Kajian Performansi Mesin Diesel Stasioner Satu Silinder Menggunakan Katalitik Konverter Dengan Bahan Bakar Campuran Pertadex Dan Biodiesel Biji Karet

(1)

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, B.M., & Salimon J. 2009. Physicochemical Characteristics of Malaysian Rubber (Hevea Brasiliensis) Seed Oil. Eur J Sci Re.

31:437-445.

Arismunandar, Wiranto. 1988. Penggerak Mula Motor Bakar. Institut Teknologi Bandung, Bandung.

Arismunandar, Wiranto. 2002. Motor Diesel Putaran Tinggi. Penerbit : Pradnya Paramita, Jakarta.

Cengel, Y.A. dan Michael A. Boles. 1982. Thermodynamics an Engineering Approach, Mc Graw Hill. Inc, Singapore, h.357-365.

Culp, Archie, W., 1991 . Prinsip – Prinsip Konversi Energi. Cetakan ketiga. Penerbit : Erlangga, Jakarta. Hal. 44.

De Lasa, Hugo & Xu, Charles. 2014. International Journal of Chemical Reactor Engineering. University of Western Ontario, Canada.

Heywod, Jhon, B. 1988. Internal Combustion Engine Fundamentals. McGraw Hill Book Company, New York.

K. C. Taylor. 1984. Automobile Catalytic Converters. Springer-Verlag, Berlin, Heidelberg.

Lotero, dkk. 2005. Synthesis of Biodiesel via Acid Catalysis. Industrial & Engineering Chemistry Research. 44(14):5353-5363.

Martyr, AJ., Plint, MA. 2007. Engine Testing Third Edition. Published by Elsevier Ltd.


(2)

Maleev, V.L. Internal Combustion Engine, Mc Graw Hill Kogakusha Ltd, Tokyo, 1954, h 410-559.

[Kementan] Kementerian Pertanian. 2011. Statistik Direktorat Jenderal Perkebunan. Luas Perkebunan dan Produksi Karet Alam Indonesia

2006-2011. Kementerian Pertanian, Jakarta.

Khovakh, M., 1977. Motor Vehicle Engines. Mir Publisher. USSR, Moscow. Mollenhauer Klaus & Tchoeke Helmut. 2009. Handbook of Diesel Engines.

Springer, Germany.

Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 05 Tahun 2006 Tentang Ambang Batas Emisi Gas Buang.

Pulkrabek, Willard W., Engineering Fundamentals Of The Internal Combustion Engine. Prentice Hall, New Jersey.

Ramadhan, AS., Mulareedharan, C., & Jayaraj, S. 2005. Performance and Emission Evaluation of a Diesel Engine Fueled With Methyl Esters of

Rubber Seed Oil. Renewable Energy. 30:1789 – 1800.

Santoso, H., Inggrid, M., & Witono, JR. 2013. Pembuatan Biodiesel dari Minyak Biji Karet Menggunakan Katalis Berbahan Dasar Gula.

Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Universitas Katolik Parahyangan. Bandung.

Setyawardhani, D.A., dkk. 2010. Pembuatan Biodiesel dari Asam Lemak Jenuh Minyak Biji Karet. Universitas Sebelas Maret, Surakarta.


(3)

Siahaan, S., Setyaningsih, D., & Hariyadi, 2011. Potensi Pemanfaatan Biji Karet (Hevea brasilienis) Sebagai Sumber Energi Alternatif

Biokerosin. Jurnal Teknologi Industri Pertanian, 19 (3), h 145-151.

Suparno, O., Sofyan K., & Aliem MI. 2010. Penentuan Kondisi Terbaik Pengempaan Dalam Produksi Minyak Biji Karet (Hevea brasiliensis)

untuk Penyamakan Kulit. J Tek Ind Pert. 19 (2), h 100-109.

Syahirah, Ira. 2008. Proses Pembuatan Biodiesel dengan Bahan Baku Jatropha Curcas Jarak Pagar.

Tazora, Z. 2011. Peningkatan Mutu Biodiesel Dari Minyak Biji Karet Melalui Pencampuran Dengan Biodiesel Dari Minyak Jarak Pagar [Tesis].

Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Wiza, dkk. 2000. Pemanfaatan Produk Fermentasi Biji Karet dengan Rhizopus Oligosporus dalam Ransum Ayam Broiler. Universitas


(4)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat

Persiapan bahan baku dilakukan di laboratorium Kimia Polimer Fakultas MIPA Universitas Sumatera utara selama lebih kurang 3 bulan. Pengujian performansi dilakukan di Laboratorium Motor Bakar Departemen Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara selama lebih kurang 2 minggu. 3.2 Alat dan Bahan

3.2.1 Alat Pembuatan Biodiesel Biji Karet

Alat yang digunakan dalam pembuatan biodiesel biji karet terdiri dari: 1. Martil

Digunakan untuk memecahkan cangkang biji karet. 2. Oven

Digunakan untuk mengeringkan biji karet agar tidak memiliki kandungan air. 3. Blender

Digunakan untuk menghaluskan biji karet yang telah kering. Biji karet dihaluskan sampai berbentuk berupa tepung.

4. Tabung Kaca

Digunakan sebagai wadah untuk perendaman biji karet yang telah dihaluskan menggunakan n-heksan.


(5)

Gambar 3.1 Tabung Kaca 5. Erlenmeyer

Digunakan sebagai wadah dan tempat mengaduk methanol dengan H2SO4 maupun KOH.

Gambar 3.2 Erlenmeyer 6. Corong Gelas

Digunakan untuk memudahkan cairan masuk saat penuangan.


(6)

7. Kertas Saring

Digunakan untuk menyaring minyak hasil ekstraksi agar kotoran atau endapan tidak terikut.

Gambar 3.4 Kertas Saring 8. Beaker Glass

Digunakan sebagai wadah cairan.

Gambar 3.5 Gelas Beker 9. Labu Leher Tiga

Digunakan sebagai wadah pada proses esterifikasi yaitu proses reaksi minyak mentah biji karet dengan reaktan dan katalis.


(7)

Gambar 3.6 Labu Leher Tiga 10. Refluks Kondensor

Digunakan untuk mengkondensasi uap pada saat reaksi.

Gambar 3.7 Refluks Kondensor 11. Corong Pemisah

Digunakan untuk memisahkan methanol dan gliserol serta air dari biodiesel.


(8)

12. Termometer

Digunakan untuk mengukur temperatur cairan.

Gambar 3.9 Termometer 13. Hotplate Stirrer

Digunakan untuk pemanas dan memiliki medan magnet untuk memutar magnetic stirrer.

Gambar 3.10 Hotplate Stirrer 14. Magnetic Stirrer

Digunakan untuk menghasilkan putaran di dalam labu leher tiga sehingga memberi efek pengadukan.


(9)

Gambar 3.11 Magnetic Stirrer 15. Statif dan Klem

Digunakan untuk mencengkram atau menahan refluks kondensor maupun corong pemisah.

Gambar 3.12 Statif dan Klem 16. Gabus

Digunakan sebagai penutup labu leher tiga untuk menghindari kontaminasi partikel asing saat proses reaksi terjadi.


(10)

17. Pipet Tetes

Digunakan untuk memasukkan H2SO4 ke dalam larutan methanol

Gambar 3.14 Pipet Tetes 18. Selang

Digunakan untuk mengalirkan air ke dalam dan keluar refluks kondensor.

Gambar 3.15 Selang 19. Stopwatch


(11)

Gambar 3.16 Stopwatch 20. Gelas Ukur

Digunakan untuk mengukur volume cairan secara akurat.

Gambar 3.17 Gelas Ukur 21. Piknometer

Digunakan untuk mengukur densitas cairan.


(12)

22. Viskosimeter Ostwald

Digunakan untuk mengukur viskositas cairan.

Gambar 3.19 Viskometer Ostwald 23. Mesin Rotary Evaporator Tekanan Vakum

Digunakan untuk memisahkan minyak mentah biji karet dengan larutan n-heksan dengan menggunakan proses evaporasi.


(13)

3.2.2 Alat Pengujian Performansi Mesin Diesel

Alat yang dipakai dalam pengujian performansi terdiri dari: 1. Mesin Diesel Small engine Test TD111-MKII

Gambar 3.21 Mesin Diesel Small Engine Test TD111-MKII Spesifikasi:

Model : TD111-MKII

Type : ROBIN-FUJI DY3D

Valve Position : Overhead Swept Volume : 230 cm3

Bore : 70 mm

Stroke : 60 mm

Compression Ratio : 21 Number of Cylinder : 1

Max. Speed : 3750 rpm


(14)

2. Engine Smoke meter dan Gas Analyzer yang disambungkan ke Star Gas Analyzer untuk megetahui emisi gas buang motor.

Gambar 3.22 Engine Smoke Meter dan Gas Analyzer Spesifikasi engine Smoke Meter (Opacity)

Model No : HD – 410 Measuring Range : 0.00 – 100% Absorption Coeff : 0.00 – 21.42 m-1

RPM : 0 – 8000 RPM

Oil Temp : 0 - 150oC Operation Temp : -10 – 40oC

Spesifikasi Gas Analyzer (HC dan CO)

Model No : HG – 510

Measuring Range CO : 0.00 – 9.99 %

HC : 0 - 9999 ppm

Operation temperature : 0oC 40oC

Power : 220 V


(15)

3. Katalitik Konverter

Katalitik konverter seperti ditunjukkan pada gambar 3.26 di bawah, berfungsi untuk mengurangi kadar emisi dari mesin diesel. Pengurangan emisi yang diharapkan adalah pengurangan kadar HC, CO dan Opacity

Gambar 3.23 Katalitik Konverter

4. Tec Equpment TD-114

Tec Equipment TD-114 digunakan untuk melihat data keluaran yang akan digunakan untuk perhitungan performansi mesin. Data keluaran yang diambil antara lain; Putaran (rpm), Torsi (Nm), Suhu Exhaust (oC), dan Tekanan Udara (mmH2O). Tec Equipment TD-114 ditunjukkan pada gambar 3.27 di bawah ini:


(16)

Gambar 3.24 Tec Equipment TD-114 3.2.3 Bahan Pembuatan Biodiesel Biji Karet

1. Biji Karet 2. N-HEKSAN

3. Asam Posphat ( H3PO4) 4. Methanol

5. Asam Sulfat (H2SO4) 6. Kalium Hidroksida (KOH) 7. Air

8. Aquadest 9. Phenolptalein

3.2.4 Bahan Pengujian Performansi Mesin Diesel

Bahan yang menjadi objek pengujian ini adalah bahan bakar Pertadex, Pertadex 95% + Biodiesel Biji Karet 5% (B5), Pertadex 90% + Biodiesel Biji Karet 10% (B10), Pertadex 85% + Biodiesel Biji Karet 15% (B15), dan Pertadex 80% + Biodiesel Biji Karet 20% (B20).


(17)

(18)

3.3 Diagram Alir Penelitian

Gambar 3.26 Diagram Alir Penelitian Studi Literatur

Mulai

Persiapan Bahan Baku Biji Karet Persiapan Peralatan

Penelitian Metode, Tempat, dan

Waktu Penelitian

Proses Pembuatan Biodiesel Biji Karet

Pengujian Performansi Mesin Menggunakan Biodiesel Biji Karet

Data Hasil Pengujian

Analisa Data dan Pembahasan

Kesimpulan dan Saran


(19)

3.4 Prosedur Pembuatan Biodiesel

Proses pembuatan biodiesel dari biji karet terdiri dari beberapa tahapan sebagai berikut:

Gambar 3.27 Diagram Alir Pembuatan Biodiesel

1. Pengumpulan Biji Karet

Biji karet yang digunakan sebanyak 60 kg yang diperoleh dari perkebunan biji karet yang terdapat di Kabupaten Muara Bungo, Jambi.

2. Proses Pemecahan

Pemecahan biji karet dilakukan untuk memisahkan daging biji karet dari

cangkangnya. Proses ini dapat dilakukan menggunakan martil / palu. 3. Proses Pengeringan

Biji karet yang telah dipisahkan dari cangkangnya kemudian dikeringkan di dalam oven selama bebrapa hari sampai biji karet menjadi kering.

Biji Pemecahan

Esterifikasi

Cek Kualitas Biodiesel Minyak

Biji Karet Evaporasi

Transesterifikasi Pengujian

FFA Degumming

Biodiesel Biji Karet

Penyaringan Ekstraksi

Penggilingan Pengeringan


(20)

4. Proses Penggilingan

Biji yang telah kering dihaluskan menggunakan blender sampai berbentuk seperti tepung kasar. Blender yang digunakan berupa blender biasa.

5. Proses Ekstraksi

Proses ekstraksi yang digunakan dalam pengolahan biji karet ini merupakan proses maserasi. Maserasi merupakan proses perendaman suatu sampel menggunakan pelarut organik pada temparatur ruangan. Sampel yang digunakan yaitu biji karet yang telah dihaluskan direndam menggunakan pelarut n-heksan di dalam wadah berupa tabung kaca dengan kapasitas 30 liter. Pada proses ekstraksi ini, perbandingan jumlah sampel dan pelarut adalah 1 : 10, yaitu 1 kg biji karet direndam menggunakan 10 liter pelarut n-heksan. Wadah kemudian ditutup rapat untuk mencegah n-heksan agar tidak menguap. Proses perendaman (ekstraksi) dilakukan selama lebih kurang 1 minggu dan dilakukan pengadukan setiap satu atau dua kali sehari. Semakin lama proses ekstraksi maka semakin banyak minyak yang dihasilkan. Proses ekstraksi dapat dilihat pada gambar 3.30 berikut ini:


(21)

Gambar 3.28 Proses Ekstraksi 6. Proses Penyaringan

Minyak yang diperoleh dari hasil ekstraksi kemudian disaring menggunakan kertas saring jenis whatman dengan tujuan agar endapan atau kotoran dari serbuk biji karet tidak terikut. Proses penyaringan dapat dilihat pada gambar 3.31 berikut:


(22)

7. Evaporasi

Proses evaporasi dilakukan dengan tujuan untuk memisahkan minyak mentah biji karet dengan pelarut n-heksan. Prinsip evaporasi sendiri adalah mengubah sebagian atau keseluruhan sebuah pelarut pada suatu larutan dari bentuk cair menjadi uap. Alat yang digunakan pada proses evaporasi ini adalah rotary evaporator bertekanan vakum. Berikut ini ditunjukkan gambar dari proses evaporasi:

Gambar 3.30 Proses Evaporasi

8. Pengujian Kadar Asam Lemak Bebas (Free Fatty Acid / FFA)

Sebelum dilakukan tahapan selanjutnya, perlu diuji terlebih dahulu kadar asam lemak bebas (FFA) dari minyak mentah biji karet. Kadar FFA dari minyak mentah yang akan diolah menjadi biodiesel harus lebih kecil dari 3 % karena kadar FFA yang tinggi akan menyebabkan terjadinya penyabunan pada saat proses transesterifikasi. Langkah-langkah pengujian kadar FFA dari minyak mentah biji karet adalah sebagai berikut:


(23)

 Minyak mentah biji karet sebanyak 20 gr dimasukkan ke dalam erlenmeyer.

Ditambahkan etanol 95 % sebanyak 100 ml.

 Campuran diaduk kuat dan titrasi menggunakan NaOH dengan indikator fenolftalein. Titik akhir tercapai apabila warna larutan berwarna merah jambu dan warna ini bertahan selama 10 detik.

 Dilakukan perhitungan kadar FFA dengan manggunakan rumus sebagai berikut:

Kadar FFA = T x V x BM/berat sampel x 10

Dimana : T = Normalitas Larutan NaOH V = Volume Larutan NaOH terpakai BM = Berat Molekul FFA

 Jika kadar FFA yang diperoleh di atas 3 %, maka dilakukan proses esterifikasi untuk menurunkan kadar FFA dalam minyak mentah biji karet.

9. Degumming

Degumming merupakan suatu proses yang dilakukan dengan tujuan untuk memisahkan fosfatida, kotoran, serta getah yang terdapat dalam minyak mentah biji karet. Proses ini perlu dilakukan karena kandungan getah yang tinggi yng terdapat pada minyak biji karet. Pemisahan biasanya dilakukan dengan penambahan air dan larutan. Untuk hasil yang lebih baik, maka pada proses degumming ini digunakan penambahan larutan berupa asam fosfat (H3PO4). Langkah-langkah kerja pada proses degumming adalah sebagai berikut:


(24)

Ditentukan berat minyak mentah biji karet sebesar X gr.  Ditentukan berat asam fosfat (H3PO4) sebesar 0,3 % dari X.

Minyak biji karet dimasukkan ke dalam beaker glass dan dipanaskan sampai suhu 80o C menggunakan hotplate atau pemanas.

Stirrer dimasukkan agar bekerja sebagai pengaduk.

Asam fosfat dimasukkan secara perlahan ke dalam beaker berisi minyak biji karet.

Stirrer dibiarkan tetap mengaduk dan dibiarkan selama lebih kurang 20 menit.

 Hasil dari proses degumming dimasukkan ke dalam corong pemisah dan di diamkan selama 24 jam.

 Endapan yang terdapat pada bagian bawah corong pemisah dibuang dan minyak biji karet hasil proses degumming dimasukkan ke dalam wadah penyimpanan.

Setelah terjadi nya proses degumming, minyak akan berubah warna menjadi lebih gelap dikarenakan reaksi yang terjadi dengan asam fosfat. Proses degumming ditunjukkan pada gambar 3.33 berikut ini:


(25)

Gambar 3.31 Proses Degumming

10. Esterifikasi

Esterifikasi adalah tahapan dalam pembuatan biodiesel dengan tujuan untuk mengubah asam lemak bebas (FFA) menjadi ester. Kadar FFA yang tinggi di dalam minyak dapat menyebabkan penyabunan ketika dilakukan proses pengubahan minyak kasar menjadi biodiesel. Adapun proses esterifikasi dilakukan sebagai berikut :

Ditentukan berat minyak mentah biji karet sebesar X gr.  Ditentukan berat methanol sebesar MEs* gr.

*MEs = X x 32 x

Ditentukan berat asam sulfat sebesar 1% dari X.

 Asam sulfat dimasukkan ke dalam methanol tetes demi tetes sambil diaduk.


(26)

 Peralatan esterifikasi dirangkai, serta dimasukkan minyak mentah ke dalam labu leher tiga dan dipanaskan hingga mencapai temperatur 65oC.

 Campuran methanol dan asam sulfat dimasukkan ke dalam minyak mentah serta stirrer dinyalakan selama 75 menit dan temperatur operasi dijaga 60oC.

 Methanol dan minyak mentah dipisahkan dengan menggunakan corong pemisah.

 Dilakukan pencucian terhadap minyak mentah yang telah dipisahkan dengan methanol dengan menggunakan air bertemperatur 40oC-50oC.  Minyak mentah hasil pencucian dipanaskan dengan menggunakan

oven bertemperatur 115oC untuk menurunkan kadar air dalam minyak.  Dilakukan pengujian kadar FFA terhadap minyak mentah biji karet.

11. Transesterifikasi

Transesterifikasi adalah pertukaran alkohol dengan suatu ester untuk membentuk ester yang baru. Katalis basa yang populer untuk reaksi transesterifikasi adalah natrium hidroksida (NaOH), kalium hidroksida (KOH), dan kalium metoksida (KOCH3). Pada proses pembuatan biodiesel biji karet ini katalis yang digunakan adalah katalis basa kalium hidroksida (KOH). Reaksi transesterifikasi akan menghasilkan konversi yang maksimum dengan jumlah katalis 0,5-1,5 % berat minyak nabati. Adapun proses transesterifikasi sebagai berikut:


(27)

Berat minyak mentah ditentukan sebesar X gr.  Berat methanol ditentukan sebesar MTE* gr.

MTE = X x 32 x

Berat katalis KOH ditentukan 1% dari X.

 Katalis KOH dimasukkan ke dalam methanol dan diaduk hingga homogen.

 Peralatan transesterifikasi dirangkai, serta dimasukkan minyak mentah ke dalam labu leher tiga dan dipanaskan hingga mencapai temperatur 65oC.

 Campuran Methanol dan katalis KOH dimasukkan ke dalam minyak mentah serta stirrer dinyalakan selama 75 menit dan temperatur operasi dijaga 60oC.

 Minyak dan gliserol dipisahkan dengan menggunakan corong pemisah.

 Dilakukan pencucian terhadap minyak mentah yang telah dipisahkan dengan gliserol dengan menggunakan aquadest bertemperatur 40o C-50oC.

 Minyak mentah hasil pencucian dipanaskan dengan menggunakan oven bertemperatur 115oC untuk menurunkan kadar air dalam minyak.  Dilakukan pengujian kadar ester, viskositas, dan densitas terhadap


(28)

12. Pengujian Kadar Metil Ester

Pengujian kadar metil ester dilakukan untuk menentukan apakah minyak hasil dari transesterifikasi dapat dikategorikan ke dalam metil ester atau biodiesel. Minyak dapat dikategorikan sebagai metil ester apabila kadar ester nya < 96,5 % dan sebagai biodiesel apabila kadar ester nya ≥ 96,5 %. Pengujian kadar ester ini dilakukan dengan metode Gaschromatography di Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS) untuk mendapat hasil yang akurat.

13. Pengujian Viskositas

Viskositas yang tinggi dalam bahan bakar, dapat mempersulit proses pembentukan kabut pada saat atomisasi dan menyebabkan proses pembakaran tidak sempurna. Adapun proses pengujian viskositas sebagai berikut :

 Viskosimeter dikalibrasi dengan air untuk menentukan konstanta viskosimeter.

 Sampel sebanyak 5 ml dimasukkan ke dalam viskosimeter

 Sampel dihisap dengan karet penghisap hingga melewati batas atas viskosimeter

 Sampel dibiarkan mengalir kebawah

 Waktu alir sampel dari batas atas hingga batas bawah dicatat  Pengukuran waktu alur dilakukan sebanyak 3x

 Viskositas sampel dihitung dengan persamaan :

Viskositas sampel = k x s.g x t

Dimana : s.g = densitas sampel/densitas air t = waktu


(29)

14. Pengujian Densitas

Densitas biodiesel dipengaruhi oleh jenis asam lemak penyusun dan kemurniannya. Adapun proses pengujian densitas sebagai berikut:

 Ditimbang piknometer kosong yang kering dan dicatat massanya.  Diisi piknometer dengan air sebanyak 10 ml.

 Ditimbang piknometer yang berisi air dan dicatat massanya. Selisih antara massa piknometer kosong dan piknometer yang berisi air merupakan massa air yang diisi ke dalam piknometer.

 Diisi piknometer dengan sampel sebanyak 10 ml.

 Ditimbang piknometer yang berisi sampel dan dicatat massanya. Selisih antara piknometer kosong dan piknometer yang berisi sampel merupakan massa sampel.

 Dihitung densitas ester dengan persamaan :

3.5 Metode Pengumpulan Data

Data yang dipergunakan dalam pengujian ini meliputi :

1. Data primer, merupakan data yang diperoleh langsung dari pengukuran

dan pembacaan pada unit instrumentasi dan alat ukur pada masing – masing pengujian.


(30)

2. Data sekunder, merupakan data tentang karakteristik bahan bakar yang

digunakan dalam pengujian

3.6 Metode Pengolahan Data

Data yang diperoleh dari hasil pengujian diolah menggunakan rumus yang ada, kemudian hasil dari peritungan disajikan dalam bentuk tabulasi dan grafik.

3.7 Pengamatan dan Tahapan Pengujian

Parameter yang akan ditinjau dalam pengujian ini adalah : 1. Torsi motor ( T )

2. Daya motor ( N )

3. Konsumsi bahan bakar spesifik ( SFC ) 4. Efisiensi Thermal Brake Aktual

5. Effesiens volumetric 6. Heat Loss

7. Persentase Heat Loss 8. Emisi gas buang

Prosedur pengujian dibagi menjadi beberapa tahap, yaitu :

 Pengujian mesin diesel menggunakan bahan bakar Pertamina dex.  Pengujian mesin diesel menggunakan bahan bakar Pertamina dex 95 %


(31)

 Pengujian mesin diesel menggunakan bahan bakar Pertamina dex 90 % + Biodiesel Biji Karet 10% (B10 Biji Karet).

 Pengujian mesin diesel menggunakan bahan bakar Pertamina dex 85 % + Biodiesel Biji Karet 15% (B15 Biji Karet).

 Pengujian mesin diesel menggunakan bahan bakar Pertamina dex 80 % + Biodiesel Biji Karet 20% (B20 Biji Karet).

3.8 Prosedur Pengujian Nilai Kalor Bahan Bakar

Alat yang digunakan dalam pengukuran nilai kalor bahan bakar ini adalah alat uji Bom Kalorimeter.

Peralatan yang digunakan meliputi:

1. Kalorimeter, sebagai tempat air pendingin dan tabung bom. 2. Tabung bom, sebagai tempat pembakaran bahan bakar yang diuji. 3. Tabung gas oksigen.

4. Alat ukur tekanan gas oksigen, untuk mengukur jumlah oksigen yang dimasukkan ke dalam tabung bom.

5. Termometer, dengan akurasi pembacaan skala 0.010C.

6. Elektromotor yang dilengkapi pengaduk untuk mengaduk air pendingin.

7. Spit, untuk menentukan jumlah volume bahan bakar.

8. Pengatur penyalaan (skalar), untuk menghubungkan arus listrik ke tangkai penyala pada tabung bom.


(32)

9. Cawan, untuk tempat bahan bakar di dalam tabung bom.

10. Pinset untuk memasang busur nyala pada tangkai, dan cawan pada dudukannya.

Adapun tahapan pengujian yang dilakukan adalah sebagai berikut :  Mengisi cawan bahan bakar dengan bahan bakar yang akan diuji.  Menggulung dan memasang kawat penyala pada tangkai penyala yang

ada pada penutup bom.

 Menempatkan cawan yang berisi bahan bakar pada ujung tangkai penyala, serta mengatur posisi kawat penyala agar berada tepat diatas permukaan bahan bakar yang berada didalam cawan dengan menggunakan pinset.

 Meletakkan tutup bom yang telah dipasangi kawat penyala dan cawan

berisi bahan bakar pada tabungnya serta dikunci dengan ring “O”

sampai rapat.

 Mengisi bom dengan oksigen (30 bar).

 Mengisi tabung kalorimeter dengan air pendingin sebanyak 1250 ml.  Menempatkan bom yang telah terpasang kedalam tabung kalorimeter.  Menghubungkan tangkai penyala penutup bom ke kabel sumber arus

listrik.

 Menutup kalorimeter dengan penutupnya yang telah dilengkapi dengan pengaduk.

 Menghubungkan dan mangatur posisi pengaduk pada elektromotor.  Menempatkan termometer melalui lubang pada tutup kalorimeter.


(33)

 Menghidupkan elektromotor selama 5 (lima) menit kemudian membaca dan mencatat temperatur air pendingin pada termometer.  Menyalakan kawat penyala dengan menekan saklar.

 Memastikan kawat penyala telah menyala dan putus dengan memperhatikan lampu indikator selama elektromotor terus bekerja.  Membaca dan mencatat kembali temperatur air pendingan setelah 5

(lima) menit dari penyalaan berlangsung.

 Mematikan elektromotor pengaduk dan mempersiapkan peralatan untuk pengujian berikutnya.

 Mengulang pengujian sebanyak 5 (lima) kali berturut-turut.

3.9 Prosedur Pengujian Performansi Mesin Diesel

Prosedur pengujian performansi motor dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut :

 Kalibrasi Instrumentasi mesin diesel sebelum digunakan

 Mengoperasikan mesin dengan cara memutar poros engkol mesin, kemudian memanaskan mesin selama 10 - 15 menit.

 Mengatur putaran mesin pada 1800 rpm menggunakan tuas kecepatan dan melihat data analog pada instrument.


(34)

 Mengamati konsumsi bahan bakar yang diuji pada tabung kuantitas 8 ml.

 Mencatat hasil pengujian yang meliputi torsi, tekanan udara manometer, temperatur gas buang, dan waktu yang diperlukan untuk menghabiskan bahan bakar sebanyak 8 ml.

 Mengulang pengujian dengan menggunakan variasi bahan bakar, beban statis (3,5 kg dan 4,5 kg), serta putaran yang berbeda (1800 rpm, 2000 rpm, 2200 rpm, 2400 rpm, 2600 rpm, 2800 rpm).


(35)

Gambar 3.32 Diagram Alir Pengujian Performansi Mesin Mulai

Kalibrasi instrumentasi mesin diesel

 Bahan bakar ditimbang dahulu sebelum digunakan  Putaran mesin: n rpm

 Beban: 3,5 dan 4,5 kg

 Mencatat torsi, temperatur exhaust, dan tekanan udara masuk

 Mencatat waktu yang habis terpakai untuk pemakaian 8 ml bahan bakar

Mengulang pengujian dengan beban dan putaran yang berbeda

Menganalisa data hasil pengujian

Kesimpulan


(36)

3.10 Prosedur Pengujian Emisi Gas Buang

Pengujian emisi gas buang yang dilakukan dalam penelitian ini menggunakan alat otc tecnotest smokemeter. Selain itu dalam pengujian ini juga digunakan alat katalitic konverter untuk membandingkan hasil emisi gas buang tanpa menggunakan Katalitik Konverter pada pengujian sebelumnya. Prosedur pengujian adalah sebagai berikut :

 Pemasangan katalitik konverter pada mesin diesel.

 Menyiapkan perangkat alat uji emisi gas buang (Opacity, HC, dan CO)

 Menyambungkan perangkat uji emisi HESBON.  Tekan tombol power yang ada di belakang alat.

 Tekan tombol select sampai muncul “ready code smoke meter”.

 Pasang probe tester ke ujung knalpot mesin dan tunggu sampai datanya stabil dan kemudian print hasil pengujian.

 Mengulang pengujian dengan variasi bahan bakar, beban statis, dan putaran yang berbeda.


(37)

Gambar 3.33 Diagram Alir Pengujian Emisi Gas Buang Mulai

Pemasangan katalitik konveter pada mesin diesel

Menyambungkan perangkat uji emisi HESBON

 Tekan tombol power yang ada di bagian belakang alat

 Tekan tombol select sampai muncul

“Ready code smokemeter”

Pasang probe tester ke ujung knalpot mesin dan tunggu sampai datanya stabil dan kemudian

print hasil pengujian

Mengulang pengujian dengan beban dan putaran yang berbeda

Menganalisa data hasil pengujian

Kesimpulan


(38)

BAB IV

HASIL DAN ANALISA PENGUJIAN

4.1 Hasil Pengujian Nilai Kalor

Nilai kalor bahan bakar didapat dengan melihat perbedaan suhu air sebelum dan sesudah proses pengeboman bahan bakar berlangsung, atau dapat dituliskan dalam persamaan :

HHV = (T2 - T1 - Tkp) x Cv dimana:

HHV = High Heating Value (Nilai Kalor Atas) T2 = Suhu air setelah penyalaan (oC)

T1 = Suhu air sebelum penyalaan (oC)

Tkp = Kenaikan temperatur akibat kawat penyala (0,05oC) Cv = Panas jenis bom kalorimeter (73529,6 kj/kgoC)

Untuk mencari nilai netto kalori bahan bakar digunakan nilai LHV (Low Heating Value) dari bahan bakar dapat diperoleh melalui persamaan :

LHV = HHV – 3240 kj/kgoC Pada pengujian pertama bahan bakar Pertadex diperoleh : T1 = 25,21 oC

T2 = 26,09 oC, maka :

HHV (Pertadex) = (T2 - T1 - Tkp) x Cv

= (26,09oC 25,21oC 0,05oC) x 73529,6 kj/kg oC = 61029,6 kj/kg


(39)

LHV (Pertadex) = HHV – 3240 kj/kgoC = 57789,6 kj/kg

Cara perhitungan yang sama dilakukan untuk pengujian kedua sampai pengujian kelima sehingga akan diperoleh nilai kalor bahan bakar seperti tabel berikut ini :

Tabel 4.1 Nilai Kalor Bahan Bakar Bahan

Bakar Pengujian

Temperatur

HHV (Kj/Kg) LHV (Kj/Kg) LHV rata-rata (Kj/kg) T1oC T2oC

Pertamina Dex

1 25,21 26,09 61.029,6 57.789,6

56.466,0352 2 26,29 27,12 57.353,1 54.113,1

3 27,52 28,39 60.294,3 57.054,3 4 28,50 29,38 61.029,6 57.789,6 5 25,25 26,10 58.823,7 55.583,7

B5 Biji Karet

1 26,69 27,59 62.500,2 59.260,2

53.818,9696 2 27,66 28,43 52.941,3 49.701,3

3 28,42 29,19 52.941,3 49.701,3 4 29,23 30,10 60.294,3 57.054,3 5 30,03 30,85 56.617,8 53.377,8

B10 Biji Karet

1 25,67 26,41 50.735,4 47.495,4

51.318,9632 2 26,80 27,63 57.353,1 54.113,1

3 25,31 26,13 56.617,8 53.377,8 4 26,08 26,86 53.676,6 50.436,6 5 26,79 27,58 54.411,9 51.171,9

B15 Biji Karet

1 26,29 27,02 50.000,1 46.760,1

47.348,3648 2 27,10 27,83 50.000,1 46.760,1

3 27,88 28,58 47.794,2 44.554,2 4 28,18 28,95 52.941,3 49.701,3 5 28,85 29,61 52.206,0 48.966,0

B20 Biji Karet

1 25,45 26,19 50.735,4 47.495,4

46.024,8320 2 26,40 27,18 53.676,6 50.436,6

3 27,48 28,22 50.735,4 47.495,4 4 28,25 28,92 45.588,4 42.348,4 5 28,78 29,45 45.588,4 42.348,4


(40)

4.2 Hasil Pengujian Performansi Mesin Diesel

Pengujian performansi dilakukan pada mesin diesel satu silinder TecQuipment TD 111 dan data hasil pengujian diperoleh melalui pembacaan langsung pada instrumentasi TecQuipment TD 114 dan TecQuipment TD 115.

Data yang diperoleh dari pengujian performansi motor bakar diesel, antara lain: a. Putaran (rpm) akan diperoleh melalui tachometer

b. Torsi (Nm) akan diperoleh melalui torquemeter

c. Tinggi kolom udara (mmH2O) akan diperoleh melalui air flow manometer d. Temperatur gas buang (oC) akan diperoleh melalui exhaust temperature

meter

e. Waktu untuk menghabiskan 100 mL bahan bakar (s) akan diperoleh melalui stopwatch.

Hasil pengujian performansi pada mesin diesel satu silinder TecQuipment TD 111 ditunjukkan pada tabel berikut :

Tabel 4.2 Data Pengujian Performansi Menggunakan Pertadex Beban

Statis (kg)

Putaran Mesin ( rpm)

Torsi (Nm) tf(s)

Tekanan Udara Masuk (mmH2O)

Te (oC)

3,5

1800 4,8 145 11 90

2000 5,0 126 13 100

2200 5,2 107 15 110

2400 5,5 91 17 120

2600 5,7 82 18,5 140


(41)

4,5

1800 10,5 140 10,5 95

2000 10,6 123 13 100

2200 10,8 101 16,5 120

2400 11,0 92 18 135

2600 11,2 80 19 145

2800 11,3 74 21 160

Tabel 4.3 Data Pengujian Performansi Menggunakan B5 Biji Karet Beban Statis

(kg)

Putaran Mesin ( rpm)

Torsi (Nm) tf(s)

Tekanan Udara Masuk (mmH2O)

Te (oC)

3,5

1800 4,2 151 10 100

2000 4,5 131 12 110

2200 5,1 113 15 125

2400 5,3 100 16,5 150

2600 5,5 91 18 160

2800 5,7 79 20 180

4,5

1800 9,6 145 10 110

2000 10,0 128 12 120

2200 10,5 110 15 130

2400 10,7 98 16,5 150

2600 10,8 86 19 165

2800 10,9 75 20,5 180

Tabel 4.4 Data Pengujian Performansi Menggunakan B10 Biji Karet Beban Statis

(kg)

Putaran Mesin ( rpm)

Torsi

(Nm) tf(s)

Tekanan Udara Masuk (mmH2O)

Te (oC)

3,5

1800 3,5 155 9 90

2000 3,6 132 10,5 100

2200 3,7 118 12 110

2400 3,9 102 14,5 130

2600 4,2 92 16 140


(42)

4,5

1800 8,7 151 9 95

2000 8,8 130 10,5 105

2200 9,0 113 12 115

2400 9,1 98 14 130

2600 9,2 90 16 140

2800 9,5 76 17,5 150

Tabel 4.5 Data Pengujian Performansi Menggunakan B15 Biji Karet Beban Statis

(kg)

Putaran Mesin ( rpm)

Torsi

(Nm) tf(s)

Tekanan Udara Masuk (mmH2O)

Te (oC)

3,5

1800 3,1 160 8 90

2000 3,3 135 9 100

2200 3,5 122 10,5 115

2400 3,7 105 11,5 120

2600 3,9 94 13 135

2800 4,1 82 14,5 150

4,5

1800 9,0 152 8 95

2000 9,1 134 9 100

2200 9,2 115 10,5 110

2400 9,3 100 12,5 120

2600 9,5 91 14 130

2800 9,6 80 15,5 150

Tabel 4.6 Data Pengujian Performansi Menggunakan B20 Biji Karet Beban Statis

(kg)

Putaran Mesin ( rpm)

Torsi

(Nm) tf(s)

Tekanan Udara Masuk (mmH2O)

Te (oC)

3,5

1800 2,7 165 7,5 90

2000 2,8 137 9 100

2200 3,0 122 10 105

2400 3,2 108 11,5 125

2600 3,5 95 12 135


(43)

4,5

1800 7,7 154 7,5 95

2000 7,9 135 8,5 105

2200 8,7 116 9,5 110

2400 8,8 103 11 125

2600 9,3 92 12,5 150

2800 9,5 80 13,5 170

4.2.1 Daya Ideal

Besarnya daya ideal yang terjadi pada masing-masing pengujian dengan menggunakan variasi beban dan putaran dihitung dengan menggunakan persamaan berikut :

PBi = T

Dimana : PBi = Daya Ideal (kW)

N = Putaran Mesin (rpm) T = Torsi (Nm)

Untuk pengujian Pertadex pada pembebanan statis 3,5 kg dan putaran 1800 rpm diperoleh :

Daya Ideal PBi = T

= 4,8 Nm

= 905,1429 W = 0,9051 kW


(44)

Dengan cara perhitungan yang sama untuk masing-masing pengujian pada setiap variasi bahan bakar, pembebanan statis, dan putaran mesin, dapat diketahui besarnya daya ideal yang ditunjukkan pada tabel berikut ini :

Tabel 4.7 Data Perhitungan Daya Ideal BEBAN PUTARAN

MESIN

DAYA IDEAL (kW)

PERTADEX B5 BIJI KARET B10 BIJI KARET B15 BIJI KARET B20 BIJI KARET

3.5 Kg 1800 0,9051 0,7920 0,6600 0,5846 0,5091

2000 1,0476 0,9429 0,7543 0,6914 0,5867

2200 1,1985 1,1754 0,8528 0,8067 0,6914

2400 1,3829 1,3326 0,9806 0,9303 0,8046

2600 1,5526 1,4981 1,1440 1,0623 0,9533

2800 1,7013 1,6720 1,2907 1,2027 1,0560

4.5 Kg 1800 1,9800 1,8103 1,6406 1,6971 1,4520

2000 2,2210 2,0952 1,8438 1,9067 1,6552

2200 2,4891 2,4200 2,0743 2,1204 2,0051

2400 2,7657 2,6903 2,2880 2,3383 2,2126

2600 3,0507 2,9417 2,5059 2,5876 2,5331

2800 3,3147 3,1973 2,7867 2,8160 2,7867

 Pada pembebanan statis 3,5 kg, daya ideal tertinggi diperoleh pada pengujian mesin menggunakan Pertadex dengan putaran 2800 rpm yaitu sebesar 1,7013 kW, sedangkan daya ideal terendah diperoleh pada pengujian mesin menggunakan B20 biji karet dengan putaran 1800 rpm yaitu sebesar 0,5091 kW.

 Pada pembebanan statis 4,5 kg, daya ideal tertinggi diperoleh pada pengujian mesin menggunakan Pertadex dengan putaran 2800 rpm yaitu sebesar 3,3147 kW, sedangkan daya ideal terendah diperoleh pada


(45)

pengujian mesin menggunakan B20 biji karet dengan putaran 1800 rpm yaitu sebesar 1,4520 kW.

Daya ideal tertinggi diperoleh pada pengujian mesin menggunakan Pertadex dengan beban statis 4,5 kg dan putaran 2800 rpm yaitu sebesar 3,3147 kW, sedangkan daya ideal terendah diperoleh pada pengujian mesin menggunakan B20 biji karet dengan beban statis 3,5 kg dan putaran 1800 rpm yaitu sebesar 0,5091 kW.

Perbandingan besarnya daya ideal untuk masing-masing pengujian pada setiap variasi pembebanan statis dan putaran mesin dapat dilihat pada gambar berikut ini :


(46)

Gambar 4.2 Grafik Daya Ideal vs Putaran Mesin Beban 4,5 kg

4.2.2 Air Fuel Ratio (AFR)

Air Fuel Ratio atau perbandingan campuran udara dengan bahan bakar yang terbakar pada silinder mesin dari masing-masing pengujian dapat diperoleh dengan menggunakan persamaan berikut :

AFR =

Dimana: = Laju aliran massa udara (kg/jam)

= Laju aliran massa bahan bakar (kg/jam)

Besarnya laju aliran massa udara diperoleh dengan cara memasukkan data pembacaan air flow manometer ke dalam kurva viscous flow meter calibration.


(47)

Pada pengujian ini, dianggap tekanan udara sebesar 101 kPa dan temperatur ambien (Ta) sebesar 27 oC, sedangkan kurva viscous flow meter

calibration dioperasikan dalam kondisi pengujian tekanan udara sebesar 101,3 kPa dan temperatur ambien 20 oC, maka besar laju aliran massa udara yang diperoleh harus dikalikan dengan faktor koreksi sebagai berikut :


(48)

Pada pengujian menggunakan Pertadex dengan pembebanan statis 3,5 kg dan putaran 1800 rpm, pembacaan manometer menunjukkan tekanan udara masuk 11 mmH2O. Setelah menggunakan interpolasi pada kurva viscous flow meter

calibration, laju aliran massa udara yang didapat dikalikan dengan faktor koreksi (Cf = 0,946531125) dan diperoleh laju aliran massa udara ( untuk pembacaan manometer 11 mmH2O sebesar 11,595 kg/jam.

Selanjutnya dilakukan perhitungan untuk mendapatkan laju aliran bahan bakar pada masing-masing variasi campuran bahan bakar dengan menggunakan data pengujian waktu untuk menghabiskan 8 ml bahan bakar.

Besarnya laju aliran bahan bakar ( ) diperoleh dengan menggunakan persamaan sebagai berikut :

=

Dimana : sgf = Spesific gravity bahan bakar diesel = 0,8624

tf = Waktu untuk menghabiskan 8 ml bahan bakar (detik)

Maka diperoleh laju aliran bahan bakar :


(49)

Dengan cara yang sama seperti perhitungan di atas, maka diperoleh nilai laju aliran massa udara ( ) dan laju aliran massa bahan bakar ( ) untuk masing-masing pengujian yang ditunjukkan pada tabel berikut ini :

Tabel 4.8 Laju Aliran Massa Udara Beban

Statis (kg)

Putaran Mesin

(rpm) Pertadex B5 biji karet B10 biji karet B15 biji karet B20 biji karet

3,5

1800 11,5950 10,6485 9,7019 8,7554 8,2822 2000 13,4881 12,5415 11,1217 9,7019 9,7019 2200 15,3811 15,3811 12,5415 11,1217 10,6485 2400 17,2742 16,8009 14,9079 12,0683 12,0683 2600 18,6940 18,2207 16,3277 13,4881 12,5415 2800 21,0603 20,1138 17,7475 14,9079 13,9614

4,5

1800 11,1217 10,6485 9,7019 8,7554 8,2822 2000 13,4881 12,5415 11,1217 9,7019 9,2287 2200 16,8009 15,3811 12,5415 11,1217 10,1752 2400 18,2207 16,8009 14,4346 13,0148 11,5950 2600 19,1673 19,1673 16,3277 14,4346 13,0148 2800 21,0603 20,5871 17,7475 15,8544 13,9614

Tabel 4.9 Laju Aliran Massa Bahan Bakar Beban

Statis (kg)

Putaran Mesin

(rpm) Pertadex B5 biji karet B10 biji karet B15 biji karet B20 biji karet

3,5

1800 0,1713 0,1645 0,1602 0,1552 0,1505 2000 0,1971 0,1896 0,1882 0,1840 0,1813 2200 0,2321 0,2198 0,2105 0,2036 0,2036 2400 0,2729 0,2484 0,2435 0,2365 0,2300 2600 0,3029 0,2729 0,2700 0,2642 0,2614 2800 0,3226 0,3144 0,3029 0,3029 0,2822


(50)

4,5

1800 0,1774 0,1713 0,1645 0,1634 0,1613 2000 0,2019 0,1940 0,1911 0,1854 0,1840 2200 0,2459 0,2258 0,2198 0,2160 0,2141 2400 0,2700 0,2534 0,2534 0,2484 0,2411 2600 0,3105 0,2888 0,2760 0,2729 0,2700 2800 0,3356 0,3312 0,3268 0,3105 0,3105

Dengan diperolehnya laju aliran udara dan laju aliran bahan bakar, maka dapat dihitung besarnya AFR.

AFR =

=

= 67,692

Dengan cara perhitungan yang sama untuk setiap pengujian maka diperoleh nilai AFR yang ditampilkan pada tabel berikut ini :

Tabel 4.10 Hasil Pengujian AFR Bahan Bakar BEBAN PUTARAN

MESIN

AFR

PERTADEX B5 BIJI KARET B10 BIJI KARET B15 BIJI KARET B20 BIJI KARET

3.5 Kg 1800 67,6920 64,7387 60,5465 56,4021 55,0207 2000 68,4258 66,1484 59,1077 52,7340 53,5153 2200 66,2628 69,9785 59,5841 54,6298 52,3055 2400 63,2904 67,6443 61,2229 51,0193 52,4770 2600 61,7184 66,7583 60,4800 51,0478 47,9702 2800 65,2911 63,9764 58,5935 49,2184 49,4662


(51)

4.5 Kg 1800 62,6900 62,1663 58,9840 53,5820 51,3526 2000 66,7966 64,6336 58,2121 52,3434 50,1617 2200 68,3208 68,1207 57,0593 51,4953 47,5225 2400 67,4919 66,2914 56,9547 52,4006 48,0847 2600 61,7376 66,3679 59,1652 52,8865 48,2086 2800 62,7473 62,1662 54,3062 51,0668 44,9693

 Pada pembebanan statis 3,5 kg, AFR tertinggi diperoleh pada pengujian mesin menggunakan B5 biji karet dengan putaran 2200 rpm yaitu sebesar 69,9785, sedangkan AFR terendah diperoleh pada pengujian mesin menggunakan B20 biji karet dengan putaran 2600 rpm yaitu sebesar 47,9702.

 Pada pembebanan statis 4,5 kg, AFR tertinggi diperoleh pada pengujian mesin menggunakan Pertadex dengan putaran 2200 rpm yaitu sebesar 68,3208, sedangkan AFR terendah diperoleh pada pengujian mesin menggunakan B20 biji karet dengan putaran 2800 rpm yaitu sebesar 44,9693.

AFR tertinggi diperoleh pada pengujian mesin menggunakan B5 biji karet dengan beban statis 3,5 kg dan putaran 2200 rpm yaitu sebesar 69,9785, sedangkan AFR terendah diperoleh pada pengujian mesin menggunakan B20 biji karet dengan beban statis 4,5 kg dan putaran 2800 rpm yaitu sebesar 44,9693.

Perbandingan besarnya AFR untuk masing-masing pengujian pada setiap variasi pembebanan statis dan putaran mesin dapat dilihat pada gambar berikut :


(52)

Gambar 4.4 Grafik AFR vs Putaran Mesin Beban 3,5 kg


(53)

Semakin tinggi laju aliran massa udara yang masuk ke dalam mesin, semakin tinggi pula AFR yang terjadi. Sebaliknya, semakin tinggi laju aliran massa bahan bakar yang masuk ke dalam mesin, semakin rendah pula AFR yang terjadi. AFR menentukan kondisi campuran ideal pembakaran antara udara dan bahan bakar sehingga mesin bisa beroperasi. Rentang normal AFR pada mesin berpenyalaan kompresi adalah 18-70, oleh karena itu AFR yang terjadi pada pengujian masih berada di batas normal operasi mesin berpenyalaan kompresi. 4.2.3 Efisiensi Volumetris

Besarnya efisiensi volumetris dari setiap pengujian dapat dihitung dengan persamaan berikut ini :

Efisiensi volumetris (ηv) =

Dimana : = Laju aliran massa udara (kg/jam)

N = Putaran mesin (rpm)

a = Densitas udara (kg/m3) = 1,181 kg/m3

= Volume langkah torak (m3) = 0,00023 m3 [berdasarkan spesifikasi mesin]

Pada pengujian menggunakan Pertadex dengan pembebanan statis 3,5 kg dan putaran mesin 1800 rpm diperoleh efisiensi volumetris mesin sebesar :


(54)

=

= 0,790495

= 79,0495 %

Dengan cara perhitungan yang sama untuk masing-masing pengujian dengan setiap variasi pembebanan, putaran mesin dan bahan bakar maka diperoleh nilai efisiensi volumetris mesin yang ditampilkan pada tabel berikut ini :

Tabel 4.11 Data Efisiensi Volumetris Mesin

BEBAN PUTARAN MESIN

EFISIENSI VOLUMETRIS (%)

PERTADEX B5 BIJI KARET B10 BIJI KARET B15 BIJI KARET B20 BIJI KARET

3.5 Kg 1800 79,0495 72,5967 66,1435 59,6905 56,4640 2000 82,7602 76,9521 68,2405 59,5291 59,5291 2200 85,7957 85,7957 69,9565 62,0368 59,3973 2400 88,3258 85,9058 76,2263 61,7072 61,7072 2600 88,2328 85,9989 77,0642 63,6617 59,1939 2800 92,3012 88,1530 77,7822 65,3368 61,1886 4.5 Kg 1800 75,8228 72,5967 66,1435 59,6905 56,4640 2000 82,7602 76,9521 68,2405 59,5291 56,6253 2200 93,7154 85,7957 69,9565 62,0368 56,7572 2400 93,1654 85,9058 73,8065 66,5468 59,2871 2600 90,4667 90,4667 77,0642 68,1291 61,4278 2800 92,3012 90,2271 77,7822 69,4853 61,1886

 Pada pembebanan statis 3,5 kg, efisiensi volumetris tertinggi diperoleh pada pengujian mesin menggunakan Pertadex dengan putaran 2800 rpm yaitu sebesar 92,3012 %, sedangkan efisiensi volumetris terendah


(55)

diperoleh pada pengujian mesin menggunakan B20 biji karet dengan putaran 1800 rpm yaitu sebesar 56,4640 %.

 Pada pembebanan statis 4,5 kg, efisiensi volumetris tertinggi diperoleh pada pengujian mesin menggunakan Pertadex dengan putaran 2200 rpm yaitu sebesar 93,7154 %, sedangkan efisiensi volumetris terendah diperoleh pada pengujian mesin menggunakan B20 biji karet dengan putaran 1800 rpm yaitu sebesar 56,4640 %.

Efisiensi volumetris tertinggi diperoleh pada pengujian mesin menggunakan Pertadex dengan beban statis 4,5 kg dan putaran 2200 rpm yaitu sebesar 93,7154 %, sedangkan efisiensi volumetris terendah diperoleh pada pengujian mesin menggunakan B20 biji karet dengan putaran 1800 rpm di kedua variasi pembebanan yaitu sebesar 56,4640 %.

Perbandingan besarnya efisiensi volumetris untuk masing-masing pengujian pada setiap variasi pembebanan statis dan putaran mesin dapat dilihat pada gambar berikut :


(56)

Gambar 4.7 Grafik Efisiensi Volumetris vs Putarn Mesin Beban 4,5 kg Efisiensi volumetris berbanding lurus terhadap laju aliran massa udara, dan berbanding terbalik terhadap putaran mesin, densitas udara, dan kapasitas mesin. Semakin tinggi laju aliran massa udara, maka semakin tinggi pula efisiensi volumetris dari mesin tersebut. Dalam pengujian, densitas udara dan kapasitas mesin di uji dalam nilai yang sama, oleh karena itu perubahan putaran mesin dan laju aliran massa udara lah yang memiliki pengaruh terhadap nilai efisiensi volumetris yang terjadi. Semakin tinggi putaran mesin dan laju aliran massa udara akan berpengaruh terhadap efisiensi volumetris yang dihasilkan.

4.2.4 Daya Aktual

Daya aktual mesin (PBa) dapat dihitung dengan menggunakan persamaan


(57)

PBa

= PBi

x

η

v

x η

m

Dimana :

PBi

= Daya Ideal (kW)

η

v = Efisiensi voumetris

η

m = Efisiensi mekanis = 0,75 – 0,95 [untuk perhitungan ini digunakan 0,75]

Untuk pengujian menggunakan bahan bakar Pertadex dengan pembebanan 3,5 kg dan putaran 1800 rpm maka diperoleh daya aktual sebesar :

PBa

=

PBi

η

v

x η

m

= 0,9051 x 0,790495 x 0,75 = 0,5366 kW

Dengan cara perhitungan yang sama untuk setiap pengujian, maka diperoleh daya aktual mesin yang ditampilkan pada tabel berikut ini :

Tabel 4.12 Data Perhitungan Daya Aktual

BEBAN PUTARAN MESIN

DAYA AKTUAL (kW)

PERTADEX B5 BIJI KARET B10 BIJI KARET B15 BIJI KARET B20 BIJI KARET

3.5 Kg 1800 0,5366 0,4312 0,3274 0,2617 0,2156

2000 0,6503 0,5442 0,3860 0,3087 0,2619

2200 0,7712 0,7564 0,4474 0,3753 0,3080

2400 0,9161 0,8586 0,5606 0,4305 0,3724

2600 1,0274 0,9663 0,6612 0,5072 0,4232


(58)

4.5 Kg 1800 1,1260 0,9857 0,8138 0,7598 0,6149

2000 1,3785 1,2092 0,9437 0,8513 0,7030

2200 1,7495 1,5572 1,0883 0,9866 0,8535

2400 1,9325 1,7333 1,2665 1,1670 0,9838

2600 2,0699 1,9960 1,4484 1,3222 1,1670

2800 2,2946 2,1636 1,6256 1,4675 1,2788

 Pada pembebanan statis 3,5 kg, daya aktual tertinggi diperoleh pada pengujian mesin menggunakan Pertadex dengan putaran 2800 rpm yaitu sebesar 1,1778 kW, sedangkan daya aktul terendah diperoleh pada pengujian mesin menggunakan B20 biji karet dengan putaran 1800 rpm yaitu sebesar 0,2156 kW.

 Pada pembebanan statis 4,5 kg, daya aktual tertinggi diperoleh pada pengujian mesin menggunakan Pertadex dengan putaran 2800 rpm yaitu sebesar 2,2946 kW, sedangkan daya aktual terendah diperoleh pada pengujian mesin menggunakan B20 biji karet dengan putaran 1800 rpm yaitu sebesar 0,6149 kW.

Daya aktual tertinggi diperoleh pada pengujian mesin menggunakan Pertadex dengan beban statis 4,5 kg dan putaran 2800 rpm yaitu sebesar 2,2946 kW, sedangkan daya aktual terendah diperoleh pada pengujian mesin menggunakan B20 biji karet dengan beban statis 3,5 kg dan putaran 1800 rpm yaitu sebesar 0,2156 kW.

Perbandingan besarnya daya aktual untuk masing-masing pengujian pada setiap variasi pembebanan statis dan putaran mesin dapat dilihat pada gambar berikut ini :


(59)

Gambar 4.8 Grafik Daya Aktual vs Putaran Mesin Beban 3,5 kg


(60)

Daya aktual yang terjadi pada mesin dipengaruhi oleh daya ideal dan efisiensi volumetris mesin. Semakin tinggi daya ideal dan efisiensi volumetris maka daya aktual juga akan semakin tinggi. Grafik daya aktual yang terjadi tidak jauh berbeda dengan grafik daya ideal sebelumnya, dimana daya ideal dan daya aktual tertinggi diperoleh pada penggunaan Pertadex yang disebabkan oleh torsi paling tinggi didapat pada pengujian Pertadex.

4.2.5 Efisiensi Thermal Aktual

Efisiensi termal aktual (

η

Ba) yang terjadi pada masing-masing pengujian dapat dihitung menggunakan persamaan berikut ini:

η

Ba

=

η

m Dimana :

PBa

= Daya aktual (kW)

= Laju aliran massa bahan bakar (kg/jam)

LHV = Nilai kalor bahan bakar (kJ/kg)

η

m = Efisiensi mekanis (0,75)

Untuk pengujian menggunakan bahan bakar Pertadex dengan pembebanan 3,5 kg dan putaran 1800 rpm maka diperoleh efisiensi termal aktual sebesar :

η

Ba =

η

m


(61)

= 0,149803 = 14,9803 %

Dengan cara perhitungan yang sama untuk masing-masing pengujian pada setiap variasi bahan bakar, pembebanan statis, dan putaran mesin, dapat diketahui besarnya efisiensi termal aktual yang ditunjukkan pada tabel berikut ini :

Tabel 4.13 Data Efisiensi Termal Aktual Mesin BEBAN PUTARAN

MESIN

EFISIENSI TERMAL AKTUAL (%)

PERTADEX B5 BIJI KARET B10 BIJI KARET B15 BIJI KARET B20 BIJI KARET

3.5 Kg 1800 14,9803 13,1525 10,7500 9,6135 8,4029

2000 15,7737 14,3988 10,7944 9,5682 8,4757

2200 15,8860 17,2635 11,1836 10,5129 8,8758 2400 16,0488 17,3421 12,1124 10,3791 9,4985 2600 16,2193 17,7608 12,8858 10,9463 9,4968 2800 17,4592 17,6396 13,0784 11,0952 10,0728 4.5 Kg 1800 30,3480 28,8683 26,0319 26,5146 22,3661 2000 32,6439 31,2646 25,9865 26,1895 22,4149 2200 34,0188 34,5989 26,0508 26,0483 23,3860 2400 34,2284 34,3111 26,2919 26,7944 23,9346 2600 31,8794 34,6718 27,6125 27,6244 25,3597 2800 32,6901 32,7774 26,1713 26,9547 24,1645

 Pada pembebanan statis 3,5 kg, efisiensi termal aktual tertinggi diperoleh pada pengujian mesin menggunakan B5 biji karet dengan putaran 2600 rpm yaitu sebesar 17,7608%, sedangkan efisiensi termal aktual terendah diperoleh pada pengujian mesin menggunakan B20 biji karet dengan putaran 1800 rpm yaitu sebesar 8,4029 %.


(62)

 Pada pembebanan statis 4,5 kg, efisiensi termal aktual tertinggi diperoleh pada pengujian mesin menggunakan B5 biji karet dengan putaran 2600 rpm yaitu sebesar 34,6718 %, sedangkan efisiensi termal aktual terendah diperoleh pada pengujian mesin menggunakan B20 biji karet dengan putaran 1800 rpm yaitu sebesar 22,3661 %.

Efisiensi termal aktual tertinggi diperoleh pada pengujian mesin menggunakan B5 biji karet dengan beban statis 4,5 kg dan putaran 2600 rpm yaitu sebesar 34,6718 %, sedangkan efisiensi termal aktual terendah diperoleh pada pengujian mesin menggunakan B20 biji karet dengan beban statis 3,5 kg dan putaran 1800 rpm yaitu sebesar 8,4029 %.

Perbandingan besarnya efisiensi termal aktual untuk masing-masing pengujian pada setiap variasi pembebanan statis dan putaran mesin dapat dilihat pada gambar berikut :


(63)

Gambar 4.11 Grafik Efisiensi Termal Aktual vs Putaran Mesin Beban 4,5 kg Efisiensi termal aktual dipengaruhi oleh daya aktual, laju aliran massa bahan bakar dan nilai kalor bahan bakar. Semakin rendah nilai kalor bahan bakar yang diuji, maka semakin tinggi pula efisiensi termal aktual yang terjadi pada mesin. Laju aliran bahan bakar juga mempengaruhi efisiensi termal aktual yang terjadi pada mesin, semakin tinggi laju aliran massa bahan bakar, semakin rendah efisiensi termal aktual mesin.

4.2.6 Konsumsi Bahan Bakar Spesifik (SFC)

Besarnya konsumsi bahan bakar spesifik untuk setiap pengujian dapat dihitung menggunakan persamaan berikut ini :

SFC =

Dimana : = Laju aliran massa bahan bakar (kg/jam)


(64)

Untuk pengujian menggunakan bahan bakar Pertadex dengan pembebanan 3,5 kg dan putaran 1800 rpm maka diperoleh SFC sebesar :

SFC =

=

= 319,1946 gr/kWh

Dengan cara perhitungan yang sama untuk masing-masing pengujian pada setiap variasi bahan bakar, pembebanan statis, dan putaran mesin, dapat diketahui besarnya SFC yang ditunjukkan pada tabel berikut ini :

Tabel 4.14 Konsumsi Bahan Bakar Spesifik BEBAN PUTARAN

MESIN

SFC (gr/kWh)

PERTADEX B5 BIJI KARET B10 BIJI KARET B15 BIJI KARET B20 BIJI KARET

3.5 Kg 1800 319,1946 381,4353 489,4150 593,1676 698,1436 2000 303,1407 348,4194 487,4027 595,9767 692,1471 2200 300,9962 290,6026 470,4380 542,4210 660,9461 2400 297,9432 289,2858 434,3660 549,4124 617,6120 2600 294,8116 282,4662 408,2944 520,9456 617,7240 2800 273,8749 284,4065 402,2832 513,9523 582,4022 4.5 Kg 1800 157,5604 173,7832 202,1067 215,0666 262,2896 2000 146,4785 160,4634 202,4596 217,7363 261,7189 2200 140,5588 144,9994 201,9599 218,9166 250,8507 2400 139,6979 146,2154 200,1075 212,8213 245,1009 2600 149,9915 144,6946 190,5374 206,4267 231,3275 2800 146,2719 153,0572 201,0301 211,5556 242,7697


(65)

 Pada pembebanan statis 3,5 kg, SFC tertinggi diperoleh pada pengujian mesin menggunakan B20 biji karet dengan putaran 1800 rpm yaitu sebesar 698,1436 gr/kWh, sedangkan SFC terendah diperoleh pada pengujian mesin menggunakan Pertadex dengan putaran 2800 rpm yaitu sebesar 273,8749 gr/kWh.

 Pada pembebanan statis 4,5 kg, SFC tertinggi diperoleh pada pengujian mesin menggunakan B20 biji karet dengan putaran 1800 rpm yaitu sebesar 262,2896 gr/kWh, sedangkan SFC terendah diperoleh pada pengujian mesin menggunakan Pertadex dengan putaran 2400 rpm yaitu sebesar 139,6979 gr/kWh.

SFC tertinggi diperoleh pada pengujian mesin menggunakan B20 biji karet dengan beban statis 3,5 kg dan putaran 1800 rpm yaitu sebesar 698,1436 gr/kWh, sedangkan SFC terendah diperoleh pada pengujian mesin menggunakan Pertadex dengan beban statis 4,5 kg dan putaran 2400 rpm yaitu sebesar 139,6979 gr/kWh.

Perbandingan besarnya konsumsi bahan bakar spesifik (SFC) untuk masing-masing pengujian pada setiap variasi pembebanan statis dan putaran mesin dapat dilihat pada gambar berikut :


(66)

Gambar 4.12 Grafik SFC Aktual vs Putaran Mesin Beban 3,5 kg


(67)

Konsumsi bahan bakar spesifik dipengaruhi oleh laju aliran massa bahan bakar dan daya aktual mesin. Seiring bertambahnya putaran mesin, laju aliran massa bahan bakar akan meningkat dan daya aktual yang dihasilkan pun meningkat sehingga berpengaruh terhadap konsumsi spesifik bahan bakar. Semakin tinggi laju aliran massa bahan bakar semakin tinggi pula konsumsi spesifik bahan bakar, namun semakin tinggi daya aktual mesin, semakin rendah konsumsi spesifik bahan bakar

4.2.7 Heat Loss Exhaust

Besarnya heat loss exhaust yang terjadi pada mesin untuk setiap pengujian dapat dihitung menggunakan persamaan berikut ini :

Heat loss exhaust = (%)

Dimana : = Laju aliran msssa udara (kg/jam) = Laju aliran massa bahan bakar (kg/jam)

Te = Temperatur gas buang (oC)

Ta = Temperatur ambien (oC) LHV = Nilai kalor bahan bakar (kJ/kg)

Untuk pengujian menggunakan bahan bakar Pertadex dengan pembebanan 3,5 kg dan putaran 1800 rpm maka diperoleh heat loss exhaust sebesar :


(68)

=

=

7,8293 %

Dengan cara perhitungan yang sama untuk masing-masing pengujian dapat diketahui besarnya heat loss exhaust yang ditunjukkan pada tabel berikut ini :

Tabel 4.15 Persentase Heat Loss

BEBAN PUTARAN MESIN

HEAT LOSS EXHAUST (%)

PERTADEX B5 BIJI KARET B10 BIJI KARET B15 BIJI KARET B20 BIJI KARET

3.5 Kg 1800 7,8293 9,0182 7,5498 6,3051 6,3995

2000 9,3131 10,6683 8,6926 6,9415 7,3888

2200 10,3785 13,5676 10,0938 8,8139 7,8132

2400 11,2147 16,5828 13,0744 8,7897 9,9903

2600 13,3661 17,8023 14,2769 10,3277 10,1220 2800 15,4936 19,7643 16,3879 11,4503 12,4915

4.5 Kg 1800 7,7978 9,8523 7,9421 6,4713 6,4553

2000 9,0945 11,6838 9,1496 6,8910 7,3575

2200 12,0683 13,8864 10,2557 7,8446 7,5248

2400 13,9277 16,2557 12,1430 9,0933 9,1295

2600 13,9847 18,4271 13,9713 10,2609 11,6269 2800 16,1097 19,2403 14,0643 11,9321 12,7109

Pada pembebanan statis 3,5 kg, heat loss exhaust tertinggi diperoleh pada pengujian mesin menggunakan B5 biji karet dengan putaran 2800 rpm yaitu sebesar 19,7643 %, sedangkan heat loss exhaust terendah diperoleh pada pengujian mesin menggunakan B15 biji karet dengan putaran 1800 rpm yaitu sebesar 6,3051 %.


(69)

Pada pembebanan statis 4,5 kg, heat loss exhaust tertinggi diperoleh pada pengujian mesin menggunakan B5 biji karet dengan putaran 2800 rpm yaitu sebesar 19,2403 %, sedangkan heat loss exhaust terendah diperoleh pada pengujian mesin menggunakan B20 biji karet dengan putaran 1800 rpm yaitu sebesar 6,4553 %.

Heat loss exhaust tertinggi diperoleh pada pengujian mesin menggunakan B5 biji karet dengan beban statis 3,5 kg dan putaran 2800 rpm yaitu sebesar 19,7643 %, sedangkan Heat loss exhaust terendah diperoleh pada pengujian mesin menggunakan B15 biji karet dengan beban statis 3,5 kg dan putaran 1800 rpm yaitu sebesar 6,3051 %.

Perbandingan persentase heat loss exhaust untuk masing-masing pengujian pada setiap variasi pembebanan statis dan putaran mesin dapat dilihat pada gambar berikut :


(70)

Gambar 4.15 Grafik Heat Loss vs Putaran Mesin Beban 4,5 kg

4.3 Emisi Gas Buang

Pengukuran emisi gas buang pada penelitian ini meliputi Opacity, HC, dan CO yang diukur menggunakan smoke meter dan gas analyzer.

4.3.1 Opacity

Hasil pengukuran opacity gas buang sebelum dan sesudah menggunakan katalitik konverter dapat dilihat pada tabel berikut ini :


(71)

Tabel 4.16 Opacity Pada Beban Statis 3,5 kg

Opacity (%)

No Bahan Bakar

Non Katalitik Beban Statis 3,5 kg Katalitik Beban Statis 3,5 kg Value

1

Value 2

Value

3 Average

Value 1

Value 2

Value

3 Average 1 Pertadex 12,10 12,40 11,80 12,10 11,50 11,70 12,90 12,03

2 B5 biji

karet 13,90 17,40 16,50 15,93 13,00 15,70 16,80 15,17 3 B10 biji

karet 7,30 10,90 8,90 9,03 8,20 7,60 8,30 8,03 4 B15 biji

karet 12,40 13,20 12,50 12,70 9,30 10,50 11,90 10,57 5 B20 biji

karet 15,90 13,60 15,50 15,00 14,20 15,80 14,50 14,83

Tabel 4.17 Opacity Pada Beban Statis 4,5 kg

Opacity (%)

No Bahan Bakar

Non Katalitik Beban Statis 4,5 kg Katalitik Beban Statis 4,5 kg Value

1

Value 2

Value

3 Average

Value 1

Value 2

Value

3 Average 1 Pertadex 14,80 13,00 12,80 13,53 13,60 13,40 12,90 13,30

2 B5 biji

karet 11,40 17,10 15,30 14,60 10,60 12,00 13,80 12,13 3 B10 biji

karet 11,30 10,20 11,30 10,93 7,50 7,70 8,10 7,77 4 B15 biji

karet 14,60 14,00 14,30 14,30 12,40 12,90 13,60 12,97 5 B20 biji

karet 14,90 14,60 14,20 14,57 12,90 14,40 15,10 14,13

Pada pembebanan statis 3,5 kg, nilai opacity tertinggi diperoleh pada pengujian B20 biji karet tanpa penggunaan katalitik konverter yaitu sebesar 15,00 %, sedangkan nilai opacity terendah diperoleh pada pengujian B10 biji karet dengan penggunaan katalitik konverter yaitu sebesar 8,03%.


(72)

Pada pembebanan statis 4,5 kg, nilai opacity tertinggi diperoleh pada pengujian B5 biji karet tanpa penggunaan katalitik konverter yaitu sebesar 14,60 %, sedangkan nilai opacity terendah diperoleh pengujian B10 biji karet dengan penggunaan katalitik konverter yaitu sebesar 7,77%.

Nilai opacity tertinggi diperoleh pada pengujian B20 biji karet tanpa penggunaan katalitik konverter dengan beban statis 3,5 kg yaitu sebesar 15,00 %, sedangkan nilai opacity terendah diperoleh pada pengujian B10 biji karet dengan penggunaan katalitik konverter pada beban statis 4,5 kg yaitu sebesar 7,77 %.

4.3.2 Kadar HC

Hasil pengukuran kadar HC gas buang sebelum dan sesudah menggunakan katalitik konverter dapat dilihat pada tabel berikut ini :

Tabel 4.18 Kadar HC Pada Beban Statis 3,5 kg

HC (ppm)

No Bahan Bakar

Non Katalitik Beban Statis 3,5 kg Katalitik Beban Statis 3,5 kg Value

1

Value 2

Value

3 Average

Value 1

Value 2

Value

3 Average 1 Pertadex 17,00 16,00 15,00 16,00 10,00 10,00 10,00 10,00

2 B5 biji

karet 17,00 16,00 22,00 18,33 13,00 15,00 10,00 12,67 3 B10 biji

karet 13,00 14,00 15,00 14,00 10,00 12,00 13,00 11,67 4 B15 biji

karet 19,00 25,00 22,00 22,00 10,00 16,00 13,00 13,00 5 B20 biji


(73)

Tabel 4.19 Kadar HC Pada Beban Statis 4,5 kg

HC (ppm)

No Bahan Bakar

Non Katalitik Beban Statis 4,5 kg Katalitik Beban Statis 4,5 kg Value

1

Value 2

Value

3 Average

Value 1

Value 2

Value

3 Average 1 Pertadex 14,00 15,00 20,00 16,33 10,00 13,00 9,00 10,67

2 B5 biji

karet 21,00 18,00 19,00 19,33 10,00 8,00 13,00 10,33 3 B10 biji

karet 14,00 15,00 20,00 16,33 12,00 11,00 14,00 12,33 4 B15 biji

karet 20,00 21,00 21,00 20,67 12,00 15,00 14,00 13,67 5 B20 biji

karet 28,00 26,00 25,00 26,33 18,00 17,00 15,00 16,67

 Pada pembebanan statis 3,5 kg, kadar HC tertinggi diperoleh pada pengujian B20 biji karet tanpa penggunaan katalitik konverter yaitu sebesar 23,00 ppm, sedangkan kadar HC terendah diperoleh pada pengujian Pertadex dengan penggunaan katalitik konverter yaitu sebesar 10,00 ppm.

 Pada pembebanan statis 4,5 kg, kadar HC tertinggi diperoleh pada pengujian B20 biji karet tanpa penggunaan katalitik konverter yaitu sebesar 26,33 ppm, sedangkan kadar HC terendah diperoleh pengujian B5 biji karet dengan penggunaan katalitik konverter yaitu sebesar 10,33 ppm.

Kadar HC tertinggi diperoleh pada pengujian B20 biji karet tanpa penggunaan katalitik konverter dengan beban statis 4,5 kg yaitu sebesar 26,33 ppm, sedangkan kadar HC terendah diperoleh pada pengujian Pertadex dengan penggunaan katalitik konverter pada beban statis 3,5 kg yaitu sebesar 10,00 ppm.


(74)

4.3.3 Kadar CO

Hasil pengukuran kadar CO gas buang sebelum dan sesudah menggunakan katalitik konverter dapat dilihat pada tabel berikut ini :

Tabel 4.20 Kadar CO Pada Beban Statis 3,5 kg

CO (%)

No Bahan Bakar

Non Katalitik Beban Statis 3,5 kg Katalitik Beban Statis 3,5 kg Value

1

Value 2

Value

3 Average

Value 1

Value 2

Value

3 Average 1 Pertadex 0,05 0,05 0,04 0,0467 0,02 0,02 0,03 0,0233

2 B5 biji

karet 0,06 0,05 0,06 0,0567 0,04 0,03 0,03 0,0333 3 B10 biji

karet 0,04 0,04 0,05 0,0433 0,02 0,02 0,02 0,02 4 B15 biji

karet 0,06 0,06 0,05 0,0567 0,02 0,03 0,03 0,0267 5 B20 biji

karet 0,07 0,06 0,06 0,0633 0,03 0,03 0,03 0,03

Tabel 4.21 Kadar CO Pada Beban Statis 4,5 kg

CO (%)

No Bahan Bakar

Non Katalitik Beban Statis 4,5 kg Katalitik Beban Statis 4,5 kg Value

1

Value 2

Value

3 Average

Value 1

Value 2

Value

3 Average 1 Pertadex 0,05 0,05 0,05 0,05 0,02 0,03 0,02 0,0233

2 B5 biji

karet 0,06 0,06 0,06 0,06 0,02 0,02 0,02 0,02 3 B10 biji

karet 0,05 0,04 0,04 0,0433 0,02 0,02 0,03 0,0233 4 B15 biji

karet 0,06 0,06 0,05 0,0567 0,03 0,03 0,03 0,03 5 B20 biji


(75)

 Pada pembebanan statis 3,5 kg, kadar CO tertinggi diperoleh pada pengujian B20 biji karet tanpa penggunaan katalitik konverter yaitu sebesar 0,0633 %, sedangkan kadar CO terendah diperoleh pada pengujian B10 biji karet dengan penggunaan katalitik konverter yaitu sebesar 0,02 %.

 Pada pembebanan statis 4,5 kg, kadar CO tertinggi diperoleh pada pengujian B20 biji karet tanpa penggunaan katalitik konverter yaitu sebesar 0,0633 %, sedangkan kadar CO terendah diperoleh pengujian B5 biji karet dengan penggunaan katalitik konverter yaitu sebesar 0,02 %.

Kadar CO tertinggi diperoleh pada pengujian B20 biji karet tanpa penggunaan katalitik konverter pada kedua variasi pembebanan yaitu sebesar 0,0633 %, sedangkan kadar HC terendah diperoleh pada pengujian B10 biji karet dengan penggunaan katalitik konverter pada beban statis 3,5 kg dan pengujian B5 biji karet dengan penggunaan katalitik konverter pada beban statis 4,5 kg yaitu sebesar 0,02 %.


(76)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

1. Daya aktual tertinggi diperoleh pada pengujian mesin menggunakan Pertadex dengan beban statis 4,5 kg dan putaran 2800 rpm yaitu sebesar 2,2946 kW, sedangkan daya aktual terendah diperoleh pada pengujian mesin menggunakan B20 biji karet dengan beban statis 3,5 kg dan putaran 1800 rpm yaitu sebesar 0,2156 kW.

2. AFR tertinggi diperoleh pada pengujian mesin menggunakan B5 biji karet dengan beban statis 3,5 kg dan putaran 2200 rpm yaitu sebesar 69,9785, sedangkan AFR terendah diperoleh pada pengujian mesin menggunakan B20 biji karet dengan beban statis 4,5 kg dan putaran 2800 rpm yaitu sebesar 44,9693.

3. Efisiensi volumetris tertinggi diperoleh pada pengujian mesin menggunakan Pertadex dengan beban statis 4,5 kg dan putaran 2200 rpm yaitu sebesar 93,7154 %, sedangkan efisiensi volumetris terendah diperoleh pada pengujian mesin menggunakan B20 biji karet dengan putaran 1800 rpm di kedua variasi pembebanan yaitu sebesar 56,4640 %.

4. Efisiensi termal aktual tertinggi diperoleh pada pengujian mesin menggunakan B5 biji karet dengan beban statis 4,5 kg dan putaran 2600 rpm yaitu sebesar 34,6718 %, sedangkan efisiensi termal aktual terendah diperoleh pada pengujian mesin menggunakan B20 biji karet


(77)

dengan beban statis 3,5 kg dan putaran 1800 rpm yaitu sebesar 8,4029 %.

5. SFC tertinggi diperoleh pada pengujian mesin menggunakan B20 biji karet dengan beban statis 3,5 kg dan putaran 1800 rpm yaitu sebesar 698,1436 gr/kWh, sedangkan SFC terendah diperoleh pada pengujian mesin menggunakan Pertadex dengan beban statis 4,5 kg dan putaran 2400 rpm yaitu sebesar 139,6979 gr/kWh.

6. Heat loss exhaust tertinggi diperoleh pada pengujian mesin menggunakan B5 biji karet dengan beban statis 3,5 kg dan putaran 2800 rpm yaitu sebesar 19,7643 %, sedangkan Heat loss exhaust terendah diperoleh pada pengujian mesin menggunakan B15 biji karet dengan beban statis 3,5 kg dan putaran 1800 rpm yaitu sebesar 6,3051 %.

7. Nilai opacity tertinggi diperoleh pada pengujian B20 biji karet tanpa penggunaan katalitik konverter dengan beban statis 3,5 kg yaitu sebesar 15,00 %, sedangkan nilai opacity terendah diperoleh pada pengujian B10 biji karet dengan penggunaan katalitik konverter pada beban statis 4,5 kg yaitu sebesar 7,77 %.

8. Kadar HC tertinggi diperoleh pada pengujian B20 biji karet tanpa penggunaan katalitik konverter dengan beban statis 4,5 kg yaitu sebesar 26,33 ppm, sedangkan kadar HC terendah diperoleh pada pengujian Pertadex dengan penggunaan katalitik konverter pada beban statis 3,5 kg yaitu sebesar 10,00 ppm.


(78)

9. Kadar CO tertinggi diperoleh pada pengujian B20 biji karet tanpa penggunaan katalitik konverter pada kedua variasi pembebanan yaitu sebesar 0,0633 %, sedangkan kadar HC terendah diperoleh pada pengujian B10 biji karet dengan penggunaan katalitik konverter pada beban statis 3,5 kg dan pengujian B5 biji karet dengan penggunaan katalitik konverter pada beban statis 4,5 kg yaitu sebesar 0,02 %.

5.2 Saran

1. Mengkalibrasi semua perlengkapan alat uji sesuai dengan standar agar diperoleh hasil pengujian yang akurat.

2. Melakukan perawatan rutin terhadap mesin uji yang terdapat di laboratorium.

3. Mengembangkan pengujian ini dengan menggunakan bahan biodisel dan variasi campuran yang berbeda.


(79)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Biodiesel

Biodiesel merupakan bahan bakar terbarukan yang dapat digunakan sebagai pengganti bahan bakar solar, yang terbuat dari minyak bumi. Biodiesel terdiri dari campuran mono-alkil ester dari rantai panjang asam lemak, yang dipakai sebagai alternatif bagi bahan bakar dari mesin diesel dan terbuat dari sumber terbaharui seperti minyak sayur atau lemak hewan.

Biodiesel merupakan kandidat yang paling baik untuk menggantikan bahan bakar fosil sebagai sumber energi transportasi utama dunia, karena biodiesel merupakan bahan bakar terbaharui yang dapat menggantikan diesel petrol di mesin sekarang ini dan dapat diangkut dan dijual dengan menggunakan infrastruktur zaman sekarang.

Biodiesel memiliki karakteristik kimia sama seperti diesel berbasis minyak bumi, sehingga dapat digunakan sebagai pengganti langsung untuk bahan bakar diesel. Biodiesel juga dapat dicampur dengan solar dalam setiap tingkat persentase tanpa mengalami masalah ekonomi yang signifikan.

Mesin berbahan-bakar biodiesel baru populer akhir-akhir ini, tapi sebenarnya biodiesel bukanlah ide baru. Sebelum solar populer, Rudolf Diesel, penemu mesin diesel pada tahun 1897, bereksperimen dengan menggunakan minyak nabati (biodiesel) sebagai bahan bakar. Rudolf Diesel yang merekayasa atau mencipta mesin diesel melakukan demonstrasi mesin yang memakai minyak kacang tanah sebagai bahan bakarnya.


(80)

Penggunaan dan produksi biodiesel meningkat dengan cepat, terutama di Eropa, Amerika Serikat, dan Asia, meskipun dalam pasar masih sebagian kecil saja dari penjualan bahan bakar. Pertumbuhan SPBU membuat semakin banyaknya penyediaan biodiesel kepada konsumen dan juga pertumbuhan kendaraan yang menggunakan biodiesel sebagai bahan bakar.

Ada beberapa campuran biodiesel dan hidrokarbon yang berbeda – yang berasal dari solar. Saat ini di seluruh dunia menggunakan suatu sistem yang disebut sebagai faktor B, untuk menentukan jumlah diesel yang digunakan dalam campuran bahan bakar. Faktor B itu terbagi sebagai berikut:

 B100 : 100 persen biodiesel  B20 : 20 persen biodiesel

 B5 : 5 persen biodiesel, 95 persen solar  B2 : 2 persen biodiesel, 98 persen solar

Campuran apapun dari 20 persen biodiesel atau kurang bisa digunakan pada semua tipe mesin tanpa modifikasi. Biodiesel biasanya dapat digunakan dalam bentuk B100 saja, tetapi mungkin membutuhkan beberapa modifikasi mesin untuk menghindari masalah dengan mesin.

Disamping sifatnya yang menyerupai solar, biodiesel memiliki kelebihan antara lain :

1. Bahan bakar yang ramah lingkungan karena menghasilkan emisi yang jauh lebih baik (bebas sulfur, smoke number rendah) sesuai dengan isu-isu global, asap buangan biodiesel tidak hitam, asap gas buang berkurang


(81)

75% dibanding solar biasa, cetane number lebih tinggi (>57) sehingga efisiensi pembakaran lebih baik dibandingkan dengan minyak solar. 2. Biodegradable (dapat terurai), lebih dari 90% biodiesel dapat terurai dalam

21 hari.

3. Renewable energy karena terbuat dari bahan alam yang dapat diperbarui. 4. Mempunyai sifat pelumasan yang lebih baik dibanding solar sehingga

mesin dapat bertahan lebih lama.

5. Titik bakar lebih tinggi dibandingkan solar sehingga memudahkan dalam penyimpanan dan penanganan.

6. Biodiesel dapat dicampur dengan solar dengan berbagai perbandingan. 7. Secara relatif, bau dari gas buang biodiesel lebih baik dibanding solar. 8. Motor diesel tidak membutuhkan modifikasi khusus untuk menggunakan

biodiesel.

9. Mengurangi gas emisi buang; particulate matter (PM), total hydrocarbon (THC), dan carbon monoxide (CO), tetapi menambah nitrogen oxides (NO).

10. Biodiesel mengandung sulfur yang lebih rendah dibanding solar sehingga tidak terlalu banyak mengeluarkan zat toksik.

2.2 Biodiesel Biji Karet

Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki luas areal perkebunan karet terbesar di dunia yang mencapai 3,4 juta hektar. Disamping itu, Indonesia juga merupakan penghasil karet terbesar nomor 2 di dunia setelah Thailand, dengan total produksi sebesar 2,55 juta ton/tahun pada 2007. Hasil utama perkebunan karet adalah lateks dan sejauh ini biji karet masih terbuang


(1)

Tabel 4.17 Opacity Pada Beban Statis 4,5 kg ... 82

Tabel 4.18 Kadar HC Pada Beban Statis 3,5 kg ... 83

Tabel 4.19 Kadar HC Pada Beban Statis 4,5 kg ... 84

Tabel 4.20 Kadar CO Pada Beban Statis 3,5 kg ... 85


(2)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Pohon, Biji, dan Getah Karet ... 8

Gambar 2.2 Diagram Alir Pembuatan Biodiesel ... 9

Gambar 2.3 Diagram P-V Mesin Diesel ... 11

Gambar 2.4 Diagram T-S Mesin Diesel ... 11

Gambar 2.5 Langkah Kerja Mesin Diesel ... 12

Gambar 2.6 Grafik Tekanan vs Sudut Engkol ... 14

Gambar 2.7 C16H34 (Hidrokarbon Rantai Lurus) ... 16

Gambar 2.8 Alpha-methylnaphtalene ... 16

Gambar 2.9 Skema Operasi Dynamometer ... 19

Gambar 2.10 Katalitik Konverter ... 25

Gambar 3.1 Tabung Kaca ... 27

Gambar 3.2 Erlenmeyer ... 28

Gambar 3.3 Corong Gelas ... 28

Gambar 3.4 Kertas Saring ... 28

Gambar 3.5 Gelas Beker ... 29

Gambar 3.6 Labu Leher Tiga ... 29

Gambar 3.7 Refluks Kondensor ... 29


(3)

Gambar 3.9 Termometer ... 30

Gambar 3.10 Hotplate Stirrer ... 30

Gambar 3.11 Magnetic Stirrer ... 31

Gambar 3.12 Statif dan Klem ... 31

Gambar 3.13 Gabus ... 31

Gambar 3.14 Pipet Tetes ... 32

Gambar 3.15 Selang ... 32

Gambar 3.16 Stopwatch ... 32

Gambar 3.17 Gelas Ukur ... 33

Gambar 3.18 Piknometer ... 33

Gambar 3.19 Viskometer Ostwald ... 33

Gambar 3.20 Rotary Evaporator ... 34

Gambar 3.21 Mesin Diesel Small Engine Test TD111-MKII... 34

Gambar 3.22 Engine Smoke Meter dan Gas Analyzer ... 35

Gambar 3.23 Katalitik Konverter ... 36

Gambar 3.24 Tec Equipment TD-114 ... 36

Gambar 3.25 Diagram Alir Penelitian ... 37

Gambar 3.25 Bahan Bakar Pertadex dan Biodiesel Biji Karet... 38

Gambar 3.26 Diagram Alir Pembuatan Biodiesel ... 39


(4)

Gambar 3.28 Proses Penyaringan ... 41

Gambar 3.29 Proses Evaporasi ... 41

Gambar 3.30 Proses Degumming ... 43

Gambar 3.31 Diagram Alir Pengujian Performansi Mesin ... 51

Gambar 3.32 Diagram Alir Pengujian Emisi Gas Buang ... 53

Gambar 4.1 Grafik Daya Ideal vs Putaran Mesin Beban 3,5 kg ... 61

Gambar 4.2 Grafik Daya Ideal vs Putaran Mesin Beban 4,5 kg ... 61

Gambar 4.3 Kurva Viscous Flow Meter Calibration ... 63

Gambar 4.4 Grafik AFR vs Putaran Mesin Beban 3,5 kg ... 67

Gambar 4.5 Grafik AFR vs Putaran Mesin Beban 4,5 kg ... 67

Gambar 4.6 Grafik Efisiensi Volumetris vs Putarn Mesin Beban 3,5 kg ... 70

Gambar 4.7 Grafik Efisiensi Volumetris vs Putarn Mesin Beban 4,5 kg ... 70

Gambar 4.8 Grafik Daya Aktual vs Putaran Mesin Beban 3,5 kg ... 73

Gambar 4.9 Grafik Daya Aktual vs Putaran Mesin Beban 4,5 kg ... 73

Gambar 4.10 Grafik Efisiensi Termal Aktual vs Putaran Mesin Beban 3,5 kg .. 76

Gambar 4.11 Grafik Efisiensi Termal Aktual vs Putaran Mesin Beban 4,5 kg .. 76

Gambar 4.12 Grafik SFC Aktual vs Putaran Mesin Beban 3,5 kg ... 79

Gambar 4.13 Grafik SFC Aktual vs Putaran Mesin Beban 4,5 kg ... 79

Gambar 4.14 Grafik Heat Loss vs Putaran Mesin Beban 3,5 kg ... 82


(5)

DAFTAR NOTASI

Lambang Keterangan Satuan

PB Daya Keluaran Watt

n Putaran Mesin rpm

T Torsi N.m

Sfc Konsumsi Bahan Bakar Spesifik g/kW.h

mf Laju Aliran Bahan Bakar kg/jam

sgf Spesifik Gravity

Vf Volume Bahan Bakar Yang Diuji ml

tf Waktu Untuk Menghabiskan Bahan Bakar detik

ma Laju Aliran Massa Udara kg/jam

a Kerapatan Udara kg/m3

Vs Volume Langkah Torak m3

Cf Faktor Koreksi

AFR Air Fuel Ratio

ηv Efisiensi Volumetrik

ηb Efisiensi Termal Brake

HHV Nilai Kalor Atas Bahan Bakar kJ/kg


(6)

CV Nilai Kalor Bahan Bakar kJ/kg

Cv Panas Jenis Bom Kalorimeter J/gr.°C

M Persentase Kandungan Air Bahan Bakar