T1 712012053 Full text

Pemahaman Jemaat GMIH Bethania Mede Tentang O Moroka di Tobelo

TUGAS AKHIR
Diajukan kepada Program Studi: Teologi, Fakultas: Teologi
Guna memenuhi sebagian dari persyaratan untuk mencapai gelar Sarjana Sains
Teologi
(S.Si-Teol)

Program Studi Teologi

Oleh,
Eka Krisdayanti Papua
Nim: 712012053

Fakultas Teologi
Universitas Kristen Satya Wacana
Salatiga
2017

ii


iii

iv

Kata Pengantar
Puji syukur kepada Tuhan Yesus Kristus karena atas kasih sayang dan penyertaan-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir ini dengan baik. Tugas Akhir disusun
sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Sains Teologi (S.SI.Teol) Universitas
Kristen Satya Wacana, dengan judul “Pemahaman Jemaat GMIH Bethania Mede Tentang O
Moroka di Tobelo”.
Pada kesempatan ini juga penulis mengucapakan terima kasih kepada ayah, ibu dan
keluarga yang selalu sayang, sabar, setia dan tidak pernah mengeluh untuk membiayai studi
penulis sampai bisa menyelesaikan studi. Semoga Tuhan Yesus selalu melindungi,
memberkati dan memberikan umur panjang serta damai sejahtera untuk ayah, ibu dan
keluarga.
Ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada bapak Dr. David Samiyono selaku
pembimbing utama dan bapak Pdt. Dr. Tony Tampake selaku pembing pendamping yang
telah bersedia meluangkan waktu untuk membimbing penulis, memberikan petunjuk,
dorongan, saran, motivasi dan arahan sejak rencana penulisan Tugas Akhir sampai bisa
menyelesaikan Tugas Akhir ini dengan baik. Semoga Tuhan Yesus memberkati keluarga dan

pekerjaan.
Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada:
1. Fakultas Teologi terutama kepada Dekan ibu Pdt. Dr. Retnowati, M.Si, Kaprogdi
bapak Pdt. Izak Lattu, Ph.D dan staf pengajar (dosen) yang telah memberikan bekal
pengetahuan selama penulis menempuh pendidikan di fakultas Teologi.
2. Seluruh staf karyawan/karyawati Fakultas Teologi yang telah memberikan pelayanan
terbaik selama penulis mengikuti proses pendidikan.
3. Bapak Suparjo dan keluarga yang sudah bisa menjadi orang tua angkat di kota
Salatiga, terima kasih atas motivasi, saran, nasihat dan doanya.
4. Seluruh majelis jemaat Bethania Mede dan bapak Pdt.D. J. Bale selaku pimpinan
jemaat dan kepada bapak H.N disela-sela kesibukan tetapi mau membagi waktu dan
informasi (data) untuk Tugas Akhir penulis. Selalu memberikan semangat, motivasi
dan doa untuk kesuksesan penulis.
5. Seluruh teman-teman angkatan 2012 yang selalu memberikan motivasi dan setia
membantu dalam kesulitan selama proses pendidikan.

vi

6. Sahabat-sahabat terbaik Berlyan Kondi, Ros Dara, Elfira Kambali, Chindy Rooroh,
Rio bangley Fara, Inch David Tuhuleruw , Esterlita Jai, Sany Nakamnanu Kause, kak

Julita Gebrelia Kuadang, Defsy Makatika, kak Rismawati Padji, Windy Jenita Nagara,
Dela Korintus, Chelsea Nathalia Tawa-tawa,

yang selalu setia memberikan

semangat, motivasi, saran yang membangun selama penulis mengikuti proses
pendidikan.
7. Steven Potoboda selaku pacar terkasih, terimakasih atas doa, kesabaran dan selalu
setia memberikan semangat selama penulis mengerjakan Tugas Akhir.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penyusunan Tugas Akhir ini, oleh
sebab itu kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan. Semoga Tugas Akhir ini
dapat bermanfaat, Tuhan Yesus memberkati kita semua.

Salatiga, 23 Mey 2017

Eka Krisdayanti Papua

vii

Motto


Dan apabila kamu berseru dan datang untuk
berdoa kepada-Ku, maka Aku akan
mendengarkan kamu.

Yeremia 29 : 12

viii

Daftar Isi
Halaman Judul ................................................................................................................... i
Lembar Pengesahan .......................................................................................................... ii
Pernyataan Tidak Plagiat.................................................................................... ............. iii
Pernyataan Persetujuan Akses ......................................................................................... iv
Pernyataan Persetujuan Publikasi Tugas Akhir Untuk Kepentingan Akademis .............. v
Kata Pengantar ............................................................................................................vi-vii
Motto .............................................................................................................................. viii
Daftar Isi .......................................................................................................................... ix
Abstrak ............................................................................................................................. x
Bab I .................................................................................................................................. 1

Latar Belakang...................................................................................................... 1-4
Metode Penelitian ................................................................................................. 4-5
Sistematika Penulisan .............................................................................................. 5
Bab II ............................................................................................................................... 5
Kajian Pustaka ...................................................................................................... 5-6
Landasan Konseptual.......................................................................................... 6-12
Bab III Pemahaman Gereja dan Masyarakat Terhadap O Moroka ................................. 12
Sejarah Jemaat Bethania Mede .............................................................................. 12
Sejarah GMIH .................................................................................................. 12-13
Kepercayaan Masyarakat Pada Umumnya Terhadap Masyarakat Moro ......... 13-14
Kepercayaan Jemaat Terhadap Masyarakat Moro ........................................... 14-21
Bab IV ............................................................................................................................. 21
Kajian Teologis Terhadap Pemahaman Jemaat Bethania Mede Tentang O
Moroka ............................................................................................................. 21-25
Bab V ............................................................................................................................. 25
Kesimpulan ....................................................................................................... 25-26
Saran : Kepada GMIH ........................................................................................... 26
Kepada Masyarakat Halmahera Utara Kota Tobelo .............................................. 27
Daftar Pustaka ................................................................................................................. 28


ix

Abstrak
O Moroka atau masyarakat Moro adalah nama suatu suku yang menghilang di hutan
Halmahera. Masyarakat Halmahera kota Tobelo percaya bahwa masyarakat Moro adalah
penduduk asli pulau Halmahera yang dulunya menghilang di hutan Halmahera dengan alasan
menghindar dari Balahiteng atau Pajak karena dianggap memberatkan masyarakat Moro.
Karena menghilang di hutan dan dapat menyatu dengan alam, masyarakat Halmahera
menganggap masyarakat Moro sebagai setan, jin, kafir dan sesat. Tujuan dari penelitian ini
adalah mendeskripsikan pemahaman jemaat GMIH Bethania Mede terhadap O Moroka.
Penelitian ini dilakukan karena cerita mengenai masyarakat Moro sudah berabad-abad
lamanya tetapi masih dipelihara oleh masyarakat Halmahera Utara dan bahkan gereja pun
mempersoalkan masyarakat Moro tersebut. Ada gereja yang menolak bersahabat atau
berhubungan dengan masyarakat Moro karena menganggap masyarakat Moro adalah setan,
jin, sesat. Tetapi ada juga gereja yang membuka diri memandang positif masyarakat Moro
dan bahkan bersahabat dengan masyarakat Moro. Kepercayaan jemaat terhadap masyarakat
terbentuk melalui pengalaman langsung antar jemaat dengan masyarakat Moro. Penelitian
menggunakan metode wawancara dengan beberapa informan dari Gereja Bethania Mede
selaku majelis dan pendeta jemaat dengan pendekatan kualitatif. Temuan yang didapat dalam
penelitian ini adalah hampir semua gereja di Halmahera menutup diri mengetahui lebih jauh

tentang masyarakat Moro. Tetapi jemaat Bethania Mede membuka diri untuk bersahabat
dengan masyarakat Moro. Hampir 90% jemaat Bethania Mede percaya dan bersahabat
dengan masyarakat Moro karena menganggap masyarakat Moro adalah manusia seperti
manusia pada umumnya. Jemaat juga percaya masyarakat Moro dapat membantu jemaat
dalam perilaku yang lebih baik dan dapat membantu jemaat dalam hal pertumbuhan iman.
Menurut jemaat Bethania masyarakat Moro mempunyai kehidupan yang lebih saleh taat pada
perintah Tuhan dan masyarakat Moro bukanlah setan, jin, kafir atau sesat.
Kata kunci : Masyarakat Moro, Agama Tradisional, GMIH

x

1.1 Latar Belakang
Dalam masyarakat modern masih ada masyarakat yang mempercayai hal-hal yang
bersifat mistis. Sama halnya dengan masyarakat Halmahera Utara kota Tobelo. O
Moroka dalam bahasa Tobelo yang berarti masyarakat Moro adalah nama suatu suku
yang hilang sejak pada zaman bangsa Portugis masuk ke Maluku untuk mencari
rempah-rempah. Ketika bangsa Portugis datang ke Maluku dan Maluku Utara yaitu di
Ternate, Tidore, Morotai, orang-orang Portugis melihat ada masyarakat yang hidup di
pulau Halmahera. Kemudian orang-orang Portugis memberi nama pulau Halmahera
yaitu Batochino do Moro sedangkan untuk Halmahera Utara mereka memberi nama

Costa do Moro atau biasa yang disebut masyarakat Halmahera sebagai kota
Moro.1Orang-orang Portugis menganggap masyarakat Moro sebagai penduduk asli
pulau Halmahera begitu juga masyarakat Halmahera meyakini masyarakat Moro adalah
penduduk asli pulau Halmahera.
Kalau dilihat dari catatan sejarah pulau Halmahera dalam bukunya Magani yang
berjudul “Bahtera Injil di Halmahera (2012)”,masyarakat Moro sudah ada di pulau
Halmahera sejak pertengahan abad ke 16 sampai pertengahan abad ke 17. Kepercayaan
adanya masyarakat Moro dibuktikan dengan dokumen dari sumber Utrechtsche
Zendings Vereeniging(UZV) yaitu Hendrijk Van Dijiken. Ketika menyebarkan Injil
ditemukan bahwa suku-suku di Halmahera Utara masih menganut agama suku atau
kepercayaan-kepercayaan pra-literer.2 Kemudian karena misi UZV, Van Dijiken
ditempatkan di desa Duma, tempat yang di sebut oleh warga setempat yaitu Morodoku.
Warga setempat meyakini bahwa Morodoku adalah tempat tinggal masyarakat Moro.
Sejak abad ke-16 Pulau Halmahera telah dimasukan dalam kekuasaan Kesultanan
Ternate yang dibagi menjadi dua bagian Utara dan Selatan dan Tidore bagian Tengah.
Sistem pemerintahan kedua kerajaan itu berkaitan dengan kepentingan tenaga kerja,
pajak serta bahan makanan yang disalurkan pada Sultan Ternate dan Tidore, melalui

1


Juansal E. Duan, Pe aha a Masyarakat Adat Hi uala o Te ta g O Moroka (TESIS.,
Salatiga: Universitas Kristen Satya Wacana, 2010), 1-2.
2
Magany, Bahtera Injil di Halmahera(Halmahera: BUMG-GMIH & Institut Hendrik Van Dijiken,
2012),

1

sistem upeti.3Dalam hal ini masyarakat Moro memiliki hubungan terhadap pemberian
upeti tributary relationship dengan Ternate, Morotai, Jailolo dan Tidore.
Tahun 1533 bangsa Portugis membangun pertahanan di desa Mamuya. Hal ini
kemudian memulai gangguan bagi tributary relationship antara masyarakat Moro dan
Ternate, karena setelah itu masyarakat Moro menolak untuk memberikan suplai
makanan bagi Ternate, Morotai, Tidore dan Jailolo.4Kemudian terjadi perang saudara
sekitar tahun 1536 antara Ternate, Tidore, Bacan, Jailolo dan bangsa Portugis karena
saling memperebutkan masyarakat Moro, sehingga masyarakat Moro dan bangsa
Portugis menyebar dan mengasingkan diri di hutan pedalaman Halmahera dan
kemudian tidak ada lagi catatan tentang masyarakat Moro sampai tahun 1617.
Sekian lamanya (dari tahun 1536-1617) masyarakat Moro menghilang dari
pandangan manusia sehingga masyarakat Halmahera Utara pun menganggap

masyarakat Moro telah hilang namun masuk ke dalam kosmologi Halmahera dianggap
sebagai makhluk adikodrati yaitu sebagai setan, jin, kafir dan sesat. Kemudian pada
tahun 1866 datang seorang penginjil yang bernama Hendrijk Van DijikenUtrechtsche
Zendings Vereeniging (UZV) di Halmahera Utara tepatnya di desa Duma untuk
menyiarkan agama Kristen. Selain memperkenalkan Injil, Van Dijiken juga
memperkenalkan pendidikan, sikap tingkahlaku, penataan kampung, jalan, pelayanan
kesehatan, serta kebersihan dalam kehidupan sehari-hari. Hal tersebut menimbulkan
perubahan-perubahan dalam berbagai bidang kehidupan masyarakat Halmahera Utara
yang mengarah kepada modernitas.5
Perjumpaan antara orang-orang Portugis dan masyarakat Moro yang kemudian
bersamaan menghilang di hutan Halmahera, membuat masyarakat Halmahera
memaknai keberadaan orang-orang Potugis dalam kosmologi Halmahera dan telah
disakralkan merujuk pada zaman Portugis dan bangsa Portugis dan memaknai sebagai
kondisi asli leluhur masyarakat Halmahera.6Kemudian masyarakat Halmahera
3

Irfan Ahmad, “ejarah “osial Kriste isasi di To elo
Gadjah Mada, 2014),

66-


(TESIS., Yogyakarta: Universitas

J. Plate ka p, Tobelo, Moro, Ternate: The Cosmological Valorization Of Historical (Jerman:
Cakalele Vol. 4, 1993), 61–89.
5
Ahmad, Sejarah Sosial Kristenisasi di Tobelo 1866, 2.
6
Duan, Pe aha a Masyarakat Adat Hi uala o Te ta g O Moroka, 1-2.
4

2

menganggap bahwa masyarakat Moro telah menyatu dengan alam, dan dianggap bisa
hidup di dua alam yaitu dunia masyarakat Moro dan dunia manusia. Ciri-ciri
masyarakat Moro digambarkan mempunyai fisik manusia dan berpakaian seperti
masyarakat barat,

berparas cantik, ganteng , menikah, mempunyai agama, kafir,

mempunyai tetua adat, dan kaya.7
Masyarakat Moro tidak bisa dilihat oleh orang-orang yang tidak mempuyai
hubungan dengan mereka dan tidak menampakan wujud mereka terhadap sembarangan
orang. Masyarakat Moro hanya menampakan wujud mereka dan berbaur dengan
masyarakat

yang

hanya

masyarakat

Moro

senangi

dan

yang

mempunyai

hubungan/komunikasi (seperti tetua adat) dengan masyarakat Moro.
Dalam kepercayaan masyarakat kota Tobelo, masyarakat Moro dapat membantu
manusia dalam pekerjaan memetik padi, membersihkan ladang, menebang kayu, dan
pekerjaan lainnya dan pekerjaan mereka lebih cepat dan baik dibandingkan pekerjaan
manusia biasa.Setiap suku di Halmahera Utara juga memiliki tempat-tempat tertentu
yang diyakini kota-kerajaan masyarakat Moro, kalau dilihat oleh orang yang tidak
mempunyai hubungan dengan mereka hanya rumput, hutan dan pepohonan, jembatan,
bahkan sungai.8 Tetapi bagi masyarakat yang bisa melihat masyarakat Moro, dapat
melihat kerajaan-kota masyarakat Moro yang sangat indah penuh dengan kemewahan.
Keyakinan tentang masyarakat Moro telah berabad-abad lamanya meskipun dengan
perkembangan zaman tetapi hal itu tidak menggeser keyakinan masyarakat Tobelo
terhadap masyarakat Moro karena sangat melekat dikehidupan keseharian masyarakat
Tobelo.9
Masyarakat Halmahera Utara terkhususnya GMIH di wilayah kota Tobelo, masih
meyakini adanya masyarakat Moro. Masyarakat juga menyakini bahwa masyarakat
Moro sering membawa manusia yang mereka senangi ke alam mereka dan yang bisa
mengembalikan manusia yang masyarakat Moro sembunyikan adalah orang yang
mempunyai hubungan dengan masyarakat Moro atau tetua adat. Masyarakat Moro juga
7

Wawancara seorang majelis jemaat GMIH& beberapa orang Tobelo yang ada di kota Salatiga
(jumat 12 februari 2016).
8

Wawancara seorang majelis GMIH melalui telepon (tanggal 6 februari 2016).
“uku Moro di Hal ahera Ya g Misterius, Google, diakses
aret,
,
http://tuyowening.blogspot.co.id/2012/03/suku-morohalmahera-yang-misterius.html.
9

3

bisa menikahi manusia yang mereka suka/senangi. Sampai saat ini masyarakat Tobelo
masih percaya keberadaan masyarakat Moro, termasuk didalamnya Gereja. Meskipun
mereka sudah Kristen, tetapi masih percaya keberadaan masyarakat Moro.
Berdasarkan uraian latar belakang tersebut di atas, maka pertanyaan penelitiannya
adalah bagaimana pemahaman jemaat GMIH Bethania Mede tentang O Moroka,
sehingga tujuan dari penelitian ini adalah akan mendeskripsikan pemahaman jemaat
GMIH Bethania Mede terhadap O Moroka. Diharapkan penelitian/kajian ini akan
bermanfaat untuk pertama mengetahui pemahaman Gereja tentang keberadaan
masyarakat Moro. Kedua menjadi sumber informasi bagi masyarakat Tobelo terutama
tentang masyarakat/kebudayaan masyarakat Moro. Ketiga menjadi catatan sejarah bagi
masyarakat Tobelo yang berkaitan dengan masyarakat Moro.
Ketiga hal ini dianggap penting dengan alasan bahwa kebanyakan gereja-gereja di
Halmahera Utara memandang masyarakat Moro sebagai sebuah cerita yang tidak benar,
sejan, jin, kafir dan sesat.Tetapi tanpa disadari sebenarnya gereja-gereja mengakui
adanya masyarakat Moro meskipun dengan pandangan yang negatif dengan
menganggap masyarakat Moro sebagai setan, jin, sesat dan kafir. Pandangan gerejagereja seperti ini yang membuat masyarakat Halmahera terkhusunya Tobelo
mempunyai pandangan yang sama terhadap masyarakat Moro tanpa mencari tahu secara
mendalam siapa itu masyarakat Moro dan alasan mengapa memandang negatif
masyarakat Moro. Melalui penelitian ini agar bisa menjadi sumber informasi yang jelas
dan mampu memberikan pemahaman baru bagi masyarakat Tobelo mengenai
pemahaman terhadap masyarakat Moro.
1.2 Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif karena metode ini menggunakan
data yang diambil melalui wawancara.

10

Data diperoleh dengan cara peneliti harus

berada di tempat dimana penelitian itu akan dilakukan dan juga peneliti dituntut terlibat
langsung dalam penelitian baik itu dalam hal pengumpulan data melalui wawancara,
begitu juga dengan analisa dan interpretasi data. Hal penting lainnya dalam metode
kualitatif yaitu data yang diperoleh harus dari tangan orang pertama dan harus

10

J. R. Raco, Metode Penelitian Kualitatif, (Jakarta: Grasindo, 2010), 67.

4

pengalaman langsung partisipan.11Cara pengambilan data dalam penelitian ini adalah
wawancara dengan orang-orang atau pihak yang dinilai dapat memberikan informasi
dan data seakurat mungkin, yakni pendeta, majelis, dan beberapa jemaat yang sering
berhubungaan dengan masyarakat Moro.
Tempat penelitian yaitu di desa Mede kota Tobelo Halmahera Utara, Provinsi
Maluku Utara, karena menurut pemahaman warga/masyarakat Tobelo, masyarakat
Moro tinggal di daerah tersebut yakni di desa Mede.

1.3 Sistematika Penulisan
Bagian 1 menjelaskan mengenai latar belakang, rumusan masalah atau pertanyaan
penelitian, manfaat penelitian, tujuan penelitian, metode penelitian, sistematika
penulisan,

dan kajian pustaka. Bagian 2 menjelaskan teori mengenai mitos dari

pemahaman Mircea Eliade. Bagian 3 memaparkan hasil penelitian mengenai
pemahaman jemaat GMIH Bethania Mede tentang O Moroka. Bagian 4 analisa terhadap
hasil penelitian yang sudah dilakukan dan berdasarkan teori yang dipakai. Bagian 5
membahas kesimpulan dari hasil analisa dan disertai saran untuk GMIH dan untuk
masyarakat Halmahera Utara.
2.1 Kajian Pustaka
Ada beberapa sumber yang mendeskripsikan tentang O Moroka antara lain, Oscar
May dalam tesisnya menyatakan suatu kemungkinan masyarakat Moro sebagai suatu
kerajaan namun lebih cenderung melihat masyarakat Moro sebagai orang-orang
Portugis yang menghilang, bukan jiwa orang/masyarakat Portugis.12 Tetapi dalam
penelitian Oscar May tidak membahas lebih jauh tentang masyarakat Moro, karena
lebih berfokus pada magis dan matra yang sangat marak dipraktekkan selama konflik
horisontal di pulau Halmahera.
Magany dalam bukunya “Bahtera Injil di Halmahera (2012)” menjelaskan
masyarakat Moro sebagai jiwa orang Portugis yang telah meninggal dan kepercayaan
pra-literer, berbeda dengan pemikiran Oscar May. Masyarakat Moro dianggap makhluk
11

Raco, Metode Penelitian Kualitatif, 56-57 & 60.
Os ar May, Analisis Sosio-Teologis terhadap Fenomena Agama Masa Kerusuhan di TobeloMaluku Utara (TESIS., Salatiga: Universitas Kristen Satya Wacana, 2002), 30.
12

5

gaib yang akan menampakan diri mereka pada saat-saat tertentu dengan pakaian ala
Barat dan memiliki rumah dengan perabotan yang lengkap. 13Juansal Efendy Duan
dalam Tesisnya melihat cerita mengenai masyarakat Moro dikategorikan sebagai
mitos.14Platenkamp seorang etnografi Jerman dalam tulisannya melihat masyarakat
Moro adalah hamba ( pada abad ke 16-17) yang memberikan beras, sagu, daging dan
ayam, untuk kerajaan Ternate. Masyarakat Moro dianggapnnya sebagai leluhur karena
di Halmahera masyarakat menyebut masyarakat Moro sebagai “tuan tanah” yaitu
orang-orang yang tinggal disini ( Halmahera) sejak dulu. Platenkamp juga menganggap
keberadaan masyarakat Moro adalah masyarakat yang “dihilangkan”.15
Jadi dari ke empat sumber yang pernah menulis mengenai masyarakat Moro
menganggap

masyarakat

Moro

sebagai

sebuah

masyarakat

yang

menghilang/dihilangkan yang bisa disebut menjadi sangat misterius tetapi selalu
diperdebatkan oleh masyarakat Halmahera Utara.

2.2 Landasan Konseptual
Mitos Menurut Eliade
Untuk memperoleh makna dari cerita masyarakat Moro, penulis mendeskripsikan
fenomena masyarakat Moro dengan landasan konseptual mitos dari Mircea Eliade.
Penulis mendeskripsikan fenomena masyarakat Moro dengan landasan konseptual mitos
dari Mircea Eliade dalam bukunya yang berjudul “Mitos Gerak Kembali Yang Abadi,
Kosmos Dan Sejarah (2002)” dan beberapa buku tambahan yaitu “Myth and Religion
(2002), “Keprihatinan Moral (2003)”, “Sesudah filsafat: esai-esai untuk Franz MagnisSuseno (2006)”, “Seven Theories of Religion (2011)”, “From Primitives To Zen (1977).
Mircea Eliade menggunakan model Paradigma dan Arketipe karena tokoh sejarah dapat
ditransformasikan atau dapat berubah fungsi seperti menjadi pahlawan model dan suatu
peristiwa historis ke dalam kategori mitis untuk melihat kosmos dan masyarakat yang
dihidupkan kembali dalam waktu tertentu untuk menekankan fakta tertentu.16Dalam
13

Magany, Bahtera Injil Di Halmahera, 13.
Dua , Pemahaman Masyarakat Adat Hibualamo Tentang O Moroka, .
15
Plate ka p, Tobelo, Moro, Ternate: The Cosmological Valorization Of Historical
, 6 -89
16
Mircea Eliade, Mitos Gerak Kembali Yang Abadi, Kosmos Dan Sejarah (Yogyakarta: Ikon
Teralitera,2002), 146.
14

6

tulisan Eliade tidak dijelaskan pendapat atau pemikiran tentang mitos itu seperti apa
secara sederhana, tetapi dapat disimpulkan dari tulisannya bahwa mitos adalah
pengulangan abadi dari sejarah yang benar-benar nyata.17Mitos berbicara tentang
sejarah yang didalam sejarah ada tokoh tertentu yang dijadikan sebagai pahlawan model
atau seorang tokoh sejarah yang dapat dicontohi dan untuk memelihara sejarah tersebut,
manusia diwariskan melalui mitos karena menurut Eliade manusia adalah sejarah suci
yang akan terus memelihara dan menghidupkan kembali suatu sejarah.
Sedangkan dalam bukunya yang berjudul “Myth and Religion (2002), Eliade
mendiskripsikan teori mitos dengan analisis reduksionisme, agama,

cerita, dan

simbolisme, dan menurut Eliade mitos adalah mitos agama yang dimana kisah-kisah
yang bersifat bukan keagamaan atau ajaran agama (non religius) kadang-kadang
menyerupai mitos, tetapi ketika bukti itu tidak tanpa struktur yang jelas dari sejarah
yang nyata (yang suci),tidak dapat dikatakan sepenuhnya mistis. Mitos adalah cara
yang spesifik dan simbol selalu ada dalam kisah-kisah yang suci.18
Pemikiran Eliade tentang agama (dan tentang yang sakral dan yang profan)
yang dimuat dalam bukunya K.Bertens yang berjudul “Keprihatinan Moral
(2003)”mengatakan bahwa agama adalah hubungan timbal balik (dialektika) antara
yang sakral dan yang profan atau yang nyata dan tidak nyata. Manusia yang beragama
selalu berusaha mempunyai hubungan dengan yang sakral atau sesuatu benda yang di
anggap suci.19 Contoh seperti agama Kristen yang mempunyai benda yang disakralkan
yaitu Salib.
Sedangkan dalam buku“Sesudah filsafat: esai-esai untuk Franz Magnis-Suseno
(2006)”oleh I wibowo & B Herry Priyono (editor) memuat pemikiran Eliade yang
mengatakan agama tidak hanya merupakan kepercayaan terhadap Tuhan, roh-roh dan
dewa-dewa, tetapi bisa juga terhadap pengalaman yang kudus yang berhubungan erat
dengan konsep ada, makna, dan terhadap suatu kebenaran.20Pemikiran Eliade tentang
agama sangat berpengaruh dengan yang sakral. Dalam buku “Seven Theories of
17

Eliade,Mitos Gerak Kembali Yang Abadi, Kosmos Dan Sejarah,128.
Mircea Eliade, Myth and Religion (New York: Routledge,2002), 79.
19
K.Bertens, Keprihatinan Moral,Telaah atas Masalah Etikal (Yogyakarta: Kanisius, 2003), 140.
20
I wibowo dan B Herry Priyono, Sesudah filsafat: esai-esai untuk Franz Magnis-Suseno
(Yogyakarta: Kanisius, 2006), 303.
18

7

Religion (2011)” memuat pandangan Eliade tentang agama adalah sesuatu yang bersifat
tetap tidak pernah berubah dan aspek-aspek psikologi, sosial ekonomi harus tergantung
kepada agama.21
Tulisan Eliade memfokuskan mengenai citra tentang diri yang dibentuk oleh
manusia dari masyarakat kuno dengan tempat yang manusia terima didalam kosmos
maupun dalam sejarah. Eliade memahami citra diri masyarakat dari dua sisi pandangan
yaitu masyarakat kuno dan masyarakat moderen. Masyarakat kuno menganggap bahwa
citra tentang diri manusia yang dia terima itu berasal dari kosmos atau didalam kosmos,
berbeda dengan

masyarakat moderen yang menganggap diri mereka berhubungan

hanya dengan sejarah saja tidak berasal dari kosmos. Eliade kembali melihat dari
pandangan masyarakat kuno, hal ini tentu sama saja bahwa citra diri masyarakat
moderen tidak hanya berasal dari sejarah tetapi juga dari kosmos dengan alasan kosmos
juga memiliki sejarah. Kemudian sejarah itu diwariskan kepada manusia untuk
dipelihara melalui mitos karena manusia merupakan sejarah suci yang akan
menghidupkan kembali sejarah tersebut dalam mitos kemudian mewariskan sebuah
paradigma.22
Eliade memandang budaya yang didalamnya terdapat praktik-praktik tradisi, baik
itu ritual, tarian dan kepercayaan-kepercayaan yang berasal dari nenek moyang atau
sudah ada sejak dulu, hal tersebut tidak akan menjadi abadi jika tidak di “hidupi”
kembali. Selain itu orang-orang primitif tidak hanya melakukan suatu ritual untuk
menghidupi atau memelihara tradisi/budaya leluhur yang memiliki model mitis,
melainkan tindakan manusia apapun itu atau berupa apa saja agar sampai pada suatu
tingkat tertentu untuk mengulangi tindakan yang sudah dilakukan terlebih dahulu oleh
para tokoh model atau leluhur. Salah satu contoh dapat dilihat yaitu pada hari Sabbath
masyarakat Yahudi-Kristen menetapkan hari Sabbath adalah hari istirahat (istirahat dari
segala kesibukan pekerjaan). Hal ini karena masyarakat Yahudi-Kristen mengulangi
tindakan yang sudah dilakukan terlebih dahulu oleh pahlawan model atau tokoh sejarah
yaitu Tuhan yang pada hari ke tujuh Penciptaan Tuhan beristirahat dari semua
pekerjaan-Nya (Kejadian 2:2).23Jadi dari penjelasan dan contoh diatas, dapat dipahami
21

Daniel L Pals , Seven Theories of Religion (New York: IRCiSoD, 2011), 230-231.
Eliade,Mitos Gerak Kembali Yang Abadi, Kosmos Dan Sejarah, x.
23
Eliade, Mitos Gerak Kembali Yang Abadi, Kosmos Dan Sejarah, 20-23 & 35-44.
22

8

tujuan mitos menurut Eliade yaitu untuk memelihara sejarah agar sejarah tersebut tetap
hidup. Karena sejarah yang dipelihara melalui mitos adalah teladan bagi manusia
primitif karena ada tokoh-tokoh sejarah yang menjadi teladan untuk manusia yang
memelihara sejarah tersebut, dan cukup sulit untuk memberikan batasan-batasan yang
pasti (definitif) terhadap mitos.
Mircea Eliade juga melihat ontologi kuno dan menghapuskan aktifitas
profan/ruang profan karenaEliade menganggap ruang profan adalah aktifitas yang tidak
memiliki makna mitis atau yang tidak memiliki model untuk dicontoh. Ketika ruang
profan telah disingkirkan, barulah manusia kuno melakukan tindakan yang dianggap
bermakna dan nyata sebagai pengulangan isyarat arketipis dan kemudian berpartisipasi
dalam waktu mitis. Perbedaan mitos dan profan menurut Eliade adalah Mitos berbicara
tentang sesuatu yang sakral, real dan abadi sedangkan profan tidak. Tulisan Eliade tidak
membahas suatu persoalan secara sederhana dan singkat tetapi selalu dengan cara
penyampaian yang panjang lebar untuk itu pembaca harus mampu meneliti setiap
tulisan untuk mengerti maksud dari tulisan Eliade.
Sejarah dipelihara dan diregenerasikan karena sejarah merupakan kebangkitan
kembali dan sejarah menjadi mitos yang selalu di pelihara.Tidak hanya pemikiran
manusia kuno yang di jelaskan oleh Eliade mengenai tokoh sejarah, tetapi jika dilihat
lagi hampir semua manusia percaya bahwa dalam sejarah pasti ada tokoh sejarah yang
menjadi pahlawan mitis yang telah disakralkan untuk memperkuat suatu legenda. Eliade
melihat pandangan primitif mengenai tokoh sejarah atau pahlawan model ini awalnya
dibentuk menurut citra pahlawan mitos kuno. Berbicara tentang seorang pahlawan
model, Eliade menganggap mitos adalah yang terakhir bukan yang pertama, maksudnya
ialah peristiwa yang sudah terjadi dan didalamnya melibatkan atau menonjolkan
seorang tokoh dan setelah berabad-abad peristiwa itu tetap dipelihara dan dihidupi
melalui mitos.
Eliade melihat tokoh sejarah dapat dijadikan model mitis, tetapi tidak hanya
tokoh/model sejarah saja yang dijadikan waktu mitis tetapi suatu peristiwa juga
dikategorikan sebagai suatu tindakan mitis. salah satu contoh sejarah kuno yang
digunakan Eliade yang masih dipelihara dan dihidupi kembali sampai sekarang oleh
manusia modern yaitu sejarah bangsa Yahudi bahwa pada saat itu, masyarakat bangsa

9

Yahudi menganggap suatu kecelakaan, penderitaan, sakit penyakit adalah murka atau
teguran dari Tuhan. Dan melalui bencana tersebut juga akan mengembalikan mereka
pada Tuhan. Seperti yang tertulis dalam Alkitab “Namun jika kamu tidak patuh pada
sabda Tuhan, melawan perintah Tuhan, maka tangan Tuhan akan melawanmu,
sebagaimana tangan itu melawan para orang tua mu” (1 Samuel 12 : 15).24Tidak dapat
dipungkiri bahwa kepercayaan seperti itu juga dipercaya dan dipelihara sampai pada
umat Kristen di zaman modern. Eliade melihat dari pandangan orang primitif bahwa
segala sesuatu yang dari sejarah bersifat suci/disucikan dalam arti tertentu (telah
diwahyukan) karena berasal dari permulaan dunia atau penciptaan dunia waktu
itu/waktu tertentu (in illo tempore) dan wahyu tersebut terjadi dalam waktu mitis.
Contoh seperti Musa menerima Hukum dari Tuhan. Dengan demikian dapat dikatakan
fungsi mitos untuk mengembangkan sejarah yang bermakna yang di pelihara melalui
mitos.
Menurut Eliade peristiwa sejarah (peperangan, tindakan, tarian, musik, bahasa)
apapun itu pastinya memiliki nilai tersendiri, begitu juga dengan isyarat arketipe yang di
reproduksi

secara

terus-menerus

oleh

manusia

sampai

sekarang.

Mitos

adalahpengulangan abadi, kalau ditafsirkan kembali dengan spekulasi Yunani,
bermakna sebagai suatu usaha tertinggi kearah statistisasi dan menuju penghapusan
waktu yang tidak dapat di ubah. Dalam arti tertentu juga dapat dikatakan teori Yunani
tentang isyarat arketipis, sebagaimana ajaran Platonik tentang Ide merupakan versi akhir
konsep arketipe.
Mircea Eliade dalam bukunya yang berjudul “From Primitives To Zen (1977),
memuat banyak contoh cerita atau kepercayaan-kepercayaan kuno dari berbagai negara,
Indian, Australia dan sebagainya. Tetapi salah satu contoh kepercayaan yang diambil
disini ialah tentang mahkluk gaib dan keyakinan suku Australia Tenggara. Eliade
melihat kepercayaan atau cerita tentang Nurrundere, Nurelli, Bunjil, Mungan-ngaua,
Daramulun, dan Baiame semua mewakili makhluk yang sama dengan nama yang
berbeda. Kepercayaan ini (Nurrundere, Nurelli, Bunjil, Mungan-ngaua, Daramulun,
dan Baiame) merupakan keyakinan terhadap mahkluk gaib antropomorfik yang tinggal
di langit dan memiliki pengaruh moral terhadap mahkluk yang tinggal di bumi.
24

Eliade,Mitos Gerak Kembali Yang Abadi, Kosmos Dan Sejarah, 107-109.

10

Mahkluk-mahkluk gaib Nurrundere, Nurelli, Bunjil, Mungan-ngaua, Daramulun, dan
Baiame, memiliki waktu untuk tinggal di bumi tetapi pada waktu tertentu juga naik
kembali ke tanah diluar langit, dan meskipun begitu roh-roh gaib tersebut tetap
mengamati umat manusia.25
Eliade juga melihat kesadaran modern atau manusia modern sama seperti
manusia kuno yang tidak terlepas dari mitos dan cerita teladan. Manusia adalah para
pemelihara bersejarah. Hal ini menurut Eliade bukan dalam arti filosofis Wahyu
Moderen, tetapi lebih kepada arti sejarah mitis suci, yang kemudian dinyatakan melalui
struktur dan fungsi kisah-kisah mitis itu sendiri. Untuk memahami struktur dan fungsi
mitos sedikit sulit karena struktur dan fungsi mitos sering mengemukakan atau
mengutarakan dengan cara yang sulit dan tersembunyi, karena mitos diyakini
mengandung unsur supernatural dan yang profan tidak (natural). Menurut Eliade untuk
dapat memahami lebih jelas mengenai struktur pemikiran mitos, mereka harus
mempelajari budaya dimana mitos itu hidup. Eliade menganggap Mitos merupakan
kunci perbedaan cerita antara yang benar dan yang palsu dalam masyarakat dimana
mitos tersebut masih hidup.26Disisi lain orang-orang mitis membedakan mitos atau yang
disebut cerita nyata berbeda dengan cerita dongeng dan cerita legenda dianggap cerita
yang tidak benar dan tidak nyata.
Eliade medeskripsikan mitos sebagai cerita nyata (true stories) karena mereka
(pahlawan model & manusia) dapat berhubungan hanya dalam keadaan dan waktu
tertentu,yaitu periode waktu yang suci. Mitos-mitos berhubungan keprihatinan dan
mitos tidak hanya menceritakan asal terciptanya dunia, hewan, tumbuh-tumbuhan dan
manusia, tetapi mitos menceritakan semua peristiwa primordial. Menurut Eliade
pandangan orang kuno, mitos merupakan masalah kepentingan utama sementara cerita
dan dongeng tidak. Mitos berbeda dengan cerita dan dongeng karena mitos mengajarkan
primordial cerita yang telah dibentuk secara eksistensial dan segala sesuatu yang
berhubungan dengan keberadaannya dalam kosmos secara langsung.27

25

Mircea Eliade,From Primitives To Zen (Harper & Row,Publishers ,1977), 3-5.
Eliade, Myth and Religion, 81.
27
Eliade, Mitos Gerak Kembali Yang Abadi, Kosmos Dan Sejarah, 83.

26

11

Jadi yang mau disampaikan Eliade tentang mitos yaitu suatu pengulangan
kembali. Suatu sejarah yang dihidupkan kembali yang didalam sejarah terdapat tokoh
atau pahlawan model yang kemudian menjadi teladan bagi manusia yang
menghidupkan kembali sejarah tersebut. Pandangan Eliade tentang mitos berbeda
dengan pandangan manusia pada umumnya yang menganggap mitos adalah suatu cerita
yang di buat-buat atau yang tidak nyata. Tetapi Eliade melihat mitos sebagai suatu
sejarah yang sudah ada dan kemudian dihidupkan kembali. Sejarah yang dihidupkan
kembali menjadi mitos, tidak terbatas pada waktu kapan sejarah itu terjadi dan kapan
sejarah itu di hidupkan kembali. Bahkan sampai berabad-abad lamanya ketika sejarah
itu di hidupkan kembali oleh manusia, hal itu akan tetap menjadi mitos yang hidup yang
berbeda dengan cerita dongeng.

3. Pemahaman Gereja dan Masyarakat Terhadap O Moroka
3.1 Sejarah Jemaat Bethania Mede
Gereja Bethania Mede adalah salah satu gereja yang ada di Halmahera Utara,
bagian dari Sinode (GMIH) lebih tepatnya gereja Bethania terletak di kota Tobelo
bagian Utara di desa Mede. Gereja Bethania Mede ditahbiskan pada tanggal 4 juni
2003 oleh pendeta Wis Boloho dan pada tanggal 13 Juli 2014 pendeta Djon Jantje Bale
mulai memegang jemaat Bethania Mede sampai sekarang ini. Pada tahun 2017 ini
pendeta Bale mempunyai jemaat berjumlah 495 jiwa, laki-laki berjumlah 239 dan
perempuan 256 yang terdiri dari 134 KK.
3.2 Sejarah GMIH
Jemaat atau gereja tercipta karena pekerjaan misionaris yang disampaikan dengan
mulut pemberita-pemberita Injil yaitu UZV dan Gereja ini diatur sesuai dengan model
Presbyterian-sinodal. Hari pentakosta adalah hari lahirnya gereja. Pada tanggal 6 juni
1898 pertama kali dirayakan Masa Raya Pentakosta dalam persekutuan yang bertempat
di desa Kupa-kupa kota Tobelo. Berdasarkan hal itu komisi tata-gereja mengusulkan
agar konferensi berikutnya diadakan pada hari raya Pentakosta tapatnya pada tanggal 6

12

juni 1949 yang bertempat di Tobelo. Kemudian surat edaran undangan dikirim ke
seluruh Resor dan jemaat termasuk VNZ dan NHK yang ada di tanah Belanda. 28
Konferensi/Persidangan tersebut membahas mengenai tata gereja, usul perubahan dan
tambahan semuanya ditampung, dipertimbangkan kemudian dirumuskan. Satu
persoalan yang belum terselesaikan yaitu nama gereja, karena dulunya gereja belum
menggunakan nama GMIH tetapi GPH (Gereja Protestan Halmahera) dan Gereja
Masehi Injili Halmahera.

Kemudian dengan berbagai pendapat dan argumentasi

teologis-historis, akhirnya ditetapkan sebuah nama yaitu Gereja Masehi Injili “di”
Halmahera. Kata “di” Halmahera menunjukan gereja adalah kepunyaan Yesus Kristus
yang dipercayakan ke atas pundak setiap yang sudah dibaptis dalam nama Kristus,
yang bermukim di Halmahera. Pada hari Pentakosta tanggal 6 juni 1949 diresmikan
berdirinya GMIH dengan Badan Pengurus Sinode yang pertama dan ketua Sinode
bernama Ds. A. Ploeger dan wakil ketua bernama pdt. J. Djawa.29
3.4 Kepercayaan Masyarakat Pada Umumnya Terhadap Masyarakat Moro
Berbagai informasi yang didapatkan dilapangan penelitian, bahwa 90%
masyarakat Bethania Mede bahkan kebanyakan masyarakat Halmahera masih mengakui
adanya masyarakat Moro di alam sekitar kehidupan mereka. Namun masyarakat masih
menutupi hal ini dan masih sangat berhati-hati untuk menceritakan pengalaman mereka
dengan masyarakat Moro terhadap orang lain karena nantinya mereka dianggap sesat
karena berhubungan dengan setan.30Alasan melakukan penelitian dijemaat Bethania
Mede karena penduduk Halmahera mempercayai kota atau kerajaan masyarakat Moro
terbesar ada di desa Mede. Berikut gambar tempat yang diyakini kota/kerajaan
masyarakat Moro:

28

Magany, Bahtera Injil Di Halmahera, 251.
Magany, Bahtera Injil Di Halmahera, 252.
30
Wawancara pdt.D.J Bale dirumah pastori (tanggal 31 agustus 2016).
29

13

Gambar 3.1
Sumber pdt.D.J.Bale
JEMAAT BETHANIA MEDE YAKINI JEMBATAN INI ADALAH KOTA/KERAJAAN O MOROKA

Gambar.3.2
Sumber pdt.D.J.Bale
JEMAAT BETHANIA MEDE YAKINI SUNGAI INI ADALAH KOTA/KERAJAAN O MOROKA

Memang yang dilihat hanya jembatan, sungai dan pepohonan tetapi jemaat
Bethania Mede dan bahkan kebanyakan masyarakat Halmahera percaya bahwa ada
aktivitas yang tak terlihat dibalik sungai dan pepohonan karena ditempat ini adalah
kota/kerajaan terbesar masyarakat Moro.
3.4 Kepercayaan Jemaat Terhadap Masyarakat Moro
Ketika melakukan wawancara ke lima belas orang majelis dan satu orang pendeta
yaitu pendeta D. J. Bale sebagai pimpinan jemaat di Gereja Bethania Mede, dari hasil
wawancara mereka mengatakan dan mengakui bahwa O Moroka/masyarakat Moro
merupakan penduduk asli pulau Halmahera. Begitu juga dengan orang-orang Portugis
sudah diaggap sebagai leluhur karena proses menghilangnya masyarakat Moro terjadi
pada zaman bangsa Portugis datang ke pulau Halmahera dan kemudian menghilang
bersamaan dengan masyarakat Moro di hutan Halmahera. Alasan menghilangnya
masyarakat Moro karena menghindar dari pajak yang dianggap memberatkan
masyarakat Moro kemudian dengan ijin Tuhan, masyarakat Moro dapat menyatu
dengan alam sehingga masyarakat Moro tidak bisa dilihat dengan mata manusia biasa.
Fokus penelitian yaitu kepada pemahaman jemaat Bethania Mede terhadap
masyarakat Moro yang berasal dari Halmahera (orang Halmahera), karena masyarakat
Moro tidak berasal dari Halmahera saja tetapi jemaat meyakini ada yang berasal dari

14

Portugis (orang Portugis). Menurut para majelis dan pendeta Bale, masyarakat Moro
mempunyai agama Kristen, Islam dan ada yang tidak mempunyai agama (kafir).
Masyarakat Moro yang beragama mempunyai sikap tingkahlaku yang baik, tetapi
masyarakat Moro yang tidak mempunyai agama (kafir) adalah masyarakat Moro yang
jahat memiliki sikap tingkah laku yang tidak baik . Tetapi fokus penelitian hanya pada
masyarakat Moro yang beragama Kristen. Masyarakat Moro juga mempunyai sikap dan
hati yang sangat baik atau sering disebut saleh.31
Dari hasil wawancara dengan majelis dan pendeta mereka benar meyakini bahwa
masyarakat Moro benar-banar nyata dan hidup disekitar lingkungan desa Mede dan
seluruh pulau Halmahera. Kepercayaan para majelis dan pendeta kuat karena pernah
mengalami perjumpaan/pengalaman-pengalaman dengan masyarakat Moro. Tidak
hanya para majelis jemaat yang berhubungan langsung dengan masyarakat Moro,
pendeta jemaat Mede yaitu pdt.Bale juga pernah berhubungan dengan masyarakat Moro
dari tahun 2000 sampai tahun 2005. Meskipun perjumpaan mereka terhenti pada tahun
2005. Tetapi sampai pada tahun 2016 ini pendeta jemaat Bethania Mede tetap
menyakini kehidupan/keberadaan masyarakat Moro.
Pada saat itu orang Moro memanggil pendeta dalam bahasa Tobelo yaitu Wange
ma debi-debini ma dimono yang artinya Hari Kudus punya orang Tua. Masyarakat
Moro yang berhubungan dengan pendeta pada saat itu bernama Jou Bakwano. Para
majelis dan pendeta menganggap bahwa tidak ada salahnya bersahabat dengan
masyarakat Moro dengan alasan bahwa, pertama mereka hanya sebatas bersahabat
tetapi tidak menyembah orang Moro. Artinya bersahabat tidak berarti menyembah
karena yang mereka sembah hanyalah Tuhan dan masyarakat Moro juga menyembah
Tuhan.
Kedua bahwa masyarakat Moro juga ciptaan Tuhan dan utusan Tuhan yang sudah
seharusnya manusia bersahabat dengan mereka. Disebut ciptaan Tuhan karena
masyarakat Moro juga diyakini sebagai manusia yang hanya berbeda alam. Para majelis
dan pendeta menyebut utusan Tuhan karena melalui masyarakat Moro, manusia biasa
bisa terbantu dalam hal perilaku yang lebih baik, dan semakin dekat dengan Tuhan.

31

Wawancara dengan para majelis, pendeta Bethania Mede (tanggal 25 agustus 2016).

15

Alasan ketiga karena masyarakat Moro Halmahera ( Kristen) lebih saleh dari pada
manusia biasa. Hal ini dibuktikan dari penjelasan pengalaman pdt.Bale dan bapak H.N
bahwa Masyarakat Moro sangat menguasai dan melakukan ajaran Alkitab, mempunyai
iman yang kuat, merendahkan diri, dan penuh kasih. Ketika ada hal yang dilakukan oleh
pdt.Bale maupun bapak H.N yang bertentangan dengan ajaran Tuhan, mereka akan di
tegur oleh orang Moro yang bersahabat dengan mereka.32
Menurut

pdt.Bale masyarakat Moro tidak melakukan segala sesuatu dengan

kemauan atau kehendak mereka sendiri, tetapi mereka menunggu waktu Tuhan dan
sesuai dengan kehendak Tuhan saja. Contoh seperti ketika pdt.Bale mau bertemu
dengan salah satu orang Moro yang bernama Jou Bakwano untuk berkomunikasi, orang
Moro harus bertanya dulu kepada Tuhan kemudian menunggu jawaban dan waktu
Tuhan,barulah orang Moro bisa mengatur waktu kapan mereka bisa bertemu.33Berikut
gambar bukti bahwa kehidupan O Moroka benar-benar nyata yang didapatkan
dilapangan :

Gambar 3.3
Sumber pdt.D.J.Bale
GAMBAR O MOROKA ATAU MASYARAKAT MORO

Menurut pdt.Bale dan seorang majelis, keenam orang perempuan dalam foto
tersebut merupakan perempuan yang berasal dari tiga kampung yang berbeda dan pada
saat itu mereka baru pulang beribadah. Perempuan yang rambutnya diikat atau
masyarakat sering mengatakan mencacing rambut itu merupakan seorang pendeta.
Masyarakat meyakini desa Mede adalah kota/kerajaan terbesar masyarakat Moro atau
biasa yang disebut masyarakat setempat adalah Kokota.Kepercayaan terhadap O
32

Wawancara pdt .D.J.Bale di rumah pastori (tanggal 7 september 2016).
Hasil wawancara dengan pdt.D.J.Bale, di rumah pastori (tanggal 23 september 2016).

33

16

Moroka mempunyai banyak manfaat yang didapatkan oleh jemaat Bethania Mede
karena dianggap menguntungkan jemaat. Manfaat yang didapakan yaitu membantu
menumbuhkan iman jemaat, masyarakat Moro dapat mengarahkan orang-orang yang
berhubungan dengan mereka ke perlakuan dan hati yang lebih baik untuk sesama
manusia, dan membantu untuk lebih dekat dan percaya kepada Tuhan. 34

Gambar 3.4
Sumber para majelis Bethania Mede dan pdt.D.J.Bale
POHON YANG PALING TINGGI ITU DIYAKINI SEBAGAI TIANG BENDERA ATAU TEMPAT
PEMANTAUAN KERAJAAN O MOROKA

Pohon yang paling tinggi dalam foto tersebut diyakini sudah ada sejak enam puluh
lima (65) tahun lalu dan ukuran pohon tersebut sudah seperti itu tidak pernah berubah
dan jemaat/masyarakat Mede meyakini pohon tersebut adalah Tiang Bendera dan
tempat pemantauan Kerajaan Moro.35
Salah satu pengalaman berharga pendeta Bale dengan orang Moro (Jou Bakwano)
yaitu ketika pendeta sedang bertengkar dengan keluargannya dan menyimpan
amarahnya dalam waktu yang lama. Ketika pendeta betemu dan berkomunikasi dengan
Jou Bakwano, Jou Bakwano kemudian menegur pendeta Bale dan menasehati pendeta
agar jangan marah-marah dan jangan menyimpan amarah terhadap keluarga. Dari

34

Wawancara dengan pdt.D.J.Bale dan salah satu Majelis (tanggal 24 september 2016).
Wawancara salah satu mejalis bapak Permenas di rumah pastori dan seorang warga jemaat
yang masih berhubungan dengan O Moroka, tempat di jembatan Mede dan dibawah pohon yang
dianggap tiang bendera/pemantauan Kerajaan masyararakat Moro (tanggal 6 januari 2017).
35

17

pengalaman sederhana ini saja bisa dilihat bahwa ada perhatian dan sisi yang sangat
baik dari masyarakat Moro.36
Informan lain yang diajukan pendeta Bethania Mede yaitu bapak Ir.H.N,MSP
sebagai ketua majelis pertimbangan Sinode GMIH periode 2013-2017 juga mantan
bupati Halmahera Utara. Bapak H.N juga adalah salah satu orang yang masih
berhubungan dengan masyarakat Moro sampai saat ini. Dari hasil wawancara bapak
H.N mengatakan bahwa menghilangnya masyarakat Moro dimulai pada abad 9-10
tepatnya tanggal 5 Juli tahun 1003 dengan alasan karena Balahiteng atau pajak dianggap
sangat memberatkan masyarakat Moro. Bapak H.N mengetahui hal ini melalui
pengalaman langsung dengan masyarakat Moro dan juga bukti pemberian dokumen
tulisan tangan langsung dari orang Moro dalam bahasa Tobelo.37
Tempat yang berisi dokumen tulisan tangan orang Moro yaitu bambu yang
dianyam dengan kain merah dan hitam serta bulu ayam yang berbeda warna. Menurut
bapak H.N bulu ayam tersebut mempunyai arti isi dokumen tersendiri yaitu pertama
bulu ayam berwarna hitam bermakna pesan biasa yang berkaitan dengan adat dan
sejarah tradisi. Kedua warna merah bermakna pesan yang disampaikan dengan
keberaniaan dan keamanan. Ketiga warna putih berkaitan dengan kesucian, keyakinan
Iman. Bulu ayam dibambu tersebut juga bermakna penghormatan terhadap orang yang
menerima pesan itu.38

Gambar 3.5
36

Wawancara pdt. D. J. Bale (tanggal 14 september 2016).
Dokumen tulisan tangan O Moroka mengenai kronologi menghilangnya O Moroka (tanggal 27
oktober 2002).
38
Wawancara dengan bapak H.N 5 januari 2017
37

18

Sumber bapak H.N
SURAT TULISAN TANGAN O MOROKA BERISI KRONOLOGI MENGHILANGNYA
MASYARAKAT MORO

Surat berisi kronologi menghilangnya masyarakat Moro ditulis dalam bahasa Tobelo
yang secara garis besar menceritakan sebagai berikut :
Pada awal memang waktu Balahiteng (pajak) dikenakan
pada rakyat, kami tidak punya uang untuk membayar,
karena itu kami menghilang tepatnya pada tanggal 5 Juli
tahun 1003 karena beban itu berat bagi kami. Setelah
kami menghilang sudah tidak boleh lagi dilihat oleh
orang-orang biasa. Cara pandang kami sudah berbeda
dengan orang-orang biasa. 39
Bapak H. N juga mengatakan bahwa latar belakang kehidupan masyarakat Moro
yang berasal dari Halmahera sangat kuat dengan adat istiadat, begitu juga dengan latar
belakang masyarakat Halmahera sangat kuat dengan adat istiadat Halmahera. Gereja
pada umumnya menganggap masyarakat Moro adalah setan, jin, berhala, sesat, kafir.
Karena pada mulanya sejak Injil masuk di Halmahera yang dibawa oleh Van Dijken
(UZV) dan memperkenalkan cara hidup dalam masyarakat, Van Dijken juga melarang
masyarakat menggunakan bahasa lokal/bahasa Tobelo serta adat istiadat Halmahera.
Hal ini membuat masyarakat tidak terima dan kemudian menempatkan Van Dijken di
desa Duma Madodoana (desa yang diyakini tempat Moro) dengan tujuan agar
masyarakat Moro menghantam Van Dijken. Tetapi hal itu tidak terjadi kepada Van
Dijken kemudian masyarakat menganggap bahwa Van Dijken lebih kuat dari
masyarakat Moro sehingga mulai saat itu masyarakat menganggap O Moroka adalah
setan dan sebagainya.40 Tetapi menurut bapak H.Nmasyarakat Moro tidak menghantam
Van Djiken dengan alasan bahwa pada saat itu masyarakat Moro melihat maksud baik
dari Van Djiken yaitu untuk membangun masyarakat Halmahera ke kehidupan yang
lebih baik, itu sebabnya Van Djiken tidak dihantam oleh masyarakat Moro.
Menurut bapak H.N gereja pada mulanya (pemimpin gereja) belum bisa
berhubungan dengan masyarakat Moro karena bagi pemimpin gereja pada waktu itu

39

Kertas berisi tulisan tangan O Moroka yang didapatkan dari salah satu informan yaitu bpk H.N

40

Wawancara dengan bapak H.N di rumah bapak H.N dan di jembatan Mede (tanggal 1 oktober

2016).

19

beranggapan bahwa masyarakat Moro adalah berhala, iblis, setan. Sehingga pemimpin
gereja melarang umat baik pemimpin, penatua, dan samas, pendeta melarang
berhubungan dengan masyarakat Moro. Lebih lagi karena masyarakat Moro sangat kuat
dengan adat-istiadat budaya sehingga para pemimpin gereja dilarang berbahasa lokal.
Sejak itulah masyarakat Halmahera yang telah mengikuti kepercayaan Kristen tidak
diijinkan berhubungan dengan masyarakat Moro. Jika ada pemimpin secara perorangan
berhubungan dengan masyarakat Moro mereka akan dimarahi, dihukum bahkan
dikucilkan dari persekutuan gereja. Itulah sebabnya jika ada orang-orang tertentu
(oknum) orang Kristen yang bisa berhubungan atau berkomunikasi dengan masyarakat
Moro, maka orang tersebut sangat merahasiakan hubungan itu dan tidak akan
menceritakan pada siapapun karena takut dihukum, diberi sangsi, bahkan dikucilkan
dari persekutuan gereja.41
Apabila melalui metode atau cara tertentu seorang ingin mengetahui untuk
mengenal siapa saja orang-orang yang dapat berhubungan dengan masyarakat Moro,
ternyata orang-orang seperti itu hampir disemua jemaat dari desa ke desa. Banyak yang
selalu berhubunga