Aplikasi Asuhan Keperawatan Pada Keluarga PasienDengan Penyakit Hipertensi Di Jalan Set Kelurahan Sitirejo 3 Medan

BAB II
TINJAUAN TEORI
2.1. Konsep dasar
2.1.1. Pengertian
Hipertensi adalah tekanan darah persisten dimana tekanan sistoliknya di atas 140
mmHg dan tekanan diastolic di atas 90 mmHg.Pada populasi manula, hipertensi
didefinisikan sebagai tekanan sistolik 160 mmHg dan tekanan diastolic 90 mmhg
(Smeltzer, 2002, hal 896).
Hipertensi adalah suatu keadaan dimana tekanan darah sistolik lebih dari 120
mmHg dan tekanan diastole lebih dari 80 mmHg( Muttaqin,2009,hal 262 ).
Hipertensi adalah tekanan darah tinggi yang bersifat abnormal. Seseoarang
dianggap mengalami hipertensi apabila tekanan darahnya lebih tinggi dari 140 mmHg
sistolik atau 90 mmHg diastol ( Corwin, hal 356 ).
Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa hipertensi adalah
peningkatan tekanan darah yang abnormal dengan sistolik lebih dari 140 mmHg dan
diastolik lebih dari 90 mmHg.
2.1.2. Klasifikasi
Menurut The Sevent Report of The Joint National Committe on Prevention
(JNCV) klasifikasi tekanan darah orang dewasa 18 tahun keatas sebagai berikut :
Kategori


Sistolik, mmHg

Diastolik, mmHg

Normal

210

> 120

berat)

2.1.3. Etiologi
Hipertensi merupakan penyebab utama gagal jantung, stroke dan gagal ginjal.
Disebut juga sebagai “pembunuh diam-diam” karena orang dengan hipertensi sering
tidak menampakkan gejala, penyakit ini lebih banyak menyerang wanita dari pada pria
Penyebab hipertensi yaitu gangguan emosi, obesitas, konsumsi alcohol yang berlebihan
dan rangsangan kopi serta obat-obatan yang merangsang dapat berperan disini, tetapi
penyakit ini sangat dipengaruhi factor keturunan (Smeltzer, 2002, hal 897).
Hipertensi dibagi menjadi dua menurut Tjokroprawiro, 2007, hal 212,yaitu :

a. Hipertensi primer ( essensial ), penyebab hipertensi tidak diketahui (90-95 % pasien)
b. Hipertensi sekunder, disebabkan oleh :
1) Gangguan ginjal (2-6 % dari seluruh pasien hipertensi):
• Renal parenchymal disease : penyakit glomeruler, penyakit tubulo interstisiil
kronik, penyakit polikistik, uropati obstruktif
• Renovascular disease : renal artery stenosis ( RAS ) karena aterosklerosis dan
displasia fibromuskuler, arthritis, kompresi arteri renalis oleh faktor ekstrinsik.
• Lain – lain : tumor yang menghasilkan renin, retensi Na ginjal.
2) Gangguan endokrin

5

Universitas Sumatera Utara

• Kelainan adreno-kortikal : aldosteronisme primer, hiperplasia adrenal
kongenital, sindroma cushing.
• Thyroid disease : hipertiroid, hipotiroid
• Hyperparathyroidisme : hipercalsemia

• Akromegali


• Carcinoid tumor

3) Exogenous medications and drugs
Kontrasepsi oral, simptomimetik, glukokortikoid, mineralokortikoid, siklosporin,
eritropoetin.
4) Kehamilan : pre eklamsia dan eklamsia
5) Gangguan neurologi
6) Faktor psikososial
7) Hipertensi sistolik
• Hilangnya elastisitas aorta dan pembuluh darah besar

• Hyperdynamic cardiac output :

2.1.4. Patofisiologi
Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh darah terletak di
pusat vasomotor, pada medula di otak. Dari pusat vasomotor ini bermula dari saraf
simpatis, yang berkelanjutan ke bawah ke korda spinalis dan keluar dari kolumna
medulla spinalis ke ganglia simpatis di thorax dan abdomen.Rangsangan pusat
vasomotor di hantarkan dalam bentuk impuls yang bergerak kebawah melalui sistem

saraf simpatis ke ganglia simpatis. Pada titik ini neuron preganglion melepaskan
asetilkolin, yang akan merangsang serabut saraf pasca ganglion ke pembuluh darah,
dimana dengan dilepaskannya noreprinefrin mengakibatkan konstriksi pembuluh darah.
6

Universitas Sumatera Utara

Berbagai faktor seperti kecemasan dan ketakutan dapat mempengaruhi respon
pembuluh darah terhadap rangsang vasokonstriktor. Individu dengan hipertensi sangat
sensitif terhadap norepinefrin, meskipun tidak diketahui dengan jelas mengapa hal
tersebut bisa terjadi (Smeltzer ,2002,hal 898).
Pada saat bersamaan dimana sistem saraf simpati merangsang pembuluh darah
sebagai respons rangsang emosi, kelenjar adrenal juga terangsang, mengakibatkan
tambahan aktifitas vasokonstriksi.Medulla adrenal mensekresi epinefrin, yang
menyebabkan vasokonstriksi.Korteks adrenal mensekresi kortisol dan streroid lainnya,
yang dapat memperkuat respons vasokostriktor pembuluh darah.Vasokonstriksi yang
mengakibatkan penurunan aliran ke ginjal, menyebabkan pelepasan renin. Renin
merangsang pembentukan angiotensin 1 yang kemudian diubah menjadi angiotensin II,
suatu vasokonstriktor kuat, yang pada gilirannya merangsang sekresi aldosteron oleh
korteks adrenal (Smeltzer ,2002,hal 898).

Hormon ini menyebabkan retensi natrium dan air oleh tubulus ginjsl,
menyebabkan peningkatan volume intra vaskuler.Semua faktor ini cenderung
mencetuskan keadaan hipertensi. Sebagai pertimbangan hipertensi gerontologi dimana
terjadi perubahan struktural dan fungsional pada sistem pembuluh perifer bertanggung
jawab pada perubahan tekanan darah yang terjadi pada usia lanjut. Perubahan tersebut
meliputi aterosklerosis, hilangnya elastisitas jaringan ikat dan penurunan dalam
relaksasi otot polos pembuluh darah, yang pada gilirannya menurunkan kemampuan
distensi dan daya regang pembuluh darah. Konsekuensinya, aorta dan arteri besar
berkurang kemampuannya dalam mengakomodasi volume darah yang di pompa oleh
jantung (volume sekuncup) mengakibatkan penurunan curah jantung dan peningkatan
tahanan perifer (Smeltzer ,2002,hal 898).

7

Universitas Sumatera Utara

2.1.5. Manifestasi kliniks
Individu yang menderita hipertensi kadang tidak menampakkan gejala sampai
bertahun-tahun. Gejala, bila ada biasanya menunjukkan kerusakan vaskuler, dengan
manifestasi yang khas sesuai system organ yang divaskularisasi oleh pembuluh darah

yang bersangkutan. penyakit arteri koroner dengan angina adalah gejala yang paling
menyertai hipertensi. Hipertofi ventrikel kiri terjadi sebagai respons peningkatan
beban kerja ventrikel saat dipaksa berkontraksi melawan tekanan sistemik yang
meningkat. Apabila jantung tidak mampu lagi menahan peningkatan beban kerja
maka terjadi gagal jantung kiri. Perubahan patologis pada ginjal dapat bermanifestasi
sebagai nokturia (peningkatan urinasi pada malam hari) dan azotemia (peningkatan
nitrogen urea darah dan kretinin). Keterlibatan pembuluh darah otak dapat
menimbulkan stroke atau serangan iskemik trasien yang termanifestasi sebagai
paralysis sementara pada satu sisi (hemiplegia) atau gangguan ketajaman penglihatan
(Smeltzer ,2002,hal 899).

2.1.6. Penatalaksanaan
Tujuan penatalaksanaan medis pada klien hipertensi adalah mencegah terjadinya
mordibitas dan mortalitas penyerta dengan mencapai dan mempertahankan tekanan
darah di bawah 140/90 mmHg.Efek setiap program ditentukan oleh derajat hipertensi,
komplikasi, biaya perawatan, dan kualitas hidup sehubungan dengan terapi.Menurut
Muttaqin, 2009, hal 117Pada klien dengan hipertensi dapat melakukan tindakan
pencegahan sebagai berikut:
a. Modifikasi gaya hidup
Dengan pendekatan nonfarmakologi yang dapat mengurangi hipertensi adalah

sebagai berikut :
8

Universitas Sumatera Utara

• Teknik – teknik mengurangi stress.
• Penurunan berat badan.

• Pembatasan natrium, tembakau, dan alkohol.
• Olah raga/latihan.

• Relaksasi

Relaksasi adalah suatu prosedur atau teknik yang bertujuan untuk mengurangi
ketegangan atau kecemasan, dengan cara melatih penderita untuk dapat belajar
membuat otot-otot dalam tubuh menjadi rileks
b. Terapi farmakologi
Obat – obat antihipertensi dapat dipakai sebagai obat tunggal atau dicampur dengan
obat lain. Obat – obat ini diklasifikasikan menjadi lima kategori, yaitu :
• Diuretik

Hidroklorotiazid adalah diuretik yang paling sering diresepkan untuk mengobati
hipertensi ringan.
• Simpatolitik
Penghambat adrenergik alfa, penghambat neuron adrenergik, penekan simpatetik,
penghambat adrenergik beta, resptor beta.
• Vasodilator arteriol yang bekerja langsung
Obat tahap III yang bekerja dengan merelaksasikan otot –otot polos pembuluh
darah, terutama arteri, sehingga menyebabkan vasodilator. Dengan terjadinya
vasodilator, tekanan darah akan turun dan natrium serta air akan tertahan,
sehingga terjadi edema perifer.
• Antagonis angiotensin ( ACE Inhibator )

9

Universitas Sumatera Utara

Obat golongan ini menghambat enzim pengubah angiotensin (ACE), yang
nantinya akan menghambat pembentuan angiotensin II ( vasokonstriktor ) dan
menghambat pelepasan aldosteron.
• Penghambat saluran kalsium ( blocker kalsium antagonis )

Obat golongan ini menghambat pemasukan ion kalsium ke dalam sel, serta
menurunkan afterload jantung.

2.1.7. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang pada hipertensi bertujuan mendeteksi penyakit yang bisa
diobati (biasanya ginjal), dan menilai fungsi jantung serta ginjal.Semua pasien
memerlukan :
• EKG untuk menilai ukuran ventrikel kiri,dan jika abnormal periksa rontgen toraks.

• Darah ,ureum, dan elektrolit untuk menilai fungsi ginjal dan mencari alkalosis
hipokalemik pada sindrom conn dan cushing ( David Rubensten, D, Wayne, D,
Bradley, J, 2005, hal 318).

2.2. Konsep keperawatan
2.2.1. Pengkajian
Pada riwayat penyakit dahulu, klien dengan hipertensi memiliki riwayat
peningkatan tekanan darah. Dengan riwayat keluarga dengan hipertensi yang sama juga
ditemukan. Secara otomatis ditemukan riwayat meminum obat antihipertensi.
Pengkajian untuk klien yang sedang menjalankan terapi obat antihipertensi adalah
sebagai berikut :

a. Dapatkan tanda – tanda vital, bandingkan dengan tekanan darah sebelumnya,
informasikan hasinya kepada klien.
10

Universitas Sumatera Utara

b. Periksa elektrolit serum, laporkan hasilnya.
c. Periksa bunyi paru klien apakah terdapat ronkhi. Karena ada obat yang memicu
retensi natrium dan air.
d. Catat haluaran urine , laporkan jumlahnya.
e. Periksa angota gerak apakah ada edema (Muttaqin, 2009, hal 116).
2.2.2. Diagnosa keperawatan
1. Peningkatan TD berhubungan dengan penurunan curah jantung
Tujuan :Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1×24 jam TD klien dapat
kembali normal.
Hasil yang diharapkan :
a. Berpartisipasi dalam aktivitas yang menurunkan TD/beban kerja jantung
b. Keluarga klien mengatakan sakit kepala yang dirasakna klien berkurang
Intervensi keperawatan
• Pantau TD klien

Rasional : Adanya pucat, dingin, kulit lembab, dan masa pengisian kapiler lambat
mungkin berkaitan dengan vasokontriksi atau mencerminkan deskompensasi /
penurunan CO.
• Pertahankan pembatasan aktivitas, spt. Istirahat di tempat tidur/kursi; jadwal
periode istirahat tanpa gangguan; bantu klien melakukan aktivitas perawatan diri
sesuai kebutuhan.
Rasional : Membantu untuk menurunkan rangsangan simpatis; meningkatkan
relaksasi.
• Lakukan tindakan- tindakan yang nyaman seperti pijatan punggung dan leher,
meninggikan kepla tempat tidur.

11

Universitas Sumatera Utara

Rasional : Menurunkan stresss dan ketegangan yang mempengaruhi tekanan
darah dan perjalanan penyakit hipertensi.

2. Nyeri/Sakit kepala berhubungan dengan peningkatan vaskuler.
Tujuan : Klien akan mampu melakukan aktivitas secara mandiri.
Hasil yang diharapkan :
a. Klien dapat berpartisipasi dalam aktifitas yang diinginkan / diperlukan.
b. Keluarga klien mengatakan sakit kepala yang dirasakan klien berkurang..
Intervensi keperawatan :
a. Mempertahankan tirah baring selama fase akut
Rasionalnya : Tindakan yang menurunkan tekanan vascular serebral dan yang
memperlambat/ memblok respon simpatis efektif dalam menghilangkan sakit
kepala dan komplikasinya.
b. Meminimalkan stimulasi/meningakatkan relaksasiGangguan rasa nyaman
Rasionalnya : Menurunkan/ mengontrol nyeri dan menurunkan rangsang system
saraf simpatis

3. Insomnia berhubungan dengan ketidakmampuan mengatasi nyeri
Tujuan :Keluhan insomnia pada Tn. A mampu diatasi secara mandiri
Hasil yang diharapkan :
a. Tidak mengalami lagi gangguan pola aktifitas.
b. Keluarga klien mengatakan klien tidak terbangun lagi pada malam hari.

12

Universitas Sumatera Utara

Intervensi keperawatan :
a. Batasi jumlah pengunjung dan lamanya tinggal
Rasionalnya : Vasodilatasi pada system saraf simpatis
b. Membacakan ayat suci al-quran sebelum waktu tidur agar klien dapat istirahat
Rasionalnya : Memberikan ketenangan batin pada klien dan memperkuat
keimanan klien sebagai umat islam

13

Universitas Sumatera Utara