Antikoagulan pada Atrial Fibrilasi

ANTIKOAGULAN PADA
ATRIAL FIBRILASI
Rahmad Isnanta, Zainal Safri, Refli Hasan, Firman Sakti W
Divisi Kardiologi Departemen Ilmu Penyakit Dalam
Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

Pendahuluan
Antikoagulan adalah obat untuk mencegah pembekuan darah dengan jalan menghambat
pembentukan atau menghambat fungsi beberapa faktor pembekuan/ koagulasi. Heparin
merupakan obat yang paling sering dihubungkan dengan anti koagulan. Efek anti koagulan
heparin ditemukan oleh McLean pada tahun 1915, saat ia sedang mencari prokoagulan di
hati anjing. Ekstrak hirudin dari lintah obat yang pertama kali digunakan untuk antikoagulasi
parenteral di klinik pada tahun 1909, tetapi penggunaannya terbatas karena efek samping
dan kesulitan dalam mencapai ekstrak sangat murni .
Heparin dan kumarin (misalnya: warfarin, phenprocoumon, acenocoumarol) telah menjadi
andalan terapi antikoagulan selama lebih dari 60 tahun. Selama dekade terakhir, paradigma
penemuan obat telah bergeser ke arah desain rasional mengikuti pendekatan berbasis
target, di mana protein tertentu, atau "target", yang dipilih berdasarkan pemahaman
patofisiologi saat ini. Beberapa obat baru yang ditemukan berupa trombin inhibitor (DTIs)
(yaitu : argatroban, hirudins rekombinan, bivalirudin), oral DTIs (yaitu: etexilate) dan oral
langsung faktor Xa inhibitor (yaitu: rivaroxaban, apixaban).

Pada tulisan ini akan dibahas mengenai beberapa obat antikoagulan dan penggunaannya
pada pasien dengan atrial fibrilasi, namun sebelumnya perlu juga dipahami mengenai
faktor-faktor pembekuan atau koagulasi .

Faktor Koagulasi atau Pembekuan

Faktor-faktor pembekuan darah adalah glikoprotein, yang kebanyakan diproduksi dihepar
dan disekresi ke sirkulasi darah. Tabel berikut ini menunjukan

daftar faktor-faktor

pembekuan darah yang dinyatakan dalam angka Romawi, serta sinonim dan beberapa sifatsifatnya.

Tabel 1. Faktor pembekuan/koaguasi3

faktor-faktor pembekuan darah disintesis di hati, faktor II, VII, IX dan X, begitu juga faktor
XI, XII, XIII, dan faktor V. Sebagian besar faktor-faktor pembekuan darah ada dalam plasma,
pada keadaan normal ada dalam bentuk inaktif dan nantinya akan dirubah menjadi bentuk
enzim yang aktif atau bentuk kofaktor selama koagulasi.1,2,3
Faktor-faktor pembekuan darah diklasifikasikan ke dalam beberapa group berdasarkan

fungsinya. Faktor XII, faktor XI, prekallikrein, faktor X, faktor IX, faktor VII, dan protrombin
merupakan zimogen dari serine protease akan dirubah menjadi enzim yang aktif selama
pembekuan darah. Sedangkan faktor V, faktor VIII,

highmolecular Beberapa -weight

kininogen (HMWK), dan tissue factor yang terdapat di ekstravaskuler dan harus kontak

dengan darah untuk berfungsi, bukan merupakan proenzim tetapi berfungsi sebagai
kofaktor. Faktor V, faktor VIII, dan HMWK harus diaktifasi agar berfungsi sebagai kofaktor.
Faktor X, faktor IX, faktor VII, dan protrombin disebut faktor-faktor yang tergantung vitamin
K

(

vitamin K-dependent factor), karena untuk pembentukannya

yang sempurna

memerlukan vitamin K. Protein-protein ini mengandung residu asam amino yang unik, gcarboxyglutamic acid (Gla).

Vitamin K terdapat dalam sayur-sayuran yang berwarna hijau dan juga disintesis oleh
bakteria di dalam usus. Vitamin K berfungsi sebagai suatu kofaktor yang penting untuk
sintesis faktor II, faktor VII, faktor IX, faktor X, protein C dan protein S, dimana vitamin K
merupakan kofaktor penting yang diperlukan untuk menyelesaika n post-translational dari
sintesis faktor-faktor pembekuan yangtergantung vitamin K, yaitu untuk reaksi karboksilasi
dari asam glutamat menjadi residu g-carboxyglutamic acid. Residu Gla adalah tempat ikatan
ke protein-protein ini dan diperlukan untuk interaksinya dengan fosfolipid membran.
Kegagalan dalam karboksilasi yang terjadi pada defesiensi vitamin K atau pada beberapa
kelainan hati ( cirrhosis, hepatocelluler carcinoma), terjadi penumpukan faktor-faktor
pembekuan dengan tidak ada atau penurunan gamma-carboxylation sites. No n- atau descarboxylated protein ini juga disebut protein-induced in vitamin K absence (PIVKA).
Pada pembuluh darah yang rusak, kaskade koagulasi secara cepat diaktifasi

untuk

menghasilkan trombin dan akhirnya untuk membentuk solid fibrin dari soluble fibrinogen,
memperkuat plak trombosit primer.
Koagulasi dimulai dengan dua mekanisme yang berbeda, yaitu proses aktifasi kontak dan
kerja dari tissue factor. Aktifasi kontak mengawali suatu rangkaian dari reaksi-reaksi yang
melibatkan faktor XII, faktor XI, faktor IX, faktor VIII, prekalikrein, High Molecular Weight
Kininogen


(HMWK), dan

platelet factor 3 (PF-3).

Reaksi-reaksi ini berperan untuk

pembentukan suatu enzim yang mengaktifasi faktor X, dimana reaksi-reaksi tersebut
dinamakan jalur instrinsik ( intrinsic pathway ). 1,2,3

Gambar 1. Kaskade koagulasi 3
Sedangkan koagulasi yang dimulai dengan tissue factor, dimana suatu interaksi antara tissue fcktor
ini dengan faktor VII, akan menghasilkan suatu enzim yang juga mengaktifasi faktor X. Ini dinamakan
jalur ekstrinsik ( extrinsic pathway). Langkah selanjutnya dalam proses koagulasi melibatkan faktor
X dan V, PF-3, protrombin, dan fibrinogen. Reaksi-reaksi ini dinamakan jalur bersama ( common
pathway).
Jalur ekstrinsik dimulai dengan pemaparan darah ke jaringan yang luka. Disebut ekstrinsik karena
tromboplastin jaringan ( tissue factor) berasal dari luar darah. Pemeriksaan Protrombin Time (PT)
digunakan untuk skrining jalur ini.
Apabila darah diambil secara hati-hati sehingga tidak terkontaminasi cairan jaringan, darah tersebut

masih membeku didalam tabung gelas. Jalur ini disebut jalur intrinsik, karena substansi yang
diperlukan untuk pembekuan ada dalam darah. Jalur intrinsik dicetuskan oleh kontak faktor XII
dengan permukaan asing. Partial thromboplastin time (PTT) dan activated PTT (aPTT) adalah

monitor yang baik untuk jalur ini. Kedua jalur akhirnya sama -sama mengaktifasi faktor X, dan
disebut jalur bersama. 1,2,3

Anti Koagulan
Anti koagulan adalah golongan obat yang kerjanya menghambat pembekuan darah. Terdapat
banyak obat yang bekerja sebagai anti koagulan. Anti koagulan semakin lama semakin berkembang,
berikut ini diagram yang menjelaskan perkembangan anti koagulan :

Gambar 2. Perkembangan anti koagulan

Anti koagulan dapat dikelompokkan berdasarakan tempat kerja obat, adapun klasifikasi tersebut
seperti pada diagram berikit :

Gambar 3. Diagram klasifikasi anti koagulan4
Untuk memperjelas mekanisme kerja obat-obat tersebut dalam sistem koagulasi dapat dilihat pada
gambar berikut :


Gambar 4. Mekanisme kerja anti koagulan4
Heparin
Heparin merupakan mukoipolisakarida yang terdiri dari glukosamin sulfat dan asam glukoronat.
Secara farmakologis, heparin berfungsi sebagai antikoagulan yang mempunyai efek langsung sebagai

antitroombin III, akan tetapi dapat juga bekerja dengan melepaskan plasmimogen aktifator jaringan
dan tissuefactor fatway inhibitor (TPFI) dari end

otel. TPFI ini dapat menekan /menetralisir

pembentukan faktor Xa, sehingga tidak terjadi pembekuan. Heparin dibagi atas dua golongan yaitu :
unfractioned heparin (UH) dan low molekuler weight heparin (LMWH).
Unfractioned Heparin (UH)
Dosis pemberian UH diberikan dengan dosis inisial 5000 U bolus IV , kemudian dilanjutkan dengan
drip 1000 U/jam, dosis ini harus selalu dievaluasi dan disesuaikan untuk mendapatkan nilai aPTT 1,52,5 kontrol, aPTT diperiksa setiap 4-6 jam. Lama pemerian heparin biasanya 5 hari, kemudian
dilanjutkan dengan antikoagulan oral. Penyesuaian dosis UH :2
Nilai aPTT
aPTT <


” < , x ko trol

Dosis Heparin
Tingkatkan infus 4 U/KgBB/Jam

aPTT < 35- ”

, -1,5 x kontrol)

Tingkatkan infus 2 U/KgBB/Jam

aPTT < 46-7 ”

, -2,5 x kontrol)

Tidak ada perubahan

aPTT < 71-9 ”

, -3x kontrol)


Kurangi kecepatan infus

aPTT > 9 ” > x ko trol

Stop infus, pemberian ditunda 4 jam

Tabel 2. Penyesuaian dosis heparin terhadap nilai aPTT
Low Molekuler Weight Heparin (LMWH)
LMWH berasal dari degradasi UH, dibandingkan UH, LMWH memiliki beberapa keuntungan, yaitu:
-

LMWH merupakan polisakarida dengan berat molekul 4000-6000 dalton, dibandingkan
dengan UH 12.000-14.000 dalton, ukuran yang kecil ini menyebabkan LMWH memiliki
aktivitas anti Xa dan Iia yang lebih tinggi.

-

LMWH diabsorbsi secara konsisten melalui pemberian subkutan dengan bioavaibilitas 85%,
dibandingkan 15% UH, dan diekskresikan melaui ginjal dengan waktu paruh 3,504,5 jam

dibandingkan dengan UH 1,5 jam. Pada pemberian LMWH, aPTT tidak akan memanjang
sehingga tidak diperlukan evaluasi secara berkala. Sehingga dapat diberikan pada pasien
dengan rawat jalan.2

Dari berbagai laporan, dilaporkan bahwa LMWh lebih aman, efektif dan memiliki efek yang lebih
baik terhadap regresi trombus dibandingkan dengan UH.
LMWH diberikan secara subkutan, 1-2 kali sehari dengan dosis :
-

Enoksaparin (lovenox) : 100 U/KgBB, sekali sehari atau 40 mg setiap 12 jam.

-

Nadroparine (fraksiparin) : 4000 U subkutan , diberikan setiap 12 jam

-

Dalteparin (Fragmin) 120 U/KgBBsubkurtan setiap 12 jam .

Fondaparinux

Fondaparinux berkerja sebaai inhibitor faktor Xa dengan berikatan dengan anti trombin III (AT III).
Fondaparinux memiliki potensi 300 kali menetralisis faktor Xadengan berikan dengan AT III sehingga
menghambat kaskasde koagulasi. Fondapatinux tidak menginhibisi trombin (faktor IIa) dan fungsi
trombosit, sehingga pada dosis yang direkomendasikan tidak akan berefek terhadap aktivitas
fibrinolitik atau pritrombin time (PT).
Fondapatinux diberikan secara subkutan dengan bioavaibilitas 100 % dan mencapai kadar puncak 3
jam setelah penyuntikan. Eliminasi melalui urine dalam bentuk tidak diubah pada yang memiliki
fungsi ginjal normal dengan waktu paruh eliminasi 17-21 jam. 5
Dosis fondapatinux untuk profilaksis DVT 2,5 mg seklai sehari, sedangkan untuk terapi DVT dan
emboli paru 5 mg (BB 100kg) subkutan sekali sehari
diberikan umumnya minimal 5 hari sampai INR dari walfari 2-3. 5

Vitamin K antagonis- Warfarin

Golongan obat ini bekerja tidak langsung dengan menghambat vitamin K, sehingga akan
mengganggu pembentukan faktor koagulasi II,VII,IX dan X. Obat yang termasuk dalam golongan ini
adalah walfarin dan coumarin.
Warfarin umumnya diberikan mengikuti heparin. Pemberian warfarin dimulai 24 jam setelah
heparin, dengan dosis 5-10 mg peroral, kemudian dosis disesuaikan dengan nilai INR. Setelah INR
tercapai 2-3 selama 2 hari berturut-turut (biasanya memerlukan 4-5 hari), heparin dapat dihentikan,

pemberian warfarin diteruskan mengikuti protokol yang digunakan.

Tabel penyesuaian dosis

warfarin sebagai berikut: 1

Nilai INR

Penyesuaian Dosis

1,1-1,4

Naikkan dosis 10-20%. Kontrol 1 minggu

1,5-1,9

Naikkan dosis 5-10%. Kontrol 2 minggu

2,0-3,0

Dosis tetap. Kontrol 1 minggu

3,0-4,0

Turunkan dosis 5-10 %. Kontrol 2 minggu

4,0-5,0

Turunkan dosis 10-20 %. Kontrol 1 minggu

>5,0

Stop pemerian. Dipantau samapi INR menjadi < 3
Tabel 3. Penyesuaian dosis walfarin dengan nilai INR

Dabigatran etexilate
Debigatran merupakan inhibitor trombin baik yang bentuk bebas dan terikat. Debigataran etexilate
(suatu produrg) yang cepat dikonversi menjadi debigatran setelah dikonsumsi dan diproses dihati.
Puncak konsentrasi plasma debigataran 1,5 jam dengan waktu paruh 14-17 jam, bioavaibilitas 7,2%
dengan ekskresi utama melalui feses, namum eleminasi setelah diaktifkan terjadi di ginjal sekitar
80%.
Salah satu contoh obat dengan debigatran adalah pradaxa. Dosisnya adalah 150 mg untuk pasien
dengan creatinin clearence(CrCl) > 30 mL/min dua kali sehari dengan atau tanpa disertai makanan

. Untuk pasien dengan gangguan fungsi ginjal CrCl 15-30 mL/min diberikan 75 mg dua kali sehari.
Sedangkan jika CrCl < 15 mL/min belum diketahui. Untuk menukar menjadi debigatran dari walfarin
tidak terdapat penyesuaian dosis, dapat langsung diberikan setelah walfarin dihentikan ketika INR 65 tahun, meskipun jelas bahwa
pasien AF berusia ≥ 75 tahun (bahkan tanpa faktor risiko lain yang terkait) memiliki risiko
stroke yang signifikan dan memperoleh manfaat dari VKA daripada aspirin. Jika pasien
dengan AF semakin tua, efektivitas relatif dari terapi antiplatelet menurun dalam mencegah
stroke iskemik, sedangkan dengan menggunakan VKA tidak berubah. Dengan demikian,
manfaat mutlak untuk VKA untuk mencegahan stroke meningkat jika pasien AF bertambah
tua.16
Pendekatan berdasarkan factor resiko untuk pasien-pasien dengan non-valvular AF
juga dapat ditunjukkan dengan CHA2DS2 -VASc [gagal jantung kongestif, hipertensi, usia
≥75 (doubled), diabetes, stroke (doubled), penyakit vaskular, usia 65–74, dan kategori jenis
kelamin(perempuan)]. Skema ini berdasarkan system poin dimana 2 poin diberikan untuk
riwayat stroke atau TIA sebelumnya, atau usia > 75 tahun; dan 1 poin masing-masing untuk
usia 65-74 tahun, riwayat hipertensi, diabetes, gagal jantung yang baru terjadi, penyakit
vascular (infark miokard, kompleks aortic plaque, dan PAD, termasuk revaskularisasi,
amputasi karena PAD, atau bukti angiografi PAD, dll), dan perempuan. 15

Terapi Antitrombotik
Selama 2 dekade terakhir, banyak RCT telah menginvestigasi terapi antitrombotik
untuk mengurangi risiko tromboemboli, terutama stroke iskemik, pada pasien dengan AF.
Pada bagian ini, dirangkum bukti dan memberikan rekomendasi pengobatan untuk terapi
VKA, monoterapi antiplatelet (misalnya, aspirin), terapi antiplatelet ganda dengan aspirin dan
clopidogrel, dan antikoagulan oral baru (misalnya, dabigatran) pada pasien dengan AF.22
Obat Antiplatelet
Aspirin dan agen yang bertindak di jalur cyclo-oxygenase Aspirin menghambat
siklooksigenase secara ireversibel dengan asetilasi asam amino yang bersebelahan dengan
situs aktif. Dalam trombosit, ini adalah membatasi langkah dalam sintesis tromboksan A2,
dan menghambat terjadi pada megakaryocyte sehingga semua trombosit muda menjadi
disfungsi. Karena trombosit tidak dapat meregenerasi siklooksigenase dengan cepat, efek
aspirin tetap ada selama umur dari platelet (umumnya sekitar 10 hari). Kelemahan aspirin
adalah bahwa kekhususan untuk siklooksigenase berarti memiliki efek yang sedikit pada jalur
lain dari aktivasi platelet. Jadi aspirin gagal untuk mencegah agregasi disebabkan oleh
trombin dan hanya sebagian menghambat yang disebabkan oleh ADP dan kolagen dosis
tinggi.23
Clopidogrel dan Ticlopidine. Derivat thienopyridine menghambat agregasi platelet
yang disebabkan oleh agonis seperti faktor yang mengaktifkan trombosit dan kolagen, dan
juga mengurangi pengikatan ADP ke permukaan purinoreceptor trombosit. Mekanisme ini
penghambatan ini tampaknya terlepas dari cyclo-oxygenase. Ada juga penurunan dari respon
platelet terhadap trombin, kolagen, fibrinogen, dan faktor von Willebrand. Puncaknya
tindakan pada fungsi trombosit terjadi setelah beberapa hari dari dosis oral. Efek samping
termasuk bukti penekanan sumsum tulang, leukopenia, terutama dengan tiklopidin. 23
Obat Antikoagulan
Warfarin. Senyawa ini 4-hydroxycoumarin,

menghambat sintesis faktor yang

tergantung pada vitamin K (protrombin; Faktor VII, IX, dan X, protein C, protein S). Tingkat
faktor VII menurun cepat (dalam 1.19
Untuk pasien dengan AF, termasuk mereka yang paroksismal AF, yang beresiko
rendah terhadap stroke (misalnya, CHADS 2 skor = 0), disarankan tidak diberikan terapi
daripada diberikan terapi antitrombotik (Kelas 2B). Untuk pasien yang memilih terapi

antitrombotik, disarankan pemberian aspirin (75 mg sampai 325 mg sekali sehari) daripada
antikoagulan oral (Kelas 2B) atau terapi kombinasi dengan aspirin dan clopidogrel (kelas
2B).22
Untuk pasien dengan AF, termasuk dengan paroksismal AF, yang beresiko menengah
untuk terjadinya stroke (misalnya, CHADS 2 skor = 1), disarankan pemberian antikoagulan
oral daripada tidak diberikan terapi (1B Kelas). Disarankan antikoagulan oral daripada aspirin
(75 mg sampai 325 mg sekali sehari) (Kelas 2B) atau terapi kombinasi dengan aspirin dan
clopidogrel (2B kelas). Untuk pasien yang tidak cocok untuk atau memilih untuk tidak
mengkonsumsi oral antikoagulan (untuk alasan lain selain kekhawatiran tentang perdarahan
besar), disarankan kombinasi terapi dengan aspirin dan clopidogrel daripada aspirin (75 mg
sampai 325 mg sekali sehari) (2B kelas).
Untuk pasien dengan AF, termasuk dengan paroxysmal AF, yang berisiko tinggi
untuk terjadinya stroke (misalnya, CHADS 2 skor ≥ 2), disarankan pemberian antikoagulan
oral daripada tidak diberikan terapi (Kelas 1A), aspirin (75 mg sampai 325 mg sekali sehari)
(kelas 1B), atau terapi kombinasi dengan aspirin dan clopidogrel (Kelas 1B). Untuk pasien
yang
tidak cocok atau memilih untuk tidak mengkonsumsi oral antikoagulan (untuk alasan lain
selain masalah tentang perdarahan besar), disarankan terapi kombinasi dengan aspirin dan
clopidogrel
daripada aspirin saja (75 mg sampai 325 mg sekali sehari) (Kelas 1B).22
Untuk pasien dengan AF, termasuk yang dengan paroxysmal AF, untuk rekomendasi
dalam mendukung antikoagulan oral, disarankan dabigatran 150 mg dua kali sehari daripada
terapi VKA dengan dosis yang disesuaikan (target INR 2,0-3,0) (Kelas 2B).
Karena asupan makanan memiliki dampak pada penyerapan dan bioavailabilitas
rivaroxaban (daerah di bawah kurva plasma konsentrasi

meningkat sebesar 39%),

rivaroxaban harus dikonsumsi bersamaan dengan makanan. Tidak ada interaksi makanan
yang relevan untuk NOAC lain dan dapat dikonsumsi dengan atau tanpa makanan.20
Juga, bersamaan menggunakan proton-pump inhibitor (PPI) dan H2-blocker bukan
merupakan kontraindikasi untuk NOAC apapun. Terlepas dari interaksi farmakokinetik, jelas
bahwa hubungan antara NOAC dengan antikoagulan lain, penghambat trombosit (Aspirin,
clopidogrel, ticlodipine, prasugrel, ticagrelor, dan lain-lain), dan obat-obatan antiinflamasi
non-steroid (NSAID) meningkatkan risiko pendarahan. Ada data yang menunjukkan bahwa

risiko perdarahan dalam hubungan dengan agen antiplatelet meningkat setidaknya 60% (sama
seperti penggunaan dengan VKA).

Resiko Perdarahan
Penilaian risiko perdarahan harus menjadi bagian dari penilaian pasien sebelum
memulai antikoagulasi. Antikoagulan yang diberikan pasien usia tua dengan AF, tingkat
perdarahan intraserebral jauh lebih rendah daripada di masa lalu, biasanya antara 0,1 dan
0,6% dalam laporan kontemporer. Hal ini mungkin menunjukkan intensitas antikoagulasi
rendah, regulasi dosis lebih hati-hati, atau kontrol hipertensi yang lebih baik. Meningkatnya
perdarahan intrakranial dengan nilai INR 3.5-4.0, dan tidak ada peningkatan risiko
perdarahan dengan INR nilai antara 2,0 dan 3,0 dibandingkan dengan tingkat INR rendah.16
Menggunakan kohort 'real-world' dari 3978 subyek di Eropa dengan AF dari Survei
EuroHeart, skor risiko pendarahan sederhana yang baru, HAS-Bled (hipertensi, kelainan
fungsi ginjal/liver, stroke, riwayat perdarahan atau kecenderungan, labil INR, lansia (>65),
obat/alkohol bersamaan), telah diturunkan (Tabel 10). Ini tampaknya masuk akal untuk
menggunakan skor HAS-Bled untuk menilai risiko perdarahan pada pasien AF, dimana skor
≥ 3 menunjukkan 'berisiko tinggi', dan beberapa hati-hati dan memantau pasien secara teratur
diperlukan setelah memulai terapi antitrombotik, apakah dengan VKA atau aspirin.16

DAFTAR PUSTAKA

1. Wilso JD, Brau wald E, Issel a ker KJ, et al. Eds. Hariso ’s Pri iples of i ter al edi i e.
12th ed.New York : McGraw-Hill, 1991 p: 502-7
2. Acang N, Pemakaian dan Pemantauan Obat-obta Antitrombosis, dalam Sudoyo A, Setiyohadi
B, Alwi I, simadibrata M, Setiati S, Ilmu Penyakit Dalam ed IV, Jakarta, 2003, p: 795-7
3. Bombeli T, Spahn DR, Updates in perioperative coagulation: physiology and management of
thromboembolism and haemorrhage, available at : Br J Anaesth. 2004 Aug;93(2):275-87
4. Eikelboom J, Weitz J, New Antocoagulants, American Heart Association, Circulation. 2010
p:1523-1532
5. Highlights Of Prescribing Information, glaxosmithkline, available at:
www.glaxosmithkline.com
6. Highlights Of Prescribing Information, Boehringer ingelheim pharmaceuticals, inc, available
at: www. Boehringer.com
7. Patel et al, Rivaroxaban Versus Walfarin in Nonvalvular Atrial Fibrilation, N engl J Med2011,
p:883-91
8. Ma Qing, Development of Oral Anticoagulants, Br J Clin Pharmacol 2007, p: 263–265
9. Weitz j, New oral anticoagulants in development, Thrombosis and Haemostasis 2010, P;6270
10. Garcia D, Libby E, Crowther M, The new oral anticoagulants, Blood, 2010, p: 15-20
11. Salim et al, Comparison of Fondaparinux and Enoxaparin in Acute Coronary Syndromes, N
engl J Med2006, p:1464-76
12. Sam ScHulman et al, Dabigatran versus Warfarin in the Treatment of Acute Venous
Thromboembolism, N engl J Med2009, p:2342-52
13. Camm AJ, kirchhof P, Lip G, Schotten U, Savelieva I, Guidelines for the management of atrial
fibrillation The Task Force for the Management of Atrial Fibrillation of the European Society
of Cardiology (ESC), available at : www.escardio.org/guidelines
14. King D, Dickerson L, Sack J, Acute Management of Atrial Fibrillation: Part II. Prevention of
Thromboembolic Complications, Am Fam Physician 2002, P:271-2

15. .American Heart Association. Management of Patients with Atrial Fibrillation.
American College of Cardiology Foundation : 2011
16. European Society Cardiology. Guidelines for the Management of Atrial Fibrillation.
European Heart Journal, (2010) 31, 2369–2429
17. Sudoyo A, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Ilmu Penyakit Dalam Jilid
III Ed IV Kardiologi hal 1522. Mei 2006
18. Capodanno D, Capranzano P, Giachhi G, et al. 2012. Novel oral anticoagulants versus
warfarin in non-valvular atrial fibrillation: A meta-analysis of 50,578 patients. From :
International Journal of Cardiology
19. Spinler S, Shafir V. 2012. American Heart Association : New Oral Anticoagulants for
Atrial Fibrillation. From : http://circ.ahajournals.org/content/126/1/133
20. Heidbutchel H, et al. 2013. EHRA Practical Guide on the Use of New Oral
Anticoagulants in Patients with Non-Valvular Atrial Fibrillation : executive
Summary. From :European Heart Journal

21. Kosar L, Jin M, Kamrul R, Schucter B. 2012. Oral Anticoagulation in Atrial
Fibrillation : Balancing the Risk of Stroke with The Risk of Bleed. From :
www.cfp.ca
22. You J, et al. Antithrombotic Therapy for Atrial Fibrillation. Antithrombotic Therapy
and Prevention of Thrombosis, 9 th ed : ACCP Guidelines. Feb 2012. From :
www.chestspub.org
23. Lip G, Blann A. ABC of Antithrombotic Therapy : An overview of Antithrombotic
Therapy pg 10-13. BMJ Publishing Group : Mei 2003. From : www.bmjbooks.com