Urgensi Zakat dan Pajak Menurut Syariah

Urgensi Zakat dan Pajak Menurut Syariah Islam

Oleh:
Tanti Tri Setianingsih, Universitas Gunadarma

Zakat memiliki kedudukan yang penting di kehidupan manusia karena dari kegiatan zakat ini
mendorong manusia untuk berusaha mendapatkan harta benda sehingga dapat menunaikan
kewajibannya berzakat, seperti yang telah kita ketahui bahwa zakat merupakan rukun Islam
yang keempat. Sedangkan pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh
pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang, dengan tidak
mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesarbesarnya kemakmuran rakyat.
Jika dilihat dari pernyataan di atas, maka zakat dan pajak sama-sama memiliki kedudukan
yang penting bagi Muslim di Indonesia. Namun, timbul pendapat dari beberapa masyarakat
bahwa pajak itu tidak wajib bagi seorang Muslim karena seorang Muslim sudah dibebankan
zakat tiap bulannya atas penghasilan dan harta yang dimilikinya. Untuk itu perlu kita ketahui
bagaimana pajak dalam Islam itu sendiri.
Ada beberapa jenis pendapatan negara dalam sistem ekonomi Islam, diantaranya adalah
ghanimah (pajak harta rampasan saat peperangan), zakat, ushr-shadaqah (pajak pertanian),
Jizyah (pajak yang ditujukan kepada penduduk non-muslim sebagai biaya perlindungan yang
diberikan kepada mereka atsa kehidupan dan kekayaan serta kebebasan untuk menjalankan
agama mereka), kharaj (pajak atas tanah atau hasil tanah), waqaf, ushr-bea cukai, dan pajak

(dharibah). Namun, pendapatan tersebut yang resmi dipungut adalah jizyah, kharaj, bea
cukai, dan pajak. Dimana pendapatan tersebut bertujuan untuk penggunaan fasilitas umum.
Adapun prinsip-prinsip pajak dalam islam itu sendiri adalah harus adanya nash yang
memerintahkannya, karena tidak diperbolehkan sedikitpun mengambil harta seorang Muslim,
selain dengan cara yang hak menurut syara’. Kemudian harus ada pemisahan Muslim dan
Non-Muslim, misalnya zakat. Zakat bersumber dari kaum muslim dan hanya digunakan
untuk kaum muslim. Sehingga pembayaran zakat dan pajak akan bernilai ibadah bagi kaum
Muslim. Pajak dalam Islam hanya dibebankan kepada orang kaya atau mereka yang
berlebihan harta sekalipun mereka adalah Non-Muslim, seperti adanya jizyah. Sehingga pajak
ini bertujuan untuk kemaslahatan umum seperti halnya pengadaan fasilitas umum seperti
sekolah, rumah sakit, keamanan, jalan, dan infrastruktur negara itu sendiri. Karena
bagaimanapun fasilitas umum tersebut merupakan tanggung jawab kolektif yang harus
dikoordinasi oleh negara.
Pada masa pemerintahan Islam, penggunaan uang pajak dikeluarkan dengan sangat hemat.
Pengeluaran hanya sebesar pendapatan yang diterima oleh negara itu sendiri untuk
menghindarkan utang ke negara atau lembaga lain agar tidak meninggalkan beban kepada

generasi selanjutnya. Namun hal itu membuat tidak meningkatnya perekonomian suatu
negara.
Jika pada masa pemerintahaan Islam pajak hanya dikenakan pada golongan orang kaya atau

mereka yang memiliki kelebihan harta, lain halnya dengan pajak yang diberlakukan di
Indonesia yang sifatnya adalah memaksa, dilihat dari pengertian pajak itu sendiri. Hal
tersebut cukup bertolak belakang dengan sabda Rasulullah SAW “Tidak halal harta seorang
Muslim, kecuali dengan kerelaan dirinya”
Pada masa pemerintahaan modern saat ini, pengeluaran disesuaikan dengan Anggaran
pengeluaran dan Belanja Negara (APBN). Pada tahun 2013 Anggaran Pengeluaran dan
Belanja Negara (APBN) mencapai sekitar 1.625 triliun. Pada saat itu APBN mendapat dana
dari pajak kurang lebih sebesar 1.300 triliun, hampir 80% pajak menyumbang untuk APBN
negara Indonesia. Dari hal ini terlihat bahwa pajak sangat penting untuk menutupi APBN.
Penduduk Muslim di Indonesia mencapai kurang lebih 80%, yang menjadikan masyarakat
muslim ini sebagai subjek pajak terbesar di Indonesia. Apabila masyarakat muslim tidak
memenuhi kewajibannya membayar pajak, maka akan menyebabkan turunnya pendapatan
pajak.
Dilihat dari jumlah masyarakat yang beragama Islam, Indonesia memiliki potensi zakat
kurang lebih sebesar 300 triliun, namun sangat disayangkan pada tahun 2013 hanya
terkumpul 2,5 triliun. Sungguh, hal ini sangat jauh dari yang diharapkan. Walaupun seluruh
penduduk muslim di Indonesia membayar zakat, tetap saja tidak dapat menutupi dana APBN
yang dibutuhkan.
Lalu bagaimana solusinya? Apakah pajak itu haram? Jika kita lihat dari tujuan dan
kemaslahahannya, pajak tidak diharamkan. Karena dilihat dari tujuannya, pajak itu berfungsi

untuk pembangunan infrastruktur suatu negara, pengadaan fasilitas-fasilitas umum yang
memang sudah menjadi tanggung jawab bersama yang tidak bisa hanya dibebankan kepada
pemerintah. Apabila kebutuhan tersebut tidak dipenuhi akan ada kemungkinan menimbulkan
kemudharatan yang lebih besar lagi. Oleh karena itu, suatu negara diperbolehkan untuk
mengadakan suatu jenis pendapatan tambahan. Seperti sabda Rasulullah SAW “Seorang
imam (khalifah) adalah pemelihara dan pengatur urusan rakyat, dan dia akan diminta
pertanggungjawabannya terhadap rakyatnya.” (HR Muslim).
Sedangkan zakat dikeluarkan hanya untuk 8 ashnaf zakat, bukan untuk masyarakat umum.
Namun dilihat dari pentingnya kedua hal ini yakni zakat dan pajak, maka seorang Muslim
harus terlebih dahulu menunaikan kewajibannya membayar zakat karena zakat merupakan
salah satu rukun Islam. Setelah seorang Muslim menunaikan kewajiban zakatnya maka ia
wajib membayar pajak sesuai ketentuan yang sudah ditetapkan berdasarkan penghasilannya
yang telah dikurangi zakat yang ditunaikannya.

DATA DIRI
Nama lengkap

: Tanti Tri Setianingsih

Nama Panggilan


: Tanti

Tempat, Tanggal lahir

: Jakarta, 29 September 1993

Agama

: Islam

Jenis Kelamin

: Perempuan

Program Studi

: Akuntansi

NPM


: 27211023

Instansi

: Universitas Gunadarma

Alamat Rumah

: Kp.Kalibata Lapangan Merah 3 RT 011 RW 007
Srengseng Sawah, Jagakarsa, Jakarta Selatan

HP

: 0857 8286 8078

E-mail

: tanti.sef@gmail.com