Pengaruh Inventory Turnover Ratio, Account Payable to Cost of Goods Sold Ratio, Net Working Capital to Total Asset Ratio, dan Debt Ratio Terhadap Gross Profit Margin
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Dalam mengukur seberapa sukses perusahaan tersebut, biasanya didasarkan
pada seberapa banyak laba yang didapatkan perusahaan dan bagaimana
perusahaan mempertahankan laba tersebut. Menurut Samsul (2006 : 129) bahwa
tujuan jangka panjang perusahaan adalah memperoleh laba yang terus menerus
dan selalu meningkat. Berdasarkan Financial Accounting Standards Board
(FASB), Statement of Financial Accounting Concept No.1, menyatakan bahwa
fokus utama laporan keuangan adalah laba, jadi informasi yang terdapat dalam
laporan keuangan seharusnya mempuyai kemampuan untuk memprediksi laba di
masa depan.
Menurut Meythi (2005) dalam Hapsari (2007) bahwa salah satu cara untuk
memprediksi laba perusahaan adalah dengan menggunakan rasio keuangan. Laba
adalah “Ringkasan hasil bersih aktivitas operasi usaha dalam periode tertentu
yang dinyatakan dalam islitah keuangan” (Subramanyam 2012 : 100). Banyaknya
keuntungan yang dihasilkan oleh perusahaan dalam suatu periode operasional
dapat dilihat dari nilai laba kotor perusahaan (gross profit margin).
Menurut penelitian Bashar dan Islam (2014 : 63) bahwa gross profit margin
merupakan pengukuran langsung dalam profitabilitas dan gross profit margin
mencerminkan kesehatan keuangan dari sebuah perusahaan. Demikian juga
Kasmir (2008 : 309) menyatakan bahwa “Analisis laba kotor merupakan salah
satu kegiatan yang sangat penting bagi manajemen guna mengambil keputusan
1
sekarang dan yang akan datang”. Perhitungan ini adalah nilai yang merupakan
perbandingan antara laba kotor perusahaan (penjualan dikurangi dengan harga
pokok penjualan) dengan penjualan perusahaan.
Dalam memprediksi dan menghitung gross profit margin perusahaan
terdapat beberapa faktor-faktor yang mempengaruhi gross profit margin. Faktorfaktor tersebut seperti; persediaan, hutang, net working capital, dan struktur
modal perusahaan.
Salah satu faktor yang mempengaruhi gross profit margin adalah net
working capital. Dalam mengukur seberapa besar net working capital maka dapat
menggunakan rasio Net Working Capital to Total Asset (NWCTA). Modal Kerja
(Net Working Capital) digunakan untuk menilai bagaimana kemampuan
perusahaan dalam menghadapi liabilitas jangka pendek. NWCTA rasio yang
menunjukkan hubungan antara modal kerja (aset lancar – liabilitas lancar)
terhadap total aktiva. Perusahaan yang memiliki modal kerja yang besar akan
menyebabkan rasio NWCTA besar pula, dan juga berarti kegiatan operasional
perusahaan menjadi lancar sehingga pendapatan perusahaan meningkat dan juga
akan meningkatkan laba perusahaan. Menurut Kasmir (2008 : 252) bahwa
perusahaan berusaha untuk meningkatkan likuiditasnya, kemudian dengan
terpenuhi modal kerja, secara tidak langsung akan meningkatnya likuiditas
perusahaan tersebut dan juga dapat memaksimalkan perolehan labanya. Walaupun
ada juga penelitian yang dilakukan Hapsari (2007) bahwa NWCTA tidak
berpengaruh secara signifikan terhadap pertumbuhan laba.
Faktor lain yang berpengaruh terhadap gross profit margin adalah struktur
modal,
apakah
perusahaan
mendanai
kegiatan
usahanya
lebih
banyak
2
menggunakan utang atau ekuitas. Rasio yang digunakan untuk menghitung
struktur modal perusahaan adalah rasio leverage. Salah satu rasio leverage yang
digunakan adalah Debt Ratio. Menurut Arowoshegbe dan Idialu (2013 : 99)
bahwa Debt Ratio mempengaruhi secara simultan terhadap Operating Profit
Margin dan Net Profit Margin. Debt Ratio yang rendah menunjukkan bahwa
perusahaan tersebut memiliki kinerja yang bagus, dikarenakan total liabilitas yang
rendah. Jika kinerja perusahaan bagus berarti laba perusahaan juga meningkat.
Dua faktor terakhir adalah persediaan dan hutang, dalam mengukur hutang
dan persediaan tersebut dapat dilihat di rasio aktivitas. Rasio yang digunakan
untuk mengukur persediaan perusahaan adalah dengan meggunakan inventory
turnover ratio. Perusahaan harus memiliki persediaan yang cukup untuk
memenuhi kebutuhan pelanggan, tetapi persediaan yang berlebihan dan tidak laku
terjual maka akan menambah biaya dan beban oleh karena itu membuat laba
perusahaan semakin berkurang. Dengan inventory turnover dapat menunjukkan
hubungan antara barang yang dijual dan persediaan. Sehingga penting bagi
perusahaan untuk menghitung dan memperhatikan perputaran persediaan yang
dimiliki agar dapat mengambil keputusan yang tepat berkaitan dengan berapa
banyak persediaan yang harus dimilikinya. Dari hasil perhitungan rasio perputaran
persediaan yang tinggi tersebut mengartikan keadaan yang baik . Perputaran
persediaan yang tinggi menunjukkan perusahaan tidak memerlukan waktu yang
terlalu lama untuk menjual persediaannya dan mengubahnya menjadi penjualan
yang menguntungkan, sehingga perusahaan dapat kembali menyediakan
persediaan yang baru dan perusahaan tidak menumpuk banyak persediaan yang
tidak terjual di gudangnya. Pada perusahaan manufaktur, waktu perputaran
3
persediaan merupakaan hal yang penting, terutama pada perusahaan manufaktur
yang memproduksi produk-produk yang memiliki batas waktu penggunaan atau
kadaluwarsanya.
Rasio aktivitas yang lain yang digunakan untuk mengukur utang adalah
Account Payable Turnover atau juga bisa disebut dengan Creditor’s Velocity.
Menurut penelitian (Leahy : 2012) bahwa Account Payable to Cost of Goods Sold
Ratio atau Account Payable Turnover dirancang untuk menujukkan efek pinjaman
terhadap profitabilitas perusahaan. Rasio ini juga menunjukkan seberapa cepat
perusahaan dalam membayar hutangnya kepada pemasok dan dengan rasio ini
juga perusahaan dapat mengatur pengeluaran uang yang dilakukan selama satu
periode. Rasio ini rendah menunjukkan bahwa perusahaan tidak menggunakan
diskon pembelian yang ada dan meningkatkan beban pokok penjualan sehingga
menyebabkan laba perusahaan berkurang. Sedangkan, jika rasio tinggi
menunjukkan perusahaan tidak membayar hutangnya sehingga menyebabkan
beban bunga dan hutang yang bertambah menyebabkan laba perusahaan
berkurang.
Perusahaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah merupakan salah
satu sektor dari perusahaan industri manufaktur di Bursa Efek Indonesia. Peneliti
memilih
salah satu sektor dari perusahaan indutsri manufaktur dikarenakan
kenaikan indeks sebesar 9% sejak awal tahun hingga Juli 2013. Perusahaan
industri manufaktur terdiri dari tiga sektor yaitu; sektor indutsri dasar dan kimia,
sektor aneka industri, dan sektor industri barang konsumsi. Penelitian ini
menggunakan perusahaan yang terdapat di sektor industri barang konsumsi
dikarenakan perusahaan yang bergerak di sektor industri barang konsumsi
4
sebanyak 31 emiten memiliki bobot 44% dari pembentukan indeks manufaktur,
sementara aneka industri (40 emiten) dan industri dasar (44 emiten) masingmasing 27%. Perusahaan di sektor industri barang konsumsi dibagi atas beberapa
sub sektor yaitu; sub sektor makanan dan minuman, sub sektor rokok, sub sektor
farmasi, sub sektor kosmetik dan barang keperluan rumah tangga, dan sub sektor
peralatan rumah tangga.
Penelitian yang dilakukan Bashar et.al (2014) yang berjudul “Determinants
of Profitability in the Pharmaceutical Industry of Bangladesh” yang dimuat
dalam jurnal internasional dan penelitian tersebut menjadi acuan replikasi untuk
penelitian ini. Penelitian tersebut menguji hubungan antara Selling and General
Administrative Expenses / Net Sales Ratio, Average Inventory / Cost of Goods
Sold Ratio, Average Account Receivable / Net Sales Ratio, Average Account
Payable / Cost of Goods Sold Ratio, Depreciation / Net Sales terhadap Gross
Profit Margin. Hasil ini menunjukkan hanya Inventory / Cost of Goods Sold Ratio
dan Account Payable / Cost of Goods Sold yang determinan signifikan terhadap
profitabilitas perusahaan farmasi di Bangladesh.
Penelitian lain yang dilakukan oleh Leahy (2012) yang dimuat dalam
American Journal of Health Science dengan judul “The Determinants of
Profitability in the Pharmaceutical Industry”. Penelitian dilakukan untuk menguji
hubungan Selling and General Administrative Expenses / Net Sales Ratio,
Average Inventory / Cost of Goods Sold Ratio, Average Account Receivable / Net
Sales Ratio, Average Account Payable / Cost of Goods Sold Ratio, Depreciation /
Net Sales terhadap Gross Margin, Operating Margin, Berry Ratio. Hasil
penelitian tersebut menunjukkan bahwa pada Gross Margin tidak terdapat
5
variabel
yang
mempengaruhi
secara
determinant
terhadap
profitabilitas
perusahaan. Terhadap variabel dependen Operating Margin hanya Depreciation /
Net Sales yang mempengaruhi secara mempengaruhi secara determinant terhadap
profitabilitas perusahaan. Penelitian ini juga menunjukkan bahwa hanya Average
Inventory / Cost of Goods Sold Ratio yang mempengaruhi secara determinant
terhadap profitabilitas perusahaan.
Penelitian lain yang dilakukan oleh Wijaya (2014) yang berjudul “Pengaruh
Inventory Turnover Ratio dan Debtors’ Turnover Ratio terhadap Gross Profit
Margin: Studi Empiris Pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar Di Bursa
Efek Indonesia”. Penelitian tersebut menguji apakah terdapat hubungan antara
inventory turnover ratio, dan debtors’ turnover ratio terhadap gross profit margin.
Hasil penelitian ini adalah menunjukkan bahwa variabel inventory turnover ratio
dan debtors’ turnover ratio secara simultan berpengaruh secara signifikan
terhadap gross profit margin pada tingkat signifikansi 95%. Namun secara parsial,
hanya variabel debtors’ turnover ratio yang berpengaruh terhadap gross profit
margin. Perbedaan antara penelitian yang dilakukan Bashar (2014) dan Leahy
(2012) terdapat hasil yang berbeda dimana peneltian yang dilakukan oleh Leahy
(2012) tersebut menunjukkan bahwa tidak terdapat variabel independen yang
mempengaruhi secara determinant terhadap gross profit margin. Sedangkan
peneletian dilakukan oleh Bashar (2014) menunjukkan bahwa Inventory / Cost of
Goods Sold Ratio dan Account Payable / Cost of Goods Sold yang determinan
signifikan terhadap profitabilitas perusahaan farmasi di Bangladesh.
Berdasarkan perbedaan antara penelitian terdahulu dan fenomena yang ada,
maka penelitian ini dilakukan untuk menelaah kembali pengaruh rasio – rasio
6
keuangan (invetory turnover ratio, account payable to cost of goods sold ratio,
net working capital to total asset ratio dan debt ratio) terhadap gross profit
margin pada perusahaan yang bergerak di sektor industri batang konsumsi yang
terdaftar di Bursa Efek Indonesia.
1.2. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas maka perumusan
masalah dalam penelitian yaitu, apakah inventory turnover ratio, account payable
to cost of goods sold ratio, net working capital to total asset ratio dan debt ratio
berpengaruh secara simultan dan parsial terhadap gross profit margin pada
perusahaan yang bergerak di sektor industri barang konsumsi yang terdaftar di
BEI?
1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1.3.1. Tujuan Penelitian
Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh
inventory turnover ratio, account payable to cost of goods sold ratio, net working
capital to total asset ratio dan debt ratio secara simultan dan parsial terhadap
gross profit margin pada perusahaan yang bergerak di sektor industri barang
konsumsi yang terdaftar di BEI.
7
1.3.2. Manfaat Penelitian
Penelitian diharapkan bermanfaat untuk :
1.
Bagi peneliti, penelitian ini bermanfaat sebagai bahan masukan dalam
mengetahui pengaruh inventory turnover ratio, account payable to cost of
goods sold ratio, net working capital to total asset ratio dan debt ratio
secara simultan terhadap gross profit margin.
2.
Bagi perusahaan, penelitian di diharapkan agar dijadikan sebagai
pertimbangan bagi manejemen perusahaan dalam mengambil keputusan
bisnis yang berhubungan dengan rasio keuangan dalam rangka
memaksimumkan laba perusahaan untuk masa akan datang.
3.
Bagi investor, penelitian ini diharapkan dapat menjadi pertimbangan
dalam membuat keputusan investasi pada perusahaan sektor industri
barang konsumsi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.
4.
Bagi peneliti selanjutnya, hasil penelitian ini diharapkan menjadi bahan
referensi untuk peneltian selanjutnya pada bidang analisi rasio laporan
keuangan.
8
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Dalam mengukur seberapa sukses perusahaan tersebut, biasanya didasarkan
pada seberapa banyak laba yang didapatkan perusahaan dan bagaimana
perusahaan mempertahankan laba tersebut. Menurut Samsul (2006 : 129) bahwa
tujuan jangka panjang perusahaan adalah memperoleh laba yang terus menerus
dan selalu meningkat. Berdasarkan Financial Accounting Standards Board
(FASB), Statement of Financial Accounting Concept No.1, menyatakan bahwa
fokus utama laporan keuangan adalah laba, jadi informasi yang terdapat dalam
laporan keuangan seharusnya mempuyai kemampuan untuk memprediksi laba di
masa depan.
Menurut Meythi (2005) dalam Hapsari (2007) bahwa salah satu cara untuk
memprediksi laba perusahaan adalah dengan menggunakan rasio keuangan. Laba
adalah “Ringkasan hasil bersih aktivitas operasi usaha dalam periode tertentu
yang dinyatakan dalam islitah keuangan” (Subramanyam 2012 : 100). Banyaknya
keuntungan yang dihasilkan oleh perusahaan dalam suatu periode operasional
dapat dilihat dari nilai laba kotor perusahaan (gross profit margin).
Menurut penelitian Bashar dan Islam (2014 : 63) bahwa gross profit margin
merupakan pengukuran langsung dalam profitabilitas dan gross profit margin
mencerminkan kesehatan keuangan dari sebuah perusahaan. Demikian juga
Kasmir (2008 : 309) menyatakan bahwa “Analisis laba kotor merupakan salah
satu kegiatan yang sangat penting bagi manajemen guna mengambil keputusan
1
sekarang dan yang akan datang”. Perhitungan ini adalah nilai yang merupakan
perbandingan antara laba kotor perusahaan (penjualan dikurangi dengan harga
pokok penjualan) dengan penjualan perusahaan.
Dalam memprediksi dan menghitung gross profit margin perusahaan
terdapat beberapa faktor-faktor yang mempengaruhi gross profit margin. Faktorfaktor tersebut seperti; persediaan, hutang, net working capital, dan struktur
modal perusahaan.
Salah satu faktor yang mempengaruhi gross profit margin adalah net
working capital. Dalam mengukur seberapa besar net working capital maka dapat
menggunakan rasio Net Working Capital to Total Asset (NWCTA). Modal Kerja
(Net Working Capital) digunakan untuk menilai bagaimana kemampuan
perusahaan dalam menghadapi liabilitas jangka pendek. NWCTA rasio yang
menunjukkan hubungan antara modal kerja (aset lancar – liabilitas lancar)
terhadap total aktiva. Perusahaan yang memiliki modal kerja yang besar akan
menyebabkan rasio NWCTA besar pula, dan juga berarti kegiatan operasional
perusahaan menjadi lancar sehingga pendapatan perusahaan meningkat dan juga
akan meningkatkan laba perusahaan. Menurut Kasmir (2008 : 252) bahwa
perusahaan berusaha untuk meningkatkan likuiditasnya, kemudian dengan
terpenuhi modal kerja, secara tidak langsung akan meningkatnya likuiditas
perusahaan tersebut dan juga dapat memaksimalkan perolehan labanya. Walaupun
ada juga penelitian yang dilakukan Hapsari (2007) bahwa NWCTA tidak
berpengaruh secara signifikan terhadap pertumbuhan laba.
Faktor lain yang berpengaruh terhadap gross profit margin adalah struktur
modal,
apakah
perusahaan
mendanai
kegiatan
usahanya
lebih
banyak
2
menggunakan utang atau ekuitas. Rasio yang digunakan untuk menghitung
struktur modal perusahaan adalah rasio leverage. Salah satu rasio leverage yang
digunakan adalah Debt Ratio. Menurut Arowoshegbe dan Idialu (2013 : 99)
bahwa Debt Ratio mempengaruhi secara simultan terhadap Operating Profit
Margin dan Net Profit Margin. Debt Ratio yang rendah menunjukkan bahwa
perusahaan tersebut memiliki kinerja yang bagus, dikarenakan total liabilitas yang
rendah. Jika kinerja perusahaan bagus berarti laba perusahaan juga meningkat.
Dua faktor terakhir adalah persediaan dan hutang, dalam mengukur hutang
dan persediaan tersebut dapat dilihat di rasio aktivitas. Rasio yang digunakan
untuk mengukur persediaan perusahaan adalah dengan meggunakan inventory
turnover ratio. Perusahaan harus memiliki persediaan yang cukup untuk
memenuhi kebutuhan pelanggan, tetapi persediaan yang berlebihan dan tidak laku
terjual maka akan menambah biaya dan beban oleh karena itu membuat laba
perusahaan semakin berkurang. Dengan inventory turnover dapat menunjukkan
hubungan antara barang yang dijual dan persediaan. Sehingga penting bagi
perusahaan untuk menghitung dan memperhatikan perputaran persediaan yang
dimiliki agar dapat mengambil keputusan yang tepat berkaitan dengan berapa
banyak persediaan yang harus dimilikinya. Dari hasil perhitungan rasio perputaran
persediaan yang tinggi tersebut mengartikan keadaan yang baik . Perputaran
persediaan yang tinggi menunjukkan perusahaan tidak memerlukan waktu yang
terlalu lama untuk menjual persediaannya dan mengubahnya menjadi penjualan
yang menguntungkan, sehingga perusahaan dapat kembali menyediakan
persediaan yang baru dan perusahaan tidak menumpuk banyak persediaan yang
tidak terjual di gudangnya. Pada perusahaan manufaktur, waktu perputaran
3
persediaan merupakaan hal yang penting, terutama pada perusahaan manufaktur
yang memproduksi produk-produk yang memiliki batas waktu penggunaan atau
kadaluwarsanya.
Rasio aktivitas yang lain yang digunakan untuk mengukur utang adalah
Account Payable Turnover atau juga bisa disebut dengan Creditor’s Velocity.
Menurut penelitian (Leahy : 2012) bahwa Account Payable to Cost of Goods Sold
Ratio atau Account Payable Turnover dirancang untuk menujukkan efek pinjaman
terhadap profitabilitas perusahaan. Rasio ini juga menunjukkan seberapa cepat
perusahaan dalam membayar hutangnya kepada pemasok dan dengan rasio ini
juga perusahaan dapat mengatur pengeluaran uang yang dilakukan selama satu
periode. Rasio ini rendah menunjukkan bahwa perusahaan tidak menggunakan
diskon pembelian yang ada dan meningkatkan beban pokok penjualan sehingga
menyebabkan laba perusahaan berkurang. Sedangkan, jika rasio tinggi
menunjukkan perusahaan tidak membayar hutangnya sehingga menyebabkan
beban bunga dan hutang yang bertambah menyebabkan laba perusahaan
berkurang.
Perusahaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah merupakan salah
satu sektor dari perusahaan industri manufaktur di Bursa Efek Indonesia. Peneliti
memilih
salah satu sektor dari perusahaan indutsri manufaktur dikarenakan
kenaikan indeks sebesar 9% sejak awal tahun hingga Juli 2013. Perusahaan
industri manufaktur terdiri dari tiga sektor yaitu; sektor indutsri dasar dan kimia,
sektor aneka industri, dan sektor industri barang konsumsi. Penelitian ini
menggunakan perusahaan yang terdapat di sektor industri barang konsumsi
dikarenakan perusahaan yang bergerak di sektor industri barang konsumsi
4
sebanyak 31 emiten memiliki bobot 44% dari pembentukan indeks manufaktur,
sementara aneka industri (40 emiten) dan industri dasar (44 emiten) masingmasing 27%. Perusahaan di sektor industri barang konsumsi dibagi atas beberapa
sub sektor yaitu; sub sektor makanan dan minuman, sub sektor rokok, sub sektor
farmasi, sub sektor kosmetik dan barang keperluan rumah tangga, dan sub sektor
peralatan rumah tangga.
Penelitian yang dilakukan Bashar et.al (2014) yang berjudul “Determinants
of Profitability in the Pharmaceutical Industry of Bangladesh” yang dimuat
dalam jurnal internasional dan penelitian tersebut menjadi acuan replikasi untuk
penelitian ini. Penelitian tersebut menguji hubungan antara Selling and General
Administrative Expenses / Net Sales Ratio, Average Inventory / Cost of Goods
Sold Ratio, Average Account Receivable / Net Sales Ratio, Average Account
Payable / Cost of Goods Sold Ratio, Depreciation / Net Sales terhadap Gross
Profit Margin. Hasil ini menunjukkan hanya Inventory / Cost of Goods Sold Ratio
dan Account Payable / Cost of Goods Sold yang determinan signifikan terhadap
profitabilitas perusahaan farmasi di Bangladesh.
Penelitian lain yang dilakukan oleh Leahy (2012) yang dimuat dalam
American Journal of Health Science dengan judul “The Determinants of
Profitability in the Pharmaceutical Industry”. Penelitian dilakukan untuk menguji
hubungan Selling and General Administrative Expenses / Net Sales Ratio,
Average Inventory / Cost of Goods Sold Ratio, Average Account Receivable / Net
Sales Ratio, Average Account Payable / Cost of Goods Sold Ratio, Depreciation /
Net Sales terhadap Gross Margin, Operating Margin, Berry Ratio. Hasil
penelitian tersebut menunjukkan bahwa pada Gross Margin tidak terdapat
5
variabel
yang
mempengaruhi
secara
determinant
terhadap
profitabilitas
perusahaan. Terhadap variabel dependen Operating Margin hanya Depreciation /
Net Sales yang mempengaruhi secara mempengaruhi secara determinant terhadap
profitabilitas perusahaan. Penelitian ini juga menunjukkan bahwa hanya Average
Inventory / Cost of Goods Sold Ratio yang mempengaruhi secara determinant
terhadap profitabilitas perusahaan.
Penelitian lain yang dilakukan oleh Wijaya (2014) yang berjudul “Pengaruh
Inventory Turnover Ratio dan Debtors’ Turnover Ratio terhadap Gross Profit
Margin: Studi Empiris Pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar Di Bursa
Efek Indonesia”. Penelitian tersebut menguji apakah terdapat hubungan antara
inventory turnover ratio, dan debtors’ turnover ratio terhadap gross profit margin.
Hasil penelitian ini adalah menunjukkan bahwa variabel inventory turnover ratio
dan debtors’ turnover ratio secara simultan berpengaruh secara signifikan
terhadap gross profit margin pada tingkat signifikansi 95%. Namun secara parsial,
hanya variabel debtors’ turnover ratio yang berpengaruh terhadap gross profit
margin. Perbedaan antara penelitian yang dilakukan Bashar (2014) dan Leahy
(2012) terdapat hasil yang berbeda dimana peneltian yang dilakukan oleh Leahy
(2012) tersebut menunjukkan bahwa tidak terdapat variabel independen yang
mempengaruhi secara determinant terhadap gross profit margin. Sedangkan
peneletian dilakukan oleh Bashar (2014) menunjukkan bahwa Inventory / Cost of
Goods Sold Ratio dan Account Payable / Cost of Goods Sold yang determinan
signifikan terhadap profitabilitas perusahaan farmasi di Bangladesh.
Berdasarkan perbedaan antara penelitian terdahulu dan fenomena yang ada,
maka penelitian ini dilakukan untuk menelaah kembali pengaruh rasio – rasio
6
keuangan (invetory turnover ratio, account payable to cost of goods sold ratio,
net working capital to total asset ratio dan debt ratio) terhadap gross profit
margin pada perusahaan yang bergerak di sektor industri batang konsumsi yang
terdaftar di Bursa Efek Indonesia.
1.2. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas maka perumusan
masalah dalam penelitian yaitu, apakah inventory turnover ratio, account payable
to cost of goods sold ratio, net working capital to total asset ratio dan debt ratio
berpengaruh secara simultan dan parsial terhadap gross profit margin pada
perusahaan yang bergerak di sektor industri barang konsumsi yang terdaftar di
BEI?
1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1.3.1. Tujuan Penelitian
Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh
inventory turnover ratio, account payable to cost of goods sold ratio, net working
capital to total asset ratio dan debt ratio secara simultan dan parsial terhadap
gross profit margin pada perusahaan yang bergerak di sektor industri barang
konsumsi yang terdaftar di BEI.
7
1.3.2. Manfaat Penelitian
Penelitian diharapkan bermanfaat untuk :
1.
Bagi peneliti, penelitian ini bermanfaat sebagai bahan masukan dalam
mengetahui pengaruh inventory turnover ratio, account payable to cost of
goods sold ratio, net working capital to total asset ratio dan debt ratio
secara simultan terhadap gross profit margin.
2.
Bagi perusahaan, penelitian di diharapkan agar dijadikan sebagai
pertimbangan bagi manejemen perusahaan dalam mengambil keputusan
bisnis yang berhubungan dengan rasio keuangan dalam rangka
memaksimumkan laba perusahaan untuk masa akan datang.
3.
Bagi investor, penelitian ini diharapkan dapat menjadi pertimbangan
dalam membuat keputusan investasi pada perusahaan sektor industri
barang konsumsi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.
4.
Bagi peneliti selanjutnya, hasil penelitian ini diharapkan menjadi bahan
referensi untuk peneltian selanjutnya pada bidang analisi rasio laporan
keuangan.
8