Atrial Fibrilasi Pada Hipertiroid

ATRIAL FIBRILASI PADA HIPERTIROID
Refli Hasan, Fiblia
Divisi Kardiologi– Departemen Ilmu Penyakit Dalam
FK-USU/ RSUP H. Adam Malik Medan

PENDAHULUAN
Hipertiroid merupakan suatu kondisi gangguan kelenjar tiroid yang memiliki
manifestasi pada sistem kardiovaskuler salah satu diantaranya adalah atrial fibrilasi. Hal ini
disebabkan karena secara fisiologis hormon tiroid sendiri memiliki efek terhadap sistem
kardiovaskuler yaitu meliputi efek langsung hormon tiroid terhadap jantung, efek hormon
tiroid terhadap sistem saraf simpatis dan efek sekunder terhadap perubahan hemodinamik.
Atrial fibrilasi sendiri merupakan suatu kondisi yang menyebabkan tingginya angka
mortalitas jika dihubungkan dengan tingginya frekuensi emboli. 1,4

PEMBAHASAN
Definisi Atrial Fibrilasi & Hipertiroid
Definisi Atrial Fibrilasi
Atrial Fibrilasi (AF) merupakan suatu irama yang tidak teratur dengan frekuensi ratarata (350-600 kali/menit) dimana tidak ditemukan gelombang P pada elektrokardiografi
(EKG). Rata-rata ventriculer rate pasien AF yang telah diterapi sekitar 140-160 kali/menit.
Pada AF, gelombang P tidak terlihat pada EKG, hal ini disebabkan amplitudo gelombang P
rendah dan tertutupi oleh gelombang QRS dan gelombang T. 6,9

AF merupakan suatu kondisi aritmia yang berbahaya oleh karena : (1) ventrikel rate
yang cepat dapat mengganggu cardiac output dan berefek terhadap hipotensi dan kongesti
`paru khususnya pada pasien dengan hipertiroid dan kekakuan ventrikel kiri dimana kontraksi
atrial yang normal dapat secara signifikan menurunkan pengisiian ventrikel kiri dan stroke
volume, (2) Hilangnya kontraksi atrial yang menyebabkan stasis darah pada atrium dan dapat

1
Universitas Sumatera Utara

meningkatkan resiko trombus, khususnya pada atrium kiri. Emboli pada atrium kiri
merupakan penyebab stroke. 9
Definisi Hipertiroid
Hipertiroid adalah suatu keadaan hipermetabolik disebut juga tirotoksikosis, terjadi
akibat kelebihan sekresi tiroksin (T4) atau triiodo-tironin (T3). (Barbara, C. Long, 1996:
265). Hipertiroid adalah kadar HT dalam darah yang berlebihan.(Corwin, 2000: 263).
Hipertiroidisme adalah suatu ketidakseimbangan metabolik yang merupakan akibat dari
produksi hormone tiroid yang berlebihan. (Doenges, M. E, 2000: 708). Hipertiroid adalah
keadaan di mana kadar hormon tiroid yang berlebihan dan terlalu aktif. Hipertiroidisme
adalah keadaan di mana produksi hormon tiroksin berlebihan. (Ranakusuma, A. B, 1992: 2425). Hyperthiroidism is characterized by overactivity of the thyroid gland, hipersecretion of
thyroid hormone, and increased body metabolism and heat production . (Luckman and


Sorenson’s, 1993: 1809).7
Epidemiologi Atrial Fibrilasi pada Hipertiroid
Prevalensi AF di Amerika Serikat ± 2,2 juta pasien pertahun dan jumlah ini meningkat ±
160.000 kasus baru /tahun. Prevalensi AF meningkat sesuai dengan peningkatan usia yaitu <
1% pada usia < 50 tahun sedangkan pada usia > 80 tahun sekitar 9%. Laki-laki lebih banyak
dibanding perempuan.
Prevalensi hipertiroid di Inggris pada praktek umum 25-30 kasus dalam 10.000 wanita,
di rumah sakit 3 kasus dalam 10.000 wanita. Prevalensi hipertiroid 10 kali lebih sering pada
wanita dibanding pria (wanita : 20-27 kasus dalam 1.000 wanita, pria : 1-5 per 1.000 pria ).
Data dari Whickham survey pada pemeriksaan penyaring kesehatan dengan Free Thyroxine
Index (FT4) menunjukkan prevalensi hipertiroid pada masyarakat sebanyak 2 % (Stommat,

1996).
Sedang prevalensi hipertiroid di Indonesia belum diketahui. Pada usia muda umumnya
disebabkan oleh penyakit Graves, sedangkan struma multinodular toksik umumnya timbul
pada usia tua. Didaerah pantai dan kota insidennya lebih tinggi dibandingkan daerah
pegunungan atau dipedesaan (Ambarwati, 2000).

2

Universitas Sumatera Utara

Prevalensi atrial fibrilasi pada hipertiroid antara 2%-20%. Sedangkan jika dikaitkan
dengan umur, 15% pasien dengan usia >70 tahun. Pada pasien atrial fibrilasi yang tidak
diseleksi prevalesi hipertiroid < 1% . 1,6

Etiologi Atrial Fibrilasi pada Hipertiroid
Atrial Fibrilasi (AF) disebabkan oleh hal yang berhubungan dengan kardia ataupun non
kardia. Adapun beberapa penyebab kardia diantaranya penyakit jantung koroner,
kardiomiopati dilatasi, kardiomiopati hipertropik, penyakit katup jantung dan aritmia jantung.
Sedangkan penyebab AF yang berasal dari non kardia yaitu selain hipertiroid diantaranya
hipertensi sistemik, diabetes melitus, penyakit paru serta neurogenik.6
Patofisiologi
Patofisiologi Atrial Fibrilasi
Atrial fibrilasi terjadi karena eksitasi dan recovery yang sangat tidak teratur dari
atrium. Oleh karena itu impuls listrik yang timbul dari atrium juga sangat cepat dan sama
sekali tidak teratur. Bentuk gelombang fibrilasi dapat sangat kasar dengan amplitudo >1 mm
atau halus sehingga gelombangnya tidak terlihat nyata. Biasanya hanya sedikit dari impuls
tersebut yang sampai ventrikel kanan karena dihambat nodus AV untuk melindungi ventrikel,
agar denyut ventrikel tidak terlalu cepat sehingga menimbulkan denyut ventrikel 80150kali/menit.9

Patofisiologi Hipertiroid
Penyebab hipertiroid mayoritas disebabkan oleh grave diseases, goiter multinoduler
toksik dan goiter mononoduler toksik. Hipertiroidisme pada penyakit graves biasanya
disebabkan antibodi reseptor TSH yang menyebabkan rangsangan pada aktivitas tiroid dan
pada goiter multinoduler toksik biasanya berhubungan dengan sistem autonom dari tiroid itu
sendiri. Selain itu terdapat juga hipertiroid akibat dari peningkatan TSH dari pituatri, namun
kasus ini jarang. Hipertiroid pada T3 tirotoksikosis mungkin diakibatkan T3 deiodinisasi dari
T4 pada tiroid atau meningkatnya T3 diluar jaringan tiroid.7,8

3
Universitas Sumatera Utara

Patofisiologi Atrial Fibrilasi pada Hipertiroid
Mekanisme seluler hormon tiroid
Kelenjar tiroid memproduksi hormon triiodotironin (T3) dan levotiroksin (T4) dalam
merespon TSH (Tiroid Stimulating Hormon). Kelenjar tiroid awalnya mensekresikan T4
kemudian akan dikonversikan menjadi T3 oleh 5 monodeiodination di hati, ginjal,
muskuloskeletal. T3 berperan penting pada jantung karena pada jantung tidak terdapat
aktivitas miosin intraseluler yang teriodinisasi secara signifikan. T3 berikatan dengan thyroid
hormone nuclear receptors (TRs). Ikatan ini menginduksi thyroid hormone response elements

(TREs). TRs berikatan denga TREs sebagai homodimer atau heterodimer.

Hormon tiroid berefek pada miosit jantung dan hal ini berhubungan erat dengan
fungsi jantung dalam meregulasi struktur dan regulasi gen. Efek T3 ini dapat muncul dengan
segera dan tidak berpengaruh terhadap transkripsi TRE. T3 dapat merubah ion channel pada
membran yaitu natrium, kalium, dan kalsium serta adenin nukleotida translokator 1 pada
membran

mitokondrial

dan

berbagai

pathway

sinyal

intraseluler


jantung.1,5

Gamb.1. Efek T3 pada miosit jantung

Efek hormon tiroid pada sistem kardiovaskuler
Hormon tiroid berefek pada jantung dan pembuluh darah

perifer yaitu meliputi

penurunan SVR (Systemic Vascular Resistance) dan peningkatan

pada heart rate dan

kontraktilitas ventrikel kiri serta volume darah. Hormon tiroid menyebabkan penurunan
resistensi arteriol perifer melalui efek langsung pada sel VSM (Vascular Smooth Muscle) dan
4
Universitas Sumatera Utara

penurunan mean atrial pressure dan ketika hal ini dieteksi oleh ginjal maka sistem renin
angiotensin aldosteron akan teraktifasi dan absorbsi natrium akan meningkat. T3 juga

berperan dalam memproduksi eritropoetin dimana hal ini akan menyebabkan peningkatan
eritrosit dan menyebabkan kenaikan blood volume dan preload. Pada kondisi hipertiroid, hal
ini menyebabkan kenaikan cardiac output 50% - 300% lebih tinggi dibanding keadaan
normal.
Pada sel VSM, efek mediasi hormon tiroid merupakan hasil aksi genomik dan
nongenomik. Target aksi non genomik yaitu membran ion chanel dan sintesis nitric oxide
endotel yang berperan dalam menurunkan SVR. Relaksasi VSM bertujuan untuk menurunkan
resistensi dan tekanan arterial yang berakibat terhadap peningkatan cardiac output.
Peningkatan produksi nitric oxide endotel terjadi. 1,5

Gamb.2. Efek hormon tiroid pada hemodinamik kardiovaskuler, T3 berefek pada tissue thermogenesis, systemic
vascular resistence, blood volume, cardiac contractility, heart rate and cardiac output

Efek Langsung Hormon Tiroid pada jantung
Hormon tiroid merupakan regulator penting dalam ekpresi gen jantung dan banyak
manifestasi jantung yang berhubungan dengan ekspresi gen T3. Beberapa efek dari hormon
tiroid terhadap ekspresi gen jantung dapat dilihat pada tabel berikut :

5
Universitas Sumatera Utara


Patogenesis Atrial Fibrilasi pada Hipertiroid
Mekanisme elektrofisiologis fibrilasi atrial diduga karena reentry (masuknya
kembali) berbagai gelombang eksitasi yang mengelilingi atrium, sebagai akibat penyebaran
(dispersion) yang nonuniform dari kerefraktorian atrium (Maisel dkk, 2001). Secara pasti
mekanisme ini belum dapat diketahui, namun kejadiannya mungkin diinisiasi oleh beberapa
faktor pencetus seperti kontraksi prematur atrium, terutama pada penderita yang memiliki
substrat pokok yang rentan pada atrium. Ada kalanya fibrilasi atrium dapat disebabkan olah
peletusan fokus atrium secara rnendadak (Fauci et al, 1998).
Secara normal bagian atrium yang saling berbatasan mempunyai periode refrakter
yang sama (waktu setelah depolarisasi ketika miokardium tidak dapat direstimulisasi) dan
menyebabkan penyebaran gelombang yang terdepolarisasi secara teratur diseluruh atrium.
Reentry dan fibrilasi atrial dipermudah jika bagian atrium yang saling berbatasan memiliki

periode refrakter yang berbeda, sehingga sebuah gelombang yang terdepolarisasi menjadi
terpecah karena menghadapi baik refrakter maupun miokardium yang mudah terangsang, Hal
ini membuat gelombang yang terdahulu membalik dan menstimulasi miokardium yang
sebelumnya refrakter, tapi sekarang terepolarisasi, sehingga menyebabkan perambatan yang
tak henti-hentinya dari gelombang terdahulu dan reentry (Houge and Hyder, 2000).
Hormon tiroid memberikan efek multipel pada jantung. Sebagian disebabkan oleh

kerja langsung T3 pada miosit, tetapi interaksi antara hormon-hormon tiroid, katekolamin,
dan sistem saraf simpatis juga dapat mempengaruhi fungsi jantung, dan juga perubahan
hemodinamika dan peningkatan curah jantung yang disebabkan oleh peningkatan umum
metabolisme (Sherwood, 1996).

Gambar 4. Norepinephrine (NE) dikeluarkan dari saraf adrenergik. NE mengalami deaminasi dan dioksidasi menjadi DOMA, NMN, MOPEG, VMA.
Sumber ; Shepherd (1980).

6
Universitas Sumatera Utara

Konduksi atrium yang lambat juga mempermudah reentry, dan hal ini menjelaskan
hubungan yang ada antara potensial aksi yang memendek dan meningkatnya resiko terjadinya
fibrilasi atrial pada hipertiroidism. Iskemi pada atrium serta penyakit jantung yang terkait
tidak hanya memberikan sumbangan pada konduksi dan kerefraktorian abnormal atrium
tetapi juga meningkatkan frekuensi munculnya faktor pencetus (triggering events) (Maisel
dkk, 2001).
Hipotesis, bahwa fibrilasi atrial akibat hipertiroid berkaitan dengan perubahan
ekspresi gen (mRNA) merupakan suatu penjelasan dimana efek hormon tiroid pada ekspresi
mRNA meningkat sebesar 1,5Kv dan menurunkan channel kalsium pada ekspresi mRNA

(Watanabe et al, 2003).
Hormon tiroid berpotensi memberikan efek adrenergik pada jantung. Konsetrasi
Catecholamine dapat normal atau berkurang pada penderita hipertiroidism. Mekanisme kerja
catecholamines yaitu meningkatkan kepekaan jaringan memalui peningkatan reseptor
adrenergi. Hyperthyroidism berhubungan dengan aktifitas vagal dan mengurangi variabilitas
denyut jantung (Watanabe et al, 2003).
Pada atrial fibrilasi terjadi pelepasan beberapa sitokin. Sitokin tersebut berpengaruh
pada pembentukan T3, sehingga pada beberapa pasien atrial fibrilasi akan diikuti dengan
penurunan kadar hormon T3. Penurunan hormon tersebut berpengaruh pada transkripsi
myosin a dan ß yang merupakan pembentuk utama otot jantung kontraktil, protein retikulum
sarkoplasmik, Ca2+ ATP-ASE dan fosfo lamban. Masing-masing protein tersebut tergantung
pada transkripsi genetik yang diregulasi oleh T3. Dilain pihak penurunan T3 juga dapat
menyebabkan peningkatan Ca2+ intraseluler, yang pada akhirnya akan berpengaruh terhadap
kinerja otot jantung maupun kemungkinan timbulnya penyulit atrial fibrilasi melalui
terjadinya stunned myocardium dan hybernating cardiac. Pengaruh hormon tiroid terhadap
waktu aksi potensial otot jantung juga berpeluang terhadap timbulnya aritmia jantung
(Watanabe et al, 2002).
Durasi potensial aksi miosit lebih pendek pada hyperthyroid dibandingkan dengan
euthyroid. Pertukaran ion kalium terlambat dan hal tersebut meningkat pada hyperthyroid,
dan pertukaran L-type kalsium berkurang pada hyperthyroid sehingga jumlah T3 meningkat

yang akhirnya menghasilkan durasi potensial yang memendek.
Pada penyakit berat karena sebab apapun, down-regulation hormon tiroid dapat
terjadi. Masih belum diketahui bagaimana hal ini akan mempengaruhi pasien dengan atrial
fibrilasi. Untuk memeriksa perubahan kadar hormon tiroid dalam serum saat terjadinya

7
Universitas Sumatera Utara

fibrilasi atrial serta hubungannya dengan fungsi jantung dan hasilnya maka Friberg dkk
melakukan penelitian ini (Ambarwati, 2000).
Pasien dengan kerusakan fungsi jantung atau mengalami reaksi inflamasi yang berat
menunjukkan down-regulation sistem tiroid yang lebih nyata. Tidak ditemukan hubungan
dengan enzim-enzim jantung. Pasien dengan riwayat atrial fibrilasi sebelumnya memiliki
kadar T3 yang lebih rendah, infark yang lebih kecil, dan kadar protein reaktif C yang lebih
tinggi. Selain itu juga terdapat sitokin proinflamasi interleukin-6.
Dapat disimpulkan bahwa sistem hormon tiroid secara cepat mengalami downregulation saat terjadi fibrilasi atrial. Kejadian ini bisa bermanfaat saat terjadinya iskemia

akut. Pasien dengan angina memiliki kadar interleukin-6 dan protein reaktif C yang lebih
tinggi serta sistem hormon tiroid yang lebih tertekan. Penekanan kadar tiroid pada pasien
dengan angina mungkin telah terjadi sebelum proses infark dimulai. 5,8

Gejala dan Tanda Atrial Fibrilasi pada Hipertiroid
Beberapa manifestasi klinik yang dapat dijumpai pada pasien AF pada hipertiroid
yaitu berupa palpitasi, angina saat aktivitas, dipsneu, cepat lelah, sinkop ataupun gejala
tromboemboli. Manifestasi lanjut dari keadaan AF ini yaitu suatu kondisi gagal jantung
kongestif oleh karena menurunnya curah jantung.1,4
Pemeriksaan Laboratorium & Penunjang
1. Elektrokardiografi berupa : aritmia, hilangnya gelombang P
2. Foto thoraks biasanya ventrikel kiri, aorta, arteri pulmonal biasanya tidak berubah namun
pada beberapa kasus terdapat pembesaran jantung.
3. Thyroid Ultrasonograpi berfungsi untuk mendeteksi nodul jika radioiodine uptake tidak
dapat dilakukan.
4. Scan radioiodine uptake berfungsi untuk mendiagnosa grave disease dan goiter
multinoduler toxic
5. Pemeriksaan laboratorium yaitu T3 (Total T3, Free T3 by analoque methode, Free T3 by
dialysis) , T4 (Total T4, Free T4 by analoque methode, Free T4 by dialysis) , TSH, thyrotropin,
Thyroid antibodi.3

8
Universitas Sumatera Utara

Terapi
Pada kasus atrial fibrilasi dengan hipertiroid maka pengobatan diupayakan secara
etiologi yaitu dengan mengendalikan kondisi hipertiroidnya terlebih dahulu setelah itu
mengatasi masalah atrial fibrilasinya. Yang termasuk dalam terapi hipertiroidnya yaitu
menurunkan tirotoksikosis dengan 3 methode yaitu (1) tirostatika, (2) tiroidektomi, (3)
yodium radioaktif.
1.Tirostatika
Obat anti tiroid (OAT) yaitu golongan tiomidazol(Karbimazol 5 mg,metamizol(MTZ) atau
tiamizol 5,10,30mg) dan derivat tiourasil (PTU propiltiourasil 50,100mg) menghambat proses
organifikasi dan reaksi autoimun,dan efek tambahan PTU adalah untuk menghambat konversi
T4 menjadi T3 diperifer. Waktu paruh MTZ 4-6 jam sedangkan PTU 1-2 jam. PTU
dibandingkan MTZ disekresikan dalam air susu ibu 10 kali lebih rendah. OAT juga berperan
dalam menghambat ekspresi HLA-DR di sel folikel sehingga imunologis membaik. Dosis
dimulai dari 30 mg CMZ, 30 mg MTZ dan PTU 400mg sehari dalam dosis terbagi. Selama 46 minggu dapat mencapai eutiroid, kmudian dosis titrasi sesuai respon klinis. Lama
pengobatan 1-1,5 tahun kemudian dihentikan ntuk melihat apakah terjadi remisi. Terdapat
dua metode dalam menggunakan OAT ini yaitu metode titrasi dan metode blok substitusi.
Metode titrasi adalah dimulai dengan dosis besar kemudian diturunkan berdasarkan klinis dan
laboratorium. Metode blok substitusi adalah pasien diberi dosis tinggi terus menerus sampai
tercapai kondisi hipotiroid kemudian diberikan hormon tiroksin sehingga eutiroid dapat
tercapai.
2. Tiroidektomi
Yaitu tindakan operasi tiroid yang dilakukan jika kondisi eutiroid tercapai.
3. Yodium radioaktif

9
Universitas Sumatera Utara

Tujuan pengobatan AF adalah untuk mengembalikan ke irama sinus, mengontrol laju irama
ventrikel dan mencegah terhadap terjadinya komplikasi tromboemboli.
1. Mengembalikan ke irama sinus
Yaitu dengan melakukan kardioversi baik farmakologis ataupun elektrik. Kardioversi
farmakologis yaitu paling efektif bila dilakukan pada kondisi AF dalm 7 hari .
Kardioversi elektrik diindikasikan pada pasien dengan gangguan hemodinamik
disertai tanda iskemik, hipotensi, sinkop. Kardioversi elektrik dilakukan dengan 200 J
dan bila tidak berhasil dapat dinaikkan menjadi 300 J. Obat antiaritmia

tidak

digunakan pada pasien dengan AF permanen. Pada pasien pasien tertentu, terapi obat
antiaritmia selam 4 minggu setelah kardioversi elektrik berguna dalam meningkatkan
keselamatan pasien. Droedarone adalah salah satu obat yang berguna dalam menjaga
sinus ritme pada pasien AF paroksismal dan permanen. Dronedarone tidak boleh
diberikan pada pasien dengan gagal jantung moderat atau severe.
Adapun skema untuk kardioversi elektrik maupun farmakologi dapat dilihat
sbb:

:

Gambar.5 Indikasi untuk melakukan kardioversi elektrik atau farmakologi dan pilihan antiaritmia sebagai
farmakologi pada pasien dengan onset akut AF

kardioversi

Untuk mempertahankan irama sinus dapat diberikan obat didalam tabel
berikut :

10
Universitas Sumatera Utara

2. Pilihan obat-obat untuk pengontrol laju ventrikel adalah digoxin, antagonis kalsium (
verapamil dan diltiazem) serta penyekat beta. Laju irama yang dianggap terkontol 6080 kali/menit pada saat istirahat dan 90 -115 saat aktivitas.
3. Pengobatan antitrombotik bertujuan untuk mencegah komplikasi stroke emboli. Pada
pasien AF harus dilakukan penghitungan CHA2DS2-VASc untuk menilai resiko stroke
pada pasien AF non valvular. CHA2DS2-VASc terdiri dari [Congestive heart failure,
Hypertension, Age ≥75, Diabetes, Stroke (doubled), vascular disease, age 65-74, sex
kategory female]. Setelah itu dilakukan penghitungan HAS-BLED [Hypertension ,
Abnormal renal/liver function, Stroke, Bleeding history or predisposition, Labile INR,
Elderly (e.g. age .65, frailty, etc.) Drugs/alcohol concomitantly] sebagai alat untuk
menilai resiko perdarahan serta untuk langkah mengkoreksi jika HAS-BLED≥ 3
artinya memiliki resiko tinggi terhadap perdarahan, meskipun demikian pasien tetap
diberikan warfain. Warfarin lebih superior dibandingkan aspirin. Sedangkan
penggunaan kombinasi aspirin dengan clopidogrel pada pasien yang menolak untuk
menggunakan oral anti koagulan seperti warfarin. NOACs merupakan suatu alternatif
11
Universitas Sumatera Utara

terapi antitrombotik yang memiliki efikasi dan keselamatan dibandingkan warfarin.
Yang termasuk dalam NOACs adalah inhibitor trombin (dabigatran) serta inhibitor
faktor Xa ( Rivaroxaban, Apixaban) dengan target pengobatan INR 2 – 3, dan pada
pasien dengan usia > 70 tahun INR 1,6 - 2. Adapun rekomendasi yang dikeluarkan
sesuai dengan 2012 focused update of the ESC Guidelines for the management of
atrial fibrillation.1,2,4,5,7,9

12
Universitas Sumatera Utara

13
Universitas Sumatera Utara

14
Universitas Sumatera Utara

DAFTAR PUSTAKA

1. Klein Irwin, Danzi Sara : Thyroid Disease and the Heart.Circulation. 2007;116:17251735. doi: 10.1161/CIRCULATIONAHA.106.678326
2.

3.

Camm A.J, Lip G.Y.H, Caterina D.R, et al. 2012 focused update of the ESC Guidelines
for the management of atrial fibrillation. European Heart Journal (2012) 33, 2719–2747
doi:10.1093/eurheartj/ehs253
Brent G.A, Graves Disease, The new England Journal of Medicine(2008);358:2594-605

4. Page R.L, Newli diagnosed Atrial Fibrillation, The new England Journal of
Medicine(2004);351:2408-16
5. Kisyanto Y, Antono D, Penyakit Jantung Tiroid dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam
Edisi 5, Internal Publishing:2009;1798-1803
6. Ranitya R, Nasution S.A, Fibrilasi Atrial dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi 5,
Internal Publishing:2009;1612-1617
7. Djokomoeljanto R, Kelenjar Tiroid, Hipertiroid dan Hipotiroid dalam Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam Edisi 5, Internal Publishing:2009;1993-2008
8. Wustmann K, Kucera P, Burow A,et.al. Activation of electrical triggers of Atrial
Fibrilation in Hyperthyroidsm, J Clin Endocrinol Metab, June 2008,93(6):2104-2108
9. Lilly L.S, Pathophisiology of Heart Disease, 5th:China(2011); 287-288

15
Universitas Sumatera Utara