Gambaran Pengetahuan, Sikap Siswa SMA Negeri 3 Rantau Utara Tentang Perilaku Seksual Tahun 2017

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Perilaku
2.1.1 Pengertian Perilaku
Perilaku manusia merupakan hasil segala macam pengalaman serta interaksi
manusia yang terwujud dalam bentuk pengetahuan, sikap dan tindakan. Perilaku
merupakan suatu tindakan yang mempunyai frekuensi, lama, dan tujuan khusus, baik
yang dilakukan secara sadar maupun tidak sadar (Green. L, 2000).
Menurut Skinner (2001) seorang ahli psikologi, merumuskan bahwa perilaku
merupakan respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar).
Perilaku manusia dari segi biologis adalah tindakan atau aktivitas dari manusia itu
sendiri yang mempunyai bentangan yang sangat luas seperti berjalan, berbicara,
menangis, bekerja dan sebagainya. Dilihat dari bentuk respon terhadap stimulus
Skinner membedakan perilaku menjadi dua:
a. Perilaku tertutup (Covert Behavior)
Respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk terselubung atau tertutup.
Respon terhadap stimulus ini masih terbatas pada perhatian, persepsi, pengetahuan
atau kesadaran, dan sikap yang terjadi pada orang yang menerima stimulus tersebut,
dan belum dapat diamati secara jelas oleh orang lain.


9
Universitas Sumatera Utara

b. Perilaku terbuka (Overt Behavior)
Respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk tindakan nyata atau
terbuka. Respon terhadap stimulus tersebut sudah jelas dalam bentuk tindakan atau
praktik yang dengan mudah dapat diamati atau dilihat orang lain.
Proses pembentukan atau perubahan perilaku dapat dipengaruhi oleh beberapa
faktor baik dari dalam maupun dari luar individu. Aspek-aspek dalam diri individu
yang sangat berperan/berpengaruh dalam perubahan perilaku adalah persepsi,
motivasi dan emosi. Persepsi adalah pengamatan yang merupakan kombinasi dari
penglihatan, pendengaran, penciuman serta pengalaman masa lalu. Motivasi adalah
dorongan bertindak untuk memuaskan sesuatu kebutuhan. Dorongan dalam motivasi
diwujudkan dalam bentuk tindakan (Sarwono, 2003).
2.1.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku Pengetahuan (knowledge)
Menurut Notoatmodjo (1993), pengetahuan adalah hasil penginderaan manusia
atau hasil tahu seseorang terhadap objek melalui indera yang dimilikinya (mata,
hidung, telinga). Dengan sendirinya, pada waktu penginderaan sampai menghasilkan
pengetahuan tersebut sangat dipengaruhi oleh intensitas perhatian dan persepsi
terhadap objek. Sebagian besar pengetahuan seseorang diperoleh melalui indera

pendengaran dan penglihatan. Pengetahuan seseorang terhadap objek mempunyai
intensitas atau tingkat yang berbeda-beda. Secara garis besar dibagi dalam enam
tingkat pengetahuan, yaitu :

10
Universitas Sumatera Utara

1.

Tahu (know): Tahu diartikan hanya sebagai recall (memanggil) memori yang
telah ada sebelumnya setelah mengamati sesuatu.

2.

Memahami (comprehension): Memahami suatu objek bukan sekedar tahu
terhadap objek tersebut, tidak sekedar dapat menyebutkan, tetapi orang tersebut harus
dapat menginterpretasikan secara benar tentang objek yang diketahuinya tersebut.

3.


Aplikasi

(application): Aplikasi

diartikan

apabila

orang

yang

telah

memahami objek yang dimaksud dapat menggunakan atau mengaplikasikan prinsip
yang diketahui tersebut pada situasi yang lain.
4.

Analisis (analysis): Analisis adalah kemampuan seseorang menjabarkan dan
atau memisahkan, kemudian mencari hubungan antara komponen - komponen yang

terdapat dalam suatu masalah atau objek yang diketahui. Indikasi bahwa pengetahuan
seseorang sudah sampai pada tingkat analisis adalah apabila orang tersebut telah
dapat membedakan, memisahkan, mengelompokkan, membuat diagram (bagan)
terhadap pengetahuan atas objek tersebut.

5.

Sintesis (synthesis): Sintesis menunjukkan suatu kemampuan seseorang
untuk merangkum atau meletakkan adalam suatu hubungan yang logis dari
komponen- komponen pengetahuan yang dimiliki. Dengan kata lain sintesis adalah
suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi - formulasi yang
telah ada.

6.

Evaluasi (evaluation): Evaluasi berkaitan dengan kemampuan seseorang
untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu objek tertentu. Penilaian ini

11
Universitas Sumatera Utara


dengan sendirinya didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau normanorma yang berlaku di masyarakat.

Pengetahuan merupakan hasil stimulasi informasi yang diperhatikan dan diingat.
Informasi dapat berasal dari berbagai bentuk termasuk pendidikan formal/non formal,
percakapan harian, membaca, mendengar radio, menonton televisi dan dari
pengalaman hidup lainnya. Pengetahuan merupakan fungsi dari sikap. Menurut
fungsi ini manusia mempunyai dorongan dasar untuk ingin tahu, untuk mencari
penalaran dan untuk mengorganisir pengalamannya (Simon-Morton, 1995).
Teori Sikap (attitude)
Notoatmodjo (2005) berpendapat bahwa sikap merupakan reaksi yang masih
tertutup, tidak dapat dilihat langsung. Sikap hanya dapat ditafsirkan pada perilaku
yang nampak. Sikap dapat diterjemahkan dengan sikap terhadap objek tertentu diikuti
dengan kecenderungan untuk melakukan tindakan sesuai dengan objek. Menurut
Notoatmodjo (2005), sikap itu terdiri dari tiga komponen pokok yaitu :

1. Kepercayaan atau keyakinan, ide dan konsep terhadap objek, artinya bagaimana
keyakinan dan pendapat atau pemikiran seseorang terhadap objek.
2. Kehidupan emosional atau evaluasi orang terhadap objek, artinya bagaimana
penilaian (terkandung di dalam faktor emosi) orang tersebut terhadap objek.


12
Universitas Sumatera Utara

3. Kecenderungan untuk bertindak, artinya sikap merupakan komponen yang
mendahului tindakan atau perilaku terbuka. Sikap adalah ancang-ancang untuk
bertindak atau berperilaku terbuka.
4. Ketiga komponen tersebut secara bersama-sama membentuk sikap yang utuh (total
attitude). Dalam menentukan sikap yang utuh ini pengetahuan, pikiran, keyakinan
dan emosi memegang perananpenting. Sikap sosial terbentuk oleh adanya interaksi
sosial yang dialami oleh individu. Dalam interaksi sosial terjadi hubungan yang
saling mempengaruhi antara individu yang satu dengan individu yang lain. Dalam
interaksi ini individu membentuk pola sikap tertentu terhadap objek psikologis yang
dihadapinya. Diantara berbagai faktor yang mempengaruhi pembentukan sikap adalah
pengalaman pribadi, kebudayaan orang lain yang dianggap penting, media massa,
institusi atau lembaga pendidikan dan lembaga agama serta faktor emosi dari diri
individu. Faktor-faktor tersebut dapat dibedakan menjadi faktor internal dan
eksternal. Faktor internal meliputi jenis kelamin, umur, pendidikan dan pengalaman.
Faktor


eksternal

meliputi

media

massa,institusi

pendidikan,institusi

agama

danmasyarakat (Azwar, 2005)

Tindakan atau praktek (practice)
Notoatmodjo (2005) menyatakan bahwa sikap belum tentu terwujud dalam bentuk
tindakan, sebab untuk mewujudkan tindakan perlu faktor lain, yaitu adanya fasilitas
atau sarana dan prasarana sebagai mediator agar sikap dapat meningkat menjadi
tindakan. Fishbein dan Ajzen (1988), berdasarkan teori tindakan beralasan (Theory of


13
Universitas Sumatera Utara

Reasond Action), menyatakan bahwa sikap mempengaruhi perilaku lewat suatu
proses pengambilan keputusan yang diteliti dan beralasan dan dampaknya terbatas
pada tiga hal, yaitu: pertama, perilaku tidak banyak ditentukan oleh sikap umum
tetapi oleh sikap spesifik terhadap sesuatu; kedua, perilaku tidak hanya dipengaruhi
oleh sikap spesifik tetapi juga oleh norma-norma subjektif yaitu keyakinan seseorang
terhadap yang inginkan orang lain agar ia berprilaku; ketiga, sikap terhadap suatu
perilaku bersama norma-norma subjektif membentuk suatu intensi atau niat untuk
berperilakutertentu.
Menurut Green et al (1980) faktor perilaku dibentuk oleh tiga faktor utama yaitu :

1. Faktor predisposisi (predisposing factors), yaitu faktor yang mempermudah atau
mempredisposisi terjadinya perilaku seseorang antara lain pengetahuan, sikap,
keyakinan, kepercayaan, nilai-nilai dan tradisi.
2. Faktor pemungkin (enabling factors), yaitu faktor yang memungkinkan atau yang
memfasilitasi perilaku atau tindakan antara lain umur, status sosial ekonomi,
pendidikan, prasarana dan sarana serta sumber daya.
3. Faktor pendorong atau penguat (reinforcing factors), faktor yang mendorong atau

memperkuat terjadinya perilaku misalnya dengan adanya contoh dari para tokoh
masyarakat yang menjadi panutan.

14
Universitas Sumatera Utara

2.2 Remaja
2.2.1 Defenisi Remaja
Remaja dan ilmu Psikologis diperkenalkan dengan istilah lain, seperti
pubertied, adolescence dan youth. Remaja atau adolescence (Inggris), berasal dari
bahasa Latin “ adolescere” yang berarti tumbuh kearah kematangan. Kematangan
yang dimaksud adalah bukan kematangan fisik saja tetapi juga kematangan sosial dan
psikologis. (Kumalasari, 2013).
Menurut WHO, masa remaja adalah masa peralihan dari masa kanak-kanak menuju
masa dewasa, dimana pada masa itu terjadi pertumbuhan yang pesat termasuk fungsi
reproduksi. Sehingga mempengaruhi terjadinya perubahan-perubahan perkembangan,
baik fisik, mental, maupun peran sosial (Kumalasari,2013).
Pieget (1991) menyatakan bahwa secara psikologis remaja adalah suatu usia
dimana individu menjadi terintegrasi kedalam masyarakat dewasa, suatu usia dimana
anak tidak merasa bahwa dirinya berada dibawah tingkat orang yang lebih tua

melainkan merasa sama atau paling tidak sejajar (Kumalasari, 2013)
2.2.2 Batasan Usia Remaja
Batasan usia remaja berbeda-beda sesuai budaya setempat. Ditinjau dari
bidang kesehatan WHO, masalah yang disarankan paling mendesak berkaitan dengan
kesehatan remaja adalah kehamilan dini. Berangkat dari masalah ini, WHO
menetapkan batas usia 10 – 20 tahun sebagai batasan usia remaja dan membagi umur
kurun usia tersebut dalam dua bagian yaitu remaja awal usia 10 – 14 tahun dan usia
akhir 15 – 20 tahun, dengan demikian dari segi program pelayanan defenisi remaja

15
Universitas Sumatera Utara

yang digunakan oleh Departemen Kesehatan adalah 10 – 19 tahun dan belum kawin.
Sementara itu menurut BkkbN (Direktorat Remaja dan Perlindungan Hak
Reproduksi) batasan usia remaja adalah 10 – 21 tahun (BkkbN, 2006). Sedangkan
Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) menetapkan usia 15 – 24 tahun sebagai usia
remaja (youth).
2.2.3 Tahapan Remaja
Depkes RI (2007) mengelompokkan tahapan remaja menjadi 3 (tiga) dengan
ciri-ciri sebagai berikut :

1) Remaja Awal (10-13 tahun)
a. Cemas terhadap penampilan badannya yang berdampak pada meningkatnya
kesadaran diri (self consciousness).
b. Perubahan hormonal berdampak sebagai individu yang mudah berubah-ubah
emosinya seperti mudah marah, mudah tersinggung atau agresif.
c. Menyatakan kebebasan berdampak bereksperimen dalam berpakaian, berdandan
trendi dan lain- lain.
d. Perilaku memberontak membuat remaja sering konflik dengan lingkungannya.
e. Kawan lebih penting sehingga remaja berusaha menyesuaikan dengan mode
sebayanya.
f. Perasaan memiliki terhadap teman sebaya berdampak punya geng/ kelompok
sahabat, remaja tidak mau berbeda dengan teman sebayanya.

16
Universitas Sumatera Utara

g. Sangat menuntut keadilan dari sisi pandangannya sendiri dengan membandingkann
segala sesuatunya sebagai buruk/ hitam atau baik/ putih berdampak sulit
bertoleransi dan sulit berkompromi.
2) Remaja Pertengahan (14 – 16 tahun)
a. Lebih mampu untuk berkompromi, berdampak tenang, sabar dan lebih toleran
untuk menerima pendapat orang lain.
b. Belajar berpikir independen dan memutuskan sendiri berdampak menolak
mencampur tangan orang lain termasuk orang tua.
c. Bereksperimen untuk mendapatkan citra diri yang dirasa nyaman berdampak pada
gaya baju, gaya rambut, sikap dan pendapat berubah- ubah.
d.Merasa perlu mengumpulkan pengalaman baru walaupun beresiko yang berdampak
mulai bereksperimen dengan merokok, alkohol, seks bebas dan mungkin NAPZA.
e. Tidak lagi terfokus pada diri sendiri yang berdampak pada lebih bersosialisasi dan
tidak pemalu.
f. Membangun nilai, norma dam moralitas yang berdampak pada mempertanyakan
kebenaran ide, norma yang dianut keluarga.
g. Mulai membutuhkan lebih banyak teman dan solidaritas yang berdampak pada
ingin banyak memghabiskan waktu untuk berkumpul dengan teman- teman.
h. Mulai membina hubungan dengan lawan jenis yang berdampak pada berpacaran
tetapi tidak menjurus serius.
i. Mampu berpikir secara abstrak mulai berhipotesa yang berdampak pada mulai
peduli yang sebelumnya tidak terkesan dan ingin mendiskusikan atau berdebat.

17
Universitas Sumatera Utara

3) Remaja Akhir (17- 19 tahun)
a. Ideal berdampak cenderung menggeluti masalah sosial politik termasuk agama.
b. Terlibat dalam kehidupan, pekerjaan dan hubungan diluar stress keluarga yang
berdampak pada mulai belajar mengatasi, dihadapi dan sulit berkumpul dengan
keluarga.
c. Belajar mencapai kemandirian secara finansial maupun emosional yang berdampak
pada kecemasan dan ketidak pastian masa depan yang dapat merusak keyakinan
diri sendiri.
d. Lebih mampu membuat hubungan yang stabil dengan lawan jenis berdampak
mempunyai pasangan yang lebih serius dan banyak menyita waktu.
e. Merasa sebagai orang dewasa berdampak cenderung mengemukakan pengalaman
yang berbeda dengan orang tuanya.
f. Hampir siap menjadi orang dewasa yang berdampak mulai ingin meninggalkan
rumah atau hidup sendiri.

2.2.4 Perkembangan Fisik Remaja
Pada masa remaja, pertumbuhan fisik berlangsung sangat pesat. Dalam
perkembangan seksualitas remaja, ditandai dengan dua ciri yaitu ciri-ciri seks primer
dan ciri-ciri seks sekunder. Berikut ini adalah uraian lebih lanjut mengenai kedua hal
tersebut.

18
Universitas Sumatera Utara

a. Ciri-ciri seks primer
Dalam modul kesehatan reproduksi remaja (Depkes RI, 2002) disebutkan
bahwa ciri-ciri seks primer pada remaja adalah:
1. Remaja laki-laki
Remaja laki-laki sudah bisa melakukan fungsi reproduksi bila telah
mengalami mimpi basah. Mimpi basah biasanya terjadi pada remaja laki-laki usia
antara 10-15 tahun.
2. Remaja perempuan
Jika remaja perempuan sudah mengalami menarche (menstruasi), menstruasi
adalah peristiwa keluarnya cairan darah dari alat kelamin perempuan berupa luruhnya
lapisan dinding dalam rahim yang banyak mengandung darah.
b. Ciri-ciri seks sekunder
Menurut Sarwono (2011), Ciri-ciri seks sekunder pada masa remaja adalah
sebagai berikut :
1. Remaja laki-laki
a) Bahu melebar, pinggul menyempit.
b) Petumbuhan rambut disekitar alat kelamin, ketiak, dada, tangan, dan kaki .
c) Kulit menjadi lebih kasar dan tebal.
d) Produksi keringat menjadi lebih banyak.
2. Remaja perempuan
a) Pinggul lebar, bulat, dan membesar, puting susu membesar dan menonjol, serta
berkembangnya kelenjar susu, payudara menjadi lebih besar dan lebih bulat.

19
Universitas Sumatera Utara

b) Kulit menjadi lebih kasar, lebih tebal, agak pucat, lubang pori-pori bertambah besar,
kelenjar lemak dan kelenjar keringat menjadi lebih aktif.
c) Otot semakin besar dan semakin kuat, terutama pada pertengahan dan menjelang akhir
masa puber, sehingga memberikan bentuk pada bahu, lengan, dan tungkai.
d) Suara menjadi lebih penuh dan semakin merdu.
2.2.5 Perubahan Kejiwaan Pada Masa Remaja
Perubahan-perubahan yang berkaitan dengan kejiwaan pada remaja adalah
sebagai berikut:
1. Perubahan emosi
a. Sensitif: Perubahan kebutuhan, konflik nilai antara keluarga dengan lingkungan dan
perubahan fisik menyebabkan remaja sangat sensitif, misalnya mudah menangis,
cemas, frustasi dan
sebaliknya bisa tertawa tanpa alasan yang jelas. Utamanya sering terjadi pada remaja
putri terlebih sebelum menstruasi.
b. Mudah bereaksi bahkan agresif terhadap gangguan atau rangsangan dari luar yang
memengaruhinya, sering bersikap rasional, mudah tersinggung sehingga mudah
terjadi perkelahian/ tawuran pada laki-laki, suka mencari perhatian dan bertindak
tanpa berpikir dahulu.
c. Ada kecenderungan tidak patuh kepada orang tua dan lebih senang pergi bersama
temannya daripada tinggal dirumah.
2. Perkembangan Intelegensi
a. Cenderung mengembangkan cara berpikir abstrak, suka memberikan kritik.

20
Universitas Sumatera Utara

b. Cenderung ingin mengetahui hal-hal baru, sehingga muncul perilaku ingin
mencoba-coba.
Perilaku ingin coba- coba merupakan hal penting bagi kesehatan reproduksi
remaja. Beberapa permasalahan prioritas terkait perilaku remaja yaitu mencoba hal
baru
a. Kehamilan yang tidak dikehendaki akan menjurus pada aborsi tidak aman dan
komplikasinya.
b. Kehamilan dan persalinan usia muda akan menambahkan risiko kesakitan dan
kematian ibu dan bayi (2-4 kali lebih tinggi dari masa usia subur).
c. Penularan penyakit kelamin, termasuk HIV/AIDS.
d. Ketergantungan Narkotik,Psikotropika dan Zat Adiktif.
e. Tindak kekerasan seksual, seperti pemerkosaan, pelecehan seksual dan transaksi
seks komersil. (Hurlock,2004:196-199).

2.2.5 Perilaku Seksual Pra Nikah Remaja

Menurut Sarwono (2011), perilaku seksual adalah segala tingkah laku yang
didorong oleh hasrat seksual, baik dengan lawan jenis maupun sesama jenis. Bentukbentuk tingkah laku ini bisa bermacam-macam, mulai dari perasaan tertarik sampai
tingkah laku berkencan, bercumbu dan bersenggama. Objek seksualnya bisa berupa
orang lain, orang dalam hayalan atau diri sendiri.

21
Universitas Sumatera Utara

Perilaku seks pranikah adalah hubungan seks yang dilakukan oleh remaja
sebelum menikah, yang dapat berakibat kehilangan keperawanan/keperjakaan,
tertular dan menularkan penyakit Infeksi Menular Seksual (IMS), Kehamilan yang
Tidak Diinginkan (KTD), aborsi atau terpaksa dikawinkan (Depkes, 2007).

2.2.6 Tahapan Perilaku Seksual
Menurut Masland (2004), bentuk tingkah laku seks bermacam-macam mulai
dari perasaan tertarik, pacaran, kissing, kemudian sampai intercourse.
Tahap perilaku seks ini meliputi :
a. Kissing
Ciuman yang dilakukan untuk menimbulkan rangsangan seksual, seperti dibibir
disertai dengan rabaan pada bagian-bagian sensitif yang dapat menimbulkan
rangsangan seksual. Berciuman dengan bibir tertutup merupakan ciuman yang umum
dilakukan. Berciuman dengan mulut dan bibir terbuka.

b. Necking
Berciuman di sekitar leher bawah. Necking merupakan istilah yang digunakan untuk
menggambarkan ciuman disekitar leher dan pelukan yang lebih mendalam.
c. Petting
Perilaku menggesek-gesekkan bagian tubuh yang sensitif, seperti payudara dan organ
kelamin. Merupakan langkah yang lebih mendalam dari necking. Ini termasuk

22
Universitas Sumatera Utara

merasakan dan mengusap-usap tubuh pasangan, dada, buah dada, kaki, dan kadangkadang daerah kemaluan, baik dari dalam atau di luar pakaian.
d. Intercourse
Bersatunya dua orang secara seksual yang dilakukan oleh pasangan pria dan wanita
dengan alat kelamin pria masuk ke dalam alat kelamin wanita untuk mendapatkan
kepuasan seksual.
2.3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Seksual Pranikah Pada
Remaja
Menurut Kusmiran (2013), faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku seksual
pada remaja adalah :
1. Perubahan biologis yang terjadi pada masa pubertas dan pengaktifan hormonal
dapat menimbulkkan perilaku seksual.
2. Kurangnya pengaruh orang tua melalui komunikasi antara orang tua dan remaja
seputar masalah seksual yang dapat memperkuat munculnya penyimpangan
perilaku seksual.
3. Pengaruh teman sebaya yang kuat sehingga munculnya penyimpangan perilaku
seksual dikaitkan dengan norma kelompok sebaya.
4. Remaja dengan prestasi rendah lebih sering memunculkan aktivitas seksual
dibandingkan remaja dengan prestasi yang baik disekolah.
Menurut Sarwono (2011), faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku seksual
adalah :

23
Universitas Sumatera Utara

a. Perubahan hormonal
Yaitu terjadinya perubahan seperti peningkatan hormon testosterone pada
laki-laki dan estrogen pada perempuan, dapat menimbulkan hasrat (libido seksualitas)
remaja. Peningkatan hasrat seksual ini membutuhkan penyaluran dalam tingkah laku
seksual tertentu.
b. Penundaan usia perkawinan
Merupakan penyaluran hasrat seksual yang tidak dapat segera dilakukan
karena adanya penundaan usia perkawinan, baik secara hukum oleh karena adanya
undang-undang perkawinan yang menetapkan batas usia minimal (paling sedikit 16
tahun untuk wanita dan 19 tahun untuk laki-laki).
c. Norma-norma di masyarakat
Yaitu norma-norma agama yang berlaku dimana seseorang dilarang untuk
melakukan hubungan seks sebelum menikah. Bahkan larangannya berkembang lebih
jauh kepada tingkah laku yang lain seperti berciuman, dan masturbasi. Remaja yang
tidak dapat menahan diri akan terdapat kecenderungan untuk melanggar saja
larangan-larangan tersebut. Norma budaya dalam perilaku seksual pranikah adalah
tidak melakukan hubungan seks sebelum menikah.

d. Penyebaran informasi melalui media massa
Merupakan kecenderungan pelanggaran yang semakin meningkat oleh karena
adanya penyebaran informasi dan rangsangan seksual melalui media massa dengan

24
Universitas Sumatera Utara

adanya teknologi canggih (video, cassette, foto copy, satelit palapa, dan lain-lain)
menjadi tidak terbendung lagi. Remaja yang sedang dalam periode ingin tahu dan
ingin mencoba, akan meniru apa yang dilihat atau didengarnya dari media massa.
Khususnya karena mereka pada umumnya belum pernah mengetahui masalah seksual
secara lengkap dari orang tuanya.
e. Tabu larangan
Yaitu orang tua sendiri, baik karena ketidaktahuannya maupun sikapnya yang
masih mentabukan pembicaraan mengenai seks dengan anak tidak terbuka terhadap
anak, malah cenderung membuat jarak dengan anak dalam masalah seksual.
f. Pergaulan dan akses yang semakin mudah
Adanya kecenderungan pergaulan yang makin bebas antara laki-laki dan
perempuan dalam masyarakat, sebagai akibat berkembangnya peran dan pendidikan
wanita sehingga kedudukan wanita makin sejajar dengan pria. Hasil penelitian
Seotjiningsih (2008), menunjukkan bahwa faktor faktor yang mempengaruhi perilaku
seks pranikah pada remaja selain pengetahuan adalah hubungan orang tua-remaja,
tekanan negatif teman sebaya, pemahaman aspek agama, dan eksposur media
pornografi memiliki pengaruh yang signifikan, baik langsung maupun tidak langsung
terhadap perilaku seksual pranikah pada remaja. Pengetahuan remaja tentang
hubungan seksual pranikah merupakan keyakinan atau opini setiap individu terhadap
hubungan seksual, pengetahuan ini dapat bersifat positif atau negatif yang tergantung
pada luasnya wawasan dan nilai moral setiap individu. Apabila seorang individu
menyadari bahwa hubungan seksual pranikah adalah tindakan yang tidak dapat

25
Universitas Sumatera Utara

diterima oleh keluarga dan lingkungan komunitas, maka potensi remaja tersebut
untuk melakukan seksual pranikah akan semakin kecil (Jawiah dalam Loveria 2012).
Berikut adalah penjabaran penjelasan mengenai faktor- faktor yang
mempengaruhi perilaku seksual pranikah yaitu :
1. Pengetahuan terhadap perilaku seksual pranikah
Kebanyakan remaja tidak memiliki pengetahuan yang akurat tentang
kesehatan reproduksi dan seksualitas. Selain itu remaja juga tidak memiliki akses
terhadap pelayanan dan informasi biasanya hanya dari teman atau media, yang
biasanya sering tidak akurat. Hal inilah yang menyebabkan remaja perempuan rentan
terhadap kematian maternal. Kematian anak dan bayi, aborsi tidak aman, IMS,
kekerasan atau pelecehan seksual dan lain-lain. Kurangnya pemahaman tentang
perilaku seksual pada masa remaja amat merugikan bagi remaja itu sendiri termasuk
keluarganya, sebab pada masa ini remaja mengalami perkembangan yang penting
yaitu kognitif, emosi, sosial dan seksual. Kurangnya pemahaman ini disebabkan
berbagai faktor antara lain adat istiadat, budaya, agama, dan kurangnya informasi dari
sumber yang benar (Soetjiningsih, 2008). Menurut Astuti dalam Susilawaty (2012),
pengetahuan remaja tentang kesehatan reproduksi sangat mempengaruhi perilaku
remaja untuk hidup sehat, khusunya yang terkait dengan kesehatan reproduksi.
2. Sikap terhadap perilaku seksual pranikah
Menurut Bungin (2001) dalam Fadhila (2010), Sikap seksual adalah respon
seksual yang diberikan oleh seseorang setelah melihat, mendengar atau membaca
informasi serta pemberitaan, gambar-gambar yang berbau porno dalam wujud suatu

26
Universitas Sumatera Utara

orientasi atau kecenderungan dalam bertindak. Sikap yang dimaksud adalah sikap
remaja terhadap perilaku seksual pranikah.
Pengetahuan seksual pranikah dapat mempengaruhi sikap individu tersebut terhadap
seksual pranikah. Remaja yang mendapat informasi yang benar tentang seksual
pranikah maka mereka akan cenderung mempunyai sikap negatif. Sebaliknya remaja
yang kurang pengetahuannya tentang seksual pranikah cenderung mempunyai sikap
positif/ sikap menerima adanya perilaku seksual pranikah sebagai kenyataan
sosiologis.
3. Pelaksanaan keagamaan
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, agama merupakan suatu sistem
yang mengatur tata keimanan (kepercayaan) dan peribadatan kepada Tuhan yang
Maha Kuasa serta tata kaidah yang berhubungan dengan pergaulan manusia dan
manusia serta lingkungannya. Menurut penelitian yang dilakukan Audisti dan
Ritandiyono (2008) dalam Susilawaty (2012), terdapat hubungan yang signifikan
antara religiusitas terhadap perilaku seks pranikah. Hal ini berarti semakin tinggi
religiusitas maka semakin rendah perilaku seks bebasnya, dan sebaliknya semakin
rendah religiusitasnya maka semakin tinggi perilaku seks bebasnya. Seseorang yang
memilki tingkat religiusitas yang rendah yang tidak menghayati agamanya dengan
baik sehingga dapat saja perilakunya tidak sesuai dengan ajaran agamanya. Orang
seperti ini memiliki religiusitas yang rapuh sehingga dengan mudah dapat ditembus
oleh daya atau kekuatan yang ada pada wilayah seksual. Maka demikian, seseorang

27
Universitas Sumatera Utara

akan mudah melanggar ajaran agamanya misal dengan melakukan perilaku seks
bebas sebelum menikah.
4. Paparan media pornografi
Menurut Boyke dalam Evina (2006), pornografi adalah tulisan, gambar,
televisi, atau bentuk komunikasi lain yang melukiskan orang,hampir sebagian besar
perempuan tetapi terkadang laki-laki dan anak-anak, dalam pose yang erotis
(menggairahkan secara seksual) atau aktivitas seksual yang menentang , menyimpang
dari apa yang disebut sehat dan normal. Menurut Kusmiran (2012), kondisi hormonal
remaja dapat menyebabkan remaja semakin peka terhadap stimulus seksual berupa
visual, sentuhan, audiovisual dan lainnya sehingga mendorong munculnya perilaku
seksual. Dengan meningkatnya dorongan seksual, remaja akan mudah sekali
terangsang secara seksual. Membaca bacaan romantis, melihat gambar romantis,
melihat alat kelamin lawan jenis, atau menyentuh alat kelaminnya akan dapat
menimbulkan rangsangan seksual. Banyak sekali informasi melalui media massa,
cetak, elektronik yang ditayangkan secara vulgar dan bersifat tidak mendidik, tetapi
lebih cenderung mempengaruhi dan mendorong perilaku seksual yang tidak
bertanggung jawab. Keterpaparan remaja terhadap pornografi dalam bentuk bacaan
berupa buku porno, melalui film porno semakin meningkat. Konsultasi seks yang
diberikan melalui media elektronik yang disebut sebagai pendidikan seks,
penayangan film tertentu di televisi dapat menyebabkan salah persepsi atau
pemahaman yang kurang tepat terhadap kesehatan reproduksi (Pinem, 2009).
Dampak negatif dari media terutama pornografi merupakan hal yang serius untuk

28
Universitas Sumatera Utara

ditangani. Makin meningkatnya jumlah remaja yang terpapar pornografi merupakan
suatu masalah besar yang dapat berkontribusi terhadap meningkatnya jumlah remaja
yang berperilaku seksual aktif. Semakin meningkatnya prevalensi penyakit yang
diakibatkan oleh perilaku seksual aktif pada remaja juga berpengaruh terhadap
meningkatnya permasalahan pada kesehatan reproduksi remaja.
5. Peran Orang Tua
Keluarga mempunyai pengaruh yang cukup besar bagi perkembangan remaja
karena keluarga merupakan lingkungan social pertama, yang meletakkan dasar-dasar
kepribadian remaja. Selain orang tua, saudara kandung dan posisi anak dalam
keluarga juga berpengaruh bagi remaja. Pola asuh orang tua sangat besar
pengaruhnya terhadap remaja. Pola asuh otoriter, demokratik, ataupun permisif
memberikan dampak yang berbeda bagi remaja. Orang tua yang menerapkan pola
asuh yang otoriter dimana orang tua menerapkan disiplin yang kaku dan menuntut
anak untuk mematuhi aturan-aturannya, membuat remaja menjadi frustasi.
Sebaliknya pola asuh yang permisif diaman orang tua memberikan kebebasan kepada
anak namun kurang disertai adanya batasan-batasan dalam berperilaku, akan
membuat anak kesuliatan dalam mengendalikan keinginan-keinginannya maupun
dalam perilaku untuk menunda pemuasan. Pola asuh demokratik yang mengutamakan
adanya dialog antara remaja dan orang tua akan lebih menguntungkan bagi remaja,
karena selain memberikan kebebasan kepada anak, tetapi juga disertai dengan adanya
kontrol dari orang tua sehingga apabila terjadi konflik atau perbedaan pendapat

29
Universitas Sumatera Utara

diantara mereka dapat dibicarakan dan diselesaikan bersama-sama (Marheni dalam
Soetjiningsih, 2010).
Kebanyakan orang tua yakin bahwa menjauhkan pengetahuan seks dari remaja akan
menyelamatkan mereka dari seks bebas yang sudah menjadi trend hidup modern saat
ini. ini merupakan cara pandang yang kurang benar. Bagaimanapun juga
perkembangan biologis, fisiologis, dan psikologis remaja memang mendorong
mereka untuk mencari informasi tentang seks dengan sendirinya. Tanpa pengetahuan
yang benar mereka akan mencari informasi dengan cara mereka sendiri, dan cara
tersebut sebagian besar tidak informatif serta menjerumuskan. Pengetahuan yang
benar tentang seks akan mendorong remaja untuk berpikir tentang risiko-risiko yang
akan mereka hadapi ketika mereka melakukan seks bebas. Sayangnya, kini sebagian
besar orang tua kehilangan skill untuk berkomunikasi dengan anak mengenai
pengetahuan seks (Riandini, 2011). Menurut Irmayani (2008), perilaku yang tidak
sesuai dengan tugas perkembangan remaja pada umumnya dapat dipengaruhi oleh
orang tua. Bilamana orang tua mampu memberikan pemahaman mengenai perilaku
seks kepada anak-anaknya, maka anak-anaknya cenderung mengontrol perilaku
seksnya itu sesuai dengan pemahaman yang diberikan orang tuanya.
6. Peran teman sebaya
Teman sebaya adalah anak- anak atau remaja dengan tingkat usia atau tingkat
kedewasaan yang sama (Santrock, 2003). Salah satu fungsi teman sebaya adalah
untuk memberikan berbagai informasi dan perbandingan tentang dunia di luar
keluarga. Menurut Andayani dalam Susilawaty (2012), mengatakan bahwa dukungan

30
Universitas Sumatera Utara

teman sebaya menjadi salah satu motivasi dalam pembentukan identitas diri seorang
remaja dalam melakukan sosialisasi, terutama ketika ia mulai menjalin asmara
dengan lawan jenis. Selanjutnya kadang kala teman sebaya menjadi salah satu sumber
informasi yang cukup berpengaruh dalam pembentukan pengetahuan seksual
dikalangan remaja, akan tetapi informasi teman sebaya bisa menimbulkan dampak
negatif karena informasi yang mereka peroleh hanya melalui tayangan media atau
berdasarkan pengalaman sendiri.
Kuatnya pengaruh teman sebaya karena remaja lebih banyak berada diluar rumah
bersama dengan teman-teman sebaya sebagai kelompok, maka dapatlah dimengerti
bahwa pengaruh teman-teman sebaya pada sikap, pembicaraan, minat, penampilan,
dan perilaku lebih besar daripada pengaruh keluarga.
2.4. Alasan Remaja Melakukan Perilaku Seksual Pranikah
Menurut Dianawati (2006), bahwa alasan seorang remaja melakukan
hubungan seks di luar pernikahan terbagi dalam beberapa faktor yaitu :
1. Tekanan yang datang dari teman pergaulannya. Pada umumnya remaja tersebut
melakukan seks pranikah hanya sebatas ingin membuktikan bahwa dirinya sama
dengan teman-temannya, sehingga remaja tersebut dapat diterima menjadi bagian dari
anggota kelompoknya seperti yang diinginkan.
2. Adanya tekanan dari pacar. Karena kebutuhan seseorang untuk mencintai dan dicintai,
seseorang harus rela melakukan apa saja terhadap pasangannya, tanpa memikirkan
resiko yang nanti dihadapi.

31
Universitas Sumatera Utara

3. Adanya kebutuhan badaniah. Seks menurut beberapa ahli merupakan kebutuhan dasar
yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan seseorang .
4. Rasa penasaran. Pada masa remaja keingintahuannya begitu besar terhadap seks.
Apalagi teman-temannya mengatakan bahwa seks terasa nikmat. Ditambah lagi
adanya segala informasi yang tidak terbatas masuknya. Maka, rasa penasaran tersebut
semakin mendorong mereka untuk lebih jauh lagi melakukan berbagai macam
percobaan sesuai dengan yang diharapkannya.
5. Pelampiasan diri. Faktor ini tidak hanya datang dari diri sendiri. Misalnya, karena
terlanjur berbuat, seorang remaja perempuan biasanya berpendapat bahwa sudah
tidak ada lagi yang dapat dibanggakan dalam dirinya. Maka, dengan pikirannya
tersebut ia akan putus asa dan mencari pelampiasan yang akan semakin
menjerumuskannya kedalam pergaulan bebas.
Menurut Pangkahila yang dikutip dari Soetjiningsih (2010), hubungan seksual yang
pertama kali dialami oleh remaja dipengaruhi oleh berbagai faktor yaitu :
1. Waktu atau saat mengalami pubertas. Saat itu remaja tidak pernah memahami tentang
apa yang dialaminya
2. Kontrol sosial yang kurang tepat yaitu terlalu ketat atau terlalu longgar.
3. Frekuensi pertemuan dengan pacarnya.
4. Hubungan antar pasangan remaja makin romantis
5. Kondisi keluarga yang tidak memungkinkan untuk mendidik anak memasuki masa
remaja dengan baik

32
Universitas Sumatera Utara

6. Kurangnya kontrol dari orang tua. Orang tua terlalu sibuk sehingga perhatian terhadap
anak kurang baik
7. Status ekonomi. Remaja yang hidup dengan fasilitas yang berkecukupan akan lebih
mudah melakukan pesiar ketempat-tempat rawan yang memungkinkan adanya
kesempatan melakukan hubungan seksual. Sebaliknya kelompok ekonomi lemah tapi
banyak tuntutan/kebutuhan, mereka mencari kesempatan untuk memanfaatkan
dorongan seksnya demi mendapatkan sesuatu
8. Korban pelecehan seksual yang berhubungan dengan fasilitas antara lain sering
mempergunakan kesempatan yang rawan misalnya pergi ketempat-tempat sepi
9. Tekanan dari teman sebaya. Kelompok sebaya kadang-kadang saling ingin
menunjukkan penampilan diri yang salah untuk menunjukkan kematangannya,
misalnya remaja ingin menunjukkan bahwa mereka sudah mampu membujuk seorang
perempuan untuk melayani kepuasan seksualnya
10. Penggunaan obat-obat terlarang dan alcohol
11. Adanya keinginan untuk menunjukkan cinta pada pacarnya
12. Penerimaan aktivitas seksual pacarnya.
2.5. Risiko Perilaku Seksual Pranikah Pada Remaja
Banyak remaja telah melakukan hubungan seksual pranikah sehingga
mengakibatkan kehamilan yang tidak diinginkan. Evina (2006), jika seorang remaja
hamil, ia memikul tiga kesulitan sekaligus yang datang pada saat bersamaan, yakni :
1. Menyangkut keremajaan mereka sendiri

33
Universitas Sumatera Utara

Sebagai remaja mereka sedang mencari identitas. Mungkin sekali mereka
sedang gelisah, cemas dan bingung dalam pencarian identitas tersebut. Pada saat
pergumulan keremajaan mereka belum tuntas, kehamilan akan menambah persoalan
baru dan menambah kebingungan mereka

2. Menjadi orang tua pada masa remaja
Dapat dibayangkan betapa sulitnya seorang remaja harus berperan menjadi
orang tua bagi bayinya, sementara sebagai remaja, mereka sendiri masih labil dan
sangat membutuhkan bimbingan dari orang tuanya perihal keremajaannya.
Melahirkan usia remaja memiliki risiko bagi dirinya dan bayi yang dilahirkannya,
karena ia akan sulit untuk merawat bayinya, bahkan kemungkian besar bayinya akan
terlantar dan sulit mengharapkan ia mampu memberikan pola asuh yang baik
terhadap bayinya.
3. Terpaksa menikah dini
Hamil muda menyebabkan remaja perempuan harus meninggalkan bangku
sekolah. Kalau ia menikah dengan remaja laki-laki yang menghamilinya,
pasangannya juga harus berhenti sekolah. Bagaimana mereka harus membiayai
rumah tangga mereka sedangkan mereka tidak bekerja. Situasi ini akan membuat
mereka stress sehingga memicu persoalan berikutnya.
Menurut Sarwono (2011), perilaku seksual pranikah dapat menimbulkan
berbagai dampak negatif pada remaja, diantaranya sebagai berikut :

34
Universitas Sumatera Utara

1. Dampak psikologis diantaranya perasaan marah, takut, cemas, depresi, rendah diri,
bersalah dan berdosa.
2. Dampak fisiologis diantaranya dapat menimbulkan kehamilan yang tidak di
inginkan dan aborsi.
3. Dampak sosial antar lain dikucilkan, putus sekolah pada remaja perempuan yang
hamil, dan perubahan peran menjadi ibu. Belum lagi tekanan dari masyarakat yang
mencela dan menolak keadaan tersebut.
4. Dampak fisik adalah berkembangnya penyakit menular seksual di kalangan remaja,
dengan frekuensi penderita penyakit menular seksual (PMS) yang tertinggi antara
usia 15-24 tahun. Infeksi penyakit menular seksual dapat menyebabkan
kemandulan dan rasa sakit kronis serta meningkatkan risiko terkena PMS dan
HIV/AIDS.
2.6. Cara Menghindari Perilaku Seksual Pranikah Pada Remaja
Menurut Martharina (2013) Cara menghindari perilaku seksual pranikah
terutama di kalangan remaja antara lain sebagai berikut :
1. Beribadah mendekatkan diri kepada Tuhan dan mengikuti kegiatan keagamaan di
sekolah maupun di luar sekolah.
2. Melakukan kegiatan yang bermanfaat seperti berolahraga, mengikuti kegiatan
organisasi di lingkungan masyarakat atau sekolah.
3. Mencari teman yang baik dan bergaul dengan lingkungan (masyarakat) yang baik.
4. Menyibukkan diri dengan hal-hal yang berguna seperti membantu pekerjaan orang
tua di rumah, ikut kursus keterampilan, dan lain-lain.

35
Universitas Sumatera Utara

2.7. Model Teori
Berdasarkan teori L. Green dalam Notoatmodjo (2003) bahwa pengetahuan,
kepercayaan, nilai atau keyakinan dan sikap dapat mempengaruhi perilaku. Dalam
pengetahuan, pengetahuan yang cukup belum tentu dapat menyebabkan perubahan
perilaku, begitu juga dengan kepercayaan dan nilai/ keyakinan atau nilai persepsi
seseorang belum tentu mengubah perilaku. Sedangkan sikap itu sendiri dapat
menggambarkan suatu kumpulan keyakinan atau persepsi yang dapat diukur dalam
bentuk baik atau buruk, berikut model teori dari Green :

Faktor predisposisi
1.Pengetahuan
2. Sikap
3. Kepercayaan
4. Keyakinan
5. Nilai nilai

Faktor Pendukung
1.Lingkungan Fisik
2. Tersedia/Tidak
tersedia fasilitas
kesehatan

Perilaku
Kesehatan

Faktor Pendorong
1.Sikap/Perilaku
Petugas Kesehatan
2. Kelompok
Masyarakat

36
Universitas Sumatera Utara

Berdasarkan tujuan peneliti dan tinjauan pustaka, kemudian beberapa faktor yang
memengaruhi pengetahuan dan sikap siswa SMA N 3 Rantau Utara tentang perilaku
seksual , maka kerangka konsep dalam penelitian terdiri dari beberapa komponen
yang digambarkan dalam skema berikut :

Karakteristik
-

Umur
Jenis Kelamin
Tempat Tinggal

Sumber Informasi
-

Pengetahuan
tentang perilaku
seksual

Sikap
tentang perilaku
seksual

Media
Informasi
Keluarga
Teman Sebaya

37
Universitas Sumatera Utara