Portofolio Teknik Teknik Konseling teori

Sosiodrama.

  Penulisan Portofolio Teknik-Teknik Konseling ini dirasa masih banyak membutuhkan masukan dari para pembaca sekalian. Oleh karenanya penulis

  sangat mengharapkan saran dan masukan.

  Penyusun, Zakki Nurul Amin ©2017 Jurusan Bimbingan dan Konseling

  Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Semarang

TEKNIK-TEKNIK KONSELING TEKNIK MODELLING

A. KONSEP DASAR TEKNIK

  Modeling merupakan salah satu teknik konseling yang dikembangkan oleh Albert Bandura yang berakar dari teori belajar sosial (sosial lerning). Menurut Bandura (dalam Corey, 2007:221) teknik modeling merupakan observasi permodelan, mengobservasi seseorang lainnya sehingga seseorang tersebut membentuk ide dan tingkah laku, kemudian dijelaskan sebagai panduan untuk bertindak. Bandura juga menegaskan bahwa modeling merupakan konsekuensi perilaku meniru orang lain dari pengalaman baik pengalaman langsung maupun tidak langsun, sehingga reaksi-reaksi emosional dan rasa takut seseorang dapat dihapuskan. Sejalan dengan pendapat tersebut, Cornier-cornier dalam Abimanyu (1996:256) mengartikan modeling sebagai prosedur dimana seseorang dapat belajar melalui mengobservasi tingkah laku orang lain, sebagai strategi terapi untuk membantu klien memperoleh respon atau mnghilangkan rasa takut.

  Sedangkan Gantina Komalasari dkk (2011:176) mengartikan modeling merupakan belajar melalui observasi dengan menambahkan atau mengurangi tingkah laku yang teramati, menggeneralisir berbagai pengamatan sekaligus, dan melibatkan proses kognitif.

  Modeling sebagai suatu proses pemadatan sekuensi ide dan tingkah laku yang memungkinkan seseorang menyelesaikan suatu tugas. Dalam belajar, modeling merupakan basis percepatan belajar juga merupakan suatu konsep bagi proses memproduksimembentuk perilaku yang dipelajari melalui mengobservasi orang lain dan aktivitassimbol selaku contoh sebagai alat mempermudah perubahan tingkah laku. Modeling erat kaitannya dengan observational learning yang merupakan sebuah konsep bagi proses dimana dengan proses tersebut orang belajar dengan mengamati tingkah laku orang lain (yang disebut model) atau suatu teknik belajar respon-respons baru melalui mengamati kinerja orang lain (Mappiere, 2006).

  Selain itu modeling juga terdapat kaitan dengan imitasimeniru, akan tetapi meniru tidak sama dengan modeling, karena modeling bukan hanya semata meniru atau mengulangi apa yang dilakukan orang lain, dalam modeling melibatkan penambahan atau pengurangan tingkah laku yang teramati, menggeneralisir berbagai pengalaman dan pengamatan sekaligus sebagai proses kognitif (Bandura dalam Alwisol, 2006:350).

  Dari beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa modeling merupakan salah satu teknik konseling dimana seseorang belajar membuat dan menerapkan perilaku baru melalui proses pengamatan, mengobservasi, menggeneralisir perilaku orang lain (model), dimana dalam modeling ini juga melibatkan proses kognitif dan kreatif bukan semata-mata meniruimitasi saja.

B. JENIS

  Bandura dalam PavinJohn (1997:472) membagi jenis-jenis modeling menjadi dua, yaitu:

  1. Live modeling with partisipan, penokohan langsung oleh seseorang sebagai model.

  2. Symbolic model, penokohan dengan simbol seperti film dan audio visual.

  Corey menjabarkan jenis meodeling menjadi 3 jenis, yaitu :

  1. Live models, pemokohan langsung kepada orang yang dikagumi sebagai model untuk diamati.

  2. Symbolic models, menggunakan penokohan dengan simbol dai film atau audio visual lain.

  3. Multiple model, penokohan ganda yang terjadi dalam kelompok dimana seseorang anggota dari suatu kelompok mengubah sikap dan dipelajari suatu sikap baru setelah mengamati bagaimana anggota-anggota lain dalam kelompok bersikap.

  Cornier-cornier dalam Abimanyu (1996, 256-257) membagi jenis modeling, menjadi :

  1. Modeling langsung, penokohan langsung kepada seseorang sebagai model.

  2. Modeling diri sendiri, menggunakan diri sendiri sebagai model. Dapat disebut pula pengaturan diri (self regulation), dimana individu dalam kegiatan belajar mengamati perilakunya sendiri, menilai perilakunya sendiri dengan standar yang dibuat sendiri, dan memperkuat atau menghukum diri sendiri bila berhasil ataupun gagal dam berperilaku (Rifa’i dan Chatarina, 2009:113).

  3. Modeling partisipan, dilakukan dengan demonstrasi model, latihan terpimppin, dan pengalaman-pengalaman sukses orang lain.

  4. Modeling tersembunyi, dilakukan dengan meminta klien membayangkan suatu model melakukan tingkah laku melalui instruksi-instruksi.

  5. Modeling simbolis, penokohan dengan simbol seperti film dan audio visual.

  6. Modeling kognitif, prosedur konselor menunjuk apa yang dikatakan oleh orang lain pada diri mereka selagi mereka melakukan suatu tugasperilaku.

C. TUJUAN

  Menurut Bandura terdapat beberapa tujuan dari modeling, yaitu :

  1. Development of new skill, artinya mendapatkan respon atau ketrampilan baru dan memperlihatkan perilakunya setelah memadukan apa yang diperoleh dari pengamatan dengan perilaku baru.

  2. Facilitation of preexisting of behavior, menghilangkan respon takut setelah melihat tokoh (bagi si pengamat).

  3. Changes in inhibition about self axspression, pengambilan suatu respons-respons yang diperlihatkan oleh suatu tokoh dengan pengamatan kepada model.

D. MANFAAT

  Beberapa manfaat dan pengaruh dari modeling adalah sebagai berikut :  Pengambilan respons atau ketrampilan baru dan memperlihatkannya dalam perilaku baru.  Hilangnya respons takut setelah melihat tokoh melakukan sesuatu yang menimbulkan rsasa takut konseli, tidak berakibat buruk bahkan berakibat positif.

   Melalui pengamatan terhadap tokoh, seseorang terdorong untuk melakukan sesuatu yang mungkin sudah diketahui atau dipelajari dan tidak ada hambatan.

  Jones (2011:434) juga mengemukakan beberapa fungsi dari teknik modeling yaitu :

   Menghanbat dan menghilangakan atau mengurangi hambatan perilaku yang sudah ada dalam repertoar.  Sebagai fasilitasi respons, perilaku yang dijadaikan model dapat berfungsi sebagai pengingat atau isyarat bagi orang untuk melakukan perilaku yang sudah ada dala repertoarnya.  Membangkitkan rangsangan emosional. Orang dapat mempersepsi dan berperilaku beerbeda dalam keadaan kerenagsangan yang meningkat.  Symbolic modeling membentuk gambaran orang tentang realitas sosial diri dengan cara itu ia memotret berbagai hubungan manusia dan kegiatan yang mereka ikuti.

E. TAHAP-TAHAP

  Bandura (dalam Syamsu Yusuf, 2009:9) meyakini bahwa modeling melibatkan empat proses, yaitu sebgai berikut:

  1. Attentional, yaitu proses dimana observerindividu menaruh perhatian terhadap perilaku atau penampilan model. Dalam hal ini sesorang cenderung memperhatikan model yang menarik, berhasil, atraktif, dan populer. Lebih jauh lagi Jones (2011:435) menyebutkan variabel dari attention adlah, karakteristik stimuli modeling (mencakup, ketersediaan, kekhasan, atraktivitas personal, nilai fungsional) dan karakteristik pengamat (mencakup, kapasitas sensorik, tingkat rangsang, kebiasaan perceptual, dan reinforcement sebelumnya)

  2. Retention, yaitu proses yang merujuk pada upaya individu untuk memasukkan infomasi tentang model. Baik verbal maupun gmbar dn imajinasi.

  3. Production, yaitu proses mengontrol tentang bagaimana anak dapat mereproduksi respons atau tingkah laku model. Kemampuan mereproduksi dapat berbentuk ketrampilan fisik atau kemampuan mengidentifikasi perilaku model.

  4. Motivational, yaitu proses pemilihan tingkah laku model. Dalam proses ini terdapat faktor penting yang mempengaruhinya, yaitu reinforcement dan punishment.

  5. Vicarious Learning, yaitu proses belajar dengan cara mengobservasi consequence tingkah laku orang lain. Seseorang akan mengamati hal-hal yang menjadi akibatkonsekuensi yang didapat orang lain untuk diggunakannya sebagai patokan dalam berperilaku.

F. TAHAPANLANGKAH-LANGKAH PENERAPAN TEKNIK

  Langkah-langkah proses modeling dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut (Gantina Komalasari dkk, 2011:179):

   Menetapkan bentuk penokohan (live model, symbolic model, multiple model)  Pada live model, pilih model yang bersahabat atau teman sebaya konslei yang memiliki kesamaan seperti usia, status ekonomi, dan penampilan fisik.  Bila mungkin gunakan lebih dari sati model.  Kompleksitas perilaku yang dimodelkan harus sesuai dengan tingkat perilaku konseli.  Kombinasikan modeling dengan aturan, instruksi, behavioral rehearsal, dan penguatan.  Pada saat konslei memperhatikan penampilan tokoh berikan penhuatan alamiah.  Bila mungkin buat desain pelatihan untuk konseli menirukan model secara tepat, sehingga akan mengarahkan konseli pada penguatan alamiah. Bila tidak maka buat perencenaan pemberian penguatan untuk setiap peniruan tingkah laku yang tapat.  Bila perilaku bersifat kompleks, maka episode modeling dilakukan mulai dari yang paling mudah ke yang lebih sukar.

   Scenario modeling harus dibuat ralistik.  Melakukan pemodelan dmana tokoh menunjukkan perilaku yang menimbulkan rasa takut bagi konseli (Dengan sikap manis, perhatian, bahsa yang lembut, dan perilaku yang menyenangkan).

  Sementara secara umum, langkah-langkah dalam penerapan teknik modeling adalah sebgai berikut:

  1. Telaah masalah, telaah masalah disini merupkan analisis tingkah laku konseli dan tingkah laku lingkungan konseli. Dalam pendekatan behavior tingkah laku konseli harus dijabarkan secara spesifik konkrit tidak berlabel, dapat diamati, dan dapat diukur.

  2. Merumuskan tujuan dan sasaran yang akan dicapai.

  3. Menentukan model dan cara modeling. Dalam teknik ini, ada persyaratan juga yang harus dipenuhi seseorang untuk menjadi model, seperti : karekteristiknya sesuai dengan perilaku yan akan dikembangkan, sesuai dengan norma dan aturan yang berlaku, usia yang sebaya, menarik, dan favorit.

  4. Melakukan modeliling perilaku. Konselor mananyakan sikap perasaan, dan meberi motivasi.

G. APLIKASI TERBATAS (VERBATIM)

  Secara umum tahap dalam proses konseling mengacu pada positive asset research terdiri dari tahapan :

  1. Mengawali pertemuan (Attending, Rapport, Opening, Structuring)

  2. Pengumpulan data, penggambaran cerita hidup, masalah, dan kekuatan konseli (Lead, Restatement, Paraprashing, Reflection of Feeling, Clarification, Lead)

  3. Perumusan tujuan, merumuskan apa yang hendak dicapaiingin didapatkan dari proses konseling.

  4. Working, tahap bekerja dan mengupayakan perubahan serta penyelesaian masalah konseli. pada tahap ini dapat digunakan teknik-teknnik konsleing untuk mengupayakan perubahan yang bersifat kognitif, perilaku, dan afektif.

  (Eksplorasi alternative, Reasurance, Interpretation, confrontation, advice, Rejection)

  5. Pengakhiran, mengakhiri sesi konseling (Generalisasi, summary, termination)

  Dalam bahasan ini akan dicoba dijabarkan mengenai deskripsi tahapan teknik modeling, tantunya teknik ini digunakan setelah konselor membangun rapport dan melakukan tahapan proses konseling dari mengawali pertemuan sampai akan memasuki tahap working dan menilai teknik modeling sesuai dan dapat dilakukan untuk membentu penyelesaian masalah konseli :

  No.

  Tahap

  Karakteristik Tahap

  Deskripsi Spesifikasi Konsep

  1. Attentional

   Individu

  memperhatikan (Contoh permasalahan :

  secara

  penuh

  pada Siswa takut dan malu

  modeltingkah laku yang mengungkapkan pendapat akan dicontoh.

  dikelas jenis Modeling : Live

   Cenderung memperhatikan modeling with participant) model yang menarik, seusia Konselor meminta konseli dengan konseli.

  yang aktif mengungkapkan pendapat dikelas.

  Mengamati

  bagaimana

  teman sekelasanya bertanya, apa yang dilakukan sebelum dan sesudah bertanya.

  2. Retention

   Mengingat, menyimpan, dan Pada

  sesi konseling

  menggeneralisir informasi berikutnya,

  konselor

  serta karakteristik model meminta

  konseli

  yang akan ditiru.

  mengungkapkan

   Mulai mengimitasimeniru informasihal apa yang tingkah laku model (in vivo didaptkan

  dari

  _dalam ruangan)

  pengamatan

  terhadap teman sekelasnya tersebut. Konselor

  dan konseli bersama-sama menggeneralisir perilaku dari model.

  Konselor meminta konseli untuk mulai melakukan dan mencoba melakaukan perilaku seperti model.

  3. Produksi

   Individu

  menunjukkan Konseli mulai mencoba

  perilaku seperti model.

  model, dan

  mencoba bertanyamengungkapkan pendapat dikelas.

  4. Motivasi

   Pemberian

  reinforcement Pada

  sesi

  konseling

  pada individu yang teleh berikutnya,

  konselor

  menunjukkan

  perilaku bertanya tentang apa yang

  model.

  telah dilakukan konseli.

   Individu

  mengevaluasi Apakah

  konseli telah

  apakah perilaku cocok atau berani

  mengungkapkan

  tidak dengan dirinya.

  pendapat dikelas atau

   Individu dalam meniru belum. Jika belum maka perilaku terdapat proses konselor kembali pada kreatif dan kognitif terhadap tahap retention dan kembali perilaku yang akan dibentuk. mengupayakan terjadinya  Individu

  terdorong perubahan

  perilaku

  melakukan tingkah laku konseli. karena

  mendapat Jika sudah besama dengan

  yang telah dilakukan oleh konseli. Bagaimana prosesnya dan apa hal yang mengikuti setelah konslei melakuka perilaku yang dikehandaki. Konselor

  yang telah

  meningkatkan perilaku tersebut.

  5. Vicarious

   Belajar

  dengan

  cara Konselor meminta konseli

  Learning

  mengobservasi consequence untuk

  dapat

  tingkah laku orang lain.

  mengembangkan perilaku yang dikehendaki tersebut dengan cara mengamati dan

  memperhatikan konsekuensihasil

  setelah melakukan perilaku yang dikehendaki. Mengevaluasi

  lainmodel

  dan menggenarilisir konsekuensi

  untuk memunculkan

  dan mengembangkan perilaku yang dikehandaki.

  Selanjutnya, akan coba dijabarkan aplikasi terbtas contoh verbatim yang dikatakan oleh konselor dari setiap langkahtahapan penerapan teknik modeling, tentunya sebelum melangkah pada tiap tahapan penerapam teknik modeling, konselor juga haruslah menerapakkan ketrampilan dasar konseling seperti yang talah dijabarkan dalam positive asset reserach:

  1. Telaah masalah

  Menelaah masalah dari aspek diri konseli : “ baiklah dek anton, dapatkah dek anton menceritakan labih jelas lagi terkait permasalahan dek anton yang merasa takut dan tidak berani bila akan mengungkapkan pendapat di depan kelas?” Menelaah masalah dari aspek lingkungan konseli: “ lalu bagaimanakah sikap guru dan teman dek anton yang membuat dek anton takut untk berpendapat di kelas?“

  2. Merumuskan tujuan “ baiklah dek anton, dari permasalah yang dijelaskan dek dan sasaran yang anton tadi, mari kita bersama-sama mendiskusikan akan dicapai.

  tujuan apa yang sekiranya akan kita capai dalam konseling kali ini “

  (Dilanjutkan

  “ baiklah, harapannya dengan konseling ini dek anton

  rasionalisasi

  akan mampu mencoba dan berani mengungkapkan

  modeling)

  pendapat di depan kelas, terkait hal tersebut bapak mempunyai suatu cara yang sekiranya dapat dek anton lakukan agar dapat mencapai tujuan dek anton tadi, cara itu dengan belajar mengamati perilaku dan mencoba mengembangkan perilaku orang lain, mungkin teman dek anton, yang dek anton rasa dapat dijadikan contoh untuk berani mengungkapan pendapat didepan kelas. Apakah dek anton punya teman yang aktif di kelas dan sekiranya dapat dek anton mintai tolong sebagai contoh?”

  3. Menentukan model “ Okey, sesuai apa yang kamu ungkapkan, kamu dapat dan cara modeling

  diego ketika

  mengungkapkan pendapat di depan kelas, dek atna juga bisa bertanya-tanya kepada diego hal-hal yang mungkin bisa membantu agar dapat berani mengungkapan pendapat. Bisakah dek atna lakukan”

  4. Melakukan

  Dilakukan sesuai tahap-tahap modeling, peran

  modeliling perilaku konselor disini sebagai evaluator, fasilitator untuk

  memantau perkembangan perilaku konseli, dan memberi motivasi kepada konseli.

TEKNIK-TEKNIK KONSELING TEKNIK RELAKSASI-DESENSITISASI SISTEMATIS

A. KONSEP DASAR TEKNIK

  Relaksasi dan Desensitisasi pada hakikatnya termasuk dalam teknik behavioral classic. Menurut pendapat Cormier dan Cormier, 1985 (dalam Abimanyu dan Manrihu, 1996:320) Relaksasi dapat diartikan sebagai usaha untuk mengajari seseorang untuk relaks, dengan menjadikan orang itu sadar tentang perasaan-perasaan tegang dan perasaan-perasaan relaks kelompok-kelompok otot utama seperti tangan, muka, dan leher, dada, bahu, punggung, perut, dan kaki. Sedangkan menurut Suryani, 2000 (dalam Lutfi Fauzan, 2009) Relaksasi merupakan salah satu cara untuk mengistirahatkan fungsi fisik dan mental sehingga menjadi rileks.

  Teknik relaksasi dalam konseling merupakan gabungan dari beberapa atau satu spesifik latihan relaksasi. Lebih sering merupakan combinasi dari deep breathing, muscle relaxation, and visualization techniques yang telah terbukti mampu menurunkan ketegangan otot dan tensi saat tubuh sedang mengalami stress dan kecemasan (Gardner, 2002:4). Dalam perkembangan selanjutnya teknik relaksasi juga dapat dikombinasikan dengan teknik-teknik behavioral lain seperti desensitisasi sistematis, assertion training, self management progam, meditasi, aoutogenic training dan teknik-teknik lain yang terkait, dalam relaksasi klien diberikan instruksi yang dapat membuat mereka merasa lebih relaks (Corey, 2009). Relaksasi dapat membantu menangani asma, sakit kepala, hipertensi, insomnia, irritable bowel syndrome, dan panic disorder.

  Desensitisasi sistemis berlatar belakang dari prinsip-prinsip classical conditioning, yang dikembangankan oleh Joseph Wolpe dengan tujuan mengajarkan srategi menekan kecemasan dan kemampuan mengontrol diri klien (Corey, 2009; Thompson, 2003). Desensitisasi sistematis dilakukan dengan melemahkan kekuatan stimulus penghasil kecemasan dan gejala kecemasan bisa dikendalikan dan dihapus melalui penggantian stimulus, melibatkan teknik relaksasi dengan melatih konseli untuk santai dan mengasosiasikan keadaan Desensitisasi sistemis berlatar belakang dari prinsip-prinsip classical conditioning, yang dikembangankan oleh Joseph Wolpe dengan tujuan mengajarkan srategi menekan kecemasan dan kemampuan mengontrol diri klien (Corey, 2009; Thompson, 2003). Desensitisasi sistematis dilakukan dengan melemahkan kekuatan stimulus penghasil kecemasan dan gejala kecemasan bisa dikendalikan dan dihapus melalui penggantian stimulus, melibatkan teknik relaksasi dengan melatih konseli untuk santai dan mengasosiasikan keadaan

B. JENIS

  Lichstein (1988, dalam Luthfi Fauzan, 2009), mengemukakan jenis-jenis teknik relaksasi antara lain:

  1. Autogenic Training

  Yaitu suatu prosedur relaksasi dengan membayangkan (imagery) sensasi-sensasi yang meyenagkan pada bagian-bagian tubuh seperti kepala, dada, lengan, punggung, ibu jari kaki atau tangan, pantan, pergelangan tangan. Sensasi-sensasi yang dibayangkan itu sepert rasa hangat, lemas atau rileks pada bagian tubuh tertentu, juga rasa lega karena nafas yang dalam dan pelan. Sensasi yang dirasakan ini diiringi dengan imajinasi yang meyenangkan misalnya tentang pemandangan yang indah, danau, yang tenang dan sebagainya.

  2. Progressive Training

  Adalah prosedur teknik relaksasi dengan melatih otot-otot yang tegang agar lebih rileks, terasa lebih lemas dan tidak kaku. Efek yang diharapkan adalah proses neurologis akan berjalan dengan lebih baik. Karena ada beberapa pendapat yang melihat hubungan tegangan otot dengan kecemasan, maka dengan mengendurkan otot-otot yang tegang diharapkan tegangan emosi menurun dan demikian sebaliknya.

  3. Meditation

  Adalah prosedur klasik relaksasi dengan melatih konsentrasi atau perhatian pada stimulus yang monoton dan berulang (memusatkan pikiran pada katafrase tertentu sebagai focus perhatiannya ), biasanya dilakukan dengan menutup mata sambil duduk, mengambil posisi yang pasif dan Adalah prosedur klasik relaksasi dengan melatih konsentrasi atau perhatian pada stimulus yang monoton dan berulang (memusatkan pikiran pada katafrase tertentu sebagai focus perhatiannya ), biasanya dilakukan dengan menutup mata sambil duduk, mengambil posisi yang pasif dan

  Sedangkan Gardner (2002) menjelaskan tentang latihan relaksasi dapat dilakukan dengan :

  1. Abdominal Breathing Dilakukan dengan menghela nafas dengan mata terpejam dan menenangkan pikiran, dilakuakan sampai menghasilkan ketenangan dalam diri.

  2. Progressive Muscle Relaxation Teknik relaksasi yang dilakukan dengan melibatkan dan menggerakkan berbagai komponen otot dan bagian spesifik tubuh, misalnya : lengan, kepala, tangan, bahu, atau bagian tubuh lain.

  3. Simultaneous Contractions Konsep yang sama dengan progressive muscle relaxation akan tetapi dilakukan dengan waktu yang lebih singkat dengan gerakan simultan.

  4. Cue-controlled relaxation Mengkombinasikan abdominal breathing dengan sugesti verbal yang menimbulkan ketenangan.

  5. Visualizing Dengan membayangkan atapun secara langsung membuat tempat yang nyaman, tempat yang damai, dengan warna, suasana, aroma yang menenagkan.

  6. Peaceful scenes Mendatangi langsung tempat yang dianggap nyaman, seperti danau, laut, taman, dsb.

C. TUJUAN

  Tujuan Relaksasi antara lain untuk :

   Melegakan stress untuk penyakit darah tinggi, penyakit jantung, susah hendak tidur,sakit kepala disebabkan tekanan dan asthma.  Membantu orang menjadi rileks, dan dengan demikian dapat memperbaiki berbagai aspek kesehatan fisik dan aspek psikologis.  Membantu individu untuk dapat mengontrol diri dan memfokuskan perhatian sehingga ia dapat mengambil respon yang tepat saat berada dalam situasi yang menegangkan.

  Selanjutnya Tujuan teknik desensitisasi sistematis yaitu :

   Teknik desensitisasi sistematis bermaksud mengajar konseli untuk memberikan respon yang tidak konsisten dengan kecemasan yang dialami konseli.  Mengurangi sensitifitas emosional yang berkaitan dengan kelainan pribadi atau masalah sosial.  Menenangkan klien dari ketegangan yang dialami dengan cara mengajarkan klien untuk rileks.  Menghapus tingkah laku negatif seperti kecemasan.

D. MANFAAT

  Beberapa manfaat yang dapat diperoleh dengan menggunakan teknik relaksasi memiliki adalah sebagai berikut:

  1. Memberikan ketenangan batin bagi individu.

  2. Mengurangi rasa cemas, khawatir dan gelisah.

  3. Mengurangi tekanan dan ketegangan jiwa.

  4. Mengurangi tekanan darah, detak jantung jadi lebih rendah dan tidur menjadi nyenyak.

  5. Memberikan ketahanan yang lebih kuat terhadap penyakit.

  6. Kesehatan mental dan daya ingat menjadi lebih baik.

  7. Meningkatkan daya berfikir logis, kreativitas dan rasa optimis atau keyakinan.

  8. Meningkatkan kemampuan untuk menjalin hubungan dengan orang lain.

  9. Bermanfaat untuk penderita neurosis ringan, insomnia, perasaan lelah dan tidak enak badan.

  10. Mengurangi hiperaktif pada anak-anak, dapat mengontrol gagap, mengurangi merokok.

  11. Mengurangi kemungkinan gangguan yang berhubungan dengan stress dan mengontrol anticipatory anxiety sebelum situasi yang menimbulkan kecemasan, seperti pada pertemuan penting, wawancara atau sebagainya

  12. Meningkakan hubungan antar personal.

  Sedangkan teknik desensititasi sistematis dapat bermanfaat untuk :

  1. Menghilangkan tingkah laku yang diperkuat secara negatif dan menyertakan respon yang berlawanan dengan tingkah laku yang akan dihilangkan. Dengan pengkondisian klasik respon-respon yang tidak dikehendaki dapat dihilangkan secara bertahap.

  2. Menghilangkan perilaku yang diperkuat secara negatif dan menyertakan respon yang berlawanan dengan perilaku yang akan dihilangkan.

  3. Desensitisasi sistematis sering digunakan untuk mengurangi maladaptasi kecemasan yang dipelajari lewat conditioning (seperti phobia) tapi juga dapat diterapkan pada masalah lain.

  4. Dengan teknik desensitisasi sistematis konseli dapat melemahkan atau mengurangi perilaku negatifnya tanpa menghilangkannya.

  5. Konseli mampu mengaplikasikan teknik ini dalam kehidupan sehari-hari tanpa harus ada konselor yang memandu.

  6. Desensitisasi sistematis merupakan teknik yang digunakan untuk menghapus perilaku yang diperkuat secara negatif, biasanya berupa kecemasan dan disertakan respon yang berlawanan dengan perilaku yang akan dihilangkan. Dengan pengkondisian klasik, respon-respon yang tidak dikehendaki dapat dihilangkan secara bertahap.

  7. Desensitisasi sistematis sering digunakan untuk mengurangi maladaptasi kecemasan yang dipelajari lewat conditioning (seperti phobia) tapi juga dapat diterapkan pada masalah lain.

  8. Dengan teknik desensitisasi sistematis konseli dapat melemahkan atau mengurangi perilaku negatifnya tanpa menghilangkannya.

  9. Konseli mampu mengaplikasikan teknik ini dalam kehidupan sehari-hari tanpa harus ada konselor yang memandu.

E. TAHAP-TAHAP

  Dalam menerapkan teknik relaksasi kita perlu mempertimbangkan beberapa persiapan yang harus diperhatikan seperti setting lingkungan yang tenang atau tidak mengganggu, pakaian yang longgar atau tidak mengikat, perut yang tidak sedang kelaparan atau kekenyangan, serta tempat yang nyaman dan tepat untuk mengambil posisi tubuh. Bisa pula ditambahkan aromatherapy dan alunan musik klasik dalam pelaksanaan teknik relaksasi.

  Posisi atau postur untuk relaksasi bebas, dapat dengan duduk di lantai atau kursi, berdiri auatupun berbaring yang penting dapat membawa konseli ke keadaan rileks atau istirahat serta berguna untuk memperbaiki postur tubuh yang salah.

  Sedangkan Desensitisasi sistematis mempunyai tiga elemen pokok (Jones, 2011:460 ; Thompson, 2003: Corey, 2009) yaitu (1) latihan relaksasi otot dalam (2) menyusun hierarkijenjang-jenjang stimuli yang membangkitkan kecemasan (3) setelah relaks, meminta konseli untuk membayangkan item-item dari hiererki stimuli yang membangkitkan kecemasan tersebut.

  Ketiga pokok tersebut dijabarkan kedalam beberapa langkah seperti berikut :  Melatih relakasasi konseli dengan berlatih pengenduran otot dan bagian tubuh dengan titik berat wajah, tangan, kepala, leher, pundak, punggung, perut, dada, dan anggota badan bagian bawah.  Konseli mempraktikkan 30 menit setiap hari, hingga terbiasa untuk santai dengan cepat.

   Analisis tingkah laku yang membangkitkan kecemasan.

   Menyusun tingkat kecemasan  Membuat daftar situasi yang memunculkanmeningkatkan taraf kecemasan mulai dari yang paling rendah-paling tinggi.  Pelaksanaan desensitisasi konseli dalam keadaan santai dan mata tertutup.  Meminta konseli membayangkan dirinya berada pada satu situasi yang netral, menyenangkan, santai, nyaman, tenang. Saat konseli santai diminta membayangkan situasi yang menimbulkan kecemasan pada tingkat yang paling rendah. Dilakukan terus secara bertahap sampai tingkat yang memunculkan rasa cemas, dan dihentikan.  Kemudian dilakukan relaksasi lagi sampai konseli santai, diminta membayangkan lagi pada situasi dengan tingkat kecemasan yang lebih tinggi dari sebelumnya.  Terapi selesai bila konseli mampu tetap santai ketika membayangkan situasi yang sebelumnya paling mengelisahkan dan mencemaskan.

F. KELEMAHAN DAN KELEBIHAN

  Kelemahan teknik Relaksasi-Desensitisasi:

   Kedua teknik ini memerlukan waktu yang cukup lama agar konseli dapat benar-benar merasa rileks dan merasa nyaman dari kecemasan- kecemasannya. Terlebih pada teknik desensititasi seteleh konselor meminta konseli menyusun jenjang hierarki kecemasan, dalam proses konseli tahapan-tahapan jenjang hierarki tersebut harus ditratment dulu mulai dari jenjang rendah sampai jenjangtingkatan tertinggi.  Dalam relaksasi membutuhkan lingkungan yang kondusif dan sarana prasarana yang mendukung terciptanya kenyamanan dan situasi relaks.  Jika konselor tidak cakap dalam memberikan instruksi saat teknik relaksasi tidak dapat maksimal.  Dalam teknik desensititasi konselor perlu membuat format-format yang sangat detail terkait kecemasan-kecemasan konseli, sehingga teknik ini termasuk teknik yang cukup susah dilakukan.

  Kelebihan teknik Relaksasi-Desensititasi:

   Apabila dilakukan dengan tahap yang benar, teknik relaksasi dapat secara efesien terbukti menurunkan kecemasan dam ketegangan serta membuat konseli lebih relaks.  Secara efektif membuat konseli memahami kecemasannya dari kecemasan yang ringan sampai yang berat.

G. APLIKASI TERBATAS

  Tahapan Relaksasi

  “ Baiklah, terkait masalah felan yang merasa cemas ketika felan sedang berjalan mengendarai motor, Bapak mempunyai suatu cara yang mungkin bisa diterpakan untuk mengurangi rasa cemas yang felan rasakan. Cara tersebut dikenal dengan relaksasi, mungkin felan pernah mendengar kata teresbut, cukup familiar bapak rasa. Relaksasi tujuannya agar felan merasa lebih rileks, santai dan tenang. Relaksasi inipun nantinya dapat felen lakukan pada setiap kondisi dimana felan merasa takut atau cemas akan suatu hal, konsep yang akan bapak ajarkan disini terkait relaksasi pikiran dan otot.”

  2. Instruksi

  tentang “perlu felen ketahui juga, dalam relaksasi felan

  pakaian

  diharapkan menggunakan pakaian yang nyaman dan membuat badan felan juga rileks”

  3. Menciptakan

  “ lingkunganpun usahakan felan berada dalam ruangan

  lingkungan

  yang yang nyaman, tenang, sejuk. Hal itu akan sangat

  nyaman

  mendukung keberhasilan relaksasi yang dilakukan felan. Jikapun tidak, buatkah diri dan pikiran felan senyaman dan setenang mungkin”

  4. Konselor

  “ tekait dengan relaksasi pikiran dan perasaan, felan

  memberikan contoh

  perlu membuat pikiran felan setenang mungkin,

  latihan relaksasi

  senyaman mungkin, bisa dengan membayangkan hal-hal yang membuat felan nyaman. Selanjututnya untuk relaksasi otot, felan bisa mencoba untuk mengencangkan dan mengendorkan otot agar merasakan perasaan yang lebih rileks, felen juga perlu mengatur ketenangan dalam bernafas”

  5. Instruksi-instruksi

  “ baiklah, setelah beberapa hal yang bapak sampaikan

  untuk relakasasi

  tadi, kita akan bersama untuk mencoba mempraktikkan relaksasi. Sudah siapkah felan?” (Sembari meminta konseli berbaring, ataupun jika duduk duduk pada posisi senyaman mungkin, dapat sembari manyalakan alunan music yang menenangkan) “Coba pejamkan mata anda, dan resapi apa yang akan saya katakana. Buatlah badan, pikiran, dan perasaan anda senyaman yang anda dapat rasakan. Coba buat kondisi anda senyaman mungkin, serileks mungkin, setenang mungkin….” “ aturlah nafas anda, tarik nafas, dan keluarkan perlahan, serta rasakan bahwa setiap hembusan nafas anda semakin membuat anda rileks, jauh lebih rileks…. Bayangkan hal- hal yang memebuat anda nyaman, rileks, mingkin suasana pantai yang indah, semilir angin pegunungan, damainya taman bunga, buat hal itu senyata mungkin, hanya anda tanpa ketakutan anda, hanya anda dengan kenyaman anda” “Coba pusatkan pikiran anda pada bahu anda, rasakan bahu anda yang tadinya merasa tegang, rasakan disetiap hembusan nafas anda membuat bahu anda lebih nyaman, rileks, jauh lebih rileks”

  6. Howework asigment

  “ baik felan, begitulah cara relaksasi untuk melatihnya

  dan tindak lanjut

  kamu bisa mencoba dirumah untuk mengurangi kecemasanmu “

  Tahapan Desensititasi

  “oky felan, terkait masalah kecemasan yang kamu alami

  situasi yang

  tadi, mari kita coba bicarakan lebih dalam lagi terkait

  berhubungan dengan situasi yang membuat kamu takutcemas.” ketakutankecemasan

  2. Memilih kecemasan “baiklah, dari apa yang kamu sampaiakan tadi, jika ada tersebut dari skala 0- skala 0-100 pilihah situasi-situasi yang membuat kamu 100,

  hierarki cemas, dari yang paling rendah sampai yang palin

  kecemasan

  tinggi, dalam artian kamu mengalami kecemasan puncak, lalu berikanlah prosentase dan nilai untuk masing-masing situasi yang kamu alami “

  3. Menyusun

  hierarki “ okey, kamu sudah mengungkapkan beberapa situasi

  kecemasan

  akhir, yang membuat kamu merasa cemas dan takut, dari

  yang spesifik, dan situasi-situasi terbut mari kita susun dan coba buat mudah dibayangkan

  sebuah tingkatan situasi yang spesifik dan mudah dibayangkan “

  4. Mendiskusikan

  “jika tadi kita telah berdiskusi tentang hal-hal yang

  gambaran tenang

  membuat kamu cemas, lalu bapak juga ingin

  konseli

  mengetahui, ha apa yang sekiranya membuat kamu nyaman, tenang, hal yang paling kamu sukai”

  5. Melakukan relaksasi

  “ sekarang kita akan coba melakukan relaksasi, seperti yang bapak ajarkan diwaktu yang lalu, dan kamu juga sudah berlatih dirumah, apakah kamu sudah siap “

  6. Membayangkan

  (Setelah konseli benar-benar merasa rileks)

  hierarki kecemasan

  “ coba bayangkan (hierarki kecemasan pertama) kamu

  dari yang paling

  berada diluar rumah dan melihat jalan raya yang ramai

  rendah sampai yang

  dan padat kendaraan “

  paling tinggi

  (apabila konseli dalam membayangkan tidak merasa cemas, lanjutkan pada hierarki yang lebih tinggi, apabila konseli merasa cemas, arahkan pada kondisi tenang konseli, dan jika beberapa kali tetap mengalami kecemasan, hentikan sementara dan lanjutkan apabila konseli sudah siap dan lebih rileks)

TEKNIK-TEKNIK KONSELING TEKNIK ASERTIF TRAINING

A. KONSEP DASAR TEKNIK

  Dalam kehidupan sosial, antara individu satu dengan individu lain mempunyai hak-hak rasional, seperti setiap orang berhak menyatakan perasaan, fikiran, kepercayaan sesuai dengan apa yang diinginkan, berhak menolak sesuatu yang tidak diinginkan, dan berhak mengembangkan hubungan sosial yang saling menguntungkan dengan orang lain. Dalam mengungkapkan hak-hak tersebut, individu memiliki 3 cara, yaitu mengkomunikasikan secara pasif, asertif, atau agresif. Apabila passive, individu tersbut cenderung tidak melakukan apapun, dan memendam dalam hati saja. Apabila Agresif, individu tersebut cenderung menantang dan menyerang pribadi orang lain. Sedangkan apabila Asertif, individu tersbut bersikap lugas, santun, tegas, dan tanpa menyerang pribadi orang lain.

  Asertif pertama kali dijelaskan oleh Andrew Salter pada tahun 1940an sebagai keingiinan dalam penyampaian keinginan diri. Wolpe (1958) dan Lazarus (1966) (dalam Gardner, 2002:4) mengungkapkan kembali bahwa perilaku asertif adalah mengekpresikan, mengungkapkan perasaan dan keinginan secara tepat dan benar. Asertivitas merupakan suatu kemampuan untuk mengkomunikasikan apa yang diinginkan, dirasakan dan dipikirkan pada orang lain namun tetap menjaga dan menghargai hak-hak serta perasaan orang lain. Sejalan dengan pengertian diatas Corey (1995: 87) menyatakan bahwa asumsi dasar dari pelatihan asertifitas adalah bahwa setiap orang mempunyai hak untuk mengungkapkan perasaannya, pendapat, apa yang diyakini serta sikapnya terhadap orang lain dengan tetap menghormati dan menghargai hak-hak orang tersebut.

  Sedangkan Lutfi Fauzan (2010) berpendapat bahwa latihan asertif merupakan latihan keterampilan-sosial yang diberikan pada individu yang diganggu kecemasan, tidak mampu mempertahankan hak-haknya, terlalu lemah, Sedangkan Lutfi Fauzan (2010) berpendapat bahwa latihan asertif merupakan latihan keterampilan-sosial yang diberikan pada individu yang diganggu kecemasan, tidak mampu mempertahankan hak-haknya, terlalu lemah,

  Dari beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa Latihan Asertif merupakan

  ketrampilan mengekspresikan,

  mengkomunikasikan, dan

  menegakkan hak individu yang rasional secara tepat kepada orang lain dan dengan tetap menghormati dan menghargai hak-hak rasional orang lain. Alberti dan Emmons (2001, dalam Jones 2011:468) juga berpendapat bahwa asertif bukan hanya menekankan pada perilaku verbal, tetapi juga komponen-komponen lain seperti kontak mata, postur tubuh, getur, ekspresi wajah, warna, infleksi dan volume suara, dan kelancaran dan timing asersi.

  Keasertifan atau kelugasan merupakan kemampuan untuk menyadari keinginan dan perasaan diri dan untuk mempertahankan hak-hak diri tanpa perlu melanggar hak orang lain dalam memenuhi kebutuhannya. Kemampuan untuk bersikap asertif (lugas) adalah bagian penting dalam membuat batasan tentang diri sendiri dalam suatu hubungan atau transaksi sosial. Keasertifan diri menyatakan pernyataan akan kebutuhan, perasaan, dan hak hak anda yang sesuai dengan yang anda inginkan.

B. TUJUAN

  Beberapa tujuan penggunaan teknik ini adalah sebagai berikut (Lutfi Fauzan, 2010) :

  a. Mengajarkan individu untuk menyatakan diri mereka dalam suatu cara sehingga memantulkan kepekaan kepada perasaan dan hak-hak orang lain.

  b. Meningkatkan keterampilan behavioralnya sehingga mereka bisa menentukan pilihan apakah pada situasi tertentu perlu berperilaku seperti apa yang diinginkan atau tidak

  c. Mengajarkan pada individu untuk mengungkapkan diri dengan cara sedemikian rupa sehingga terefleksi kepekaanya terhadap perasaan dan hak orang lain

  d. Meningkatkan

  menyatakan dan

  mengekspresikan dirinya dengan enak dalm berbagai situasi sosial mengekspresikan dirinya dengan enak dalm berbagai situasi sosial

  f. menyenangkan orang lain dan menghindari konflik dengan segala akibatnya.

C. MANFAAT

  Adapun manfaat dari penggunaan teknik ini, yaitu:

  a. Melatih individu yang tidak dapat menyatakan kemarahan dan kejengkelan

  b. Melatih individu yang mempunyai kesulitan untuk berkata tidak dan yang membiarkan orang lain memanfaatkannya

  c. Melatih individu yang merasa bahwa dirinya tidak memiliki hak untuk menyatakan pikiran, kepercayaan, dan perasaan-perasaannya

  d. Melatih individu yang sulit mengungkapkan rasa kasih dan respon-repon positif yang lain

  e. Meningkatkan penghargaan terhadap diri sendiri

  f. Membantu untuk mendapatkan perhatian dari orang lain

  g. Meningkatkan kemampuan dalam mengambil keputusan

  h. Dapat berhubungan dengan orang lain dengan konflik, kekhawatiran dan penolakan yang lebih sedikit

D. HAL-HAL YANG DIPERHATIKAN

  Bebarapa hal yang penting diperhatikan serta sebagai hambatan dari penggunaan teknik asertif training seperti:

  1. Hambatan Mental Individu Perasaan segan konseli, perasaan takut menyakiti, perasaan berdosa setiap kali tidak meng-iya-kan orang lain, merasa tidak terpuji ketika mengatakan tidak kepada orang lain, takut jika akhirnya dirinya tidak lagi disukai atau diterima.

  2. Hambatan Budaya Budaya timur yang menganut nilai tenggang rasa, sungkan, dan rasa tidak enakan terhadap orang lain.

E. TAHAP-TAHAP

  Prosedur dasar dalam asertive training (Lutfi Fauzan, 2010):

  1. Mengajarkan perbedaan antara asertif, agresif, non agresif dan sopan.

  2. Membantu individu mengidentifikasi dan menerima hak-hak pribadi dirinya dan orang lain.

  3. Mengurangi hambatan kognitif dan afektif yang menghambat aktualisasi sikap asertif.

  4. Mengembangkan ketrampilan perilaku asertif secara langsung melalui praktek-praktek di dalam pelatihan.

  Prosedur dasar dalam pelatihan asertif menyerupai beberapa pendekatan perilaku dalam konseling. Prosedur-prosedur ini mengutamakan tujuan-tujuan spesifik dan kehati-hatian, sebagaimana diuraikan Osipow dalam A Survey of Counseling Methode (1984):

  a. Menentukan kesulitan konseli dalam bersikap asertif

  Dengan penggalian data terhadap klien, konselor mengerti dimana ketidakasertifan pada konselinya. Contoh: konseli tidak bisa menolak ajakan temannya untuk bermain voli setiap minggu pagi padahal ia lebih menyukai berenang, hal itu karena konseli sungkan, khawatir temannya marah atau sakit hati sehingga ia selalu menuruti ajakan temannya.

  b. Mengidentifikasi perilaku yang diinginkan oleh klien dan harapan- harapannya.

  Diungkapkan perilakusikap yang diinginkan konseli sehubungan dengan permasalahan yang dihadapi dan harapan-harapan yang diinginkannya.

  c. Menentukan perilaku akhir yang diperlukan dan yang tidak diperlukan.

  Konselor dapat menentukan perilaku yang harus dimiliki konseli untuk menyelesaikan masalahnya dan juga mengenali perilaku-perilaku yang tidak diperlukan yang menjadi pendukung ketidakasertifannya

  d. Membantu klien untuk membedakan perilaku yang dibutuhkan dan yang tidak dibutuhkan dalam rangka menyelesaikan masalahnya.

  Setelah konselor menentukan perilaku yang dibutuhkan dan yang tidak dibutuhkan, kemudian ia menjelaskannya pada konseli tentang apa yang seharusnya dilakukan dan dihindari dalam rangka menyelesaikan permasalahannya dan memperkuat penjelasannya.

  e. Mengungkapkan ide-ide yang tidak rasional, sikap-sikap dan kesalahpahaman yang ada difikiran konseli.

  Konselor dapat mengungkap ide-ide konseli yang tidak rasional yang menjadi penyebab masalahnya, sikap-sikap dan kesalahpahaman yang mendukung timbulnya masalah tersebut.

  f. Menentukan respon-respon asertifsikap yang diperlukan untuk menyelesaikan permasalahannya (melalui contoh-contoh).

  g. Mengadakan pelatihan perilaku asertif dan mengulang-ulangnya.

  Konselor memandu konseli untuk mempraktikkan perilaku asertif yang diperlukan, menurut contoh yang diberikan konselor sebelumnya.

  h. Melanjutkan latihan perilaku asertif

  i. Memberikan tugas kepada konseli secara bertahap untuk melancarkan

  perilaku asertif yang dimaksud.

  Untuk kelancaran dan kesuksesan latihan, konselor memberikan tugas kepada konseli untuk berlatih sendiri di rumah ataupun di tempat-tempat lainnya.

  j. Memberikan penguatan terhadap tingkah laku yang diinginkan.

  Penguatan dibutuhkan untuk meyakinkan bahwa konseli harus dapat bersikap tegas terhadap permintaan orang lain padanya, sehingga orang lain tidak mengambil mafaat dari kita secara bebas. Selain itu yang lebih pokok adalah konseli dapat menerapkan apa yang telah dilatihnya dalam situasi yang nyata.

  Namun secara garis besar, prosedur dan tahapan penerapan teknik asertif adalah sebagai berikut:

  1. Penyampaian rasionel penggunaan teknik asertiv.

  2. Mendiskusikan perilaku agresif, pasive, dan asertiv.

  3. Berlatih membedakan pernyataan dan perilaku agresif, pasive, dan asertive.

  4. Memfasilitasi konseli untuk belajar perilaku non verbal dalam latihan

  asertive.

  5. Bermain peranmodelling.

  6. Tugas rumah (home work achievement)

F. APLIKASI TERBATAS

  “ Baiklah dek atna, terkait masalah dek atna yang tidan berani mengutarakan keinginannya kepada guru dek atna untuk meminta kejelasan sikap guru dek atna, Bapak mempunyai suatu cara yang dapat coba kita lakukan agar dek atna berani dan mampu mengutarakan keinginan dek atna tersbut secara baik dan benar”

  “Latihan ini akan mengajarkan dek atna untuk mampu dan berani mengutakan keinginan dek atna kepada guru dek atna secara baik dan benar, kita akan bersama-sama mencoba melatih untuk dapat berkata dan mengungkapan pesan secara asertif (baik, lugas, dan tenang)”

  2. Mendiskusikan

  “Baik dek atna, dalam kehidupan keseharian pada

  perilaku

  agresif, dasarnya setiap orang mengungkapkan keinginan dan

  pasive, dan asertiv.

  pesan kepada orang lain melalui tiga cara, yaitu agresif, passive, dan assertive “

  “Agresif, mengungkapkan pesan cenderung secara menantang dan menyerang pribadi orang lain. Apabila passive, cenderung tidak melakukan apapun, dan memendam dalam hati saja. Dan assertive, bersikap lugas, santun, tegas, dan tanpa menyerang pribadi orang lain” “Contohnya Bapak berikan apabila kita sedang dirumah makan dan sedang menunggu makan, orang yang agresif akan mengatakan: Ibuk cepat makanan saya mana kenapa lama sekali tidak datang2 saya sudah menunggu lama !!!!!

  Apabila passive, dia hanya diam saja dan menggerutu dalam hati: wah lebih baik tadi tidak makan disini saja, pesannya lama sekali, hmmm…. Dan Asertive: Maaf Ibuk, saya sudah memesan makanan beberapa waktu yang lalu akan tetapi tidak datang2. Apakah makanan yang saya pesan masih lama ?”

  3. Membedakan

  “Baik dek atna, dari beberapa contoh pernyataan dan

  pernyataan

  dan perilaku yang kita diskusikan tadi, menurut dek atna

  perilaku

  agresif, bagaimana pernyataan dan perilaku agresif, passive, dan

  pasive, dan asertive

  assertive itu? Sudahkah dapat dibedakan”

  4. Memfasilitasi konseli “ Bagus tepat sekali, sekarang mari kita bersama-sama untuk

  belajar belajar dan berdiskusi tentang beberapa pernyataan dan

  perilaku non verbal perilaku asertiv yang terkait dengan permasalahan dek dalam latihan asertive atna. Kita juga akan belajar dalam penyampaian secara

  tenang, intonasi yang baik, eye contact yang baik, serta gesture tubuh yang baik pula”

  5. Bermain

  “ Sekarang coba dek atna bayangkan guru dek atna dan

  peranmodelling

  hal-hal yang membuat dek atna takut untuk menyampaikan pesan, lalu dengan latihan yang telah kita lakukan tadi, cobalah deka atna belajar menyampiakan dan mengungkapkan keinginan dek atna kepada guru dek atna”

  6. Tugas rumah (home “Baik bapak rasa dek atna sudah mampu work achievement)

  mengembangkan pikiran dan perasan serta perilaku yang menunjukkan asertiv, sebagai penjabaran dari proses konseling pagi ahri ini, dek atna mulai mencoba mengutarakan kepada orang lain secara asertif untuk selanjutnya mencoba menyampaikan keinginan dek atna kepada guru dek atan secara asertif pula seperti yang kita lakukan tadi. God luck, you can do it “

TEKNIK-TEKNIK KONSELING TEKNIK KONTRAK PERILAKU (BEHAVIOR CONTRACT)

A. KONSEP DASAR TEKNIK

  Kontrak perilaku (Behavior Contract) pada hakikatnya merupakan salah satu teknik dalam konseling behavioral. Menurut pendekatan ini perilaku manusia merupakan hasil belajar yang dibentuk berdasarkan hasil pengalaman yang diperoleh dari interaksi individu dengan lingkungan, sehingga dapat diubah dengan memanipulasi dan mengatur kondisi-kondisi belajar individu (baik itu antesedenstimulus ataupun consequensiakibatnya). Menurut Alwisol (2009:320) asumsi dasar dari psikologi behavioristis adalah : (1) Tingkah laku itu mengikuti hukum tertentu, artinya setiap peristiwa berhubungan secara teratur dengan peristiwa lainnya. (2) Tingkah laku dapat diramalkan (diprediksikan). (3) Tingkah laku manusia dapat dikontrol.

  Terdapat beberapa teori belajar dari behavioris tentang mekanisme modifikasi perilaku anatara lain:

  1. Teori belajar klasik (Classical Conditioning)

  2. Teori belajar operan (Operant Conditioning)

  3. Teori belajar sosial (Social Learning) Adapun kontrak perilaku (behavior contract) pada hakikatnya merupakan salah satu teknik dalam konseling behavior dengan menerapkan prinsip-prisip operant conditioning, dimana prinsip ini menekankan pada consequensi perilaku individu, pemberian penguatan perilaku (reinforcement), dan berasumsi apabila seorang terapis ingin mengubah perilaku individu maka dengan mengontrolmengatur consequensi perilaku individu.

  Kontrak perilaku didasarkan atas pandangan membantu konseli untuk membentuk perilaku tertentu yang diingkan dan memperoleh reinforcement tertentu sesuai dengan kontrak yang disepakati. Dalam hal ini individu mengantisipasi perubahan perilaku mereka atas dasar persetujuan bahwa beberapa konsekuensi akan muncul.

  Kontrak perilaku (behavior contracts) adalah perjanjian dua orang ataupun lebih untuk berperilaku dengan cara tertentu dan untuk menerima hadiah bagi perilaku itu. Kontrak ini menegaskan harapan dan tanggung jawab yang harus dipenuhi dan konsekuensinya. Kontrak dapat menjadi alat pengatur pertukaran reinforcement positif antar individu yang terlibat. Strukturnya merinci siapa yang harus melakukan, apa yang dilakukan, kepada siapa dan dalam kondisi bagaimana hal itu dilakukan, serta dalam kondisi bagaimana dibatalkan (Lutfi Fauzan, 2009).

  Menurut Latipun (2008:144) kontrak perilaku merupakan persetujuan antara dua orang atau lebih (konselor dan konseli) untuk mengubah perilaku tertentu pada konseli. Konselor dapat memilih perilaku yang realistic dan dapat diterima oleh kedua belah pihak. Setelah perilaku dimunculkan sesuai dengan kesepakatan, reinforcement dapat diberikan kepada konseli. Dalam terapi ini reinforcement positif terhadap perilaku yang dibentuk lebih dipentingkan daripada pemberian hukuman jika kontrak perilaku tidak berhasil.

  Sejalan dengan pendapat diatas Hariadi (2011) berpendapat bahwa kontrak perilaku merupakan suatu kesepakatan tertulis atau lisan antara konselor dan konseli sebagai teknik untuk memfasilitasi pencapaian tujuan konseling. Teknik ini memberikan batasan, motivasi, insentif bagi pelaksanaan kontrak, dan tugas- tugas yang ditetapkan bagi konseli untuk dilaksanakan antar pertemuan konseli. Sedangkan Anningrum (2011) mendefenisikan kontrak perilaku sebagai dokumen tertulis yang digunakan untuk mengidentifikasi perilaku target dan yang akan didapatkan ketika perilaku target dapat atau tidak dapat dicapai bergantung pada tingkat pencapaian perilaku target tertentu dalam jangka waktu tertentu.