Analisis Sambungan Pemikul Momen Pada Struktur Portal Baja Menggunakan Sambungan Tipe End Plate
Universitas Sumatera Utara
memiliki kekurangan seperti biaya perawatan yang besar, biaya pengadaan anti
api yang besar (fire proofing cost), ketahanan terhadap perlawanan tekuk kecil,
dan kekuatannya akan berkurang jika dibebani secara berulang/periodik (kondisi
leleh atau fatigue)
2.1.1 Klasifikasi baja konstruksi
Baja yang akan di gunakan sebagai bahan konstruksi dapat di
klasifikasikan menjadi baja karbon, baja panduan mutu tinggi dan baja
paduan mutu rendah. Sifat sifat mekanik dari baja tersebut seperti tegangan
leleh dan tegangan putusnya diatur didalam ASTM A6/A6M.
a.
Baja karbon
Baja karbon dibagi atas 3 kategori tergantung dari persentase
kandungan karbon yang terdapat didalamnya, yaitu:
•
Baja karbon rendah (low carbon steel), dimana kandungan
arangnya lebih kecil dari 0,15%.
•
Baja karbon ringan (mild carbon steel), dimana kandungan
arangnya berkisar 0,15% - 0,29%.
•
Baja karbon sedang (medium carbon steel), dimana kandungan
arangnya berkisar 0,30% - 0,59%.
•
Baja karbon tinggi
(high carbon steel), dimana kandungan
arangnya berkisar 0,60% - 1,7%.
Baja yang sering digunakan dalam perencanaan struktur ialah baja
karbon dengan tingkat kandungan yang terdapat didalamnya bermutu
karbon ringan (mild carbon steel), misal baja dengan BJ.37 dengan nilai
kandungan karbon yang berada didalamnya antara 0,25 – 0,29 %
13
Universitas Sumatera Utara
tergantung dengan tingkat ketebalan dari besi yang akan di cetak. Unsur
lain juga terkandung didalam besi tersebut yaitu mangan ( 0.25 % - 1,5
% ), Silikon ( 0.25-0.30% ) fosfor ( maksimal 0.04 % ) dan sulfur
(0.05%). Baja karbon menunjukan titik peralihan leleh yang jelas
seperti pada gambar grafik dibawah pada (kurva a). Naiknya persentase
karbon meningkatkan tegangan leleh namun menurunkan daktalitas,
salah satu dampaknya ialah membuat pelaksanaan pekerjaan pengelasan
menjadi lebih sulit. Baja karbon umumnya memiliki tegangan leleh
(fy) 210 – 250 Mpa
b.
Baja paduan mutu tinggi
Yang di maksud dalam kategori baja paduan mutu tinggi ( High Stregh
Low- Alloy Steel / HSLA ) yaitu baja dengan mempunyai tegangan
leleh berkisar antara 290 – 550 Mpa dengan tegangan putus (fu) antara
415 – 700 Mpa. Titik peralihan leleh dari baja ini nampak dengan jelas
pada (kurva b). Penambahan sedikit bahan bahan paduan seperti
chromium, columbium, magan, molybden, nikel, fosfor, vanadium, atau
zinkonium dapat memperbaiki sifat-sifat mekaniknya. Jika baja karbon
memiliki kekuatannya seiring dengan penambahan persentase karbon,
maka bahan – bahan paduan ini mampu memperbaiki sifat mekanik
baja dengan membentuk mikrostruktur dalam bahan baja yang lebih
halus
c.
Baja paduan mutu rendah
Baja paduan mutu rendah ( low alloy ) dapat ditempah dan dipanaskan
untuk memperoleh tegangan leleh antara 550 – 760 Mpa. Titik
14
Universitas Sumatera Utara
peralihann te
tegangan leleh tidak tampak dengan jelas (kur
kurva c) . tegangan
leleh dari
ri bbaja paduan mutu rendah ini biasanya dite
ditentukan sebagai
tegangann ya
yang terjadi saat timbul regangan permanen
nen sebesar 0.2 %
atau dapat
at ditentukan pula sebagai tegangan pada
da saat regangan
mencapaii 0.5 % . Baut yang biasa di gunakan sebagai
gai aalat pengencang
mempunyai
yai tegangan putus minimum 415 Mpa hingga
ngga 700 Mpa. Baut
mutu tinggi
nggi mempunyai kandungan karbon maksimum
um 0.30 %, dengan
tegangann put
putus berkisar antara 733 Mpa hingga 838
38 Mpa
Kurva C
Kurva B
Kurva A
Gamba
bar 2.2 Hubungan tegangan – regangan tipika
pikal
(Sumber : Charle
harles G. Salmon dan John E. Johnson,Struktur
ur B
Baja, 1995)
15
Universitas Sumatera Utara
2.1.2 Sifat – sif
sifat mekanik baja konstruksi
Agar
gar dapat memahami struktur perilaku struk
uktur baja, maka
seorangg aahli struktur harus memahami pula sifat sifa
sifat mekanik dari
baja. Mode
Model pengujian yang paling tepat untuk menda
endapatkan sifat –
sifat meka
ekanik dari material baja adalah dengan mela
elakukan uji tarik
terhadapp sua
suatu benda uji baja . uji tekan tidak dapatt m
memberikan data
yang aku
akurat terhadap sifat sifat mekanik materia
rial baja, karena
disebabka
bkan beberpa hal antara lain adanya potensi te
tekuk pada benda
uji yangg m
mengakibatkan ketidakstabilan dari benda uji tersebut, selain
itu perhi
rhitungan tegangan yang terjadi dalam benda
nda uj
uji lebih mudah
dihitung
ung pa
pada uji tarik dari pada pada pengujian teka
kan. Pada gambar
dibawahh menunjukan suatu hasil uji tarik material
al baja pada suhu
kamar se
serta memberikan laju regangan yang norm
normal . Tegangan
nominal
nal (f) yang terjadi pada benda uji di plot pada
da sumbu vertical ,
sedangkan
an regangan (ε) yang merupakan perbandingann ant
antara pertambahan
panjang de
dengan panjang mula – mula (
) di plot pada sum
sumbu horizontal .
Gambar
bar .2.3 Hasil uji tarik benda uji sampai mengal
ngalami keruntuhan
(Sumbe
ber : Agus Setiawan,Struktur Baja Metode LRF
RFD, 2008 )
16
Universitas Sumatera Utara
Gambar .2.4 Peri
erilaku benda uji hingga mencapai regangann sebe
sebesar + 2 %
(Sumber : A
Agus Setiawan,Struktur Baja Metode LRFD,, 2008 )
Dari gam
ambar 2.3 terlihat 4 zona perilaku yaitu : zona elastik, zona
plastis,
s, zona strain hardening dan zona sepanjang peri
peristiwa terjadinya
neckling
ng se
serta diakhiri dengan kegagalan (failure). Ket
eterangan berikut
merupaka
kan penjelasan dari kempat zona diatas :
•
Dalam
lam
Zona
regangan,
tegangan
dan
reg
egangan
bersifat
proposi
oposional, kemiringan linear yang ada meru
rupakan modulus
elastisi
stisitas / modulus young ( E ) . daerah ini
ni di
dinamakan zona
elastik,
stik, zona ini berakhir dengan ditandai deng
dengan tercapainya
kelele
elehan material (fy)
•
Setela
elah awal kelelehan terjadi zona berbentuk
uk ggaris datar ( flat
platea
teau ) pada zona ini setiap peningkatan nilai
lai regangan yang
terjadi
adi tidak ada peningkatan nilai tegangan yang
ng mengiringinya.
erah ini disebut plato plastis
Daera
17
Universitas Sumatera Utara
•
Saat zona plasto plastis berakhir, strain hardening mulai terjadi
dan secara bertahap meningkatkan nilai tegangan sampai
mencapai tegangan ultimate (Fu). Setelah itu tegangan cenderung
menurun dengan bertambahnya regangan sebagai nilai indikasi
masuknya daerah neckling yang diakhiri dengan kegagalan fraktur
( failure )
Titik – titik penting dalam kurva tegangan dan regangan ialah :
fp
= Batas Proposional
fe
= Batas Elastis
fyu, fy
= Tegangan Leleh atas dan bawah
fu
= Tegangan Putus
εsb
= Regangan saat mulai terjadi efek strain- hardening
(penguatan regangan)
εu
= Regangan saat tercapainya tegangan putus
Sifat mekanis baja struktural yang digunakan dalam perencanaan
yaitu :
Modulus elastisitas (E)
= 200.000 MPa
Modulus geser (G)
= 80.000 MPa
Nisbah poisson (μ )
= 0,3
Koefisien pemuaian (α )
= 12 x 10-6 per oC
18
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan tegangan leleh dan tegangan putus dari baja , SNI
03-1729-2002 mengklasifikasikan mutu dari material baja menjadi 5
kelas, yaitu :
Jenis Baja
BJ 34
BJ 37
BJ 41
BJ 50
BJ 55
Tegangan putus
minimum fu
(MPa)
340
370
410
500
550
Tegangan leleh
minimum fy
(MPa)
210
240
250
290
410
Peregangan
minimum
(%)
22
20
18
16
13
Tabel 2.1. Kelas mutu baja berdasarkan tegangan leleh dan putus
(Sumber : Standar Nasional Indonesia (SNI) 03-1729-2002)
2.2 Sambungan pada Konstruksi Baja
Sambungan ialah satu media yang berfungsi untuk mengabungkan elemen –
elemen tunggal pada satu konstruksi baja yang digabung secara tersusun sehingga
membentuk satu kesatuan konstruksi. Salah satu fungsi utama sebuah sambungan
ialah untuk memindahkan gaya-gaya yang bekerja pada titik penyambungan ke
elemen-elemen struktur yang disambung.
Pada konstruksi baja, selain memindahkan gaya-gaya yang terjadi,
fungsi/tujuan lain dilakukannya penyambungan yaitu :
menggabungkan beberapa batang baja membentuk kesatuan konstruksi
sesuai kebutuhan.
mendapatkan ukuran baja sesuai kebutuhan (panjang, lebar, tebal, dan
sebagainya).
19
Universitas Sumatera Utara
memudahkan dalam penyetelan konstruksi baja di lapangan.
memudahkan
penggantian
bila
suatu
bagian/batang
konstruksi
mengalami rusak.
Pada sambungan baja sering terdapat kemungkinan adanya bagian/batang
konstruksi yang berpindah, contohnya antara lain yaitu peristiwa pemuaian dan
penyusutan baja akibat adanya perubahan suhu. Dikarenakan bentuk struktur
bangunan baja yang begitu kompleks, kejadian perubahan - perubahan baja
tersebut sangat menganggu fungsi kekuatan dan ketahanan struktur tersebut
khususnya pada daerah titik sambungan baja konstruksi. Pada umumnya
sambungan antara elemen tersebut harus direncanakan dengan matang agar
struktur bangunan dapat bertahan sesuai dengan perencanaan yang di rencanakan.
Kegagalan dalam sambungan dapat mengakibatkan perubahan fungsi
struktur bangunan, dan kegagalan yang paling berbahaya adalah keruntuhan pada
struktur tersebut akibat perubahan fungsi. Untuk mencegah hal tersebut, maka
kekakuan sambungan antara elemen - elemen tersebut harus memenuhi
persyaratan dalam perencanaan sambungan. Terdapat dua filosofi yang biasa
digunakan dalam perencanaan struktur baja yaitu:
1. Perencanaan dengan metode peninjauan terhadap tegangan kerja /
working stress design ( Allowable Stress Design / ASD )
2. Perencanaan dengan metode
peninjauan kondisi batas / limit states
Design ( Load and Resistance Factor Design / LRFD)
Jika ditinjau dari perencanaan struktur baja metode tegangan kerja (working
stress / ASD), konstruksi baja dibedakan atas tiga kategori sesuai dengan jenis
20
Universitas Sumatera Utara
sambungan yang dipakai. Ketiga jenis ini adalah sebagai berikut (Charles G.
Salmon dan John E. Johnson, 1995) :
1. Jenis 1 AISC. Sambungan portal kaku (rigid connection),
Sambungan ini memiliki kontinuitas penuh sehingga sudut pertemuan
antara batang-batang tidak berubah, yakni derajat pengekangan (restraint)
sambungan untuk berotasi minimal 90% atau lebih dari yang diperlukan
untuk mencegah perubahan sudut. Sambungan ini dipakai baik pada
metode perencanaan tegangan kerja maupun perencanaan plastis.
2. Jenis 2 AISC. Sambungan kerangka sederhana (simple framing),
Sambungan ini memiliki pengekangan rotasi di ujung-ujung batang
dibuat sekecil mungkin. Suatu kerangka dapat dianggap sederhana jika
sudut semula antara batang-batang yang berpotongan dapat berubah
sampai 80% dari besarnya perubahan teoritis yang diperoleh dengan
menggunakan sambungan sendi tanpa gesekan (frictionless) atau derajat
pengekangan sambungan untuk berotasi maksimal 20%. Kerangka
sederhana tidak digunakan dalam perencanaan plastis, kecuali pada
sambungan batang-batang tegak lurus bidang portal yang harus mencapai
kekuatan plastis
3. Jenis 3 AISC. Sambungan kerangka semi-kaku ( semi-rigid connection).
Sambungan ini memiliki pengekangan rotasi sambungan berkisar antara
20% - 90% dari yang diperlukan untuk mencegah perubahan sudut.
Sambungan semi-kaku tidak dipakai dalam perencanaan plastis dan
jarang sekali digunakan pada metode tegangan kerja, terutama karena
derajat pengekangannya sukar ditentukan.
21
Universitas Sumatera Utara
Sedangkan jika di tinjau dari perancanaan struktur baja dengan metode
kondisi batas (limit states design / LRFD), konstruksi baja dibedakan atas dua
kategori sesuai dengan jenis sambungan yang dipakai, antara lain :
4. Tipe FR (Fully Restrained) Sambungan terkekang penuh
Sambungan ini dulu dikenal sebagai sambungan kaku (rigid connection)
dimana sambungan ini dianggap memiliki kekakuan yang tinggi untuk
menjaga perubahan sudut antara elemen – elemen yang disambung.
Dengan kata lain, momen yang bekerja ditransfer secara penuh dan juga
rotasi perputaran pada sambungan itu berputar secara bersamaan sehingga
tidak ada penyimpangan, sambungan ini dikenal sebagai sambungan
“tipe – 1” pada perencanaan metode ASD
5. Tipe PR (Partially Restrained) Sambungan terkekang sebagian
Sambungan ini dulu dikenal sebagai sambungan fleksibel (flexible
connection) dimana pada sambungan ini, alat penyambung dibuat
sefleksibel mungkin sehingga pada kedua ujung komponen struktur yang
disambung dianggap bebas momen. Sambungan ini juga dikenal sebagai
sambungan “tipe – 2” pada perencanaan metode ASD
2.2.1 Sambungan Momen (Moment Connections)
Sambungan momen adalah salah satu sub bagian dari sambungan
“tipe -1” dalam perencanaan dengan mengunakan analisa metode ASD atau
sambungan “tipe-FR” dalam perencanaan dengan mengunakan analisa
metode LRFD. Sehingga sambungan momen dapat kita didefinisikan sebagai
22
Universitas Sumatera Utara
sambungan yang memiliki kekakuan yang tinggi dimana sambungan ini dapat
menjaga perubahan sudut yang terjadi antara elemen – elemen yang
disambung satu dengan yang lainnya. Dengan kata lain, momen yang bekerja
pada elemen yang disambung ditransfer secara penuh kepada media
penyambung yang kemudian media penyambungan tersebut meneruskan gaya
momen ke elemen struktur yang tersambung pada sambungan tersebut hal ini
menyebabkan rotasi perputaran elemen – elemen struktur pada sambungan
itu berputar secara bersamaan sehingga tidak ada penyimpangan sudut atau
sangat kecil.
Jika kita meninjau sambungan momen berdasarkan metode alat
penyambungnya, sambungan ini dapat terbagi atas 2 bagian yaitu :
1. Sambungan momen dengan mengunakan metode las
Prinsip kerja dengan mengunakan metode ini yaitu pada komponen
elemen struktur pendukung diberikan plat penyambung yang
disambung dengan cara pengelasan pada sisi badan dari profil,
sementara komponen elemen struktur yang didukung juga di
sambung ke plat penyambung dengan mengunakan media las
sebagai alat penyambungnya. Sehingga kondisi sambungan
tersebut menjadi lebih kaku untuk menjaga perputaran sudut antara
elemen struktur yang didukung dengan elemen struktur yang
digunakan
sebagai
pendukung
sambungan.
Akan
tetapi
dikarenakan metode pengelasan yang dilakukan pada sistem
penyambungan ini maka sifat dari sambungan ini dapat dinyatakan
sebagai sambungan definitif atau sambungan tetap
23
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.7.a. sambungan balok & kolom
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.7.b. sambungan balok & balok
Gambar 2.7.c. sambungan kolom & kolom
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.7.d. sambungan kolom
& pondasi
Gambar 2.8.a. Klasifikasi sambungan berdasarkan kekuatan ( strength )
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.8.b. Klasifikasi sambungan berdasarkan kekakuan ( rigidity )
Gambar 2.8.c. Klasifikasi sambungan berdasarkan daktailitas ( ductile )
Universitas Sumatera Utara
Pada Gambar 2.8.a, sehubungan dengan kekuatan (strength),
sambungan diklasifikasikan menjadi full strength, partial strength, dan
nominally pinned.
Sambungan full strength didefinisikan sebagai sambungan dengan
moment resistance M sama atau lebih besar dari moment capacity (M ≥
Mcx). Kurva 1, 2, dan 4 menunjukkan sambungan full strength.
Sambungan partial strength didefinisikan sebagai sambungan moment
resistance M sama atau kurang dari moment capacity (M ≤ Mcx). Kurva
3 dan 5 termasuk ke dalam klasifikasi partial strength.
Sedangkan nominally pinned adalah sambungan yang cukup fleksibel
dengan momen resistance tidak lebih 25% dari moment capacity. Kurva
6 menggambarkan sambungan tipe nominally pinned.
Pada Gambar 2.8.b, kekakuan (rigidity) sama dengan kekakuan rotasi
dimana kurva 1, 2, 3, dan 4 menunjukkan sambungan rigid. Sedangkan kurva
5 termasuk dalam klasifikasi sambungan semi-rigid. Dalam peraturan BS5950
dijelaskan bahwa garis putus-putus antara rigid dengan semi-rigid diperoleh
dari rumus 2EI/L.
Pada Gambar 2.8.c, kurva 2, 4, dan 5 adalah sambungan ductile.
Kurva 1 tidak ductile dan kurva 3 berada antara ductile dan non-ductile.
Kurva 6 merupakan jenis sambungan nominally pinned, sehingga merupakan
sambungan sederhana.
30
Universitas Sumatera Utara
Dari hasil grafik kurva momen rotasi ( M - θ ) maka perencanaan
sambungan balok berdasarkan tingkat kekuatan sambungan terdapat tipe
sambungan yang dikenal dengan istilah sambungan plat ujung / end plat
connection. Dimana tipe sambungan plat ujung tersebut dibagi atas 2 jenis tipe
sambungan yaitu :
1. Sambungan tipe Flush ( Flush End Plate )
Sambungan ini memiliki bentuk plat penyambung yang lebarnya sama
dengan ketinggian balok yang akan disambung sehingga baut yang
berguna sebagai media penyambungnya hanya diletakkan pada posisi
bagian dalam balok saja
2. Sambungan tipe Extended ( Extended End Plate )
Sambungan ini memiliki bentuk plat penyambung yang lebarnya lebih
tinggi dari pada ketinggian balok yang akan disambung sehingga baut
yang berguna sebagai media penyambungnya dapat diletakkan pada
posisi bagian luar balok penyambung
2.3 Kegagalan yang terjadi pada sambungan baja
Perencanaan sambungan struktur konstruksi baja didasari pada konsep
yang menyatakan bahwa semua komponen struktur direncanakan untuk tingkat
kekuatan dan kekakuan yang sesuai dengan beban yang bekerja. Kekakuan
struktur pada umumnya dikaitkan dengan kemampuan layan. Kemampuan layan
sendiri terkait dengan kinerja dari suatu struktur atau komponennya selama proses
pelayanan terhadap beban.
31
Universitas Sumatera Utara
dari gambarr di
dibawah ini untuk daerah yang mengalami pe
perubahan bentuk
akibat gaya yang terja
rjadi
Gambar 2.9 Tegangan
gangan dan R
Regangan yang terjadi pada sambungan
bungan eend plat
(Sumber
er : The Steel Construction Institute, 1995 dan AISC 200
2005)
ZONA
Tegangan
Geser Horizontal
Tekanan
Geser Vertikal
N
NOTASI
PROSEDUR PEMERIK
RIKSAAN
a
Tegangan Pada Baut
b
Pembengkokan pada plat penyambun
mbung
c
Pembengkokan pada plat sayapp kol
kolom
d
Tegangan pada plat badan balok
e
Tegangan pada plat badan kolom
om
f
Sambungan las plat penyambung
bung kke plat sayap kolom
g
Sambungan las plat badan balok
ok ke plat penyambung
h
Gaya geser pada pelat badann kolom
j
Tekanan pada plat sayap balok
k
bung kke plat sayap kolom
Sambungan las plat penyambung
l
dan kol
kolom
Keruntuhan pada bagian plat badan
m
Tekuk pada bagian plat badann kolom
n
Sambungan las plat penyambung
bung kke plat badan balok
p
Geser pada baut
q
aupun sa
sayap
Patahan akibat baut pada plat ataupun
32
Universitas Sumatera Utara
2.3.1 Kegagal
gagalan akibat tegangan yang terjadi ( failure
re by tension )
Kegaga
agalan yang terjadi akibat tegangan yangg ti
timbul membuat
kerusaka
usakan dan perubahan beberapa bagian dari sam
sambungan momen
antara
ra lain kerusakan yang timbul pada bagian baut
aut penyambung ,
peruba
ubahan pada bagian sayap kolom serta perubaha
ubahan pada bagian
plat pe
penyambung end plate, gaya tegangan yang
ng diberikan pada
baut m
mengakibatkan baut yang terpasangan aka
akan mengalami
kegaga
galan yang mengakibatkan kehancuran ataupun
aupun putus pada
bagian
an badan baut. Kekuatan pada masing masingg ba
baut pada daerah
teganga
ngan tergantung oleh bengkokan yang ter
terjadi pada plat
penyam
ambung maupun yang terjadi pada plat saya
sayap untuk kolom
pendukung
ndukung. Dengan menganalisa dan menghitungg da
dari kemampuan
perlawa
awanan untuk masing masing barisan baut
ut mengacu pada
gambar
bar dibawah ini.
Baris 1
Baris 2
Baris 3
Baris 4
gangan yyang terjadi
Gambar
bar 22.10 Distribusi tahanan baut dari tegangan
(Sumber
er : The Steel Construction Institute, 1995 dan AISC 200
2005)
33
Universitas Sumatera Utara
Dengan perhitungan untuk bagian Pelat Sambungan (end plate)
=
=
0.85
……………………… ( pers. 2.1 )
………………………………….. ( pers. 2.2 )
Sedangkan perhitungan untuk sayap pada kolom ( column flange )
=
=
0.8
…………………………. ( pers. 2.3 )
…………………………………… ( pers. 2.4 )
Dimana notasi untuk diatas ;
g = Jarak horizontal antara pusat baut ke baut dalam satu baris
bp = Lebar dari pelat sambungan ( end plate )
B = Lebar sayap kolom
tb = Tebal badan dari balok
tc = Tebal badan dari kolom
sww = tebal las dari badan balok ke pelat penyambung
swf = tebal las dari sayap balok ke pelat penyambung
Ketentuan untuk plate yang diperlebar bahwa :
mx = x – 0.85wf
ex = jarak tepi dari plat yang di perlebar ke titik pusat baut
nx = nilai minimum antara ex dengan 1,25mx
34
Universitas Sumatera Utara
Nilaii ni
nilai yang terjadi pada Pr1, Pr2, Pr3 dan seter
terusnya, dihitung
dari ur
urutan baris yang paling atas ( baris 1 ) hingg
hingga baris yang
paling
ng bawah, dimana beban yang akan terjadi juga
uga dihitung mulai
dari ba
baris paling atas kemudian diteruskan sam
sampai baris yang
paling
ng bawah dengan mengkombinasikan bariss ba
baris sebelumnya.
Untuk
uk bagian pembengkokan pada sayap ataupunn pa
pada bagian end
platee yyang mengalami tegangan. Kehancuran yyang terjadi di
periksa
ksa dan dianalisa secara terpisah. Dengann mengasumsikan
perlaw
awan yang terjadi maka kegagalan pada bagian
ian sayap ataupun
pada
da ba
bagian end plate dibagi atas 3 bagian antara lai
lain :
Model 1:
m
Sayap melentur dengan
gan ssempurna
+
+
Model 2:
n
m
Sayap melentur tetapi
pi ba
baut putus
Model 3:
S
Sayap tidak melentur
ur te
tetapi baut putus
35
Universitas Sumatera Utara
Dalam model 1, mencari persamaan untuk mendapatkan Pr :
=
……….………………………………….. ( pers. 2.5 )
=
……….………………………. ( pers. 2.6 )
Dalam model 2, mencari persamaan untuk mendapatkan Pr :
=
(
)
…….………………………….. ( pers. 2.7 )
Dalam model 3, mencari persamaan untuk mendapatkan Pr :
=
…….…………………………………..... ( pers. 2.8 )
Dimana notasi untuk diatas ;
Leff = panjang efektif garis lentur sesuai persamaan T – stub
( lamp. Tabel 2.2, 2.3, 2.4 )
t
= tebal sayap kolom ataupun tebal pelat penyambung
Py = Kuat rencana dari kolom ataupun pelat penyambung
Pr = Kemampuan lawan dari barisan baut ataupun kelompok
Pt’ = Kapasitas tegangan baut
ΣPt’ = total kapasitas tegangan baut dalam satu kelompok
m = jarak dari titik pusat baut ke tepi bagian dalam kolom
n = jarak dari titik pusat baut ke tepi bagian luar kolom
36
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.2 Panjang efe
efektif ( Leff ) untuk persamaan garis lentur
(Sumber : The Steel Constr
nstruction Institute, 1995 dan AISC 2005)
37
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.3 Panjang efe
efektif ( Leff ) untuk persamaan garis lentur
(Sumber : The Steel Constr
nstruction Institute, 1995 dan AISC 2005)
38
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.4 Panjang efe
efektif ( Leff ) untuk persamaan garis lentur
(Sumber : The Steel Constr
nstruction Institute, 1995 dan AISC 2005)
39
Universitas Sumatera Utara
Tegang
gangan juga terjadi pada badan balok dan kolom seperti yang
dapat
pat digambarkan di bawah ini, dapat kita liha
ihat pada gambar
dibawa
wah, pada bagian badan kolom baris pada posi
posisi baris 2 dan
posisi
si baris 3, sangat rentan terjadinya kegaga
galan perlawanan
teganga
ngan dari baut, sedangkan pada posisi badan
an balok terdapat
bariss 3 yang mengalami potensi kerusakan akiba
kibat pembebanan
teganga
ngan pada baut
Jalur kegagalann
Pada bagian
badan balok
Kegagalan badan kolom
lom
pada Baris 2 + Baris
is 3
Jalur kegagalan
Pada bagian
badan kolom
Kegagalan badan balok
pada Baris 3
uga pada badan bal
balok
Gambar 2.11 Te
Tegangan pada badan kolom dan juga
(Sumber
er : The Steel Construction Institute, 1995 dan AISC 200
2005)
Adapun
pun kemampuan perlawanan terhadap tegangan
gan tersebut dapat
ntentukan dengan mengunakan persamaan sebaga
bagai berikut :
ditente
Pt = Lt x tw x Py ……………………… ( per
pers. 2.9 )
P
40
Universitas Sumatera Utara
Dimana
ana notasi diatas sebagai berikut :
Lt = pa
panjang regangan efektif pada badan dengann asum
asumsi pelebaran
60O dari baut kepusat badan seperti pada gamba
mbar 2.11
tw = te
tebal badan atau kolom
Py = kkekuatan rencana baja kolom ataupun baut
pression )
2.3.2 Kegagal
gagalan akibat gaya tekan ( failure by compr
Kegaga
agalan pada sambungan juga timbul akibatt ggaya tekan yang
gaya tekan yang
terjadi
di pada sambungan tersebut, akibat dari gayaa ga
ang menjadi retak
terjadi
di kerusakan pada bagian badan kolom yang
kuk, pe
perlawanan dari
ataupun
upun badan kolom yang menjadi tertekuk,
badann kolom diteruskan kepada bagian sayapp balok menjadi
dan balok dengan
tertekan
kan dan juga sdikit punter antara bagian bada
yang terjadi dalam
bagian
an sayap balok. Untuk menghitung tekanan yan
dapat dipakai yang
badann kol
kolom Pc, terdapat dua persamaan yang dapa
patkan nilai yang
kemudi
udian akan di bandingkan untuk mendapat
m dihitung dari
terkecil
kecil, arah perlawanan dari badan kolom
kuatan berikut :
perlawa
awanan badan pada panjang penyebaran kekuata
an pada bagi
bagian kolom
Gambar 2.12
12 Distribusi penyebaran gaya akibat tekan
(Sumber
er : The Steel Construction Institute, 1995 dan AISC 200
2005)
41
Universitas Sumatera Utara
Untuk
uk pe
persamaan diatas dapat ditulis sebagai berikut
ikut :
Pc = (b1 + n2 ) x tc x Py ……………………… ((pers. 2.10 )
Dimana
ana notasi diatas sebagai berikut :
b1 = panjang penahan kekakuan berdasarkan 450 penyebaran
melalui pelat penyambung ke bagian tepi da
dari las
n2 = perolehan panjang dari perbandingan 1 : 2,5 penyebaran
sayap kolom dan radius kaki
tc
= ttebal badan kolom
kekuatan rencana kolom
Pyc = ke
tp
= ttebal dari pelat penyambung
Tc = ttebal sayap kolom
r
= rradius kaki kolom
badan pada kolom
uk m
melayani gaya tekan yang terjadi bagian bada
untuk
sebagai berikut :
juga m
mengalami tekuk, hal ini dapat digambarkann se
Gambar 2.13
13 Distribusi penyebaran tekuk yang terjadi pada badan kkolom
(Sumber
er : The Steel Construction Institute, 1995 dan AISC 200
2005)
42
Universitas Sumatera Utara
Untuk
uk pe
persamaan diatas dapat ditulis sebagai berikut
ikut :
Pc = (b1 + n1 ) x tc x Pc ……………………… ((pers. 2.11 )
Dimana
ana notasi diatas sebagai berikut :
b1 = panjang penahan kekakuan berdasarkan 450 penyebaran
melalui pelat penyambung ke bagian tepi da
dari las
n1 = pe
perolehan panjang dari 450 penyebaran melal
lalui setengah dari
tiggi penampang kolom,
dimana tinggi penampang kolom ( Dc )
tc
= ttebal badan kolom
kekuatan rencana kolom
Pc = ke
tp
= ttebal dari pelat penyambung
sayap dan badan
untuk
uk melayani gaya tekan yang terjadi bagian sa
gambarkan sebagai
pada
da bbalok, tekanan yang terjadi dapat digam
berikut
kut :
Gambar 2.14
14 Distribusi penyebaran tekuk yang terjadi pada badan kkolom
(Sumber
er : The Steel Construction Institute, 1995 dan AISC 200
2005)
43
Universitas Sumatera Utara
Untuk
uk pe
persamaan diatas dapat ditulis sebagai berikut
ikut :
Pc = 1,4 x Pyb x Tb x Bb ……………………… ((pers. 2.12 )
Dimana
ana notasi diatas sebagai berikut :
Pyb = ke
kekuatan rencana balok
tp
= ttebal dari sayap balok
Bbb = Lebar sayap balok
horizontal shear)
2.3.3 Kegagal
gagalan akibat geser horizontal (failure byy hor
Kegaga
agalan pada sambungan juga timbul akibatt ggaya geser yang
dapat memberikan
terjadi
di pada sambungan tersebut, untuk dapa
izontal juga dapat
kesetim
timbangan gaya pada sambungan geser horizont
akibat dari gaya
terjadi
di dalam perencanaan sambngan momen, aki
badan kolom yang
gaya ggeser yang terjadi kerusakan pada bagian bada
di ttertekuk, adapun
menjadi
njadi retak ataupun badan kolom yang menjadi
gaya ya
yang terjadi digambarkan sebagai berikut :
Gambar 2.15 Dist
Distribusi penyebaran geser horizontal pada badan kkolom
(Sumber
er : The Steel Construction Institute, 1995 dan AISC 200
2005)
44
Universitas Sumatera Utara
Untuk
uk pe
persamaan diatas dapat ditulis sebagai berikut
ikut :
Pv = 0,6 x Pyc x tc x Dc ……………………… ((pers. 2.13 )
Dimana
ana notasi diatas sebagai berikut :
Pyc = ke
kekuatan rencana kolom
tc
= ttebal dari badan kolom
Dc = ttinggi dari penampang kolom
rtical shear)
2.3.4 Kegagal
gagalan akibat geser vertikal (failure by vertic
gaya geser vertikal
Kegaga
agalan pada sambungan juga timbul akibat gay
dapat memberikan
yangg tterjadi pada sambungan tersebut, untuk dapa
untuk gaya geser
kesetim
timbangan gaya pada sambungan, kapasitass unt
barisan baut yang
vertica
ical dihitung mengunakan pengurangan nilai ba
penuh untuk baut
berada
da di daerah tegangan, di tambah nilai geser pe
ent, digambarkan
yangg di
diabaikan ketika menghitung kapasitas moment
sebaga
gai berikut :
Gambar 2.166 D
Distribusi penyebaran geser vertikal pada badan balok
(Sumber
er : The Steel Construction Institute, 1995 dan AISC 200
2005)
45
Universitas Sumatera Utara
Untuk persamaan diatas dapat ditulis sebagai berikut :
V < ( ns x Pss ) + ( nt x Pst ) ……………………… (pers. 2.14 )
Dimana notasi diatas sebagai berikut :
V = kekuatan geser rencana
ns = jumlah baut pada daerah geser
Pss = kapasitas geser dari baut tunggal hanya pada daerah geser
yang paling kecil dari hasil nilai persamaan berikut :
Ps x As………… ( untuk perhitungan geser baut )
d x tp x Pb ……. ( untuk perhitungan geser pada pelat )
d x tf x pb …….. ( untuk perhitungan geser pada sayap )
Pts = kapasitas geser dari baut tunggal hanya pada daerah tegangan
yang paling kecil dari hasil nilai persamaan berikut :
0,4 x Ps x As…… ( untuk perhitungan geser baut )
d x tp x Pb ……. ( untuk perhitungan geser pada pelat )
d x tf x pb …….. ( untuk perhitungan geser pada sayap )
Ps = Kuat geser baut
As = daerah geser baut, dianjurkan daerah ulir
Ts = tebal sayap kolom
tp
= tebal end plate
Pb = nilai minimum dari kuat tekan untuk kedua baut, Pbb atau
bagian sambungan, Pbs
46
Universitas Sumatera Utara
2.4 Software Fine Elemen Analisis ( FEA ) ANSYS
2.4.1 Pengertian dan sejarah pengunaan ANSYS
ANSYS adalah sebuah software analisis elemen hingga dengan
kemampuan menganalisa dengan cakupan yang luas untuk berbagai jenis
masalah ( Tim Langlais,1999).
persamaan
differensial
dengan
ANSYS
mampu
memecahkan
cara memecahnya menjadi elemen-
elemen yang lebih kecil. Pada awalnya program ini bernama STASYS
(Structural Analysis System), kemudian berganti nama menjadi ANSYS
yang ditemukan pertama kali oleh Dr. John Swanson pada tahun 1970.
ANSYS merupakan tujuan utama dari paket permodelan elemen
hingga untuk secara numerik memecahkan masalah mekanis yang berbagai
macam. Masalah yang ada termasuk analisa struktur statis dan dinamis
(baik linear dan non-linear), distribusi panas dan masalah cairan, begitu
juga dengan ilmu bunyi dan masalah elektromagnetik.
Teknologi ANSYS mekanis mempersatukan struktur dan material
yang bersifat non-linear. ANSYS multiphysic juga mengatasi masalah
panas, struktur, elektromagnetik, dan ilmu bunyi. Program ANSYS dapat
digunakan dalam teknik sipil, teknik listrik, fisika dan kimia.
2.4.2 Sistem Kerja analisa program
ANSYS bekerja dengan sistem metode elemen hingga, dimana
penyelesaiannya pada suatu objek dilakukan dengan memecah satu
rangkaian kesatuan menjadi bagian-bagian yang lebih kecil dan
dihubungkan dengan node.
47
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.17
.17 pemodelan elemen dengan metode pengunaan
ngunaan node
Hasil ya
yang diperoleh dari ANSYS ini berupa pend
endekatan dengan
menggunakann aanalisa numerik. Ketelitiannya sangat bergant
antung pada cara
kita memecahh m
model tersebut dan menggabungkannya
Secaraa um
umum, suatu solusi elemen hingga dap
dapat dipecahkan
dengan mengikut
gikuti 3 tahap ini. Ini merupakan panduan um
umum yang dapat
digunakan untuk m
menghitung analisis elemen hingga.
•
pkan adalah :
T
Tahapan pendahuluan, langkah yang disiapka
-
volume
Mendefinisikan titik point, garis, luas, vol
-
Mendefinisikan
jenis
elemen
dan
bentuk
material/geometri
•
suai kebutuhan.
Menghubungkan garis, luas, volume sesu
adalah :
T
Tahapan Analisa, langkah yang disiapkann ada
-
upa beban terpusat
menetapkan beban yang ada berupa
ataupun terbagi rata,
48
Universitas Sumatera Utara
•
-
menetapkan perletakan ( translasi dan rot
rotasi)
-
terakhir menjalankan analisisnya .
T
Tahapan Hasil Analisa data, dalam hal ini
ni ha
hasil yang dapat
di tampilkan oleh software ini adalah :
-
Tabel perpindahan nodal
-
Tabel gaya dan momen
-
Defleksi (penurunan)
-
Diagram kontur tegangan dan regangan
ANSY
SYS juga memiliki sistem satuan di dalamnya,
ya, oleh karena itu
kita
harus
us
menggunakan
sistem
satuan
yang
konsi
konsisten
untuk
mengerjakann
nnya.
T
Tabel 2.5 Satuan yang digunakan dalam softw
software ansys
Dimana
ana di dalam program ANSYS untuk menyama
makan satuannya,
maka nantinya
ya pada bagian command di ketikkan “/units,si
s,si” .
49
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
memiliki kekurangan seperti biaya perawatan yang besar, biaya pengadaan anti
api yang besar (fire proofing cost), ketahanan terhadap perlawanan tekuk kecil,
dan kekuatannya akan berkurang jika dibebani secara berulang/periodik (kondisi
leleh atau fatigue)
2.1.1 Klasifikasi baja konstruksi
Baja yang akan di gunakan sebagai bahan konstruksi dapat di
klasifikasikan menjadi baja karbon, baja panduan mutu tinggi dan baja
paduan mutu rendah. Sifat sifat mekanik dari baja tersebut seperti tegangan
leleh dan tegangan putusnya diatur didalam ASTM A6/A6M.
a.
Baja karbon
Baja karbon dibagi atas 3 kategori tergantung dari persentase
kandungan karbon yang terdapat didalamnya, yaitu:
•
Baja karbon rendah (low carbon steel), dimana kandungan
arangnya lebih kecil dari 0,15%.
•
Baja karbon ringan (mild carbon steel), dimana kandungan
arangnya berkisar 0,15% - 0,29%.
•
Baja karbon sedang (medium carbon steel), dimana kandungan
arangnya berkisar 0,30% - 0,59%.
•
Baja karbon tinggi
(high carbon steel), dimana kandungan
arangnya berkisar 0,60% - 1,7%.
Baja yang sering digunakan dalam perencanaan struktur ialah baja
karbon dengan tingkat kandungan yang terdapat didalamnya bermutu
karbon ringan (mild carbon steel), misal baja dengan BJ.37 dengan nilai
kandungan karbon yang berada didalamnya antara 0,25 – 0,29 %
13
Universitas Sumatera Utara
tergantung dengan tingkat ketebalan dari besi yang akan di cetak. Unsur
lain juga terkandung didalam besi tersebut yaitu mangan ( 0.25 % - 1,5
% ), Silikon ( 0.25-0.30% ) fosfor ( maksimal 0.04 % ) dan sulfur
(0.05%). Baja karbon menunjukan titik peralihan leleh yang jelas
seperti pada gambar grafik dibawah pada (kurva a). Naiknya persentase
karbon meningkatkan tegangan leleh namun menurunkan daktalitas,
salah satu dampaknya ialah membuat pelaksanaan pekerjaan pengelasan
menjadi lebih sulit. Baja karbon umumnya memiliki tegangan leleh
(fy) 210 – 250 Mpa
b.
Baja paduan mutu tinggi
Yang di maksud dalam kategori baja paduan mutu tinggi ( High Stregh
Low- Alloy Steel / HSLA ) yaitu baja dengan mempunyai tegangan
leleh berkisar antara 290 – 550 Mpa dengan tegangan putus (fu) antara
415 – 700 Mpa. Titik peralihan leleh dari baja ini nampak dengan jelas
pada (kurva b). Penambahan sedikit bahan bahan paduan seperti
chromium, columbium, magan, molybden, nikel, fosfor, vanadium, atau
zinkonium dapat memperbaiki sifat-sifat mekaniknya. Jika baja karbon
memiliki kekuatannya seiring dengan penambahan persentase karbon,
maka bahan – bahan paduan ini mampu memperbaiki sifat mekanik
baja dengan membentuk mikrostruktur dalam bahan baja yang lebih
halus
c.
Baja paduan mutu rendah
Baja paduan mutu rendah ( low alloy ) dapat ditempah dan dipanaskan
untuk memperoleh tegangan leleh antara 550 – 760 Mpa. Titik
14
Universitas Sumatera Utara
peralihann te
tegangan leleh tidak tampak dengan jelas (kur
kurva c) . tegangan
leleh dari
ri bbaja paduan mutu rendah ini biasanya dite
ditentukan sebagai
tegangann ya
yang terjadi saat timbul regangan permanen
nen sebesar 0.2 %
atau dapat
at ditentukan pula sebagai tegangan pada
da saat regangan
mencapaii 0.5 % . Baut yang biasa di gunakan sebagai
gai aalat pengencang
mempunyai
yai tegangan putus minimum 415 Mpa hingga
ngga 700 Mpa. Baut
mutu tinggi
nggi mempunyai kandungan karbon maksimum
um 0.30 %, dengan
tegangann put
putus berkisar antara 733 Mpa hingga 838
38 Mpa
Kurva C
Kurva B
Kurva A
Gamba
bar 2.2 Hubungan tegangan – regangan tipika
pikal
(Sumber : Charle
harles G. Salmon dan John E. Johnson,Struktur
ur B
Baja, 1995)
15
Universitas Sumatera Utara
2.1.2 Sifat – sif
sifat mekanik baja konstruksi
Agar
gar dapat memahami struktur perilaku struk
uktur baja, maka
seorangg aahli struktur harus memahami pula sifat sifa
sifat mekanik dari
baja. Mode
Model pengujian yang paling tepat untuk menda
endapatkan sifat –
sifat meka
ekanik dari material baja adalah dengan mela
elakukan uji tarik
terhadapp sua
suatu benda uji baja . uji tekan tidak dapatt m
memberikan data
yang aku
akurat terhadap sifat sifat mekanik materia
rial baja, karena
disebabka
bkan beberpa hal antara lain adanya potensi te
tekuk pada benda
uji yangg m
mengakibatkan ketidakstabilan dari benda uji tersebut, selain
itu perhi
rhitungan tegangan yang terjadi dalam benda
nda uj
uji lebih mudah
dihitung
ung pa
pada uji tarik dari pada pada pengujian teka
kan. Pada gambar
dibawahh menunjukan suatu hasil uji tarik material
al baja pada suhu
kamar se
serta memberikan laju regangan yang norm
normal . Tegangan
nominal
nal (f) yang terjadi pada benda uji di plot pada
da sumbu vertical ,
sedangkan
an regangan (ε) yang merupakan perbandingann ant
antara pertambahan
panjang de
dengan panjang mula – mula (
) di plot pada sum
sumbu horizontal .
Gambar
bar .2.3 Hasil uji tarik benda uji sampai mengal
ngalami keruntuhan
(Sumbe
ber : Agus Setiawan,Struktur Baja Metode LRF
RFD, 2008 )
16
Universitas Sumatera Utara
Gambar .2.4 Peri
erilaku benda uji hingga mencapai regangann sebe
sebesar + 2 %
(Sumber : A
Agus Setiawan,Struktur Baja Metode LRFD,, 2008 )
Dari gam
ambar 2.3 terlihat 4 zona perilaku yaitu : zona elastik, zona
plastis,
s, zona strain hardening dan zona sepanjang peri
peristiwa terjadinya
neckling
ng se
serta diakhiri dengan kegagalan (failure). Ket
eterangan berikut
merupaka
kan penjelasan dari kempat zona diatas :
•
Dalam
lam
Zona
regangan,
tegangan
dan
reg
egangan
bersifat
proposi
oposional, kemiringan linear yang ada meru
rupakan modulus
elastisi
stisitas / modulus young ( E ) . daerah ini
ni di
dinamakan zona
elastik,
stik, zona ini berakhir dengan ditandai deng
dengan tercapainya
kelele
elehan material (fy)
•
Setela
elah awal kelelehan terjadi zona berbentuk
uk ggaris datar ( flat
platea
teau ) pada zona ini setiap peningkatan nilai
lai regangan yang
terjadi
adi tidak ada peningkatan nilai tegangan yang
ng mengiringinya.
erah ini disebut plato plastis
Daera
17
Universitas Sumatera Utara
•
Saat zona plasto plastis berakhir, strain hardening mulai terjadi
dan secara bertahap meningkatkan nilai tegangan sampai
mencapai tegangan ultimate (Fu). Setelah itu tegangan cenderung
menurun dengan bertambahnya regangan sebagai nilai indikasi
masuknya daerah neckling yang diakhiri dengan kegagalan fraktur
( failure )
Titik – titik penting dalam kurva tegangan dan regangan ialah :
fp
= Batas Proposional
fe
= Batas Elastis
fyu, fy
= Tegangan Leleh atas dan bawah
fu
= Tegangan Putus
εsb
= Regangan saat mulai terjadi efek strain- hardening
(penguatan regangan)
εu
= Regangan saat tercapainya tegangan putus
Sifat mekanis baja struktural yang digunakan dalam perencanaan
yaitu :
Modulus elastisitas (E)
= 200.000 MPa
Modulus geser (G)
= 80.000 MPa
Nisbah poisson (μ )
= 0,3
Koefisien pemuaian (α )
= 12 x 10-6 per oC
18
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan tegangan leleh dan tegangan putus dari baja , SNI
03-1729-2002 mengklasifikasikan mutu dari material baja menjadi 5
kelas, yaitu :
Jenis Baja
BJ 34
BJ 37
BJ 41
BJ 50
BJ 55
Tegangan putus
minimum fu
(MPa)
340
370
410
500
550
Tegangan leleh
minimum fy
(MPa)
210
240
250
290
410
Peregangan
minimum
(%)
22
20
18
16
13
Tabel 2.1. Kelas mutu baja berdasarkan tegangan leleh dan putus
(Sumber : Standar Nasional Indonesia (SNI) 03-1729-2002)
2.2 Sambungan pada Konstruksi Baja
Sambungan ialah satu media yang berfungsi untuk mengabungkan elemen –
elemen tunggal pada satu konstruksi baja yang digabung secara tersusun sehingga
membentuk satu kesatuan konstruksi. Salah satu fungsi utama sebuah sambungan
ialah untuk memindahkan gaya-gaya yang bekerja pada titik penyambungan ke
elemen-elemen struktur yang disambung.
Pada konstruksi baja, selain memindahkan gaya-gaya yang terjadi,
fungsi/tujuan lain dilakukannya penyambungan yaitu :
menggabungkan beberapa batang baja membentuk kesatuan konstruksi
sesuai kebutuhan.
mendapatkan ukuran baja sesuai kebutuhan (panjang, lebar, tebal, dan
sebagainya).
19
Universitas Sumatera Utara
memudahkan dalam penyetelan konstruksi baja di lapangan.
memudahkan
penggantian
bila
suatu
bagian/batang
konstruksi
mengalami rusak.
Pada sambungan baja sering terdapat kemungkinan adanya bagian/batang
konstruksi yang berpindah, contohnya antara lain yaitu peristiwa pemuaian dan
penyusutan baja akibat adanya perubahan suhu. Dikarenakan bentuk struktur
bangunan baja yang begitu kompleks, kejadian perubahan - perubahan baja
tersebut sangat menganggu fungsi kekuatan dan ketahanan struktur tersebut
khususnya pada daerah titik sambungan baja konstruksi. Pada umumnya
sambungan antara elemen tersebut harus direncanakan dengan matang agar
struktur bangunan dapat bertahan sesuai dengan perencanaan yang di rencanakan.
Kegagalan dalam sambungan dapat mengakibatkan perubahan fungsi
struktur bangunan, dan kegagalan yang paling berbahaya adalah keruntuhan pada
struktur tersebut akibat perubahan fungsi. Untuk mencegah hal tersebut, maka
kekakuan sambungan antara elemen - elemen tersebut harus memenuhi
persyaratan dalam perencanaan sambungan. Terdapat dua filosofi yang biasa
digunakan dalam perencanaan struktur baja yaitu:
1. Perencanaan dengan metode peninjauan terhadap tegangan kerja /
working stress design ( Allowable Stress Design / ASD )
2. Perencanaan dengan metode
peninjauan kondisi batas / limit states
Design ( Load and Resistance Factor Design / LRFD)
Jika ditinjau dari perencanaan struktur baja metode tegangan kerja (working
stress / ASD), konstruksi baja dibedakan atas tiga kategori sesuai dengan jenis
20
Universitas Sumatera Utara
sambungan yang dipakai. Ketiga jenis ini adalah sebagai berikut (Charles G.
Salmon dan John E. Johnson, 1995) :
1. Jenis 1 AISC. Sambungan portal kaku (rigid connection),
Sambungan ini memiliki kontinuitas penuh sehingga sudut pertemuan
antara batang-batang tidak berubah, yakni derajat pengekangan (restraint)
sambungan untuk berotasi minimal 90% atau lebih dari yang diperlukan
untuk mencegah perubahan sudut. Sambungan ini dipakai baik pada
metode perencanaan tegangan kerja maupun perencanaan plastis.
2. Jenis 2 AISC. Sambungan kerangka sederhana (simple framing),
Sambungan ini memiliki pengekangan rotasi di ujung-ujung batang
dibuat sekecil mungkin. Suatu kerangka dapat dianggap sederhana jika
sudut semula antara batang-batang yang berpotongan dapat berubah
sampai 80% dari besarnya perubahan teoritis yang diperoleh dengan
menggunakan sambungan sendi tanpa gesekan (frictionless) atau derajat
pengekangan sambungan untuk berotasi maksimal 20%. Kerangka
sederhana tidak digunakan dalam perencanaan plastis, kecuali pada
sambungan batang-batang tegak lurus bidang portal yang harus mencapai
kekuatan plastis
3. Jenis 3 AISC. Sambungan kerangka semi-kaku ( semi-rigid connection).
Sambungan ini memiliki pengekangan rotasi sambungan berkisar antara
20% - 90% dari yang diperlukan untuk mencegah perubahan sudut.
Sambungan semi-kaku tidak dipakai dalam perencanaan plastis dan
jarang sekali digunakan pada metode tegangan kerja, terutama karena
derajat pengekangannya sukar ditentukan.
21
Universitas Sumatera Utara
Sedangkan jika di tinjau dari perancanaan struktur baja dengan metode
kondisi batas (limit states design / LRFD), konstruksi baja dibedakan atas dua
kategori sesuai dengan jenis sambungan yang dipakai, antara lain :
4. Tipe FR (Fully Restrained) Sambungan terkekang penuh
Sambungan ini dulu dikenal sebagai sambungan kaku (rigid connection)
dimana sambungan ini dianggap memiliki kekakuan yang tinggi untuk
menjaga perubahan sudut antara elemen – elemen yang disambung.
Dengan kata lain, momen yang bekerja ditransfer secara penuh dan juga
rotasi perputaran pada sambungan itu berputar secara bersamaan sehingga
tidak ada penyimpangan, sambungan ini dikenal sebagai sambungan
“tipe – 1” pada perencanaan metode ASD
5. Tipe PR (Partially Restrained) Sambungan terkekang sebagian
Sambungan ini dulu dikenal sebagai sambungan fleksibel (flexible
connection) dimana pada sambungan ini, alat penyambung dibuat
sefleksibel mungkin sehingga pada kedua ujung komponen struktur yang
disambung dianggap bebas momen. Sambungan ini juga dikenal sebagai
sambungan “tipe – 2” pada perencanaan metode ASD
2.2.1 Sambungan Momen (Moment Connections)
Sambungan momen adalah salah satu sub bagian dari sambungan
“tipe -1” dalam perencanaan dengan mengunakan analisa metode ASD atau
sambungan “tipe-FR” dalam perencanaan dengan mengunakan analisa
metode LRFD. Sehingga sambungan momen dapat kita didefinisikan sebagai
22
Universitas Sumatera Utara
sambungan yang memiliki kekakuan yang tinggi dimana sambungan ini dapat
menjaga perubahan sudut yang terjadi antara elemen – elemen yang
disambung satu dengan yang lainnya. Dengan kata lain, momen yang bekerja
pada elemen yang disambung ditransfer secara penuh kepada media
penyambung yang kemudian media penyambungan tersebut meneruskan gaya
momen ke elemen struktur yang tersambung pada sambungan tersebut hal ini
menyebabkan rotasi perputaran elemen – elemen struktur pada sambungan
itu berputar secara bersamaan sehingga tidak ada penyimpangan sudut atau
sangat kecil.
Jika kita meninjau sambungan momen berdasarkan metode alat
penyambungnya, sambungan ini dapat terbagi atas 2 bagian yaitu :
1. Sambungan momen dengan mengunakan metode las
Prinsip kerja dengan mengunakan metode ini yaitu pada komponen
elemen struktur pendukung diberikan plat penyambung yang
disambung dengan cara pengelasan pada sisi badan dari profil,
sementara komponen elemen struktur yang didukung juga di
sambung ke plat penyambung dengan mengunakan media las
sebagai alat penyambungnya. Sehingga kondisi sambungan
tersebut menjadi lebih kaku untuk menjaga perputaran sudut antara
elemen struktur yang didukung dengan elemen struktur yang
digunakan
sebagai
pendukung
sambungan.
Akan
tetapi
dikarenakan metode pengelasan yang dilakukan pada sistem
penyambungan ini maka sifat dari sambungan ini dapat dinyatakan
sebagai sambungan definitif atau sambungan tetap
23
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.7.a. sambungan balok & kolom
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.7.b. sambungan balok & balok
Gambar 2.7.c. sambungan kolom & kolom
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.7.d. sambungan kolom
& pondasi
Gambar 2.8.a. Klasifikasi sambungan berdasarkan kekuatan ( strength )
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.8.b. Klasifikasi sambungan berdasarkan kekakuan ( rigidity )
Gambar 2.8.c. Klasifikasi sambungan berdasarkan daktailitas ( ductile )
Universitas Sumatera Utara
Pada Gambar 2.8.a, sehubungan dengan kekuatan (strength),
sambungan diklasifikasikan menjadi full strength, partial strength, dan
nominally pinned.
Sambungan full strength didefinisikan sebagai sambungan dengan
moment resistance M sama atau lebih besar dari moment capacity (M ≥
Mcx). Kurva 1, 2, dan 4 menunjukkan sambungan full strength.
Sambungan partial strength didefinisikan sebagai sambungan moment
resistance M sama atau kurang dari moment capacity (M ≤ Mcx). Kurva
3 dan 5 termasuk ke dalam klasifikasi partial strength.
Sedangkan nominally pinned adalah sambungan yang cukup fleksibel
dengan momen resistance tidak lebih 25% dari moment capacity. Kurva
6 menggambarkan sambungan tipe nominally pinned.
Pada Gambar 2.8.b, kekakuan (rigidity) sama dengan kekakuan rotasi
dimana kurva 1, 2, 3, dan 4 menunjukkan sambungan rigid. Sedangkan kurva
5 termasuk dalam klasifikasi sambungan semi-rigid. Dalam peraturan BS5950
dijelaskan bahwa garis putus-putus antara rigid dengan semi-rigid diperoleh
dari rumus 2EI/L.
Pada Gambar 2.8.c, kurva 2, 4, dan 5 adalah sambungan ductile.
Kurva 1 tidak ductile dan kurva 3 berada antara ductile dan non-ductile.
Kurva 6 merupakan jenis sambungan nominally pinned, sehingga merupakan
sambungan sederhana.
30
Universitas Sumatera Utara
Dari hasil grafik kurva momen rotasi ( M - θ ) maka perencanaan
sambungan balok berdasarkan tingkat kekuatan sambungan terdapat tipe
sambungan yang dikenal dengan istilah sambungan plat ujung / end plat
connection. Dimana tipe sambungan plat ujung tersebut dibagi atas 2 jenis tipe
sambungan yaitu :
1. Sambungan tipe Flush ( Flush End Plate )
Sambungan ini memiliki bentuk plat penyambung yang lebarnya sama
dengan ketinggian balok yang akan disambung sehingga baut yang
berguna sebagai media penyambungnya hanya diletakkan pada posisi
bagian dalam balok saja
2. Sambungan tipe Extended ( Extended End Plate )
Sambungan ini memiliki bentuk plat penyambung yang lebarnya lebih
tinggi dari pada ketinggian balok yang akan disambung sehingga baut
yang berguna sebagai media penyambungnya dapat diletakkan pada
posisi bagian luar balok penyambung
2.3 Kegagalan yang terjadi pada sambungan baja
Perencanaan sambungan struktur konstruksi baja didasari pada konsep
yang menyatakan bahwa semua komponen struktur direncanakan untuk tingkat
kekuatan dan kekakuan yang sesuai dengan beban yang bekerja. Kekakuan
struktur pada umumnya dikaitkan dengan kemampuan layan. Kemampuan layan
sendiri terkait dengan kinerja dari suatu struktur atau komponennya selama proses
pelayanan terhadap beban.
31
Universitas Sumatera Utara
dari gambarr di
dibawah ini untuk daerah yang mengalami pe
perubahan bentuk
akibat gaya yang terja
rjadi
Gambar 2.9 Tegangan
gangan dan R
Regangan yang terjadi pada sambungan
bungan eend plat
(Sumber
er : The Steel Construction Institute, 1995 dan AISC 200
2005)
ZONA
Tegangan
Geser Horizontal
Tekanan
Geser Vertikal
N
NOTASI
PROSEDUR PEMERIK
RIKSAAN
a
Tegangan Pada Baut
b
Pembengkokan pada plat penyambun
mbung
c
Pembengkokan pada plat sayapp kol
kolom
d
Tegangan pada plat badan balok
e
Tegangan pada plat badan kolom
om
f
Sambungan las plat penyambung
bung kke plat sayap kolom
g
Sambungan las plat badan balok
ok ke plat penyambung
h
Gaya geser pada pelat badann kolom
j
Tekanan pada plat sayap balok
k
bung kke plat sayap kolom
Sambungan las plat penyambung
l
dan kol
kolom
Keruntuhan pada bagian plat badan
m
Tekuk pada bagian plat badann kolom
n
Sambungan las plat penyambung
bung kke plat badan balok
p
Geser pada baut
q
aupun sa
sayap
Patahan akibat baut pada plat ataupun
32
Universitas Sumatera Utara
2.3.1 Kegagal
gagalan akibat tegangan yang terjadi ( failure
re by tension )
Kegaga
agalan yang terjadi akibat tegangan yangg ti
timbul membuat
kerusaka
usakan dan perubahan beberapa bagian dari sam
sambungan momen
antara
ra lain kerusakan yang timbul pada bagian baut
aut penyambung ,
peruba
ubahan pada bagian sayap kolom serta perubaha
ubahan pada bagian
plat pe
penyambung end plate, gaya tegangan yang
ng diberikan pada
baut m
mengakibatkan baut yang terpasangan aka
akan mengalami
kegaga
galan yang mengakibatkan kehancuran ataupun
aupun putus pada
bagian
an badan baut. Kekuatan pada masing masingg ba
baut pada daerah
teganga
ngan tergantung oleh bengkokan yang ter
terjadi pada plat
penyam
ambung maupun yang terjadi pada plat saya
sayap untuk kolom
pendukung
ndukung. Dengan menganalisa dan menghitungg da
dari kemampuan
perlawa
awanan untuk masing masing barisan baut
ut mengacu pada
gambar
bar dibawah ini.
Baris 1
Baris 2
Baris 3
Baris 4
gangan yyang terjadi
Gambar
bar 22.10 Distribusi tahanan baut dari tegangan
(Sumber
er : The Steel Construction Institute, 1995 dan AISC 200
2005)
33
Universitas Sumatera Utara
Dengan perhitungan untuk bagian Pelat Sambungan (end plate)
=
=
0.85
……………………… ( pers. 2.1 )
………………………………….. ( pers. 2.2 )
Sedangkan perhitungan untuk sayap pada kolom ( column flange )
=
=
0.8
…………………………. ( pers. 2.3 )
…………………………………… ( pers. 2.4 )
Dimana notasi untuk diatas ;
g = Jarak horizontal antara pusat baut ke baut dalam satu baris
bp = Lebar dari pelat sambungan ( end plate )
B = Lebar sayap kolom
tb = Tebal badan dari balok
tc = Tebal badan dari kolom
sww = tebal las dari badan balok ke pelat penyambung
swf = tebal las dari sayap balok ke pelat penyambung
Ketentuan untuk plate yang diperlebar bahwa :
mx = x – 0.85wf
ex = jarak tepi dari plat yang di perlebar ke titik pusat baut
nx = nilai minimum antara ex dengan 1,25mx
34
Universitas Sumatera Utara
Nilaii ni
nilai yang terjadi pada Pr1, Pr2, Pr3 dan seter
terusnya, dihitung
dari ur
urutan baris yang paling atas ( baris 1 ) hingg
hingga baris yang
paling
ng bawah, dimana beban yang akan terjadi juga
uga dihitung mulai
dari ba
baris paling atas kemudian diteruskan sam
sampai baris yang
paling
ng bawah dengan mengkombinasikan bariss ba
baris sebelumnya.
Untuk
uk bagian pembengkokan pada sayap ataupunn pa
pada bagian end
platee yyang mengalami tegangan. Kehancuran yyang terjadi di
periksa
ksa dan dianalisa secara terpisah. Dengann mengasumsikan
perlaw
awan yang terjadi maka kegagalan pada bagian
ian sayap ataupun
pada
da ba
bagian end plate dibagi atas 3 bagian antara lai
lain :
Model 1:
m
Sayap melentur dengan
gan ssempurna
+
+
Model 2:
n
m
Sayap melentur tetapi
pi ba
baut putus
Model 3:
S
Sayap tidak melentur
ur te
tetapi baut putus
35
Universitas Sumatera Utara
Dalam model 1, mencari persamaan untuk mendapatkan Pr :
=
……….………………………………….. ( pers. 2.5 )
=
……….………………………. ( pers. 2.6 )
Dalam model 2, mencari persamaan untuk mendapatkan Pr :
=
(
)
…….………………………….. ( pers. 2.7 )
Dalam model 3, mencari persamaan untuk mendapatkan Pr :
=
…….…………………………………..... ( pers. 2.8 )
Dimana notasi untuk diatas ;
Leff = panjang efektif garis lentur sesuai persamaan T – stub
( lamp. Tabel 2.2, 2.3, 2.4 )
t
= tebal sayap kolom ataupun tebal pelat penyambung
Py = Kuat rencana dari kolom ataupun pelat penyambung
Pr = Kemampuan lawan dari barisan baut ataupun kelompok
Pt’ = Kapasitas tegangan baut
ΣPt’ = total kapasitas tegangan baut dalam satu kelompok
m = jarak dari titik pusat baut ke tepi bagian dalam kolom
n = jarak dari titik pusat baut ke tepi bagian luar kolom
36
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.2 Panjang efe
efektif ( Leff ) untuk persamaan garis lentur
(Sumber : The Steel Constr
nstruction Institute, 1995 dan AISC 2005)
37
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.3 Panjang efe
efektif ( Leff ) untuk persamaan garis lentur
(Sumber : The Steel Constr
nstruction Institute, 1995 dan AISC 2005)
38
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.4 Panjang efe
efektif ( Leff ) untuk persamaan garis lentur
(Sumber : The Steel Constr
nstruction Institute, 1995 dan AISC 2005)
39
Universitas Sumatera Utara
Tegang
gangan juga terjadi pada badan balok dan kolom seperti yang
dapat
pat digambarkan di bawah ini, dapat kita liha
ihat pada gambar
dibawa
wah, pada bagian badan kolom baris pada posi
posisi baris 2 dan
posisi
si baris 3, sangat rentan terjadinya kegaga
galan perlawanan
teganga
ngan dari baut, sedangkan pada posisi badan
an balok terdapat
bariss 3 yang mengalami potensi kerusakan akiba
kibat pembebanan
teganga
ngan pada baut
Jalur kegagalann
Pada bagian
badan balok
Kegagalan badan kolom
lom
pada Baris 2 + Baris
is 3
Jalur kegagalan
Pada bagian
badan kolom
Kegagalan badan balok
pada Baris 3
uga pada badan bal
balok
Gambar 2.11 Te
Tegangan pada badan kolom dan juga
(Sumber
er : The Steel Construction Institute, 1995 dan AISC 200
2005)
Adapun
pun kemampuan perlawanan terhadap tegangan
gan tersebut dapat
ntentukan dengan mengunakan persamaan sebaga
bagai berikut :
ditente
Pt = Lt x tw x Py ……………………… ( per
pers. 2.9 )
P
40
Universitas Sumatera Utara
Dimana
ana notasi diatas sebagai berikut :
Lt = pa
panjang regangan efektif pada badan dengann asum
asumsi pelebaran
60O dari baut kepusat badan seperti pada gamba
mbar 2.11
tw = te
tebal badan atau kolom
Py = kkekuatan rencana baja kolom ataupun baut
pression )
2.3.2 Kegagal
gagalan akibat gaya tekan ( failure by compr
Kegaga
agalan pada sambungan juga timbul akibatt ggaya tekan yang
gaya tekan yang
terjadi
di pada sambungan tersebut, akibat dari gayaa ga
ang menjadi retak
terjadi
di kerusakan pada bagian badan kolom yang
kuk, pe
perlawanan dari
ataupun
upun badan kolom yang menjadi tertekuk,
badann kolom diteruskan kepada bagian sayapp balok menjadi
dan balok dengan
tertekan
kan dan juga sdikit punter antara bagian bada
yang terjadi dalam
bagian
an sayap balok. Untuk menghitung tekanan yan
dapat dipakai yang
badann kol
kolom Pc, terdapat dua persamaan yang dapa
patkan nilai yang
kemudi
udian akan di bandingkan untuk mendapat
m dihitung dari
terkecil
kecil, arah perlawanan dari badan kolom
kuatan berikut :
perlawa
awanan badan pada panjang penyebaran kekuata
an pada bagi
bagian kolom
Gambar 2.12
12 Distribusi penyebaran gaya akibat tekan
(Sumber
er : The Steel Construction Institute, 1995 dan AISC 200
2005)
41
Universitas Sumatera Utara
Untuk
uk pe
persamaan diatas dapat ditulis sebagai berikut
ikut :
Pc = (b1 + n2 ) x tc x Py ……………………… ((pers. 2.10 )
Dimana
ana notasi diatas sebagai berikut :
b1 = panjang penahan kekakuan berdasarkan 450 penyebaran
melalui pelat penyambung ke bagian tepi da
dari las
n2 = perolehan panjang dari perbandingan 1 : 2,5 penyebaran
sayap kolom dan radius kaki
tc
= ttebal badan kolom
kekuatan rencana kolom
Pyc = ke
tp
= ttebal dari pelat penyambung
Tc = ttebal sayap kolom
r
= rradius kaki kolom
badan pada kolom
uk m
melayani gaya tekan yang terjadi bagian bada
untuk
sebagai berikut :
juga m
mengalami tekuk, hal ini dapat digambarkann se
Gambar 2.13
13 Distribusi penyebaran tekuk yang terjadi pada badan kkolom
(Sumber
er : The Steel Construction Institute, 1995 dan AISC 200
2005)
42
Universitas Sumatera Utara
Untuk
uk pe
persamaan diatas dapat ditulis sebagai berikut
ikut :
Pc = (b1 + n1 ) x tc x Pc ……………………… ((pers. 2.11 )
Dimana
ana notasi diatas sebagai berikut :
b1 = panjang penahan kekakuan berdasarkan 450 penyebaran
melalui pelat penyambung ke bagian tepi da
dari las
n1 = pe
perolehan panjang dari 450 penyebaran melal
lalui setengah dari
tiggi penampang kolom,
dimana tinggi penampang kolom ( Dc )
tc
= ttebal badan kolom
kekuatan rencana kolom
Pc = ke
tp
= ttebal dari pelat penyambung
sayap dan badan
untuk
uk melayani gaya tekan yang terjadi bagian sa
gambarkan sebagai
pada
da bbalok, tekanan yang terjadi dapat digam
berikut
kut :
Gambar 2.14
14 Distribusi penyebaran tekuk yang terjadi pada badan kkolom
(Sumber
er : The Steel Construction Institute, 1995 dan AISC 200
2005)
43
Universitas Sumatera Utara
Untuk
uk pe
persamaan diatas dapat ditulis sebagai berikut
ikut :
Pc = 1,4 x Pyb x Tb x Bb ……………………… ((pers. 2.12 )
Dimana
ana notasi diatas sebagai berikut :
Pyb = ke
kekuatan rencana balok
tp
= ttebal dari sayap balok
Bbb = Lebar sayap balok
horizontal shear)
2.3.3 Kegagal
gagalan akibat geser horizontal (failure byy hor
Kegaga
agalan pada sambungan juga timbul akibatt ggaya geser yang
dapat memberikan
terjadi
di pada sambungan tersebut, untuk dapa
izontal juga dapat
kesetim
timbangan gaya pada sambungan geser horizont
akibat dari gaya
terjadi
di dalam perencanaan sambngan momen, aki
badan kolom yang
gaya ggeser yang terjadi kerusakan pada bagian bada
di ttertekuk, adapun
menjadi
njadi retak ataupun badan kolom yang menjadi
gaya ya
yang terjadi digambarkan sebagai berikut :
Gambar 2.15 Dist
Distribusi penyebaran geser horizontal pada badan kkolom
(Sumber
er : The Steel Construction Institute, 1995 dan AISC 200
2005)
44
Universitas Sumatera Utara
Untuk
uk pe
persamaan diatas dapat ditulis sebagai berikut
ikut :
Pv = 0,6 x Pyc x tc x Dc ……………………… ((pers. 2.13 )
Dimana
ana notasi diatas sebagai berikut :
Pyc = ke
kekuatan rencana kolom
tc
= ttebal dari badan kolom
Dc = ttinggi dari penampang kolom
rtical shear)
2.3.4 Kegagal
gagalan akibat geser vertikal (failure by vertic
gaya geser vertikal
Kegaga
agalan pada sambungan juga timbul akibat gay
dapat memberikan
yangg tterjadi pada sambungan tersebut, untuk dapa
untuk gaya geser
kesetim
timbangan gaya pada sambungan, kapasitass unt
barisan baut yang
vertica
ical dihitung mengunakan pengurangan nilai ba
penuh untuk baut
berada
da di daerah tegangan, di tambah nilai geser pe
ent, digambarkan
yangg di
diabaikan ketika menghitung kapasitas moment
sebaga
gai berikut :
Gambar 2.166 D
Distribusi penyebaran geser vertikal pada badan balok
(Sumber
er : The Steel Construction Institute, 1995 dan AISC 200
2005)
45
Universitas Sumatera Utara
Untuk persamaan diatas dapat ditulis sebagai berikut :
V < ( ns x Pss ) + ( nt x Pst ) ……………………… (pers. 2.14 )
Dimana notasi diatas sebagai berikut :
V = kekuatan geser rencana
ns = jumlah baut pada daerah geser
Pss = kapasitas geser dari baut tunggal hanya pada daerah geser
yang paling kecil dari hasil nilai persamaan berikut :
Ps x As………… ( untuk perhitungan geser baut )
d x tp x Pb ……. ( untuk perhitungan geser pada pelat )
d x tf x pb …….. ( untuk perhitungan geser pada sayap )
Pts = kapasitas geser dari baut tunggal hanya pada daerah tegangan
yang paling kecil dari hasil nilai persamaan berikut :
0,4 x Ps x As…… ( untuk perhitungan geser baut )
d x tp x Pb ……. ( untuk perhitungan geser pada pelat )
d x tf x pb …….. ( untuk perhitungan geser pada sayap )
Ps = Kuat geser baut
As = daerah geser baut, dianjurkan daerah ulir
Ts = tebal sayap kolom
tp
= tebal end plate
Pb = nilai minimum dari kuat tekan untuk kedua baut, Pbb atau
bagian sambungan, Pbs
46
Universitas Sumatera Utara
2.4 Software Fine Elemen Analisis ( FEA ) ANSYS
2.4.1 Pengertian dan sejarah pengunaan ANSYS
ANSYS adalah sebuah software analisis elemen hingga dengan
kemampuan menganalisa dengan cakupan yang luas untuk berbagai jenis
masalah ( Tim Langlais,1999).
persamaan
differensial
dengan
ANSYS
mampu
memecahkan
cara memecahnya menjadi elemen-
elemen yang lebih kecil. Pada awalnya program ini bernama STASYS
(Structural Analysis System), kemudian berganti nama menjadi ANSYS
yang ditemukan pertama kali oleh Dr. John Swanson pada tahun 1970.
ANSYS merupakan tujuan utama dari paket permodelan elemen
hingga untuk secara numerik memecahkan masalah mekanis yang berbagai
macam. Masalah yang ada termasuk analisa struktur statis dan dinamis
(baik linear dan non-linear), distribusi panas dan masalah cairan, begitu
juga dengan ilmu bunyi dan masalah elektromagnetik.
Teknologi ANSYS mekanis mempersatukan struktur dan material
yang bersifat non-linear. ANSYS multiphysic juga mengatasi masalah
panas, struktur, elektromagnetik, dan ilmu bunyi. Program ANSYS dapat
digunakan dalam teknik sipil, teknik listrik, fisika dan kimia.
2.4.2 Sistem Kerja analisa program
ANSYS bekerja dengan sistem metode elemen hingga, dimana
penyelesaiannya pada suatu objek dilakukan dengan memecah satu
rangkaian kesatuan menjadi bagian-bagian yang lebih kecil dan
dihubungkan dengan node.
47
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.17
.17 pemodelan elemen dengan metode pengunaan
ngunaan node
Hasil ya
yang diperoleh dari ANSYS ini berupa pend
endekatan dengan
menggunakann aanalisa numerik. Ketelitiannya sangat bergant
antung pada cara
kita memecahh m
model tersebut dan menggabungkannya
Secaraa um
umum, suatu solusi elemen hingga dap
dapat dipecahkan
dengan mengikut
gikuti 3 tahap ini. Ini merupakan panduan um
umum yang dapat
digunakan untuk m
menghitung analisis elemen hingga.
•
pkan adalah :
T
Tahapan pendahuluan, langkah yang disiapka
-
volume
Mendefinisikan titik point, garis, luas, vol
-
Mendefinisikan
jenis
elemen
dan
bentuk
material/geometri
•
suai kebutuhan.
Menghubungkan garis, luas, volume sesu
adalah :
T
Tahapan Analisa, langkah yang disiapkann ada
-
upa beban terpusat
menetapkan beban yang ada berupa
ataupun terbagi rata,
48
Universitas Sumatera Utara
•
-
menetapkan perletakan ( translasi dan rot
rotasi)
-
terakhir menjalankan analisisnya .
T
Tahapan Hasil Analisa data, dalam hal ini
ni ha
hasil yang dapat
di tampilkan oleh software ini adalah :
-
Tabel perpindahan nodal
-
Tabel gaya dan momen
-
Defleksi (penurunan)
-
Diagram kontur tegangan dan regangan
ANSY
SYS juga memiliki sistem satuan di dalamnya,
ya, oleh karena itu
kita
harus
us
menggunakan
sistem
satuan
yang
konsi
konsisten
untuk
mengerjakann
nnya.
T
Tabel 2.5 Satuan yang digunakan dalam softw
software ansys
Dimana
ana di dalam program ANSYS untuk menyama
makan satuannya,
maka nantinya
ya pada bagian command di ketikkan “/units,si
s,si” .
49
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara