Pengaruh Rasio Partikel Batang Kelapa Sawit dan Serutan Meranti Terhadap Kualitas Papan Partikel

TINJAUAN PUSTAKA

Kelapa Sawit
Menurut Komisi Pengawas Persaingan Usaha (2012) tanaman kelapa sawit
(Elaeis guinensis) yang termasuk golongan tumbuhan palma mulai populer
setelah Revolusi Industri pada akhir abad ke-19 yang menyebabkan permintaan
minyak nabati untuk bahan pangan dan industri sabun menjaditinggi. Perkebunan
kelapa sawit pertama dibangun di Tanahitam, Hulu Sumatera Utara oleh Schadt
seorang Jerman pada tahun 1911. Menurut Syakir et al (2010) adapun taksonomi
tanaman kelapa sawit dapat diuraikan sebagai berikut:
Kingdom

: Plantae

Division

: Embriophyta siphonagama

Kelas

: Angiospermae


Ordo

: Monocotyledonae

Familia

: Arecaceae

Genus

: Elaeis

Spesies

: Elaeis guineensis Jacq.

Perbedaan kelas umur pada tanaman kelapa sawit secara konsisten
menunjukkan perbedaan yang sangat nyata menurut kondisi struktur, kadar air,
kerapatan dan stabilitas dimensi. Kayu sawit yang berasal dari pohon tua memiliki

warna kayu cokelat kehitaman dengan dominasi jaringan vaskular, sedangkan
kayu dari pohon sawit usia penjarangan berwarna lebih cerah dengan dominasi
jaringan parenkim. Perbedaan kesan warna antara kedua kelas umur kayu tersebut
berhubungan dengan jumlah jaringan vaskular yang terdapat pada masing-masing
jaringan kayu ( Balfas, 2009).

Universitas Sumatera Utara

Meranti
Meranti merupakan jenis kayu yang memiliki rata-rata persentase kayu
teras sebesar 41,12% dan persentase kayu gubal sebesar 58,87%. Tekstur kayu
meranti adalah halus-sedang berdasar ukuran ukuran sel serabutdan sedang-kasar
berdasarkan ukuran sel pembuluh, dan tekstur berdasarkan lingkaran tahun ialah
rata. Nilai rata-rata proporsi sel pembuluh, parenkim, jari-jari dan serabut kayu
pada kayu meranti ialah sebesar 9,78%; 13,56%; 15,42%; dan 60,31%. Ciri
makroskopis kayu meranti antara lain yaitu lingkaran tahunnya tidak kelihatan,
persebaran pembuluhnya tunggal dan ganda radial, bentuk parenkimnya ialah
paratrakeal jarang, memiliki satu ukuran jari-jari dan tidak bertingkat, arah
seratnya lurus, memiliki saluran damar dengan pola persebarannya baris
tangensial (Praptoyo et al., 2012).

Menurut

Wahyu

(2014)

Adapun

taksonomi

kayu

meranti

dapat

diklasifikasikan sebagai berikut:
Kingdom

: Plantae


Subkingdom

: Tracheobionta

Super Divisi

: Spermatophyta

Divisi

: Magnoliophyta

Kelas

: Magnoliopsida

Ordo

: Malvales


Famili

: Dipterocarpaceae

Genus

: Shorea

Spesies

: Shorea sp.

Universitas Sumatera Utara

Papan Partikel
Menurut Maloney (1993) papan partikel merupakan salah satu jenis
produk komposit atau panel kayu yang terbuat dari partikel-partikel kayu atau
bahan berlignoselulosa lainnya yang diikat dengan perekat sintesis ataubahan
pengikat lainnya dan dikempa panas. Berdasarkan kerapatannya papan partikel

dibagi menjadi beberapa golongan yaitu:
a) Papan partikel berkerapatan rendah (Low Density Particleboard), yaitu papan
yang mempunyai kerapatan kurang dari 0,4 g/cm3.
b) Papan partikel berkerapatan sedang (Medium Density Particleboard),yaitu
papan yang mempunyai kerapatan antara 0,4-0,8 g/cm3.
c) Papan partikel berkerapatan tinggi (High Density Particleboard), yaitu papan
yang mempunyai kerapatan lebih dari 0,8 g/cm3.
Dalam pembuatan papan partikel hal utama yang perlu diperhatikan adalah
keseragaman dari ukuran partikel. Semakin seragam ukuran partikel maka papan
partikel yang dihasilkan akan semakin stabil karena jumlah perekat yang masuk
kedalam pori-pori partikel sama. Selain keseragaman ukuran partikel, kadar air
dan berat jenis bahan baku juga sangat penting untuk diperhatikan. Berat jenis
bahan yang ringan sangat disarankan untuk mempermudah masuk perekat
kedalam pori pori papan partikel. Penyeragaman kadar air awal sebelum
pencampuran sangat penting, kadar air yang ideal dibawah 5% atau tergantung
jenis bahan bakunya dimana semakin rendah berat jenis akan semakin mudah
terjadinya penurunan kadar air (Wulandari, 2013).

Universitas Sumatera Utara


Perekat Phenol Formaldehida (PF)
Industri kayu adalah pengguna perekat phenol formaldehida yang
terutama. Sebanyak 25% dari resin ini digunakan untuk membuat papan partikel
dan kayu lapis, serta perekat kayu struktural lainnya. Untuk penerapan ini, yang
paling banyak dipakai adalah resol dalam bentuk film kering, resin cair atauresin
bubuk. Selain gugus hidroksil, kayu mengandung berbagai gugus fungsi yang
reaktif yang mampu berikatan hydrogen dan bereaksi secara kimia dengan resin
PF. Misalnya lignin yang menyusun 20-25% kayu mempunyai struktur fenolik
dan dapat turut bereaksi dengan perekat PF. Tambahan lagi, viskositas resin
cukup rendah yang memungkinkan penetrasi ke dalam pori-pori kayu dan
berfungsi sebagai jangkar mekanis dalam perekatan. Akhirnya, kekuatan kohesif
dari resin melebihi kekuatan kohesif kayu. Semua faktor ini memberikan
sumbangan bagi kekuatan rekat pada kayu ( Achmadi, 1990).
Perekat Phenol Formaldehida memiliki kenampakan merah kehitaman dan
bebas dari kotoran dengan nilai pH antara 10-13. Sedangkan nilai kekentalan
perekat phenol formaldehida berkisar antara 130-300 dengan waktu gelatinasi
pada suhu 100 oC mencapai minimal 30 menit ( Risfaheri, 2005).
Kelebihan perekat phenol formaldehida yaitu tahan terhadap perlakuan air,
tahan terhadap kelembaban dan temperature yang tinggi, tahan terhadap bakteri,
tahan terhadap jamur, rayap dan tahan terhadap mikroorganisme serta tahan

terhadap bahan kimia seperti minyak, basa dan bahan pengawet kayu. Kelemahan
perekat phenol formaldehida yaitu memberikan warna yang gelap, kadar air kayu
harus lebih rendah daripada perekat urea formaldehida atau perekat lainnya serta
gari perekatan yang relatif tebal dan mudah patah ( Ruhendi et al., 2007 ).

Universitas Sumatera Utara

Perbandingan Komposisi Bahan Baku Papan Partikel
Menurut Haygreen dan Bowyer (1993) bentuk bahan baku (serbuk gergaji,
pasahan, tatal, atau kayu bundar) mempengaruhi sifat-sifat papan partikel
terutama karena bahan tersebut menentukan ukuran dan bentuk partikel yang
dapat dihasilkan dalam mesin pembuat serpih dan mesin penghalus. Tetapi, kulit
dan kandungan pasir atau tanah dapat pula menjadi penting. Bentuk bahan baku
juga mempengaruhi kapasitas pengeringan yang diperlukan. Suatu pabrik yang
dirancang untuk menggunakan pasahan mesin ketam pada kadar air 15% jelas
akan membutuhkan kapasitas pengeringan yang jauh lebih kecil daripada
pengering yang menggunakan kayu bundar pada kadar air 100%.
Perbandingan variasi komposisi bahan baku papan partikel menentukan
kualitas papan partikel tersebut. Iswanto (2012) dalam penelitiannya memadukan
kulit buah jarak dan partikel kayu dengan variasi komposisi 100:0, 70:30, 60:40,

50:50 dan 0:100 memperlihatkan bahwa penambahan partikel kayu mangium
pada proses pembuatan papan partikel dari kulit buah jarak (KBJ) dapat
memperbaiki kualitas papan partikel yang dihasilkan terutama nilai MOE dan
MOR papan. Semakin besar proporsi penambahan partikel kayu menyebabkan
peningkatan nilai MOE dan MOR papan yang dihasilkan.
Berdasarkan hasil penelitian Maiwita (2014) mengenai variasi komposisi
ampas tebu dan serbuk gergaji pada papan partikel terhadap konduktivitas thermal
menyatakan bahwa perbandingan komposisi bahan baku mempengaruhi kualitas
papan partikel dimana semakin kecil komposisi ampas tebu maka semakin besar
nilai konduktivitas termalnya dan sebaliknya semakin besar komposisi ampas tebu

Universitas Sumatera Utara

maka konduktivitasnya menurun. Sehingga pemberian serbuk gergaji membuat
kualitas papan partikel sebagai isolator panas semakin buruk.
Selain itu, Hasni (2008) mengemukakan tentang kualitas papan partikel
dari sekam padi dan limbah plastik daur ulang polypropylene dengan variasi
komposisi masing-masing 50 % : 50 %, 40 % : 60 % dan 30 % : 70 %. Hasil
penelitian yang didapatkan menunjukkan bahwa perbandingan variasi komposisi
yang digunakan mempengaruhi nilai sifat fisis dan mekanis papan partikel

terutama nilai kadar air dan pengembangan tebal papan partikel dimana semakin
banyak rasio limbah plastik daur ulang polypropylene maka nilai sifat fisis dan
mekanis papan partikel akan semakin menurun.
Penelitian kualitas papan komposit dari sekam padi dan plastik HDPE daur
ulang menggunakan maleic anhydride (MAH) sebagai compatibilizer dengan
variasi komposisi 30:70, 40:60, 50:50, 60:40 dan 70:30 menunjukkan bahwa
semakin banyak penambahan sekam padi dan semakin rendah kerapatan papan
menyebabkan ikatan antar partikel semakin tidak kompak sehingga nilai
keteguhan patah yang dihasilkan juga menurun (Fathanah, 2011).
Adapula penelitian kualitas papan partikel dari serbuk bulu domba, serbuk
gergaji kayu sengon dan serutan kayu sengon yang menggunakan variasi
komposisi masing-masing sebesar 0 : 60 : 40 %, 10 : 50 :40 %, 20 : 40 : 40 %, 30
: 30 : 40 %. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perbandingan proporsi bahan
baku yang digunakan mempengaruhi sifat-sifat papan partikel tersebut terutama
yang berkaitan dengan kerapatan, kadar air dan kuat lentur papan partikel. Hal ini
dikarenakan semakin besar penggunaan serbuk bulu domba maka akan dapat
mengurangi sifat fisis dan mekanis papan partikel tersebut (Wahyudi, 2005).

Universitas Sumatera Utara