riskesdas, 2013).
Sumatera Utara berada pada urutan ke 14 dengan prevalensi 24,7%.
Prevalensi hipertensi di Sumatera Utara berdasarkan diagnosa oleh tenaga kesehatan

5% tahun 2007 mengalami peningkatan menjadi 6,6% tahun 2013, sedangkan
berdasarkan pengukuran tekanan darah mengalami penurunan dari 26,3% tahun 2007
menjadi 24,7% tahun 2013 (Riskesdas, 2013). Profil kesehatan Sumatera Utara tahun
2000 melaporkan bahwa prevalensi hipertensi di Sumatera Utara sebesar 91 per
100.000 penduduk, 8,21% pada kelompok umur di atas 60 tahun untuk penderita
rawat jalan. Berdasarkan penyakit penyebab kematian pasien rawat inap di rumah
sakit Provinsi Sumatera Utara, hipertensi menduduki peringkat pertama dengan
proporsi kematian 27 % (1.162 orang), pada kelompok umur lebih dari 60 tahun 20,2
% (1.349 orang). Indeks Pembangunan Kesehatan Indonesia (IPKM) mencatat

prevalensi hipertensi di Indonesia tahun 2013 mencapai 24,3%, Sumatera Utara
sebanyak 23% dan Pematangsiantar 19,4%.
Hipertensi terdiri dari hipertensi primer dan hipertensi sekunder. Hipertensi
primer meliputi 95% dari seluruh penderita hipertensi dan hanya sekitar 5% penderita
hipertensi sekunder. Hipertensi primer bukanlah penyakit dengan kausa tunggal.
Hipertensi primer merupakan gangguan pembuluh darah yang dipengaruhi oleh 2
faktor. Pertama faktor melekat atau tidak dapat dirubah seperti jenis kelamin, umur
dan genetik, faktor kedua dapat dirubah seperti pola makan, kebiasaan olahraga dan
lain-lain. Faktor kedua ini sangat berhubungan dengan perilaku (Menkes RI, 2009).
Perubahan gaya hidup dapat dihubungkan pada 4 perubahan sistem metabolik yaitu
peningkatan tekanan darah, obesitas, hiperglikemia dan hiperlipidemia (WHO, 2010).
Faktor risiko umur sangat berpengaruh pada terjadinya hipertensi. Riset
Kesehatan Dasar 2013 menyatakan bahwa prevalensi hipertensi meningkat seiring

dengan bertambahnya usia (Riskesdas 2013). Individu yang berada pada rentang
umur 40-70 tahun, berisiko 2 kali terkena penyakit kardiovaskular untuk setiap
peningkatan tekanan darah sistolik 20 mmHg atau 10 mmHg diastolik pada ambang
tekanan darah antara 115/75-185/115 mmHg, sehingga pencegahan hipertensi
sebaiknya dilakukan sebelum umur 40 tahun (WHO, 2012). The Seventh Report of
the Joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation and Treatment of

High Blood Presure (JNC 7)(2003) menyatakan pencegahan hipertensi harus
dilakukan sedini mungkin dengan merubah perilaku atau gaya hidup (NHLBI, 2003),
karena hipertensi dapat diderita selama bertahun-tahun tanpa merasakan masalah
kesehatan, yang apabila tidak dikontrol akan menyebabkan berbagai komplikasi pada
hampir seluruh organ tetapi sering diabaikan oleh dewasa muda (WHO, 2013).
Berdasarkan uraian diatas pencegahan peningkatan tekanan darah sangat
penting dilakukan terutama sebelum menderita hipertensi dan sebaiknya dilakukan
pada usia muda terutama pada kelompok umur < 40 tahun karena hipertensi sangat
dipengaruhi oleh umur.
Berdasarkan teori yang dikemukakan oleh Blum derajat kesehatan
dipengaruhi oleh 4 faktor utama yaitu faktor lingkungan, faktor perilaku, faktor
pelayanan kesehatan dan faktor keturunan. Sejalan dengan kemajuan diberbagai
bidang faktor perilaku masyarakat telah memberikan kontribusi yang terbesar pada
derajat kesehatan (Notoatmodjo, 2010). Seiring dengan berubahnya gaya hidup
perkotaan mengikuti era globalisasi kasus hipertensi terus meningkat, gaya hidup
yang gemar makan makanan cepat saji yang kaya lemak, malas berolah raga, stress,

alkohol, konsumsi garam berlebihan dapat memicu terjadinya hipertensi (Shadine,
2010).
Menurut WHO tahun 2010, gaya hidup kurang sehat dapat merupakan 1 dari

10 penyebab kematian dan kecacatan di dunia. Lebih dari 2 juta kematian setiap
tahunnya disebabkan karena kurang pergerakan atau kurangnya aktivitas fisik, hal ini
dikarenakan kalori yang masuk tidak sebanding dengan kalori yang keluar sehingga
sehingga terjadi penumpukan kalori sehingga menjadi beban bagi tubuh dan tubuh
menjadi teganggu yang kemudian menyebabkan kemunduran fisik yang pada
akhirnya dapat menimbulkan berbagai penyakit (Dennysantoso, 2011). Data statistik
WHO tahun 2012 menyatakan perubahan gaya hidup secara global telah
meningkatkan tekanan darah yang menyebabkan 13% kematian diikuti perilaku
merokok 9%, peningkatan kadar gula darah 6% dan berat badan berlebih 5%. (WHO,
2012).
Berbagai penelitian telah dilakukan untuk mengetahui prilaku merupakan
faktor risiko yang dapat berpengaruh pada terjadinya peningkatan tekanan darah.
Salah satunya adalah penelitian yang dilakukan oleh Kaura et.al. (2012) di Saudi
Arabia dengan judul Prehypertension among young adult females in Damman, Saudi
Arabia, yang dilakukan pada tahun 2012.

Hasilnya ditemukan 13,5% dari 370

mahasiswa menderita prehipertensi, dengan faktor risiko yang paling tinggi adalah
kurang aktivitas (52,2%), diikuti obesitas (29,1%), Sekitar 16,3% dari mahasiswa

yang menderita prehipertensi memiliki lebih dari 3 faktor risiko sekaligus. Analisis

regresi logistik menunjukkan bahwa obesitas merupakan faktor risiko yang paling
kuat yang dapat berpengaruh terhadap terjadinya prehipertensi (WHO, 2012).
Penelitian yang dilakukan oleh Badi M.A.H et.al. tahun 2009 di Yaman
dengan judul Over Weight/Obesity and Hypertension in Schoolchildren Aged 6-16
Years, Eden Governorate, Yemen, 2009. Menggunakan multistage statified ramdom
sampling dari 1885 anak diperoleh hasil, prevalensi anak berat badan kurang 10,1%,
normal 69,2%, berat badan lebih 12,7% dan obesitas 8%. Anak prehipertensi
sebanyak 8,2% dan anak hipertensi 2,4%, yang secara signifikan berhubungan dengan
berat badan lebih dan obesitas. Penelitian tersebut menyimpulkan bahwa index massa
tubuh anak sesuai umur menjadi faktor risiko pada tekanan darah diastolik dan
sistolik (WHO, 2009).
Perilaku terbentuk atas 3 ranah perilaku yaitu pengetahuan, sikap dan
tindakan. Untuk menilai perilaku perlu dilakukan pengkajian tentang pengetahuan,
sikap dan tindakan seseorang terhadap pencegahan suatu penyakit. Rosenstock (1997)
menyatakan perilaku terdiri dari 3 hal esensial yaitu persepsi individu terhadap
kesehatannya, faktor-faktor modifikasi seperti umur, pengetahuan, sosial ekonomi
dan perilaku itu sendiri (Jones, 2000).
Penelitian yang dilakukan oleh Masdar Ginting tahun 2008 dengan judul

determinan tindakan masyarakat dalam pencegahan penyakit hipertensi di Kecamatan
Belawan, menunjukkan prilaku yang menjadi faktor risiko hipertensi berdasarkan
determinan prilaku yaitu pengetahuan, sikap dan tindakan. Berdasarkan penelitian

tersebut diperoleh hasil bahwa secara statistik pengetahuan dan sikap berhubungan
dengan tindakan masyarakat dalam pencegahan hipertensi (Ginting, 2008).
Penelitian yang dilakukan oleh Putra (2013)

dengan judul Hubungan

Pengetahuan tentang Hipertensi dengan Perilaku Pencegahan Hipertensi Primer di
Desa Nyatnyono Kecamatan Ungaran Barat, menunjukkan bahwa ada hubungan
antara pengetahuan tentang hipertensi terhadap pencegahan primer hipertensi dengan
p-value 0,003 (α=0,05) (Putra, 2013). Penelitian-penelitian tersebut menunjukkan
adanya hubungan pengetahuan, sikap dan tindakan terhadap perilaku pencegahan
hipertensi.
Rosenstock menyatakan perilaku individu terhadap kesehatan dipengaruhi
oleh sosial budaya (Jones, 2000). Budaya batak memiliki kebiasaan makan makanan
asin dan makanan yang mengandung lemak tak jenuh. Kebiasaan ini dapat menjadi
salah satu faktor risiko peningkatan tekatan darah. Kota Pematangsiantar merupakan

kotamadya yang secara budaya terdiri dari mayoritas suku batak. Pematangsiantar
memiliki 19 puskesmas dan 8 pustu. Peningkatan tekanan darah merupakan penyakit
yang selalu masuk dalam 10 penyakit terbesar yaitu pada urutan ke 3 dengan proporsi
9.1% tahun 2013 (Profil Kesehatan Pematangsiantar, 2014). Puskesmas Kartini
adalah puskesmas yang terletak di pusat Kota Pematangsiantar dengan wilayah kerja
Kelurahan

Sipinggol-pinggol

dan

Kelurahan

Simarito.

Berdasarkan

survei

pendahuluan, penyakit peningkatan tekanan darah selalu menempati 10 penyakit

terbesar setiap tahunnya. Pada tahun 2013 dan tahun 2014 peningkatan tekanan darah
menempati urutan ke 2 pada 10 penyakit terbesar. Proporsi penderita peningkatan

9

tekanan darah tahun 2013 adalah 11.29%, proporsi ini lebih tinggi dari proporsi di
Pematangsiantar. Puskesmas Kartini telah melakukan beberapa kegiatan untuk
penderita hipertensi seperti kegiatan di posyandu lansia, kegiatan olah raga bersama
setiap 2 (dua) minggu sekali. Namun untuk kegiatan pencegahan hipertensi untuk
dewasa muda belum pernah dilakukan walaupun pencegahan hipertensi sebaiknya
dilakukan sedini mungkin yaitu pada usia dewasa muda. Oleh karena itu penelitian ini
dilakukan untuk mengetahui perilaku dewasa muda terhadap pencegahan peningkatan
tekanan darah.
Berdasarkan uraian diatas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian yang
berjudul “Perilaku Dewasa Muda Terhadap Pencegahan Hipertensi di Wilayah Kerja
Puskesmas Kartini Kota Pematangsiantar Tahun 2015”.
1.2 Permasalahan
Bagaimanakah perilaku dewasa muda terhadap pencegahan hipertensi di
wilayah kerja Puskesmas Kartini Kota Pematangsiantar tahun 2015?
1.3 Tujuan Penelitian

a. Menganalisis hubungan karakteristik individu (umur, jenis kelamin,
pendidikan, penghasilan dan pekerjaan) terhadap tindakan masyarakat dewasa
muda dalam mencegah hipertensi di wilayah kerja Puskesmas Kartini Kota
Pematangsiantar.
b. Menganalisis hubungan peran media massa ( majalah, koran, poster, leaflet,
radio, televisi dan internet), peran keluarga/teman dan peran puskesmas

10

terhadap tindakan masyarakat dewasa muda dalam mencegah hipertensi di
wilayah kerja Puskesmas Kartini Kota Pematangsiantar.
c. Menganalisis hubungan pengetahuan terhadap tindakan masyarakat dewasa
muda dalam mencegah hipertensi di Puskesmas wilayah kerja Kartini Kota
Pematangsiantar.
d. Menganalisis hubungan sikap terhadap tindakan masyarakat dewasa muda
dalam mencegah hipertensi di wilayah kerja Puskesmas Kartini Kota
Pematangsiantar.

1.4 Hipotesis
a. Ada

hubungan

karakteristik

individu,

informasi

dari

media

dan

keluarga/teman dan informasi dari puskesmas terhadap tindakan masyarakat
dewasa muda dalam mencegah hipertensi di wilayah kerja Puskesmas Kartini
Kota Pematangsiantar.
b. Ada hubungan faktor pengetahuan terhadap tindakan masyarakat dewasa
muda dalam mencegah hipertensi di wilayah kerja Puskesmas Kartini Kota
Pematangsiantar.
c. Ada hubungan sikap terhadap tindakan masyarakat dewasa muda dalam
mencegah

hipertensi

Pematangsiantar.

di

wilayah

kerja

Puskesmas

Kartini

Kota

11

1.5 Manfaat Penelitian
a. Hasil penelitian dapat menjadi bahan masukan bagi pembuat kebijakan di
Dinas Kesehatan Kota Pematangsiantar dalam pengambilan keputusan pada
program pencegahan dan penanggulangan hipertensi di Kota Pematangsiantar.
b. Hasil penelitiaan dapat menjadi bahan masukan bagi kepala Puskesmas
Kartini Kota Pematangsiantar dalam penyusunan srtategi dan program
pencegahan penanggulangan hipertensi di wilayah kerja Puskesmas Kartini
Kota Pematangsiantar.
c. Pengembangan konsep-konsep di bidang Adminisstasi dan Kebijakan
Kesehatan Komunitas, Khususnya pada program pencegahan penanggulangan
hipertensi di Kota Pematangsiantar.
d. Bahan informasi dan pengembangan bagi penelitian sejenis tentang perilaku
pencegahan penyakit hipertensi di Kota Pematangsiantar.