Efektifitas Promosi Kesehatan dengan Media Poster dan Flip Chart dalam Peningkatan Perilaku Menjaga Kesehatan Gigi dan Mulut pada Siswa SDN 060799 dan SDN 060953 Medan Tahun 2015

12

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Promosi Kesehatan
Menurut Piagam Ottawa (1986) promosi kesehatan merupakan suatu proses
yang

bertujuan

memungkinkan

individu

meningkatkan

kontrol

terhadap


kesehatannya. Demi mencapai derajat kesehatan yang sempurna, baik dari fisik,
mental, maupun sosial, masyarakat harus mampu mengenal dan mewujudkan aspirasi
dan kebutuhannya, dan mampu mengubah atau mengatasi lingkungannya
(Notoatmodjo, 2012).
Menurut Green dan Ottoson (1998) promosi kesehatan adalah kombinasi
berbagai dukungan menyangkut pendidikan, organisasi, kebijakan, dan peraturan
perundang-undangan untuk perubahan lingkungan dan perilaku yang menguntungkan
kesehatan. Batasan ini menekankan bahwa promosi kesehatan adalah program
masyarakat yang menyeluruh, bukan hanya perubahan perilaku, melainkan juga
perubahan lingkungan. Perubahan perilaku tanpa diikuti perubahan lingkungan tidak
akan efektif, dan juga dapat dipastikan tidak akan bertahan lama (Maulana, 2009).
Menurut WHO (2003) ruang lingkup promosi kesehatan bukan hanya
kegiatan intervensi terhadap perilaku dan lingkungan saja, tetapi mencakup semua
determinan atau faktor-faktor yang mempengaruhi kesehatan (Notoatmodjo, 2012).

12

13

2.2. Media Promosi Kesehatan

Media merupakan sarana untuk menyampaikan pesan kepada sasaran
sehingga mudah dimengerti oleh sasaran/pihak yang dituju. Media promosi kesehatan
adalah semua sarana atau upaya untuk menampilkan pesan atau informasi yang ingin
disampaikan oleh komunikator, baik itu melalui media cetak, elektronik dan media
luar ruang, sehingga sasaran dapat meningkat pengetahuannya yang akhirnya
diharapkan dapat berubah perilakunya ke arah

positif terhadap kesehatannya

(Notoatmodjo, 2010).
Media pendidikan kesehatan disebut juga sebagai alat peraga karena berfungsi
membantu dan memeragakan sesuatu dalam proses pendidikan atau pengajaran.
Prinsip pembuatan media bahwa pengetahuan yang ada pada setiap orang diterima
atau ditangkap melalui pancaindra.
Semakin banyak pancaindra yang digunakan, semakin banyak dan semakin
jelas pula pengertian atau pengetahuan yang diperoleh. Hal ini menunjukkan bahwa
keberadaan alat peraga dimaksudkan mengerahkan indera sebanyak mungkin pada
suatu objek sehingga memudahkan

pemahaman. Menurut penelitian para ahli,


pancaindra yang paling banyak menyalurkan pengetahuan ke otak adalah mata
(kurang lebih 75% sampai 87%), sedangkan 13% sampai 25% pengetahuan manusia
diperoleh atau disalurkan melalui indera lainnya
Alat peraga atau media mempunyai intensitas yang berbeda dalam membantu
permasalahan seseorang. Dale menggambarkan intensitas setiap alat peraga dalam
suatu kerucut. Berturut-turut intensitas alat peraga mulai dari yang paling rendah

14

sampai paling tinggi adalah kata- kata, tulisan, rekaman/radio, film, televisi, pameran,
field trip, demonstrasi, sandiwara, benda tiruan, benda asli (Maulana, 2009).

Media promosi kesehatan yang baik adalah media yang mampu memberikan
informasi atau pesan-pesan kesehatan yang sesuai dengan tingkat penerimaan
sasaran, sehingga sasaran mau dan mampu untuk mengubah perilaku sesuai dengan
pesan yang disampaikan.

2.3. Media Poster
2.3.1. Pengertian Media Poster

Media poster adalah bentuk media yang berisi pesan-pesan atau informasi
kesehatan yang biasanya ditempel di dinding, tempat-tempat umum, atau kendaraan
umum. Biasanya bersifat pemberitahuan dan propaganda (Maulana, 2009). Poster
adalah pesan singkat dalam bentuk gambar dengan sajian kombinasi visual yang jelas
dan menyolok yang bertujuan untuk mempengaruhi seseorang atau kelompok agar
tertarik pada objek materi yang diinformasikan (Effendy, 1997). Ukuran poster
biasanya sekitar 50x60 cm. Ukurannya yang terbatas menyebabkan tema dalam
poster tidak terlalu banyak, sedapat-dapatnya hanya ada satu tema dalam

satu

poster. Tata letak kata dan warna dalam poster hendaknya menarik (Efendi, 2009).
Menurut Depkes (2003) terdapat poster yang tidak ditempel untuk dijadikan
media penyuluhan yaitu poster interaktif dan poster simulasi, dimana poster interaktif
dapat berupa gambar dan tulisan yang penyampaiannya dipandu oleh petugas
kesehatan untuk sekelompok orang. Poster interaktif itu sendiri tidak ditempel dan

15

tidak dibiarkan berdiri sendiri tetapi dipakai sebagai alat bantu petugas saat

melakukan kegiatan penyuluhan kepada masyarakat dan kelompok sasaran lainnya.
Poster interaktif ini menjadi media yang baik untuk penyuluhan karena dapat
membantu proses belajar menjadi lebih menarik dan lebih mudah. Jumlah kelompok
ideal untuk media poster interaktif adalah 15 orang.
2.3.2. Kelebihan Media Poster
Kelebihan media poster adalah dapat meningkatkan kesadaran terhadap
kesehatan dan merangsang kepercayaan, sikap dan perilaku, dapat menyampaikan
informasi, mengarahkan orang melihat sumber lain, dapat dibuat dengan biaya murah
(Ewles, 1994).
Sebagai salah satu media pembelajaran, poster memiliki kelebihan,
diantaranya adalah dapat membantu guru dalam menyampaikan pelajaran dan
membantu peserta didik belajar, menarik perhatian, dengan demikian mendorong
peserta didik untuk lebih giat belajar, dapat dipasang atau ditempelkan dimana-mana,
sehingga memberi kesempatan kepada peserta didik untuk mempelajari dan
mengingat kembali apa yang telah dipelajari, dapat menyarankan perubahan tingkah
laku kepada peserta didik yang melihatnya (Sukirman, 2012).
Menurut Notoatmodjo (2005), kelebihan poster dari media yang lainnya
adalah tahan lama, mencakup banyak orang, biaya tidak tinggi, tidak perlu listrik,
dapat dibawa kemana-mana, dapat mengungkit rasa keindahan, mempermudah
pemahaman, dan meningkatkan gairah belajar.


16

Beberapa penelitian atau pembelajaran media poster efektif dilakukan dari
pada media lain, diantaranya yaitu:
1.

Penelitian yang dilakukan oleh Dinatia (2011) menyebutkan bahwa penyuluhan
dengan metode ceramah dan poster berpengaruh dalam meningkatkan perilaku
konsumsi makanan jajanan murid.

2.

Penelitian yang dilakukan oleh Tampubolon (2009) menyebutkan bahwa
penyuluhan dengan poster berpengaruh secara signifikan terhadap peningkatan
perilaku konsumsi makanan jajanan murid di SD Kelurahan Pincuran Kerambil
Kecamatan Sibolga Sambas Kota Sibolga.

3.


Penelitian yang dilakukan oleh Amir (2012) menyebutkan bahwa penyuluhan
dengan menggunakan media poster meningkatkan pengetahuan 71 siswa dan
sikap positif 33 siswa tentang jajanan sehat.

4.

Penelitian dilakukan oleh Priyono (2012) menyebutkan bahwa penyuluhan
dengan menggunakan media poster mempengaruhi pengetahuan maupun perilaku
ibu menyusui.

5.

Penelitian dilakukan oleh Mohamad (2011) menyebutkan bahwa metode
pendidikan kesehatan dengan poster partisipatori lebih baik digunakan untuk
meningkatkan pengetahuan siswa tentang bahaya rokok daripada sikap.

6.

Penelitian dilakukan oleh Tirahinigrum (2013) menyebutkan bahwa penyuluhan
dengan menggunakan media poster dapat meningkatkan pengetahuan anak

Sekolah Dasar tentang kesehatan gigi dan mulut.

17

2.3.3. Kekurangan Media Poster
Kekurangan media poster adalah untuk audiens terbatas, sangat lokal karena
pengaruhnya hanya di tempat pemasangan poster, umumnya hanya dibaca sekilas
sehingga seringkali pesan tidak terbaca secara utuh, mudah rusak, dan diacuhkan.
Untuk materi yang berkualitas tinggi memerlukan ahli grafis dan peralatan cetak yang
baik sehingga memerlukan biaya yang mahal (Suiraoka, 2012). Sangat dipengaruhi
oleh tingkat pengetahuan orang yang melihatnya, karena tidak adanya penjelasan
yang terinci, maka dapat menimbulkan interpretasi yang bermacam-macam dan
mungkin merugikan, suatu poster akan banyak mengandung arti atau makna bagi
kalangan tertentu tetapi dapat juga tidak menarik bagi kalangan yang lainnya, bila
poster terpasang lama di suatu tempat, maka akan berkurang nilainya, bahkan akan
membosankan orang yang melihatnya (Sukirman, 2012). Menurut Brieger (1992)
bahwa masa waktu peletakkan poster maksimal selama 1 bulan karena jika terlalu
lama maka akan membuat kelompok sasaran akan menjadi bosan dan
mengacuhkannya.


2.4. Media Flip Chart
2.4.1. Pengertian Media Flip Chart
Media flip chart adalah media yang biasanya berbentuk buku, setiap lembar
(halaman) berisi gambar yang diinformasikan dan lembar baliknya (belakangnya)
berisi kalimat sebagai pesan atau informasi yang berkaitan dengan gambar tersebut
(Maulana, 2009).

Dalam pengertian lebih sederhana adalah lembaran-lembaran

18

kertas menyerupai album atau kalender berukuran 50x75 cm yang disusun dalam
urutan yang diikat pada bagian atasnya. Flip chart dapat digunakan sebagai media
penyampai pesan pembelajaran. Dalam penggunaannya dapat dibalik jika pesan pada
lembaran depan sudah ditampilkan dan digantikan dengan lembaran berikutnya yang
sudah disediakan. Flip chart merupakan media cetakan yang sangat sederhana dan
cukup efektif. Sederhana dilihat dari proses pembuatannya dan penggunaannya yang
relatif mudah, dengan memanfaatkan bahan kertas. Efektif karena dapat dijadikan
sebagai media pesan pembelajaran secara terencana ataupun secara langsung
disajikan pada flip chart (Susilana, 2009).

Beberapa penelitian atau pembelajaran media flip chart efektif dilakukan dari
pada media lain, diantaranya yaitu:
1.

Penelitian dilakukan oleh Nurhidayat (2012) menyebutkan bahwa penyuluhan
dengan menggunakan media flip chart dapat meningkatkan pengetahuan anak
Sekolah Dasar tentang kesehatan gigi dan mulut.

2.

Penelitian dilakukan oleh Setiawan (2014) menyebutkan bahwa penyuluhan
dengan menggunakan media flip chart dapat meningkatkan penguasaan materi
siswa tentang pertumbuhan dan perkembangan.

3.

Penelitian dilakukan oleh Chamdi (2010) menyebutkan bahwa penyuluhan
dengan menggunakan media flip chart dapat meningkatkan pengetahuan dan
sikap PUS tentang MOW di Kelurahan Poncol Kecamatan Pekalongan Timur.


19

4.

Penelitian dilakukan oleh Astuty (2009) menyebutkan bahwa penyuluhan dengan
menggunakan media flip chart dapat meningkatkan pengetahuan tentang rabies
pada siswa SD di Provinsi Sumatera Barat.

2.4.2. Jenis Media Flip Chart
Dilihat dari bentuk penyajian dan desain, maka flip chart secara umum terbagi
dalam dua sajian, pertama flip chart yang hanya berisi lembaran-lembaran kertas
kosong yang siap diisi pesan pembelajaran, seperti halnya whiteboard namun flip
chart berukuran kecil dan menggunakan spidol sebagai alat tulisnya. Kedua, flip
chart yang berisi pesan-pesan pembelajaran yang telah disiapkan sebelumnya yang

isinya bisa berupa gambar, teks, grafik, bagan dan lain-lain.
2.4.3. Kelebihan Media Flip Chart
Kelebihan media flip chart adalah mampu menyajikan pesan pembelajaran
secara ringkas dan praktis yang bertujuan untuk memfokuskan perhatian siswa dan
membimbing alur materi yang disajikan, dapat digunakan di dalam ruangan atau luar
ruangan karena tidak membutuhkan arus listrik, bahan pembuat relatif murah karena
bahan dasarnya adalah kertas, mudah dibawa kemana-mana, meningkatkan aktivitas
belajar siswa. Bagus untuk curah pendapat dan melibatkan kelompok secara aktif
dalam membuat ide, mudah dibawa, dapat dipakai dalam ruang yang tidak ada papan
tulisnya, murah (Suiraoka, 2012).

20

2.4.4. Kekurangan Media Flip Chart
Kekurangan media lembar balik adalah media ini tidak dapat menstimulir efek
suara dan efek gerak, mudah terlipat. Terlalu kecil untuk sasaran lebih dari 25 orang,
mudah robek (Suiraoka, 2012).

2.5. Demonstrasi
Demonstrasi adalah suatu cara menyajikan bahan penyuluhan dengan cara
mempertunjukkan secara langsung obyeknya atau cara memperlihatkan suatu proses
menggunakan alat bantu peraga. Tujuannya adalah untuk memperlihatkan kepada
kelompok bagaimana cara melakukan sesuatu dengan prosedur yang benar,
menyakinkan kepada kelompok bahwa ide baru tersebut dapat dilaksanakan setiap
orang, meningkatkan minat orang untuk belajar dan mencoba sendiri dengan prosedur
yang didemonstrasikan (Herijulianti, 2002).
Keuntungan demonstrasi adalah proses penerimaan sasaran terhadap materi
penyuluhan akan lebih berkesan secara mendalam sehingga mendapatkan
pemahaman yang lebih baik dan sempurna, mengurangi kesalahan dibandingkan
membaca atau mendengar karena persepsi yang jelas diperoleh dari hasil pengamatan,
benda-benda yang digunakan benar nyata sehingga hasrat untuk mengetahui lebih
dalam dapat dikembangkan, peragaan dapat diulang dan dicoba oleh peserta, dengan
mengamati demonstrasi masalah atau pertanyaan yang ada dapat terjawab
(Herijulianti, 2002).

21

2.6. Kesehatan Gigi dan Mulut
2.6.1. Pengertian Kesehatan Gigi dan Mulut
Menurut WHO, pengertian kesehatan rongga mulut adalah keadaan bebas dari
nyeri wajah dan mulut, kanker oral dan tenggorokan, infeksi dan luka oral, penyakit
periodontal, karies gigi, kehilangan gigi dan penyakit-penyakit serta gangguan oral
lain yang membatasi kapasitas individu untuk menggigit, mengunyah, tersenyum,
berbicara, dan kesejahteraan psikososial.
2.6.2. Jenis Penyakit Gigi dan Mulut
1. Karies gigi
Karies merupakan suatu penyakit pada jaringan keras gigi yang disebabkan
oleh aktivitas jasad renik yang ada dalam suatu karbohidrat yang diragikan. Proses
karies ditandai dengan terjadinya demineralisasi pada jaringan keras gigi, diikuti
dengan kerusakan bahan organiknya. Hal ini akan menyebabkan terjadinya invasi
bakteri dan kerusakan pada jaringan pulpa serta penyebaran infeksi ke jaringan
periapikal dan menimbulkan rasa nyeri (Pintauli, 2012).
Karies terjadi bukan disebabkan karena satu kejadian saja tetapi disebabkan
serangkaian proses yang terjadi selama beberapa kurun waktu. Ada tiga faktor utama
yang memegang peranan, yaitu faktor host atau tuan rumah, agen atau
mikroorganisme, substrat atau diet ditambah faktor waktu. Untuk terjadinya karies,
maka kondisi setiap faktor tersebut harus saling mendukung, yaitu tuan rumah yang
rentan yang meliputi morfologi gigi, struktur enamel, faktor kimia dan kristalografis,
mikroorganisme yang kariogenik yang mampu menghasilkan asam, seperti

22

Streptococcus, substrat yang sesuai adalah makanan yang mengandung karbohidrat
terutama sukrosa, dan waktu yang lama (Pintauli, 2012).
Proses terjadinya karies diawali adanya proses demineralisasi pada email. Sisa
makanan akan menempel pada permukaan email dan berakumulasi membentuk plak,
yaitu

media

pertumbuhan

yang

menguntungkan

bagi

mikroorganisme.

Mikroorganisme yang menempel pada permukaan tersebut akan menghasilkan asam
dan

melarutkan

permukaan

email

sehingga

terjadi

proses

demineralisasi.

Demineralisasi mengakibatkan proses awal karies pada email, yang ditandai dengan
bercak putih (white spot). Bila proses ini sudah terjadi maka progresivitas tidak akan
dapat berhenti sendiri, kecuali dilakukan pembuangan jaringan karies dan dilakukan
penambalan pada permukaan gigi yang terkena karies atau dilakukan pencabutan bila
tidak dapat ditambal lagi (Pintauli, 2012).
2. Karang gigi (Kalkulus)
Karang gigi adalah lapisan kerak berwarna kuning yang menempel pada gigi
dan terasa kasar, yang dapat menyebabkan masalah pada gigi. Karang gigi dapat
terletak di leher gigi dan terlihat oleh mata sebagai garis kekuningan atau kecoklatan
yang melekat cukup kuat pada permukaan gigi sehingga tidak dapat dihilangkan
dengan menyikat gigi (Irma, 2013). Karang gigi umumnya terbentuk di bawah gusi
karena daerah tersebut sulit dijangkau oleh bulu sikat gigi (Susanto, 2007).
3. Penyakit periodontal
Penyakit periodontal merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh
bakteri yang terakumulasi dalam plak yang menyebabkan gingival mengalami

23

peradangan. Ada dua tipe penyakit periodontal yang biasa dijumpai yaitu gingivitis
dan periodontitis (Pintauli, 2012).
a. Gingivitis
Gingivitis merupakan penyakit periodontal stadium awal berupa peradangan
pada gingival, termasuk penyakit paling umum yang sering ditemukan pada jaringan
mulut. Faktor penyebab terjadinya gingivitis adalah faktor lokal dan sistemik. Faktor
penyebab lokal adalah plak, kalkulus, impaksi makanan, karies dan tambalan yang
berlebih. Plak merupakan deposit berisi mikroorganisme mulut beserta eksudatnya
memegang peranan penting terhadap terjadinya inflamasi tersebut. Tingkat keparahan
dan kerusakan jaringan yang terjadi tergantung pada daya tahan tubuh dan kualitas
reparasi jaringan. Adanya penyakit atau kondisi penurunan daya tahan tubuh
penderita dapat menambah keparahan penyakit.
Gingivitis dapat disebabkan beberapa hal, diantaranya kebersihan mulut yang
buruk, penumpukan karang gigi (kalkulus), dan efek samping dari obat-obatan
tertentu yang diminum secara rutin. Sisa-sisa makanan yang tidak dibersihkan secara
seksama menjadi tempat pertumbuhan bakteri. Meningkatnya kandungan mineral dari
air liur membuat plak mengeras menjadi karang gigi (kalkulus) dan dapat
menyebabkan radang gusi sehingga gusi mudah berdarah (Irma, 2013).
b. Periodontitis
Periodontitis terjadi jika gingivitis menyebar ke struktur penyangga gigi
(Irma, 2013). Pada tahap ini, tulang penyangga gigi dan jaringan yang menyangga
gigi di tempat yang terinfeksi tersebut sudah mengalami kerusakan. Jika keadaan ini

24

bertambah parah, jaringan dan tulang yang menyangga gigi telah hancur. Hal ini
dapat menyebabkan gigi tanggal (Susanto, 2007). Periodontitis merupakan salah satu
penyebab utama lepasnya gigi pada orang dewasa dan lanjut usia. Sebagian besar
periodontitis merupakan akibat dari penumpukan plak dan karang gigi di antara gigi
dan gusi (Irma, 2013).
2.6.3. Faktor-faktor yang Memengaruhi Kesehatan Gigi
1. Makanan dan Minuman
Sisa-sisa makanan dalam rongga mulut terutama makanan lengket dan manis
dapat menyebabkan timbulnya plak gigi. Plak yang menumpuk kemudian akan
menyebabkan karies gigi. Pada awalnya kerusakan terjadi pada email dan proses
biasanya tidak disadari oleh penderita. Plak berwarna putih seperti gigi sehingga
lapisan ini tidak begitu jelas terlihat. Kerusakan gigi baru diketahui setelah proses
perlubangan gigi sampai ke daerah pulpa. Untuk menjaga kesehatan rongga mulut,
sebaikanya kita memperhatikan pola makanan kita (Susanto, 2007).
Minuman kopi dan teh kurang baik untuk kesehatan gigi. Terlalu banyak
minum kopi dan teh dapat menimbulkan plak berwarna cokelat pada permukaan gigi.
Minuman soft drink (minuman bersoda) juga dapat menyebabkan kareis gigi karena
mengandung banyak gula (Susanto, 2007).
Beberapa cara mencegah kerusakan gigi sehubungan dengan makanan yang
dikonsumsi sehari-hari:

25

a. Mengurangi makanan serba manis
Permen, coklat, roti yang diberi selai merupakan contoh makanan penyebab
kerusakan gigi. Makanan tersebut bersifat manis dan lengket. Kandungan gula
dalam makanan tersebut sangat tinggi, Dengan demikian, bakteri akan mengubah
sisa-sisa makanan yang mengandung gula tersebut menjadi asam. Akhirnya,
terjadi kerusakan gigi. Semakin lama sisa-sisa makanan itu menempel pada gigi,
semakin mudah juga gigi mengalami karies.
Berkumur menggunakan air putih dapat mengurangi sisa makanan yang lengket
pada permukaan gigi. Selain itu, makan buah-buahan berair dan mengandung serat
tinggi baik untuk kesehatan gigi. Gesekan antara buah dengan permukaan gigi
dapat mengurangi jumlah plak yang menempel pada gigi.
b. Menghindari makanan yang terlalu asam
Asam bersifat merusak gigi, demikian juga dengan makanan yang serba asam.
Contohnya asam cuka yang biasanya digunakan dalam kuah empek-empek, dan
buah-buahan yang rasanya asam.
c. Menghindari makanan keras, terlalu panas, dan terlalu dingin
d. Makan makanan yang mengandung mineral, kalsium, fluor, dan fosfor serta
vitamin A, C, D, dan E yang diperlukan untuk pertumbuhan gigi.
2. Menyikat gigi
Kuman akan aktif merusak gigi jika ada sisa-sisa makanan dalam rongga
mulut (Susanto, 2007). Plak dapat disingkirkan dengan menyikat gigi. Oleh karena
itu, menyikat gigi harus dilakukan secara teratur, pada waktu yang tepat dan cara

26

yang benar. Selain itu perlu juga diperhatikan pemilihan sikat gigi dan pasta gigi yang
tepat.
Menyikat gigi yang benar adalah dengan menyikat seluruh permukaan gigi.
Tahapan menyikat gigi secara sistematis adalah sebagai berikut: Penyikatan gigi
dimulai dari gigi paling belakang di permukaan dalam gigi yang menghadap lidah
rahang bawah kiri sampai ke gigi paling belakang di permukaan yang menghadap
lidah rahang bawah kanan. Penyikatan kemudian dilanjutkan ke permukaan yang
menghadap langit-langit gigi paling belakang di rahang atas kanan, terus sampai ke
gigi paling belakang di rahang atas kiri. Seterusnya dilanjutkan dengan menyikat
permukaan yang menghadap pipi gigi paling belakang di rahang atas kiri sampai ke
permukaan yang menghadap pipi gigi paling belakang di rahang atas kanan.
Penyikatan dilanjutkan ke permukaan yang menghadap pipi gigi paling belakang di
rahang bawah kanan sampai ke permukaan yang menghadap pipi gigi paling belakng
di rahang bawah kiri. Setelah itu penyikatan dilakukan pada permukaan kunyah gigi
belakng rahang bawah kiri, dilanjutkan dengan permukaan kunyah gigi belakang
rahang bawah kanan. Tahap terakhir adalah penyikatan permukaan kunyah gigi
belakang rahang atas kanan, dan diakhiri pada permukaan kunyah gigi belakang
rahang atas kiri (Daliemunthe, 1996).

2.7. Perilaku Kesehatan
Perilaku kesehatan adalah respons seseorang terhadap stimulus atau objek
yang berkaitan dengan sehat-sakit seperti lingkungan, makanan, minuman, dan

27

pelayanan kesehatan (Notoatmodjo, 2010). Ada tiga tingkat ranah perilaku, yaitu:
kognitif (pengetahuan), afektif (sikap), psikomotor (tindakan).
2.7.1. Ranah Kognitif
Ranah kognitif adalah ranah yang mencakup kegiatan mental (otak). Ranah
kognitif berhubungan dengan kemampuan berpikir, termasuk di dalamnya
kemampuan menghafal, memahami, mengaplikasi, menganalisis, mensintesis, dan
kemampuan mengevaluasi. Menurut Revisi Taksonomi Bloom (2001), ada enam
aspek atau jenjang proses berpikir mulai dari jenjang terendah sampai dengan jenjang
yang paling tinggi, yaitu:
1. Mengingat (remember )
Mengingat merupakan usaha mendapatkan kembali pengetahuan dari memori
atau ingatan yang telah lampau, baik yang baru saja didapatkan maupun yang sudah
lama didapatkan. Mengingat berperan penting dalam proses pembelajaran yang
bermakna dan pemecahan masalah. Mengingat meliputi mengenali dan memanggil
kembali. Mengenali berkaitan dengan pengetahuan masa lampau yang berkaitan
dengan hal-hal yang konkret, misalnya tanggal lahir, alamat, dan usia, sedangkan
memanggil kembali adalah proses kognitif yang membutuhkan pengetahuan masa
lampau secara cepat dan tepat.
2. Memahami / mengerti (understand)
Memahami berkaitan dengan membangun sebuah pengertian dari berbagai
sumber

seperti

pesan,

bacaan,

dan

komunikasi.

Memahami

meliputi

mengklasifikasikan dan membandingkan. Mengklasifikasikan berawal dari suatu

28

contoh atau informasi yang spesifik kemudian ditemukan konsep dan prinsip
umumnya. Membandingkan berkaitan dengan proses kognitif menemukan satu
persatu ciri-ciri dari obyek yang diperbandingkan.
3. Menerapkan (apply)
Menerapkan

menunjuk

pada

proses

kongitif

memanfaatkan

atau

mempergunakan suatu prosedur untuk melaksanakan percobaan atau menyelesaikan
permasalahan.

Menerapkan

meliputi

kegiatan

menjalankan

prosedur

dan

mengimplementasikan. Menjalankan prosedur merupakan proses kognitif dalam
menyelesaikan masalah dan melaksanakan percobaan. Mengimplementasikan muncul
apabila memilih dan menggunakan prosedur untuk hal-hal yang belum diketahui atau
masih asing.
4. Menganalisis (analyze)
Menganalisis

merupakan

memecahkan

suatu

permasalahan

dengan

memisahkan tiap-tiap bagian dari permasalahan dan mencari keterkaitan dari tiap-tiap
bagian tersebut dan mencari tahu bagaiman keterkaitan tersebut dapat menimbulkan
masalah. Menganalisis berkaitan dengan memberi atribut dan mengorganisasikan.
5. Mengevaluasi (evaluate)
Evaluasi berkatain dengan proses kognitif memberikan penilaian berdasarkan
criteria dan standar yang sudah ada . Evaluasi meliputi mengecek dan mengkritisi.
Mengecek mengarah pada penetapan sejauh mana suatu rencana berjalan dengan
baik. Mengkritisi berkaitan erat dengan berpikir kritis.

29

6. Menciptakan (create)
Menciptakan berkaitan erat dengan pengalaman belajar sebelumnya.
Menciptakan mengarahkan untuk dapat melaksanakan dan menghasilkan karya.
Menciptakan meliputi menggeneralisasikan dan memproduksi.
2.7.2. Ranah Afektif
Ranah afektif adalah ranah yang berkaitan dengan sikap dan nilai, mencakup
watak perilaku seperti perasaan, minat, sikap, emosi dan nilai.
Seperti halnya ranah kognitif, ranah afektif juga mempunyai tingkat-tingkat
berdasarkan intensitasnya, sebagai berikut:
1. Menerima (receiving)
Menerima adalah kepekaan seseorang dalam menerima rangasangan dari luar yang
datang kepada dirinya dalam bentuk masalah, situasi, gejala, dan lain-lain.
2. Menanggapi (responding)
Menanggapi berarti kemampuan seseorang untuk mengikutsertakan dirinya secara
aktif dalam fenomena tertentu dan membuat reaksi terhadapnya.
3. Menghargai (valuing)
Menghargai

diartikan

seseorang

memberikan penghargaan terhadap suatu

kegiatan atau obyek, sehingga apabila kegiatan itu tidak dikerjakan, dirasakan
akan membawa kerugian atau penyesalan.
4. Mengorganisasikan (organization)
Mengorganisasikan artinya mempertemukan perbedaan nilai sehingga terbentuk
nilai baru yang universal, yang membawa pada perbaikan umum.

30

5. Karakterisasi dengan suatu nilai atau komplek nilai (characterization by value or
value complex)

Karakterisasi dengan suatu nilai atau kompleks nilai, yakni keterpaduan
semua sistem nilai yang telah dimiliki oleh seseorang, yang mempengaruhi pola
kepribadian dan tingkah lakunya.
2.7.3. Praktik atau Tindakan
Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan (overt behavior).
Untuk mewujukan sikap menjadi perbuatan nyata diperlukan faktor pendukung atau
suatu kondisi yang memungkinkan. Praktik ini mempunyai beberapa tingkatan
(Notoadmojo, 2012):
1. Respons terpimpin (guided response)
Dapat melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang benar dan sesuai dengan
contoh yang diberikan.
2. Mekanisme (mechanism)
Apabila seseorang telah dapat melakukan sesuatu dengan benar secara otomatis,
atau sesuatu itu sudah merupakan kebiasaan.
3. Adopsi (adoption)
Adopsi adalah suatu praktik atau tindakan yang sudah berkembang dengan baik.
Artinya tindakan tersebut sudah dimodifikasi tanpa mengurangi kebenaran
tindakan tersebut.

31

2.8. Karakteristik Anak Sekolah Dasar
Anak sekolah dasar mulai memandang semua peristiwa dengan objektif.
Semua kejadian ingin diselidiki dengan tekun dan penuh minat. Anak pada usia ini
sangat aktif dan dinamis. Pada usia 6-12 tahun anak mulai mengalami perubahan
yang cepat dalam menerima informasi, mengingat, membuat alasana, dan
memutuskan tindakan. Pada usia inilah anak mulai belajar tentang semua kompetensi
diri. Di samping keluarga, sekolah memberikan pengaruh yang sistematis terhadap
pembentukan akal budi anak.
Usia Sekolah Dasar disebut juga periode intelektualitas, atau periode
keserasian bersekolah. Pada umur 6-7 tahun seorang anak dianggap sudah matang
untuk memasuki sekolah. Periode Sekolah Dasar terdiri dari periode kelas rendah,
dan periode kelas tinggi. Pada kelas-kelas rendah (umur 6-9 tahun), seorang anak
biasanya menunjukkan ciri ( Depkes, 2008):
a) Adanya korelasi positif yang cukup tinggi antara kondisi fisik dengan prestasi.
b) Tunduk kepada peraturan-peraturan permainan yang ada dalam dunianya.
c) Cenderung memuji diri sendiri.
d) Seringkali membandingkan dirinya dengan temannya.
e) Apabila tidak dapat menyelesaikan suatu soal, maka soal itu dianggap tidak
penting.
f) Pada periode ini (utamanya usia 6-8 tahun), seorang anak menghendaki nilai
rapor yang baik, tanpa mengingat apakah prestasinya memang pantas diberi nilai
baik atau tidak.

32

Adapun pada kelas-kelas yang lebih tinggi (10-12 tahun), seorang anak
memiliki ciri ( Depkes, 2008):
a) Punya minat terhadap kehidupan praktis sehari-hari yang konkrit.
b) Realistik, ingin tahu dan ingin belajar.
c) Menjelang akhir periode (lulus SD) mulai terlihat minat kepada hal-hal atau mata
pelajaran khusus sebagai tanda mulai menonjolnya bakat-bakat khusus pada diri
seorang anak.
d) Sampai usia 11 tahun, seorang anak membutuhkan guru atau orang dewasa
lainnya untuk menyelesaikan tugas dan memenuhi keinginannya. Selepas usia ini
pada umumnya anak mulai mempunyai keterampilan untuk menyelesaikan tugastugasnya tanpa tergantung bantuan orang lain.
e) Anak memandang angka rapor sebagai ukuran yang tepat mengenai prestasi
sekolahnya.
f) Mulai senang membentuk kelompok sebaya untuk bermain bersama sekaligus
membuat peraturan sendiri, yang berbeda dari aturan yang sebelumnya.

2.9. Landasan Teori
Menurut

Maulana

(2009),

bahwa

belajar

merupakan

proses

yang

memungkinkan terjadinya proses perubahan perilaku sebagai akibat latihan, praktek
atau observasi. Seseorang dikatakan belajar jika terjadi perubahan pengetahuan, sikap
maupun tindakan akan tetapi proses perubahan tidak selalu akibat proses belajar
tetapi juga melalui proses kematangan. Proses belajar memiliki identik dengan

33

pendidikan, tetapi jika dilihat lebih lanjut keduanya memiliki pengertian yang
berbeda.
Metode

Media belajar

Input belajar

Output belajar
Proses belajar

(Subjek belajar)

Fasilitator

(Hasil belajar)

Bahan belajar

Gambar 2.1. Proses Belajar (Maulana, 2009)
Perilaku merupakan respons atau reaksi seseorang terhadap stimulus
(rangsangan dari luar). Landasan teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah
dengan menggunakan teori perubahan perilaku model S-O-R (Stimulus – Organisme
– Response). Berdasarkan

teori tersebut, maka perilaku manusia dapat

dikelompokkan menjadi dua, yakni : (Notoatmodjo, 2010)
a. Perilaku tertutup (covert behavior )
Perilaku tertutup terjadi bila respons terhadap stimulus tersebut masih belum dapat
diamati orang lain (dari luar) secara jelas. Respons seseorang masih terbatas dalam
bentuk perhatian, perasaan, persepsi, pengetahuan dan sikap terhadap stimulus
yang bersangkutan. Bentuk yang dapat diukur adalah pengetahuan dan sikap.

34

b. Perilaku terbuka (overt behavior )
Perilaku terbuka ini terjadi bila respons terhadap stimulus tersebut sudah berupa
tindakan ini dapat diamati orang lain dari luar.

Stimulus

Organisme
-Perhatian
-Pengertian
- Penerimaan

Reaksi
(Perubahan Sikap)

Reaksi
(Perubahan Praktik)

Gambar 2.2. Teori Stimulus – Organisme – Respons
Rogers pada tahun 1961 telah membuat pengelompokan penerima inovasi ke
dalam kurva adopsi yang terdiri dari :
1. Innovators : merupakan individu yang membuat suatu inovasi dengan jumlah 2,5%
2. Early Adopters : merupakan perintis penerimaan inovasi dengan jumlah 13,5%.
3. Early Mayority : merupakan kelompok yang dapat dikasih contoh dan mau meniru
cara baru apabila hal tersebut telah benar-benar berhasil dan jumlahnya 34%.

35

Mereka tidak mau mengambil resiko, dan cenderung mengadopsinya secara
massal. Pembentukan kelompok sebaya untuk menjadi contoh, mempunyai
pengaruh yang besar dalam merubah perilaku supaya menjadi lebih baik.
4. Late Mayority : merupakan pengikut akhir penerimaan inovasi dengan jumlah 34%
5. Laggards : merupakan kelompok yang menolak dan benar-benar teramat sulit
dalam menerima inovasi, jumlahnya hanya 16%.
2.10. Kerangka Konsep
Kerangka konsep penelitian ini menggambarkan bahwa yang akan diteliti
adalah efektivitas promosi kesehatan dengan media poster dan flip chart terhadap
peningkatan perilaku dalam hal ini pengetahuan, sikap dan tindakan

menjaga

kesehatan gigi dan mulut. Untuk mengetahui perilaku sebelum dilakukan promosi
kesehatan diukur dengan pre-test dan untuk mengetahui sejauh mana efektivitas
media poster dan flip chart tersebut diukur dengan post – test. Kerangka konsep
penelitian ini tercantum dalam gambar 2.3

Pengetahuan
Promosi Kesehatan
- Media Poster

Sikap

- Media Flip Chart
Tindakan

Gambar 2.3. Kerangka Konsep Penelitian

Dokumen yang terkait

Hubungan Pengetahuan Tentang Kesehatan Gigi dan Mulut dengan Tindakan Menjaga Kebersihan Gigi dan Mulut Pada Murid SD Shafiyyatul Amaliyyah Pada Tahun 2011

8 144 62

Hubungan Perilaku Pemeliharaan Kesehatan Gigi dan Mulut Dengan Status Kesehatan Gigi dan Mulut Murid

0 75 1

Hubungan Perilaku Pemeliharaan Kesehatan Gigi Dan Mulut Dengan Status Kesehatan Gigi Dan Mulut Murid SMU Di Kabupaten Langkat Tahun 2004

4 82 135

Perbandingan Media Power Point dengan Flip Chart dalam Meningkatkan Pengetahuan Kesehatan Gigi dan Mulut pada Siswa Kelas IV SD Negeri Sukorejo 02 dan 03 Kecamatan Gunungpati Semarang Tahun 2011,.

0 1 1

Efektifitas Promosi Kesehatan dengan Media Poster dan Flip Chart dalam Peningkatan Perilaku Menjaga Kesehatan Gigi dan Mulut pada Siswa SDN 060799 dan SDN 060953 Medan Tahun 2015

0 9 18

Efektifitas Promosi Kesehatan dengan Media Poster dan Flip Chart dalam Peningkatan Perilaku Menjaga Kesehatan Gigi dan Mulut pada Siswa SDN 060799 dan SDN 060953 Medan Tahun 2015

0 0 2

Efektifitas Promosi Kesehatan dengan Media Poster dan Flip Chart dalam Peningkatan Perilaku Menjaga Kesehatan Gigi dan Mulut pada Siswa SDN 060799 dan SDN 060953 Medan Tahun 2015

0 1 11

Efektifitas Promosi Kesehatan dengan Media Poster dan Flip Chart dalam Peningkatan Perilaku Menjaga Kesehatan Gigi dan Mulut pada Siswa SDN 060799 dan SDN 060953 Medan Tahun 2015

3 9 5

Efektifitas Promosi Kesehatan dengan Media Poster dan Flip Chart dalam Peningkatan Perilaku Menjaga Kesehatan Gigi dan Mulut pada Siswa SDN 060799 dan SDN 060953 Medan Tahun 2015

0 0 21

PENGETAHUAN TENTANG BAHAYA KARIES GIGI DENGAN SIKAP IBU HAMIL DALAM MENJAGA KESEHATAN GIGI DAN MULUT

0 0 5