Pengukuran dengan metode Gravity dan Mag
UNIVERSITAS INDONESIA
Laporan praktikum
fisika lanjutan 2-D
Pengukuran dengan metode Gravity
dan Magnetik
FITRIA 1006703351
2013
[ T Y P E T H E C O M PA N Y A D D R E S S ]
Laporan Investigasi
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Teori belumlah sempurna atau lengkap apabila tidak ada praktiknya, begitu juga
dengan pemebelajaran metode-metode Geofisika yang memang harus turun ke
lapangan agar teori-teori yang dipelajari dapat terserap dan teraplikasikan secara
langsung. maka program peminatan Geofisika, Departemen Fisika, Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Indonesia mewajibkan setiap
mahasiswanya untuk melaksanakan penyelidikan Geofisika. Dalam hal ini korelasi
dari disiplin ilmu Geofisika yang ingin dipelajari dan diterapkan pada penelitian ini
adalah mengenai akuisisi data, mengolah serta menganalisa hasil yang telah diperoleh
dengan menggunakan metode Gravity, magnetik, Resistivity, IP, SP dan GPR yang
mana keberhasilannya amatlah ditentukan oleh kontras beberapa karakteristik batuan,
karena setiap material batuan memiliki sifat fisis yang berbeda – beda. Hasil
pengolahan data yang diperoleh berupa pencitraan bawah permukaan berguna untuk
menentukan anomali sebagai acuan dalam pendirian bangunan serta penentuan
keberadaan aquifer dan water table sebagai landasan pengeboran air tanah.
1.2 Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk:
1. Memahami praktik pengambilan, cara pengolahan dan cara interpretasi data Gravity,
Magnetik, IP, SP dan GPR.
2. Memetakan struktur bawah permukaan daerah Universitas Indonesia.
3. Menentukan keberadaan basement
4. Menentukan keberadaan aquifer atau water table.
Universitas
Indonesia
Laporan Investigasi
BAB II
TEORI DASAR
Metode Gravitasi
a. Pendahuluan
Gaya gravitasi adalah gaya tarik-menarik yang terjadi antara suatu benda yang memiliki
massa. Semakin besar kumpulan massa, semakin besar gaya gravitasinya. Newton
mengatakan bahwa gaya tarik antara dua buah benda yang memiliki massa m1 dan m2
dengan persamaan : dengan nilai G = 6,673 x 10 -8 (gr/cm3)-1det2.
Metode gravitasi adalah salah satu metode eksplorasi dalam geofisika yang
memanfaatkan sifat gaya tarik antar benda yang didapat dari densitasnya. Prinsip dasar
metode ini didasarkan pada pengukuran nilai gravitasi berdasarkan nilai densitas batuan
di bawah permukaan bumi.
Pada metode gravitasi yang diukur adalah nilai percepatan gravitasi yang dialami oleh
benda sebagai akibat tarikan massa bumi yang nilainya sekitar 9,80665 m/ s 2 Besarnya
nilai gravitasi dipermukaan bumi dipengaruhi oleh lima faktor utama yaitu garis lintang,
ketinggian tempat pengukuran dari geoid, pasang surut air laut, topografi disekitar daerah
pengukuran dan variasi densitas batuan di dalam permukaan bumi.
Adanya perbedaan densitas (massa jenis) batuan dari suatu tempat dengan tempat lain ini
menimbulkan perbedaan medan gravitasi yang relatif kecil (dalam orde mgal). Oleh
karena itu, kepekaan dan ketelitian alat dalam pengukuran gravitasi ini sangat diperlukan
untuk mendapatkan hasil yang sesuai dengan kondisi di bawah permukaan tanah.
Penelitian dengan menggunakan metode gravitasi secara garis besar dilakukan secara 3
tahap diantaranya:
1. pengukuran lapangan (akuisisi),
Universitas
Indonesia
Laporan Investigasi
2. pengolahan data (processing), dan
3. interpretasi data.
b. Akusisi Lapangan
Pada saat melakukan Akuisisi data di lapangan hal pertama yang harus dilakukan adalah
menetukan base station, base camp, dan station titik pengukuran untuk mengukur nilai
gravitasi dengan alat gravimeter. Base station merupakan tempat yang memiliki nilai
gravitasi absolute atau nilai gravitasi sebenarnya dari suatu tempat, besar nilainya adalah
berkisar 9.8 gal. biasanya terdapat di BMKG dan di berbagai tempat yang strategis di
suatu daerah. Base camp merupakan tempat untuk malakukan pembuka dan penutup dari
suatu pengukuran di lapangan. Station merupakan tempat titik pengukuran yang ingin
kita ukur. Jumlah nya tergantung dari anomali gravitasi yang ingin kita ukur. Pengukuran
pada titik-titik survei dilakukan dengan metode looping. Metode looping dilakukan
karena untuk menghilangkan kesalahan yang disebabkan oleh pergeseran pembacaan
gravitimeter akibat pembacaan nilai gravitasi yang berbeda di titik yang sama namun
pada waktu yang berbeda. Metode ini muncul dikarenakan alat yang digunakan selama
melakukan pengukuran akan mengalami guncangan, panas dan sebagainya, sehingga
menyebabkan bergesernya pembacaan titik nol pada alat tersebut.
c. Pengolahan Data
Pengolahanan data metode gravitasi secara umum dipisahkan menjadi dua macam, yaitu
proses dasar dan proses lanjutan. Proses dasar mencakup seluruh proses berawal dari nilai
pembacaan alat di lapangan sampai diperoleh nilai anomali bouguer di setiap titik
pengamatan yang diproses dengan menggunakan komputer dengan Microsoft Excel.
Sedangkan proses lanjutan merupakan proses untuk mempertajam kenampakan geologi
pada daerah penyelidikan yaitu pemodelan dengan menggunakan software Surfer 9 dan
GRAV2DC. Dalam pengolahan data gravitasi terdapat beberapa tahapan dengan pengaruh
koreksi-koreksi untuk mendapatkan nilai gravitasi yang sesuai disuatu titik pengukuran :
- Drift
Correction
Universitas
Indonesia
Laporan Investigasi
Gambar 1 : Grafik Drift Correction
Koreksi ini dilakukan untuk menghilangkan pengaruh perubahan kondisi alat (gravity
meter) terhadap nilai pembacaan. Koreksi apungan muncul karena gravity meter
selama digunakan untuk melakukan pengukuran akan mengalami goncangan,
sehingga akan menyebabkan bergesernya pembacaan titik nol pada alat tersebut.
Koreksi ini dilakukan dengan cara melakukan pengukuran dengan metode looping,
yaitu dengan pembacaan ulang pada titik ikat (base station) dalam satu kali looping,
sehingga nilai penyimpangannya diketahui.
- Tidal Correction
Gambar 2 : Grafik Tidal Correction
Perubahan harga gravitasi suatu tempat terhadap waktu juga disebabkan oleh pasang
surut bumi padat akibat tarikan benda-benda angkasa khususnya matahari dan bulan.
Universitas
Indonesia
Laporan Investigasi
Perubahan tersebut bersifat periodik sesuai dengan posisi relatif bumi - bulan matahari. Koreksi pasang surut ini adalah untuk menghilangkan gaya tarik yang
dialami bumi akibat bulan dan matahari, sehingga di permukaan bumi akan
mengalami gaya tarik naik turun. Hal ini akan menyebabkan perubahan nilai medan
gravitasi di permukaan bumi secara periodik. Koreksi pasang surut juga tergantung
dari kedudukan bulan dan matahari terhadap bumi. Pada saat posisi bulan tepat di atas
pengukuran, maka akan ada tarikan yang sangat kuat dari bulan. Sehingga,
berpengaruh terhadapa hasil pengukuran.
- Latitude
Correction
Disebut juga koreksi lintang yang digunakan untuk mengkoreksi gayaberat di setiap
lintang geografis karena gayaberat tersebut berbeda yang disebabkan oleh adanya gaya
sentrifugal dan bentuk ellips bumi. Dari koreksi ini akan diperoleh anomali medan
gayaberat. Medan anomali tersebut merupakan selisih antara medan gayaberat observasi
dengan medan gravitasi teoritis (gravitasi normal).
gφ= 978, 031.8 (1 + 0,005 302 4 Sin2 φ – 0,000 000 59 Sin2 2φ)
Koreksi ini untuk menghilangkan efek gravitasi yang disebabkan oleh mantel dan inti
bumi. Karena dalam eksplorasi, kita lebih konsen ke lapisan kerak bumi.
- Elevation
Correction
Koreksi ketinggian digunakan untuk menghilang perbedaan gravitasi yang dipengaruhi
oleh perbedaan ketinggian dari setiap titik pengukuran terhadap geoid. Koreksi ketinggian
ini dibagi mejadi 2:
1. Free Air Correction
Koreksi udara bebas merupakan koreksi akibat perbedaan ketinggian sebesar h dengan
mengabaikan adanya massa yang terletak diantara titik pengukuran dengan geoid
referensi. Koreksi ini dilakukan untuk mendapatkan anomali medan gayaberat di
topografi. Untuk mendapat anomali medan gravitasi di topografi maka medan gravitasi
teoritis dan medan gravirasi observasi harus sama-sama berada di topografi, sehingga
koreksi ini perlu dilakukan.
Universitas
Indonesia
Laporan Investigasi
Gambar 3 : Free Air Correction
2. Bougue Correction
Koreksi Bougue merupakan koreksi yang dilakukan untuk menghilangkan perbedaan
ketinggian dengan tidak mengabaikan massa di bawahnya. Perbedaan ketinggian tersebut
akan mengakibatkan adanya pengaruh massa di bawah permukaan yang mempengaruhi
besarnya percepatan gayaberat di titik pengukuran.
- Terrain Correction
Koreksi medan atau topografi dilakukan untuk mengkoreksi adanya pengaruh bukit dan
lembah di skitar titik pengukuran. Karena adanya tarikan massa dari bukit menyebabkan
pegas menyimpang ke atas dari keadaan normalnya. Sehingga nilai gravitasi yang terbaca
menjadi berkurang. Sama halnya dengan terdapat nya massa kosong yaitu lembah yang
menyebabkan pegas menyimpang ke atas dari posisi
normalnya. Sehingga nilai gravitasi yang terbaca pun menjadi berkurang. Oleh karena itu,
pada korekasi terrain ini nilainya ditambahkan.
gt = gobs - gn + 0.3086h - 0.04192ρh + TC (mgal)
Universitas
Indonesia
Laporan Investigasi
Gambar 4 : Terrain Correction
Bouguer Anomali
gB = gobs - gn ± 0.3086h ± 0.04192 ρh (mgal)
Metode Magnetik
Metode magnetik didasarkan pada pengukuran variasi intensitas medan magnetik di
permukaan bumi yang disebabkan oleh adanya variasi distribusi benda termagnetisasi di
bawah permukaan bumi. Variasi yang terukur (anomali) berada dalam latar belakang
medan yang relatif besar. Variasi intensitas medan magnetik yang terukur kemudian
ditafsirkan dalam bentuk distribusi bahan magnetik di bawah permukaan, yang kemudian
dijadikan dasar bagi pendugaan keadaan geologi yang mungkin. Metode magnetik
memiliki kesamaan latar belakang fisika dengan metode gravitasi, kedua metode samasama berdasarkan kepada teori potensial, sehngga keduanya sering disebut sebagai
metoda potensial. Namun demikian, ditinjau dari segi besaran fisika yang terlibat,
keduanya
mempunyai
perbedaan
yang
mendasar.
Dalam
magnetik
harus
mempertimbangkan variasi arah dan besar vektor magnetisasi. sedangkan dalam gravitasi
hanya ditinjau variasi besar vektor percepatan gravitasi. Data pengamatan magnetik lebih
menunjukan sifat residual yang kompleks. Dengan demikian, metode magnetik memiliki
variasi terhadap waktu jauh lebih besar. Pengukuran intensitas medan magnetik bisa
dilakukan melalui darat, laut dan udara. Metode magnetik sering digunakan dalam
Universitas
Indonesia
Laporan Investigasi
eksplorasi pendahuluan minyak bumi, panas bumi, dan batuan mineral serta serta bisa
diterapkan pada pencarian prospeksi benda-benda arkeologi.
Dalam metode geomagnetik ini, bumi diyakini sebagai batang magnet raksasa dimana
medan magnet utama bumi dihasilkan. Kerak bumi menghasilkan medan magnet jauh
lebih kecil daripada medan utama magnet yang dihasilkan bumi secara keseluruhan.
Teramatinya medan magnet pada bagian bumi tertentu, biasanya disebut anomali
magnetik yang dipengaruhi suseptibilitas batuan tersebut dan remanen magnetiknya.
Berdasarkan pada
anomali magnetik batuan ini, pendugaan sebaran batuan yang dipetakan baik secara
lateral maupun vertikal. Eksplorasi menggunakan metode magnetik, pada dasarnya terdiri
atas tiga tahap : akuisisi data lapangan, processing, interpretasi. Setiap tahap terdiri dari
beberapa perlakuan atau kegiatan. Pada tahap akuisisi, dilakukan penentuan titik
pengamatan dan pengukuran dengan satu atau dua alat. Untuk koreksi data pengukuran
dilakukan pada tahap processing. Koreksi pada metode magnetik terdiri atas koreksi
harian (diurnal), koreksi topografi (terrain) dan koreksi lainnya. Sedangkan untuk
interpretasi dari hasil pengolahan data dengan menggunakan software diperoleh peta
anomali magnetik. Metode ini didasarkan pada perbedaan tingkat magnetisasi suatu
batuan yang diinduksi oleh medan magnet bumi. Hal ini terjadi sebagai akibat adanya
perbedaan sifat kemagnetan suatu material. Kemampuan untuk termagnetisasi tergantung
dari suseptibilitas magnetik masing-masing batuan. Harga suseptibilitas ini sangat penting
di dalam pencarian benda anomali karena sifat yang khas untuk setiap jenis mineral atau
mineral logam. Harganya akan semakin besar bila jumlah kandungan mineral magnetik
pada batuan semakin banyak. Pengukuran magnetik dilakukan pada lintasan ukur yang
tersedia dengan interval antar titik ukur 10 m dan jarak lintasan 40 m. Batuan dengan
kandungan mineral-mineral tertentu dapat dikenali dengan baik dalam eksplorasi
geomagnet yang dimunculkan sebagai anomali yang diperoleh merupakan hasil distorsi
pada medan magnetik yang diakibatkan oleh material magnetik kerak bumi atau mungkin
juga bagian atas mantel. Metode magnetik memiliki kesamaan latar belakang fisika denga
metode gravitasi, kedua metode sama-sama berdasarkan kepada teori potensial, sehingga
keduanya sering disebut sebagai metode potensial. Namun demikian, ditinjau ari segi
besaran fisika yang terlibat, keduanya mempunyai perbedaan yang mendasar. Dalam
magnetik harus mempertimbangkan variasi arah dan besaran vektor magnetisasi,
sedangkan dalam gravitasi hanya ditinjau variasi besar vektor percepatan gravitasi. Data
pengamatan magnetik lebih menunjukkan sifat residual kompleks. Dengan demikian,
Universitas
Indonesia
Laporan Investigasi
metode magnetik memiliki variasi terhadap waktu lebih besar. Pengukuran intensitas
medan magnetik bisa dilakukan melalui darat, laut dan udara. Metode magnetik sering
digunakan dalam eksplorasi pendahuluan minyak bumi, panas bumi, dan batuan mineral
serta bisa diterapkan pada pencarian prospek benda-benda arkeologi. Medan Magnet
Bumi Medan magnet bumi terkarakterisasi oleh parameter fisis atau disebut juga elemen
medan magnet bumi (gambar I), yang dapat diukur yaitu meliputi arah dan intensitas
kemagnetannya. Parameter fisis tersebut meliputi : Deklinasi (D), yaitu sudut antara utara
magnetik dengan komponen horizontal yang dihitung dari utara menuju timur
Inklinasi(I), yaitu sudut antara medan magnetik total dengan bidang horizontal yang
dihitung dari bidang horizontal menuju bidang vertikal ke bawah. Intensitas Horizontal
(H), yaitu besar dari medan magnetik total pada bidang horizontal. Medan magnetik total
(F), yaitu besar dari vektor medan magnetik total.
Gambar 5. Tiga Elemen medan magnet bumi
Medan magnet utama bumi berubah terhadap waktu. Untuk menyeragamkan nilai-nilai
medan utama magnet bumi, dibuat standar nilai yang disebut International Geomagnetics
Reference Field (IGRF) yang diperbaharui setiap 5 tahun sekali. Nilai-nilai IGRF tersebut
diperoleh dari hasil pengukuran rata-rata pada daerah luasan sekitar 1 juta km 2 yang
dilakukan dalam waktu satu tahun. Medan magnet bumi terdiri dari 3 bagian :
1. Medan magnet utama (main field)
Universitas
Indonesia
Laporan Investigasi
Medan magnet utama dapat didefinisikan sebagai medan rata-rata hasil pengukuran dalam
jangka waktu yang cukup lama mencakup daerah dengan luas lebih dari 10 6 km2..
2. Medan magnet luar (external field)
Pengaruh medan magnet luar berasal dari pengaruh luar bumi yang merupakan hasil
ionisasi di atmosfer yang ditimbulkan oleh sinar ultraviolet dari matahari. Karena sumber
medan luar ini berhubungan dengan arus listrik yang mengalir dalam lapisan terionisasi di
atmosfer, maka perubahan medan ini terhadap waktu jauh lebih cepat.
3. Medan magnet anomali
Medan magnet anomali sering juga disebut medan magnet lokal (crustal field). Medan
magnet ini dihasilkan oleh batuan yang mengandung mineral bermagnet seperti magnetite
( ), titanomagnetite ( ) dan lain-lain yang berada di kerak bumi.
Dalam survei dengan metode magnetik yang menjadi target dari pengukuran adalah
variasi medan magnetik yang terukur di permukaan (anomali magnetik). Secara garis
besar anomali medan magnetik disebabkan oleh medan magnetik remanen dan medan
magnetik induksi. Medan magnet remanen mempunyai peranan yang besar terhadap
magnetisasi batuan yaitu pada besar dan arah medan magnetiknya serta berkaitan dengan
peristiwa kemagnetan sebelumnya sehingga sangat rumit untuk diamati. Anomali yang
diperoleh dari survei merupakan hasil gabungan medan magnetik remanen dan induksi,
bila arah medan magnet remanen sama dengan arah medan magnet induksi maka
anomalinya bertambah besar. Demikian pula sebaliknya. Dalam survei magnetik, efek
medan remanen akan diabaikan apabila anomali medan magnetik kurang dari 25 %
medan magnet utama bumi (Telford, 1976), sehingga dalam pengukuran medan magnet
berlaku : dengan : : medan magnet total bumi : medan magnet utama bumi : medan
magnet luar : medan magnet anomali Mineral dan Suseptibilitas Batuan Metode
magnetik dalam aplikasi Geofisika akan tergantung pada pengukuran yang akurat dari
anomaly medan geomagnet lokal yang dihasilkan oleh variasi intensitas magnetisasi
dalam formasi batuan. Intensitas magnetik pada batuan sebagian disebabkan oleh induksi
dari magnet bumi .
1. Suseptibilitas batuan
Perubahan atau pergeseran kecil dari kecepatan dan arah orbit elektron momen magnet
atom. Untuk batuan dan bahan-bahan lain dapat diklarifikasikan dalam tiga kelompok :
Universitas
Indonesia
Laporan Investigasi
Diamagnetik
Paramagnetik
Ferromagnetik
Suseptibilitas merupakan sifat magnetik yang paling penting dari batuan. Intensitas
Magnetisasi merupakan kemampuan suatu benda untuk terinduksi magnet oleh medan
magnet luar yang diberikan pada batuan tersebut. Intensitas Magnetisasi I, yang
merupakan hasil induksi pada bahan batuan isotropik oleh gaya magnet H (A/m) dapat
dituliskan :
I = k H Dalam bentuk umum I, dan H merupakan vektor, sehinggak nya akan berbentuk
tensor. Diamagnetik Diamagnetik nilai dari k negatif, maka intensitas induksinya akan
berlawanan arah dengan gaya magnetnya atau medan polarisasi. Semua material
menunjukan respon sebagai diamagnetik ketika ia berada dalam medan magnet. Contoh
batuannya : kuarsa, marmer, graphite, rock salt, gypsum, air, kayu dan beberapa bahan
organik seperti minyak dan plastik dan beberapa logam diantaranya tembaga. Jumlah
electron dalam atomnya genap dan semuanya sudah salig berpasangan, sehingga efek
magnetisasinya paling kuat dalam medan polarisasi. Paramagnetik Medan magnet pada
material ini hanya ada jika bahan ini termagnetisasi oleh medan magnet luar saja. Jika
pengaruhnya dihilangkan maka akan hilang pula pengaruh medan magnetnya. Karena
pengaruh termal gerakannya menjadi random kembali. Nilai k nya positif dan berbanding
terbalik dengan temperature absolut. Jumlah electronnya ganjil. Momen magnet atom nya
searah dengan medan polarisasi dan induksi magnetiknya bernilai kecil karena hanya
sebagian kecil spin saja yang teraleniasi. Temperatur Curie + kedalaman 20 km.
Berperan sebagai silicate, pyroxene, amphibole, dan biotit Feromagnetik Nilai k nya
positif dan tidak tergantung pada temperature Curie, karena material-material atom
mempunyai momen magnet dan interaksi antara atom terdekatnya sangat kuat. Kombinasi
orbit electron dan gerak spin-nya menghasilkan magnet yang kuat. Ferromagnetic (besi,
nikel, kobalt) jarang dalam bentuk murni Antiferromagnetik (hematite, FE2O3). Ini
merupaka material yang tidak umum. Misal semikonduktor logam Chromium Cr, NIO.
Ferrimagnetik (magnetite Fe304). Material ini muncul dalam bentuk garnet ferrit dan
magnetik. Material magnetik paling tua yang ditemukan adalah magnetite Iron (II, III
oxide), Contoh lainnya aluminium, cobalt, nikel, mangan dan Seng.
Universitas
Indonesia
Laporan Investigasi
2. Magnet Permanen
Semua peneliti di dunia sepakat bahwa batuan beku dan sedimen memiliki magnet
permanen dalam tingkatan yang berbeda dan fenomena ini berlaku umum atau
menyeluruh. Dalam kedua batuan ini, tidak hanya intensitas permanennya saja yang kuat,
tetapi juga mempunyai arah yang secara keseluruhan berbeda dari arah geomagnet saat ini
paleomagnetism. Natural Remanent Magnetic (NRM) :
TRM (Thermo Remanent Magnetic) : dalam pendinginan dari tempeatur tinggi.
Orientasinya merefleksikan orientasi magnet bumi pada waktu dan tempat formasi itu
terbentuk. TRM akan hilang jika dipanaskan > 600 0C (Temperatur Curie) IRM
(Isotehrmal Remanent Magnetic) : pada temperatur konstan, gaya magnetisasi bekerja
dalam waktu yang singkat. VRM (Viscous Remanent Magnetic) : sebagai efek komulatif
setelah terbebas lama dalam sebuah medan. Pembentukan magnet remanentnya
merupakan fungsi logaritmik terhadap waktu, jadi prosesnya butuh waktu lama. Proses ini
lebih merupakan sifat dari batuan berbutir halus daripada berbutir kasar, Magnet
remanent ini cukup stabil. DRM (Depositional Remanent Magnetic) : diperoleh dengan
sedimen sebagai tempat atau pilihan untuk pembentukan butir-butir magnetik di dalam air
dalam pengaruh medan magnet bumi. Clay adalah bentuk sedimen utama yang
menunjukan remanen ini. CRM (Chemical Remanent Magnetic) : selama pembentukan
atau kristalisasi butir-butir magnetik pada temperature moderat di bawah temperature
Curie. Proses ini cukup signifikan dalam batuan sedimen dan Metamorf.
Gambar 6 : Prinsip Metode Geolistrik
Universitas
Indonesia
Laporan Investigasi
Metode geolistrik resistivitas atau tahanan jenis adalah salah satu dari kelompok metode
geolistrik yang digunakan untuk mempelajari keadaan bawah permukaan dengan cara
mempelajari sifat aliran listrik di dalam batuan di bawah permukaan bumi. Metode
resistivitas umumnya digunakan untuk eksplorasi dangkal, sekitar 300 – 500 m. Prinsip
dalam metode ini yaitu arus listrik diinjeksikan ke alam bumi melalui dua elektrode arus,
sedangkan beda potensial yang terjadi diukur melalui dua elektrode potensial. Dari hasil
pengukuran arus dan beda potensial listrik dapat diperoleh variasi harga resistivitas listrik
pada lapisan di bawah titik ukur. Metode kelistrikan resistivitas dilakukan dengan cara
menginjeksikan arus listrik dengan frekuensi rendah ke permukaan bumi yang kemudian
diukur beda potensial diantara dua buah elektrode potensial. Pada keadaan tertentu,
pengukuran bawah permukaan dengan arus yang tetap akan diperoleh suatu variasi beda
tegangan yang berakibat akan terdapat variasi resistansi yang akan membawa suatu
informasi tentang struktur dan material yang dilewatinya. Prinsip ini sama halnya dengan
menganggap bahwa material bumi memiliki sifat resistif atau seperti perilaku resistor,
dimana material-materialnya memiliki derajat yang berbeda dalam menghantarkan arus
listrik.
Berdasarkan pada tujuan penyelidikan, metode resistivitas dibedakan menjadi dua yaitu
mapping dan sounding. Metode geolistrik resistivitas mapping merupakan metode
resistivitas yang bertujuan mempelajari variasi rasistivitas lapisan bawah permukaan
secara horisontal. Oleh karena itu, pada metode ini digunakan jarak spasi elektrode yang
tetap untuk semua titik datum di permukaan bumi. Sedangkan metode resistivitas
sounding bertujuan untuk mempelajari variasi resistivitas lapisan bawah permukaan bumi
secara vertikal. Pada metode ini pengukuran pada satu titik ukur dilakukan dengan cara
mengubah-ubah jarak elektrode.
Pengubahan jarak elektrode tidak dilakukan secara sembarang, tetapi mulai jarak
elektrode kecil kemudian membesar secara gradual. Jarak elektrode ini sebanding dengan
kedalaman lapisan yang terdeteksi.
Resistivitas Semu (Apparent Resistivity)
Pada prinsipnya, pengukuran metode resistivitas dilakukan dengan mengalirkan arus
melalui elektrode C1 dan C2 dan pengukuran beda potensial pada P1 dan P2. Jika
diasumsikan bahwa bumi homogen isotropis, maka tahanan jenis yang diperoleh adalah
tahanan jenis yang sebenarnya dan tidak tergantung pada spasi elektrode. Namun, pada
kenyataannya bumi tersusun atas lapisan-lapisan dengan resistivitas yang berbeda-beda,
Universitas
Indonesia
Laporan Investigasi
sehingga potensial yang terukur merupakan pengaruh lapisan-lapisan tersebut. Harga
resistivitas yang diukur seolah-olah merupakan harga resistivitas untuk satu lapisan saja.
Sehingga resistivitas yang terukur adalah resistivitas semu (), yang besarnya ditentukan
dengan :
dengan K adalah faktor geometri yang besarnya tergantung pada konfigurasi elektrode
yang digunakan. Konfigurasi Elektrode Terdapat banyak aturan penempatan elektrode
(konfigurasi elektrode) yang digunakan dalam metode resistivitas. Beberapa konfigurasi
elektrode pada penerapan metode resistivitas diantaranya adalah konfigurasi Wenner,
konfigurasi Schlumberger dan konfigurasi Dipole-dipole. Konfigurasi Wenner Pada
konfigurasi Wenner, elektrode arus dan elektrode potensial diletakkan seperti pada
gambar :
Gambar 7 : Konfigurasi Wenner
Dalam hal ini, elektrode arus dan elektrode potensial mempunyai jarak yang sama yaitu
C1P1= P1P2 = P2C2 = a. Jadi jarak antar elektrode arus adalah tiga kali jarak antar
elektrode potensial. Perlu diingat bahwa keempat elektrode dengan titik datum harus
membentuk satu garis. Pada resistivitas mapping, jarak spasi elektrode tidak berubahubah untuk setiap titik datum yang diamati (besarnya a tetap), sedang pada resistivitas
sounding, jarak spasi elektrode diperbesar secara bertahap, mulai dari harga a kecil
sampai harga a besar, untuk satu titik sounding. Batas pembesaran spasi elektrode ini
tergantung pada kemampuan alat yang dipakai. Makin sensitif dan makin besar arus yang
dihasilkan alat maka makin leluasa dalam memperbesar jarak spasi elektrode tersebut,
sehingga makin dalam lapisan yang terdeteksi atau teramati.
Universitas
Indonesia
Laporan Investigasi
Gambar 8 : Konfigurasi Wenner-Schlumburger
Maka, berdasarkan gambar, faktor geometri pada konfigurasi Wenner-Schlumberger
adalah
Sehingga berlaku hubungan
Konfigurasi Dipole-dipole
Selain konfigurasi Wenner dan Wenner-Schlumberger, konfigurasi yang dapat digunakan
adalah Pole-pole, Pole-dipole dan Dipole-dipole. Pada konfigurasi Pole-pole, hanya
digunakan satu elektrode untuk arus dan satu elektrode untuk potensial. Sedangkan
elektrode yang lain ditempatkan pada sekitar lokasi penelitian dengan jarak minimum 20
kali spasi terpanjang C1-P1 terhadap lintasan pengukuran. Sedangkan untuk konfigurasi
Pole-dipole digunakan satu elektrode arus dan dua elektrode potensial. Untuk elektrode
arus C2 ditempatkan pada sekitar lokasi penelitian dengan jarak minimum 5 kali spasi
terpanjang C1-P1. Sehingga untuk penelitian skala laboratorium yang mungkin digunakan
adalah konfigurasi Dipole-dipole. Pada konfigurasi Dipole-dipole, dua elektrode arus dan
dua elektrode potensial ditempatkan terpisah dengan jarak na, sedangkan spasi masingmasing elektrode a. Pengukuran dilakukan dengan memindahkan elektrode potensial pada
Universitas
Indonesia
Laporan Investigasi
suatu penampang dengan elektrode arus tetap, kemudian pemindahan elektrode arus pada
spasi n berikutnya diikuti oleh pemindahan elektrode potensial sepanjang lintasan
seterusnya hingga pengukuran elektrode arus pada titik terakhir di lintasan itu.
Gambar 9 : Konfigurasi dipole-dipole
Sehingga berdasarkan gambar, maka faktor geometri untuk konfigurasi Dipole-dipole
adalah
4
Metode IP
Metode IP adalah salah satu metode geofisika yang relatif baru dan sedang berkembang
pesat terutama dalam bidang pertambangan yaitu eksplorasi mineral ekonomis dan
geofisika lingkungan. Metode IP pada dasarnya adalah merupakan pengembangan dari
metode geolistrik resistivity dan metode IP terbukti mampu menutupi kelemahankelemahan metode resistivity pada berbagai kasus. Oleh karena metode IP merupakan
pengembangan dari metode resistivity maka teknis dan cara pengambilan data atau
pengukuran dilapangan tidak jauh berbeda. Efek polarisasi terinduksi merupakan elemen
dasar yang terjadi pada metode IP, dimana gejala polarisasi terinduksi dapat diilustrasikan
sebagai berikut, jika suatu pengukuran tahanan jenis dengan konfigiurasi empat elektroda
(standar), dimana pada elektroda arus (C1 dan C2) dialiri arus searah (DC) maka pada
elektroda potensial (P1 dan P2) akan terukur beda potensial (ΔV). Ketika aliran arus pada
elektroda (C1 dan C2) dimatikan, pada waktu t0 maka nilai beda potensial tidak langsung
Universitas
Indonesia
Laporan Investigasi
kembali menjadi nol, melainkan secara perlahan mengalami penurunan beda potensial
menuju nol. Grafik yang menggambarkan efek polarisasi terinduksi dapat dilihat pada
gambar III.1.
Gambar 10 : Grafik penurunan potensial (Reynolds,1997)
Sumber efek polarisasi
Fenomena suatu proses polarisasi dan mekanisme elektrokimia yang terjadi didalam
suatu batuan adalah benar-benar kompleks. Namun demikian oleh (Summer, 1976)
mengenai polarisasi yang terjadi pada batuan dan soils adalah melingkupi penyebaran
atau difusi ion-ion menuju mineral-mineral logam dan pergerakan ion-ion didalam porefilling elektrolit. Yang menjadi efek utama atau mekanisme utama yang terjadi dalam
suatu proses polarisasi adalah polarisasi elektroda atau electrode polarization dan
polarisasi membrane atau membrane polarization.
Polarsisasi Elektroda
Gambar 11. Pergerakan ion
Universitas
Indonesia
Laporan Investigasi
Pada bagian A menggambarkan arus yang mengalir pada seluruh ruang pori-pori yang
terisi larutan tanpa adanya sumbatan butiran mineral. Terlihat ion-ion positif dan negatif
menyebar berdasar arus yang melewatinya, dimana elektrolit positif (+) mengalir searah
dengan arah arus sedangkan elektrolit negatif (-) mengalir berlawanan dengan arah arus.
Sedangkan pada bagian B menggambarkan mineral logam yang mempunyai jaring
pembatas yang saling berlawanan. Peristiwa ini dinamakan elektrolisis dimana ketika arus
mengalir dan sebuah elektron berpindah tempat di antara logam dan larutan ion-ion pada
bidang batas, dalam proses kimiafisika efek tersebut dinamakan polarisasi elektroda atau
electrode polarization. Polarisasi membran sering terjadi pada mineral lempung yang
mana mempunyai pori-pori yang kecil, selain itu polarisasi membran juga terjadi karena
adanya kontak permukaan antara mineral lempung dengan air dalam medium.
Karakteristik mineral lempung adalah memiliki muatan negatif murni yang cukup besar
di permukaan sehingga menyebabkan berkumpulnya awan ion positif disekitar
permukaan mineral lempung dan meluas pada larutan gambar 12.
Gambar 12 : Skema polarisasi membran
Penumpukan muatan ini akan menghambat jalannya arus listrik yang melaluinya sehingga
terjadilah hambatan di sepanjang pori-pori batuan yang mengandung mineral. Dengan
terbentuknya hambatan-hambatan yang berupa membran-membran, maka mobilitas ion
akan berkurang sehingga terbentuklah gradient konsentrasi ion-ion yang berlawanan
dengan arus listrik yang melaluinya. Dimana gejala tersebut disebabkan oleh polarisasi
membran.
Time domain dan Frekuensi domain.
Time domain, mengukur chargeability (M) yaitu kemampuan menyimpan muatan
ketika suatu benda dikenai arus. Yang diukur adalah time decay, waktu yang
dibutuhkan suatu benda mengembalikan muatan yang terpolarisasi ketika diberi arus.
Universitas
Indonesia
Laporan Investigasi
Gambar 13: Kurva time domain
Frekuensi domain Mengukur FE, persen frekuensi dari batuan di bawah bumi.
Semakin besar, nilai dari FE, maka kemungkinan anomali mineral di bawah
permukaan bumi besar.
Gambar 14. Kurva frekuensi domain
Universitas
Indonesia
Laporan Investigasi
Metode SP Metode Self Potential (SP) merupakan salah satu metode geofisika yang
prinsip kerjanya adalah mengukur tegangan statis alam (static natural voltage) yang
berada pada titik - titik di permukaan tanah. Metode Self Potential (SP) merupakan
metode dalam Geofisika yang paling sederhana dilakukan, karena hanya memerlukan
alat ukur tegangan yang peka dan dua elektroda khusus (Porous Pot Electroda).
Metode Self Potential merupakan metode pasif dalam bidang geofisika karena untuk
mendapatkan informasi bawah tanah melalui pengukuran tanpa menginjeksi arus
listrik melalui permukaan tanah.
Gambar 15 : Pengukuran SP
Universitas
Indonesia
Laporan Investigasi
Prinsip kerja pada percobaan metode self potensial yaitu dengan memanfaatkan empat
elektroda, dimana dua elektroda dihubungkan dengan voltmeter melalui kabel sebagai
base (elektroda tetap), dan elektroda lainnya dihubungkan dengan voltmeter sebagai
rover (elektroda bergerak). Rover dipindah ke titik-titik pengukuran secara berurutan
sepanjang lintasan yang telah ditentukan dengan jarak perpindahan elektroda konstan,
sehingga panjang lintasan akan mempengaruhi besarnya nilai rover. Metode Self
Potensial banyak diaplikasikan sebagai surver air geothermal dan digunakan untuk
membantu pemetaan geologi, misalnya melihat delineasi zona geser, patahan dekat
permukaan dan anomali dibawah permukaan tanah. Mengetahui sumber yang dapat
menyebabkan terjadinya perbedaan potensial sangat penting untuk mengurangi noise.
Pengolahan data biasanya dilakukan dengan membuat peta potensial dengan antara
elektroda base dengan elektroda rover.
Pengertian Metode Self Potential
Metode Self Potential (Self Potensial) pertama kali ditemukan pada tahun 1830 oleh
Robert Fox dengan menggunakan elektroda tembaga yang dihubungkan ke sebuah
galvanometer untuk mendeteksi lapisan coppere sulfida di Carnwall (Inggris). Metode
self potensial selama ini dimanfaatkan sebagai secondary tool dalam eksplorasi logam
dasar khususnya untuk mendeteksi adanya bijih sulfida dan pada dekade terakhir
metode Self Potensial banyak digunakan untuk meneliti air tanah, panas bumi, dan
untuk membantu pendeteksian patahan dekat permukaan. Suatu proses mekanik yang
menghasilkan potensial elektrolisis, terdiri dari tiga elektrokimia yang terdiri dari
potensial liquid-junction, potensial shale dan potensial mineralisasi yang merupakan
suatu proses yang menjelaskan mekanisme dari Self Potensial (Reynolds, 1997).
Metode Self potential (SP) adalah metode pasif, karena pengukurannya dilakukan
tanpa menginjeksikan arus listrik lewat permukaan tanah, perbedaan potensial alami
tanah diukur melalui dua titik dipermukaan tanah. Potensial yang dapat diukur
berkisar antar beberapa millivolt (mV) hingga 1 volt. Self potensial adalah potensial
spontan yang ada di permukaan bumi yang diakibatkan oleh adanya proses mekanis
ataupun oleh proses elektrokimia yang di kontrol oleh air tanah. Proses mekanis akan
menghasilkan potensial elektrokinetik sedangkan proses kimia akan menimbulkan
potensial elektrokimia (potensial liquid-junction, potensial nernst) dan potensial
mineralisasi. (Hendrajaya, 1988)
Universitas
Indonesia
Laporan Investigasi
Penerapan Metode Self Potential Self Potential umumnya berhubungan dengan
perlapisan tubuh mineral sulfide (weathering of sulphide mineral body). Aktivitas
elektrokimia dan mekanik adalah penyebab dari Self Potential (SP) di permukaan
bumi. Salah satu faktor pengontrol dalam proses ini adalah air tanah. Potensial ini
juga berhubungan erat dengan pelapukan yang terjadi pada mineral, variasi sifat
batuan, aktivitas biolistrik dari material organik, korosi, perbedaan suhu dan tekanan
dalam fluida di bawah permukaan dan fenomena-fenomena alam lainnya
(Telford,1990). Pengukuran Self Potential sangatlah sederhana, hanya menggunakan
elektroda non-polar yang berhubungan ke multimeter yang memiliki impedansi input
lebih besar dari 108 ohm, digunakan untuk mengukur dalam jangkauan mili-volt yaitu
kurang lebih 1mV. Elektroda dibuat sedemikian rupa sehingga bagian bawah bersifat
porous yang di dalamnya diberi cairan elektrolit, yang berfungsi sebagai kontak antara
permukaan tanah yang akan diukur dengan elektroda tembaganya. Bentuk penampang
melintang dari elektroda non-polarnya (John, 2004). Perbedaan potensial dihasilkan di
dalam bumi atau di dalam batuan yang teralterasi oleh kegiatan manusia maupun
alam. Potensial alami terjadi akibat ketidaksamaan atau perbedaan material-material ,
dekat larutan elektrolit dengan perbedaan konsentrasi dan karena aliran fluida di
bawah permukaan. Hal lain yang mengakibatkan terjadinya Self Potential di bawah
permukaan bumi yang mana dipetakan untuk mengetahui informasi di bawah
permukaan, Self Potential dapat dihasilkan oleh perbedaan mineralisasi, reaksi
(kegiatan) elektromkimia, aktivitas geothermal dan bioelektrik oleh tumbuhtumbuhan (vegetasi). (Suhanto,2005)
Universitas
Indonesia
Laporan Investigasi
Metode Ground Penetrating Radar (GPR) GPR adalah salah satu metode geofisika
yang mempelajari kondisi bawah permukaan berdasarkan sifat elektromagnetik
dengan menggunakan gelombang radio yang mempunyai rentang frekuensi antara 11000 MHz dan dapat mendeteksi parameter permitivitas listrik (ε), konduktivitas (σ)
dan permeabilitas magnetik (μ). GPR dapat disebut juga dengan metode refleksi
elektromagnetik
karena
memanfaatkan
sifat
radiasi
elektromagnetik
yang
memperliahtkan refleksi separti pada metode gelombang seismik. GPR digunakan
dalam berbagai aplikasi, termasuk stratigrafi tanah, studi air tanah, pemetaan fracture
bedrock dan penentuan kedalaman dari permukaan air tanah (Annan dan Davis,
1989). Prinsip Kerja GPR Prinsip kerja alat GPR yaitu dengan mentransmisikan
gelombang radar (Radio Detection and Ranging) ke dalam medium target dan
selanjutnya gelombang tersebut dipantulkan kembali ke permukaan dan diterima oleh
alat penerima radar (receiver), dari hasil refleksi itulah barbagai macam objek dapat
terdeteksi dan terekam dalam radargram. Mekanisme kerja GPR dan contoh rekaman
radargram ditunjukan oleh gambar 16. Untuk mendeteksi suatu objek diperlukan
perbedaan parameter kelistrikan dari medium yang dilewati gelombang radar.
Perbedaan parameter kelistrikan itu antara lain permitivitas listrik, konduktivitas dan
permeabilitas magnetik.
Sifat elektromagnetik suatu material bergantung pada komposisi dan kandungan air
didalamnya, dimana keduanya merupakan pengaruh utama pada perambatan
kecepatan gelombang radar dan atenuasi gelombang elektromagnetik dalam material.
Reynold dalam bukunya An Introduction to Applied and Evironmental Geophysics,
menyatakan bahwa kecepatan gelombang radar dalam suatu medium tergantung pada
kecepatan cahaya dalam ruang ruang hampa (c = 0.3 m/ns), konstanta dielektrik
relatif medium (εr) dan permeabilitas magnetic relatif (μr). Keberhasilan metode GPR
bergantung pada variasi bawah permukaan yang dapat menyebabkan gelombang radar
tertransmisikan dan refleksikan. refleksi yang ditimbulkan oleh radiasi gelombang
elektromagnetik timbul akibat adanya perbedaan antara konstanta dielektrik relatif
antara lapisan yang berbatasan. Perbandingan energi yang direfeleksikan disebut
koefesien refeleksi (R) yang ditentukan oleh perbedaan cepat rambat gelombang
elektromagnetik dan lebih mendasar lagi adalah perbedaan dari konstanta dielektrik
relatif dari medium yang berdekatan. Dalam perambatannya, amplitudo sinyal akan
mengalami pelemahan karena adanya energi yang hilang, sebagai akibat terjadinya
Universitas
Indonesia
Laporan Investigasi
refleksi / trasmisi di tiap batas medium dan terjadi setiap kali gelombang radar
melewati batas antar medium. Faktor kehilangan energi disebabkan oleh perubahan
energi elektromagnetik menjadi panas. Penyebab dasar terjadinya atenuasi merupakan
fungsi kompleks dari sifat dielektrik dan sifat listrik medium yang dilewati oleh sinyal
radar. Faktor atenuasi tergantung pada konduktivitas, permitivitas, dan permeabilitas
magnetic medium, dimana sinyal tersebut menjalar, serta frekuensi sinyal itu sendiri.
Skin depth ( adalah kedalaman dimana sinyal telah berkurang menjadi 1/e (yaitu
Hubungan antara konstanta dielektrik dan cepat rambat gelombang radar dapat dilihat
pada tabel dibawah ini. Untuk material geologi, berada pada rage 1-30, sehingga
range jarak cepat rambat gelombang menjadi besar yaitu sekitar 0.03 sampai 0.175
m/ns (Reynolds, 1997).
Gambar 16 : Prinsip pengukuran Metode GPR
Universitas
Indonesia
Laporan Investigasi
Bab III
AKUISISI DATA
A. Gravity
Alat-alat yang digunakan adalah:
1. Gravimeter tipe scintrex
2. GPS (Global Positioning System)
3. Kaki tiga sebagai dudukan gravimeter pada saat pengukuran dilaksanakan agar
gravimeter tidak bergerak atau stabil
4. Altimeter untuk mengukur ketinggian titik survey untuk menentukan topografi
daerah survei.
Tempat dilakukannya pengukuran adalah di dalam kampus UI
Untuk menentukan titik pengukuran dilakukan dengan menggunakan GPS yang
sebelumnya telah di plot dengan menggunakan google earth di hari sebelum
pengukuran. Namun pengukuran tidak dapat dilakukan pada semua titik, hanya titiktitik yang di beri tanda bintang saja yang dapat dilakukan pengukuran, hal ini
disebabkan karena watu yang tidak cukup dan sudah terlalu sore. Jadi, pada saat
pengukuran di hari H dilakukan mencari titik pengukuran dengan menggunakan GPS
Universitas
Indonesia
Laporan Investigasi
yang sebelumnya telah di plot. Sebelum melakukan pengukuran pada hari H yang
harus dilakukan terlebih dahulu adalah mengkalibrasi alat dengan cara mengukur di
satu tempat, dalam hal ini kalibrasi GPS, altimeter, dan alat pengukur suhu yang
disebut bruton dilakukan di fakultas hokum Universitas Indonesia. Kemudian
memeriksa alat gravitimeter yang akan digunakan dan telah diikat oleh BMG di
station BMG. Pengukuran gravity dilakukan dari jam 09.30 sampai dengan jam
17.00. pengukuran dibuka di taman depan Asrama Universitas Indonesia yang
nantinya akan berfungsi sebagai base station.
Kemudian mencatat posisinya
berdasarkan GPS agar nanti dapat disesuaikan pada saat menutup di base station.
Mencatat suhu dan elevasi dengan menggunakan altimeter dan bruton agar data lebih
konkret maka pengukuran elevasi juga dilakukan dengan menggunakan GPS.
Sehingga ada 3 Variasi data elevasi dari 3 alat yang berbeda. Juga mancatat terrain
dari posisi pengukuran.
B. Metode Magnetic
Alat- alat yang digunakan pada metode ini antara lain :
1. Dua Magnetometer tipe Proton Magnetometer
2. GPS (Global Positioning)
pengukuran pada akuisisi data magnetic hampir sama dengan akuisisi data gravity, titik
yang diukur juga masih sama yaitu 24 titik pengukuran. Base station pada pengukuran
magnetic dilakukan didalam hutan UI di samping Danau Salam UI. Kemudian
pengukuran dengan proton magnetometer adalah mengukur intensitas magnetic dalam
durasi waktu setiap 10 detik sekali. Pencatatan data dilakukan sampai data tersebut stabil,
stabil isini maksudnya adalah data yang paling banyak keluar dan berurutan.
Universitas
Indonesia
Laporan Investigasi
C. Metode Resistivity dan IP
Alat alat yang digunakan pada metode ini antara lain:
1. Resistivity-meter yang terdiri dari:
- Transmiter untuk meninjeksikan arus DC yang dihasilkan oleh baterei kering
didalam transmiter.
- Receiver yang dihubungkan kepada elektrode tegangan, yaitu berupa voltmeter
yang memiliki ketelitian hingga 0,01 mV
- Elektrode yang terbuat dari batang baja, sehingga dapat menerima arus dengan
baik. Tediri dari 24 elektrode.
2. Global Positioning System (GPS)
3. Kompas geologi
4. Kabel
5. Martil
Pengukuran ini dilakukan di hutan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas
Indonesia.
Pengukuran disini dilakukan dengan menggabungkan dua metode
sekaligus yaitu metode resistivity dengan IP agar dapat dilakukan pengukuran yang
lebih akurat sehingga pencitraan bawah permukaan semakin informative dan jelas.
Pada saat menggunakan metode ini konfigurasi yang digunakan adalah konfigurasi
slumberger dan dipole-dipole. Dengan
menggunakan multi chanel 24 elektroda,
dengan jarak antar elektroda 5 meter dan
Panjang bentangan AB = 120 meter,
dilakukan hanya untuk satu lintasan saja.
Universitas
Indonesia
Laporan Investigasi
BAB IV
PENGOLAHAN DATA
a. Metode Gravitasi
Pengolahan data metode gravitasi adalah dengan
menggunakan Microsoft Excel
untuk mendapatkan nilai akhir yaitu anomali bougernya yang nantinya akan
diiterpretasi. Agar hasil data yang didapatkan sesuai dengan kondisi bawah
permukaan titik pengukuran dan mendapatkan nilai tersebut kita perlu melakukan
koeksi sebagai berikut:
1. koreksi apungan (drift correction),
2. koreksi pasang surut (tidal correction)
3. koreksi lintang (latitude correction)
4. koreksi udara bebas (free-air correction)
5. koreksi Bouguer
6. koreksi medan (terrain correction).
Untuk mendapatkan nilai Bougeu Anomali kita harus mengetahui terlebih dahulu nilai
densitas rata-sata dari pengukuran di lapangan.
Kemudian nilai densitas batuan
daerah pengukuran yang nantinya akan digunakan untuk perhitungan koreksi bouguer
(0.04192 ρ h) dapat ditentukan dengan menggunakan metode parasnis. Pencarian nilai
densitas rata-rata menggunakan metode parasnis dilakukan dengan cara memplot nilai
x dan y persamaan di bawah ini :
Dimana nilai g observasi didapatkan setelah dikoreksi drift base camp oleh base
station dan station oleh base camp. Jika di plot antara nilai x (gobs. – gN + 0,3086 h)
dan y ( 0,04193 h ) maka akan membentuk garis lurus dengan kemiringan ρ. Dalam
pengolahan data ini, nilai terrain correstion nya diabaikan, karena dalam data tidak
Universitas
Indonesia
Laporan Investigasi
disajikan. Biasanya semua titik- titik tidak terletak pada pada garis lurus tersebut,
sehingga dalam beberapa keadaan dapat dipergunakan cara kuadrat terkecil ( least
square ).
b. Metode Magnetik
pengolahan data magnetic juda dengan menggunakan excel, sehingga memperoleh
data anomalinya.
Dimana :
I observasi = I kerak bumi + I secular variation + I diurnal variation
Nilai dari I secular variation merupakan nilai intensitas magnetik yang berasal dari
inti dalam bumi. Nilai ini dapat didapatkan dari IGRF denga memasukan nilai
longitude, latitude, degree, minute, second, elevation dari suatu titik pengukuran.
Nilai dari diurnal variation didapatkan dengan memplot grafik antara time base dan
nilai intensitas magnetik di base. Lalu setelah itu mencari nilai gradiennya dari
persamaan garis pada grafik. Pengurangan nilai gradien dengan intensitas magnetik
pada base merupakan nilai diurnal. Dengan memplot time base dan diurnal tersebut
didapatkan nilai diurnal setiap waktu dengan melakukan interpolasi.
c. Metode Resistivity dan IP
pengukuran dengan metode Resistivity dan IP bertujuan untuk mendapatkan nilai
apparent resistivity . Data Resistivitas dan IP yang diperoleh dalam format .dat. Untuk
mengurangi tingkat error yang tinggi maka dilakukan iterasi sebanyak 10 kali
sehingga error RMS berkurang menjadi 6,3 %.sedangkan untuk malakukan
pengolahan data resistivitas dan IP diperlukan software yaitu Res2Dinv.
Universitas
Indonesia
Laporan Investigasi
BAB V
HASIL DAN INTERPRETASI
a. Metode Magnetic
Hasil
untuk kelakukan hasil dan interpretasi, maka dengan menggunakan Microsoft exel
disetiap titik pengukuran didapatkan nilai base, waktu di base, nilai gradient, diurnall
correction, nilai IGRF dan Anomalli. Dan dengan memplot kurva waktu terhadap
nilai base maka didapatkan gradient seperti pada gambar berikut:
Gambar 17. Grafik basecamp terhadap waktu
Setelah didapatkan gradientnya untuk mencari nilai diurnal variation. Maka
selanjutnya adalah memplot grafik diurnal terhadap Waktu seperti gambar berikut ini:
Universitas
Indonesia
Laporan Investigasi
Gambar 18. Grafik diurnal terhadap waktu
Universitas
Indonesia
Laporan Investigasi
Universitas
Indonesia
Laporan Investigasi
Gambar 19. topografi 2 dimensi dan 3 dimensi dengan menggunakan surfer9
Interpretasi
Berdasarkan anomalli magnetic dari data diatas, memungkinkan bahwa pada daerah
pengukuran terdapat satu bodi, terlihat dari nilai magnetic yang rendah negtif dan
yang tinggi positif, diperkirakan di daerah ini batuan tersebut yang berupa batuan
beku.
B. Metode Gravity
Hasil
Pengolahan data gravity adalah dengan menggunakan Microsoft exel terlebih dahulu
untuk mencari nilai anomalli magnetic, anomalli regional, anomally residual dan nilai
nilai koreksi lainnya yang diperlukan unuk pemodelan dengan menggunakan software
Surfer 9
Sehingga didapatkan pemodelan sebagai berikut:
Magnetic anomally
Universitas
Indonesia
Laporan Investigasi
gambar 20. Free air anomally 2 dan 3 dimensi dengan menggunakan
Surfer
Gambar 21. Bouger anomally 2 dan 3 diensi
dengan
Surfer 9
Gambar
21.
Anomally
regional 2
dan 3
dimensi
Universitas
Indonesia
Laporan Investigasi
Gambar 22. Magnetic anomally 2 dan 3 dimensi dengan Surfer 9
Interpretasi
Pada kontur anomali Buogue di filter dengan Low Pass Filter yang berarti akan
didapatkan kontur dari daerah yang regional (cakupannya lebih dalam). Setelah
mendapatkan kontur regional, dengan perhitungan matematika pada surfer kemudian
didapatkan pula kontur residualnya. Daerah pada kontur residual inilah yang akan kita
cari kontras densitasnya karena daerah residual ini merupakan daerah yang lebih
dangkal dari daerah regional
C. Metode Resistivity dan IP
Hasil
Universitas
Indonesia
Laporan Investigasi
Gambar 23. Data resistivity dan IP dengan RES2DInv
Interpretasi
Berdasarkan gambar hasil pengolahan dengan RES2Din, terdapat zona yang
mempunyai resistivity antara 20.2 sampai dengan 33,9 pada kedalaman 15-19 meter.
Diidentifikasi bahwa di daerah ini terdapat batuan sedimen yang terisi oleh air atau
fluida. Hal ini juga terlihat pada aliran sungai disekitar danau yang dasar sungai
tersebut terdiri dari lumpur atau tanah merah yang mengidenifikasi adanya batuan
sedimen di bawah permukaan. Hal ini juga dipengaruhi Faktor dari dekat danau
sehinnga memungkin dibawah permukaan bayak terdapa fluida yang mempengaruhi
hasil yang didapatkan karena faktor air danau yang dapat mengakibatkan pembacaan
pada alat.
BAB VI
PENUTUP
Kesimpulan
1. Berdasarkan anomalli magnetic dari data diatas, memungkinkan bahwa pada daerah
pengukuran terdapat satu bodi, terlihat dari nilai magnetic yang rendah negtif dan
yang tinggi positif, diperkirakan di daerah ini batuan tersebut yang berupa batuan
beku
2. Data gravity tidak dapat dilakukan interpretasi karena banyak factor yang
mempengaruhi sehingga kualitas data berkuang. Terlihat dari nilai densitas yang
sangat tinggi.
Universitas
Indonesia
Laporan Investigasi
3. Pada data resistivity dan IP setelah dilkukan pemodelan, maka diidentifikasi bahwa
pada deaerah pengkuran terdapat batuan sdimen yang didalamnya terdapat Fluida,
hal ini juga dipengaruhi oleh lokasi pengukuran yang terletak di dekat danau.
Referensi
1. Diktat Kuliah metode gravitasi
2. Mussett, Alan E., Khan, M. Aftab. Looking In to The Earth. Cambridge University
Press, New York.
3. Telford, et all. 1976. Applied Geophy
Laporan praktikum
fisika lanjutan 2-D
Pengukuran dengan metode Gravity
dan Magnetik
FITRIA 1006703351
2013
[ T Y P E T H E C O M PA N Y A D D R E S S ]
Laporan Investigasi
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Teori belumlah sempurna atau lengkap apabila tidak ada praktiknya, begitu juga
dengan pemebelajaran metode-metode Geofisika yang memang harus turun ke
lapangan agar teori-teori yang dipelajari dapat terserap dan teraplikasikan secara
langsung. maka program peminatan Geofisika, Departemen Fisika, Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Indonesia mewajibkan setiap
mahasiswanya untuk melaksanakan penyelidikan Geofisika. Dalam hal ini korelasi
dari disiplin ilmu Geofisika yang ingin dipelajari dan diterapkan pada penelitian ini
adalah mengenai akuisisi data, mengolah serta menganalisa hasil yang telah diperoleh
dengan menggunakan metode Gravity, magnetik, Resistivity, IP, SP dan GPR yang
mana keberhasilannya amatlah ditentukan oleh kontras beberapa karakteristik batuan,
karena setiap material batuan memiliki sifat fisis yang berbeda – beda. Hasil
pengolahan data yang diperoleh berupa pencitraan bawah permukaan berguna untuk
menentukan anomali sebagai acuan dalam pendirian bangunan serta penentuan
keberadaan aquifer dan water table sebagai landasan pengeboran air tanah.
1.2 Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk:
1. Memahami praktik pengambilan, cara pengolahan dan cara interpretasi data Gravity,
Magnetik, IP, SP dan GPR.
2. Memetakan struktur bawah permukaan daerah Universitas Indonesia.
3. Menentukan keberadaan basement
4. Menentukan keberadaan aquifer atau water table.
Universitas
Indonesia
Laporan Investigasi
BAB II
TEORI DASAR
Metode Gravitasi
a. Pendahuluan
Gaya gravitasi adalah gaya tarik-menarik yang terjadi antara suatu benda yang memiliki
massa. Semakin besar kumpulan massa, semakin besar gaya gravitasinya. Newton
mengatakan bahwa gaya tarik antara dua buah benda yang memiliki massa m1 dan m2
dengan persamaan : dengan nilai G = 6,673 x 10 -8 (gr/cm3)-1det2.
Metode gravitasi adalah salah satu metode eksplorasi dalam geofisika yang
memanfaatkan sifat gaya tarik antar benda yang didapat dari densitasnya. Prinsip dasar
metode ini didasarkan pada pengukuran nilai gravitasi berdasarkan nilai densitas batuan
di bawah permukaan bumi.
Pada metode gravitasi yang diukur adalah nilai percepatan gravitasi yang dialami oleh
benda sebagai akibat tarikan massa bumi yang nilainya sekitar 9,80665 m/ s 2 Besarnya
nilai gravitasi dipermukaan bumi dipengaruhi oleh lima faktor utama yaitu garis lintang,
ketinggian tempat pengukuran dari geoid, pasang surut air laut, topografi disekitar daerah
pengukuran dan variasi densitas batuan di dalam permukaan bumi.
Adanya perbedaan densitas (massa jenis) batuan dari suatu tempat dengan tempat lain ini
menimbulkan perbedaan medan gravitasi yang relatif kecil (dalam orde mgal). Oleh
karena itu, kepekaan dan ketelitian alat dalam pengukuran gravitasi ini sangat diperlukan
untuk mendapatkan hasil yang sesuai dengan kondisi di bawah permukaan tanah.
Penelitian dengan menggunakan metode gravitasi secara garis besar dilakukan secara 3
tahap diantaranya:
1. pengukuran lapangan (akuisisi),
Universitas
Indonesia
Laporan Investigasi
2. pengolahan data (processing), dan
3. interpretasi data.
b. Akusisi Lapangan
Pada saat melakukan Akuisisi data di lapangan hal pertama yang harus dilakukan adalah
menetukan base station, base camp, dan station titik pengukuran untuk mengukur nilai
gravitasi dengan alat gravimeter. Base station merupakan tempat yang memiliki nilai
gravitasi absolute atau nilai gravitasi sebenarnya dari suatu tempat, besar nilainya adalah
berkisar 9.8 gal. biasanya terdapat di BMKG dan di berbagai tempat yang strategis di
suatu daerah. Base camp merupakan tempat untuk malakukan pembuka dan penutup dari
suatu pengukuran di lapangan. Station merupakan tempat titik pengukuran yang ingin
kita ukur. Jumlah nya tergantung dari anomali gravitasi yang ingin kita ukur. Pengukuran
pada titik-titik survei dilakukan dengan metode looping. Metode looping dilakukan
karena untuk menghilangkan kesalahan yang disebabkan oleh pergeseran pembacaan
gravitimeter akibat pembacaan nilai gravitasi yang berbeda di titik yang sama namun
pada waktu yang berbeda. Metode ini muncul dikarenakan alat yang digunakan selama
melakukan pengukuran akan mengalami guncangan, panas dan sebagainya, sehingga
menyebabkan bergesernya pembacaan titik nol pada alat tersebut.
c. Pengolahan Data
Pengolahanan data metode gravitasi secara umum dipisahkan menjadi dua macam, yaitu
proses dasar dan proses lanjutan. Proses dasar mencakup seluruh proses berawal dari nilai
pembacaan alat di lapangan sampai diperoleh nilai anomali bouguer di setiap titik
pengamatan yang diproses dengan menggunakan komputer dengan Microsoft Excel.
Sedangkan proses lanjutan merupakan proses untuk mempertajam kenampakan geologi
pada daerah penyelidikan yaitu pemodelan dengan menggunakan software Surfer 9 dan
GRAV2DC. Dalam pengolahan data gravitasi terdapat beberapa tahapan dengan pengaruh
koreksi-koreksi untuk mendapatkan nilai gravitasi yang sesuai disuatu titik pengukuran :
- Drift
Correction
Universitas
Indonesia
Laporan Investigasi
Gambar 1 : Grafik Drift Correction
Koreksi ini dilakukan untuk menghilangkan pengaruh perubahan kondisi alat (gravity
meter) terhadap nilai pembacaan. Koreksi apungan muncul karena gravity meter
selama digunakan untuk melakukan pengukuran akan mengalami goncangan,
sehingga akan menyebabkan bergesernya pembacaan titik nol pada alat tersebut.
Koreksi ini dilakukan dengan cara melakukan pengukuran dengan metode looping,
yaitu dengan pembacaan ulang pada titik ikat (base station) dalam satu kali looping,
sehingga nilai penyimpangannya diketahui.
- Tidal Correction
Gambar 2 : Grafik Tidal Correction
Perubahan harga gravitasi suatu tempat terhadap waktu juga disebabkan oleh pasang
surut bumi padat akibat tarikan benda-benda angkasa khususnya matahari dan bulan.
Universitas
Indonesia
Laporan Investigasi
Perubahan tersebut bersifat periodik sesuai dengan posisi relatif bumi - bulan matahari. Koreksi pasang surut ini adalah untuk menghilangkan gaya tarik yang
dialami bumi akibat bulan dan matahari, sehingga di permukaan bumi akan
mengalami gaya tarik naik turun. Hal ini akan menyebabkan perubahan nilai medan
gravitasi di permukaan bumi secara periodik. Koreksi pasang surut juga tergantung
dari kedudukan bulan dan matahari terhadap bumi. Pada saat posisi bulan tepat di atas
pengukuran, maka akan ada tarikan yang sangat kuat dari bulan. Sehingga,
berpengaruh terhadapa hasil pengukuran.
- Latitude
Correction
Disebut juga koreksi lintang yang digunakan untuk mengkoreksi gayaberat di setiap
lintang geografis karena gayaberat tersebut berbeda yang disebabkan oleh adanya gaya
sentrifugal dan bentuk ellips bumi. Dari koreksi ini akan diperoleh anomali medan
gayaberat. Medan anomali tersebut merupakan selisih antara medan gayaberat observasi
dengan medan gravitasi teoritis (gravitasi normal).
gφ= 978, 031.8 (1 + 0,005 302 4 Sin2 φ – 0,000 000 59 Sin2 2φ)
Koreksi ini untuk menghilangkan efek gravitasi yang disebabkan oleh mantel dan inti
bumi. Karena dalam eksplorasi, kita lebih konsen ke lapisan kerak bumi.
- Elevation
Correction
Koreksi ketinggian digunakan untuk menghilang perbedaan gravitasi yang dipengaruhi
oleh perbedaan ketinggian dari setiap titik pengukuran terhadap geoid. Koreksi ketinggian
ini dibagi mejadi 2:
1. Free Air Correction
Koreksi udara bebas merupakan koreksi akibat perbedaan ketinggian sebesar h dengan
mengabaikan adanya massa yang terletak diantara titik pengukuran dengan geoid
referensi. Koreksi ini dilakukan untuk mendapatkan anomali medan gayaberat di
topografi. Untuk mendapat anomali medan gravitasi di topografi maka medan gravitasi
teoritis dan medan gravirasi observasi harus sama-sama berada di topografi, sehingga
koreksi ini perlu dilakukan.
Universitas
Indonesia
Laporan Investigasi
Gambar 3 : Free Air Correction
2. Bougue Correction
Koreksi Bougue merupakan koreksi yang dilakukan untuk menghilangkan perbedaan
ketinggian dengan tidak mengabaikan massa di bawahnya. Perbedaan ketinggian tersebut
akan mengakibatkan adanya pengaruh massa di bawah permukaan yang mempengaruhi
besarnya percepatan gayaberat di titik pengukuran.
- Terrain Correction
Koreksi medan atau topografi dilakukan untuk mengkoreksi adanya pengaruh bukit dan
lembah di skitar titik pengukuran. Karena adanya tarikan massa dari bukit menyebabkan
pegas menyimpang ke atas dari keadaan normalnya. Sehingga nilai gravitasi yang terbaca
menjadi berkurang. Sama halnya dengan terdapat nya massa kosong yaitu lembah yang
menyebabkan pegas menyimpang ke atas dari posisi
normalnya. Sehingga nilai gravitasi yang terbaca pun menjadi berkurang. Oleh karena itu,
pada korekasi terrain ini nilainya ditambahkan.
gt = gobs - gn + 0.3086h - 0.04192ρh + TC (mgal)
Universitas
Indonesia
Laporan Investigasi
Gambar 4 : Terrain Correction
Bouguer Anomali
gB = gobs - gn ± 0.3086h ± 0.04192 ρh (mgal)
Metode Magnetik
Metode magnetik didasarkan pada pengukuran variasi intensitas medan magnetik di
permukaan bumi yang disebabkan oleh adanya variasi distribusi benda termagnetisasi di
bawah permukaan bumi. Variasi yang terukur (anomali) berada dalam latar belakang
medan yang relatif besar. Variasi intensitas medan magnetik yang terukur kemudian
ditafsirkan dalam bentuk distribusi bahan magnetik di bawah permukaan, yang kemudian
dijadikan dasar bagi pendugaan keadaan geologi yang mungkin. Metode magnetik
memiliki kesamaan latar belakang fisika dengan metode gravitasi, kedua metode samasama berdasarkan kepada teori potensial, sehngga keduanya sering disebut sebagai
metoda potensial. Namun demikian, ditinjau dari segi besaran fisika yang terlibat,
keduanya
mempunyai
perbedaan
yang
mendasar.
Dalam
magnetik
harus
mempertimbangkan variasi arah dan besar vektor magnetisasi. sedangkan dalam gravitasi
hanya ditinjau variasi besar vektor percepatan gravitasi. Data pengamatan magnetik lebih
menunjukan sifat residual yang kompleks. Dengan demikian, metode magnetik memiliki
variasi terhadap waktu jauh lebih besar. Pengukuran intensitas medan magnetik bisa
dilakukan melalui darat, laut dan udara. Metode magnetik sering digunakan dalam
Universitas
Indonesia
Laporan Investigasi
eksplorasi pendahuluan minyak bumi, panas bumi, dan batuan mineral serta serta bisa
diterapkan pada pencarian prospeksi benda-benda arkeologi.
Dalam metode geomagnetik ini, bumi diyakini sebagai batang magnet raksasa dimana
medan magnet utama bumi dihasilkan. Kerak bumi menghasilkan medan magnet jauh
lebih kecil daripada medan utama magnet yang dihasilkan bumi secara keseluruhan.
Teramatinya medan magnet pada bagian bumi tertentu, biasanya disebut anomali
magnetik yang dipengaruhi suseptibilitas batuan tersebut dan remanen magnetiknya.
Berdasarkan pada
anomali magnetik batuan ini, pendugaan sebaran batuan yang dipetakan baik secara
lateral maupun vertikal. Eksplorasi menggunakan metode magnetik, pada dasarnya terdiri
atas tiga tahap : akuisisi data lapangan, processing, interpretasi. Setiap tahap terdiri dari
beberapa perlakuan atau kegiatan. Pada tahap akuisisi, dilakukan penentuan titik
pengamatan dan pengukuran dengan satu atau dua alat. Untuk koreksi data pengukuran
dilakukan pada tahap processing. Koreksi pada metode magnetik terdiri atas koreksi
harian (diurnal), koreksi topografi (terrain) dan koreksi lainnya. Sedangkan untuk
interpretasi dari hasil pengolahan data dengan menggunakan software diperoleh peta
anomali magnetik. Metode ini didasarkan pada perbedaan tingkat magnetisasi suatu
batuan yang diinduksi oleh medan magnet bumi. Hal ini terjadi sebagai akibat adanya
perbedaan sifat kemagnetan suatu material. Kemampuan untuk termagnetisasi tergantung
dari suseptibilitas magnetik masing-masing batuan. Harga suseptibilitas ini sangat penting
di dalam pencarian benda anomali karena sifat yang khas untuk setiap jenis mineral atau
mineral logam. Harganya akan semakin besar bila jumlah kandungan mineral magnetik
pada batuan semakin banyak. Pengukuran magnetik dilakukan pada lintasan ukur yang
tersedia dengan interval antar titik ukur 10 m dan jarak lintasan 40 m. Batuan dengan
kandungan mineral-mineral tertentu dapat dikenali dengan baik dalam eksplorasi
geomagnet yang dimunculkan sebagai anomali yang diperoleh merupakan hasil distorsi
pada medan magnetik yang diakibatkan oleh material magnetik kerak bumi atau mungkin
juga bagian atas mantel. Metode magnetik memiliki kesamaan latar belakang fisika denga
metode gravitasi, kedua metode sama-sama berdasarkan kepada teori potensial, sehingga
keduanya sering disebut sebagai metode potensial. Namun demikian, ditinjau ari segi
besaran fisika yang terlibat, keduanya mempunyai perbedaan yang mendasar. Dalam
magnetik harus mempertimbangkan variasi arah dan besaran vektor magnetisasi,
sedangkan dalam gravitasi hanya ditinjau variasi besar vektor percepatan gravitasi. Data
pengamatan magnetik lebih menunjukkan sifat residual kompleks. Dengan demikian,
Universitas
Indonesia
Laporan Investigasi
metode magnetik memiliki variasi terhadap waktu lebih besar. Pengukuran intensitas
medan magnetik bisa dilakukan melalui darat, laut dan udara. Metode magnetik sering
digunakan dalam eksplorasi pendahuluan minyak bumi, panas bumi, dan batuan mineral
serta bisa diterapkan pada pencarian prospek benda-benda arkeologi. Medan Magnet
Bumi Medan magnet bumi terkarakterisasi oleh parameter fisis atau disebut juga elemen
medan magnet bumi (gambar I), yang dapat diukur yaitu meliputi arah dan intensitas
kemagnetannya. Parameter fisis tersebut meliputi : Deklinasi (D), yaitu sudut antara utara
magnetik dengan komponen horizontal yang dihitung dari utara menuju timur
Inklinasi(I), yaitu sudut antara medan magnetik total dengan bidang horizontal yang
dihitung dari bidang horizontal menuju bidang vertikal ke bawah. Intensitas Horizontal
(H), yaitu besar dari medan magnetik total pada bidang horizontal. Medan magnetik total
(F), yaitu besar dari vektor medan magnetik total.
Gambar 5. Tiga Elemen medan magnet bumi
Medan magnet utama bumi berubah terhadap waktu. Untuk menyeragamkan nilai-nilai
medan utama magnet bumi, dibuat standar nilai yang disebut International Geomagnetics
Reference Field (IGRF) yang diperbaharui setiap 5 tahun sekali. Nilai-nilai IGRF tersebut
diperoleh dari hasil pengukuran rata-rata pada daerah luasan sekitar 1 juta km 2 yang
dilakukan dalam waktu satu tahun. Medan magnet bumi terdiri dari 3 bagian :
1. Medan magnet utama (main field)
Universitas
Indonesia
Laporan Investigasi
Medan magnet utama dapat didefinisikan sebagai medan rata-rata hasil pengukuran dalam
jangka waktu yang cukup lama mencakup daerah dengan luas lebih dari 10 6 km2..
2. Medan magnet luar (external field)
Pengaruh medan magnet luar berasal dari pengaruh luar bumi yang merupakan hasil
ionisasi di atmosfer yang ditimbulkan oleh sinar ultraviolet dari matahari. Karena sumber
medan luar ini berhubungan dengan arus listrik yang mengalir dalam lapisan terionisasi di
atmosfer, maka perubahan medan ini terhadap waktu jauh lebih cepat.
3. Medan magnet anomali
Medan magnet anomali sering juga disebut medan magnet lokal (crustal field). Medan
magnet ini dihasilkan oleh batuan yang mengandung mineral bermagnet seperti magnetite
( ), titanomagnetite ( ) dan lain-lain yang berada di kerak bumi.
Dalam survei dengan metode magnetik yang menjadi target dari pengukuran adalah
variasi medan magnetik yang terukur di permukaan (anomali magnetik). Secara garis
besar anomali medan magnetik disebabkan oleh medan magnetik remanen dan medan
magnetik induksi. Medan magnet remanen mempunyai peranan yang besar terhadap
magnetisasi batuan yaitu pada besar dan arah medan magnetiknya serta berkaitan dengan
peristiwa kemagnetan sebelumnya sehingga sangat rumit untuk diamati. Anomali yang
diperoleh dari survei merupakan hasil gabungan medan magnetik remanen dan induksi,
bila arah medan magnet remanen sama dengan arah medan magnet induksi maka
anomalinya bertambah besar. Demikian pula sebaliknya. Dalam survei magnetik, efek
medan remanen akan diabaikan apabila anomali medan magnetik kurang dari 25 %
medan magnet utama bumi (Telford, 1976), sehingga dalam pengukuran medan magnet
berlaku : dengan : : medan magnet total bumi : medan magnet utama bumi : medan
magnet luar : medan magnet anomali Mineral dan Suseptibilitas Batuan Metode
magnetik dalam aplikasi Geofisika akan tergantung pada pengukuran yang akurat dari
anomaly medan geomagnet lokal yang dihasilkan oleh variasi intensitas magnetisasi
dalam formasi batuan. Intensitas magnetik pada batuan sebagian disebabkan oleh induksi
dari magnet bumi .
1. Suseptibilitas batuan
Perubahan atau pergeseran kecil dari kecepatan dan arah orbit elektron momen magnet
atom. Untuk batuan dan bahan-bahan lain dapat diklarifikasikan dalam tiga kelompok :
Universitas
Indonesia
Laporan Investigasi
Diamagnetik
Paramagnetik
Ferromagnetik
Suseptibilitas merupakan sifat magnetik yang paling penting dari batuan. Intensitas
Magnetisasi merupakan kemampuan suatu benda untuk terinduksi magnet oleh medan
magnet luar yang diberikan pada batuan tersebut. Intensitas Magnetisasi I, yang
merupakan hasil induksi pada bahan batuan isotropik oleh gaya magnet H (A/m) dapat
dituliskan :
I = k H Dalam bentuk umum I, dan H merupakan vektor, sehinggak nya akan berbentuk
tensor. Diamagnetik Diamagnetik nilai dari k negatif, maka intensitas induksinya akan
berlawanan arah dengan gaya magnetnya atau medan polarisasi. Semua material
menunjukan respon sebagai diamagnetik ketika ia berada dalam medan magnet. Contoh
batuannya : kuarsa, marmer, graphite, rock salt, gypsum, air, kayu dan beberapa bahan
organik seperti minyak dan plastik dan beberapa logam diantaranya tembaga. Jumlah
electron dalam atomnya genap dan semuanya sudah salig berpasangan, sehingga efek
magnetisasinya paling kuat dalam medan polarisasi. Paramagnetik Medan magnet pada
material ini hanya ada jika bahan ini termagnetisasi oleh medan magnet luar saja. Jika
pengaruhnya dihilangkan maka akan hilang pula pengaruh medan magnetnya. Karena
pengaruh termal gerakannya menjadi random kembali. Nilai k nya positif dan berbanding
terbalik dengan temperature absolut. Jumlah electronnya ganjil. Momen magnet atom nya
searah dengan medan polarisasi dan induksi magnetiknya bernilai kecil karena hanya
sebagian kecil spin saja yang teraleniasi. Temperatur Curie + kedalaman 20 km.
Berperan sebagai silicate, pyroxene, amphibole, dan biotit Feromagnetik Nilai k nya
positif dan tidak tergantung pada temperature Curie, karena material-material atom
mempunyai momen magnet dan interaksi antara atom terdekatnya sangat kuat. Kombinasi
orbit electron dan gerak spin-nya menghasilkan magnet yang kuat. Ferromagnetic (besi,
nikel, kobalt) jarang dalam bentuk murni Antiferromagnetik (hematite, FE2O3). Ini
merupaka material yang tidak umum. Misal semikonduktor logam Chromium Cr, NIO.
Ferrimagnetik (magnetite Fe304). Material ini muncul dalam bentuk garnet ferrit dan
magnetik. Material magnetik paling tua yang ditemukan adalah magnetite Iron (II, III
oxide), Contoh lainnya aluminium, cobalt, nikel, mangan dan Seng.
Universitas
Indonesia
Laporan Investigasi
2. Magnet Permanen
Semua peneliti di dunia sepakat bahwa batuan beku dan sedimen memiliki magnet
permanen dalam tingkatan yang berbeda dan fenomena ini berlaku umum atau
menyeluruh. Dalam kedua batuan ini, tidak hanya intensitas permanennya saja yang kuat,
tetapi juga mempunyai arah yang secara keseluruhan berbeda dari arah geomagnet saat ini
paleomagnetism. Natural Remanent Magnetic (NRM) :
TRM (Thermo Remanent Magnetic) : dalam pendinginan dari tempeatur tinggi.
Orientasinya merefleksikan orientasi magnet bumi pada waktu dan tempat formasi itu
terbentuk. TRM akan hilang jika dipanaskan > 600 0C (Temperatur Curie) IRM
(Isotehrmal Remanent Magnetic) : pada temperatur konstan, gaya magnetisasi bekerja
dalam waktu yang singkat. VRM (Viscous Remanent Magnetic) : sebagai efek komulatif
setelah terbebas lama dalam sebuah medan. Pembentukan magnet remanentnya
merupakan fungsi logaritmik terhadap waktu, jadi prosesnya butuh waktu lama. Proses ini
lebih merupakan sifat dari batuan berbutir halus daripada berbutir kasar, Magnet
remanent ini cukup stabil. DRM (Depositional Remanent Magnetic) : diperoleh dengan
sedimen sebagai tempat atau pilihan untuk pembentukan butir-butir magnetik di dalam air
dalam pengaruh medan magnet bumi. Clay adalah bentuk sedimen utama yang
menunjukan remanen ini. CRM (Chemical Remanent Magnetic) : selama pembentukan
atau kristalisasi butir-butir magnetik pada temperature moderat di bawah temperature
Curie. Proses ini cukup signifikan dalam batuan sedimen dan Metamorf.
Gambar 6 : Prinsip Metode Geolistrik
Universitas
Indonesia
Laporan Investigasi
Metode geolistrik resistivitas atau tahanan jenis adalah salah satu dari kelompok metode
geolistrik yang digunakan untuk mempelajari keadaan bawah permukaan dengan cara
mempelajari sifat aliran listrik di dalam batuan di bawah permukaan bumi. Metode
resistivitas umumnya digunakan untuk eksplorasi dangkal, sekitar 300 – 500 m. Prinsip
dalam metode ini yaitu arus listrik diinjeksikan ke alam bumi melalui dua elektrode arus,
sedangkan beda potensial yang terjadi diukur melalui dua elektrode potensial. Dari hasil
pengukuran arus dan beda potensial listrik dapat diperoleh variasi harga resistivitas listrik
pada lapisan di bawah titik ukur. Metode kelistrikan resistivitas dilakukan dengan cara
menginjeksikan arus listrik dengan frekuensi rendah ke permukaan bumi yang kemudian
diukur beda potensial diantara dua buah elektrode potensial. Pada keadaan tertentu,
pengukuran bawah permukaan dengan arus yang tetap akan diperoleh suatu variasi beda
tegangan yang berakibat akan terdapat variasi resistansi yang akan membawa suatu
informasi tentang struktur dan material yang dilewatinya. Prinsip ini sama halnya dengan
menganggap bahwa material bumi memiliki sifat resistif atau seperti perilaku resistor,
dimana material-materialnya memiliki derajat yang berbeda dalam menghantarkan arus
listrik.
Berdasarkan pada tujuan penyelidikan, metode resistivitas dibedakan menjadi dua yaitu
mapping dan sounding. Metode geolistrik resistivitas mapping merupakan metode
resistivitas yang bertujuan mempelajari variasi rasistivitas lapisan bawah permukaan
secara horisontal. Oleh karena itu, pada metode ini digunakan jarak spasi elektrode yang
tetap untuk semua titik datum di permukaan bumi. Sedangkan metode resistivitas
sounding bertujuan untuk mempelajari variasi resistivitas lapisan bawah permukaan bumi
secara vertikal. Pada metode ini pengukuran pada satu titik ukur dilakukan dengan cara
mengubah-ubah jarak elektrode.
Pengubahan jarak elektrode tidak dilakukan secara sembarang, tetapi mulai jarak
elektrode kecil kemudian membesar secara gradual. Jarak elektrode ini sebanding dengan
kedalaman lapisan yang terdeteksi.
Resistivitas Semu (Apparent Resistivity)
Pada prinsipnya, pengukuran metode resistivitas dilakukan dengan mengalirkan arus
melalui elektrode C1 dan C2 dan pengukuran beda potensial pada P1 dan P2. Jika
diasumsikan bahwa bumi homogen isotropis, maka tahanan jenis yang diperoleh adalah
tahanan jenis yang sebenarnya dan tidak tergantung pada spasi elektrode. Namun, pada
kenyataannya bumi tersusun atas lapisan-lapisan dengan resistivitas yang berbeda-beda,
Universitas
Indonesia
Laporan Investigasi
sehingga potensial yang terukur merupakan pengaruh lapisan-lapisan tersebut. Harga
resistivitas yang diukur seolah-olah merupakan harga resistivitas untuk satu lapisan saja.
Sehingga resistivitas yang terukur adalah resistivitas semu (), yang besarnya ditentukan
dengan :
dengan K adalah faktor geometri yang besarnya tergantung pada konfigurasi elektrode
yang digunakan. Konfigurasi Elektrode Terdapat banyak aturan penempatan elektrode
(konfigurasi elektrode) yang digunakan dalam metode resistivitas. Beberapa konfigurasi
elektrode pada penerapan metode resistivitas diantaranya adalah konfigurasi Wenner,
konfigurasi Schlumberger dan konfigurasi Dipole-dipole. Konfigurasi Wenner Pada
konfigurasi Wenner, elektrode arus dan elektrode potensial diletakkan seperti pada
gambar :
Gambar 7 : Konfigurasi Wenner
Dalam hal ini, elektrode arus dan elektrode potensial mempunyai jarak yang sama yaitu
C1P1= P1P2 = P2C2 = a. Jadi jarak antar elektrode arus adalah tiga kali jarak antar
elektrode potensial. Perlu diingat bahwa keempat elektrode dengan titik datum harus
membentuk satu garis. Pada resistivitas mapping, jarak spasi elektrode tidak berubahubah untuk setiap titik datum yang diamati (besarnya a tetap), sedang pada resistivitas
sounding, jarak spasi elektrode diperbesar secara bertahap, mulai dari harga a kecil
sampai harga a besar, untuk satu titik sounding. Batas pembesaran spasi elektrode ini
tergantung pada kemampuan alat yang dipakai. Makin sensitif dan makin besar arus yang
dihasilkan alat maka makin leluasa dalam memperbesar jarak spasi elektrode tersebut,
sehingga makin dalam lapisan yang terdeteksi atau teramati.
Universitas
Indonesia
Laporan Investigasi
Gambar 8 : Konfigurasi Wenner-Schlumburger
Maka, berdasarkan gambar, faktor geometri pada konfigurasi Wenner-Schlumberger
adalah
Sehingga berlaku hubungan
Konfigurasi Dipole-dipole
Selain konfigurasi Wenner dan Wenner-Schlumberger, konfigurasi yang dapat digunakan
adalah Pole-pole, Pole-dipole dan Dipole-dipole. Pada konfigurasi Pole-pole, hanya
digunakan satu elektrode untuk arus dan satu elektrode untuk potensial. Sedangkan
elektrode yang lain ditempatkan pada sekitar lokasi penelitian dengan jarak minimum 20
kali spasi terpanjang C1-P1 terhadap lintasan pengukuran. Sedangkan untuk konfigurasi
Pole-dipole digunakan satu elektrode arus dan dua elektrode potensial. Untuk elektrode
arus C2 ditempatkan pada sekitar lokasi penelitian dengan jarak minimum 5 kali spasi
terpanjang C1-P1. Sehingga untuk penelitian skala laboratorium yang mungkin digunakan
adalah konfigurasi Dipole-dipole. Pada konfigurasi Dipole-dipole, dua elektrode arus dan
dua elektrode potensial ditempatkan terpisah dengan jarak na, sedangkan spasi masingmasing elektrode a. Pengukuran dilakukan dengan memindahkan elektrode potensial pada
Universitas
Indonesia
Laporan Investigasi
suatu penampang dengan elektrode arus tetap, kemudian pemindahan elektrode arus pada
spasi n berikutnya diikuti oleh pemindahan elektrode potensial sepanjang lintasan
seterusnya hingga pengukuran elektrode arus pada titik terakhir di lintasan itu.
Gambar 9 : Konfigurasi dipole-dipole
Sehingga berdasarkan gambar, maka faktor geometri untuk konfigurasi Dipole-dipole
adalah
4
Metode IP
Metode IP adalah salah satu metode geofisika yang relatif baru dan sedang berkembang
pesat terutama dalam bidang pertambangan yaitu eksplorasi mineral ekonomis dan
geofisika lingkungan. Metode IP pada dasarnya adalah merupakan pengembangan dari
metode geolistrik resistivity dan metode IP terbukti mampu menutupi kelemahankelemahan metode resistivity pada berbagai kasus. Oleh karena metode IP merupakan
pengembangan dari metode resistivity maka teknis dan cara pengambilan data atau
pengukuran dilapangan tidak jauh berbeda. Efek polarisasi terinduksi merupakan elemen
dasar yang terjadi pada metode IP, dimana gejala polarisasi terinduksi dapat diilustrasikan
sebagai berikut, jika suatu pengukuran tahanan jenis dengan konfigiurasi empat elektroda
(standar), dimana pada elektroda arus (C1 dan C2) dialiri arus searah (DC) maka pada
elektroda potensial (P1 dan P2) akan terukur beda potensial (ΔV). Ketika aliran arus pada
elektroda (C1 dan C2) dimatikan, pada waktu t0 maka nilai beda potensial tidak langsung
Universitas
Indonesia
Laporan Investigasi
kembali menjadi nol, melainkan secara perlahan mengalami penurunan beda potensial
menuju nol. Grafik yang menggambarkan efek polarisasi terinduksi dapat dilihat pada
gambar III.1.
Gambar 10 : Grafik penurunan potensial (Reynolds,1997)
Sumber efek polarisasi
Fenomena suatu proses polarisasi dan mekanisme elektrokimia yang terjadi didalam
suatu batuan adalah benar-benar kompleks. Namun demikian oleh (Summer, 1976)
mengenai polarisasi yang terjadi pada batuan dan soils adalah melingkupi penyebaran
atau difusi ion-ion menuju mineral-mineral logam dan pergerakan ion-ion didalam porefilling elektrolit. Yang menjadi efek utama atau mekanisme utama yang terjadi dalam
suatu proses polarisasi adalah polarisasi elektroda atau electrode polarization dan
polarisasi membrane atau membrane polarization.
Polarsisasi Elektroda
Gambar 11. Pergerakan ion
Universitas
Indonesia
Laporan Investigasi
Pada bagian A menggambarkan arus yang mengalir pada seluruh ruang pori-pori yang
terisi larutan tanpa adanya sumbatan butiran mineral. Terlihat ion-ion positif dan negatif
menyebar berdasar arus yang melewatinya, dimana elektrolit positif (+) mengalir searah
dengan arah arus sedangkan elektrolit negatif (-) mengalir berlawanan dengan arah arus.
Sedangkan pada bagian B menggambarkan mineral logam yang mempunyai jaring
pembatas yang saling berlawanan. Peristiwa ini dinamakan elektrolisis dimana ketika arus
mengalir dan sebuah elektron berpindah tempat di antara logam dan larutan ion-ion pada
bidang batas, dalam proses kimiafisika efek tersebut dinamakan polarisasi elektroda atau
electrode polarization. Polarisasi membran sering terjadi pada mineral lempung yang
mana mempunyai pori-pori yang kecil, selain itu polarisasi membran juga terjadi karena
adanya kontak permukaan antara mineral lempung dengan air dalam medium.
Karakteristik mineral lempung adalah memiliki muatan negatif murni yang cukup besar
di permukaan sehingga menyebabkan berkumpulnya awan ion positif disekitar
permukaan mineral lempung dan meluas pada larutan gambar 12.
Gambar 12 : Skema polarisasi membran
Penumpukan muatan ini akan menghambat jalannya arus listrik yang melaluinya sehingga
terjadilah hambatan di sepanjang pori-pori batuan yang mengandung mineral. Dengan
terbentuknya hambatan-hambatan yang berupa membran-membran, maka mobilitas ion
akan berkurang sehingga terbentuklah gradient konsentrasi ion-ion yang berlawanan
dengan arus listrik yang melaluinya. Dimana gejala tersebut disebabkan oleh polarisasi
membran.
Time domain dan Frekuensi domain.
Time domain, mengukur chargeability (M) yaitu kemampuan menyimpan muatan
ketika suatu benda dikenai arus. Yang diukur adalah time decay, waktu yang
dibutuhkan suatu benda mengembalikan muatan yang terpolarisasi ketika diberi arus.
Universitas
Indonesia
Laporan Investigasi
Gambar 13: Kurva time domain
Frekuensi domain Mengukur FE, persen frekuensi dari batuan di bawah bumi.
Semakin besar, nilai dari FE, maka kemungkinan anomali mineral di bawah
permukaan bumi besar.
Gambar 14. Kurva frekuensi domain
Universitas
Indonesia
Laporan Investigasi
Metode SP Metode Self Potential (SP) merupakan salah satu metode geofisika yang
prinsip kerjanya adalah mengukur tegangan statis alam (static natural voltage) yang
berada pada titik - titik di permukaan tanah. Metode Self Potential (SP) merupakan
metode dalam Geofisika yang paling sederhana dilakukan, karena hanya memerlukan
alat ukur tegangan yang peka dan dua elektroda khusus (Porous Pot Electroda).
Metode Self Potential merupakan metode pasif dalam bidang geofisika karena untuk
mendapatkan informasi bawah tanah melalui pengukuran tanpa menginjeksi arus
listrik melalui permukaan tanah.
Gambar 15 : Pengukuran SP
Universitas
Indonesia
Laporan Investigasi
Prinsip kerja pada percobaan metode self potensial yaitu dengan memanfaatkan empat
elektroda, dimana dua elektroda dihubungkan dengan voltmeter melalui kabel sebagai
base (elektroda tetap), dan elektroda lainnya dihubungkan dengan voltmeter sebagai
rover (elektroda bergerak). Rover dipindah ke titik-titik pengukuran secara berurutan
sepanjang lintasan yang telah ditentukan dengan jarak perpindahan elektroda konstan,
sehingga panjang lintasan akan mempengaruhi besarnya nilai rover. Metode Self
Potensial banyak diaplikasikan sebagai surver air geothermal dan digunakan untuk
membantu pemetaan geologi, misalnya melihat delineasi zona geser, patahan dekat
permukaan dan anomali dibawah permukaan tanah. Mengetahui sumber yang dapat
menyebabkan terjadinya perbedaan potensial sangat penting untuk mengurangi noise.
Pengolahan data biasanya dilakukan dengan membuat peta potensial dengan antara
elektroda base dengan elektroda rover.
Pengertian Metode Self Potential
Metode Self Potential (Self Potensial) pertama kali ditemukan pada tahun 1830 oleh
Robert Fox dengan menggunakan elektroda tembaga yang dihubungkan ke sebuah
galvanometer untuk mendeteksi lapisan coppere sulfida di Carnwall (Inggris). Metode
self potensial selama ini dimanfaatkan sebagai secondary tool dalam eksplorasi logam
dasar khususnya untuk mendeteksi adanya bijih sulfida dan pada dekade terakhir
metode Self Potensial banyak digunakan untuk meneliti air tanah, panas bumi, dan
untuk membantu pendeteksian patahan dekat permukaan. Suatu proses mekanik yang
menghasilkan potensial elektrolisis, terdiri dari tiga elektrokimia yang terdiri dari
potensial liquid-junction, potensial shale dan potensial mineralisasi yang merupakan
suatu proses yang menjelaskan mekanisme dari Self Potensial (Reynolds, 1997).
Metode Self potential (SP) adalah metode pasif, karena pengukurannya dilakukan
tanpa menginjeksikan arus listrik lewat permukaan tanah, perbedaan potensial alami
tanah diukur melalui dua titik dipermukaan tanah. Potensial yang dapat diukur
berkisar antar beberapa millivolt (mV) hingga 1 volt. Self potensial adalah potensial
spontan yang ada di permukaan bumi yang diakibatkan oleh adanya proses mekanis
ataupun oleh proses elektrokimia yang di kontrol oleh air tanah. Proses mekanis akan
menghasilkan potensial elektrokinetik sedangkan proses kimia akan menimbulkan
potensial elektrokimia (potensial liquid-junction, potensial nernst) dan potensial
mineralisasi. (Hendrajaya, 1988)
Universitas
Indonesia
Laporan Investigasi
Penerapan Metode Self Potential Self Potential umumnya berhubungan dengan
perlapisan tubuh mineral sulfide (weathering of sulphide mineral body). Aktivitas
elektrokimia dan mekanik adalah penyebab dari Self Potential (SP) di permukaan
bumi. Salah satu faktor pengontrol dalam proses ini adalah air tanah. Potensial ini
juga berhubungan erat dengan pelapukan yang terjadi pada mineral, variasi sifat
batuan, aktivitas biolistrik dari material organik, korosi, perbedaan suhu dan tekanan
dalam fluida di bawah permukaan dan fenomena-fenomena alam lainnya
(Telford,1990). Pengukuran Self Potential sangatlah sederhana, hanya menggunakan
elektroda non-polar yang berhubungan ke multimeter yang memiliki impedansi input
lebih besar dari 108 ohm, digunakan untuk mengukur dalam jangkauan mili-volt yaitu
kurang lebih 1mV. Elektroda dibuat sedemikian rupa sehingga bagian bawah bersifat
porous yang di dalamnya diberi cairan elektrolit, yang berfungsi sebagai kontak antara
permukaan tanah yang akan diukur dengan elektroda tembaganya. Bentuk penampang
melintang dari elektroda non-polarnya (John, 2004). Perbedaan potensial dihasilkan di
dalam bumi atau di dalam batuan yang teralterasi oleh kegiatan manusia maupun
alam. Potensial alami terjadi akibat ketidaksamaan atau perbedaan material-material ,
dekat larutan elektrolit dengan perbedaan konsentrasi dan karena aliran fluida di
bawah permukaan. Hal lain yang mengakibatkan terjadinya Self Potential di bawah
permukaan bumi yang mana dipetakan untuk mengetahui informasi di bawah
permukaan, Self Potential dapat dihasilkan oleh perbedaan mineralisasi, reaksi
(kegiatan) elektromkimia, aktivitas geothermal dan bioelektrik oleh tumbuhtumbuhan (vegetasi). (Suhanto,2005)
Universitas
Indonesia
Laporan Investigasi
Metode Ground Penetrating Radar (GPR) GPR adalah salah satu metode geofisika
yang mempelajari kondisi bawah permukaan berdasarkan sifat elektromagnetik
dengan menggunakan gelombang radio yang mempunyai rentang frekuensi antara 11000 MHz dan dapat mendeteksi parameter permitivitas listrik (ε), konduktivitas (σ)
dan permeabilitas magnetik (μ). GPR dapat disebut juga dengan metode refleksi
elektromagnetik
karena
memanfaatkan
sifat
radiasi
elektromagnetik
yang
memperliahtkan refleksi separti pada metode gelombang seismik. GPR digunakan
dalam berbagai aplikasi, termasuk stratigrafi tanah, studi air tanah, pemetaan fracture
bedrock dan penentuan kedalaman dari permukaan air tanah (Annan dan Davis,
1989). Prinsip Kerja GPR Prinsip kerja alat GPR yaitu dengan mentransmisikan
gelombang radar (Radio Detection and Ranging) ke dalam medium target dan
selanjutnya gelombang tersebut dipantulkan kembali ke permukaan dan diterima oleh
alat penerima radar (receiver), dari hasil refleksi itulah barbagai macam objek dapat
terdeteksi dan terekam dalam radargram. Mekanisme kerja GPR dan contoh rekaman
radargram ditunjukan oleh gambar 16. Untuk mendeteksi suatu objek diperlukan
perbedaan parameter kelistrikan dari medium yang dilewati gelombang radar.
Perbedaan parameter kelistrikan itu antara lain permitivitas listrik, konduktivitas dan
permeabilitas magnetik.
Sifat elektromagnetik suatu material bergantung pada komposisi dan kandungan air
didalamnya, dimana keduanya merupakan pengaruh utama pada perambatan
kecepatan gelombang radar dan atenuasi gelombang elektromagnetik dalam material.
Reynold dalam bukunya An Introduction to Applied and Evironmental Geophysics,
menyatakan bahwa kecepatan gelombang radar dalam suatu medium tergantung pada
kecepatan cahaya dalam ruang ruang hampa (c = 0.3 m/ns), konstanta dielektrik
relatif medium (εr) dan permeabilitas magnetic relatif (μr). Keberhasilan metode GPR
bergantung pada variasi bawah permukaan yang dapat menyebabkan gelombang radar
tertransmisikan dan refleksikan. refleksi yang ditimbulkan oleh radiasi gelombang
elektromagnetik timbul akibat adanya perbedaan antara konstanta dielektrik relatif
antara lapisan yang berbatasan. Perbandingan energi yang direfeleksikan disebut
koefesien refeleksi (R) yang ditentukan oleh perbedaan cepat rambat gelombang
elektromagnetik dan lebih mendasar lagi adalah perbedaan dari konstanta dielektrik
relatif dari medium yang berdekatan. Dalam perambatannya, amplitudo sinyal akan
mengalami pelemahan karena adanya energi yang hilang, sebagai akibat terjadinya
Universitas
Indonesia
Laporan Investigasi
refleksi / trasmisi di tiap batas medium dan terjadi setiap kali gelombang radar
melewati batas antar medium. Faktor kehilangan energi disebabkan oleh perubahan
energi elektromagnetik menjadi panas. Penyebab dasar terjadinya atenuasi merupakan
fungsi kompleks dari sifat dielektrik dan sifat listrik medium yang dilewati oleh sinyal
radar. Faktor atenuasi tergantung pada konduktivitas, permitivitas, dan permeabilitas
magnetic medium, dimana sinyal tersebut menjalar, serta frekuensi sinyal itu sendiri.
Skin depth ( adalah kedalaman dimana sinyal telah berkurang menjadi 1/e (yaitu
Hubungan antara konstanta dielektrik dan cepat rambat gelombang radar dapat dilihat
pada tabel dibawah ini. Untuk material geologi, berada pada rage 1-30, sehingga
range jarak cepat rambat gelombang menjadi besar yaitu sekitar 0.03 sampai 0.175
m/ns (Reynolds, 1997).
Gambar 16 : Prinsip pengukuran Metode GPR
Universitas
Indonesia
Laporan Investigasi
Bab III
AKUISISI DATA
A. Gravity
Alat-alat yang digunakan adalah:
1. Gravimeter tipe scintrex
2. GPS (Global Positioning System)
3. Kaki tiga sebagai dudukan gravimeter pada saat pengukuran dilaksanakan agar
gravimeter tidak bergerak atau stabil
4. Altimeter untuk mengukur ketinggian titik survey untuk menentukan topografi
daerah survei.
Tempat dilakukannya pengukuran adalah di dalam kampus UI
Untuk menentukan titik pengukuran dilakukan dengan menggunakan GPS yang
sebelumnya telah di plot dengan menggunakan google earth di hari sebelum
pengukuran. Namun pengukuran tidak dapat dilakukan pada semua titik, hanya titiktitik yang di beri tanda bintang saja yang dapat dilakukan pengukuran, hal ini
disebabkan karena watu yang tidak cukup dan sudah terlalu sore. Jadi, pada saat
pengukuran di hari H dilakukan mencari titik pengukuran dengan menggunakan GPS
Universitas
Indonesia
Laporan Investigasi
yang sebelumnya telah di plot. Sebelum melakukan pengukuran pada hari H yang
harus dilakukan terlebih dahulu adalah mengkalibrasi alat dengan cara mengukur di
satu tempat, dalam hal ini kalibrasi GPS, altimeter, dan alat pengukur suhu yang
disebut bruton dilakukan di fakultas hokum Universitas Indonesia. Kemudian
memeriksa alat gravitimeter yang akan digunakan dan telah diikat oleh BMG di
station BMG. Pengukuran gravity dilakukan dari jam 09.30 sampai dengan jam
17.00. pengukuran dibuka di taman depan Asrama Universitas Indonesia yang
nantinya akan berfungsi sebagai base station.
Kemudian mencatat posisinya
berdasarkan GPS agar nanti dapat disesuaikan pada saat menutup di base station.
Mencatat suhu dan elevasi dengan menggunakan altimeter dan bruton agar data lebih
konkret maka pengukuran elevasi juga dilakukan dengan menggunakan GPS.
Sehingga ada 3 Variasi data elevasi dari 3 alat yang berbeda. Juga mancatat terrain
dari posisi pengukuran.
B. Metode Magnetic
Alat- alat yang digunakan pada metode ini antara lain :
1. Dua Magnetometer tipe Proton Magnetometer
2. GPS (Global Positioning)
pengukuran pada akuisisi data magnetic hampir sama dengan akuisisi data gravity, titik
yang diukur juga masih sama yaitu 24 titik pengukuran. Base station pada pengukuran
magnetic dilakukan didalam hutan UI di samping Danau Salam UI. Kemudian
pengukuran dengan proton magnetometer adalah mengukur intensitas magnetic dalam
durasi waktu setiap 10 detik sekali. Pencatatan data dilakukan sampai data tersebut stabil,
stabil isini maksudnya adalah data yang paling banyak keluar dan berurutan.
Universitas
Indonesia
Laporan Investigasi
C. Metode Resistivity dan IP
Alat alat yang digunakan pada metode ini antara lain:
1. Resistivity-meter yang terdiri dari:
- Transmiter untuk meninjeksikan arus DC yang dihasilkan oleh baterei kering
didalam transmiter.
- Receiver yang dihubungkan kepada elektrode tegangan, yaitu berupa voltmeter
yang memiliki ketelitian hingga 0,01 mV
- Elektrode yang terbuat dari batang baja, sehingga dapat menerima arus dengan
baik. Tediri dari 24 elektrode.
2. Global Positioning System (GPS)
3. Kompas geologi
4. Kabel
5. Martil
Pengukuran ini dilakukan di hutan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas
Indonesia.
Pengukuran disini dilakukan dengan menggabungkan dua metode
sekaligus yaitu metode resistivity dengan IP agar dapat dilakukan pengukuran yang
lebih akurat sehingga pencitraan bawah permukaan semakin informative dan jelas.
Pada saat menggunakan metode ini konfigurasi yang digunakan adalah konfigurasi
slumberger dan dipole-dipole. Dengan
menggunakan multi chanel 24 elektroda,
dengan jarak antar elektroda 5 meter dan
Panjang bentangan AB = 120 meter,
dilakukan hanya untuk satu lintasan saja.
Universitas
Indonesia
Laporan Investigasi
BAB IV
PENGOLAHAN DATA
a. Metode Gravitasi
Pengolahan data metode gravitasi adalah dengan
menggunakan Microsoft Excel
untuk mendapatkan nilai akhir yaitu anomali bougernya yang nantinya akan
diiterpretasi. Agar hasil data yang didapatkan sesuai dengan kondisi bawah
permukaan titik pengukuran dan mendapatkan nilai tersebut kita perlu melakukan
koeksi sebagai berikut:
1. koreksi apungan (drift correction),
2. koreksi pasang surut (tidal correction)
3. koreksi lintang (latitude correction)
4. koreksi udara bebas (free-air correction)
5. koreksi Bouguer
6. koreksi medan (terrain correction).
Untuk mendapatkan nilai Bougeu Anomali kita harus mengetahui terlebih dahulu nilai
densitas rata-sata dari pengukuran di lapangan.
Kemudian nilai densitas batuan
daerah pengukuran yang nantinya akan digunakan untuk perhitungan koreksi bouguer
(0.04192 ρ h) dapat ditentukan dengan menggunakan metode parasnis. Pencarian nilai
densitas rata-rata menggunakan metode parasnis dilakukan dengan cara memplot nilai
x dan y persamaan di bawah ini :
Dimana nilai g observasi didapatkan setelah dikoreksi drift base camp oleh base
station dan station oleh base camp. Jika di plot antara nilai x (gobs. – gN + 0,3086 h)
dan y ( 0,04193 h ) maka akan membentuk garis lurus dengan kemiringan ρ. Dalam
pengolahan data ini, nilai terrain correstion nya diabaikan, karena dalam data tidak
Universitas
Indonesia
Laporan Investigasi
disajikan. Biasanya semua titik- titik tidak terletak pada pada garis lurus tersebut,
sehingga dalam beberapa keadaan dapat dipergunakan cara kuadrat terkecil ( least
square ).
b. Metode Magnetik
pengolahan data magnetic juda dengan menggunakan excel, sehingga memperoleh
data anomalinya.
Dimana :
I observasi = I kerak bumi + I secular variation + I diurnal variation
Nilai dari I secular variation merupakan nilai intensitas magnetik yang berasal dari
inti dalam bumi. Nilai ini dapat didapatkan dari IGRF denga memasukan nilai
longitude, latitude, degree, minute, second, elevation dari suatu titik pengukuran.
Nilai dari diurnal variation didapatkan dengan memplot grafik antara time base dan
nilai intensitas magnetik di base. Lalu setelah itu mencari nilai gradiennya dari
persamaan garis pada grafik. Pengurangan nilai gradien dengan intensitas magnetik
pada base merupakan nilai diurnal. Dengan memplot time base dan diurnal tersebut
didapatkan nilai diurnal setiap waktu dengan melakukan interpolasi.
c. Metode Resistivity dan IP
pengukuran dengan metode Resistivity dan IP bertujuan untuk mendapatkan nilai
apparent resistivity . Data Resistivitas dan IP yang diperoleh dalam format .dat. Untuk
mengurangi tingkat error yang tinggi maka dilakukan iterasi sebanyak 10 kali
sehingga error RMS berkurang menjadi 6,3 %.sedangkan untuk malakukan
pengolahan data resistivitas dan IP diperlukan software yaitu Res2Dinv.
Universitas
Indonesia
Laporan Investigasi
BAB V
HASIL DAN INTERPRETASI
a. Metode Magnetic
Hasil
untuk kelakukan hasil dan interpretasi, maka dengan menggunakan Microsoft exel
disetiap titik pengukuran didapatkan nilai base, waktu di base, nilai gradient, diurnall
correction, nilai IGRF dan Anomalli. Dan dengan memplot kurva waktu terhadap
nilai base maka didapatkan gradient seperti pada gambar berikut:
Gambar 17. Grafik basecamp terhadap waktu
Setelah didapatkan gradientnya untuk mencari nilai diurnal variation. Maka
selanjutnya adalah memplot grafik diurnal terhadap Waktu seperti gambar berikut ini:
Universitas
Indonesia
Laporan Investigasi
Gambar 18. Grafik diurnal terhadap waktu
Universitas
Indonesia
Laporan Investigasi
Universitas
Indonesia
Laporan Investigasi
Gambar 19. topografi 2 dimensi dan 3 dimensi dengan menggunakan surfer9
Interpretasi
Berdasarkan anomalli magnetic dari data diatas, memungkinkan bahwa pada daerah
pengukuran terdapat satu bodi, terlihat dari nilai magnetic yang rendah negtif dan
yang tinggi positif, diperkirakan di daerah ini batuan tersebut yang berupa batuan
beku.
B. Metode Gravity
Hasil
Pengolahan data gravity adalah dengan menggunakan Microsoft exel terlebih dahulu
untuk mencari nilai anomalli magnetic, anomalli regional, anomally residual dan nilai
nilai koreksi lainnya yang diperlukan unuk pemodelan dengan menggunakan software
Surfer 9
Sehingga didapatkan pemodelan sebagai berikut:
Magnetic anomally
Universitas
Indonesia
Laporan Investigasi
gambar 20. Free air anomally 2 dan 3 dimensi dengan menggunakan
Surfer
Gambar 21. Bouger anomally 2 dan 3 diensi
dengan
Surfer 9
Gambar
21.
Anomally
regional 2
dan 3
dimensi
Universitas
Indonesia
Laporan Investigasi
Gambar 22. Magnetic anomally 2 dan 3 dimensi dengan Surfer 9
Interpretasi
Pada kontur anomali Buogue di filter dengan Low Pass Filter yang berarti akan
didapatkan kontur dari daerah yang regional (cakupannya lebih dalam). Setelah
mendapatkan kontur regional, dengan perhitungan matematika pada surfer kemudian
didapatkan pula kontur residualnya. Daerah pada kontur residual inilah yang akan kita
cari kontras densitasnya karena daerah residual ini merupakan daerah yang lebih
dangkal dari daerah regional
C. Metode Resistivity dan IP
Hasil
Universitas
Indonesia
Laporan Investigasi
Gambar 23. Data resistivity dan IP dengan RES2DInv
Interpretasi
Berdasarkan gambar hasil pengolahan dengan RES2Din, terdapat zona yang
mempunyai resistivity antara 20.2 sampai dengan 33,9 pada kedalaman 15-19 meter.
Diidentifikasi bahwa di daerah ini terdapat batuan sedimen yang terisi oleh air atau
fluida. Hal ini juga terlihat pada aliran sungai disekitar danau yang dasar sungai
tersebut terdiri dari lumpur atau tanah merah yang mengidenifikasi adanya batuan
sedimen di bawah permukaan. Hal ini juga dipengaruhi Faktor dari dekat danau
sehinnga memungkin dibawah permukaan bayak terdapa fluida yang mempengaruhi
hasil yang didapatkan karena faktor air danau yang dapat mengakibatkan pembacaan
pada alat.
BAB VI
PENUTUP
Kesimpulan
1. Berdasarkan anomalli magnetic dari data diatas, memungkinkan bahwa pada daerah
pengukuran terdapat satu bodi, terlihat dari nilai magnetic yang rendah negtif dan
yang tinggi positif, diperkirakan di daerah ini batuan tersebut yang berupa batuan
beku
2. Data gravity tidak dapat dilakukan interpretasi karena banyak factor yang
mempengaruhi sehingga kualitas data berkuang. Terlihat dari nilai densitas yang
sangat tinggi.
Universitas
Indonesia
Laporan Investigasi
3. Pada data resistivity dan IP setelah dilkukan pemodelan, maka diidentifikasi bahwa
pada deaerah pengkuran terdapat batuan sdimen yang didalamnya terdapat Fluida,
hal ini juga dipengaruhi oleh lokasi pengukuran yang terletak di dekat danau.
Referensi
1. Diktat Kuliah metode gravitasi
2. Mussett, Alan E., Khan, M. Aftab. Looking In to The Earth. Cambridge University
Press, New York.
3. Telford, et all. 1976. Applied Geophy