Gambaran Pengetahuan, Sikap Siswa SMA Negeri 3 Rantau Utara Tentang Perilaku Seksual Tahun 2017

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Remaja merupakan masa transisi dari anak-anak menuju dewasa yang
merupakan salah satu faktor yang memiliki peran besar dalam menentukan tingkat
pertumbuhan penduduk yang diindikasikan dengan besarnya proporsi remaja
(Indrawanti, 2002). Menurut data dari WHO dalam situasi kesehatan reproduksi
remaja yang di rilis oleh pusat data dan informasi kementrian kesehatan RI (2015),
remaja adalah penduduk dengan rentang usia 10-19 tahun, dan menurut

Badan

Kependudukan dan Keluarga Berencana (BKKBN) rentang usia remaja adalah 10-24
tahun dan belum menikah.
Masa remaja ditandai dengan perubahan-perubahan fisik pubertas dan
emosional yang kompleks, dramatis serta penyesuaian sosial yang penting untuk
menjadi dewasa. Kondisi demikian membuat remaja belum memiliki kematangan
mental oleh karena masih mencari identitas atau jati dirinya sehingga sangat rentan
terhadap berbagai pengaruh dalam lingkungan pergaulan termasuk dalam perilaku
seksualnya (Sarwono, 2011). Sifat khas remaja adalah memiliki rasa ingin tahu yang
sangat besar, menyukai petualangan dan tantangan juga cenderung berani

menanggung risiko atas perbuatan tanpa pertimbangan yang matang. Apabila
keputusan yang di ambil dalam menghadapi konflik tidak tepat, mereka akan jatuh
dalam perilaku berisiko dan mungkin harus menanggung akibat jangka pendek dan
panjang dalam berbagai masalah kesehatan fisik dan psikososial.

1
Universitas Sumatera Utara

Sebagian kelompok remaja mengalami kebingungan untuk memahami tentang
apa yang boleh dilakukan dan apa yang tidak boleh dilakukannya, antara lain boleh
tidaknya melakukan pacaran, onani, nonton bersama atau berciuman. Kebingungan
ini akan menimbulkan suatu perilaku seksual yang kurang sehat dikalangan remaja.
Perasaan bersalah atau berdosa tidak jarang dialami oleh kelompok remaja yang
pernah melakukan perilaku seksual dalam hidupnya. Hal ini diakibatkan adanya
pemahaman tentang ilmu pengetahuan yang dipertentangkan dengan pemahaman
agama, yang sebenarnya harus saling menyokong. Adanya kemudahan dalam
menemukan berbagai macam informasi termasuk informasi yang berkaitan dengan
masalah seks, merupakan salah satu faktor yang bisa menjadikan sebagian besar
remaja terjebak dalam perilaku seks yang tidak sehat. Berbagai informasi bisa diakses
oleh para remaja melalui internet atau majalah yang disajikan baik secara jelas dan

secara mentah yaitu hanya mengajarkan cara-cara seks tanpa ada penjelasan
mengenai perilaku seks yang sehat dan dampak seks yang beresiko, misalnya
penyakit yang diakibatkan oleh perilaku seks yang tidak sehat (Novita, 2011).
Berdasarkan hasil Survei Demografi Kesehatan Indonesia 2012 komponen
kesehatan Reproduksi Remaja (SDKI 2012 KRR), bahwa secara nasional terjadi
peningkatan angka remaja yang pernah melakukan hubungan seksual pranikah
dibandingkan dengan data hasil Survei Kesehatan Reproduksi Remaja Indonesia
(SKRRI) 2007. Hasil survei SDKI 2012 KRR menunjukkan bahwa sekitar 9,3% atau
sekitar 3,7 juta remaja menyatakan pernah melakukan hubungan seksual pranikah,
sedangkan hasil SKRRI 2007 hanya sekitar 7% atau sekitar 3 juta remaja. Sehingga

2
Universitas Sumatera Utara

selama periode tahun 2007 sampai 2012 terjadi peningkatan kasus remaja yang
pernah melakukan hubungan seksual pranikah sebanyak 2,3%.
Pernyataan Deputi Bidang Keluarga Berencana dan Kesehatan Reproduksi
(BKKBN) Julianto Witjaksono yang dirilis pada tanggal 12 Agustus 2014 yang
mengatakan jumlah remaja yang melakukan hubungan seks di luar nikah mengalami
tren peningkatan. Berdasarkan catatan lembaganya, Julianto mengatakan 46 persen

remaja indonesia berusia 15-19 tahun sudah berhubungan seks. Data Sensus Nasional
bahkan menunjukkan 48-51 persen perempuan hamil adalah remaja (BkkbN,2014).
Melalui mini survei yang dilakukan di semua provinsi di seluruh Indonesia, tercatat
di provinsi Sumatera Utara angka kehamilan pertama pada usia 19 tahun kebawah
mencapai angka 21,3 %, bahkan tercatat ada kehamilan pertama yang terjadi pada
umur di bawah 24 tahun (BkkbN, 2013)
Seks pranikah di kalangan remaja semakin meningkat. Keingintahuan remaja
yang besar, perkembangan teknologi informasi, kurangnya komunikasi dalam
keluarga, dan semakin tak pedulinya masyarakat membuat perilaku itu semakin
meluas (Anna, 2012). Akibat buruk dari seksual pranikah dapat membawa remaja
masuk pada hubungan seks pranikah dengan segala akibatnya antara lain, terjadi
kehamilan remaja putri diluar nikah, infeksi organ reproduksi, perdarahan,
pengguguran kandungan yang tidak aman, resiko tertular penyakit seksual dan
meningkatkan remaja putus sekolah (Susilawaty 2012).
Menurut Sarwono (2011), perilaku seksual merupakan segala tingkah laku
yang didorong oleh hasrat seksual baik yang dilakukan pada diri sendiri, lawan jenis

3
Universitas Sumatera Utara


maupun sesama jenis yang dapat diwujudkan dalam tingkah laku yang bermacammacam, mulai dari perasaan tertarik, berkencan, berpegangan tangan, mencium pipi,
mencium bibir, berpelukan, memegang buah dada, memegang alat kelamin, sampai
dengan melakukan senggama.
Menurut Green dalam Notoatmodjo (2003) masalah kesehatan dipengaruhi
oleh penyebab non perilaku dan perilaku. Penyebab non perilaku adalah berbagai
faktor individu dan lingkungan yang dapat menimbulkan masalah kesehatan tetapi
tidak dapat dikendalikan oleh perilaku manusia. Perilaku merupakan refleksi dari
berbagai gejala kejiwaan seperti pengetahuan, keinginan, kehendak, minat, motivasi,
persepsi dan sikap. Green juga mengemukakan tiga faktor utama yang mempengaruhi
perilaku manusia yaitu faktor predisposisi yang terwujud dalam bentuk pengetahuan,
sikap, kepercayaan, keyakinan, dan nilai-nilai. Faktor pendukung yang terwujud
dalam lingkungan fisik, tersedia atau tidaknya fasilitas-fasilitas dan sarana-sarana
kesehatan seperti paparan terhadap media dan faktor pendorong yang terwujud dalam
sikap dan perilaku petugas kesehatan atau petugas lain, yang melupakan kelompok
referensi dari perilaku masyarakat.
Berdasarkan data dari Komisi Nasional Perlindungan Anak tahun 2008. Dari
4.726 responden siswa SMP dan SMA di 17 kota besar diperoleh hasil, 97% remaja
pernah menonton film porno serta 93,7% pernah melakukan ciuman, meraba
kemaluan, ataupun melakukan seks oral. Sebanyak 62,7% remaja SMP tidak perawan
dan 21,2% remaja mengaku pernah aborsi. Perilaku seks bebas pada remaja terjadi di

kota dan desa pada tingkat ekonomi kaya dan miskin (Anna, 2012) Kementerian

4
Universitas Sumatera Utara

Kesehatan 2009 pernah merilis hasil penelitian di empat kota yakni Jakarta Pusat,
Medan, Bandung, dan Surabaya yang menunjukkan sebanyak 35,9% remaja punya
teman yang sudah pernah melakukan hubungan seksual sebelum menikah. Bahkan,
6,9% responden telah melakukan hubungan seksual sebelum menikah (Harian
Merdeka, 2013).
Hasil survey 2010 yang dilakukan BKKBN; tercatat 51% remaja Jabodetabek
sudah tidak perawan lagi, di Surabaya tercatat 54%, di Bandung 47% dan 52% di
Medan dan Yogya 37% dan estimasi jumlah aborsi di Indonesia per tahun mencapai
2,4 juta jiwa dan 800 ribu diantaranya terjadi dikalangan remaja (BkkbN, 2011).
Hasil itu sejalan dengan kondisi kesehatan reproduksi remaja berdasarkan Survei
Demografi Kesehatan Indonesia 2012 yang menyebutkan, 11% pria yang tak tamat
SD dan 9% pria dengan pendidikan SMA ke atas menyetujui hubungan seks pranikah
(Rahman, 2013). Remaja kota kini semakin berani melakukan hubungan seksual
pranikah. Hal itu berkaitan dengan hasil sebuah penelitian, 10 – 12% remaja di
Jakarta pengetahuan seksnya sangat kurang. Ini mengisyaratkan pendidikan seks bagi

anak dan remaja secara intensif terutama di rumah dan di sekolah, makin penting.
Pengetahuan yang setengah-setengah justru lebih berbahaya ketimbang tidak tahu
sama sekali.
Hasil penelitian Seotjiningsih (2008) menunjukkan bahwa faktor-faktor yang
mempengaruhi perilaku seksual pranikah remaja adalah hubungan orang tua dengan
remaja, tekanan negatif teman sebaya, pemahaman tingkat agama (religiustik), dan

5
Universitas Sumatera Utara

eksposur media pornografi memiliki pengaruh yang signifikan, baik langsung
maupun tidak langsung terhadap perilaku seksual pranikah pada remaja.
Berdasarkan survey awal yang di lakukan, di Kabupaten Labuhan Batu Induk,
tercatat sepanjang tahun 2015, terdapat 159 orang remaja berusia di bawah 18 tahun
yang sudah menikah, dan dalam rentang waktu bulan Januari – Juni 2016 tercatat 82
orang remaja berusia di bawah 18 tahun yang sudah menikah, jumlah ini memang
tercatat merupakan penurunan jika di bandingkan dengan jumlah remaja usia di
bawah 18 tahun yang sudah menikah tercatat pada rentang waktu bulan Januari- Juni
2015 yaitu sebanyak 98 orang. (Departemen agama Labuhan Batu, 2016)
SMA (Sekolah Menengah Atas) Negeri 3 Rantau Utara merupakan sekolah

menengah yang terletak di Ibukota Kabupaten Labuhan Batu Induk yaitu kota
Rantauprapat. Latar belakang siswa yang mengenyam pendidikan di sekolah tersebut
berasal dari seluruh kecamatan di Kabupaten Labuhan Batu Induk, yakni sebanyak 9
kecamatan yang mempunyai gambaran geografis yang berbeda – beda seperti daerah
perkebunan, daerah pesisir pantai dan daerah perkotaan, membuat lingkungan sosial
di kalangan siswa SMA ini juga berbeda. Dalam wawancara kepada guru BP di SMA
Negeri 3 Rantau Utara, pada tahun 2015 terdapat siswa yang di keluarkan karena
masalah asusila, dan sepanjang tahun 2016-maret 2017 ada 5 kasus dimana siswa
ketahuan berbuat asusila seperti berciuman di sekolah. Daerah pesisir pantai di
Kabupaten Labuhan Batu memiliki angka pernikahan dini yang cukup tinggi,
berdasarkan survey yang peneliti dengan melakukan wawancara kepada Kepala
Badan BP2KB Kabupaten Labuhan Batu menyatakan bahwa tingginya tingkat

6
Universitas Sumatera Utara

pernikahan dini di Kabupaten Labuhan Batu terlebih di lingkungan pesisir pantai ini
di sebabkan oleh kurang paham nya masyarakat di daerah itu tentang pengetahuan
seksual dan anggapan lebih memilih untuk menikah atau bekerja daripada
melanjutkan pendidikan. dan beragamnya lingkungan sosial di kalangan siswa SMA

Negeri 3 Rantau Utara yang berasal dari beragam kecamatan di Kabupaten Labuhan
Batu, dan berbagai kasus asusila yang melibatkan siswa-siswi di SMA Negeri 3
Rantau Utara ini lah yang membuat peneliti berasumsi bahwa pengetahuan mereka
tentang perilaku seksual juga berbeda-beda.
Dalam penelitian ini peneliti hanya meneliti sampai tingkatan gambaran sikap
siswa tentang perilaku seksual saja, dan tidak meneliti sampai tindakan siswa tentang
perilaku seksual, karena menurut Notoadmodjo (2003) menyatakan bahwa sikap
belum tentu terwujud dalam bentuk tindakan, sebab untuk mewujudkan tindakan
perlu faktor lain, yaitu adanya fasilitas atau sarana dan prasarana sebagai mediator
agar sikap dapat meningkat menjadi tindakan. Berdasarkan teori tindakan beralasan
(Theory of Reason and Action), menyatakan bahwa sikap mempengaruhi perilaku
lewat suatu proses pengambilan keputusan yang di teliti dan beralasan, dan
dampaknya terbatas pada tiga hal, yaitu : Pertama, perilaku tidak banyak ditentukan
oleh sikap umum, tetapi juga oleh sikap spesifik terhadap sesuatu. Kedua, perilaku
tidak hanya di pengaruhi oleh sikap spesifik tetapi juga oleh norma-norma subjektif
yaitu keyakinan seseorang terhadap yang di inginkan orang lain untuk dia berprilaku.
Ketiga, sikap terhadap suatu perilaku bersama norma-norma subjektif membentuk
suatu intensi atau niat untuk berperilaku tertentu (Fishbein dan Ajzen,1988).

7

Universitas Sumatera Utara

1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan rumusan masalah di atas maka peneliti ingin melihat gambaran
pengetahuan dan sikap siswa SMA N 3 Rantau Utara tentang perilaku seksual tahun
2017
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1. Tujuan Umum
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran pengetahuan, sikap siswa
SMA Negeri 3 Rantau Utara tentang perilaku seksual
1.3.2. Tujuan Khusus
Berdasarkan tujuan umum di atas, maka tujuan khusus yang ingin dicapai
pada penelitian ini untuk :
1. Mengetahui karakteristik siswa tentang perilaku seksual.
2. Mengetahui sumber informasi siswa tentang perilaku seksual.
3. Mengetahui gambaran pengetahuan siswa tentang perilaku seksual.
4. Mengetahui gambaran sikap siswa tentang perilaku seksual.
1.4 Manfaat Penelitian
1. Sebagai masukan bagi pihak sekolah agar dapat mengenalkan pendidikan seksual
pada siswa dan siswinya.

2. Sebagai masukan bagi pihak-pihak yang membutuhkan baik dari kalangan
akademis dan peneliti.
3. Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat
diFKM-USU.

8
Universitas Sumatera Utara