LAPORAN RESMI PRAKTIKUM MATERI dan ENERG

LAPORAN RESMI PRAKTIKUM MATERI dan ENERGI
ASAM AMINO dan PROTEIN

Oleh
NAMA

: ANGELIA ASTRIA

NIM

: 31160048

ASISTEN

: BRILLIANT SINDIANI S.A

PROGRAM STUDI BIOLOGI
FAKULTAS BIOEKNOLOGI
UNIVERSITAS KRISTEN DUTA WACANA
YOGYAKARTA
2016


BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Protein merupakan salah satu unsur makro yang terdapat pada bahan pangan
selain lemak dan karbohidrat. Protein merupakan sumber asam amino yang
mengandung unsur-unsur C, H, O dan N dalam ikatan kimia. Protein mempunyai fungsi
unik bagi tubuh, antara lain menyediakan bahan-bahan yang penting peranannya untuk
pertumbuhan dan memelihara jaringan tubuh, mengatur kelangsungan proses di dalam
tubuh, dan memberi tenaga jika keperluannya tidak dapat dipenuhi oleh karbohidrat dan
lemak. Protein juga berperan dalam mengatur proses daam tubuh. Dengan cara zat-zat
pengatur proses dalam tubuh. Protein dapat mengatur keseimbangan cairan dalam
jaringan dan pembuluh darah, yaitu dengan cara menimbulkan tekanan osmotik koloid.
Tekanan osmotik tersebut dapat menarik cairan jaringan ke daam pembuuh darah.
Selain itu sifat amfoter protein yang dapat bereaksi dengan asam dan basa, dapat
mengatur keseimbangan asam basa dalam tubuh.
Untuk memenuhi kebutuhan protein dalam tubuh, seseorang harus
mengkonsumsi makanan yang mengandung protein. Contoh

makanan yang


mengandung protein yang sering dikonsumsi oleh manusia adalah telur dan tempe.
Telur dan tempe biasanya dikonsumsi sebagai lauk. Walaupun telur dan tempe sangat
terkenal sebagai makanan yang

mengandung protein, masing banyak yang tidak

mengetahui jenis dan kadar kandungan asam amino yang terdapat pada telur dan tempe
serta kadar kandungan protein yang terdapat didalamnya. Sedangkan jenis asam amino
dan konsentrasinya serta kadar protein pada telur dan tempe sangat pentinng untuk
diketahui sebagai indikator pemenuhan gizi. Oleh karena itu, dilakukan praktikum ini
untuk mengetahui jenis asam amino dan kadarnya pada telur dan tempe serta kadar
protein dalam telur dan tempe.

B. TUJUAN
1. Menentukan kandungan asam amino dari ekstrak asam amino dengan
kromatografi lapis tipis.
2. Menentukan kadar protein yang terdapat dalam sampel protein nabati dan
sampel protein hewani.


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Protein merupakan polimer yang tersusun dari asam amino sebagai monomernya.
Monomer-monomer ini tersambung dengan ikatan peptida, yang mengikat gugus karboksil
milik satu monomer dengan gugus amina milik monomer di sebelahnya. Reaksi
penyambungan ini (disebut translasi) secara alami terjadi di sitoplasma dengan bantuan
ribosom dan tRNA. Pada polimerisasi asam amino, gugus -OH yang merupakan bagian gugus
karboksil satu asam amino dan gugus -H yang merupakan bagian gugus amina asam amino
lainnya akan terlepas dan membentuk air. Oleh sebab itu, reaksi ini termasuk dalam reaksi
dehidrasi. Molekul asam amino yang telah melepaskan molekul air dikatakan disebut dalam
bentuk residu asam amino (Tim Dosen Kimia, 2009).

Reaksi dua asam amino membentuk ikatan peptida.
Asam amino ialah asam karboksilat yang mempunyai gugus amino. Asam amino
yang terdapat sebagai komponen protein mempunyai gugus – NH2 pada atom karbon α
dari posisi gugus – COOH (Poedjiadi, 2006).

Berikut adalah pengelompokan asam amino berdasarkan sifat-sifatnya :

Ada beberapa metode analisis asam amino, misalnya metode gravimetri,

kalorimetri, mikrobiologi, kromatografi dan elektroforesis. Salah satu metode yang
banyak memperoleh pengembangan ialah metode kromatografi. Macam-macam
kromatografi ialah kromatografi kertas, krometografi lapis tipis dan kromatografi
penukar ion (Poedjiadi, 1994).
Kromatografi melibatkan pemisahan terhadap campuran berdasarkan perbedaanperbedaan tertentu yang dimiliki oleh senyawanya. Perbedaan yang dapat dimanfaatkan
meliputi kelarutan dalam berbagai pelarut serta sifat polar. Kromatografi biasanya

terdiri dari fase diam (fase stasioner) dan fase gerak (fase mobile). Fase gerak
membawa komponen suatu campuran melalui fase diam, dan fse diam akan berikatan
dengan komponen tersebut dengan afinitas yang berbeda-beda. Jenis kromatografi yang
berlainan bergantung pada perbedaan jenis fase, namun semua jenis kromatografi
tersebut berdasar pada asas yang sama (Bresnick, 2004).
Kromatografi kertas merupakan salah satu jenis kromatografi partisi yaitu
pemisahan beberapa zat berdasarkan perbedaan kelarutan dalam dua pelarut yang tidak
dapat bercampur. Cara melakukan pemisahan dengan kromatografi ini cukup
sederhana. Campuran beberapa asam amino sebagai hasil hidrolisis diteteskan sedikit
pada kertas kromatografi pada titik tertentu dan kemudian ujung kertas dicelupkan ke
dalam pelarut tertentu. Pelarut ini akan naik berdasarkan proses kapilaritas dan akan
membawa senyawa-senyawa dalam campuran tersebut. Asam amino yang mudah larut
dalam pelarut tertentu itu, misalnya pelarut organik, akan terbawa naik lebih jauh dari

pada yang sukar larut. Setelah mencapai bagian atas atau garis akhir, kertas diangkat
dari pelarut dan dibiarkan mengering dengan sendirinya di udara. Dengan proses ini
asam-asam amino akan terpisah satu sama
dengan pereaksi

ninhidrin

pada

kertas

lainnya, dan dengan
kromatografi tersebut

penyemprotan
akan

tampak

noda-noda biru yang membuktikan adanya asam amino yang terpisah itu. Jarak yang

telah ditempuh oleh suatua asam amino tertentu (b) dibandingkan dengan jarak yang
ditempuh oleh pelarut dari garis awal sampai garis akhir (a) diberi lambang Rf
(Poedjiadi, 2006).
Uji Ninhidrin terjadi apabila ninhidrin dipanaskan bersama asam amino maka
akan terbentuk kompleks berwarna. Asam amino dapat ditentukan secara kuntitatif
dengan jalan menggunakan intensitas warna yang terbentuk sebanding dengan
konsentrasi asam amino tersebut. Pada reaksi ini dilepaskan CO2 dan NH4 sehingga
asam amino dapat ditentukan secara kuantitatif dengan mengukur jumlah CO2 dan
NH3 yang dilepaskan. Prolin dan hidroksi prolin menghasilkan warna kompleks yang
berbeda warnanya dengan asam amino lainnya. Kompleks berwarna yang terbentuk
mengandung dua molekul ninhidrin yang bereaksi dengan ammonia yang dilepaskan
pada oksidasi asam amino. Hasil uji positif pada uji ninhidrin diberikan pada asam
amino yang mengandung asam α-amino dan peptida yang memiliki gugus α-amino
yang bebas (Akbar, 2011).

Kandungan protein ditentukan dengan metode Lowry Folin – ciocalteu, Pereaksi
Folin-Ciocalteu merupakan larutan kompleks ion polimerik yang dibentuk dari asam
fosfomolibdat dan asam heteropolifosfotungstat. Pereaksi ini terbuat dari air, natrium
tungstat, natrium molibdat, asam fosfat, asam klorida, litium sulfat, dan bromin. Pada
kenyataannya reagen ini mengandung rangkaian polimerik yang memiliki bentukan

umum dengan pusat unit tetrahedral fosfat (PO4)3- yang dikelilingi oleh beberapa unit
oktahedral asam-oksi molibdenum. Struktur tungsten dapat dengan bebas bersubstitusi
dengan molibdenum (Folin dan Ciocalteu, 1944).
Prinsip metode Folin-Ciocalteu adalah oksidasi gugus fenolik hidroksil. Pereaksi
ini mengoksidasi fenolat (garam alkali), mereduksi asam heteropoli menjadi suatu
kompleks molibdenum-tungsten (Mo-W). Fenolat hanya terdapat pada larutan basa,
tetapi pereaksi Folin-Ciocalteu dan produknya tidak stabil pada kondisi basa. Selama
reaksi belangsung, gugus fenolik-hidroksil bereaksi dengan pereaksi Folin-Ciocalteu,
membentuk kompleks fosfotungstat-fosfomolibdat berwarna biru dengan struktur yang
belum diketahui dan dapat dideteksi dengan spektrofotometer. Warna biru yang
terbentuk akan semakin pekat setara dengan konsentrasi ion fenolat yang terbentuk,
artinya semakin besar konsentrasi senyawa fenolik maka semakin banyak ion fenolat
yang akan mereduksi asam heteropoli sehingga warna biru yang dihasilkan semakin
pekat (Singleton dan Rossi, 1965).

Menurut Direktorat gizi depkes (1992), kandungan protein pada tempe kedelai
adalah 18,30 gr. Menurut Sidiq (2013) Kandungan protein pada putih telur adalah 14,3
gr. Menurut umifarah (2013) kandungan asam amino tirosin pada tempe adalah yaitu
0,10. Menurut Direktorat gizi depkes (1992), kandungan asam amino esensial tempe
(mg/g nitrogen) dapat dilihat pada tabel berikut :

Asam amino
Metionin – sistein
Treonin
Valin
Lisin
Leusin
Fenilalanin – tirosin
Isoleusin
Triptofan

Tempe
171
267
349
404
538
475
340
84


BAB III
METODOLOGI
A. ALAT

B.

1. Plate TLC

8. Tabung reaksi

2. Oven

9. Rak tabung reaksi

3. Pipet ukur

10. Alat vortex

4. Propipet


11. Erlenmeyer

5. Mikropipet

12. spektrofotometer

6. Tip

13. Kertas saring

7. Pipa kapiler

14. Mortal

BAHAN
1. Tempe 1,5 g
2. Putih telur 2,0 g
3.

Buffer fosfat 0,1 M pH 7


4.

Glisin

5. Tirosin
6. Arginin
7. Triptofan
8. Larutan pengembang( solven A dan solven B)
9. Reagen ninhidrin
10. Tirosin
11. Aquadest
12. Etanol 50%
13. Albumin fraksi V
14. Reagen folin ciocalteu 2 N sebagai reagen E
15. Reagen D

C. CARA KERJA
1. Preparasi ekstrak asam amino dan protein
Ditimbang 1,5 g tempe dan 2 g putih telur ( di dalamnya terkandung
albumin )

Secara bertahap ditambahkan 10 mL buffer fosfat 0,1 M pH 7. Untuk
sampel padat dihaluskan dengan mortal, kemudian disaring untuk
diambil ekstraknya. Sedangkan untuk sampel berupa larutan
dicampurkan sampai homogen jika terdapat endapan/kotoran dilakukan
penyaringan terlebih dahulu.

2. Identifikasi jenis asam amino pada ekstrak sampel

Plate TLC diaktivasi terlebih dahulu pada suhu 105 °C selama 30 menit.

Dilakukan spotting larutan asam amino tirosin dan sampel berisi ekstrak
asam amino bebas.

Dilakukan elusi dengan larutan pengembang terdiri atas :
Solven A : n-butanol : asam asetat : air (12:3:5 v/v)
Solven B : fenol : air ( 4: 1 v/v )

Dihentikan elusi bila mencapai batas yang telah ditentukan. Plate TLC
diangkat dan dibiarkan kering.

Disemprot dengan reagen ninhidrin dan dipanaskan pada 110 °C selama
10 menit.

Diamati kromatogram yang terbentuk. Dihitung Rf dan ditentukan jenis
asam amino yang terdapat pada ekstrak sampel
3.

Penentuan asam amino secara kuantitatif

Dibuat kurva standar dengan cara :
Ditambahkan tirosin 0 mL, 0,1 mL, 0,3 mL, 0,5 mL, 0,7 mL dan 1,0 mL
untuk masing-masing tabung, aquades 4 mL , 3,9 mL , 3,7 mL , 3,5 mL ,
3,3 mL dan 3 mL untuk masing-masing tabung , ninhidrin 1 mL untuk
masing-masing tabung.

Diambil 4 mL sampel berisi ekstrak asam amino, ditambah 1 mL
ninhidrin. Dicampur sampai homogen, dipanaskan 100 °C 15 menit,
didinginkan.

Ditambah etanol 50% 1 mL pada masing-masing tabung.

Diukur intensitas warna pada panjang gelombang 44 nm dan 550

Dengan menggunakan kurva standar ditentukan besar asam amino yang
terkandung dalam sampel

4.

Penentuan protein secara kuantitatif

Dibuat kurva standar protein dengan cara :
Ditambahkan albumin fraksi V 0 mL, 0,1 mL, 0, 3 mL, 0,5 mL, 0,7 mL
dan 1 mL pada masing-masing tabung, Aquades 1 mL, 0,9 mL, 0,7 mL,
0,5 mL, 0,3 mL dan 0 mL pada masing-masing tabung reaksi secara
berurutan serta reagen D 1 mL.

Dicampur sampai homogen, dipanaskan pada suhu ruangan 15 menit.

Ditambahkan reagen E 3 mL pada masing-masing tabung reaksi.

Divortex dan diinkubasi pada suhu kamar selama 15 menit.

Diukur absorbansi pada 450 nm.

Dengan menggunakan kurva standar, ditentukan besarnya protein yang
terkandung dalam sampel.

BAB IV
HASIL dan PEMBAHASAN

Ninhidrin adalah suatu reagen berguna untuk mendeteksi asam amino dan
menetapkan konsentrasinya dalam larutan. Uji ninhidrin digunakan untuk menunjukan
asam amino dalam larutan uji dan berlaku untuk semua asam amino. Asam amino
bereaksi dengan ninhidrin membentuk aldehida dengan satu atom C lebih rendah dan
melepaskan molekul NH3 dan CO2. Ninhidrin yang telah bereaksi akan membentuk
hidrindantin. Hasil positif ditandai dengan terbentuknya kompleks berwarna
biru/keunguan yang disebabkan oleh molekul ninhidrin + hidrindantin yang yang
bereaksi dengan NH3 setelah asam amino tersebut dioksidasi.

1.

Identifikasi jenis asam amino pada ekstrak sampel

Identifikasi jenis asam amino pada ekstrak sampel tempe dan putih telur
dilakukan menggunakan plate TLC yang berfungsi sebagai identifikasi

sampel.

Panjang plate yang digunakan adalah 6 cm sedangkan jarak titik start adalah 1 cm
supaya sampel berelusi lebih cepat. Sebelum dispotting dengan asam amino dan

sampel, plate TLC terlebih dahulu diaktivasi pada suhu 105 °C selama 30 menit yang
bertujuan untuk menghilangkan kandungan air yang terdapat pada plate sehingga daya
serap plate menjadi maksimal. Asam amino yang digunakan sebagai marker adalah
arginin, triptofan, glisin dan tirosin.
Solven A berisi n-butanol, asam asetat dan air dengan perbandingan larutan
adalah 12:3:5 sedangkan solven B berisi fenol dan air dengan perbandingan larutan
adalah 4:1. Perbandingan campuran pada solven A dan solven B bertujuan agar
perbedaan kecepatan perpindahan masing-masing komponen dapat diamati. Plate TLC
yang sudah dispotting dimasukan di dalam solven untuk proses penyerahan. Setelah
mencapai batas, plate TLC dibiarkan kering. Setelah kering disemprot dengan reagen
ninhidrin untuk mendeteksi asam amino dan dipanaskan pada suhu 110°C selama 10
menit untuk mendeteksi warna-warna yang dihasilkan pada plate TLC.
Pada plate TLC A kromatogram yang terbentuk pada putih telur sejajar dengan
glisin dan tirosin, arginin lebih rendah dari triptofan dan triptofan dan arginin tidak
sejajar dengan putih telur sehingga secara kualitatif dapat dikatakan bahwa asam amino
yang terkandung dalam putih telur adalah glisin dan tirosin berdasarkan kesejajaran
garis. Kromatogram yang terbentuk pada tempe sejajar dengan tirosin, triptofan dan
glisin sedangkan arginin berada diatasnya. Sehingga secara kualitatif dapat dikatakan
bahwa asam amino yang terdapat pada tempe adalah glisin, triptofan dan tirosin
berdasarkan kesejajaran garis.
Pada plate TLC B kromatogram yang terbentuk pada putih telur tidak sejajar
dengan asam amino yang digunakan sebagai marker. Sedangkan kromatogram pada
tempe tidak terbentuk karena asam amino yang terdapat pada tempe tidak bereaksi
dengan fenol. Sehingga secara kualitatif asam amino yang terdapat pada putih telur dan
tempe belum dapat diketahui melalui solven B.

Jarak tempuh (cm)
Sampel

Nilai Rf

Tempe

Solven A
3,16

Solven B
-

Solven A
0,4

Solven B
-

Putih telur

4,3

2,1

0,283

0,65

Selain secara kualitatif asam amino yang terdapat putih telur dan tempe dapat
diidentifikasi secara kuantitatif menggunakan rumus:

Rf =

jarak total− jarak titik
jarak total

Pada solven A jarak tempuh putih telur adalah 4,3 cm sedangkan jarak total
adalah 6 cm, sehingga Rf yang diperoleh adalah
Rf =

=

jarak total− jarak titik
jarak total
6−4,3
6

= 0,283 ≈ 0,28
Nilai Rf asam amino pada solven A yang mendekati adalah 0,28 dengan asam
amino yaitu prolin. Sedangkan pada solven B jarak tempuh putih telur adalah 2,1 cm
dan jarak total adalah 6 cm, sehingga Rf yang diperoleh adalah
Rf =

=

jarak total− jarak titik
jarak total
6−2,1
6

= 0,65 ≈ 0,64
Nilai Rf asam amino pada solven B yang mendekati adalah 0,64 dengan asam amino
yaitu tirosin.
Pada solven A jarak tempuh tempe adalah 3,6 cm sedangkan jarak total adalah
6 cm, sehingga Rf yang diperoleh adalah
Rf =

=

jarak total− jarak titik
jarak total
6−3,6
6

= 0,40 ≈ 0,40
Nilai Rf asam amino tempe pada solven A yang mendekati adalah 0,40 dengan
asam amino yaitu methionin. Sedangkan pada solven B asam amino tidak dapat
diidentifikasikan karena asam amino pada tempe tidak bereaksi sehingga tidak
menghasilkan kromatogram.
Putih telur dan tempe merupakan sumber protein hewani dan nabati yang kaya
akan protein, semua jenis protein terdapat pada putih telur dan tempe hanya konsentrasi
masing-masing asam amino yang berbeda-beda.

2.

Penentuan asam amino secara kuantitatif
Penentuan asam amino secara kuantitatif dapat dilakukan dengan pembuatan

larutan standar. Larutan yang digunakan yaitu larutan standar tirosin yang setelah
diencerkan dengan akuades diperoleh konsentrasi 0; 0,1; 0,3; 0,5; 0,7 dan 1 mL.
Selanjutnya ke dalam larutan standar ditambahkan reagen ninhidrin untuk
mengidentifikasi kadar asam amino pada larutan standar. Ninhidrin (triketohidrine
hidrat) merupakan pengoksidasi kuat yang dapat bereaksi dengan asam amino
menghasilkan warna ungu ketika sudah bereaksi dengan NH3 pada asam amino.
Setelah dipanaskan pada suhu 100°C dan didinginkan kepekatan warna ungu yang
terbentuk semakin meningkat dari larutan standar 1 sampai 6. Kepekatan warna biru
tersebut mendedikasikan kadar tirosin dalam larutan.

Dari gambar diatas dapat dilihat bahwa sampel tempe dan putih telur memiliki
warna yang sama dengan larutan 6, hal tersebut disebabkan pada sampel tempe dan
putih telur terdapat tirosin yang bereaksi dengan reagen ninhidrin. Reaksi yang terjadi
adalah

Setelah dilakukan spektrofotometer dengan panjang gelombang 550 nm
didapatkan data absorbansi dalam tabel berikut ini :

Tabung

Tirosin (mL)

OD (A)

1

0

0

2

0,1

0,336

3

0,3

0,687

4

0,5

1,590

5

0,7

2,569

6

1

3,256

Nilai OD

KURVA STANDAR ASAM AMINO TIROSIN
3.5
f(x) = 3.41x - 0.07
R² = 0.98

3
2.5

OD
Linear (OD)

2
1.5
1
0.5
0
0

0.2

0.4

0.6

0.8

1

1.2

Nilai konsentrasi

Dari tabel dan kurva di atas dapat dilihat bahwa nilai OD berbanding lurus
dengan konsentrasi tirosin ditunjukan dengan garis linear OD, sehingga semakin tinggi
konsetrasi tirosin nilai OD yang terukur pada saat spektrofotometri semakin tinggi. Dari
kurva standar asam amino tirosin dapat ditentukan nilai konsentrasi sampel dengan
persamaan:
Y = 3,14101x – 0,0714

R2 = 0,982
Keterangan:
Y = nilai OD sampel
X = nilai konsentrasi yang dicari

Sampel

OD (A)

Putih telur

-

Tempe

0,202

Setelah diukur absorbansi pada spektrofotometer dengan panjang gelombang 550
nm nilai OD putih telur tidak diketahui karena kekurangtelitian ketika praktikum,
sedangkan nilai OD tempe adalah 0,202. Nilai konsentrasi dari tempe dapat diketahui
dengan persamaan kurva standar asam amino tirosin yaitu :
Y = 3,14101x – 0,0714
0,202 = 3,14101x – 0,0714
X =

0,202+ 0,0714
3,14101

= 0,087≈ 0,09
Nilai konsentrasi asam amino tirosin pada tempe adalah 0,09. Hasil tersebut
sama dengan litelatur pada jurnal “Komposisi kimia dan asam amino pada tempe
kacang nagara, Susi umifarah” yaitu 0,10 ≈ 0,09.
3.

Penentuan protein secara kuantitatif
Penentuan protein secara kuantitatif dapat dilakukan dengan beberapa metode

salah satunya adalah metode Lowry – folin ciocalteu. Prinsip metode Lowry – folin
ciocalteu adalah untuk menentukan konsentrasi protein yang didalamnya terdapat asam
amino yang mengandung gugus fenolik seperti tirosin dan triptopan. Pada metode ini
digunakan spektrofotometer untuk menganalisis absorbansi larutan standar dan sampel.
Digunakan reagen Folin-Ciocalteu yang merupakan larutan kompleks ion polimerik
yang dibentuk dari asam fosfomolibdat dan asam heteropolifosfotungstat untuk
mendeteksi gugus fenolik yang terdapat dalam residu tirosin dan triptopan (dalam
protein). Gugus fenolik yang terdapat dalam asam amino ini dapat mereduksi
fosfotungstat dan fosfomolibat yang terkandung dalam reagen Folin-Ciocalteu menjadi
tungstat dan molibdenum yang berwarna biru.

Jenis protein yang digunakan dalam praktikum sebagai larutan standar adalah
albumin fraksi V. Dalam praktikum ditambahkan reagen D yang merupakan reagen
biuret. Penambahan reagen Biuret pada tabung 1-6 (berisi larutan standar), tabung 7
dan 8 yang berisi sampel tidak mengubah warna larutan. Larutan kemudian diinkubasi
selama 15 menit pada suhu kamar. Penambahan reagen Biuret ke dalam larutan
bertujuan untuk meningkatkan sensitivitas reagen Folin-Ciocalteu, dimana dengan
penambahan reagen biuret akan terbentuk kompleks Cu2+ dengan residu asam amino
yang terdapat dalam larutan uji menghasilkan kompleks Cu-protein.

Komplek Cu – protein yang dihasilkan dari reagen biuret dengan protein.
Kompleks Cu-protein yang dihasilkan oleh reagen Biuret akan menyebabkan
juga reduksi pada reagen Folin - Ciocalteu, dimana sebanyak 75% dari reduksi yang
terjadi akibat adanya kompleks Cu-protein, sedangkan 25% sisanya direduksi oleh
residu-residu tirosin dan triptopan pada albumin fraksi V. Penambahan reagen Folin –
ciocalteu pada larutan standar tabung 1 sampai 6 dan larutan tempe dan putih telur
tabung 7 dan 8 menyebabkan kepekatan warna biru meningkat dari tabung 1 sampai 8.
Selanjutnya larutan diinkubasi selama 15 menit pada suhu kamar. Warna biru tersebut
mengindikasikan terbentuknya tungstat dan molibdenum yang berwarna biru dalam
reaksi tersebut.

Perbedaan kepekatan warna biru pada setiap tabung disebabkan oleh perbedaan
konsentrasi albumin fraksi V yang direduksi reagen folin – Ciocalteu. Setelah dilakukan
pengukuran menggunakan spektrofotometer dengan panjang gelombang 540 nm
didapatkan data absorbansi dalam tabel berikut ini:
Tabung
1
2
3
4
5
6

Albumin fraksi V (mL)
0
0,1
0,3
0,5
0,7
1

OD ( A )
0
0,092
0,133
0,190
0,347
0,625

KURVA STANDAR PROTEIN ALBUMIN FRAKSI V
0.7
0.6
f(x) = 0.58x - 0.02
R² = 0.94

0.5
0.4

OD
Linear (OD)

0.3
0.2
0.1
0
0

0.2

0.4

0.6

0.8

1

1.2

Dari tabel dan kurva di atas dapat dilihat bahwa nilai OD berbanding lurus
dengan konsentrasi albumin fraksi V ditunjukan dengan garis linear OD, sehingga
semakin tinggi konsentrasi albumin fraksi V,

nilai OD yang terukur pada saat

spektrofotometri semakin tinggi. Dari kurva standar protein albumin fraksi V dapat
ditentukan nilai konsentrasi sampel dengan persamaan:
Y = 3,14101x – 0,0714
R2 = 0,982
Keterangan:
Y = nilai OD sampel
X = nilai konsentrasi yang dicari
Sampel

OD (A)

Putih telur

1,692

Tempe

1,292

Setelah diukur absorbansi pada spektrofotometer dengan panjang gelombang 540
nm nilai OD putih telur adalah 1,692, sedangkan nilai OD tempe adalah 1,292. Nilai
konsentrasi dari putih telur dapat diketahui dengan persamaan kurva standar albumin
fraksi V yaitu :
Y = 0,5761x – 0,0185
1,692 = 0,5761x – 0,0185
X =

1,692+0,0185
0,5761

= 2,969 ≈ 2,97
Nilai konsentrasi albumin fraksi V pada putih telur adalah 2,97.
Nilai OD tempe adalah 1,292. Nilai konsentrasi dari tempe dapat diketahui
dengan persamaan kurva standar albumin fraksi V yaitu :
Y = 0,5761x – 0,0185
1,292 = 0,5761x – 0,0185
X =

1,292+0,0185
0,5761

= 2,274 ≈ 2,27
Nilai konsentrasi albumin fraksi V pada tempeadalah 2,27.

BAB V
KESIMPULAN

Asam amino merupakan monomer protein. Dari praktikum yang telah dilakukan
disimpulkan bahwa tempe dan putih telur mengandung semua jenis asam amino hanya
masing-masing asam amino berbeda konsentrasinya. Identifikasi jenis asam amino pada
putih telur dan tempe dilakukan secara kualitatif dan kuantitstif. Secara kualitatif jenis
asam amino yang terdapat pada putih telur adalah glisin dan tirosin sedangkan secara
kuantitatif jenis asam amino yang terdapat pada putih telur adalah tirosin dengan nilai
Rf adalah 0,64, konsentrasi asam amino tirosin pada putih telur tidak diketahui karena
kekurangtelitian saat praktikum dan konsentrasi protein albumin fraksi V pada putih
telur adalah 2,01. Secara kualitatif jenis asam amino yang terdapat pada tempe adalah
glisin, triptofan dan tirosin, sedangkan secara kuantitatif jenis asam amino yang
terdapat pada tempe adalah methionin dengan nilai Rf adalah 0,40, konsentrasi asam
amino tirosin pada tempe adalah 0,22 dan konsentrasi protein albumin fraksi V pada
tempe adalah 1,32.

DAFTAR PUSTAKA

Tim Dosen Kimia. 2009. Penuntun Praktikum Biokimia Umum. Universitas
Hassanudin: Makassar.
Poedjiadi, A. 2006. Dasar – Dasar Biokimia.E disi Revisi. Jakarta: UI - Press.
Poedjiadi, A. 1994. Dasar-dasar Biokimia. Jakarta: UI Press .
Bresnick, S. 2004. Intisari Kimia Organik. Hipokrates: Jakarta.
Akbar, Y. 2011.

Pemisahan dan Identifikasi Asam Amino (online), (http://

akbarbanjar.wordpress.com/2011/03/17/laporan-biokimia/), diakses pada tanggal 20
November 2016.
Folin, Octo, Ciocalteu, Vintila. 1944. On Tyrosine and Tryptophane Determinations in
Proteins, Jour.Bio.Chem., 73 : 627-650, 1927, in. Todd-Sanford, 10, 412.
Singleton, V.L. and Rossi, J.A., 1965. Colorimetry of Total Phenolic with
Phosphomolybdic-Phosphotungstic Acid Reagent, Am. J. Enol. Vitic, 16, 147.
Direktorat Gizi Departemen Kesehatan RI. 1992. Daftar Komposisi Bahan Makanan.
Bhartara Karya Aksara: Jakarta.
Sidiq, Ahmad. 2013. Jurnal Uji Kadar protein dan organoleptik pada telur ayam
leghorn setelah disuntik dengan ekstrak black garlic. Makassar: Universitas
Hassanudin, diakses pada tanggal 20 November 2016.
Umifarah, susi. 2013. Jurnal komposisi kimia dan asam amino pada tempe kacang
nagara ( Vigna unguiculata ssp. cylindrica) chemical composition and amino acid

composition of Nagara Bean Tempe (( Vigna unguiculata ssp. cylindrica). Diakses pada
tanggal 20 November 2016.

LAMPIRAN