STUDI RELASI DAN PERBANDINGAN ANTARA MAKNA IDIOMATIK DAN MAKNA LEKSIKAL

Linguistika Akademia
Vol.1, No.3, 2012, pp. 305~318
ISSN: 2089-3884

STUDI RELASI DAN PERBANDINGAN ANTARA
MAKNA IDIOMATIK DAN MAKNA LEKSIKAL
Kholifah Nurmawati
e-mail: ifa.nurma@gmail.com
ABSTRACT
Language is communication equipment which contains meaningful message. In
language, meaning is the important element to achieve the same goal between
the speaker and the hearer. To getting the same goal, there is study of semantics
in linguistics. Semantic is one of the most important elements in Linguistic,
because semantic is study of meaning. There are some ways is studying of
meaning. As usual in translation process, the translator has to notice a meaning in
varied types of the meaning, looked at meaning aspect of lexical, grammatical,
textual, and contextual. To clarify a word or statement, it is not only finding the
word from dictionary, because language also has many styles in delivering it; for
example is language style in idiom. The words that available in idiom have the
special meaning. Idiom cannot be translated according to lexical explaining. In this
case, as usual in connotation or in proverb, so it needs the understanding to

speaker’s condition when utter the message. So, contextual theory is used in
analyzing of idiomatic meaning.

ABSTRAK
Bahasa merupakan alat komunikasi yamng mengandung pesan penuh
makna. Dalam bahasa, makna menupakan unsur terpenting untuk mencapai
maksud yang sama antara penutur dan pendengar. Untuk memperoleh
persamaan maksud tesebut, maka terdapat kajian ilmu semantik dalam tata
bahasa. Semantic adalah salah satu unsur terpenting dalam tata bahasa,
karena semantik merupakan kajian mengenai makna. Terdapat beberapa
cara dalam pengkajian makna. Seperti halnya pada proses penerjemahan,
penerjemah harus memperhatikan sebuah makna dalam berbagai macam
makna tersebut, dilihat dari segi pemaknaan leksikal, gramatikal, tekstual,
dan kontekstual. Untuk memaknai suatu kata atau ujaran, maka tidak cukup
hanya melihat kata itu dalam kamus, karena bahasa juga memiliki banyak
gaya dalam penyampaiannya; sebagai contoh gaya bahasa pada Idiom.
Kata-kata yang terdapat pada idiom memiliki makna yang khusus. Idiom
tidak bisa diartikan secara pemaknaan leksikal. Dalam hal ini, seperti halnya
konotasi atau dalam peribahasa, maka membutuhkan pemahaman dalam
pengkondisian sang penutur ketika menyampaikan pesannya. Maka, teori

kontekstual digunakan untuk mengkaji makna idiom tersebut.
Kata kunci: semantik, idiomatik, leksikal, dan kontekstual.

306

A. PENDAHULUAN
Dalam kehidupan, bahasa penting sebagai alat komunikasi,
terutama bagi manusia sebagai makhluk sosial. Disamping untuk
komunikasi, bahasa juga merupakan identitas bagi penuturnya. Di
lain sisi, bahasa juga memiliki keunukan tersendiri. Setiap orang
memiliki cara-cara tersendiri dalam mengekpresikan bahasa mereka.
Dipihak lain, karena adanya keberagaman gaya bahasa juga
menimbulkan ketidaksepahaman antara penutur dan pendengar,
atau sering disebut dengan misunderstanding. Oleh karena itu, perlu
adanya pengkajian makna, karena bahasa erat kaitannya dengan
makna. Studi tentang makna dalam ranah linguistik dikenal sebagai
ilmu semantik, atau dalam bahasa Inggris dikenal sebagai
Semantics, means ”study of the meaning of words” (Oxford, 2008:
399).
Salah satu gaya bahasa yang menggunakan istilah-istilah atau

kata-kata tertentu dalam mengungkapkannya ialah ”idiom”. Dalam
Bahasa Inggris idiom bisa berbentuk frasa ataupun kalimat. Secara
leksikal, idiom memiliki arti yang sangat berbeda antara makna yang
berdasarkan kata per kata (seperti dalam kamus bahasa InggrisIndonesia) dengan makna yang dimiliki oleh idiom itu sendiri. Itu
sebabnya banyak kasus simpang siur dalam hal memaknai suatu
bahasa ketika idiom tersebut digunakan dalam percakapan ataupun
penyampaian informasi antara pembicara dan pendengar.
Analisa dalam penelitian ini adalah pengkajian tentang
bagaimana memahami makna pada ujaran yang menggunakan
idiom. Pemahaman makna penting untuk dianalisa karena jika tanpa
mengetahui makna yang sesungguhnya, maka pendengar tidak
akan tahu maksud yang disampaikan oleh penutur, sehingga
komunikasi menjadi tidak kondusif dan efisien. Seperti halnya dalam
berbagai kasus banyak terjadi kesalahan pendengar dalam
memahami perkataan penutur yang menggunakan ungkapan idiom.
Itu sebabnya penelitian ini diharapkan dapat memudahkan
pemahaman makna idiom dalam sebuah komunikasi.
Ungkapan idiom (dalam bahasa inggris) berjumlah banyak,
sehingga terdapat dalam bentuk buku atau kamus khusus idiom.
Namun secara praktik tidak memungkinkan apabila seorang harus

membawa kamus idiom kemanapun ia berada dan dalam aktivitas
apapun. Sedangkan dengan cara hafalan juga tidak memungkinkan
Linguistika Akademia, Vol. 1, No. 3, 2012 : 305 – 318

Linguistika Akademia

ISSN: 2089-3884

307

untuk menghafal demikian banyak ungkapan-ungkapan idiom
tersebut. Oleh sebab itu, penulis akan menyajikan bagaimana
menganalisa pemaknaan idiom dengan menggunakan teori yang
dikemukakan Firth, yakni teori makna kontekstual. Dengan demikian,
maka pemaknaan idiom akan lebih prakstis dan efisien untuk
diterapkan dalam dalam komunikasi baik dalam situasi belajarmengajar secara formal maupun percakapan sehari-hari.
Analisa pemaknaan idiom ini bermanfaat baik secara teori
maupun praktik. Secara teori, bermanfaat sebagai pengetahuan dan
menjadikan teknik praktis dalam memaknai idiom tanpa harus
menghafal semua arti dalam istilah-istilah idiom, juga tidak harus

membawa kamus idiom kemanapun dan dimanapun berada.
Dengan mengetahui cara praktis pemaknaan idiom, maka dengan
mudah mengaplikasikannya kedalam praktik seperti dalam
percakapan sehari-hari maupun dalam pembuatan karya tulis seperti
novel, cerpen, puisi, drama, humor, dan sebagainya. Suatu ilmu,
teori maupun pengetahuan akan sempurna jika diiringi dengan
praktik yang sungguh-sungguh. Drs. Slamet Riyanto, M.Pd.
(2011:iii), dalam bukunya Practical Idioms in English mengatakan
bahwa dengan Idioms, maka Bahasa Inggris akan kedengaran Alami
(natural) seperti seorang Native Speaker.
Dalam mengkaji idiom, maka teori yang digunakan ialah “Teori
makna”. Dalam teori makna, terdapat tokoh-tokoh yang memiliki
gagasan mengenai makna; diantaranya ialah Leonard Bloomfield,
yaitu tokoh teori makna dari Amerika; dan Firth tokoh teori makna
dari Inggris. Leonard Bloomfield berpendapat bahwa studi makna
bukanlah bagian utama dari linguistik. Makna dari bentuk-bentuk
bahasa adalah wawasan ilmu lain. Berbeda dengan Firth, ia
menyetujui bahwa makna adalah “the total network of relations or
functions into witch any linguistic item enters” (jaringan keseluruhan
dari relasi-relasi dan fungsi-fungsi kedalam mana setiap butir

linguistic masuk) (Al-Wasilah, Chaedar. 1993:68).
Dari kedua tokoh teori tersebut, maka teori yang paling
mendekati dalam pengkajian relasi makna leksikal dan makna idiom,
yakni teori makna oleh Firth.
Selain dari para tokoh teori makna, maka teori makna itu
sendiri terbagi menjadi, diantaranya seperti Teori Referensial, Teori
Mentalisme, Teori Kontekstual, dan Teori Pemakaian dari Makna.
Studi Relasi dan Perbandingan antara Makna Idiomatik… (Kholifah Nurmawati)

308

Dalam keterkaitannya dengan Idiom meaning, maka teori yang akan
digunakan untuk pengkajian ini yaitu “Teori Kontekstual”.
Dalam mengkaji makna, maka tidak terlepas dari adanya
konteks atau keadaan atau situasi. Teori Kontekstual
mengisyaratkan bahwa sebuah kata atau simbol ujaran tidak
mempunyai makna jika ia terlepas dari konteks (Parera, 2004:47).
Jenis dari penelitian ini adalah qualitative research atau
penelitian kualitatif. Qualitative Research is “a field of inquiry in its
own right” (Norman KD and Yvonne SL, 1994). Penelitian kualitatif

dengan kata lain yaitu penelitian yang mencakup dari segi kebaikan
dan lebih mengedepankan kualitas daripada apa yang lebih banyak
atau lebih sering diterapkan pada umumnya. Selanjutnya, metode
yang digunakan dalam penelitian kualitatif ini adalah library research
atau penelitian kepustakaan. Library research includes of touring or
reading about the research in library (MLA, 2009: 9).
Data primer dari penelitian ini adalah buku-buku dan handout
tentang Idiom dan kasus pemaknaannya. Sedangkan, buku-buku
pendukung lainnya seperti Linguistik, Semantik, Pengantar Teori,
kamus, dan sebagainya merupakan data sekunder.
Di dalam analisis ini, penulis akan menyampaikan
pembahasan dari beberapa contoh penggunaan idiom beserta cara
mengartikannya sesuai dengan kontekstual. Dari analisa ini, maka
akan ditemukan perbedaan sekaligus juga keterkaitan antara
pemaknaan idiom secara leksikal dan kontekstual.
B. LANDASAN TEORI
Dalam mengkaji suatu makna, terdapat beberapa macam teoru
untuk mengupasnya. Makna dapat ditelaah melalui teori-teori makna
seperti Teori Referensial, Teori Mentalisme, Teori Kontekstual, dan
Teori Pemakaian. Dalam teori makna, terdapat tokoh-tokoh linguist

yang memiliki teori dan gagasan mengenai makna; diantaranya ialah
Leonard Bloomfield, Firth, Wittgenstein,dan tokoh linguist dari
Indonesia Josh Daniel Parera.
Leonard Bloomfield yaitu tokoh teori makna dari Amerika
berpendapat bahwa studi makna bukanlah bagian utama dari
linguistik. Makna dari bentuk-bentuk bahasa adalah wawasan ilmu
lain. (Al-Wasilah, 1993:68).

Linguistika Akademia, Vol. 1, No. 3, 2012 : 305 – 318

Linguistika Akademia

309

ISSN: 2089-3884

Firth tokoh teori makna dari Inggris. Berbeda dengan teorinya
Leonard Bloomfield, Firth justru menyetujui bahwa makna adalah
“the total network of relations or functions into witch any linguistic
item enters” (jaringan keseluruhan dari relasi-relasi dan fungsi-fungsi

kedalam mana setiap butir dalam linguistic). Firth dalam Hill, ed
(1962: 252) berbicara tentang makna sebagai berikut: “Saya
mengusulkan pemisahan makna atau fungsi kedalam satu urutan
fungsi-fungsi unsur. Setiap fungsi akan dibatasi pemakaian bentuk
bahasa atau unsur bahasa dalam hubungannya dengan konteks.
Dengan perkataan lain makna haruslah dianggap satu keseluruhan
hubungan-hubungan kontekstual, dan fonetik, grammar, leksikografi,
dan semantic masing-masing mengatur unsur-unsurnya sendiri dari
keseluruhan itu dalam konteksnya yang cocok. (Al-Wasilah,
1993:68).
Josh Daniel Parera, dalam bukunya Teori Semantik
berpendapat bahwa dalam mengkaji makna, maka tidak terlepas dari
adanya konteks atau keadaan atau situasi. Teori Kontekstual
mengisyaratkan bahwa sebuah kata atau simbol ujaran tidak
mempunyai makna jika ia terlepas dari konteks. (Parera, 2004:47).
Dari pernyataan tersebut, maka Parera sependapat dengan teori
makna yang dikemukakan Firth, yang intinya bahwa makna erat
hubungannya dengan konteks.
Teori Referensial menyatakan istilah referen, yaitu hubungan
yang ada antara bentuk, makna, dan referen. Hal ini digambarkan

dalam diagram “segitiga penandaan” atau dikenal sebagai “Triangle
of Signification”
Makna (Konsep)

Kata

Bentuk

Referen

Studi Relasi dan Perbandingan antara Makna Idiomatik… (Kholifah Nurmawati)

310

Pada gambar di atas, garis putus-putus antara bentuk dan
referen dimaksudkan untuk menunjukkan bahwa hubungan antara
keduanya tidak langsung: bentuk dihubungkan dengan referennya
melalui makna (konseptual) perantara yang berkaitan dengan
keduanya, secara bebas (Lyons, 1995: 397-398).
Dari teori-teori makna yang dijelaskan diatas, terkait dengan

analisis pemaknaan idiom yang direlasikan dan dibanbandingkan
maknanya dalam pemaknaan leksikal, maka teori makna yang
digunakan penulis ialah teori makna kontekstual oleh Firth.
C. ANALISIS
a. Analisis Kontekstual pada Studi Kasus Penggunaan Idiom
dalam Percakapan dan Cara Memaknainya.
1. Let the cat out of the bag.
Idiom bahasa inggris diatas bisa digunakan dalam
konteks sepeti contoh berikut ini:
i.
Contoh kasus
Bill has had a nice planning to make a surprise in
Luna’s birthday party, but John has let the cat out of
the bag before Bill presents the surprise. What John
has done makes Bill disappointed and then he says
he to John, “Ooh John,,, you shouldn’t let the cat out
of the bag”.
ii.

Analisis
Makna dari “let the cat out of the bag” disini diartikan
sebagai “membongkar rahasia”. Kronologinya, Bill
mempunyai rencana yang bagus untuk memberikan
kejutan kepada Luna dihari pesta ulang tahunnya,
namun ternyata John sudah membuka rahasia itu
sebelum waktunya. Secara konteks, dalam pesta
ulang tahun tentunya Bill memberikan kejutan
mungkin sebuah kado yang indah, jadi tidak
mungkin tiba-tiba teman lainnya melepaskan kucing
begitu saja dari tasnya.
Dengan memahami konteks tersebut, maka apa
yang dikatakan Bill kepada John pada kalimat “Ooh

Linguistika Akademia, Vol. 1, No. 3, 2012 : 305 – 318

Linguistika Akademia

ISSN: 2089-3884

311

John,,, you shouldn’t let the cat out of the bag”, itu
tidak diartikan seperti “Ooh John,,, kamu tidak
seharusnya membiarkan kucing itu keluar dari
tasnya”,
namun
maksud
perkataan
yang
disampaikan penutur disini ialah “Ooh John,,, kamu
tidak seharusnya membuka rahasia itu”. Jelas disini
konteksnya
John
baru
saja
menceritakan
rencananya Bill untuk Luna yang seharusnya
menjadi rahasia untuk sebuah kejutan. Jadi, bukan
berarti Bill mengeluarkan seekor kucing dari tasnya
pada saat itu.
2. See eye to eye
i.
Contoh kasus
Jack and Anne often argue about their personal
favorites. They never see eye to eye each other.
ii.
Analisis
Jack adalah anak laki-laki, sedangkan Anne adalah
anak perempuan, tentunya mereka memiliki
kesukaan masing-masing. Mungkin Jack senang
bermain bola, dan anne senang bermain boneka. Itu
sebabnya “never see eye to eye” diartikan tidak
pernah setuju, karena adanya keterkaitan konteks
(contextual meaning). Oleh karena itu, dalam
memahami suatu makna, maka sebuah kalimat tidak
bisa terlepas dari konteksnya. Istilah “never see eye
to eye” pada konteks ini tidak diartikan sebagai
“tidak pernah melihat mata ke mata” atau “tidak
pernah bertatap mata”, namun diartikan “tidak
pernah setuju”.
3. Get out of my hair
i.
Contoh kasus
Suatu hari, Andrea sedang suntuk berat karena dia
baru saja mendapati nilai IP yang diperoleh Andrea
kurang dari 3,00. Dia duduk sendirian di balkon
sambil menunduk dengan tatapan yang lesu dan
tidak ada semangat. Pada saat itu juga, Siska adik
Studi Relasi dan Perbandingan antara Makna Idiomatik… (Kholifah Nurmawati)

312

ii.

perempuan Andrea mendatangi kakaknya yang
sedang melamun itu;
Siska : “Hi Brother, what are you doing here? Why
is your face look very terrible? Do you need friend to
talk?”.
Andrea : “Please, get out of my hair!”,
Siska : “Woooow,,, seemingly you has many
louses in your head. It causes you ask them to get
out of your hair.”
Analisis
Pada percakapan diatas, terdapat kesalah pahaman
antara Siska dan Andrea karena ternyata Andrea
menggunakan ungkapan idiom dalam menanggapi
pertanyaan Siska. “Get out of my hair!” pada
pernyataan Andrea dimaksudkan agar Siska pergi
karena Andrea ingin menyendiri, namun rupanya
Siska mengartikannya sesuai leksikal yakni “Keluar
dari rambutku!”. Itu sebabnya Siska justru mengira
bahwa Andrea punya banyak kutu di kepalanya,
sehingga membuatnya teriak agar kutu-kutunya
keluar dari rambutnya. Itu sebabnya dalam
mengartikan idiom, maka diperlukan pemahaman
kontekstual.

4. Have a bee in bonnet
i.
Contoh Kasus
Suatu siang Alan pergi ke ladang menggembala
kambing kesayangannya. Karena keasyikan baca
komik sembari nunggu kambingnya makan rumput,
tanpa dia sadari kambingnya lepas dan makan
tanaman hias di halaman rumah milik Pak Yahya
dan Bu Yahya. Seketika Pak Yahya dan Bu Yahya
berteriak-teriak
“Oh no! Whose is this goat?”
Alan pun segera bersembunyi dibalik pohon. Saat itu
Helena datang dan menyapa Alan dari belakang.
Linguistika Akademia, Vol. 1, No. 3, 2012 : 305 – 318

Linguistika Akademia

ii.

ISSN: 2089-3884

313

“Hi Alan! What are you doing here?”
“Ssst,,, I’m afraid of Mr. and Mrs. Yahya. They are
looking for me because my goat has eaten their
plant. I think they have bees in their bonnet.”
“Woow,,, it looks terrible. Why don’t you help them to
exile the bees? The bees might sting their head.”
Analisis
Pada percakapan diatas, Helena tidak memahami
apa yang dimaksudkan perkataan Alan ketika Alan
menggunakan idiom. Helena memaknainya dengan
leksikal, padahal have bees in their bonnet yang
dimaksudkan Alan bukan berarti terdapat lebah
dalam topinya Pak Yahya dan Bu Yahya, melainkan
bahwa Pak Yahya dan Bu Yahya sedang marah.
Jika dicermati konteksnya, seharusnya Helena
tanggap dengan apa yang dimaksud Alan dengan
mengatakan “have bees in their bonnet” itu berarti
mereka marah. Seperti yang diceritakan Alan
sebelumnya
bahwa
dia
sembunyi
karena
kambingnya memakan tanaman milik Pak Yahya
dan Bu Yahya, tentu saja dalam konteks ini yang
bermasalah ialah Alan karena kambingnya telah
memakan tamnaman milik orang. Logikanya orang
akan marah apabila ada yang merusak tanamannya.

5. Break the Ice
i.
Contoh Kasus
Sebuah percakapan antara penerima tamu dengan
tamu hotel:
Receptionist : Good afternoon sir! How can I do for
you?”
Guess
: I need a single bed room for tonight.
Receptionist : Okay sir,, how’s room do you like?
Studi Relasi dan Perbandingan antara Makna Idiomatik… (Kholifah Nurmawati)

314

Guess

ii.

: Whatever,, the most important is that
I can break the ice.
Receptionist : Don’t worry Sir, this Hotel also
provides a refrigerator in each room.
So, you can enjoy of drinking ice.
Analisis
Pada percakapan diatas, terjadi kesalahan dalam
pemaknaan yang dilakukan oleh resepsionis.
Resepsionis tersebut terlalu formal dalam berbicara
tanpa memperhatikan konteks yang ada. Tanggapan
resepsionis terhadap perkataan tamu hotel yang
menggunakan istilah idiom “break the ice”
menyimpang dari pembicaraan karena resepsionis
tersebut mengartikan istilah dari perkataan tamu
hotel secara leksikal, sehingga resepsionis mengira
bahwa tamu hotel tersebut ingin menghancurkan es,
yang kemudian oleh resepsionis tersebut dimaknai
dengan ingin melarutkan es untuk diminum. Padahal
makna sesungguhnya dari pernyataan “Whatever,,
the most important is that I can break the ice” adalah
“Terserah,, yang paling penting saya bisa merasa
nyaman”. Pemahaman konteks disini bisa dilihat
dari: pertama, pembicaraan antara tamu hotel dan
resepsionis adalah mengenai ruang kamar yang
akan dipesan oleh tamu hotel; kedua, dalam dialog
tersebut resepsionis menawarkan kamar yang
bagaimana yang diinginkan oleh tamunya, kecuali
apabila konteksnya berada dalam sebuah restaurant
yangmana pelayan menawarkan menu makanan
atau minuman, barulah disitu kata “break the ice”
diartikan bahwa tamu itu menginginkan es.

Linguistika Akademia, Vol. 1, No. 3, 2012 : 305 – 318

Linguistika Akademia

ISSN: 2089-3884

315

b. Relasi Makna Secara Leksikal dan Makna Sebenarnya yang
Dimiliki Idiom:
Pada analisis pertama, “let the cat out of the bag” memiliki arti
membongkar rahasia. Secara leksikal memang “let the cat out of the
bag” berarti “membiarkan kucing keluar dari tas”, namun dalam idiom
memiliki arti yang berbeda. Namun setelah dicermati dari setiap
katanya, kedua makna tersebut dapat dikaitkan satu sama lain.
Seperti halnya membiarkan kucing keluar dari tas berarti
membiarkan sesuatu keluar dari tempat persembunyian yang dalam
idiom ini diibaratkan sebagai tas, dan sesuatu itu diibaratkan sebagai
kucing. Dengan demikian, maka terlihat persamaan maksud antara
membiarkan sesuatu keluar dari persembunyian dengan
membiarkan sebuah rahasia terungkap dari ketertutupan.
Pada analisis kedua menyatakan bahwa “see eye to eye”
memiliki arti dalam idiom bahwa itu menandakan “setuju”,
sedangkan “see eye to eye” secara leksikal berarti melihat mata ke
mata atau berpandangan. Sebelum mencari keterkaitan makna
antara berpandangan dengan setuju, maka langkah pertama dengan
cara
memahami
istilah
berpandangan
terlebih
dahulu.
Berpandangan ialah saling memandang, atau secara rinci
bertemunya sepasang mata dengan sepasang mata yang lain. Itu
menunjukkan bahwa dua pasang mata tersebut berada dalam satu
titik pengelihatan. Kemudian langkah berikutnya barulah
mengkaitkan arti berpandangan dengan istilah setuju yang berarti
bertemunya dua pemikiran antara satu fikiran dengan fikiran yang
lain yang keduanya bertemu dalam satu ide atau tujuan. Sehingga
kesamaan istilah perpandangan dengan setuju memiliki keterkaitan
makna sama-sama menyatukan dua hal kedalam satu arah.
Pada analisis ketiga, pernyataan “get out of my hair!” diartikan
“tinggalkan aku sendiri!”. Pernyataan itu biasa digunakan dalam
kalimat perintah dari penutur kepada lawan bicaranya bahwa
penutur menginginkan lawan bicaranya tersebut meninggalkannya
sendirian, atau dalam kata lain penutur ingin menyendiri. Sedangkan
makna secara leksikal dari “get out of my hair” adalah “keluar dari
rambutku” Secara langsung kalimat yang berarti “tinggalkan aku
sendiri” dengan “keluar dari rambutku” memiliki makna yang
berbeda, namun dibalik keinginan meminta untuk meninggalkan dan
keinginan meminta untuk keluar memiliki maksud dan tujuan yang
Studi Relasi dan Perbandingan antara Makna Idiomatik… (Kholifah Nurmawati)

316

sama. Itu sebabnya kedua pernyataan tersebut memiliki relasi
makna.
Selanjutnya, analisis keempat membahas antara istilah “have
bees in bonnet” yang makna leksikalnya berarti “terdapat lebah
dalam sebuah topi” itu digunakan untuk istilah marah (got angry).
Analisis tersebut mengibaratkan lebah dalam sebuah topi dengan
sebuah kemarahan. Lantas apa hubungannya antara keberadaan
lebah dalam topi dengan suatu kondisi emosional dalam artian
marah? Secara umum lebah dikenal sebagai serangga yang
memiliki sengat yang bisa menyebabkan kesakitan pada korban
yang mendapatkan sengatan lebah tersebut. Sedangkan topi
merupakan alat penutup kepala. Jadi, keberadaan lebah dalam
topi/tutup kepala yang dikenakan oleh pemiliknya (pemilik topi) akan
menyebabkan pemakai topi tersebut mendapat sengatan lebah yang
menjadikan kepala sakit dan terasa panas. Hal ini sama persis
dengan kondisi ketika seorang sedang marah, yakni kepalanya
terasa panas karena terbakar emosi. Jadi, keterkaitan antara
keberadaan lebah dalam topi dengan marah adalah sama-sama
membuat panas kepala.
Analisis yang kelima, tentang makna idiom dari “break the ice”
diartikan sebagai suatu perasaan nyaman. Berbeda dengan makna
leksikalnya, “break the ice” berarti menghancurkan es atau
melarutkan es. Untuk mengaitkan kedua istilah tersebut (antara
merasa nyaman dan menghancurkan es), maka terlebih dahulu
diperlukan definisi dari es. Ketika kata es disebutkan, maka secara
otomatis otak manusia menangkap sinyal dingin dari sifat asli es
tersebut. Sesuai dengan sifatnya yang dingin, es menyebabkan
penikmatnya merasa sejuk. Dari kata dingin – sejuk – segar – hingga
akhirnya diperoleh makna nyaman. Sehingga, idiom menggunakan
istilah “break the ice” untuk mengungkapkan rasa nyaman, karena
istilah es mempunyai relasi dengan kenyamanan.
D. KESIMPULAN
Analisis-analisis di atas merupakan pengkajian idiom dalam
menemukan makna yang disampaikan oleh penutur dengan tanpa
melihat arti idiom tersebut dari buku ataupun kamus. Hal ini dapat
dilakukan dengan cara mengkajinya menggunakan teori kontekstual,
yakni dengan melibatkan konteks atau keadaan ketika idiom
Linguistika Akademia, Vol. 1, No. 3, 2012 : 305 – 318

Linguistika Akademia

ISSN: 2089-3884

317

disampaikan oleh penutur. Dengan demikian, perbedaan makna
antara makna leksikal dan makna khusus yang dimiliki idiom dapat
dipahami, karena sebenarnya dibalik perbedaan kedua makna
tersebut juga terdapat relevansi. Dari analisis ini, maka dapat diambil
kesimpulan sebagai berikut:
a. Secara langsung, idiom memiliki makna yang berbeda dalam
pemaknaan secara leksikal.
b. Meskipun memiliki arti yang berbeda antara makna asli kata
(leksikal) dengan makna yang dimiliki oleh idiom itu sendiri,
namun dengan adanya analisis berdasarkan teori kontekstual
dapat mengupas hubungan dari makna-makna idiom,
sehingga pemaknaan idiom dapat dipahami dengan jelas dan
masuk akal.
c. Dalam memahami makna idiom, selain melihat arti dari asal
kata pada idiom juga melihat konteks ketika istilah idiom
diucapkan.
d. Disamping itu, dibalik perbedaan makna leksikal pada ujaran
idiom juga terdapat relevansi atau keterkaitan makna dari
istilah-istilah yang digunakan pada idiom dengan mencermati
kata atau istilah yang digunakan dalam idiom.
e. Dapat dibuktikan bahwa sebuah makna itu erat kaitannya
dengan konteks (Teori Firth).
E. DAFTAR PUSTAKA
The Oxford Dictionary, fourth edition. New York: Oxford University
Press. 2008. Print.
Alwasilah, A. Chaedar. Beberapa Madzhab dan Dikotomi
TeoriLinguistik. Bandung: Angkasa.1993. Print.
Parera, Jos Daniel. Teori Semantik (Edisi Kedua),Jakarta: Erlangga.
2004. Print.
Riyanto, Slamet. Practical Idioms in English. Yogyakarta: Pustaka
pelajar. 2011. Print.
KD, Norman and Yvonne SL. Handbook of Qualitative Research.
California: Sage Publication. 1994. Print.
The MLA Handbook for Writers of Research Papers, Seventh
Edition. New York. 2009. Print.
Lyons, John. Pengantar Teori Linguistik. Jakarta: Gramedia Pustaka
Utama. 1995. Print.
Studi Relasi dan Perbandingan antara Makna Idiomatik… (Kholifah Nurmawati)

318

Linguistika Akademia, Vol. 1, No. 3, 2012 : 305 – 318