Implementasi Corporate Social Responsibility (CSR) PTPN III Untuk Mendukung Pembangunan Berkelanjutan (Studi Pada PTPN III Sei Batanghari Medan)

BAB II
KERANGKA TEORI
II.1 Kebijakan Publik
Menurut Graycar dalam Kaban (2008 : 59) kebijakan dapat dipandang dari
empat perspektif, yaitu filosofis, produk, proses, dan kerangka kerja. Sebagai
suatu konsep filosofis, kebijakan dipandang sebagai prinsip atau kondisi yang
diinginkan. Sebagai suatu produk, kebijakan diartikan sebagai serangkaian
kesimpulan atau rekomendasi. Sebagai suatu proses, kebijakan menunujuk pada
cara dimana melalui cara tersebut suatu organisasi dapat mengetahui apa yang
diharapkan darinya yaitu program dan mekanisme dalam mencapai produkunya.
Sedangkan sebagai suatu kerangka kerja, kebijakan merupakan suatu proses
tawar-menawar

dan

negoisasi

untuk

merumuskan


isu-isu

dan

metode

implementasinya.
Adapun menurut W. Wilson dalam bukunya Parsons (2008 : 15)
memandang hal lain dari makna modern gagasan “kebijakan” yaitu seperangkat
aksi atau rencana yang memandang tujuan politik yang berbeda dengan makna
administrasi. Kata kebijkan mengandung makna sebuah manifestasi dari penilaian
yang penuh pertimbangan. Lebih lanjut Wayne Parsons memberi defenisi
kebijakan adalah usaha untuk mendefenisikan dan menyusun basis rasional untuk
melakukan atau tidak melakukan tindakan.

12
Universitas Sumatera Utara

Hal diatas dapat dipahami bahwa kebijakan adalah keputusan yang
mengandung nilai-nilai dari banyak pertimbangan yang meliputi dari berbagai

aspek dan pada akhirnya diimplementasikan guna kepentingan orang banyak.
II.1.1 Tahapan Kebijakan Publik
Proses pembuatan kebijakan publik merupakan proses yang kompleks
karena melibatkan banyak proses maupun variabel yang harus dikaji. Oleh karena
itu beberapa ahli politik mengkaji kebijakan publik membagi proses-proses
penyusunan kebijakan publik kedalam beberapa tahap. Tujuan pembagian seperti
ini adalah untuk memudahkan kita dalam mengkaji kebijakan publik. Namun
demikian, beberapa ahli mungkin membagi tahap-tahap ini dengan urutan yang
berbeda. Pada tiap tahap kebijakan Dunn (2000) mendefinisikan analisis
kebijakan yang semestinya dilakukan. Pada tahap penyusunan agenda/agenda
setting, analisis yang mesti dilakukan adalah perumusan masalah. Dalam hal ini
Dunn membuat sintesis dari model Anderson, dkk. dan Dye yaitu menggabungkan
tahapan antara identification of problem dan agenda setting dari Dye dengan
tahap policy agenda dari Anderson. Pada tahap formulasi kebijakan/policy
formulation, terdapat langkah analisis yang seharusnya dilakukan yaitu
peramalan/forecasting. Dunn menjelaskan bahwa peramalan dapat menguji masa
depan yang plausibel, potensial, dan secara normatif bernilai, mengestimasi akibat
dari kebijakan yang ada atau yang diusulkan, mengenali kendala-kendala yang
mungkin akan terjadi dalam pencapaian tujuan, dan mengestimasi kelayakan
politik (dukungan dan oposisi) dari berbagai pilihan. Perumusan masalah

Peramalan Rekomendasi Pemantauan Penilaian Penyusunan agenda Formulasi
13
Universitas Sumatera Utara

kebijakan Adopsi

kebijakan Implementasi kebijakan Penilai kebijakan Dunn

memberi contoh forecasting pada kebijakan asuransi kesehatandi AS dengan
proyeksi statistik yang menyebutkan bahwa pemerintah AS akan kehabisan dana
asuransi kesehatan masyarakat pada tahun 2005 jika tidak ada pendapatan
tambahan. Pada tahap adopsi kebijakan yang merupakan tahap yang dikemukakan
Anderson,

dkk.

seharusnya

dilakukan


analisis

rekomendasi

kebijakan.

Rekomendasi kebijakan merupakan hasil dari analisis berbagai alternatif
kebijakan setelah alternatif-alternatif tersebut diestimasikan melalui peramalan
(Dunn, 2000: 27). Dunn memberikan contoh rekomendasi kebijakan di AS untuk
mengubah batas kecepatan di jalan raya 55 mph dan 65 mph. Satu rekomendasi
menjelaskanbahwa undang-undang lalu-lintas yang membatasi kecepatan 55 mph
hanya mencegah kematian tak lebih dari 2-3 persen, sehingga rekomendasi itu
mengusulkan untuk memakai alokasi dana yang ada untuk hal lain seperti
membeli alat deteksi asap daripada mengimple mentasikan undang-undang itu dan
tanpa mendapatkan hasil yang signifikan. Pada tahap implementasi kebijakan,
Dunn menyarankan agar dilakukan analisis berupa pemantauan/monitoring.
Pemantauan membantu menilai tingkat kepatuhan, menemukan akibat-akibat yang
tidak diinginkan, mengidentifikasi hambatan, dan menemukan pihak-pihak yang
bertanggungjawab pada tiap tahap kebijakan. Dunn memberikan contoh bahwa
Biro Sensus di AS menemukan bahwa median dari pendapatan rumah tangga di

AS tumbuh dari 43 persen menjadi 46,7 persen sedangkan kelompok pendapatan
lain mengalami penurunan. Hasil ini mengindikasikan adanya peningkatan
ketimpangan pendapatan, erosi kelas menengah, dan penurunan standar hidup.

14
Universitas Sumatera Utara

Pada tahap evaluasi kebijakan Dunn menyatakan bahwa tahap ini tidak hanya
menghasilkan kesimpulan mengenai seberapa jauh masalah telah diselesaikan
namun juga memberikan klarifikasi sekaligus kritik bagi nilai-nilai yang
mendasari kebijakan, serta membantu penyesuaian dan perumusan kembali
masalah. Dalam hal ini evaluasi juga memberikan feedback bagi perumusan
masalah.
II.2 Implementasi
Implementasi berasal dari bahasa Inggris yaitu to implement yang berarti
mengimplementasikan. Implementasi merupakan penyediaan sarana untuk
melaksanakan sesuatu yang menimbulkan dampak atau akibat terhadap sesuatu.
Sesuatu tersebut dilakukan untuk menimbulkan dampak atau akibat itu dapat
berupa undang-undang, peraturan pemerintah, keputusan peradilan dan kebijakan
yang dibuat oleh lembaga-lembaga pemerintah dalam kehidupan kenegaraan.

Webster dalam Wahab (2004).
Sedangkan menurut Pressman dan Wildavsky dalam (Tangkilisan,2003),
implementasi diartikan sebagai interaksi antara penyusunan tujuan dengan saranasarana tindakan dalam mencapai tujuan tersebut, atau kemampuan untuk
menghubungkan dalam hubungan kausal antara yang diinginkan dengan cara
untuk mencapainya. Implementasi mengatur kegiatan-kegiatan yang mengarah
pada penempatan suatu program ke dalam tujuan kebijakan yang diinginkan.
Tiga kegiatan utama yang paling penting dalam implementasi keputusan
menurut Tangkilisan (2003) adalah penafsiran, organisasi, dan penerapan.

15
Universitas Sumatera Utara

Pertamana adalah penafsiran, yaitu merupakan kegiatan yang menerjemahkan
makna program ke dalam pengaturan yang dapat diterima dan dapat dijalankan.
Kedua adalah organisasi, yaitu merupakan unit atau wadah untuk menempatkan
program ke dalam tujuan kebijakan. Dan yang terakhir penerapan yang
berhubungan dengan perlengkapan rutin bagi pelayanan, upah, dan lain-lainnya.
Menurut Wahab (2004) dalam setiap perumusan kebijakan apakah
menyangkut program maupun kegiatan-kegiatan selalu diiringi dengan suatu
tindakan pelaksanaan atau implementasi. Betapa pun baiknya suatu kebijakan

tanpa implementasi maka tidak akan banyak berarti. Implementasi kebijakan
bukanlah sekedar bersangkut paut dengan mekanisme penjabaran keputusankeputusan politik ke dalam prosedur rutin lewat saluran-saluran birokrasi,
melainkan lebih dari itu, ia menyangkut masalah konflik, keputusan dan siapa
yang memperolehapa dari suatu kebijakan. Pelaksanaan kebijakan adalah sesuatu
yang penting, bahkan jauh lebih penting daripada pembuatan kebijaksanaan.
Kebijaksanaan hanya sekedar impian atau rencana bagus yang tersimpan dalam
arsip kalau tidak mampu diimplementasikan.
Dari beberapa pendapat diatas, tidak berlebihan jika dikatakan
implementasi kebijakan merupakan aspek yang penting dari keseluruhan proses
kebijakan. Ini menunjukkan adanya keterkaitan yang erat antara perumusan
kebijakan dengan implementasi kebijakan dalam arti walaupun perumusan
dilakukan dengan sempurna namun apabila proses implementasi tidak bekerja
sesuai persyaratan, maka kebijakan yang semula baik akan menjadi jelek begitu
pula sebaliknya.
16
Universitas Sumatera Utara

II.2.1 Implementasi Kebijakan
Implementasi Kebijakan Menurut Carl. J. Friedrich kebijakan publik
adalah suatu arah tindakan yang diusulkan pada seseorang, golongan, atau

pemerintah dalam suatu lingkungan dengan halangan-halangan dan kesempatankesempatannya, yang diharapkan dapat memenuhi dan mengatasi halangan
tersebut di dalam rangka mencapai suatu cita-cita atau mewujudkan suatu
kehendak serta tujuan tertentu.
Sedangkan menurut Dimock, kebijakan publik adalah perpaduan dan
kristalisasi daripada pendapat-pendapat dan keinginan-keinginan banyak orang
atau golongan dalam masyarakat (Soenarko, 2003).
Menurut Anderson dalam Nyimas (2004) kebijakan publik adalah
kebijakan-kebijakan yang dibangun oleh badan-badan dan pejabat-pejabat
pemerintah, di mana implikasi dari kebijakan itu adalah :
1. Kebijakan publik selalu mempunyai tujuan tertentu atau mempunyai tindakantindakan yang berorientasi pada tujuan.
2. Kebijakan publik berisi tindakan-tindakan pemerintah. Kebijakan publik
merupakan apa yang benar-benar dilakukan oleh pemerintah, jadi bukan
merupakan apa yang masih dimaksudkan untuk dilakukan.
3. Kebijakan publik yang diambil bisa bersifat positif dalam arti merupakan
tindakan pemerintah mengenai segala sesuatu masalah tertentu atau bersifat

17
Universitas Sumatera Utara

negatif dalam arti merupakan keputusan pemerintah untuk tidak melakukan

sesuatu.
4. Kebijakan pemerintah setidak-tidaknya dalam arti yang positif didasarkan pada
peraturan perundangan yang bersifat mengikat dan memaksa (otoritatip).
Secara sederhannya menurut Nyimas (2004)

tentang implementasi

kebijakan dapat dipandang sebagai suatu proses melaksanakan keputusan
kebijaksanaan, biasanya dalam bentuk Undang-Undang, Peraturan Pemerintah,
Keputusan Peradilan, Perintah Eksekutif, atau Instruksi Presiden.
Menurut

Wibawa

(1994),

implementasi

kebijakan


merupakan

pengejahwantahan keputusan mengenai kebijakan yang mendasar, biasanya
tertuang dalam suatu Undang-Undang namun juga dapat berbentuk instruksiinstruksi eksekutif yang penting atau keputusan perundangan.
Idealnya keputusan-keputusan tersebut menjelaskan masalah-masalah
yang hendak ditangani, menentukan tujuan yang hendak dicapai dan dalam
berbagai cara “menggambarkan struktur” proses implementasi tersebut. Tujuan
implementasi kebijakan adalah untuk menetapkan arah agar tujuan kebijakan
publik dapat direalisasikan sebagai hasil dari kegiatan pemerintah. Dari penjelasan
tentang kebijakan diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa implementasi kebijakan
merupakan elemen terpenting dalam tahapan kebijakan dengan tidak melupakan
tahapan yang lain. Implementasi kebijakan adalah rangkaian eksekusi dari
kebijakan yang sudah ditetapkan yang akan menghasilkan dampak dari eksekusi
kebijkan tersebut.

18
Universitas Sumatera Utara

II.3 Corporate Social Responbility
II.3.1 Pengertian Corporate Social Responsibility (CSR)

Wibisono

(2007)

menjelaskan

bahwa

CSR

(Corporate

Social

Responsibility) adalah suatu tindakan atau konsep yang dilakukan oleh
perusahaan (sesuai kemampuan perusahaan tersebut) sebagai bentuk tanggung
jawab mereka terhadap sosial/lingkungan sekitar dimana perusahaan itu berada.
Contoh bentuk tanggung jawab itu bermacam-macam, mulai dari melakukan
kegiatan yang dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan perbaikan
lingkungan, pemberian beasiswa untuk anak tidak mampu, pemberian dana untuk
pemeliharaan fasilitas umum, sumbangan untuk desa/fasilitas masyarakat yang
bersifat sosial dan berguna untuk masyarakat banyak, khususnya masyarakat yang
berada di sekitar perusahaan tersebut berada. Corporate Social Responsibility
(CSR) merupakan fenomena strategi perusahaan yang mengakomodasi kebutuhan
dan kepentingan stakeholder-nya. CSR timbul sejak era dimana kesadaran akan
sustainability perusahaan jangka panjang adalah lebih penting daripada sekedar
keuntungan. Maka CSR adalah tanggung jawab sebuah organisasi terhadap
dampak-dampak dari keputusan-keputusan dan kegiatan-kegiatannya pada
masyarakat dan lingkungan yang diwujudkan dalam bentuk perilaku transparan
dan etis yang sejalan dengan pembangunan berkelanjutan dan kesejahteraan
masyarakat, mempertimbangkan harapan pemangku kepentingan sejalan dengan
hukum yang ditetapkan dan norma-norma perilaku internasional, serta terintegrasi
dengan organisasi secara menyeluruh.

19
Universitas Sumatera Utara

Menurut Reza Rahman (2009) memberikan pendapat defenisi CSR
sebagai tindakan sosial (termasuk kepedulian terhadap lingkungan hidup, lebih
dari batas-batas yang dituntut dalam peraturan perundang-undangan) dengan
memiliki komitmen usaha dan bisnis yaitu untuk bertindak secara etis, beroperasi
secara legal, dan berkontribusi untuk peningkatan ekonomi bersamaan dengan
peningkatan kualitas hidup karyawan dan keluarganya, komunitas lokal, dan
masyarakat yang lebih luas, juga secara bisnis untuk berkontribusi dalam
pembangunan ekonomi berkelanjutan, bekerja dengan karyawan perusahaan,
keluarga karyawan tersebut, berikut komunitas setempat dan masyarakat secara
keseluruhan dalam rangka meningkatkan kualitas hidup. CSR diartikan oleh
Bowen (1953) sebagai defenisi tertua, bahwa CSR adalah tanggung jawab seorang
pengusaha mencoba menunjukkan nilai-nilai sosial. CSR ini memang pada
dasarnya dibuat untuk memperoleh dampak positif dari perusahaan untuk
masyarakat. Adapun menurut Johnson (2011) mendefinisikan tanggungjawab
sosial bahwa pada dasamya berangkat dari filosofi bagaimana cara mengelola
perusahaan, baik sebagian maupun secara keseluruhan memiliki dampak yang
positif bagi perusahaan dan lingkungan. Oleh karena itu, perusahaan harus mampu
mengelola bisnis operasinya dengan menghasilkan produk yang berorientasi
secara positif terhadap masyarakat dan lingkungan.
Dari pengertian-pengertian di atas, dapat dipahami bahwa CSR adalah
komitmen perusahaan dalam bertindak secara etis dan berkontribusi untuk
peningkatan ekonomi dan sosial kepada seluruh stakeholder-nya serta
memerhatikan lingkungan sekitar perusahaan dengan baik agar tercapai tujuan

20
Universitas Sumatera Utara

pembangunan yang berkelanjutan (sustainable development). Jadi dengan kata
lain penerapan CSR ini merupakan investasi yang tidak terlihat bagi perusahaan
yang menerapkan nya, karena apabila penerapan CSR dapat berhasil dilakukan
maka citra baik perusahaan akan tetap terjaga di mata para stakeholder nya
sehingga perusahaan nantinya akan semakin maju dan berkembang dengan
dukungan yang kuat dari para stakeholder yang telah merasakan hasil dari
pengimplementasian program CSR yang di lakukan oleh perusahaan.
II.3.2 Landasan Teoretis Social Responsibility
a. Teori Legitimasi (Legitimacy Theory)
Menurut Dowling (1975) mengatakan bahwa legitimasi mengarah kepada
manfaat atau sumber potensial bagi perusahaan untuk bertahan hidup. Legitimasi
juga mengalamai pergeseran bersamaan dengan perubahan dan perkembangan
lingkungan dan masyarakat di mana perusahaan itu berada. Maka legitimasi itu
tidak dibatasi oleh ruang dan waktu tetapi sejalan dengan terjadinya perubahan
yang ada.
b. Teori Stakeholder (Stakeholder Theory)
Didalam pelaksanaan CSR adanya peranan penting dari pemangku
kepentingan (stakeholder) yang memiliki kertakaitan dengan perusahaan. Dalam
perencanaan sampai kepada pelaksanaan CSR memiliki hubungan terhadap
pemangku kepentingan. Menurut Hummels (1998) Stakeholder adalah semua
pihak baik internal maupun eksternal yang memiliki hubungan baik bersifat
mempengaruhi maupun dipengaruhi, bersifat langsung maupun tidak langsung
21
Universitas Sumatera Utara

oleh perusahaan. Dengan demikian, stakeholder yang dikatakan diatas merupakan
pihak internal maupun eksternal, seperti pemerintah, perusahaan pesaing,
masyarakat sekitar, lingkungan internasional, lembaga di luar perusahaan (LSM
dan sejenisnya), lembaga pemerhati lingkungan, para pekerja lingkungan
perusahaan, kaum minoritas dan lain sebagainya yang keberadaannya sangat
menpengaruhi dan dipengaruhi perusahaan. Pentingnya peranan pemangku
kepentingan disini bukan berarti perusahaan dikuasai oleh pihak-pihak tertentu
tetapi adanya kerjasama untuk melaksanakan CSR dengan baik dan benar.
c. Teori Kontrak Sosial (Social Contract Theory)
Kontrak sosial muncul karena adanya intereksi dalam kehidupan sosial
masyarakat, agar terjadi keselarasan , keserasian dan keseimbangan termasuk
terhadap lingkungan. Adapun pendapat dari Shocker dan Sethi dalam Chariri Anis
(2006) dalam buku Nor Hadi (2011) yang menjelaskan konsep kontrak sosial
bahwa untuk menjamin kelangsungan hidup serta kebutuhan masyarakat , kontrak
di dasarkan pada hasil akhir (out put) yang secara sosial dapat di berikan kepada
masyarakat luas dan distribusi manfaat ekonomi, sosial atau politik kepada
kelompok sesuai dengan kekuatan yang dimiliki.
II.3.3 Standarisasi Pelaksanaan CSR di Indonesia
CSR semakin menguat setelah dinyatakan dengan tegas dalam UU
Perseroan Terbatas No.40 Tahun 2007, dimana dalam pasal 74 antara lain diatur
bahwa :

22
Universitas Sumatera Utara

1. Perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang dan/atau berkaitan
dengan sumber daya alam wajib melaksanakan Tanggung Jawab Sosial dan
Lingkungan.
2. Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan sebagaimana dimaksud ayat (1)
merupakan kewajiban Perseroan yang dianggarkan dan diperhitungkan sebagai
biaya Perseroan yang pelaksanaannya dilakukan dengan memperhatikan kepatutan
dan kewajaran.
3. Perseroan yang tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.
4. Ketentuan lebih lanjut mengenai Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan
diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Didalam Undang-undang diatas jelas telah diwajibkan bagi perusahaan
untuk melakukan CSR sebagai bentuk tanggung jawab perusahaan terhadap
masyarakat sekitarnya dan lingkungannya. Selain itu juga dikeluarkannya PP No
47 thn 2012 tentang tanggung jawab sosial dan lingkungan perseroan terbatas,
serta peraturan dari BUMN berkaitan dengan pemberdayaan masyarakat yaitu
dengan Peraturan Menteri BUMN no.per-09/mbu/07/2015 tanggal 03 juli 2015
tentang program kemitraan dan program bina lingkungan badan usaha milik
Negara. Kebijakan yang sudah ditetapkan diharapkan mampu melibatkan
masyarakat dan menjaga kelestarian lingkungan, yang pada akhirnya perusahaan
dapat maksimal dalam melaksanakan eksistensi CSR terhadap masyarakat.
Dengan dikeluarkan kebijakan-kebijakan diatas yang dimuat dalam undang-

23
Universitas Sumatera Utara

undang dan peraturan dari BUMN, diharapkan mampu dilaksanakan sesuai dan
mencapai tujuan yang diharapkan, bukan semata hanya formalitas tetapi memberi
dampak positif bagi sekitarnya.
II.3.4 Prinsip Aktivitas Corporate Social Responsibility
Crowther David (2008) mengurai prinsip-prinsip tanggung jawab sosial
perusahaan menjadi tiga, yaitu sustainability, accountability, transparency.
Pertama, sustainability yang berkaitan dengan bagaimana perusahaan dalam
melakukan aktivitasnya tetap memperhitungkan keberlanjutan sumberdaya di
masa depan. Kedua, accountability yang merupakan upaya perusahaan terbuka
dan bertanggungjawab atas aktivitas yang telah dilakukan. Akuntabilitas dapat
dijadikan sebagai media bagi perusahaan untuk membangun citra dan relasi
terhadap para pemangku kepentingan (stakeholders). Ketiga, transparency yang
merupakan prinsip penting bagi pihak eksternal yang berperan untuk mengurangi
asimetri

informasi,

kesalahpahaman,

khususnya

informasi

dan

pertanggungjawaban berbagai dampak dari lingkungan.
Ketiga

prinsip

diatas

mengarahkan

perusahaan

melaksanakan

tanggungjawab sosial dengan maksimal agar tercapai sesuai dengan yang
diharapkan oleh semua pihak tanpa merugikan, terkhusus sumberdaya alam yang
digunakan sebagai produksi perusahaan. Sehingga penerapan CSR mampu
berfungsi bagi masyarakat yang membutuhkan, karena keberadaan perusahaan
salah satu faktor pendukungnya adalah masyarakat setempat yang merasakan
dampak positif maupun negatif dalam operasi perusahaan.

24
Universitas Sumatera Utara

II.3.5 Jenis-jenis Program CSR
Kotler dan Lee (2005) menyebutkan enam kategori program CSR.
Pemilihan program alternatif CSR yang akan dilaksanakan oleh perusahaan sangat
bergantung kepada keenam jenis program tersebut adalah sebagai berikut :
1. Cause Promotions
Dalam program ini, perusahaan menyediakan dana atau sumber daya
lainnya yang dimiliki perusahaan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat
terhadap suatu masalah sosial atau untuk merndukung pengumpulan dana,
partisipasi dari masyarakat, atau perekrutan tenaga sukarela untuk suatu kegiatan
tertentu. Menurut Kotler dan Lee (2005) Berbagai benefit yang dapat diperoleh
perusahaan dengan melaksanakan kegiatan cause promotions yaitu perusahaan
akan memperkuat kedudukan merek perusahaan, memberikan peluang kepada
para karyawan perusahaan untuk terlibat kegiatan sosial, menciptakan kerjasama
dengan pihak-pihak lain seperti media, dan dapat meningkatkan citra perusahaan.
Contoh dari cause promotions ini adalah Perusahaan DELL mensponsori
pengumpulan komputer bekas untuk di donasikan kepada organisasi nonprofit dan
organisasi publik(http://dosen.narotama.ac.id/wp-content/uploads/2012/03/Kajiancitra-perusahaan-melalui-kegiatan-Corporate-Social-Responsibility-pada-Bank-XBogor.pdf diakses pada tanggal 1 juni 2016)
2. Cause Related Marketing
Dalam

program

ini,

perusahaan

memiliki

komitmen

untuk

menyumbangkan presentase tertentu dari penghasilannya untuk suatu kegiatan
25
Universitas Sumatera Utara

sosial berdasarkan besarnya penjualan produk. Kegiatan ini biasanya didasarkan
kepada penjualan produk tertentu, untuk jangka waktu tertentu, serta untuk
aktivitas derma tertentu. Aktivitas Cause Related Marketing (CRM) yang
biasanya dilakukan oleh perusahaan-perusahaan yaitu menyumbangkan sejumlah
uang tertentu untuk setiap produk yang terjual.
Hal ini sangat baik dilakukan oleh perusahaan karna sangat membantu
pihak penerima yang akan melaksanakan kegiatan sosial. Contoh dari aktivitas
CSR ini adalah Perusahaan DELL memberi 10% dari produk baru yang dipilihnya
ketika tiga produk bekasnya dipergunakan kembali.
3. Corporate Social Marketing
Dalam program ini, perusahaan mengembangkan dan melaksanakan
kampanye untuk mengubah perilaku masyarakat dengan tujuan meningkatkan
kesehatan dan keselamatan publik, menjaga kelestarian lingkungan hidup, serta
meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Kampanye Corporate Social Marketing
(CSM) lebih banyak terfokus untuk mendorong perubahan perilaku yang
berkaitan

dengan

beberapa

isu-isu

kesehatan,

perlindungan

terhadap

kecelakaan/kerugian, lingkungan, serta keterlibatan masyarakat.
Aktivitas CSR ini menunjukkan kepada kepedulian perusahaan terhadap
masyarakat

dengan melakukan kegiatan-kegiatan yang bermanfaat

bagi

masyarakat. Hal ini juga menjadi salah satu sorotan kegiatan yang menarik
masyarakat untuk ikut terlibat langsung dalam pelakasanaan CSR yang dilakukan

26
Universitas Sumatera Utara

oleh perusahaan. Contoh dari kegiatan ini adalah McDonald menyelenggarakan
imunisasi gratis untuk anak-anak.
4. Corporate Philanthropy
Dalam program ini, perusahaan memberikan sumbangan langsung dalam
bentuk derma untuk kalangan masyarakat tertentu. Sumbangan tersebut biasanya
berbentuk pemberian uang secara tunai, paket bantuan, atau pelayanan secara
cuma-cuma Corporate Philanthropy biasanya berkaitan dengan berbagai kegiatan
sosial yang dilaksanakan perusahaan, antara lain program dalam bentuk
sumbangan tunai, dalam bentuk hibah, dalam bentuk penyediaan beasiswa, dalam
bentuk pemberian produk, dalam bentuk pemberian layanan cuma-cuma, dalam
bentuk penyediaan keahlian teknis oleh karyawan perusahaan secara cuma-cuma,
program mengizinkan penggunaan fasilitas dan saluran distribusi yang dimiliki
perusahaan untuk digunakan bagi kegiatan sosial dan program yang dilakukan
perusahaan dengan cara menawarkan penggunaan peralatan yang dimiliki oleh
perusahaan.
Dari beberapa program diatas, banyak perusahaan yang sudah
melakukannya. Hingga saat ini program yang masih hangat dilakukan perusahaan
seperti pemberian beasiswa, sumbangan dalam bentuk hibah, dalam bentuk
pelatihan keahlihan khusus, dan dalam bentuk pemberian produk untuk menjaga
kelestarian lingkungan. Contoh dari aktivitas CSR ini adalah PTPN III
memberikan beasiswa kepada anak-anak sekolah, mewujudkan go green di daerah

27
Universitas Sumatera Utara

danau toba, sumbangan dalam bentuk hibah untuk rumah-rumah ibadah dll.
(http://www.ptpn3.co.id/pdf_files/AR_2013.pdf)
5. Community Voluntering
Dalam program ini, perusahaan mendukung serta mendorong para
karyawan, rekan pedagang eceran untuk menyisihkan waktu mereka secara
sukarela guna membantu organisasi-organisasi masyarakat lokal maupun
masyarakat yang menjadi sasaran program. Bentuk dukungan yang diberikan
perusahaan kepada para karyawannya untuk melaksanakan program community
volunteering adalah memasyarakatkan etika perusahaan melalui komunikasi
korporat yang akan mendorong karyawan untuk menjadi sukarelawan bagi
komunitas, komunikasi ini dapat pula dijadikan sarana agar karyawan mengetahui
sumber daya perusahaan yang dapat digunakan untuk suatu peluang aktivitas
sukarela. Dengan Menyarankan kegiatan sosial akan aktivitas amal tertentu yang
biasa diikuti oleh para karyawan dan mengorganisasi tim sukarelawan untuk suatu
kegiatan sosial. Lalu membantu para karyawan menemukan kegiatan sosial yang
akan dilaksanakan melaui survey ke wilayah yang diperkirakan membutuhkan
bantuan sukarelawan, mencari informasi melaui situs web atau dalam beberapa
kasus dengan menggunakan perangkat lunak khusus yang akan melacak aktivitas
sosial yang cocok dengan minat karyawan yang akan menjadi sukarelawan
dengan menyediakan waktu cuti dengan tanggungan perusahaan bagi karyawan
yang bersedia menjadi tenaga relawan, dimana waktu cuti ini bervariasi dari
hanya beberapa hari kerja sampai menggunakan waktu cuti satu tahun untuk
melaksanakan kegiatan sukarela atas nama perusahaan. Memberikan penghargaan
28
Universitas Sumatera Utara

dalam bentuk uang untuk jumlah jam yang digunakan karyawan tersebut sebagai
sukarelawan dan memberikan penghormatan kepada para karyawan yang terlibat
dalam kegiatan sukarela seperti memberitakan karyawan yang bersangkutan
dalam majalah internal perusahaan. Penghormatan bisa juga dengan memberikan
penghargaan seperti penyematan pin maupun pemberian plakat, atau memberi
kesempatan kepada karyawan yang menjadi sukarelawan untuk memberikan
presentasi pada pertemuan tingkat departemen maupun rapat tahunan. Contoh dari
aktivitas ini adalah PTPN III memberikan bantuan kepada musibah gunung
sinabung sumatera utara (http://www.ptpn3.co.id/pdf_files/AR_2013.pdf)
6. Socially Responsible Business Practice (Community Development)
Dalam program ini, perusahaan melaksanakan aktivitas bisnis melampaui
aktivitas bisnis yang diwajibkan oleh hukum serta melaksanakan investasi yang
mendukung kegiatan sosial dengan tujuan meningkatkan kesejahteraan komunitas
dan memelihara lingkungan hidup. Komunitas dalam hal ini mencakup karyawan
perusahaan, pemasok, distributor, serta organisasi-organisasi nirlaba yang menjadi
mitra perusahaan serta masyarakat secara umum. Sedangkan yang dimaksud
dengan

kesejahteraan

mencakup

di

dalamnya

aspek-aspek

kesehatan,

keselamatan, serta pemenuhan kebutuhan psikologis dan emosional. Contoh dari
aktivitas ini adalah McDonald menggunakan material berbahan daur ulang pada
pengemasannya.

29
Universitas Sumatera Utara

II.3.6 Konsep Penerapan dan Implementasi CSR
Menurut Wibisono (2007) Implementasi CSR di perusahaan pada
umumnya dipengaruhi oleh beberapa faktor. Yang pertama adalah terkait dengan
komitmen pimpinannya. Perusahaan yang pimpinanannya tidak tanggap dengan
masalah sosial, jangan diharap akan mempedulikan aktivitas sosial. Kedua,
menyangkut ukuran dan kematangan perusahaan. Perusahaan besar dan mapan
lebih mempunyai potensi memberi kontribusi ketimbang perusahaan kecil dan
belum mapan. Ketiga, regulasi dan sistem perpajakan yang diatur pemerintah.
Semakin amburadul regulasi dan penataan pajak akan membuat semakin kecil
ketertarikan perusahaan untuk memberikan donasi dan sumbangan sosial kepada
masyarakat. Sebaliknya, semakin kondusif regulasi atau semakin besar insentif
pajak yang diberikan, akan lebih berpotensi memberi semangat kepada
perusahaan untuk berkontribusi kepada masyarakat.
Menurut Fajar (2009) setidaknya ada 3 (tiga) alasan penting mengapa
kalangan dunia usaha merespon dan mengembangkan tanggung jawab sosial
perusahaan sejalan dengan usahanya yaitu perusahaan adalah bagian dari
masyarakat dan oleh karenanya wajar bila perusahaan memperhatikan
kepentingan masyarakat. Lalu hubungan masyarakat dan kalangan bisnis
seharusnya merupakan hubungan yang bersifat simbiosis mutualisme. Dan juga
Kegiatan tanggung jawab sosial merupakan salah satu cara untu meredam atau
bahkan menghindari konflik sosial. Senada dengan yang diatas, menurut
Wibisono (2007) mengapa kalangan dunia usaha mesti merespon dan
mengembangkan isu tanggung jawab sosial sejalan dengan operasi usahanya yaitu
30
Universitas Sumatera Utara

perusahaan adalah bagian dari masyarakat dan oleh karenanya wajar bila
perusahaan

memperhatiakan

kepentingan

masyarakat.

Perusahaan

mesti

menyadari bahwa mereka beroperasi dalam suatu tatanan lingkungan masyarakat.
Kegiatan sosial ini berfungsi sebagai kompensasi atau upaya imbal balik atas
penguasaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi oleh perusahaan yang
kadang bersifat ekspansif dan eksploratif, disamping sebagai kompensasi sosial
karena timbulnya ketidaknyamanan pada masyrakat. Disamping itu jugs kalangan
bisnis dan masyarakat sebaiknya memiliki hubungan yang bersifat simbiosis
mutualisme. Untuk mendapatkan dukungan dari masyarakat, setidaknya ijin
mengoperasikan perusahaan, wajar bila perusahaan juga dituntut untuk
memberikan kontribusi positif kepada masyarakat, sehingga bias tercipta
harmonisasi hubungan bahkan pendongkrakan citra dan performa perusahaan.
Dan diperkuat dengan alasan bahwa kegiatan tanggung jawab sosial merupakan
salah satu cara untuk meredam atau bahkan menghindari konflik sosial. Potensi
konflik itu bias berasal akibat dampak operasional perusahaan ataupun akibat
kesenjangan struktural dan ekonomis yang timbul antara masyarakat dengan
komponen perusahaan.
Cara perusahaan memandang CSR atau alasan perusahaan menerapkan
CSR bisa diklasifikasikan dalam tiga kategori menurut Wibisono (2007) yaitu
hanya sekedar basa-basi, sebagai kewajiban dari pemerintah dan ada juga
implementasi CSR karena adanya dorongan yang tulus dari program. Jika CSR
dilaksanakan karena basa-basi, hal ini hanya melihat faktor ekternal yang mana
memotivasi pelaksanaan CSR untuk mendongkrak citra perusahaan saja. Sama

31
Universitas Sumatera Utara

halnya dengan CSR yang dilaksanakan sebagi kewajiban yang kurang
memperdulikan manfaat CSR itu sendiri hanya sebagai upaya untuk memenuhi
kewajiban. CSR diimplementasikan karena memang ada regulasi, hukum, dan
aturan yang memaksanya. Sedangkan CSR diimplementasikan karena memang
ada dorongan yang tulus dari dalam, perusahaan meyakini bahwa program CSR
merupakan investasi bagi pertumbuhan dan keberlanjutan (sustainability) usaha.
Artinya, CSR bukan lagi dilihat sebagai sentra biaya melainkan sebagai sentra
laba (dimasa mendatang). Secara sederhana, bila CSR diabaikan, kemudian terjadi
insiden, maka biaya untuk menanggung resikonya jauh lebih besar ketimbang
nilai yang hendak dihemat dari alokasi anggaran CSR itu sendiri. Belum lagi
resiko non-finansial yang berpengaruh buruk pada citra korporasi dan
kepercayaan masyarakat kepada perusahaan. Aktivitas CSR berada dalam koridor
strategi perusahaan yang di arahkan untuk mencapai sasaran terhadap masyarakat
yaitu mendatangkan keuntungan bagi perusahaan. Implementasi CSR itu
merupakan langkah-langkah pilihan sendiri, sebagai kebijakan perusahaan, bukan
karena dipaksa oleh aturan dan tekanan masyarakat.
II.3.7 Manfaat Corporate Social Responsibility
Pelaksanaan CSR pastinya memiliki manfaat bagi perusahaan dan
masyarakat. Hal ini berarti tidak menguntung sepihak tetapi pihak pelaksana dan
penerima merasakan manfaat dari CSR ini. Menurut Wibisono (2007) beberapa
manfaat keterlibatan masyarakat dan perusahaan dalam CSR. Perusahaaan
merasakan reputasi dan citra yang lebih baik, lisensi untuk beroperasi secara
sosial, bisa memanfaatkan pengetahuan dan tenaga kerja lokal, keamanan yang
32
Universitas Sumatera Utara

lebih besar, infrastruktur dan lingkungan ekonomi yang lebih baik, menarik dan
menjaga personel yang kompeten untuk memiliki komitmen yang tinggi dan yang
terakhir menarik tenaga kerja, pemasok, pemberi jasa dan mungkin pelanggan
lokal yang bermutu. Disamping itu manfaat yang diterima oleh masyarakat adalah
peluang peciptaan kesempatan kerja, pengalaman kerja dan pelatihan pendanaan
yang dimana pendanaan investasi masyarakat, pengembangan infrastruktur. Dan
juga keahlian komersial, kompetisi teknis, individual pekerja yang terlibat serta
representatif bisnis sebagai juru promosi bagi prakarsa-prakarsa masyarakat.
Apabila CSR direncanakan dengan baik dan dilaksanakan sesuai dengan
perencanaan maka akan memungkinkan mencapai manfaat yang diinginkan.
II.4 Pembangunan
Pembangunan dapat dikatakan sebagai pengembangan yang digunakan
untuk menunjukan angka besar manusia di banyak kota di dunia saat ini (Kim
1973, hal 462). Pembangunan dapat diartikan sebagai upaya terencana dan
terprogram yang dilakukan secara terus menerus oleh suatu negara untuk
menciptakan masyarakat yang lebih baik. Setiap individu atau negara akan selalu
bekerja keras untuk melakukan pembangunan demi kelangsungan hidupnya untuk
masa ini dan masa yang akan datang. Pembangunan merupakan proses dinamis
untuk mencapai kesejahteraan masyarakat. Proses kegiatan yang dilakukan dalam
rangka pengembangan kegiatan ekonomi dan peningkatan taraf hidup masyarakat.
Pembangunan haruslah diarahkan kembali sebagai suatu serangan
terhadap

kebusukan/kejahatan

dunia

sekarang

krisis

pangan,kurang

gizi,pengangguran,dan ketimpangan pendapatan. Karena jika diukur dari
33
Universitas Sumatera Utara

pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan, pembangunan telah mencapai sukses
yang besar,akan tetapi jika ditinjau dan dikaji dari segi pengurangan tingkat
kemiskinan, keadilan dan pengurangan tingkat pengangguran maka pembangunan
itu mengalami kegagalan. ( Paul P.streeten, 1967 ). Tiap-tiap negara selalu
mengejar dengan yang namanya pembangunan. Dengan tujuan semua orang turut
mengambil bagian. Sedangkan kemajuan ekonomi adalah suatu komponen
esensial dari pembangunan itu, walaupun bukan satu-satunya. Hal ini disebabkan
pembangunan itu bukanlah semata-mata fenomena ekonomi.

II.4.1 Pembangunan Berkelanjutan
Pembangunan

berkelanjutan

(Emil

Salim,1990)

bertujuan

untuk

meningkatkan kesejahteraan masyarakat, untuk memenuhi kebutuhan dan aspirasi
manusia. Pembangunan yang berkelanjutan pada hekekatnya ditujukan untuk
mencari pemerataan pembangunan antar generasi pada masa kini maupun masa
mendatang. Menurut KLH (1990) pembangunan (yang pada dasarnya lebih
berorientasi ekonomi) dapat diukur keberlanjutannya berdasarkan tiga kriteria
yang mengacu pada tidak ada pemborosan penggunaan sumber daya alam, tidak
ada polusi dan dampak lingkungan lainnya, serta kegiatannya harus dapat
meningkatkan sumber daya alam dan menggantinya.
Senada dengan konsep diatas, Sutamihardja (2004), menyatakan sasaran
pembangunan berkelanjutan mencakup pada upaya untuk mewujudkan terjadinya:
a. Pemerataan manfaat hasil-hasil pembangunan antar generasi yang berarti bahwa
pemanfaatan

sumberdaya

alam

untuk

kepentingan

pertumbuhan

perlu

34
Universitas Sumatera Utara

memperhatikan batas-batas yang wajar dalam kendali ekosistem atau sistem
lingkungan serta diarahkan pada sumberdaya alam yang replaceable dan
menekankan

serendah

mungkin

eksploitasi

sumber

daya

alam

yang

unreplaceable.
b. Pengamanan terhadap kelestarian sumber daya alam dan lingkungan hidup
yang ada dan pencegahan terjadi gangguan ekosistem dalam rangka menjamin
kualitas kehidupan yang tetap baik bagi generasi yang akan datang.
c. Pemanfaatan dan pengelolaan sumberdaya alam semata untuk kepentingan
mengejar pertumbuhan ekonomi demi kepentingan pemerataan pemanfaatan
sumberdaya alam yang berkelanjutan antar generasi.
d. Mempertahankan kesejahteraan rakyat (masyarakat) yang berkelanjutan baik
masa kini maupun masa yang mendatang (inter temporal).
e. Mempertahankan manfaat pembangunan ataupun pengelolaan sumberdaya alam
dan lingkungan yang mempunyai dampak manfaat jangka panjang ataupun lestari
antar generasi.
f. Menjaga mutu ataupun kualitas kehidupan manusia antar generasi sesuai
dengan habitatnya.
Pembangunan keberlanjutan yang diharapkan terjadi dengan memikirkan faktor
lingkungan yang sering sekali terlupakan. Adanya kepedulian terhadap
lingkungan akan memikirkan sumberdaya alam yang akan dinikmati generasi

35
Universitas Sumatera Utara

selanjutnya, sehingga tidak terjadinya penurunan kualitas tetapi menjaga
keseimbangan lingkungan itu sendiri.
Dari sisi ekonomi Fauzi (2004) setidaknya ada tiga alasan utama
mengapa pembangunan ekonomi harus berkelanjutan. Pertama menyangkut alasan
moral. Generasi kini menikmati barang dan jasa yang dihasilkan dari sumber daya
alam dan lingkungan sehingga secara moral perlu untuk memperhatikan
ketersediaan sumber daya alam tersebut untuk generasi mendatang. Kewajiban
moral tersebut mencakup tidak mengekstraksi sumber daya alam yang dapat
merusak lingkungan, yang dapat menghilangkan kesempatan bagi generasi
mendatang untuk menikmati layanan yang sama. Kedua, menyangkut alasan
ekologi, Keanekaragaman hayati misalnya, memiliki nilai ekologi yang sangat
tinggi, oleh karena itu aktivitas ekonomi semestinya tidak diarahkan pada
kegiatan pemanfaatan sumber daya alam dan lingkungan semata yang pada
akhirnya dapat mengancam fungsi ekologi. Faktor ketiga, yang menjadi alasan
perlunya memperhatiakan aspek keberlanjutan adalah alasan ekonomi. Alasan dari
sisi ekonomi memang masih terjadi perdebatan karena tidak diketahui apakah
aktivitas ekonomi selama ini sudah atau belum memenuhi kriteria keberlanjutan,
seperti kita ketahui, bahwa dimensi ekonomi berkelanjutan sendiri cukup
kompleks, sehingga sering aspek keberlanjutan dari sisi ekonomi ini hanya
dibatasi pada pengukuran kesejahteraan antargenerasi.

36
Universitas Sumatera Utara

II.4.1 Strategi Pembangunan Berkelanjutan
Dari berbagai konsep yang ada maka dapat dirumuskan prinsip dasar dari
setiap elemen pembangunan berkelanjutan. Dalam hal ini ada empat komponen
yang perlu diperhatikan yaitu pemerataan, partisipasi, keanekaragaman, integrasi,
dan perspektif jangka panjang (Askar Jaya : 2004).
a. Pembangunan yang menjamin pemerataan dan keadilan sosial pembangunan
yang berorientasi pemerataan dan keadilan sosial harus dilandasi hal-hal seperti ;
meratanya distribusi sumber lahan dan faktor produksi, meratanya peran dan
kesempatan perempuan, meratanya ekonomi yang dicapai dengan keseimbangan
distribusi kesejahteraan, Namun pemerataan bukanlah hal yang secara langsung
dapat dicapai. Pemerataan adalah konsep yang relatif dan tidak secara langsung
dapat diukur. Dimensi etika pembangunan berkelanjutan adalah hal yang
menyeluruh, kesenjangan pendapatan negara kaya dan miskin semakin melebar,
walaupun pemerataan dibanyak negara sudah meningkat. Aspek etika lainnya
yang perlu menjadi perhatian pembangunan berkelanjutan adalah prospek
generasi masa datang yang tidak dapat dikompromikan dengan aktivitas generasi
masa kini. Ini berarti pembangunan generasi masa kini perlu mempertimbangkan
generasi masa datang dalam memenuhi kebutuhannya.
b.

Pembangunan

yang

menghargai

keanekaragaman

pemeliharaan

keanekaragaman hayati adalah prasyarat untuk memastikan bahwa sumber daya
alam selalu tersedia secara berkelanjutan untuk masa kini dan masa datang.
keanekaragaman hayati juga merupakan dasar bagi keseimbangan ekosistem.

37
Universitas Sumatera Utara

pemeliharaan keanekaragaman budaya akan mendorong perlakuan yang merata
terhadap setiap orang dan membuat pengetahuan terhadap tradisi berbagai
masyarakat dapat lebih dimengerti.
c. Pembangunan yang menggunakan pendekatan integratif pembangunan
berkelanjutan mengutamakan keterkaitan antara manusia dengan alam. Manusia
mempengaruhi alam dengan cara yang bermanfaat atau merusak. Hanya dengan
memanfaatkan pengertian tentang konpleknya keterkaitan antara sistem alam dan
sistem sosial. Dengan menggunakan pengertian ini maka pelaksanaan
pembangunan yang lebih integratif merupakan konsep pelaksanaan pembangunan
yang dapat dimungkinkan. Hal ini merupakan tantangan utama dalam
kelembagaan.
d. Pembangunan yang meminta perspektif jangka panjang masyarakat cenderung
menilai masa kini lebih dari masa depan, implikasi pembangunan berkelanjutan
merupakan tantangan yang melandasi penilaian ini. Pembangunan berkelanjutan
mensyaratkan dilaksanakan penilaian yang berbeda dengan asumsi normal dalam
prosedur discounting. Persepsi jangka panjang adalah perspektif pembangunan
yang berkelanjutan. Hingga saat ini kerangka jangka pendek mendominasi
pemikiran para pengambil keputusan ekonomi, oleh karena itu perlu
dipertimbangkan.
Budimanta (2005) menyatakan, untuk suatu proses pembangunan
berkelanjutan, maka perlu diperhatikan cara berpikir yang integratif. Dalam
konteks ini, pembangunan haruslah melihat keterkaitan fungsional dari

38
Universitas Sumatera Utara

kompleksitas antara sistem alam, sistem sosial dan manusia di dalam
merencanakan, mengorganisasikan maupun melaksanakan pembangunan tersebut.
Pembangunan berkelanjutan harus dilihat dalam perspektif jangka panjang.
Hingga saat ini yang banyak mendominasi pemikiran para pengambil keputusan
dalam pembangunan adalah kerangka pikir jangka pendek, yang ingin cepat
mendapatkan hasil dari proses pembangunan yang dilaksanakan.
Kondisi ini sering kali membuat keputusan yang tidak memperhitungkan
akibat dan implikasi pada jangka panjang, seperti misalnya potensi kerusakan
hutan, banjir yang semakin sering melanda dan dampaknya yang semakin luas,
krisis energi, kemiskinan yang sulit untuk diturunkan, dan seterusnya. Seharusnya
mempertimbangkan keanekaragaman hayati, memastikan bahwa sumberdaya
alam selalu tersedia secara berkelanjutan untuk masa kini dan masa mendatang.
Yang

tak

kalah

pentingnya

adalah

juga

pengakuan

dan

perawatan

keanekaragaman budaya yang akan mendorong perlakukan yang merata terhadap
berbagai tradisi masyarakat sehingga dapat lebih dimengerti oleh masyarakat.
Distribusi keadilan sosial ekonomi. Dalam konteks ini dapat dikatakan
pembangunan berkelanjutan menjamin adanya pemerataan dan keadilan sosial
yang ditandai dengan meratanya sumber daya lahan dan faktor produksi yang lain,
lebih meratanya akses peran dan kesempatan kepada setiap warga masyarakat,
serta lebih adilnya distribusi kesejahteraan melalui pemerataan ekonomi.

39
Universitas Sumatera Utara

II.4.2 Pendekatan Pembangunan Berkelanjutan
Secara ideal keberlanjutan pembangunan membutuhkan pendekatan
pencapaian terhadap keberlanjutan ataupun kesinambungan berbagai aspek
kehidupan yang mencakup; keberlanjutan ekologis, ekonomi, sosial budaya,
politik dan pertahanan keamanan (Askar Jaya : 2004). Berkenaan dengan itu
Menurut Surna T. Djajadiningrat (2005) menyatakan bahwa pembangunan
berkelanjutan memerlukan perspektif jangka panjang yang mencakup aspek
tersebut.
1. Keberlanjutan Ekologis
Menurut Djajadiningrat (2005) tentang keberlanjutan ekologis merupakan
prasyarat pembangunan demi keberlanjutan kehidupan karena akan menjamin
keberlanjutan eksistensi bumi. Dikaitkan dengan kearifan budaya, masing-masing
suku di Indonesia memiliki konsep yang secara tradisional dapat menjamin
keberlangsungan ekologis..
Adapun menurut Askar Jaya (2004) Keberlanjutan ekologis adalah
prasyarat untuk pembangunan dan keberlanjutan kehidupan. Keberlanjutan
ekologis akan menjamin keberlanjutan ekosistem bumi. Untuk menjamin
keberlanjutan ekologis harus diupayakan hal-hal memelihara integritas tatanan
lingkungan yaitu daya dukung, daya asimilatif, dan keberlanjutan pemanfaatan
sumberdaya terpulihan, agar sistem penunjang kehidupan dibumi tetap terjamin
dan sistem produktivitas, adaptabilitas, dan pemulihan tanah, air, udara dan
seluruh kehidupan berkelanjutan. Memelihara keanekaragaman hayati pada

40
Universitas Sumatera Utara

keanekaragaman kehidupan yang menentukan keberlanjutan proses ekologis.
Proses yang menjadikan rangkaian jasa pada manusia masa kini dan masa
mendatang. Terdapat tiga aspek keanekaragaman hayati yaitu keanekaragaman
genetika,

spesies,

dan

tatanan

lingkungan.

Untuk

mengkonversikan

keanekaragaman hayati tersebut perlu hal-hal berikut yaitu “menjaga ekosistem
alam dan area yang representatif tentang kekhasan sumberdaya hayati agar tidak
dimodifikasikan,

memelihara

seluas

mungkin

area

ekosistem

yang

dimodifikasikan untuk keanekaragaman dan keberlanjutan keanekaragaman
spesies, konservatif terhadap konversi lahan pertanian.
Salah satu perusahaan yang ramah lingkungan, seperti produk kecantikan
yang mengunakan produk hijau adalah The Bodyshop. Perusahaan tersebut sudah
terkenal dalam industri kosmetik dan merupakan salah satu dari pelopor dari
green marketing. Menurut Fabricant dan Gould (1993) dalam Haryadi (2009),
produk dari industri kosmetik merupakan produk yang unik, karena selain produk
ini memiliki kemampuan untuk memenuhi kebutuhan mendasar terutama wanita
akan kecantikan sekaligus sebagai sarana bagi konsumen untuk memperjelas
identitas dirinya di masyarakat. The Bodyshop menawarkan produk kosmetik
dengan bahan-bahan alami dan ramah lingkungan, prinsip dasar ramah lingkungan
yang dimiliki The Bodyshop lahir dari ide-ide untuk menggunakan kembali,
mengisi ulang dan mendaur ulang apa yang mereka bisa pakai kembali.
(http://lp3m.asia.ac.id/wp-content/uploads/2013/08/Cyndi-Yuanita-Iwan_GreenAdvertising-pada-Brand-Image.pdf, tgl 13 juni 2016)

41
Universitas Sumatera Utara

Pengelolaan pembangunan yang berwawasan lingkungan merupakan hal
penting untuk keberlanjutan ekosistem. Hal ini dapat dilaksanakan melalui
pencegahan pencemaran lingkungan, rehabilitasi dan pemulihan ekosistem dan
sumberdaya alam yang rusak, meningkatkan kapasitas produksi dari ekosistem
alam dan binaan manusia. Banyak manfaat yang akan diterima perusahaan apabila
melakukan usaha yang ramah lingkungan, selain tetap menjaga kelestarian
lingkungan, juga menarik hati masyarakat.
2. Keberlanjutan Ekonomi
Menurut Askar Jaya (2004) Keberlanjutan ekonomi dari perspektif
pembangunan memiliki dua hal utama keduanya mempunyai keterkaitan yang erat
dengan tujuan aspek keberlanjutan lainya. Keberlanjutan ekonomi makro
menjamin kemajuan ekonomi secara berkelanjutan dan mendorong efisiensi
ekonomi melalui reformasi struktural dan nasional. Tiga elemen utama untuk
keberlanjutan ekonomi makro yaitu efisiensi ekonomi, kesejahteraan ekonomi
yang

berkesinambungan,

dan

meningkatkan

pemerataan

dan

distribusi

kemakmuran. Hal tersebut diatas dapat dicapai melalui kebijaksanaan makro
ekonomi mencakup reformasi fiskal, meningkatkan efisiensi sektor publik,
mobilisasi tabungan domestik, pengelolaan nilai tukar, reformasi kelembagaan,
kekuatan pasar yang tepat guna, ukuran sosial untuk pengembangan sumberdaya
manusia dan peningkatan distribusi pendapatan dan aset.

42
Universitas Sumatera Utara

3. Keberlanjutan Ekonomi Sektoral
Penyesuaian kebijakan yang meningkatkan keberlanjutan ekonomi makro
secara jangka pendek akan mengakibatkan distorsi sektoral yang selanjutnya
mengabaikan keberlanjutan ekologis. Hal ini harus diperbaiki melalui
kebijaksanaan sektoral yang spesifik dan terarah. Oleh karena itu penting
mengindahkan keberlanjutan aktivitas dan ekonomi sektoral. Untuk mencapai
keberlanjutan ekonomi sektoral, berbagai kasus dilakukan terhadap kegiatan
ekonomi. Pertama, sumberdaya alam yang nilai ekonominya dapat dihitung harus
diperlakukan sebagai kapital yang tangibble dalam kerangka akunting ekonomi,
kedua, secara prinsip harga sumberdaya alam harus merefleksi biaya ekstaksi,
ditambah biaya lingkungan dan biaya pemanfaatannya. Pakar ekonomi harus
mengidentifikasi dan memperlakukan sumber daya sebagai sumber yang terpulih,
tidak terpulihkan, dan lingkungan hidup. Sumber yang terpulihkan seperti hutan
dapat memberikan manfaat secara berkelanjutan bila tidak memperlakukan
produktivitas ekonomi sebagai fungsi yang pasif atau jasa yang mengalir;
menggunakan prinsip pengelolaan yang berkelanjutan, sedangkan sumber yang
tidak terpulihkan mempunyai jumlah absulut dan berkurang bila dimanfaatkan.
Oleh karena itu pada kondisi seperti ini konsep sustainable yeild tidak boleh
diterapkan. Pembangunan berkelanjutan dalam konteks sumberdaya yang tidak
dapat dipulihkan berarti: pemanfaatan secara efisien sehingga dapat dimanfaatkan
oleh generasi masa mendatang dan diupayakan agar dapat dikembangkan
substitusi dengan sumberdaya terpulihkan; membatasi dampak lingkungan
pemanfaatannya sekecil mungkin, karena sumberdaya lingkungan adalah biosfer,

43
Universitas Sumatera Utara

secara menyeluruh sumberdaya ini tidak menciut akan tetapi berpariasi sesuai
dengan kualitasnya.
4. Keberlanjutan Sosial Budaya
Secara menyeluruh keberlanjutan sosial dan budaya dinyatakan dalam
keadilan sosial, harga diri manusia dan peningkatan kualitas hidup seluruh
manusia. Keberlanjutan sosial dan budaya mempunyai empat sasaran yaitu:
a. Stabilitas penduduk yang pelaksanaannya mensyaratkan komitmen politik yang
kuat, kesadaran dan partisipasi masyarakat, memperkuat peranan dan status
wanita, meningkatkan kualitas, efektivitas dan lingkungan keluarga.
b. Memenuhi kebutuhan dasar manusia, dengan memerangi kemiskinan dan
mengurangi kemiskinan absolut. Keberlanjutan pembangunan tidak mungkin
tercapai bila terjadi kesenjangan pada distribusi kemakmuran atau adanya kelas
sosial. Halangan terhadap keberlajutan sosial harus dihilangkan dengan
pemenuhan

kebutuhan

dasar

manusia.

Kelas

sosial

yang

dihilangkan

dimungkinkannya untuk mendapat akses pendidikan yang merata, pemerataan
pemulihan lahan dan peningkatan peran wanita.
c. Mempertahankan keanekaragaman budaya, deng

Dokumen yang terkait

Implementasi Program Corporate Social Responsibility (studi pada PT. Arun NGL, Lhokseumawe)

2 59 95

Pengalokasian Dana Corporate Social Responsibility sebagai Alternatif Biaya Pembangunan di Pemerintahan Kota Medan

2 90 101

Program Corporate Social Responsibility (CSR) dan Citra Perusahaan (Studi Korelasional Program Nikah Massal Terhadap Citra PT. PGN SBU III Medan di Kalangan Warga Masyarakat Kota Medan)

1 29 95

Implementasi Corporate Social Responbility (CSR) Terhadap Masyarakat Lingkungan PTPN IV (Studi Pada Unit Kebon Dolok Ilir Kabupaten Simalungun)

5 39 118

Implementasi Corporate Social Responsibility (CSR) PTPN III Untuk Mendukung Pembangunan Berkelanjutan (Studi Pada PTPN III Sei Batanghari Medan)

6 16 102

Implementasi Corporate Social Responsibility (CSR) PTPN III Untuk Mendukung Pembangunan Berkelanjutan (Studi Pada PTPN III Sei Batanghari Medan)

0 0 4

Implementasi Corporate Social Responsibility (CSR) PTPN III Untuk Mendukung Pembangunan Berkelanjutan (Studi Pada PTPN III Sei Batanghari Medan)

0 0 1

Implementasi Corporate Social Responsibility (CSR) PTPN III Untuk Mendukung Pembangunan Berkelanjutan (Studi Pada PTPN III Sei Batanghari Medan)

0 0 11

Implementasi Corporate Social Responsibility (CSR) PTPN III Untuk Mendukung Pembangunan Berkelanjutan (Studi Pada PTPN III Sei Batanghari Medan)

0 0 3

Implementasi Corporate Social Responsibility (CSR) PTPN III Untuk Mendukung Pembangunan Berkelanjutan (Studi Pada PTPN III Sei Batanghari Medan)

0 0 4