Kajian Performansi Mesin Diesel Stasioner Satu Silinder Menggunakan Katalitik Konverter Dengan Bahan Bakar Campuran Pertadex Dan Biodiesel Biji Karet

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1

Biodiesel
Biodiesel merupakan bahan bakar terbarukan yang dapat digunakan

sebagai pengganti bahan bakar solar, yang terbuat dari minyak bumi. Biodiesel
terdiri dari campuran mono-alkil ester dari rantai panjang asam lemak, yang
dipakai sebagai alternatif bagi bahan bakar dari mesin diesel dan terbuat dari
sumber terbaharui seperti minyak sayur atau lemak hewan.
Biodiesel merupakan kandidat yang paling baik untuk menggantikan
bahan bakar fosil sebagai sumber energi transportasi utama dunia, karena
biodiesel merupakan bahan bakar terbaharui yang dapat menggantikan diesel
petrol di mesin sekarang ini dan dapat diangkut dan dijual dengan menggunakan
infrastruktur zaman sekarang.
Biodiesel memiliki karakteristik kimia sama seperti diesel berbasis minyak
bumi, sehingga dapat digunakan sebagai pengganti langsung untuk bahan bakar
diesel. Biodiesel juga dapat dicampur dengan solar dalam setiap tingkat
persentase tanpa mengalami masalah ekonomi yang signifikan.
Mesin berbahan-bakar biodiesel baru populer akhir-akhir ini, tapi

sebenarnya biodiesel bukanlah ide baru. Sebelum solar populer, Rudolf Diesel,
penemu mesin diesel pada tahun 1897, bereksperimen dengan menggunakan
minyak nabati (biodiesel) sebagai bahan bakar. Rudolf Diesel yang merekayasa
atau mencipta mesin diesel melakukan demonstrasi mesin yang memakai minyak
kacang tanah sebagai bahan bakarnya.

Universitas Sumatera Utara

Penggunaan dan produksi biodiesel meningkat dengan cepat, terutama di
Eropa, Amerika Serikat, dan Asia, meskipun dalam pasar masih sebagian kecil
saja dari penjualan bahan bakar. Pertumbuhan SPBU membuat semakin
banyaknya penyediaan biodiesel kepada konsumen dan juga pertumbuhan
kendaraan yang menggunakan biodiesel sebagai bahan bakar.
Ada beberapa campuran biodiesel dan hidrokarbon yang berbeda – yang
berasal dari solar. Saat ini di seluruh dunia menggunakan suatu sistem yang
disebut sebagai faktor B, untuk menentukan jumlah diesel yang digunakan
dalam campuran bahan bakar. Faktor B itu terbagi sebagai berikut:


B100




B20

: 20 persen biodiesel



B5

: 5 persen biodiesel, 95 persen solar



B2

: 2 persen biodiesel, 98 persen solar

: 100 persen biodiesel


Campuran apapun dari 20 persen biodiesel atau kurang bisa digunakan
pada semua tipe mesin tanpa modifikasi. Biodiesel biasanya dapat digunakan
dalam bentuk B100 saja, tetapi mungkin membutuhkan beberapa modifikasi
mesin untuk menghindari masalah dengan mesin.
Disamping sifatnya yang menyerupai solar, biodiesel memiliki kelebihan
antara lain :
1.

Bahan bakar yang ramah lingkungan karena menghasilkan emisi yang jauh
lebih baik (bebas sulfur, smoke number rendah) sesuai dengan isu-isu
global, asap buangan biodiesel tidak hitam, asap gas buang berkurang

Universitas Sumatera Utara

75% dibanding solar biasa, cetane number lebih tinggi (>57) sehingga
efisiensi pembakaran lebih baik dibandingkan dengan minyak solar.
2.

Biodegradable (dapat terurai), lebih dari 90% biodiesel dapat terurai dalam

21 hari.

3.

Renewable energy karena terbuat dari bahan alam yang dapat diperbarui.

4.

Mempunyai sifat pelumasan yang lebih baik dibanding solar sehingga
mesin dapat bertahan lebih lama.

5.

Titik bakar lebih tinggi dibandingkan solar sehingga memudahkan dalam
penyimpanan dan penanganan.

6.

Biodiesel dapat dicampur dengan solar dengan berbagai perbandingan.


7.

Secara relatif, bau dari gas buang biodiesel lebih baik dibanding solar.

8.

Motor diesel tidak membutuhkan modifikasi khusus untuk menggunakan
biodiesel.

9.

Mengurangi gas emisi buang; particulate matter (PM), total hydrocarbon
(THC), dan carbon monoxide (CO), tetapi menambah nitrogen oxides
(NO).

10.

Biodiesel mengandung sulfur yang lebih rendah dibanding solar sehingga
tidak terlalu banyak mengeluarkan zat toksik.


2.2

Biodiesel Biji Karet
Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki

luas areal

perkebunan karet terbesar di dunia yang mencapai 3,4 juta hektar. Disamping itu,
Indonesia juga merupakan penghasil karet terbesar nomor 2 di dunia setelah
Thailand, dengan total produksi sebesar 2,55 juta ton/tahun pada 2007. Hasil
utama perkebunan karet adalah lateks dan sejauh ini biji karet masih terbuang

Universitas Sumatera Utara

percuma sebagai limbah (Setyawardhani, DA, dkk 2010). Biji karet (Hevea
brasilliensis) di Indonesia saat ini masih merupakan produk sampingan yang
dapat di kategorikan belum bermanfaat karena baru sebagian kecil yang di
gunakan sebagai bibit. Setiap pohon di perkirakan dapat menghasilkan 5.000 butir
biji/tahun atau satu hektar lahan dapat menghasilkan 2 sampai 3 juta
biji/tahun. Hal ini tentu saja sangat mendukung apabila kita dapat memanfaatkan

buah/biji dari pohon karet tersebut yang saat ini belum dimanfaakan secara
maksimal, dan hanya dibuang tanpa ada pengolahan sama sekali. Ini dikarenakan
pada pemikiran masyarakat yang menganggap bahwa biji karet itu tidak bisa
diolah terutama sebagai produk makanan karena racun yang terkandung di
dalamnya. Hal ini tentu saja hanya anggapan masyarakat yang kurang paham
dalam pengolahan terhadap biji karet ini.
Jika kita melihat komposisi biji karet yang begitu banyak mengandung
minyak, seharusnya ada suatu pemanfaatan lebih dalam pengolahan biji karet
tersebut. Dengan luasnya lahan perkebunan karet di Indonesia, maka tentu dapat
menjadi kemudahan tersendiri dalam mengatasi krisis energi yang semakin
menghantui. Salah satu energi alternatif yang dihasilkan dari bahan dasar biji
karet adalah Biodiesel.

Gambar 2.1 Pohon, Biji, dan Getah Karet (Santoso, H., dkk, 2013)

Universitas Sumatera Utara

Biji karet mengandung sekitar 40-50 % minyak nabati dengan komposisi
asam lemak yang dominan adalah asam oleat dan asam linoleat, sementara sisanya
berupa asam palmitat, asam stearat, asam arachidat, dan asam lemak lainnya.

Tabel 2.1 berikut merangkum komposisi asam lemak dalam minyak biji karet
(Setyawardhani, DA, dkk, 2010).
Tabel 2.1 Komposisi Asam Lemak Minyak Biji Karet
Komposisi
Persentase (%-b)
Asam Palmitat
13,11
Asam Stearat
12,66
Asam Arachidat
0,54
Asam Oleat
39,45
Asam Linoleat
33,12
Asam lemak lainnya
1,12
Sumber : Setyawardhani, dkk (2010)
Salah satu kendala dalam pemanfaatan minyak biji karet sebagai bahan
baku pembuatan biodiesel adalah kandungan asam lemak bebasnya yang tinggi.

Dalam proses pembuatan biodiesel secara konvensional, minyak nabati
direaksikan dengan alkohol rantai pendek melalui reaksi transesterifikasi
menggunakan katalis basa untuk menghasilkan biodiesel. Namun katalis basa
hanya bekerja dengan baik pada bahan baku minyak dengan kadar asam lemak
bebas rendah yaitu < 0,5 % dan dalam kondisi bebas dari air (Lotero, dkk, 2005).
Untuk itu, dalam proses pembuatan biodiesel dengan bahan baku yang
mengandung asam lemak bebas tinggi seperti minyak biji karet, perlu dilakukan
proses esterifikasi terlebih dahulu untuk menurukan kandungan asam lemak bebas
yang terdapat pada minyak biji karet.

Universitas Sumatera Utara

2.3

Pembuatan Biodiesel
Agar biodiesel bisa digunakan sebagai bahan bakar maka diperlukan

teknologi untuk mengkonversinya. Terdapat beberapa teknologi untuk konversi
biomassa, dijelaskan pada Gambar 2.2. Teknologi konversi biodiesel tentu saja
membutuhkan perbedaan pada alat yang digunakan untuk mengkonversi biodiesel

dan menghasilkan perbedaan bahan bakar yang dihasilkan.

Gambar 2.2 Diagram Alir Pembuatan Biodiesel (Ira Syahirah, 2008)
2.3.1 Esterifikasi
Esterifikasi adalah tahap konversi dari asam lemak bebas (FFA) menjadi
ester. Esterifikasi mereaksikan asam lemak dengan alkohol. Reaksi ini merupakan
reaksi kesetimbangan, jadi memerlukan katalis untuk mempercepat tercapainya
keadaan setimbang. Katalis-katalis yang cocok adalah zat yang berkarakter asam

Universitas Sumatera Utara

kuat, dan karena ini asam sulfat, asam sulfonat organik atau resin penukar kation
asam kuat merupakan katalis terpilih dalam praktek industrial

2.3.2 Transesterifikasi
Saat ini sebagian besar biodiesel muncul dari sumber daya yang dapat
dimakan, seperti lemak hewan, minyak sayur, dan bahkan limbah minyak goreng,
dengan katalis kondisi basa. Namun konsumsi tinggi katalis membuat biodiesel
saat ini lebih mahal daripada bahan bakar yang diturunkan dari minyak bumi.
Transesterifikasi adalah pertukaran alkohol dengan suatu ester untuk

membentuk ester yang baru. Reaksi ini bersifat reversible dan berjalan lambat
tanpa adanya katalis. Penggunaan alkohol atau mengambil alih salah satu produk
adalah langkah untuk mendorong reaksi kearah kanan atau produk.

2.4

Mesin Diesel
Mesin

diesel

juga

disebut

“Motor

Penyalaan

Kompresi”

oleh

karenapenyalaannya dilakukan dengan menyemprotkan bahan bakar ke dalam
udarayang telah bertekanan dan bertemperatur ringgi sebagai akibat dari
proseskompresi di dalam ruang bakar. Mesin diesel pertama kali ditemukan oleh
Rudolf Diesel pada tahun 1892. Prinsip kerja pembakaran motor diesel yaitu
udara segar dihisap masuk kedalam silinder atau ruang bakar kemudian udara
tersebut dikompressi oleh torak sehingga udara memiliki temperature dan tekanan
yang tinggi, dan sebelum torak mencapai titik mati atas, bahan bakar
disemprotkan ke ruang bakar dan terjadilah pembakaran.

Universitas Sumatera Utara

Menurut Willard W.P (1996) efisiensi termis motor diesel berada di bawah
50% sedangkan menurut Khovakh (1979), efisiensi termis berkisar pada 29% 42% dan sisanya adalah kerugian-kerugian energi. Energi kalor yang
dimanfaatkan oleh mesin tidaklah terlalu besar, sisanya merupakan kerugian kerugian energi, diantaranya energi kalor yang hilang akibat pendinginan mesin,
energi kalor yang hilang bersama gas buang, energi kalor yang hilang akibat
pembakaran tidak sempurna, energi kalor yang hilang karena kebocoran gas, dan
kehilangan lainnya akibat radiasi dan konveksi.
Adapun P-V dan T-S diagram siklus diesel ditunjukkan pada gambar
berikut :

Gambar 2.3 Diagram P-V Mesin Diesel (Cengel, 1982)
Keterangan Gambar:
P

= Tekanan (atm)

V

= Volume Spesifik (m3/kg)

qin

= Kalor yang masuk (kJ)

qout = Kalor yang dibuang (kJ)

Universitas Sumatera Utara

Gambar 2.4 Diagram T-S Mesin Diesel (Cengel, 2004)

Keterangan Gambar :
T

= Temperatur (K)

S

= Entropi (kJ/kg.K)

qin

= Kalor yang masuk (kJ)

qout = Kalor yang dibuang (kJ)
Keterangan Grafik:
1-2 Kompresi Isentropik
2-3 Pemasukan Kalor pada Tekanan Konstan
3-4 Ekspansi Isentropik
4-1 Pengeluaran Kalor pada Tekanan Konstan

Universitas Sumatera Utara

2.4.1 Prinsip Kerja Mesin Diesel
Prinsip kerja mesin diesel 4 tak sebenarnya sama dengan prinsip kerja
mesin otto, yang membedakan adalah cara memasukkan bahan bakarnya. Pada
mesin diesel bahan bakar di semprotkan langsung ke ruang bakar dengan
menggunakan injektor. Dibawah ini adalah langkah dalam proses mesin diesel 4
langkah :

Gambar 2.5 Langkah Kerja Mesin Diesel

Keterangan :
1. Langkah Isap
Pada langkah ini piston bergerak dari TMA (Titik Mati Atas) ke TMB (Titik
Mati Bawah). Saat piston bergerak ke bawah katup isap terbuka yang
menyebabkan ruang didalam silinder menjadi vakum,sehingga udara murni
langsung masuk ke ruang silinder melalui filter udara.
2. Langkah kompresi
Poros engkol terus berputar, piston bergerak dari TMB ke TMA, kedua katup
tertutup. Udara murni yang terhisap tadi terkompresi dalam ruang bakar. Karena
terkompresi suhu dan tekanan udara tersebut naik hingga mencapai 35 atm dengan
temperatur 500⁰ -800⁰ (pada perbandingan kompresi 20 : 1).

Universitas Sumatera Utara

3. Langkah Usaha
Poros engkol masih terus berputar, beberapa derajat sebelum torak mencapai
TMA di akhir langkah kompresi, bahan bahar diinjeksikan ke dalam ruang bakar.
Karena suhu udara kompresi yang tinggi terjadilah pembakaran yang
menghasilkan tekanan eksplosif yang mendorong piston bergerak dari TMA ke
TMB. Kedua katup masih dalam keadaan tertutup. Gaya dorong ke bawah
diteruskan oleh batang piston ke poros engkol untuk dirubah menjadi gerak
rotasi.Langkah usaha ini berhenti ketika katup buang mulai membuka beberapa
derajat sebelum torak mencapai TMB.
4. Langkah Buang
Pada langkah ini, gaya yang masih terjadi di flywhell akan menaikkan kembali
piston dari TMB ke TMA, bersamaan itu juga katup buang terbuka sehingga
udara sisa pembakaran akan di dorong keluar dari ruang silinder menuju exhaust
manifold dan langsung menuju knalpot.
2.4.2

Proses Pembakaran dan Bahan Bakar
Proses pembakaran adalah suatu reaksi kimia cepat antara bahan bakar

(hidrokarbon) dengan oksigen dari udara. Proses pembakaran ini tidak terjadi
sekaligus tetapi memerlukan waktu dan terjadi dalam beberapa tahap.

Universitas Sumatera Utara

Gambar 2.6 Grafik Tekanan vs Sudut Engkol (Arismunandar, 2002)

Pada gambar dapat dilihat tekanan udara akan naik selama langkah
kompresi berlangsung. Beberapa derajat sebelum torak mencapai TMA bahan
bakar mulai disemprotkan. Bahan bakar akan segera menguap dan bercampur
dengan udara yang sudah bertemperatur tinggi. Oleh karena temperaturnya sudah
melebihi temperatur penyalaan bahan bakar, bahan bakar akan terbakar sendiri
dengan cepat. Waktu yang diperlukan antara saat bahan bakar mulai disemprotkan
dengan saat mulai terjadinya pembakaran dinamai periode persiapan pembakaran
(1). Sesudah melampaui periode persiapan pembakaran, bahan bakar akan
terbakar dengan cepat, hal tersebut dapat dilihat pada grafik sebagai garis lurus
yang menanjak, karena proses pembakaran tersebut terjadi dalam suatu proses

Universitas Sumatera Utara

pengecilan volume (selama itu torak masih bergerak menuju TMA). Sampai torak
bergerak kembali beberapa derajat sudut engkol sesudah TMA, tekanannya masih
bertambah besar tetapi laju kenaikan tekanannya berkurang. Hal ini disebabkan
karena kenaikan tekanan yang seharusnya terjadi dikompensasi oleh bertambah
besarnya volume ruang bakar sebagai akibat bergeraknya torak dari TMA ke
TMB.
Periode pembakaran. Ketika terjadi kenaikan tekanan yang berlangsung
dengan cepat (garis tekanan yang curam dan lurus, garis BC pada grafik) dinamai
periode pembakaran cepat (2). Periode pembakaran ketika masih terjadi kenaikan
tekanan sampai melewati tekanan yang maksimum dalam tahap berikutnya (garis
CD), dinamai periode pembakaran terkendali (3). Dalam hal terakhir ini jumlah
bahan bakar yang masuk ke dalam silinder sudah mulai berkurang, bahkan
mungkin sudah dihentikan. Selanjutnya dalam periode pembakaran lanjutan (4)
terjadi proses penyempurnaan pembakaran dan pembakaran dari bahan bakar yang
belum sempat terbakar. Laju kenaikan tekanan yang terlalu tinggi tidaklah
dikehendaki karena dapat menyebabkan beberapa kerusakan. Maka haruslah
diusahakan agar periode persiapan pembakaran terjadi sesingkat-singkatnya
sehingga belum terlalu banyak bahan bakar yang siap untuk terbakar selama
waktu persiapan pembakaran. Karena itu segenap usaha haruslah ditujukan untuk
mempersingkat periode persiapan pembakaran, antara lain dengan cara sebagai
berikut :
1. Menggunakan perbandingan kompresi yang tinggi
2. Memperbesar tekanan dan temperatur udara masuk

Universitas Sumatera Utara

3. Memperbesar volume silinder sedemikian rupa sehingga dapat
diperoleh perbandingan luas dinding terhadap volume yang sekecilkecilnya untuk mengurangi kerugian panas
4. Menyemprotkan bahan bakar pada saat yang tepat dan mengatur
pemasukan jumlah bahan bakar yang sesuai dengan kondisi
pembakaran
5. Menggunakan jenis bahan bakar yang sebaik-baiknya
6. Mengusahakan

adanya

gerakan

udara

yang

turbulen

untuk

menyempurnakan proses pencampuran bahan bakar udara
7. Menggunakan jumlah udara untuk memperbesar kemungkinan
bertemunya bahan bakar dengan oksigen dari udara.
Hal tersebut terakhir merupakan persyaratan mutlak bagi motor Diesel
karena proses pencampuran bahan bakar-udara hanya terjadi dalam waktu yang
singkat. Jadi, bahan bakar yang sebaiknya digunakan pada motor Diesel adalah
jenis bahan bakar yang dapat segera terbakar (sendiri), yaitu yang dapat
memberikan periode persiapan pembakaran yang pendek. Sebagai bahan bakar
standar dipergunakan bahan bakar hidrokarbon rantai lurus, yaitu hexadecane atau
cetane (C16H34) dan alpha-methylnaphtalene.

Gambar 2.7 C16H34 Hidrokarbon Rantai Lurus (de Lasa, Hugo, 2014)

Universitas Sumatera Utara

Gambar 2.8 Alpha-methylnaphtalene (de Lasa, Hugo, 2014)

C16H34 adalah bahan bakar dengan periode persiapan pembakaran yang
pendek, kepadanya diberikan angka 100 (bilangan setana = 100). Sedangkan
alpha-methylnaphtalene mempunyai periode pembakaran yang panjang, jadi tidak
baik dipergunakan sebagai bahan bakar motor Diesel, kepadanya diberikan angka
0 (bilangan setana = 0).
Bahan bakar dengan bilangan setana yang lebih tinggi menunjukkan
kualitas bahan bakar yang lebih baik untuk motor diesel. Bahan bakar motor
Diesel komersial yang diperdagangkan mempunyai bilangan setana antara 35-55.
Pada umumnya boleh dikatakan bahan bakar hidrokarbon dengan struktur atom
rantai lurus mempunyai bilangan setana lebih tinggi daripada bahan bakar dengan
struktur atom yang rumit. Motor Diesel kecepatan tinggi sebaiknya menggunakan
bahan bakar dengan bilangan setana yang tinggi.
Demikianlah secara umum boleh dikatakan bahwa bahan bakar yang baik
untuk motor Diesel adalah bahan bakar yang memiliki bilangan setana tinggi;
viskositas yang rendah untuk mengurangi tekanan penyemprotan; sifat melumas

Universitas Sumatera Utara

yang baik supaya tidak merusak pompa tekanan tinggi; bulk modulus yang tinggi
untuk memudahkan penyemprotan, dan titik didih yang tinggi supaya tidak mudah
menguap. Selain itu diusahakan agar kadar belerang dan aromatiknya rendah serta
adanya aditif untuk meningkatkan mutu bahan bakar.
2.5

Performansi Mesin Diesel
a. Nilai Kalor Bahan Bakar
Reaksi kimia antara bahan bakar dengan oksigen dari udara menghasilkan

panas.Besarnya panas yang ditimbulkan jika satu satuan bahan bakar dibakar
sempurna disebut nilai kalor bahan bakar (Calorific Value, CV). Bedasarkan
asumsi ikut tidaknya panas laten pengembunan uap air dihitung sebagai bagian
dari nilai kalor suatu bahan bakar, maka nilai kalor bahan bakar dapat dibedakan
menjadi nilai kalor atas dan nili kalor bawah.
Nilai kalor atas (High Heating Value, HHV), merupakan nilai kalor yang
diperoleh secara eksperimen dengan menggunakan kalorimeter dimana hasil
pembakaran bahan bakar didinginkan sampai suhu kamar sehingga sebagian besar
uap air yang terbentuk dari pembakaran hidrogen mengembun dan melepaskan
panas latennya. Secara teoritis, besarnya nilai kalor atas (HHV) dapat dihitung
bila diketahui komposisi bahan bakarnya dengan menggunakan persamaan :

HHV = (T2 - T1 - Tkp) x Cv

........................................................................... (2.1)

Dimana:
HHV =

High Heating Value (Nilai Kalor Atas)

T2

Suhu air setelah penyalaan (oC)

=

Universitas Sumatera Utara

T1

=

Suhu air sebelum penyalaan (oC)

Tkp

=

Kenaikan temperatur akibat kawat penyala (0,05oC)

Cv

=

Panas jenis bom kalorimeter (73529,6 kj/kgoC)

Nilai kalor bawah (low Heating Value, LHV), merupakan nilai kalor bahan
bakar tanpa panas laten yang berasal dari pengembunan uap air. Umumnya
kandungan hidrogen dalam bahan bakar cair berkisar 15 % yang berarti setiap satu
satuan bahan bakar, 0,15 bagian merupakan hidrogen. Pada proses pembakaran
sempurna, air yang dihasilkan dari pembakaran bahan bakar adalah setengah dari
jumlah mol hidrogennya.
Selain berasal dari pembakaran hidrogen, uap air yang terbentuk pada
proses pembakaran dapat pula berasal dari kandungan air yang memang sudah ada
didalam bahan bakar (moisture). Panas laten pengkondensasian uap air pada
tekanan parsial 20 kN/m2 (tekanan yang umum timbul pada gas buang) adalah
sebesar 2400 kJ/kg, sehingga besarnya nilai kalor bawah (LHV) dapat dihitung
berdasarkan persamaan berikut :
LHV = HHV – 3240 kj/kgoC ........................................................................... (2.2)

b. Daya Poros
Daya mesin adalah besarnya kerja mesin selama waktu tertentu. Pada
motor bakar daya yang berguna adalah daya poros, dikarenakan poros tersebut
menggerakan beban. Daya poros dibangkitkan oleh daya indicator yang
merupakan daya gas pembakaran yang menggerakan torak selanjutnya
menggerakan semua mekanisme, sebagian daya indikator dibutuhkan untuk

Universitas Sumatera Utara

mengatasi gesekan mekanik, seperti pada torak dan dinding silinder dan gesekan
antara poros dan bantalan. Prestasi motor bakar pertama-tama tergantung dari
daya yang dapat ditimbulkannya. Semakin tinggi frekuensi putar motor makin
tinggi daya yang diberikan hal ini disebabkan oleh semakin besarnya frekuensi
semakin banyak langkah kerja yang dialami pada waktu yang sama. Dengan
demikian besar daya poros itu adalah :

T ................................................................................................(2.3)

PB =
Dimana :

PB

= daya (W)

T

= torsi (Nm)

N

= putaran mesin (rpm)

c. Torsi
Torsi adalah perkalian antara gaya dengan jarak. Selama proses usaha
maka tekanan-tekanan yang terjadi di dalam silinder motor menimbulkan suatu
gaya yang luar biasa kuatnya pada torak. Gaya tersebut dipindahkan kepada pena
engkol melalui batang torak , dan mengakibatkan adanya momen putar atau torsi
pada poros engkol. Untuk mengetahui besarnya torsi digunakan alat
dynamometer.

Gambar 2.9 Skema Operasi Dynamometer (Martyr & Plint, 2007)

Universitas Sumatera Utara

Biasanya motor pembakaran ini dihubungkan dengan dynamometer
dengan maksud mendapatkan keluaran dari motor pembakaran dengan cara
menghubungkan poros motor pembakaran dengan poros dynamometer dengan
menggunakan kopling elastik.
T=

....................................................................................................... (2.4)

Dimana :

PB

= Daya (W)

T

= Torsi (Nm)

N

= Putaran mesin (rpm)

d. Konsumsi Bahan Bakar Spesifik (SFC)
Konsumsi bahan bakar spesifik merupakan salah satu parameter prestasi
yang penting di dalam suatu motor bakar. Parameter ini biasa dipakai sebagai
ukuran ekonomi pemakaian bahan bakar yang terpakai per jam untuk setiap daya
kuda yang dihasilkan.
SFC

=

......................................................................................(2.5)

=

............................................................(2.6)

Dengan :

SFC

= konsumsi bahan bakar spesifik (g/kWh)

PB

= daya (kW)

ṁf

= konsumsi bahan bakar spesifik (kg/jam)

sgf

= spesifik grafity

t

= waktu (jam)

Universitas Sumatera Utara

e. Efisiensi Thermal
Kerja berguna yang dihasilkan selalu lebih kecil dari pada energi yang
dibangkitkan piston karena sejumlah enegi hilang akibat adanya rugi-rugi mekanis
(mechanical losses). Dengan alasan ekonomis perlu dicari kerja maksimium yang
dapat dihasilkan dari pembakaran sejumlah bahan bakar. Efisiensi ini disebut juga
sebagai efisiensi termal brake (thermal efficiency, ηb).
Jika daya keluaran PB dalam satuan kW, laju aliran bahan bakar mf dalam
satuan kg/jam, maka:

ηBa

=

ηm .........................................................................(2.7)

f. Emisi Gas Buang
Bahan pencemar (polutan) yang berasal dari kendaraan bermotor dapat
diklasifikasikan menjadi beberapa kategori sebagai berikut :
1. Sumber
Polutan dibedakan menjadi polutan primer atau sekunder. Polutan primer
seperti nitrogen oksida (NOx) dan hidrokarbon (HC) langsung dibuangkan ke
udara bebas dan mempertahankan bentuknya seperti pada saat pembuangan.
Polutan sekunder seperti ozon (O3) dan peroksiasetil nitrat (PAN) adalah polutan
yang terbentuk di atmosfer melalui reaksi fotokimia, hidrolisis atau oksidasi.
2.

Komposisi Kimia
Polutan dibedakan menjadi organik dan inorganik. Polutan organik

mengandung karbon dan hidrogen, juga beberapa elemen seperti oksigen,
nitrogen, sulfur atau fosfor, contohnya : hidrokarbon, keton, alkohol, ester dan

Universitas Sumatera Utara

lain-lain. Polutan inorganik seperti : karbon monoksida (CO), karbonat, nitrogen
oksida, ozon dan lainnya.
3. Bahan Penyusun
Polutan dibedakan menjadi partikulat atau gas. Partikulat dibagi menjadi
padatan dan cairan seperti : debu, asap, abu, kabut dan spray, partikulat dapat
bertahan di atmosfer. Sedangkan polutan berupa gas tidak bertahan di atmosfer
dan bercampur dengan udara bebas.


Partikulat
Polutan partikulat yang berasal dari kendaraan bermotor umumnya

merupakan fasa padat yang terdispersi dalam udara dan membentuk asap. Fasa
padatan tersebut berasal dari pembakaran tak sempurna bahan bakar dengan
udara, sehingga terjadi tingkat ketebalan asap yang tinggi. Selain itu partikulat
juga mengandung timbal yang merupakan bahan aditif untuk meningkatkan
kinerja pembakaran bahan bakar pada mesin kendaraan. Apabila butir-butir bahan
bakar yang terjadi pada penyemprotan kedalam silinder motor terlalu besar atau
apabila butir–butir berkumpul menjadi satu, maka akan terjadi dekomposisi yang
menyebabkan terbentuknya karbon–karbon padat atau angus. Hal ini disebabkan
karena pemanasan udara yang bertemperatur tinggi, tetapi penguapan dan
pencampuran bahan bakar dengan udara yang ada didalam silinder tidak dapat
berlangsung sempurna, terutama pada saat–saat dimana terlalu banyak bahan
bakar disemprotkan yaitu pada waktu daya motor akan diperbesar, misalnya untuk
akselerasi, maka terjadinya angus itu tidak dapat dihindarkan. Jika angus yang
terjadi itu terlalu banyak, maka gas buang yang keluar dari gas buang motor akan
bewarna hitam.

Universitas Sumatera Utara



Hidrocarbon (UHC)
Hidrokarbon yang tidak terbakar dapat terbentuk tidak hanya karena

campuran udara bahan bakar yang gemuk, tetapi bisa saja pada campuran kurus
bila suhu pembakarannya rendah dan lambat serta bagian dari dinding ruang
pembakarannya yang dingin dan agak besar. Motor memancarkan banyak
hidrokarbon kalau baru saja dihidupkan atau berputar bebas (idle) atau waktu
pemanasan. Pemanasan dari udara yang masuk dengan menggunakan gas buang
meningkatkan penguapan dari bahan bakar dan mencegah pemancaran
hidrokarbon. Jumlah hidrokarbon tertentu selalu ada dalam penguapan bahan
bakar, di tangki bahan bakar dan dari kebocoran gas yang melalui celah antara
silinder dari torak masuk kedalam poros engkol, yang disebut dengan blow by
gasses (gas lalu). Pembakaran tak sempurna pada kendaraan juga menghasilkan
gas buang yang mengandung hidrokarbon. Hal ini pada motor diesel terutama
disebabkan oleh campuran lokal udara bahan bakar tidak dapat mencapai batas
mampu bakar.


Carbon Monoksida (CO)
Karbon dan Oksigen dapat bergabung membentuk senyawa karbon

monoksida (CO) sebagai hasil pembakaran yang tidak sempurna dan karbon
dioksida (CO2) sebagai hasil pembakaran sempurna. Karbon monoksida
merupakan senyawa yang tidak berbau, tidak berasa dan pada suhu udara normal
berbentuk gas yang tidak berwarna. Gas ini akan dihasilkan bila karbon yang
terdapat dalam bahan bakar (kira–kira 85 % dari berat dan sisanya hidrogen)
terbakar tidak sempurna karena kekurangan oksigen. Hal ini terjadi bila campuran
udara bahan bakar lebih gemuk dari pada campuran stoikiometris, dan terjadi

Universitas Sumatera Utara

selama idling pada beban rendah atau pada output maksimum. Karbon monoksida
tidak dapat dihilangkan jika campuran udara bahan bakar gemuk. Bila campuran
kurus karbon monoksida tidak terbentuk.


Oksigen (O2)
Oksigen (O2) sangat berperan dalam proses pembakaran, dimana oksigen

tersebut akan diinjeksikan keruang bakar. Dengan tekanan yang sesuai akan
mengakibatkan terjadinya pembakaran bahan bakar.
Untuk mesin Diesel emisi gas buang yang dilihat adalah opasitas
(ketebalan asap). Adapun Standar nilai opasitas berdasarkan peraturan menteri
negara lingkungan hidup nomor 05 tahun 2006 tentang ambang batas emisi gas
buang.
Tabel 2.2 Standar Emisi Gas Buang
Parameter
Tahun
Kategori

Opacity
Pembuatan

CO (%) HC (ppm)
(% HSU)

Berpenggerak Motor Bakar

< 2007

4,5

1200

-

cetus api (bensin)

≥ 2007

1,5

200

-

< 2010

-

-

70

≥ 2010

-

-

40

< 2010

-

-

70

≥ 2010

-

-

50

Berpenggerak Motor Bakar
Penyalaan Kompresi (Diesel)
GVW ≤ 3,5 Ton

GvVW ≥ 3,5 Ton

Sumber : Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 05 Tahun 2006

Universitas Sumatera Utara

2.6

Katalitik Konverter
Meningkatnya jumlah kedaraan bermotor saat ini berimbas pada kualitas

udara yang buruk di daerah perkotaan menuntut pabrikan motor berinovasi, salah
satunya adalah katalitik konverter yang terdapat pada mobil keluaran saat ini. Alat
tersebut diperkenalkan ke publik pada tahun 1975 di Amerika Serikat, kebijakan
tersebut sejalan dengan niat EPA dalam mengurangi intensitas pencemaran udara
gas buang dikarenakan proses pembakaran kendaraan bermotor.
Ada dua jenis katalitik konverter dipasaran. Tipe universal fit dapat dipilih
berdasarkan ukuran yang sesuai kemudian dilas di bagian saluran gas buang. Tipe
direct fit merupakan tipe katalitik konverter yang hanya menggunakan baut untuk
memasangnya di area saluran gas buang. Tipe universal merupakan jenis termurah
daripada tipe direct fit, akan tetapi tipe direct fit lebih mudah pemasangannya
daripada tipe universal fit.
Penggunaan katalitik konverter tidak hanya terbatas pada kendaan
bermotor seperti mobil dan sepeda motor, alat tersebut juga digunakan untuk truk,
bis, kereta api, generator, kapan bermotor, dan masih banyak lainnya. Pengguna
katalktik konverter dianjurkan melakukan pemeriksaan dan perawatan berkala
untuk mengoptimalkan kinerja mesin dan efisiensi bahan bakar, pemeriksaan
emisi gas buang kendaraan bermotor juga perlu dilakukan untuk mengetahui
apakah katalitik konverter harus diganti dengan yang baru.
2.6.1

Konstruksi Katalitik Konverter
Katalitik konverter biasanya terdiri atas beberapa bagian :

Universitas Sumatera Utara

1. Inti katalis (substrate). Penggunaan CC pada bidang otomotif biasanya
menggunakan inti dari keramik monolit dengan struktur sarang lebah
(honeycomb). Monolit tersebut dilapisi oleh FeCrAl pada beberapa aplikasi.
2. Washcoat. Washcoat adalah pembawa material katalis digunakan untuk
menyebarkan katalis tersebut pada area yang luas sehingga katalis mudah bereaksi
dengan gas buang. Washcoat biasanya terbuat dari aluminium oksida, titanium
oksida, silikon oksida dan campuran silika dan alumina. Washcoat dibuat dengan
permukaan agak kasar dan bentuk yang tidak biasa untuk memaksimalkan luas
permukaan yang kontak dengan gas buang sehingga katalis dapat bekerja secara
lebih efektif dan efisien.
3. Katalis. Katalis biasanya terbuat dari logam mulia. Platina adalah katalis yang
paling aktif diantara logam mulia lainnya dan secara luas digunakan namun tidak
cocok dengan segala aplikasi karena adanya rekasi tambahan yang tidak
diinginkan serta harganya yang mahal. Palladium dan rhodium adalah jenis logam
mulia lainnya yang biasa digunakan secara bersamaan. Palladium berfungsi
sebagai katalis reaksi oksidasi, rhodium digunakan sebagai katalis rekasi reduksi
dan platina dapat melakukan kedua reaksi tersebut (oksidasi dan reduksi). Logam
lain yang terkadang digunakan walaupun secara terbatas adalah cerium, besi,
mangan, tembaga dan nikel. Digunakan secara terbatas karena memiliki produk
sampingan yang juga cukup berbahaya. Nikel dilarang di uni eropa karena
reaksinya dengan CO menghasilkan nikel tetrakarbonil. Tembaga dilarang di
amerika utara karena menghasilkan senyawa dioksin.

Universitas Sumatera Utara

Gambar 2.10 Katalitik Konverter (K. C. Taylor, 1984)

2.6.2

Prinsip Kerja Katalitik Konverter
Kendaraan yang menggunakan katalitik konverter harus menggunakan

bensin tanpa timbal, karena timbal pada bensin akan menempel pada katalis yang
mengakibatkan katalisator tersebut tidak efektif. Agar katalitik konverter tersebut
lebih

efektif,

campuran

udara-bahan

bakar

harus

dalam

perbandingan

stoikiometri. Pada saat mesin melakukan pemanasan, udara sekunder dari pompa
didorong menuju ruang udara pembatas. Udara tersebut membantu untuk
mengoksidasi katalis mengubah HC dan CO menjadi karbon dioksida dan air.
Berikut penjelasan terhadap prinsip kerja dari katalitik konverter:
1. Tahap awal dari proses yang dilakukan pada katalitik konverter adalah
reduction catalyst. Tahap ini menggunakan platinum dan rhodium untuk
membantu mengurangi emisi NOx. Ketika molekul NO dan NO2
bersinggungan dengan katalis, sirip katalis mengeluarkan atom nitrogen
dari molekul dan menahannya, sementara oksigen yang ada diubah ke

Universitas Sumatera Utara

bentuk O2. Atom nitrogen yang terperangkap dalam katalis tersebut diikat
dengan atom nitrogen lainnya sehingga terbentuk format N2. Rumus
kimianya sebagai berikut:
2NO

→ N2 + O2 atau 2NO2 → N2 + 2O2

2. Tahap kedua dari proses di dalam katalitik konverter adalah oxidation
catalyst. Proses ini mengurangi hidrokarbon yang tidak terbakar di ruang
bakar dan CO dengan dengan membakarnya (oxidizing) melalui katalis
platinum dan palladium. Katalis ini membantu reaksi CO dan HC dengan
oksigen yang ada di dalam tabung gas buang. Reaksinya sebagai berikut:
2CO

+ O2 → 2CO2

3. Tahap ketiga adalah pengendalian sistem yang memonitor arus gas buang.
Informasi yang diperoleh dipakai lagi sebagai kendali sistem injeksi bahan
bakar. Ada sensor oksigen yang diletakkan sebelum katalitik konverter dan
cenderung lebih dekat ke mesin ketimbang konverter itu sendiri. Sensor ini
memberi informasi ke Electronic Control System (ECS) seberapa banyak
oksigen yang ada di saluran gas buang. ECS akan mengurangi atau
menambah jumlah oksigen sesuai rasio udara-bahan bakar. Skema
pengendalian membuat ECS memastikan kondisi mesin mendekati rasio
stoikiometri dan memastikan ketersediaan oksigen di dalam saluran buang
untuk proses oksidasi HC dan CO yang belum terbakar.
Setiap kendaraan memiliki jumlah sensor yang berbeda, tergantung
dengan kebutuhan dan teknologi mesinnya. Umumnya kendaraan yang
menggunakan sistem injeksi menggunakan dua sensor oksigen yang berbeda
tempat yang berfungsi memberikan informasi ke ECS.

Universitas Sumatera Utara