Anatomi dan Fisiologi Sistem Reproduksi (1)

Anatomi dan Fisiologi Sistem Reproduksi Wanita
Anatomi system reproduksi wanita terbagi 2, yaitu:
1. Organ-organ Internal, terdiri dari :
- Dua ovarium (indung telur)
- Dua tuba fallopii (saluran telur)
- Uterus (rahim)
- Vagina
2. Organ-organ eksternal, terdiri dari :
- Mons pubis
- Labia Mayora
- Labia Minora
- Klitoris
- Vestibulum
- Meatus Uretra
- Introitus vagina
- Kelenjar skene dan bartholini

Hormon-Hormon Reproduksi
Estrogen
Estrogen dihasilkan oleh ovarium. Ada banyak jenis dari estrogen tapi yang paling penting
untuk reproduksi adalah estradiol. Estrogen berguna untuk pembentukan ciri-ciri

perkembangan seksual pada wanita yaitu pembentukan payudara, lekuk tubuh, rambut
kemaluan,dll. Estrogen juga berguna pada siklus menstruasi dengan membentuk ketebalan
endometrium, menjaga kualitas dan kuantitas cairan cerviks dan vagina sehingga sesuai untuk
penetrasi sperma.
Progesterone
Hormon ini diproduksi oleh korpus luteum. Progesterone mempertahankan ketebalan
endometrium sehingga dapat menerima implantasi zygot. Kadar progesterone terus
dipertahankan selama trimester awal kehamilan sampai plasenta dapat membentuk hormon
HCG.
Gonadotropin Releasing Hormone
GNRH merupakan hormon yang diproduksi oleh hipotalamus diotak. GNRH akan
merangsang pelepasan FSH (folikl stimulating hormone) di hipofisis. Bila kadar estrogen
tinggi, maka estrogen akan memberikan umpanbalik ke hipotalamus sehingga kadar GNRH
akan menjadi rendah, begitupun sebaliknya.
FSH (folikel stimulating hormone) dan LH (luteinizing Hormone)
Kedua hormon ini dinamakan gonadotropoin hormon yang diproduksi oleh hipofisis akibat
rangsangan dari GNRH. FSH akan menyebabkan pematangan dari folikel. Dari folikel yang
matang akan dikeluarkan ovum. Kemudian folikel ini akan menjadi korpus luteum dan
dipertahankan untuk waktu tertentu oleh LH.


Masa-masa kehidupan wanita:
Masalah normal yang dialami wanita dari usia 8 sampai 65 tahun (terlihat pada gambar 2)
terdiri dari :
1. Prapubertas


Bayi wanita
Folikel primordial (bakal telur) dikedua ovarium telah lengkap, yakni
sebanyak 750.000 butir dan tidak bertambah lagi pada kehidupan selanjutnya.
Alat kelamin luar dan dalam sudah terbentuk. Pada minggu pertama dan
kedua, bayi masih mengalami pengaruh estrogen dari ibunya.



Masa kanak-kanak
Pertumbuhan alat-alat kelamin tidak memperlihatkan pertumbuhan yang
berarti sampai masa pubertas. Kadar hormon estrogen dan hormon
gonadotropin lainnya sangat rendah.

2. Pubertas

Pubertas merupakan masa peralihan antara masa kanak-kanak dan masa dewasa.
Pubertas mulai dengan awal berfungsinya ovarium dan berakhir pada saat ovarium
sudah berfungsi mantap dan teratur. Pubertas pada wanita mulai kira-kira pada umur
8-14 tahun. Kejadian penting pada masa ini adalah pertumbuhan badan yang cepat,
timbul ciri-ciri kelamin sekuder, menarche, dan perubahan fisik. Perkembangan ini
terutama disebabkan oleh estrogen.
3. Masa reproduksi
Merupakan masa terpenting pada wanita dan berlangsung kira-kira 33 tahun. Haid
pada masa ini paling teratur dan bermakna untuk kemungkinan kehamilan.
4. Masa Klimakterium termasuk menopause dan pasca menopause


klimakterium, merupakan masa peralihan antara masa reproduksi dan masa
senium, yang bukan merupakan suatu keadaan patologik, melainkan suatu
masa peralihan yang normal. Masa ini berlangsung sebelum dan beberapa
tahun sesudah menopause. Masa premenopause, menopause dan pasca
menopause dikenal sebagai masa klimakterium. Klimakterium dapat dikatakan
mulai sekitar 6 tahun sebelum menopause dan berakhir kira-kira 6-7 tahun
sesudah menopause. Pada wanita dalam masa ini, terjadi juga keluhan-keluhan
yang disebut sindroma klimakterik. Keluhan-keluhan ini dapat bersifat psikis

seperti mudah tersinggung, depresi, kelelahan, semangat kurang dan susah
tidur. Gangguan neurovegetatif dapat berupa hot flashes, keringat banyak, rasa
kedinginan, sakit kepala, dll.



Menopause adalah haid terakhir atau saat terjadinya haid terakhir yang
disebabkan menurunnya fungsi ovarium. Diagnosa dibuat setelah terdapat
amenorea (tidak haid) sekurang-kurangnya satu tahun. Berhentinya haid dapat

didahului oleh siklus yang lebih panjang dengan perdarahan yang berkurang.
Umumnya batas terendah terjadinya menopause adalah umur 44 tahun.
Menopause dapat terjadi secara artificial karena operasi atau radiasi yang
umumnya menimbulkan keluhan yang lebih banyak dibandingkan dengan
menopause alamiah.
5. Masa Senile
Pada masa ini telah tercapai keseimbangan hormonal yan baru sehingga tidka ada lagi
gangguan vegetatif maupun psikis. Yang mencolok pada masa ini adaah kemunduran
alat-alat tubuh dan kemampuan fisik sebagai proses menjadi tua. Dalam masa ini pula
osteoporosis terjadi pada wanita dengan intensitas yang berbeda. Walaupun sebabsebabnya belum jelas betul, namun berkurangnya hormon steroid dan berkurangnya

aktivitas osteoblast memegang peranan dalam hal ini. Ganggguan-gangguan lain yang
dapat timbul antara lain vagina menjadi kering sehingga timbul rasa nyeri pada waktu
bersetubuh, nyeri pada waktu berkemih dan terasa ingin terus buang air kecil.
Pengertian perubahan-perubahan fisiologis ini sangat berguna bagi wanita yang secara pasti
akan mengalami masalah ini dalam kehidupannya, sehingga ia bisa mempersiapkan diri
sesuai dengan pendidikan sosial ekonomi yang didapatnya.
Haid
Haid adalah perdarahan dari uterus yang keluar melalui vagina selama 5-7 hari, dan terjadi
setiap 22 atau 35 hari. Yang merangsang menimbulkan haid adalah hormon FSH dan LH,
prolaktin dari daerah otak dan hormon estrogen serta progesteron dari sel telur yang dalam
keseimbangannya menyebabkan selaput lendir rahim tumbuh dan apabila sudah ovulasi
terjadi dan sel telur tidak dibuahi hormon estrogen dan progesteron menurun terjadilah
pelepasan selaput lendir dengan perdarahan terjadilah haid.

Turunnya hormon estrogen secara fisiologi dimulai pada masa klimakterium (usia 40-65
tahun). (Gambar 1) Penurunan ini menyebabkan keluhan-keluhan yang mengganggu, diawali
umumnya dengan gangguan haid yang yang tadinya teratur, siklik, menjadi tidak teratur tidak
siklik dan jumlah darah dapat berkurang atau bertambah.

Disampaikan pada Pertemuan Ilmiah Tahunan ke II Perhimpunan Osteoporosis Indonesia

, Makassar , 25 Juli 2004.
Menopause adalah suatu fase alamiah yang akan dialami oleh setiap wanita yang biasanya
terjadi diatas usia 40 tahun. Ini merupakan suatu akhir proses biologis dari siklus menstruasi
yang terjadi karena penurunan produksi hormon Estrogen yang dihasilkan Ovarium (indung

telur ). Seorang wanita dikatakan mengalami menopause bila siklus menstruasinya telah
berhenti selama ± 12 bulan. Berhentinya haid tersebut akan membawa dampak pada
konsekuensi kesehatan baik fisik maupun psikis.
Menopause adalah perdarahan terakhir dari uterus yang masih dipengaruhi oleh hormonhormon dari otak dan sel telur.
Pra menopause adalah masa 4-5 tahun sebelum menopause dan pascamenopause adalah 3-5
tahun setelah menopause.
Sedangkan ooporopause adalah terhentinya fungsi ovarium , berarti terhentinya produksi
estrogen, estron yang terjadi pada usia 55 – 56 tahun.

Ilmu Kebidanan
Obstetri merupakan cabang ilmu kedokteran yang berhubungan dengan persalinan, hal-hal
yang mendahuluinya dan gejala-gejala sisanya (Oxford English Dictionary, 1933). Obstetri
terutama membahas tentang fenomena dan penatalaksanaan kehamilan, persalinan
puerperium baik pada keadaan normal maupun abnormal. Nama lain obstetri adalah mid
wifery.

Tujuan obstetri yaitu agar supaya setiap kehamilan yang diharapkan dan berpuncak pada ibu
dan bayi yang sehat. Juga berusaha keras mengecilkan jumlah kematian wanita dan bayi
sebagai akibat proses reproduksi atau jumlah kecacatan fisik, intelektual dan emosional yang
diakibatkannya.
Statistik Vital Obstetri
Statistik vital obstetri meliputi:
1. Kelahiran
2. Angka kelahiran
3. Angka fertilitas
4. Kelahiran hidup
5. Lahir mati (still birth)
6. Kematian neonatal
7. Angka lahir mati
8. Angka kematian janin (sama dengan angka lahir mati)
9. Angka kematian neonatal
10. Angka kematian perinatal
11. Berat badan lahir rendah
12. Bayi cukup bulan (term infant)
13. Bayi kurang bulan (prematur)
14. Bayi lewat bulan (post term)

15. Abortus
16. Kematian ibu langsung (direct maternal death)
17. Kematian ibu tak langsung (indirect maternal death)
18. Kematian non maternal
19. Angka kematian ibu atau mortalitas ibu (maternal death rate atau maternal
mortality).
Kelahiran

Kelahiran adalah ekspulsi atau ekstraksi lengkap seorang janin dari ibu tanpa memperhatikan
apakah tali pusatnya telah terpotong atau plasentanya masih berhubungan. Berat badan lahir
adalah sama atau lebih 500 gram, panjang badan lahir adalah sama atau lebih 25 cm, dan usia
kehamilan sama atau lebih 20 minggu.
Angka Kelahiran
Angka kelahiran adalah jumlah kelahiran per 1000 penduduk.
Angka Fertilitas
Angka fertilitas adalah jumlah kelahiran hidup per 1000 populasi wanita usia 15-44 tahun.
Kelahiran Hidup
Tanda utama kelahiran hidup adalah neonatus dapat bernapas. Tanda-tanda kehidupan lainnya
meliputi denyut jantung dan gerakan spontan yang jelas dari otot volunter.
Lahir Mati (Still Birth)

Lahir mati ditandai oleh tidak ada satupun tanda-tanda kehidupan pada saat atau setelah
kelahiran.
Kematian Neonatal
Kematian neonatal terdiri atas kematian neonatal dini dan kematian neonatal lanjut. Kematian
neonatal dini adalah kematian seorang bayi yang dilahirkan hidup dalam 7 hari setelah
kelahiran. Kematian neonatal lanjut adalah kematian seorang bayi yang dilahirkan hidup
lebih 7 hari sampai kurang 29 hari.
Angka Lahir Mati
Angka lahir mati adalah jumlah bayi yang dilahirkan mati per 1000 bayi yang lahir.
Angka Kematian Neonatal
Angka kematian neonatal adalah jumlah kematian neonatal per 1000 kelahiran hidup.
Angka Kematian Perinatal
Angka kematian perinatal adalah jumlah bayi lahir mati ditambah kematian neonatal per 1000
kelahiran total.
Berat Badan Lahir Rendah
Berat badan lahir rendah adalah berat badan lahir kurang 2500 gram.
Bayi Cukup Bulan

Bayi cukup bulan adalah bayi yang dilahirkan dengan usia kehamilan 37-42 minggu atau
260-294 hari.

Bayi Kurang Bulan (Prematur)
Bayi kurang bulan adalah bayi yang dilahirkan dengan usia kehamilan kurang 37 minggu.
Bayi Lewat Bulan
Bayi lewat bulan adalah bayi yang dilahirkan dengan usia kehamilan lebih 42 minggu.
Abortus
Abortus adalah pengambilan atau pengeluaran janin atau embrio dari uterus selama paruh
pertama masa kehamilan (20 minggu atau kurang) atau berat badan lahir kurang 500 gram
atau panjang badan lahir 25 cm atau kurang.
Kematian Ibu Langsung
Kematian ibu langsung disebabkan komplikasi obstetri dari kehamilan, persalinan atau
puerperium dan akibat intervensi, kelahiran, dan terapi tidak tepat.
Kematian Ibu Tak Langsung
Kematian ibu tak langsung disebabkan oleh penyakit yang timbul selama kehamilan,
persalinan atau puerperium dan diperberat oleh adaptasi fisiologis ibu terhadap kehamilan.
Misalnya kematian ibu karena komplikasi stenosis mitral.
Kematian Non Maternal
Kematian non maternal disebabkan oleh kecelakaan atau faktor kebetulan yang sama sekali
tidak berhubungan dengan kehamilan.
Angka Kematian Ibu
Angka kematian ibu adalah jumlah kematian ibu akibat proses reproduktif per 100.000

kelahiran hidup.
Sebab-sebab
1.
2.
3. Infeksi

umum

kematian

ibu

yaitu

:
Perdarahan
Hipertensi

Perdarahan
Perdarahan yang dapat menyebabkan kematian ibu terdiri atas perdarahan post partum,
perdarahan berkaitan abortus, perdarahan akibat kehamilan ektopik, perdarahan akibat lokasi
plasenta abnormal atau ablasio plasenta (plasenta previa dan absupsio plasenta), dan
perdarahan karena ruptur uteri.

Hipertensi
Hipertensi yang dapat menyebabkan kematian ibu terdiri atas hipertensi yang diinduksi
kehamilan dan hipertensi yang diperberat kehamilan. Hipertensi umumnya disertai edema
dan proteinuria (pre eklamsia). Pada kasus berat disertai oleh kejang-kejang dan koma
(eklamsia).
Infeksi
Infeksi nifas atau infeksi panggul post partum biasanya dimulai oleh infeksi uterus atau
parametrium tetapi kadang-kadang meluas dan menyebabkan peritonitis, tromboflebitis dan
bakteriemia.
Alasan
menurunnya
angka
kematian
Transfusi
Anti
- Pemeliharaan cairan elektrolit, keseimbanngan asam-basa
komplikasi serius kehamilan dan persalinan.

ibu
pada

:
darah
mikroba
komplikasi-

Kematian reproduktif adalah kematian akibat kehamilan dan penggunaan teknik-teknik untuk
mencegah kehamilan (teknik kontrasepsi).
Kematian Perinatal
Kematian
neonatus
yang
terbanyak
adalah
:
1.
Berat
badan
lahir
rendah
2. Cedera susunan saraf pusat akibat hipoksia in utero dan cedera traumatik
selama
persalinan
dan
kelahiran
3. Malformasi kongenital
Sumber :
Cunningham, Mac Donald, Gant. Obstetri Williams, ed. ke-18. dr. Joko Suyono & dr. Andry
Hartono (penerj.). Jakarta : EGC.
Juli 12, 2008 Posted by kuliahbidan | Kebidanan, kuliahbidan | Kebidanan | Tinggalkan
sebuah Komentar

Ilmu Kebidanan
PERDARAHAN ANTEPARTUM
Perdarahan antepartum adalah perdarahan pada jalan lahir setelah kehamilan 20 minggu.
Klasifikasi perdarahan antepartum yaitu :
1. Plasenta previa
2. Solusio plasenta
3. Perdarahan antepartum yang tidak jelas sumbernya (idiopatik)

Ciri-ciri plasenta previa :
1. Perdarahan tanpa nyeri
2. Perdarahan berulang
3. Warna perdarahan merah segar
4. Adanya anemia dan renjatan yang sesuai dengan keluarnya darah
5. Timbulnya perlahan-lahan
6. Waktu terjadinya saat hamil
7. His biasanya tidak ada
8. Rasa tidak tegang (biasa) saat palpasi
9. Denyut jantung janin ada
10. Teraba jaringan plasenta pada periksa dalam vagina
11. Penurunan kepala tidak masuk pintu atas panggul
12. Presentasi mungkin abnormal.
Ciri-ciri solusio plasenta :
1. Perdarahan dengan nyeri
2. Perdarahan tidak berulang
3. Warna perdarahan merah coklat
4. Adanya anemia dan renjatan yang tidak sesuai dengan keluarnya darah
5. Timbulnya tiba-tiba
6. Waktu terjadinya saat hamil inpartu
7. His ada
8. Rasa tegang saat palpasi
9. Denyut jantung janin biasanya tidak ada
10. Teraba ketuban yang tegang pada periksa dalam vagina
11. Penurunan kepala dapat masuk pintu atas panggul

12. Tidak berhubungan dengan presentasi
Plasenta Previa
Plasenta previa merupakan plasenta yang letaknya abnormal yaitu pada segmen bawah rahim
sehingga menutupi sebagian atau seluruh pembukaan jalan lahir (ostium uteri internum). (2)
Klasifikasi plasenta previa berdasarkan terabanya jaringan plasenta melalui pembukaan jalan
lahir pada waktu tertentu : (2)
1. Plasenta previa totalis : bila seluruh pembukaan jalan lahir tertutup oleh plasenta.
2. Plasenta previa lateralis : bila hanya sebagian pembukaan jalan lahir tertutup
oleh plasenta.
3. Plasenta previa marginalis : bila pinggir plasenta berada tepat pada pinggir
pembukaan jalan lahir.
4. Plasenta previa letak rendah : bila plasenta berada 3-4 cm diatas pinggir
pembukaan jalan lahir.
Etiologi plasenta previa belum jelas.
Diagnosis plasenta previa :
1. Anamnesis : adanya perdarahan per vaginam pada kehamilan lebih 20 minggu
dan berlangsung tanpa sebab.
2. Pemeriksaan luar : sering ditemukan kelainan letak. Bila letak kepala maka
kepala belum masuk pintu atas panggul.
3. Inspekulo : adanya darah dari ostium uteri eksternum.
4. USG untuk menentukan letak plasenta.
5. Penentuan letak plasenta secara langsung dengan perabaan langsung melalui
kanalis servikalis tetapi pemeriksaan ini sangat berbahaya karena dapat
menyebabkan perdarahan yang banyak. Oleh karena itu cara ini hanya dilakukan
diatas meja operasi.
Penatalaksanaan plasenta previa :

1. Konservatif bila :
a. Kehamilan kurang 37 minggu.
b. Perdarahan tidak ada atau tidak banyak (Hb masih dalam batas normal).
c. Tempat tinggal pasien dekat dengan rumah sakit (dapat menempuh
perjalanan selama 15 menit).
2. Penanganan aktif bila :
a. Perdarahan banyak tanpa memandang usia kehamilan.
b. Umur kehamilan 37 minggu atau lebih.
c. Anak mati
Perawatan konservatif berupa :
- Istirahat.
- Memberikan hematinik dan spasmolitik unntuk mengatasi anemia.
- Memberikan antibiotik bila ada indikasii.
- Pemeriksaan USG, Hb, dan hematokrit.
Bila selama 3 hari tidak terjadi perdarahan setelah melakukan perawatan konservatif maka
lakukan mobilisasi bertahap. Pasien dipulangkan bila tetap tidak ada perdarahan. Bila timbul
perdarahan segera bawa ke rumah sakit dan tidak boleh melakukan senggama.
Penanganan aktif berupa :
- Persalinan per vaginam.
- Persalinan per abdominal.
Penderita disiapkan untuk pemeriksaan dalam di atas meja operasi (double set up) yakni
dalam keadaan siap operasi. Bila pada pemeriksaan dalam didapatkan :
1. Plasenta previa marginalis
2. Plasenta previa letak rendah
3. Plasenta lateralis atau marginalis dimana janin mati dan serviks sudah matang,
kepala sudah masuk pintu atas panggul dan tidak ada perdarahan atau hanya
sedikit perdarahan maka lakukan amniotomi yang diikuti dengan drips oksitosin

pada partus per vaginam bila gagal drips (sesuai dengan protap terminasi
kehamilan). Bila terjadi perdarahan banyak, lakukan seksio sesar.
Indikasi melakukan seksio sesar :
- Plasenta previa totalis
- Perdarahan banyak tanpa henti.
- Presentase abnormal.
- Panggul sempit.
- Keadaan serviks tidak menguntungkan (beelum matang).
- Gawat janin
Pada keadaan dimana tidak memungkinkan dilakukan seksio sesar maka lakukan pemasangan
cunam Willet atau versi Braxton Hicks.
Solusio Plasenta
Solusio plasenta adalah terlepasnya sebagian atau seluruh plasenta pada implantasi normal
sebelum janin lahir. (2)
Klasifikasi solusio plasenta berdasarkan tanda klinis dan derajat pelepasan plasenta yaitu :
1. Ringan : Perdarahan kurang 100-200 cc, uterus tidak tegang, belum ada tanda
renjatan, janin hidup, pelepasan plasenta kurang 1/6 bagian permukaan, kadar
fibrinogen plasma lebih 120 mg%.
2. Sedang : Perdarahan lebih 200 cc, uterus tegang, terdapat tanda pre renjatan,
gawat janin atau janin telah mati, pelepasan plasenta 1/4-2/3 bagian
permukaan, kadar fibrinogen plasma 120-150 mg%.
3. Berat : Uterus tegang dan berkontraksi tetanik, terdapat tanda renjatan, janin
mati, pelepasan plasenta bisa terjadi lebih 2/3 bagian atau keseluruhan.
Etiologi solusio plasenta belum jelas.
Penatalaksanaan solusio plasenta :
Tergantung dari berat ringannya kasus. Pada solusio plasenta ringan dilakukan istirahat,
pemberian sedatif lalu tentukan apakah gejala semakin progresif atau akan berhenti. Bila

proses berhenti secara berangsur, penderita dimobilisasi. Selama perawatan dilakukan
pemeriksaan Hb, fibrinogen, hematokrit dan trombosit.
Pada solusio plasenta sedang dan berat maka penanganan bertujuan untuk mengatasi renjatan,
memperbaiki anemia, menghentikan perdarahan dan mengosongkan uterus secepat mungkin.
Penatalaksanaannya meliputi :
1. Pemberian transfusi darah
2. Pemecahan ketuban (amniotomi)
3. Pemberian infus oksitosin
4. Kalau perlu dilakukan seksio sesar.
Bila diagnosa solusio plasenta secara klinis sudah dapat ditegakkan, berarti perdarahan yang
terjadi minimal 1000 cc sehingga transfusi darah harus diberikan minimal 1000 cc. Ketuban
segera dipecahkan dengan maksud untuk mengurangi regangan dinding uterus dan untuk
mempercepat persalinan diberikan infus oksitosin 5 UI dalam 500 cc dekstrose 5 %.
Seksio sesar dilakukan bila :
1. Persalinan tidak selesai atau diharapkan tidak selesai dalam 6 jam.
2. Perdarahan banyak.
3. Pembukaan tidak ada atau kurang 4 cm.
4. Panggul sempit.
5. Letak lintang.
6. Pre eklampsia berat.
7. Pelvik score kurang 5.
Vasa Previa
Vasa previa merupakan keadaan dimana pembuluh darah umbilikalis janin berinsersi dengan
vilamentosa yakni pada selaput ketuban. (2)
Etiologi vasa previa belum jelas.
Diagnosis vasa previa :
Pada pemeriksaan dalam vagina diraba pembuluh darah pada selaput ketuban. Pemeriksaan
juga dapat dilakukan dengan inspekulo atau amnioskopi. Bila sudah terjadi perdarahan maka
akan diikuti dengan denyut jantung janin yang tidak beraturan, deselerasi atau bradikardi,
khususnya bila perdahan terjadi ketika atau beberapa saat setelah selaput ketuban pecah.

Darah ini berasal dari janin dan untuk mengetahuinya dapat dilakukan dengan tes Apt dan tes
Kleihauer-Betke serta hapusan darah tepi.
Penatalaksanaan vasa previa :
Sangat bergantung pada status janin. Bila ada keraguan tentang viabilitas janin, tentukan
lebih dahulu umur kehamilan, ukuran janin, maturitas paru dan pemantauan kesejahteraan
janin dengan USG dan kardiotokografi. Bila janin hidup dan cukup matur dapat dilakukan
seksio sesar segera namun bila janin sudah meninggal atau imatur, dilakukan persalinan
pervaginam.
Daftar Pustaka
1. Pengurus Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia. Perdarahan
Antepartum. Standar Pelayanan Medik Obstetri dan Ginekologi Bag. I. Jakarta.
1991 : 9-13.
2. Gasong MS, Hartono E, Moerniaeni N, Rambulangi J. Penatalaksanaan Perdarahan
Antepartum. Bagian Obstetri dan Ginekologi FK UNHAS, Ujung Pandang, 1997.
Sumber :
Pedoman Diagnosis dan Terapi Obstetri dan Ginekologi, dr. I.M.S. Murah Manoe, Sp.OG.,
dr. Syahrul Rauf, Sp.OG., dr. Hendrie Usmany, Sp.OG. (editors). Bagian / SMF Obstetri dan
Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin, Rumah Sakit Umum Pusat, dr.
Wahidin Sudirohusodo, Makassar, 1999.

Osteoporosis
sumber: http://www.yayanakhyar.co.nr/
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 latar belakang
—-Osteoporosis adalah penyakit tulang sistemik yang ditandai oleh penurunan densitas
massa tulang dan perburukan mikroarsitektur tulang sehingga tulang menjadi rapuh dan
mudah patah.
—-Dengan meningkatnya usia harapan hidup, maka berbagai penyakit degeneratif dan
metabolik, termasuk osteoporosis akan menjadi permasalahan muskuloskletal yang
memerlukan perhatian khusus, terutama di negara-negara berkembang.

—-Sejak dicanangkannya Bone Joint Decade (BJD) 2000-2010 osteoporosis menjadi
penting, karena selain termasuk dalam 5 besar masalah kelainan muskuloskletal yang harus
ditangani, juga kasusnya semakin meningkat sejalan dengan peningkatan jumlah usia tua.
—-Pada umumnya pengobatan osteoporosis dibagi menjadi 2 bagian yaitu untuk
menghambat hilangnya massa tulang dan disbut pencegahan primer dan untuk meningkatkan
massa tulang yang disebut pencegahan sekunder.
—-Permasalahan terapi osteoporosis adalah kompleks dan erat hubungannya dengan cakupan
penderita yang rendah akibat mahalnya biaya deteksi dini, pemeriksaan lanjutan dan obatobatan untuk penyakit osteoporosis. Selain itu obat-obatan yang ada pun masih belum ada
yang ideal karena masalah efikasi dan toleransi yang ditimbulkan oleh obat-obatan tersebut.
1.2 Tujuan penelitian
—-Tujuan penulisan tinjauan pustaka ini adalah :
1. Untuk memahami defenisi, epidemiologi, etiologi, faktor resiko, klasifikasi,
patogenesis, gambaran klinis, diagnosa dan penatalaksanaan osteoporosis.
2. Meningkatkan kemampuan dalam penulisan ilmiah di bidang kedokteran
1.3 Batasan masalah
—-Referat ini membahas defenisi, epidemiologi, etiologi, patogenesis, gambaran klinis,
diagnosa dan penatalaksanaan osteoporosis.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
—-Osteoporosis adalah penyakit metabolisme tulang yang cirinya adalah pengurangan massa
tulang dan kemunduran mikroarsitektur tulang sehingga meningkatkan risiko fraktur oleh
karena fragilitas tulang meningkat.
2.2 Epidemiologi

—-Insiden osteoporosis lebih tinggi pada wanita dibandingkan laki-laki dan merupakan
problem pada wanita pascamenopause. Osteoporosis di klinik menjadi penting karena
problem fraktur tulang, baik fraktur yang disertai trauma yang jelas maupun fraktur yang
terjadi tanpa disertai trauma yang jelas.
—-Penelitian Roeshadi di Jawa Timur, mendapatkan bahwa puncak massa tulang dicapai
pada usia 30-34 tahun dan rata-rata kehilangan massa tulang pasca menopause adalah 1,4%
per tahun. Penelitian yang dilakukan di klinik Reumatologi RSCM mendapatkan faktor resiko
osteoporosis yang meliputi usia, lamanya menopause dan kadar estrogen yang rendah,
sedangkan faktor proteksinya adalah kadar estrogen yang tinggi, riwayat barat badan lebih
atau obesitas dan latihan yang teratur.
2.3 Etiologi
—-Ada 2 penyebab utama osteoporosis, yaitu pembentukan massa puncak tulang yang
kurang baik selama masa pertumbuhan dan meningkatnya pengurangan massa tulang setelah
menopause. Massa tulang meningkat secara konstan dan mencapai puncak sampai usia 40
tahun, pada wanita lebih muda sekitar 30-35 tahun. Walaupun demikian tulang yang hidup
tidak pernah beristirahat dan akan selalu mengadakan remodelling dan memperbaharui
cadangan mineralnya sepanjang garis beban mekanik. Faktor pengatur formasi dan resorpsi
tulang dilaksanakan melalui 2 proses yang selalu berada dalam keadaan seimbang dan disebut
coupling. Proses coupling ini memungkinkan aktivitas formasi tulang sebanding dengan
aktivitas resorpsi tulang. Proses ini berlangsung 12 minggu pada orang muda dan 16-20
minggu pada usia menengah atau lanjut. Remodelling rate adalah 2-10% massa skelet per
tahun.
—-Proses remodelling ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu faktor lokal yang
menyebabkan terjadinya satu rangkaian kejadian pada konsep Activation – Resorption –
Formation (ARF). Proses ini dipengaruhi oleh protein mitogenik yang berasal dari tulang
yang merangsang preosteoblas supaya membelah membelah menjadi osteoblas akibat adanya
aktivitas resorpsi oleh osteoklas. Faktor lain yang mempengaruhi proses remodelling adalah
faktor hormonal. Proses remodelling akan ditingkatkan oleh hormon paratiroid, hormon
pertumbuhan dan 1,25 (OH)2 vitamin D. Sedang yang menghambat proses remodelling
adalah kalsitonin, estrogen dan glukokortikoid. Proses-proses yang mengganggu remodelling
tulang inilah yang menyebabkan osteoporosis.
—-Selain gangguan pada proses remodelling tulang faktor lainnya adalah pengaturan
metabolisme kalsium dan fosfat. Walaupun terdapat variasi asupan kalsium yang besar, tubuh
tetap memelihara konsentrasi kalsium serum pada kadar yang tetap. Pengaturan homeostasis
kalsium serum dikontrol oleh organ tulang, ginjal dan usus melalui pengaturan paratiroid
hormon (PTH), hormon kalsitonin, kalsitriol (1,25(OH)2 vitamin D) dan penurunan fosfat
serum. Faktor lain yang berperan adalah hormon tiroid, glukokortikoid dan insulin, vitamin C
dan inhibitor mineralisasi tulang (pirofosfat dan pH darah). Pertukaran kalsium sebesar 1.000
mg/harinya antara tulang dan cairan ekstraseluler dapat bersifat kinetik melalui fase formasi
dan resorpsi tulang yang lambat. Absorpsi kalsium dari gastrointestinal yang efisien
tergantung pada asupan kalsium harian, status vitamin D dan umur. Didalam darah absorpsi
tergantung kadar protein tubuh, yaitu albumin, karena 50% kalsium yang diserap oleh tubuh
terikat oleh albumin, 40% dalam bentuk kompleks sitrat dan 10% terikat fosfat.

2.4 Faktor Resiko Osteoporosis
1. Usia


Tiap peningkatan 1 dekade, resiko meningkat 1,4-1,8

2. Genetik


Etnis (kaukasia dan oriental > kulit hitam dan polinesia)



Seks (wanita > pria)



Riwayat keluarga

3. Lingkungan, dan lainnya


Defisiensi kalsium



Aktivitas fisik kurang



Obat-obatan (kortikosteroid, anti konvulsan, heparin, siklosporin)



Merokok, alkohol



Resiko terjatuh yang meningkat (gangguan keseimbangan, licin, gangguan
penglihatan)



Hormonal dan penyakit kronik





Defisiensi estrogen, androgen



Tirotoksikosis, hiperparatiroidisme primer, hiperkortisolisme



Penyakit kronik (sirosis hepatis, gangguan ginjal, gastrektomi)

Sifat fisik tulang


Densitas (massa)



Ukuran dan geometri



Mikroarsitektur



Komposisi

—-Selain itu ada juga faktor resiko faktur panggul yaitu,:

1. Penurunan respons protektif


Kelainan neuromuskular



Gangguan penglihatan



Gangguan keseimbangan

2. Peningkatan fragilitas tulang


Densitas massa tulang rendah



Hiperparatiroidisme

3. Gangguan penyediaan energi


Malabsorpsi

2.5 Klasifikasi Osteoporosis
—-Dalam terapi hal yang perlu diperhatikan adalah mengenali klasifikasi osteoporosis dari
penderita. Osteoporosis dibagi 2 , yaitu :


Osteoporosis primer

Osteoporosis primer berhubungan dengan kelainan pada tulang, yang menyebabkan
peningkatan proses resorpsi di tulang trabekula sehingga meningkatkan resiko fraktur
vertebra dan Colles. Pada usia dekade awal pasca menopause, wanita lebih sering terkena
daripada pria dengan perbandingan 6-8: 1 pada usia rata-rata 53-57 tahun.


Osteoporosis sekunder

Osteoporosis sekunder disebabkan oleh penyakit atau sebab lain di luar tulang.


Osteoporosis idiopatik

Osteoporosis idiopatik terjadi pada laki-laki yang lebih muda dan pemuda pra menopause
dengan faktor etiologik yang tidak diketahui.
2.6 Patogenesis
—-Pembentukan ulang tulang adalah suatu proses yang terus menerus. Pada osteoporosis,
massa tulang berkurang, yang menunjukkan bahwa laju resorpsi tulang pasti melebihi laju
pembentukan tulang. Pembentukan tulang lebih banyak terjadi pada korteks

Proses Remodelling Tulang dan Homeostasis Kalsium
—-Kerangka tubuh manusia merupakan struktur tulang yang terdiri dari substansi organik
(30%) dan substansi mineral yang paling banyak terdiri dari kristal hidroksiapatit (95%) serta
sejumlah mineral lainnya (5%) seperti Mg, Na, K, F, Cl, Sr dan Pb. Substansi organik terdiri
dari sel tulang (2%) seperti osteoblas, osteosit dan osteoklas dan matriks tulang (98%) terdiri
dari kolagen tipe I (95%) dan protein nonkolagen (5%) seperti osteokalsin, osteonektin,
proteoglikan tulang, protein morfogenik tulang, proteolipid tulang dan fosfoprotein tulang.
—-Tanpa matriks tulang yang berfungsi sebagai perancah, proses mineralisasi tulang tidak
mungkin dapat berlangsung. Matriks tulang merupakan makromolekul yang sangat bersifat
anionik dan berperan penting dalam proses kalsifikasi dan fiksasi kristal hidroksi apatit pada
serabut kolagen. Matriks tulang tersusun sepanjang garis dan beban mekanik sesuai dengan
hukum Wolf, yaitu setiap perubahan fungsi tulang akan diikuti oleh perubahan tertentu yang
menetap pada arsitektur internal dan penyesuaian eksternal sesuai dengan hukum
matematika. Dengan kata lain, hukum Wolf dapat diartikan sebagai “bentuk akan selalu
mengikuti fungsi”.
Patogenesis Osteoporosis primer
—-Setelah menopause maka resorpsi tulang akan meningkat, terutama pada dekade awal
setelah menopause, sehingga insidens fraktur, terutama fraktur vertebra dan radius distal
meningkat. Estrogen juga berperan menurunkan produksi berbagai sitokin oleh bone marrow
stromal cells dan sel-sel mononuklear, seperti IL-1, IL-6 dan TNF-α yang berperan
meningkatkan kerja osteoklas, dengan demikian penurunan kadar estrogen akibat menopause
akan meningkatkan produksi berbagai sitokin tersebut sehingga aktivitas osteoklas
meningkat.
—-Untuk mengatasi keseimbangan negatif kalsium akibat menopause, maka kadar PTH akan
meningkat pada wanita menopause, sehingga osteoporosis akan semakin berat. Pada
menopause, kadangkala didapatkan peningkatan kadar kalsium serum, dan hal ini disebabkan
oleh menurunnya volume plasma, meningkatnya kadar albumin dan bikarbonat, sehingga
meningkatkan kadar kalsium yang terikat albumin dan juga kadar kalsium dalam bentuk
garam kompleks. Peningkatan bikarbonat pada menopause terjadi akibat penurunan rangsang
respirasi, sehingga terjadi relatif asidosis respiratorik.
Patogenesis Osteoporosis Sekunder
—-Selama hidupnya seorang wanita akan kehilangan tulang spinalnya sebesar 42% dan
kehilangan tulang femurnya sebesar 58%. Pada dekade ke-8 dan 9 kehidupannya, terjadi
ketidakseimbangan remodeling tulang, dimana resorpsi tulang meningkat, sedangkan formasi
tulang tidak berubah atau menurun. Hal ini akan menyebabkan kehilangan massa tulang,
perubahan mikroarsitektur tulang dan peningkatan resiko fraktur.
—-Defisiensi kalsium dan vitamin D juga sering didapatkan pada orang tua. Hal ini
disebabkan oleh asupan kalsium dan vitamin D yang kurang, anoreksia, malabsorpsi dan
paparan sinar matahari yang rendah. Defisiensi vitamin K juga akan menyebabkan
osteoporosis karena akan meningkatkan karboksilasi protein tulang misalnya osteokalsin.
Penurunan kadar estradiol dibawah 40 pMol/L pada laki-laki akan menyebabkan
osteoporosis, karena laki-laki tidak pernah mengalami menopause (penurunan kadar estrogen

yang mendadak), maka kehilangan massa tulang yang besar seperti pada wanita tidak pernah
terjadi. Dengan bertambahnya usia, kadar testosteron pada laki-laki akan menurun sedangkan
kadar Sex Hormone Binding Globulin (SHBG) akan meningkat. Peningkatan SHBG akan
meningkatkan pengikatan estrogen dan testosteron membentuk kompleks yang inaktif.
—-Faktor lain yang juga ikut berperan terhadap kehilangan massa tulang pada orang tua
adalah faktor genetik dan lingkungan (merokok, alkohol, obat-obatan, imobilisasi lama).
Resiko fraktur yang juga harus diperhatikan adalah resiko terjatuh yang lebih tinggi pada
orang tua dibandingkan orang yang lebih muda. Hal ini berhubungan dengan penurunan
kekuatan otot, gangguan keseimbangan dan stabilitas postural, gangguan penglihatan, lantai
yang licin atau tidak rata, dll.
2.7 Gambaran Klinis
—-Osteoporosis dapat berjalan lambat selama beberapa dekade, hal ini disebabkan karena
osteoporosis tidak menyebabkan gejala fraktur tulang. Beberapa fraktur osteoporosis dapat
terdeteksi hingga beberapa tahun kemudian. Tanda klinis utama dari osteoporosis adalah
fraktur pada vertebra, pergelangan tangan, pinggul, humerus, dan tibia. Gejala yang paling
lazim dari fraktur korpus vertebra adalah nyeri pada punggung dan deformitas pada tulang
belakang. Nyeri biasanya terjadi akibat kolaps vertebra terutama pada daerah dorsal atau
lumbal. Secara khas awalnya akut dan sering menyebar kesekitar pinggang hingga kedalam
perut. Nyeri dapat meningkat walaupun dengan sedikit gerakan misalnya berbalik ditempat
tidur. Istirahat ditempat tidaur dapat meringankan nyeri untuk sementara, tetapi akan berulang
dengan jangka waktu yang bervariasi. Serangan nyeri akut juga dapat disertai oleh distensi
perut dan ileus
—-Seorang dokter harus waspada terhadap kemungkinan osteoporosis bila didapatkan :


Patah tulang akibat trauma yang ringan.



Tubuh makin pendek, kifosis dorsal bertambah, nyeri tulang.



Gangguan otot (kaku dan lemah)



Secara kebetulan ditemukan gambaran radiologik yang khas.

2.8 Diagnosis
—-Diagnosis osteoporosis umumnya secara klinis sulit dinilai, karena tidak ada rasa nyeri
pada tulang saat osteoporosis terjadi walau osteoporosis lanjut. Khususnya pada wanitawanita menopause dan pasca menopause, rasa nyeri di daerah tulang dan sendi dihubungkan
dengan adanya nyeri akibat defisiensi estrogen. Masalah rasa nyeri jaringan lunak (wallaca
tahun1981) yang menyatakan rasa nyeri timbul setelah bekerja, memakai baju, pekerjaan
rumah tangga, taman dll. Jadi secara anamnesa mendiagnosis osteoporosis hanya dari tanda
sekunder yang menunjang terjadinya osteoporosis seperti :

- Tinggi badan yang makin menurun.
- Obat-obatan yang diminum.
- Penyakit-penyakit yang diderita selama masa reproduksi, klimakterium.
- Jumlah kehamilan dan menyusui.
- Bagaimana keadaan haid selama masa reproduksi.
- Apakah sering beraktivitas di luar rumah , sering mendapat paparan matahari cukup.
- Apakah sering minum susu? Asupan kalsium lainnya.
- Apakah sering merokok, minum alkohol?
Pemeriksaan Fisik
—-Tinggi badan dan berat badan harus diukur pada setiap penderita osteoporosis. Demikian
juga gaya berjalan penderita osteoporosis, deformitas tulang, nyeri spinal. Penderita dengan
osteoporosis sering menunjukkan kifosis dorsal atau gibbus dan penurunan tinggi badan.
Pemeriksaan Radiologis
—-Gambaran radiologik yang khas pada osteoporosis adalah penipisan korteks dan daerah
trabekuler yang lebih lusen. Hal ini akan tampak pada tulang-tulang vertebra yang
memberikan gambaran picture-frame vertebra.
Pemeriksaan Densitas Massa tulang (Densitometri)
Densitas massa tulang berhubungan dengan kekuatan tulang dan resiko fraktur . untuk
menilai hasil pemeriksaan Densitometri tulang, digunakan kriteria kelompok kerja WHO,
yaitu:
1. Normal bila densitas massa tulang di atas -1 SD rata-rata nilai densitas massa tulang
orang dewasa muda (T-score)
2. Osteopenia bila densitas massa tulang diantara -1 SD dan -2,5 SD dari T-score.
3. Osteoporosis bila densitas massa tulang -2,5 SD T-score atau kurang.
4. Osteoporosis berat yaitu osteoporosis yang disertai adanya fraktur.
-

2.9 Penatalaksanaan
—-Terapi pada osteoporosis harus mempertimbangkan 2 hal, yaitu terapi pencegahan yang
pada umumnya bertujuan untuk menghambat hilangnya massa tulang. Dengan cara yaitu
memperhatikan faktor makanan, latihan fisik ( senam pencegahan osteoporosis), pola hidup
yang aktif dan paparan sinar ultra violet. Selain itu juga menghindari obat-obatan dan jenis
makanan yang merupakan faktor resiko osteoporosis seperti alkohol, kafein, diuretika,
sedatif, kortikosteroid.
—-Selain pencegahan, tujuan terapi osteoporosis adalah meningkatkan massa tulang dengan
melakukan pemberian obat-obatan antara lain hormon pengganti (estrogen dan progesterone
dosis rendah). Kalsitrol, kalsitonin, bifosfat, raloxifene, dan nutrisi seperti kalsium serta
senam beban.
—-Pembedahan pada pasien osteoporosis dilakukan bila terjadi fraktur, terutama bila terjadi
fraktur panggul.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
1. Pada osteoporosis terjadi perubahan mikro arsitektur tulang yang menyebabkan
kerapuhan tulang.
2. Faktor resiko osteoporosis yang meliputi usia, lamanya menopause dan kadar
estrogen yang rendah, sedangkan faktor proteksinya adalah kadar estrogen yang
tinggi, riwayat barat badan lebih atau obesitas dan latihan yang teratur
3. Penyusutan kepadatan tulang mulai terjadi berangsur-angsur sejak perempuan berusia
30-40 tahun dan osteoporosis mulai dapat dijumpai kurang lebih 5-10 tahun setelah
menopaouse.
4. Terapi pada osteoporosis harus mempertimbangkan 2 hal, yaitu terapi pencegahan dan
terapi obat-obatan
Saran
1. Memberikan edukasi yang jelas kepada pasien tentang penyakitnya untuk
meringankan penyakit

2. Penatalaksanaan yang efektif dan efiisien pada penderita untuk mendapatkan hasil
yang baik dan mencegah kekambuhan.
DAFTAR PUSTAKA
Sudoyo, Setiyohardi, Alwi, Simadibrata, Setiati. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam . Jilid II.
Edisi IV. Jakarta: FKUI , 2006.
Lane NE. Osteoporosis. Jakarta. Raja Grafindo Persada. 2003.
Broto R. Manifestasi Klinis dan Penatalaksanaan Osteoporosis
http://www.sabah.org.my/bm/nasihat/artikel_kesihatan/osteoporosis.( di akses tanggal 21
oktober 2006)
http://www.medicastore.com/nutrafor/isi.( diakses tanggal 21 oktober 2006)

Hubungan Faktor Lingkungan, Sosial Ekonomi dan
Pengetahuan Ibu dengan Kejadian Diare Akut Pada Balita
di Kelurahan Pekan Arba Kecamatan Tembilahan
Kabupaten Indragiri Hilir
sumber http://www.yayanakhyar.co.nr/
ABSTRACT
THE CORRELATION BETWEEN ENVIRONMENT, SOCIAL-ECONOMY AND
KNOWLEDGE AMONG MOTHERS TOWARDS INCIDENS OF ACUTE DIARRHEA
ON CHILDREN UNDER FIVE YEARS OLD
IN PEKAN ARBA VILLAGE TEMBILAHAN DISTRICT
OF INDRAGIRI HILIR REGENCY
BY
YANCE WARMAN
Diarrhea is still fully guarded to fell in children under five years old. It’s one of the main
factor of death and illness to children in the developed country as Indonesia. Many factors
influenced this phenomenon. Some of them were environment, social-economy and well
informed mother. The aim of this research was conducted to map the condition and
specifically executed in Pekan Arba Village-Tembilahan District of Indragiri Hilir Regency.

This research used methode of analitycal cross sectional approach. Population was mother
who have children under five with numery 535, but the sample was 230. The instrument of the
research was questionnaire. The analysis data used SPSS program.
From this research was founded that percentage of respondent environment condition at 41.7
% was good health. 54.4% was moderate and 3.9% was bad environment. Instead,
respondent social-economy can be categorized 3.9% was underprosperous, 79.1% was
prosperous level I, 4.8% was prosperous level II, 4.4 % was prosperous level III and 7.8%
was upper prosperous. Looking at well informed factor research concludes that 46,5 % was
good and 53,5 % was moderate. This research also concludes that Diarrhea percentage of
children under five was 53% of sample. The correlation between environment, social
economy and knowledge among mothers towards incidens of acute diarrhea on children
under five years old indicated significant correlation and positif relation. Overall well
informed factor was more significantly influence acute diarrhea rate in Pekan Arba VillageTembilahan District of Indragiri Hilir Regency compared to other factors.
Keywords: Environment, Social-Economy, Knowledge among Mothers, Incidens of acute
diarrhea on children under five years old
ABSTRAK
HUBUNGAN FAKTOR LINGKUNGAN, SOSIAL EKONOMI
DAN PENGETAHUAN IBU DENGAN KEJADIAN DIARE AKUT PADA BALITA
DI KELURAHAN PEKAN ARBA KECAMATAN TEMBILAHAN KABUPATEN
INHIL
OLEH
YANCE WARMAN
Diare merupakan penyakit yang masih perlu diwaspadai menyerang balita. Diare merupakan
penyebab utama kematian dan kesakitan pada anak di Negara berkembang, termasuk
Indonesia. Banyak faktor yang mempengaruhi kejadian diare ini, diantaranya faktor
lingkungan, sosial ekonomi dan pengetahuan ibu. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk
mengetahui hubungan faktor lingkungan, sosial ekonomi dan pengetahuan ibu terhadap
kejadian diare akut pada balita di Kelurahan Pekan Arba Kecamatan Tembilahan Kabupaten
INHIL.
Penelitian ini menggunakan metode analitik cross sectional study. Populasi dari penelitian ini
adalah ibu-ibu yang memiliki balita yang bertempat tinggal di Kelurahan Pekan Arba
Kecamatan Tembilahan Kabupaten INHIL. Populasi berjumlah 535, dengan sample
berjumlah 230. Instrumen penelitian berupa kuesioner. Pengolahan dan analisis data dengan
mengunakan SPSS.

Hasil penelitian didapatkan bahwa kondisi lingkungan responden berada dalam kategori baik
41,7%, cukup 54,4% dan buruk 3,9%. Keadaan sosial ekonomi berada dalam kategori
keluarga prasejahtera 3,9%, keluarga sejahtera I 79,1%, keluarga sejahtera II 4,8%, keluarga
sejahtera III 4,4% dan keluarga sejahtera III plus 7,8%. Tingkat pengetahuan ibu berada
dalam kategori tinggi 46,5%, sedang 53,5%. Angka kejadian diare pada anak balita 53% dari
jumlah sample. Korelasi antara faktor lingkungan, sosial ekonomi dan pengetahuan ibu
terhadap kejadian diare akut pada anak balita menunjukkan korelasi yang signifikan dan
hubungan yang positif, dimana pengetahuan ibu memberikan kontribusi paling kuat
dibandingkan faktor lingkungan dan sosial ekonomi dalam mempengaruhi kejadian diare akut
pada balita di Kelurahan Pekan Arba kecamatan Tembilahan Kabupaten INHIL.
Kata kunci : Lingkungan, Sosial ekonomi, Pengetahuan ibu, Kejadian diare akut pada anak
balita
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar belakang
Anak merupakan aset masa depan yang akan melanjutkan pembangunan di suatu negara.
Masa perkembangan tercepat dalam kehidupan anak terjadi pada masa balita. Masa balita
merupakan masa yang paling rentan terhadap serangan penyakit. Terjadinya gangguan
kesehatan pada masa tersebut, dapat berakibat negatif bagi pertumbuhan anak itu seumur
hidupnya (Soetjiningsih, 1995, Adzania, 2004). Penyakit yang masih perlu diwaspadai
menyerang balita adalah diare (Sutoto, Indriyono, 1996, Widjaja, 2003)
Angka kejadian diare pada anak di dunia mencapai 1 miliar kasus tiap tahun, dengan korban
meninggal sekitar 5 juta jiwa. Statistik di Amerika mencatat tiap tahun terdapat 20-35 juta
kasus diare dan 16,5 juta diantaranya adalah balita (Pickering et al, 2004). Angka kematian
balita di negara berkembang akibat diare ini sekitar 3,2 juta setiap tahun (Direktorat Jendral
Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan Pemukiman, 1999). Statistik
menunjukkan bahwa setiap tahun diare menyerang 50 juta penduduk Indonesia,
duapertiganya adalah balita dengan korban meninggal sekitar 600.000 jiwa (Pickering et al,
2004). Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Provinsi Riau pada tahun 2003 angka kejadian
diare di Provinsi Riau sebanyak 84.634, tahun 2004 sebanyak 87.660 orang dan pada tahun
2005 diare menempati urutan pertama dari sepuluh besar penyakit pada pasien rawat inap di
RSUD Arifin Achmad Provinsi Riau. Data Dinas Kesehatan Kabupaten Indragiri Hilir
mencatat bahwa angka kejadian diare di Tembilahan pada tahun 2004 mencapai 904 kasus,
pada tahun 2005 sebanyak 725 kasus. Data dari puskesmas Tembilahan diketahui bahwa
kejadian diare di Kelurahan Pekan Arba tahun 2004 sebanyak 85 kasus, dan tahun 2005
sebanyak 102 kasus.
Departemen kesehatan Republik Indonesia menyatakan bahwa tingkat kematian bayi di
Indonesia masih tergolong tinggi jika dibandingkan dengan negara-negara anggota
Assosiation South East Asia Nation (ASEAN). Penyebab utama kesakitan dan kematian pada

anak di negara berkembang adalah diare. Sampai saat ini diare tetap sebagai child killer
peringkat pertama di Indonesia (Andrianto, 1995, Warouw, 2002).
Berdasarkan penelitian-penelitian yang telah dilakukan diketahui bahwa banyak faktor yang
mempengaruhi kejadian diare akut pada balita. Faktor-faktor tersebut diantaranya adalah
faktor lingkungan, keadaan sosial ekonomi dan pengetahuan ibu. Faktor-faktor tersebut
merupakan faktor yang berasal dari luar dan dapat diperbaiki, sehingga dengan memperbaiki
faktor resiko tersebut diharapkan dapat menekan angka kesakitan dan kematian diare pada
balita (Irianto, 2000, Warouw, 2002, Asnil et al, 2003).
Berdasarkan latar belakang di atas maka saya tertarik mengetahui hubungan antara
lingkungan, sosial ekonomi dan pengetahuan ibu dengan kejadian diare akut pada anak balita
di Kelurahan Pekan Arba Kecamatan Tembilahan Kabupaten Indragiri Hilir.
1.2. Perumusan masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, rumusan masalah pada penelitian ini adalah “Apakah
terdapat hubungan antara faktor lingkungan, sosial ekonomi dan pengetahuan ibu terhadap
kejadian diare akut di Kelurahan Pekan Arba Kecamatan Tembilahan INHIL?”
1.3. Hipotesis penelitian
Hipotesis yang diangkat dalam penelitian ini adalah :
a. Adanya hubungan antara keadaan lingkungan, yakni sumber air minum, jamban,
perumahan, sampah dan pengelolaan limbah, dengan kejadian diare akut pada balita di
Kelurahan Pekan Arba Kecamatan Tembilahan
b. Adanya hubungan antara tingkat sosial ekonomi dengan kejadian diare akut pada balita di
Kelurahan Pekan Arba Kecamatan Tembilahan
c. Adanya hubungan antara pengetahuan ibu dengan kejadian diare akut pada balita di
Kelurahan Pekan Arba Kecamatan Tembilahan
1.4. Tujuan penelitian
1.4.1 Tujuan Umum :
Mengetahui hubungan keadaan lingkungan, sosial ekonomi dan pengetahuan ibu dengan
kejadian diare akut pada balita di Kelurahan Pekan Arba Kecamatan Tembilahan.
1.4.2 Tujuan Khusus :
Tujuan khusus dalam penelitian ini antara lain :
1. Mengetahui gambaran keadaan lingkungan masyarakat di Kelurahan Pekan Arba
Kecamatan Tembilahan
2. Mengetahui gambaran keadaan sosial ekonomi masyarakat di Kelurahan Pekan Arba
Kecamatan Tembilahan

3. Mengetahui gambaran tingkat pengetahuan ibu sehubungan dengan kejadian Diare akut di
Kelurahan Pekan Arba Kecamatan Tembilahan
4. Mengetahui hubungan antara lingkungan dengan kejadian diare akut pada balita di
Kelurahan Pekan Arba Kecamatan Tembilahan
5. Mengetahui hubungan antara sosial ekonomi masyarakat terhadap kejadian diare akut pada
balita di Kelurahan Pekan Arba Kecamatan Tembilahan
6. Mengetahui hubungan antara pengetahuan ibu dengan kejadian diare akut pada balita di
Kelurahan Pekan Arba Kecamatan Tembilahan
7. Mengetahui kontribusi lingkungan, sosial ekonomi dan pengetahuan ibu terhadap kejadian
diare akut pada balita di Kelurahan pekan Arba Kecamatan Tembilahan
1.5. Manfaat penelitian
Manfaat dari penelitian ini antara lain :
a. Meningkatkan wawasan penulis tentang pengaruh lingkungan, sosial ekonomi dan
pengetahuan ibu terhadap kejadian diare akut pada balita, mampu mengenali permasalahan
kesehatan di masyarakat serta dapat mengaplikasikan ilmu-ilmu yang didapat dibangku
kuliah ketengah masyarakat.
b. Diharapkan membantu pemerintah setempat dalam usaha penetapan kebijakan,
pengembangan program khususnya bidang kesehatan lingkungan, sosial ekonomi dan
peningkatan pengetahuan ibu-ibu di bidang kesehatan
c. Menambah referensi perpustakaan di Fakultas Kedokteran Universitas Riau, memberi
masukan, saran kepada fakultas mengenai target-target dan kurikulum apa saja yang akan
dikembangkan di fakultas untuk menghasilkan lulusan dokter yang siap terjun di masyarakat
d. Menambah wawasan penulis khususnya tentang cara-cara pencegahan dan faktor yang
dapat mempengaruhi kejadian diare akut pada balita.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Diare Akut
2.1.1.Definisi Diare

Diare menurut definisi Hippocrates adalah buang air besar dengan frekuensi yang tidak
normal (meningkat), konsistensi tinja menjadi lebih lembek atau cair. (Bagian Ilmu
Kesehatan Anak FK UI, 1998)
2.1.2. Klasifikasi Diare
Klasifikasi diare berdasarkan lama waktu diare terdiri dari diare akut, diare persisten dan
diare kronis. (Asnil et al, 2003).
2.1.2.1 Diare Akut
Diare akut adalah diare yang terjadi sewaktu-waktu, berlangsung kurang dari 14 hari, dengan
pengeluaran tinja lunak atau cair yang dapat atau tanpa disertai lendir dan darah
2.1.2.2 Diare Persisten
Diare persisten adalah diare yang berlangsung 15-30 hari, merupakan kelanjutan dari diare
akut atau peralihan antara diare akut dan kronik.
2.1.2.3 Diare kronis
Diare kronis adalah diare hilang-timbul, atau berlangsung lama dengan penyebab non-infeksi,
seperti penyakit sensitif terhadap gluten atau gangguan metabolisme yang menurun. Lama
diare kronik lebih dari 30 hari.
2.1.3. Etiologi
Diare akut disebabkan oleh banyak faktor antara lain infeksi, makanan, efek obat,
imunodefisiensi dan keadaan-keadaan tertentu. (Mansjoer et al, 2000, Asnil et al, 2003).
2.1.3.1 Infeksi
Infeksi terdiri dari infeksi enteral dan parenteral. Infeksi enteral yaitu infeksi saluran
pencernaan dan infeksi parenteral yaitu infeksi di bagian tubuh lain di luar alat pencernaan.
(Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK UI, 1998, Ngastiyah, 2004). Mikroorganisme yang
menjadi penyebabnya antara lain Aeromonas,