PENGARUH KEDALAMAN AIR TERHADAP TINGKAH LAKU DAN LAMA HIDUP TERIPANG LOKAL (Phyllophorus sp.) SELAMA MASA ADAPTASI DI BAK PEMELIHARAAN

  SKRIPSI PENGARUH KEDALAMAN AIR TERHADAP TINGKAH LAKU DAN LAMA HIDUP TERIPANG LOKAL (Phyllophorus sp.) SELAMA MASA ADAPTASI DI BAK PEMELIHARAAN Oleh : BINTI RUMIYATI BOJONEGORO – JAWA TIMUR FAKULTAS PERIKANAN DAN KELAUTAN UNIVERSITAS AIRLANGGA SURABAYA 2014

  Yang bertanda tangan di bawah ini, saya : N a m a : BINTI RUMIYATI N I M : 141011009 Menyatakan dengan sebenarnya bahwa skripsi yang berjudul : Pengaruh Kedalaman Air terhadap Tingkah Laku dan Lama Hidup Teripang Lokal (Phyllophorus sp.) selama Masa Adaptasi di Bak Pemeliharaan adalah benar hasil karya saya sendiri. Hal-hal yang bukan karya saya dalam skripsi tersebut diberi tanda citasi dan ditunjukkan dalam daftar pustaka. Apabila dikemudian hari terbukti pernyataan saya tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi akademik yang berlaku di Universitas Airlangga, termasuk berupa pencabutan gelar kesarjanaan yang telah saya peroleh. Demikian surat pernyataan yang saya buat ini tanpa ada unsur paksaan dari siapapun dan dipergunakan sebagaimana mestinya.

  Surabaya, 15 Juli 2014 Yang membuat pernyataan, Materei Rp. 6.000,-

  BINTI RUMIYATI NIM. 141011009

  SKRIPSI PENGARUH KEDALAMAN AIR TERHADAP TINGKAH LAKU DAN LAMA HIDUP TERIPANG LOKAL (Phyllophorus sp.) SELAMA MASA ADAPTASI DI BAK PEMELIHARAAN Skripsi sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Perikanan pada Progam Studi Budidaya Perairan Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Airlangga

  Oleh :

BINTI RUMIYATI NIM. 141011009

  Menyetujui, Komisi Pembimbing

  Pembimbing Pertama Pembimbing Kedua Dr. Endang Dewi Masithah, Ir., MP. Rr. Juni Triastuti, S.Pi., M.Si.

  NIP. 19690912 199702 2 001 NIP. 19690621 199703 2 001

  SKRIPSI PENGARUH KEDALAMAN AIR TERHADAP TINGKAH LAKU DAN LAMA HIDUP TERIPANG LOKAL (Phyllophorus sp.) SELAMA MASA ADAPTASI DI BAK PEMELIHARAAN

  Oleh : BINTI RUMIYATI

  NIM : 141011009 Telah diujikan pada Tanggal : 2 Juli 201 KOMISI PENGUJI SKRIPSI Ketua : Woro Hastuti Satyantini, Ir., M. Si. Anggota : Boedi Setya Rahardja, Ir., MP.

  Abdul Manan, S.Pi., M.Si. Dr. Endang Dewi Masithah, Ir., MP. Rr. Juni Triastuti, S. Pi., M. Si.

  Surabaya, 15 Juli 2014 Fakultas Perikanan dan Kelautan

  Universitas Airlangga Dekan,

  Prof. Dr. Hj. Sri Subekti, drh., DEA NIP.19520517 197803 2 001

  RINGKASAN BINTI RUMIYATI. Pengaruh Kedalaman Air terhadap Tingkah Laku dan Lama Hidup Teripang Lokal (Phyllophorus sp.) Selama Masa Adaptasi di Bak Pemeliharaan. Dosen Pembimbing Dr. Endang Dewi Masithah, Ir., MP. Dan Rr. Juni Triastuti, S.Pi., M. Si.

  Teripang lokal, Phyllophorus sp. merupakan komoditas laut yang berekonomis penting. Kebutuhan teripang lokal saat ini masih tergantung pada hasil tangkapan alam, sehingga diperlukan upaya budidaya teripang. Faktor keberhasilan budidaya teripang salah satunya diperankan oleh keberhasilan adaptasi teripang dari habitat ke lingkungan baru. Ketidakmampuan teripang salam beradaptasi akan mempengaruhi fisiologi teripang yang ditunjukkan dengan beberapa tingkah laku seperti dikeluarkannya usus, gonad dan lendir saat kondisi stres berat (Purnayudha, 2013). Kedalaman air merupakan faktor yang berpengaruh terhadap tingkah laku pembenaman diri teripang (Darsono, 2009) dan dikeluarkannya tentakel Curcumaria frondosa ke permukaan (Singh et

  al .,1999).

  Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh kedalaman air terhadap tingkah laku dan lama hidup teripang. Metode penelitian yang digunakan adalah eksperimen dengan Rancangan Acak Lengkap (RAL) sebagai rancangan percobaan. Perlakuan yang digunakan adalah kedalaman air yang berbeda, yaitu 10 cm, 20 cm, 30 cm dan 40 cm, masing-masing perlakuan diulang sebanyak 5 kali. Parameter utama yang diamati adalah tingkah laku teripang yang terdiri dari

  fuuly exposed

  , fully buried, half buried, keluar tentakel, keluar usus, keluar gonad, keluar cincin kapur dan kult teripang berlendir serta lama hidup teripang. Parameter penunjuang yang diamati adalah suhu, kecerahan, salinitas dan oksigen terlarut. Analisis data tingkah laku teripang menggunakan menggunakan metode deskriptif dan Analisis Ragam Variam (ANOVA), analisis data lama hidup menggunakan Analisis Ragam Varian (ANOVA) dan untuk mengetahui perlakuan terbaik dilakukan Uji Jarak Berganda Duncan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kedalaman air yang berbeda memberikan pengaruh yang nyata (p<0,05) terhadap tingkah laku dan lama hidup teripang. Perlakuan kedalaman air 40 cm merupakan kedalaman air yang sesuai untuk masa adaptasi teripang sebelum dibudidayakan. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui pengaruh salinitas, suhu, intensitas cahaya dan DO terhadap tingkah laku, pertumbuhan kelulushiduan dan lama proses regenerasi organ Phyllophorus sp. selama masa adaptasi.

  SUMMARY BINTI RUMIYATI. The Effect of Water Depth Against The Behaviour and Lifespan of Local Sea Cucumber (Phyllophorus sp.) During Adaptation Period in the Maintenance Tank. Academic Advisor Dr. Endang Dewi Masithah, Ir., MP. And Rr. Juni Triastuti, S.Pi., M. Si.

  Local sea cucumber, Phyllophorus sp. is an important economic commodity. Needs of local sea cucumbers are still dependent on the catch in nature, so it takes effort for sea cucumber cultivation. The one of the factors that make sea cucumber’s aquaculture success is the successful adaptation of sea cucumber habitats to the new environment. Inability to adapt will affect sea cucumber physiology demonstrated with some behavior such as the issuance of the intestine, gonads and mucous when severe stress conditions (Purnayudha, 2013). Water depth is a factor that affects the self-embedding behavior of sea cucumbers (Darsono, 2009) and the issuance of tentacles of Curcumaria frondosa to the surface (Singh et al., 1999).

  This study aims to determine the effect of water depth against the behavior and the lifespan of sea cucumbers. The method used is an experiment with a completely randomized design (CRD) as the experimental design. The treatments used are different water depths, with 10 cm, 20 cm, 30 cm and 40 cm, each treatment iss replicated 5 times. The main parameters of the observed behavior of sea cucumbers is composed of fully exposed, fully buried, half buried, out tentacles, out intestines, out gonads, out ring and slimy skin of sea cucumbers and lifespan. Supporting parameters measured are temperature, brightness, salinity and dissolved oxygen. Data analysis of behaviour using descriptive Variety Variam Analysis (ANOVA), lifespan data analysis using Varian Variety Analysis (ANOVA) and to determine the best treatment performed Duncan's Multiple Range Test.

  The result shows that the different water depths has significant effect (p <0.05) on the behavior of sea cucumbers and lifespan. Treatment of the water depth with 40 cm water depth is suitable for the adaptation period before cultivated sea cucumbers. Further research needs to be conducted to determine the effect of salinity, temperature, light intensity and DO on behavior, growth, survival rate and duration of organ regeneration process of Phyllophorus sp. during the adaptation period.

KATA PENGANTAR

  Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah Subhanahu Wata’ala atas limpahan rahmat dan ridha-Nya, serta shalawat dan salam penulis haturkan kepada Nabi Muhammad SAW, sehingga Skripsi tentang Pengaruh Kedalaman Air terhadap Tingkah Laku dan Lama Hidup Teripang Lokal (Phyllophorus sp.) Selama Masa Adaptasi di Bak Pemeliharaan dapat terselesaikan. Skripsi ini disusun dalam rangaka memenuhi persyaratan untuk memperoleh Gelar Sarjana Perikanan pada Progam Studi Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Kelautan, Universitas Airlangga Surabaya.

  Pada kesempatan ini, tidak lupa penulis ucapkankan terimakasih kepada

  1) 2)

  kedua orang tua yang selalu memberi semangat dan doa selama kuliah, Ibu Dr. Endang Dewi Masithah, Ir., MP. dan Ibu Rr. Juni Triastuti, S.Pi., M.Si. selaku Dosen Pembimbing yang telah memberikan bimbingan dalam sejak penulisan

  3)

  Usulan Penelitian hingga selesainya penyusunan Skripsi ini, dan semua civitas akademika Universitas Airlangga serta semua yang telah membantu penulis dalam pelaksanaan maupun penyusunan skripsi ini.

  Penulis menyadari bahwa Skripsi ini masih belum sempurna, sehingga kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan demi perbaikan dan kesempurnaan Skripsi ini lebih lanjut. Akhirnya penulis berharap semoga Karya Ilmiah ini bermanfaat dan dapat memberikan informasi bagi semua pihak.

  Surabaya, 15 Juli 2014 Penulis

  DAFTAR ISI Halaman RINGKASAN ……………………………………………………………..

  8

  3

  3

  4

  4

  4

  4

  6

  10

  1

  14

  14

  18

  19

  19

  19

  19

  3

  1

  SUMMARY …………………………………………………………….…. KATA PENGANTAR ……………………………………………….....…. DAFTAR TABEL ……………………………………………………….… DAFTAR GAMBAR ………………………………………………….…...

  2.1.2 Morfologi …………………………………………………..

  DAFTAR LAMPIRAN …………………………………………………….

  I. PENDAHULUAN …………………………………………………….

  1.1 Latar Belakang ……………………………………………………..

  1.2 Perumusan Masalah ………………………………………………...

  1.3 Tujuan ……………………………………………………………… 1.4 Manfaat ……………………………………………………………..

  II. TINJAUAN PUSTAKA ……………………………………………… 2.1 Teripang Lokal (Phyllophorus sp.) ………………………………...

  2.1.1 Klasifikasi ………………………………………………….

  2.1.3 Habitat, Penyebaran dan Pakan …………………………….

  4.2.2 Bahan Penelitian …………………………………………… v vii ix xii xiii xiv

  2.2 Tingkah Laku Teripang pada Kedalaman Berbeda ………………...

  2.3 Tingkah Laku Teripang terhadap Perubahan Lingkungan ………… III. KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS …………………...

  3.1 Kerangka Konseptual ………………………………………………

  3.2 Hipotesis ……………………………………………………………

  IV. METODOLOGI ………………………………………………………

  4.1 Tempat dan Waktu ………………………………………………… 4.2 Materi Penelitian …………………………………………………...

  4.2.1 Peralatan Penelitian ………………………………………...

  19

  4.3 Metode Penelitian …………………………………………………..

  20 4.3.1 Rancangan Penelitian ……………………………………….

  20 4.3.2 Prosedur Kerja ……………………………………………...

  21 4.3.3 Parameter Penelitian ………………………………………..

  29 4.3.4 Analisis Data ……………………………………………….

  29 V. HASIL DAN PEMBAHASAN ……………………………………….

  33 5.1 Hasil Penelitian …………………………………………………….

  33 5.1.1 Tingkah Laku Teripang …………………………………….

  32 5.1.2 Lama Hidup dan Kelulushidupan Teripang ………………..

  41 5.1.3 Kualitas Air ………………………………………………...

  42

  5.2 Pembahasan ………………………………………………………

  42 VI. SIMPULAN DAN SARAN …………………………………………..

  49 DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………………

  50 LAMPIRAN

  DAFTAR TABEL

  Tabel

  Halaman

  1. Perubahan tingkah laku teripang selama penelitian …………………… 2. Frekuensi relatif tingkah laku teripang saat pengambilan sampel ……..

  3. Hasil uji ANOVA frekuensi tingkah laku teripang selama penelitian …

  4. Hasil uji ANOVA lama hidup dan kelulushidupan teripang selama penelitian ………………………………………………………………

  5. Data kisaran kualitas air pada media adaptasi selama penelitian ……

  34

  40

  40

  41

  42

  DAFTAR GAMBAR Gambar Halaman 1. Phyllophorus sp. di pantai timur Surabaya …………………………...

  4 2. Tentakel tipe dendritik pada Phyllophorus spiculata ………………...

  5

  3. Macam-macam habitat Holothurians di dasar laut ………………...…

  7

  4. Phyllophorus sp. dengan usus dan gonad terburai ………………...…

  10 5. Bagan kerangka konseptual penelitian …………………………….....

  17

  6. Instalasi bak filter ……………………………………………….……

  22 7. Diagram alir penelitian ……………………………………..………...

  32 8. Tingkah laku fully exposed Phyllophorus sp. ………………………...

  36

  9. Tingkah laku fully buried Phyllophorus sp. …………………….……

  37 10. Tingkah laku half buried Phyllophorus sp. …………………………..

  38 11. Tingkah laku kulit berlendir Phyllophorus sp. ……………………….

  39 12. Cincin kapur Phyllophorus sp. ……………………………………….

  39

  DAFTAR LAMPIRAN Lampiran Halaman

  58

  92

  87

  86

  64

  63

  62

  61

  57

  1. Pola tingkah laku membenamkan diri teripang Thyonella gemmata di dalam substrat ……………………………………………….………..

  56

  11. Hasil uji ANOVA kelulushidupan teripang ……………………….…

  10. Hasil uji ANOVA lama hidup teripang ………………………………

  8. Data frekuensi relatif tingkah laku teripang selama penelitian …… 9. Hasil uji ANOVA tingkah laku teripang selama penelitian ………….

  6. Ukuran ketinggian air pada bak pemeliharaan ………………….…… 7. Perubahan tingkah laku teripang selama penelitian …………….….

  4. Tabel data hasil pengamatan tingkah laku teripang ……….………… 5. Contoh pencatatan lama hidup teripang …………………………….

  3. Data Penelitian Pendahuluan …………………………………………

  2. Proses penyisipan tentakel teripang ordo Dendrocerotida ………….

  93

  I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

  Teripang lokal (Phyllophorus sp.) atau dikenal sebagai terung termasuk dalam filum Echinodermata yang merupakan salah satu spesies teripang berprotein tinggi (44,39%) dan berpotensi sebagai imunostimulator terhadap bakteri Escherichia coli (Ramadany, 2011) dan Mycobacterium tuberculosis (Leksana, 2012). Teripang lokal juga merupakan salah satu komoditi unggulan di pantai timur Surabaya. Pemanfaatan teripang lokal di pantai timur Surabaya lebih banyak digunakan sebagai makanan ringan berupa keripik yang diperjualbelikan di wilayah Surabaya, Sidoarjo, Lamongan dan Gresik. Berdasarkan informasi dari beberapa pengepul, teripang lokal kering juga merupakan komoditi yang diekspor secara kontinyu ke Taiwan dan Hongkong (Masithah dkk., 2012). Dengan demikian dapat dikatakan bahwa teripang lokal memiliki nilai ekonomis penting.

  Kebutuhan teripang lokal saat ini masih tergantung pada hasil tangkapan alam. Selama ini, belum ada upaya budidaya teripang lokal di Indonesia yang mampu menunjang pemenuhan kebutuhan pasokan teripang lokal. Dalam jangka panjang, keadaan ini mengkhawatirkan keberadaan teripang lokal di alam yang akan mengalami over fishing, maka diperlukan upaya yang mengarah pada budidaya teripang lokal.

  Faktor keberhasilan budidaya teripang salah satunya diperankan oleh keberhasilan adaptasi teripang dari habitat aslinya ke lingkungan baru di bak pemeliharaan. Penelitian Purnayudha (2013) yang berupaya melakukan domestikasi teripang lokal dari habitat di alam ke bak pemeliharaan, mendapatkan hasil bahwa pemeliharaan dengan sistem resirkulasi dan pemberian substrat lumpur habitat asal teripang lokal mampu memberikan daya dukung lebih baik dibanding adaptasi menggunakan substrat kerikil dan tanpa substrat. Walaupun demikian, hasil ini masih memerlukan berbagai upaya optimasi adaptasi karena teripang hanya mampu hidup 5 hari.

  Faktor lingkungan yang diduga berpengaruh terhadap tingkah laku dan lama hidup teripang adalah kedalaman air pemeliharaan. Darsono (2009) mengatakan, level muka air (kedalaman air) yang rendah mengurangi pemunculan teripang pasir Holothuria scabra yang merupakan respon teripang pasir terhadap surut rendah.

  Ketidakmampuan teripang dalam beradaptasi akan mempengaruhi fisiologi teripang yang ditunjukkan dengan beberapa tingkah laku yaitu keadaan stres dan pertahanan diri baik secara mekanik maupun kimiawi. Eviserasi adalah salah satu tanda stres berat pada teripang (Purcell et al., 2006). Eviserasi juga merupakan upaya pertahanan diri teripang secara mekanik (Bingham and Braithwaite, 1986

  dalam

  Tursina, 2011). Eviserasi merupakan pengeluaran organ dalam dari tubuh teripang yang dilakukan melalui anus dan mulut. Sedangkan pertahanan diri teripang secara kimiawi dilakukan dengan cara menghasilkan senyawa metabolit sekunder (saponin) pada dinding tubuh dan organ dalam (Dyck dkk., 2010 dalam Tursina, 2011).

  Guna mendapatkan metode adaptasi yang optimal, masih banyak hal yang perlu dikaji dalam upaya domestikasi teripang. Pada penelitian ini, kajian dibatasi pada pengaruh kedalaman air terhadap tingkah laku dan lama hidup teripang selama masa adaptasi di bak pemeliharaan.

  1.2 Perumusan Masalah

  Berdasarkan uraian di atas, dapat dirumuskan permasalahan yaitu apakah kedalaman air berpengaruh terhadap tingkah laku dan lama hidup teripang lokal selama masa adaptasi di bak pemeliharaan?

  1.3 Tujuan

  Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh kedalaman air terhadap tingkah laku dan lama hidup teripang lokal selama masa adaptasi di bak pemeliharaan.

  1.4 Manfaat

  Hasil penelitian ini diharapkan dapat dimanfaatkan sebagai informasi tentang tingkah laku dan lama hidup teripang lokal pada beberapa kisaran kedalaman sehingga dapat dijadikan pedoman untuk budidaya teripang lokal.

II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Teripang Lokal (Phyllophorus sp.)

  2.1.1 Klasifikasi

  Grube (1840) dalam O’Loughlin et al. (2012) mengatakan klasifikasi

  Phyllophorus

  sp. adalah sebagai berikut : Kingdom : Animalia Filum : Echinodermata Kelas : Holothuroidea Ordo : Dendrochirotida Famili : Phyllophoridae Genus : Phyllophorus Spesies : Phyllophorus sp.

  Gambar Phyllophorus sp. dapat dilihat pada Gambar 1.

  Gambar 1. Phyllophorus sp. di pantai timur Surabaya (Winarni dkk., 2010)

  Keterangan : a : mulut b : kaki tabung c : anus

  2.1.2 Morfologi

  Teripang lokal (Phyllophorus sp.) yang memiliki nama lokal terung seringkali disebut teripang bola atau ball sea cucumber karena berbentuk bola, meskipun ada yang berbentuk memanjang. Seluruh tubuhnya ditutupi oleh filamen kecil (papulae) yang merata. Bagian tubuhnya lunak berwarna putih, a c b krem, coklat atau oranye. Pada bagian anterior terdapat mulut, berupa tentakel transparan yang tipis dan gelap (Wild Fact Sheets, 2008). Tentakel bermanfaat sebagai alat penangkap makanan (Holtz, 2009).

  Secara umum teripang yang termasuk ordo Dendrochirotida memiliki tipe tentakel bukal dendritik (berbentuk pohon) (Fankboner, 1978 dalam Aziz, 1996) dan memiliki pohon pernapasan (James, 1984). Genus Phyllophorus memiliki 20 tentakel, kaki tabung tersebar di seluruh tubuh dan calcareous ring (cincin kapur) terdiri atas 5 pasang lempeng mengelilingi faring (Heding and Panning, 1954

  dalam

  O’Loughlin et al., 2012). Tentakel dendritik pada Pyllophorus spiculata dapat dilihat pada Gambar 2.

  a b c

  Gambar 2. Tentakel tipe dendritik pada Phyllophorus spiculata

  (Wild Fact Sheets, 2008) Keterangan : a : tentakel b : mulut c : cabang tentakel

  Panjang, diameter dan bentuk tubuh Phyllophorus sp. bervariasi. Di Indonesia Phyllophorus sp. ditemukan dengan panjang antara 10-15 cm (Wild Fact Sheets, 2008). Liao et al. (2007) mengatakan Phyllophorus maculatus memiliki panjang tubuh 80 mm, diameter 20 mm dan berbentuk silindris dengan ujung posterior tumpul, sedangkan O’Loughlin et al. (2012) mengatakan

  Phyllophorus notialis

  memiliki panjang 20 mm, diameter 7 mm, warna tubuh abu- abu kecoklatan, dan tentakel coklat pucat dengan beberapa tanda coklat pekat.

2.1.3 Habitat, Penyebaran dan Pakan

  Secara umum, teripang hidup di kedalaman laut yang bervariasi (Pearse, 1908 dalam Smilek and Hembree, 2012). Hyman (1955) dalam Rohani (1998) juga mengatakan bahwa teripang hidup di daerah pasang surut hingga laut dalam. Teripang ordo Dendrochirotida di Mexican Pacific ditemukan hidup pada

  o

  kedalaman 1.150 m di bawah permukaan air laut, suhu 4 C dan kadar oksigen 0,3 mg/l (Massin and Hendrick, 2011). Phyllophorus (Urodemella) occidentalis dari teluk Mexico hidup di sublittoral, lepas pantai di sedimen yang lunak dengan kedalaman antara 6-158 m (Pawson et al., 2010). Phyllophorus parvipedes yang berdistribusi di Teluk Myanmar, Singapura, India Timur dan Australia Utara ditemukan pada kedalaman 2 m dan 20 m (James, 1965). Phyllophorus spiculata di pulau Hainan, Cina ditemukan pada zona intertidal sampai kedalaman 30 m (Yulin, 1998).

  Phyllophorus

  sp. di pantai timur Surabaya ditemukan pada kondisi salinitas berkisar antara 28-33 ppt, kadar pH air berkisar antara 8-9, kecerahan air berkisar antara 0,56-2,01 m, DO berkisar antara 6,5-7,9 mg/l, kedalaman air berkisar antara 2,22- 6,45 m di bawah permukaan air laut dan dengan komposisi yang bervariasi antara campuran pasir, lanau, lempung dan kerikil (Masithah dkk., 2012). Teripang di pantai timur Surabaya ditemukan pada kisaran suhu antara

  o

  29,5-32 C.

  Ruppert and Barnes (1996) dalam Smilek and Hembree (2012) mengemukakan bahwa teripang di habitatnya ada yang bersifat menempel pada tumbuhan laut, membenamkan diri di dalam substrat, menopang di atas substrat dan bersembunyi di celah-celah batu. Macam-macam habitat teripang dapat dilihat pada Gambar 3.

  Gambar 3. Macam-macam habitat Holothurians di dasar laut

(Ruppert and Barnes, 1996 in Smilek and Hembree, 2012).

  Keterangan : A : menempel pada tumbuhan laut.

  B-D : membenam/mengubur diri di dalam sedimen lunak. E : di permukaan sedimen. F : tersembunyi di celah-celah batu dan kepala kkarbon aktif.

  Pawson (1970) dalam Hartati dkk. (2005), mengatakan teripang memanfaatkan tiga sumber makanan yaitu plankton, detritus dan kandungan organik pada pasir dan lumpur. Lawrence (1987) dalam Hartati dkk. (2005) mengatakan, pakan teripang secara umum terdiri dari kandungan zat organik dalam pasir dan berbagai biota yang terdapat dalam pasir seperti diatom, protozoa, polichaeta, algae filamen, copepoda, ostracoda, foraminifera, radiolaria dan partikel-partikel pasir. Sedangkan teripang ordo Dendrochirotida adalah pemakan suspensi (suspension feeder) dan pemakan plankton (plankton feeder) (Aziz, 1996). Masithah dkk. (2012) mengatakan bahwa larva Phyllophorus sp. yang diberi pakan Chlorella sp. memiliki tingkat kelulushidupan tertinggi yaitu 75% dibandingkan dengan diatome (60%) dan Spirulina sp. (45%).

2.2 Tingkah Laku Teripang pada Kedalaman Berbeda

  Secara umum teripang yang hidup di laut dalam, memiliki tiga kebiasaan berenang, yaitu pelagic (menghabiskan seluruh hidupnya untuk berenang dan mengapung di kolom air), benthopelagic (sebagian besar hidupnya untuk berenang) dan facultative swimmers (sebagian besar hidupnya menjadi hewan bentik, tetapi juga berenang apabila terdapat gangguan kondisi lingkungan).

  Teripang yang hidup di laut dangkal, seperti Actinopyga mauritiana di pulau Solomon ditemukan di kedalaman air 5-10 m memiliki kebiasaan bergerak di dasar perairan (Graham and Battaglene, 2004). Teripang Phyllophorus di Pantai Kenjeran dengan kedalaman air 3,8-7,8 m memiliki kebiasaan membenamkan dirinya di dalam pasir atau pasir berlumpur dan kehidupannya bersifat kelompok serta ada pula yang soliter (Winarni dkk., 2010). Thyonella gemmata yang dipelihara dalam akuarium dengan kedalaman air 61,6 cm memiliki pola tingkah laku membenam diri di dalam substrat, dengan memulai menembus sedimen hingga menutupi permukaan tubuhnya kecuali bagian anterior dan posterior tubuhnya (Smilek and Hembree, 2012). Pola tingkah laku membenamkan diri teripang Thyonella gemmata dapat dilihat pada pada Lampiran 1.

  Perilaku pembenaman teripang dipengaruhi oleh adanya perubahan kedalaman air akibat pasang surut air (Mercier el al., 1999 dalam Darsono, 2009).

  Darsono (2009) mengatakan bahwa penurunan permukaan air secara berkala tidak mencegah pemunculan teripang ke permukaan, tapi permukaan air yang rendah menyebabkan berkurangnya pemunculan teripang ke permukaan. Pasang surut secara tidak langsung berpengaruh terhadap perilaku pembenaman teripang, sebab pada kondisi air surut, kecerahan air meningkat, suhu meningkat dan salinitas juga meningkat, hal ini menyebabkan teripang tidak muncul ke permukaan (Mercier

  et. al.,

  1999). Bohman and Held (1963) dalam Aziz (1995) mengatakan bahwa pembenaman diri dalam substrat pada teripang dilakukan untuk menghindari diri dari efek cahaya yang kuat dan suhu yang relatif tinggi, karena pada umumnya teripang bersifat fototaksis negatif (Aziz, 1995).

  Perilaku pembenaman diri dalam pasir atau substrat, selain dilakukan teripang juga dilakukan oleh organisme Echinodermata lain yaitu sand dollar dan bintang laut. Perilaku pembenaman diri sand dollar (Laganum laganum,

  L. decagonale

  , dan Echinodiscus bisperforatus) dan bintang laut (Archaster

  typicus ) terjadi saat pasang surut besar (Aziz dan Darsono, 1999).

  Perubahan kedalaman air akibat pasang surut air selain berpengaruh terhadap perilaku pembenaman diri teripang juga berpengaruh terhadap perilaku penyisipan tentakel teripang Curcumaria frondosa (Singh et al., 1999). Penurunan penyisipan tentakel tertinggi terjadi pada saat pasang naik. Hal ini karena saat pasang naik debit air meningkat dan konsentrasi chloropigment menurun. Penyisipan tentakel atau masuknya tentakel ke dalam pharynx merupakan cara teripang memakan makananannya dan tentakel akan dimasukkan dalam pharynx apabila pada tentakel terdapat makanan yang melekat pada lendir tentakel (Subekti dkk., 2011). Proses penyisipan tentakel pada teripang ordo Dendrocerotida dapat dilihat pada Lampiran 2.

2.3 Tingkah Laku Teripang terhadap Perubahan Lingkungan

  Purnayudha (2013) mengemukakan bahwa salah satu tanda teripang

  Phyllophorus

  sp. mengalami stres terhadap perubahan lingkungan adalah dengan dikeluarkannya usus dan gonad teripang dari bagian anterior, seperti yang ditunjukkan Gambar 4. a b c

  Gambar 4. Phyllophorus sp. dengan usus dan gonad terburai (Purnayudha, 2013)

  Keterangan : a : gonad b : anus c : usus

  Purnayudha (2013) juga mengatakan bahwa perubahan lain yang terjadi akibat stres yaitu kulit teripang dipenuhi lendir yang akan menyebabkan kulit teripang mudah terluka. Kulit teripang pada dasarnya memiliki tekstur yang kesat dan kuat, akan tetapi dalam proses respon terhadap stress akan banyak mengekskresikan lendir atau kelenjar mukosa yang lama kelamaan akan menyebabkan kulit mudah luka hingga hancur dan berakhir pada kematian.

  Menurut Triastuti dkk. (2010) kelenjar mukosa pada kulit berfungsi sebagai pelindung kulit dari parasit, bakteri dan mikroorganisme merugikan lainnya serta memperkecil gesekan dengan adanya sifat mucus yang licin.

  Perilaku stres teripang terhadap perubahan lingkungan juga terjadi pada juvenil teripang. Purcell et al., (2006) mengatakan bahwa stres berat pada juvenil teripang ditandai dengan eviserasi. Adaptasi juvenil teripang Holothuria scabra setelah masa transportasi, pada hari pertama mengalami stres saat dilepaskan dan selalu berada di permukaan substrat. Setelah teripang pulih dari stres awal (pada hari kedua), teripang menggali substrat lebih dalam dibandingkan biasanya.

  Perilaku menggali lubang lebih dalam juga merupakan respon teripang terhadap stres akibat transportasi.

  Eviserasi selain sebagai tanda stres, juga merupakan upaya pertahanan diri teripang secara mekanik terhadap predator. Selain eviserasi, pertahanan diri teripang juga dilakukan dengan penebalan dinding tubuh, autotomi, membenamkan diri ke dalam pasir, bersembunyi di bawah batu/karang dan mengeluarkan organ cuverian (Bingham and Braithwaite, 1986 dalam Tursina, 2011). Pengeluaran organ cuverian umumnya langsung terjadi setelah adanya gangguan dan jumlah organ cuverian yang dikeluarkan sesuai dengan intensitas gangguan yang diberikan (Dyck dkk., 2010 dalam Tursina, 2011). Misalnya pada

  Holothuria leucospilota

  , organ yang dikeluarkan dari perutnya adalah organ cuverian berbentuk benang yang sangat lengket, saluran pencernaan, mesenterium, pohon pernapasan bagian kiri dan gonad sebanyak 29% dari massa tubuhnya (Hsieh, 2012).

  Pertahanan teripang secara kimiawi dilakukan dengan cara menghasilkan senyawa metabolit sekunder (saponin) pada dinding tubuh dan organ dalam (Dyck et al., 2010). Alkaloid, flavonoid, steroid dan triterpenoid merupakan senyawa metabolit sekunder yang dihasilkan oleh Holothuria atra (Septiadi dkk., 2013). Teripang juga dapat mengeluarkan cairan berwarna setelah diberikan gangguan, seperti pada Holothuria arta yang mengeluarkan cairan berwarna merah untuk melawan hewan predator. Cairan tersebut dianggap bersifat toksik bagi predator dan hewan lainnya (Bakus, 1973 dalam Tursina, 2011).

  Ketidakmampuan adaptasi teripang di lingkungan baru selain menyebabkan stres juga dapat menyebabkan kematian. Ceesay et al. (2012) mengatakan bahwa Holothuria leucospilota dan Stichopus japonicus setelah mengalami eviserasi mengalami kematian. Teripang yang mampu beradaptasi akan tetap bertahan hidup setelah mengalami eviserasi dengan melakukan regenerasi organ. Kecepatan regenerasi organ teripang bervariasi antara 15-120 hari. Kecepatan regenerasi S. regalus adalah 15 hari (Bertolini, 1930 dalam Bai, 1994). Kecepatan regenerasi A. agassizi antara 25-27 hari (Mosher, 1956 dalam Bai, 1994). Kecepatan regenerasi Thyone briareus antara 32-40 hari (Scott, 1914

  dalam

  Bai, 1994), dan untuk S. mollis adalah 110 hari (Bai, 1994). Hsieh (2012) mengatakan bahwa Holothuria scabra melakukan regenerasi mulai pada hari ke-4 dengan cara mengentalkan lapisan mesenterium di tubulus cuverian dalam rongga tubuh. Jaringan mesenterium menebal dari bagian anterior dan posterior ke arah tengah tubuh dari hari ke- 4 sampai ke-16. Setelah hari ke-16 saluran pencernaan tumbuh secara exponensial sampai hari ke-28. Hari ke-28, tubulus cuverian belum sepenuhnya kembali ke ukuran semula, sedangkan pohon pernapasan bagian kiri belum terbentuk pada hari ke-28. Bai (1994) mengatakan bahwa pohon pernapasan Holothuria (Metriatyla) scabra beregenerasi mulai hari ke-2 sampai ke-19, selanjutnya pada hari ke-7 sampai ke-18 pohon pernapasan mulai memanjang di rongga tubuh dan teripang mulai makan 7 hari setelah regenerasi.

III KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS

3.1 Kerangka Konseptual

  Teripang lokal (Phyllophorus sp.) atau terung merupakan salah satu teripang bernilai ekonomis penting. Kebutuhan teripang lokal saat ini masih tergantung pada hasil tangkapan alam. Upaya budidaya teripang lokal di Indonesia yang mampu menunjang pemenuhan kebutuhan pasokan teripang lokalpun belum dilakukan. Dalam jangka panjang, keadaan ini mengkhawatirkan keberadaan teripang lokal di alam akan mengalami over fishing, maka diperlukan upaya yang mengarah pada budidaya teripang lokal.

  Keberhasilan budidaya teripang dipengaruhi oleh keberhasilan adaptasi teripang dari habitat aslinya ke lingkungan baru di bak pemeliharaan. Ruppet and Barnes (1994) dalam Ceesay et al. (2012), mengatakan faktor fisika dan kimia berpengaruh terhadap tingkah laku teripang seperti eviserasi. Faktor fisika yang berpengaruh terhadap tingkah laku teripang antara lain adalah kedalaman air, suhu dan kecerahan. Darsono (2009), mengatakan level permukaan air (kedalaman air) yang rendah menyebabkan Holothuria scabra jarang muncul ke permukaan. Perubahan kedalaman air akibat pasang surut air juga berpengaruh terhadap tingkah laku makan teripang jenis Curcumaria frondosa yang ditunjukkan dengan dikeluarkannya tentakel Curcumaria frondosa saat pasang naik air (Singh et al., 1999).

  Suhu yang berbeda juga mempengaruhi tingkah laku teripang. Wolkenhauer

  o

  (2008) mengatakan Holothuria scabra pada suhu 24 C aktivitas pembenaman diri berlangsung selama 6,7 jam/hari dan aktivitas makan berlangsung selama 9,8

  

o

  jam/hari, sedangkan pada suhu 17 C aktivitas pembenaman diri berlangsung selama 14,5 jam/hari dan aktivitas makan berlangsung selama 0,8 jam/hari.

  Kecerahan air merupakan ukuran transparansi perairan yang nilainya dipengaruhi oleh intensitas cahaya yang masuk dalam air. Mercier et al. (1999) mengatakan bahwa teripang akan membenamkan diri saat terdapat cahaya (matahari terbit) dan akan keluar saat matahari tenggelam. Hal ini membuktikan bahwa kecerahan air yang tinggi menyebabkan teripang bersembunyi (berendam diri di dalam substrat) dan saat kecerahan rendah teripang muncul di permukaan substrat.

  Faktor kimia yang berpengaruh terhadap tingkah laku teripang antara lain adalah salinitas dan DO (oksigen terlarut). Penurunan salinitas dari 35 ppt sampai 30 ppt, 25 ppt dan 20 ppt menyebabkan kegiatan pembenaman Holothuria scabra lebih dalam tetapi akan muncul kembali setelah beberapa jam(Mercier et al., 1999). Kondisi oksigen yang rendah menyebabkan tubuh Holothuria forskali membengkak, tetapi ketika kondisi oksigen sangat rendah menyebabkan teripang mengalami eviserasi (Astall and Jones, 1991 dalam Loddington, 2011).

  Teripang dikatakan mampu beradaptasi apabila teripang mampu hidup normal dan mampu melewati masa stres. Teripang yang mampu beradaptasi ditandai dengan melakukan pembenaman diri dan keluarnya tentakel dari mulut teripang. Pembenaman diri teripang dilakukan untuk menghindarkan diri efek cahaya yang kuat dan suhu yang relatif tinggi (Aziz, 1995). Keluarnya tentakel sebagai tanda teripang melakukan aktivitas makan. Teripang dapat kembali normal setelah mengalami stres karena teripang mampu melakukan regenerasi organ tubuh. Kecepatan regenerasi teripang antara 15-120 hari (Bai, 1994). Keluarnya tentakel pada teripang yang sebelumnya mengalami stres merupakan indikator bahwa teripang telah kembali normal.

  Teripang yang stres ditandai dengan perilaku eviserasi seperti pada

  Holothuria leucospilota

  dan Stichopus japonicus (Ceesay et al,.2012) dan keluar lendir pada permukaan tubuh teripang (Purnayudha, 2013). Eviserasi dilakukan untuk mempertahan diri atau melindungi diri teripang sedangkan lendir yang dikeluarkan dari permukaan tubuh berfungsi untuk melindungi kulit dari mikroorganisme merugikan serta memperkecil gesekan. Ruppet and Barnes (1994) dalam Ceesay et al. (2012) berpendapat teripang yang tidak mampu beradaptasi akan mengalami stres dan akhirnya mati. Kerangka konseptual penelitian dapat dilihat pada Gambar 5.

  Budidaya teripang lokal Adapatsi teripang lokal

  Fisika Kimia Kedalaman DO

  Salinitas Kecerahan

  Suhu air air

  Tingkah laku Normal Abnormal

  1. Membenamkan diri

  1. Eviserasi

  2. Kulit Berlendir

  2. Mengeluarkan tentakel Regenerasi Tidak beregenerasi

  Mampu Beradaptasi Tidak mampu beradaptasi

  Hidup Mati Gambar 5. Bagan kerangka konseptual penelitian

  Keterangan : = faktor yang diteliti = faktor yang tidak diteliti

3.2 Hipotesis 1. Kedalaman air berpengaruh terhadap tingkah laku teripang lokal Phylloporus sp.

  2. Kedalaman air berpengaruh terhadap lama hidup teripang lokal Phyllophorus sp.

IV METODOLOGI

  4.1 Tempat dan Waktu

  Penelitian akan dilaksanakan di Laboratorium Pendidikan Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Airlangga pada bulan April − Mei 2014.

  4.2 Materi Penelitian

  4.2.1 Peralatan Penelitian

  Peralatan yang digunakan dalam penelitian adalah akuarium berukuran

  3

  3

  3

  3

  40x30x25 cm , 40x30x35 cm , 40x30x45 cm , 40x30x55 cm , kantong plastik

  2

  2

  berukuran 100x120 cm dan 60x80 cm , bak plastik 3 liter, bak fiber 4.000 liter, tong 1.000 liter, garuk sampah bermata enam, selang, kran air, pompa air, karet gelang, sendok sayur kayu, gayung, spatula kayu, saringan, gelas ukur 500 ml, tali rafia, botol kaca 1 liter, pipet volume, bulb, pipet tetes, mikroskop, aerator, batu aerasi, lampu TL, autoclave, haemocytometer, secchi disk, termometer, penggaris, refraktometer, DO meter, timbangan digital, kamera digital, senter, kulkas, kertas label dan alat tulis.

  4.2.2 Bahan Penelitian

  Teripang yang digunakan adalah teripang lokal (Phyllophorus sp.), air laut (salinitas 30 ppt) dan lumpur diperoleh dari pantai timur Surabaya (Desa Sukolilo), air laut (salinitas 33 ppt) diperoleh dari BBAP Situbondo, air tawar dari

  Chlorella

  PAM Fakultas Perikanan dan Kelautan, Universitas Airlangga, sp. dan pupuk Walne dari BBPBAP Jepara, klorin, alkohol 70%, spon dan zeolit yang diperoleh dari karbon aktif komersial di Surabaya.

4.3 Metode Penelitian

4.3.1 Rancangan Penelitian